Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
ANALISIS SENSORIS DAN SIFAT TEKSTURAL MI LABU KUNING BEBAS GLUTEN Nurmalisa Lisadayana, Nurlita Febriyan Zeni, Umi Purwandari, Supriyanto, Cahyo Indarto Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, PO Box 2 Kamal, Madura;
[email protected]
PENDAHULUAN Mi merupakan makanan populer yang dikonsumsi di seluruh dunia. Bahkan, mi menjadi produk yang hampir menggantikan makanan pokok di beberapa negara. Perkembangan konsumsi mi yang sangat di berbagai negara terutama di Indonesia menjadi masalah yang patut dipertimbangkan bagi negara mengingat konsumsi mi yang memiliki peluang untuk menurunkan devisa negara karena mi merupakan produk yang terbuat dari tepung terigu yang merupakan komoditas impor. Tepung terigu merupakan produk impor dari negara lain, berdasarkan data BPS (2007) pada tahun 2003 impor terigu mencapai 343.144,9 ton sedangkan tahun 2006 mencapai 536.961,6 ton, dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa impor tepung terigu meningkat 19% (Anam 2010) . Selain itu tepung terigu merupakan komuditas yang mengandung karbohidrat yang tinggi yang masih bisa digantikan oleh beberapa hasil petanian di Indonesia seperti beras, singkong, sagu, sorgum, dan labu kuning Oleh karena itu diperlukan pengembangan teknologi mi yang berbahan baku selain terigu seperti labu kuning yang tinggi akan nilai gizi. Di Indonesia, konsumsi mi adalah 70% tahun 2005 dan 80% tahun 2006 (Haliana 2007) dan Indonesia juga menduduki posisi ke dua sebagai konsumen mi terbesar yaitu 14,5 milyar bungkus (Beritasatu 2012). Konsumsi mi di Indonesia pada tahun 1995 mencapai 3.554,5 juta perbungkus yang setara dengan 265.838 ton. Sedangkan pada tahun berikutnya konsumsi meningkat hingga 25% dan pada awal tahun 2000 hingga sekarang konsumsi mi terus meningkat mencapai 15% per tahun (Munarso dan Haryanto 2003). Mengingat bahan baku pembuatan mi pada umumnya terbuat dari gandum yang tidak lain adalah tepung terigu, maka semakin banyak masyarakat Indonesia yang menggunakan tepung terigu untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan mi. Untuk memproduksi tepung terigu negara Indonesia mengimpor gandum dari negara lain 4,5 juta ton/tahun (Husodo 2004). Untuk mengurangi impor gandum diperlukan produk lokal yang sifatnya hampir sama dengan tepung teriguKandungan gizi mi sangat terbatas, hanya terdiri terutama karbohidrat. Dengan mempertimbangkan tingkat penerimaan masyarakat terhadap mi yang sangat tinggi, maka mi menjadi alat yang baik untuk fortifikasi atapun peningkatan nilai gizi dengan menggunakan bahan-bahan yang bergizi tinggi misalnya labu kuning.
729
Juni, 2013
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Penelitian ini bertujuan mengkaji sifat sensoris dan tekstural mi labu kuning yang dibuat dengan menggunakan pembentuk tekstur berupa tepung singkong yang difermentasi oleh fungi. METODE PENELITIAN Pembuatan Tepung Labu Kuning Tahapan penelitian ini dimulai dengan membuat tepung labu kuning terlebih dahulu, proses pembuatan tepung labu kuning dapat dilihat pada Gambar 3.1. yaitu dengan mengupas terlebih labu kuning terlebih dahulu, labu kuning yang digunakan adalah labu kuning yang cukup tua, labu kuning yang tua ditandakan dengan kulitnya yang kuning, hal ini dilakukan karena rendemen tepung labu kuning yang cukup tua lebih banyak daripada labu kuning yang masih muda. Setelah itu labu kuning dipotong dan dicuci dengan air bersih, kemudian diiris menggunakan slicer. Selanjutnya labu kuning yang telah diiris dijemur di bawah sinar matahari atau di cabinet dryer hingga kadar airnya mencapai 14%. Labu kuning yang telah menjadi kripik digiling dan diayak menggunakan mesh 60.
Gambar 1. Proses Pembuatan Tepung Labu Kuning Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pembuatan Mi Pembuatan mi yang terbuat dari mi labu kuning dengan perbandingan tepung taipoka, tepung labu kuning dan air. Semua bahan tersebut dicampur menjadi satu sehingga membentuk adonan. Namun dalam pembuatan mi dalam penelitian ini tidak
730
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
memerlukan bahan lain. Tahapan-tahapan dalam pembuatan mi labu kuning dapat dilihat pada Gambar 2: Tepung Labu Kuning
Tepung Tapioka
Air
Pencampuran (Mixer)
Pencetakan
Pengukusan
Pengeringan
Mi Fungsional
Gambar 2. Proses pembuatan mi labu kuning Desain Percobaan Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan yaitu RALF (Rancangan Acak Lengkap Faktorial), dengan 2 (dua) faktor yaitu faktor perbandingan proporsi tepung dan air. Formulasi dan perbandingan rancangan percobaan dapt dilihat pada Tabel 1: Tabel 1. Perbandingan formulasi desain penelitian metode RAL Perlakuan air 5:7 A 10 X 9Y 8Z
AX AY AZ
Proporsi tepung tapioka dan tepung labu kuning 5:8 B 5:9 C 5:10 D 5:11 E BX BY BZ
CX CY CZ
DX DY DZ
EX EY EZ
5:12 F FX FY FZ
Keterangan : X : Mi dengan air 10 dengan perbandingan proporsi tepung tapioka dan tepung labu kuning 5:7, 5:8, 5:9, 5:10, 5:11, 5:12 Y : Mi dengan air 9 dengan perbandingan proporsi tepung tapioka dan tepung labu kuning 5:7, 5:8, 5:9, 5:10, 5:11, 5:12 Z : Mi dengan air 8 dengan perbandingan proporsi tepung tapioka dan tepung labu kuning 5:7, 5:8, 5:9, 5:10, 5:11, 5:12
731
Juni, 2013
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Parameter Penelitian Parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah karakteristik tekstural yang terdiri dari kekerasan (hardness), kelengketan (adhesiveness) dan daya tarik (elongasi) dari mi yang menggunakan alat Texture Analyzer. Sedangkan parameter pengujian sensoris berupa kesukaan pada warna, aroma, tekstur di mulut, rasa, dan kesukaan keseluruhan, yang dinyatakan dengan angka penilaian yaitu 1: sangat tidak suka, 2: tidak suka, 3: agak suka, 4: suka, dan 5: sangat suka. Analisis Data Analisis data pada penelitian ini menggunakan metode yang berhubungan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi setiap komponen dan kesukaan secara keseluruhan yaitu metode partial least square (PLS) digunakan untuk menentukan faktor yang menentukan kesukaan dari parameter sensoris warna, aroma, dan tekstur di mulut, dan kesukaan secara keseluruhan. PLSR dilakukan untuk mengkaji hubungan antara komposisi tepung komposit terigu dengan tepung labu kuning, talas, dan sorgum (variabel-X) dan tingkat kesukaan (variabel-Y). Data yang diperoleh hasil analisa regresi PLS dapat memprediksi variable-variabel yang mempengaruhi tingkat kesukaan panelis (Pedersen et al. 2004), serta menunjukkan hubungan dan intensitas hubungan antar masing-masing penilaian. Sedangkan data sifat tekstural dioleh menggunakan analisis variansi untuk general linear model faktorial dengan dua faktor, dan masing-masing faktor memiliki 3 dan 6 aras. Jika hasisl analisis variansi menunjukkan ada perbedaan antar sampel, maka dilakukan uji pembeda menggunakan metode Least Significant Difference dengan =0,05. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Faktor Penentu Mutu Sensoris Mi Labu Kuning Berdasarkan Partial Least Square (PLS) Tabel 2. Analisis variansi kesukaan keseluruhan (Y) pada mi labu kuning Sumber db JK RJK F Regresi
4
4,92055
1,23014
Galat residul
13
0,17235
0,01326
Total
17
5,09290
92,79
P 0,000
Tabel 2 menunjukkan analisis sidik ragam dari model yang digunakan untuk membuat mi labu kuning untuk mengetahui signifikansi dari nilai P. Berdasarkan nilai P yang telah didapatkan menunjukkan signifikansi dari suatu model regresi karena nilai P pada model anova lebih kecil dari 0,05 (α = 5%). Hasil anova yang menentukan mutu sensoris mi labu kuning menghasilkan nilai P = 0,000 yang menunjukkan bahwa setiap 732
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
faktor yang mempengaruhi yanitu faktor warna, aroma, rasa, dan tekstur di mulut memiliki pengaruh yang sinifikan atau berbeda nyata terhadap kesukaan keseluruhan pada mi labu kuning. Tabel 3. Model selection and validation kesukaan keseluruhan (Y) pada mi labu kuning Components X Variance Error SS R-Sq 1
0,91140
0,241804
0,952521
2
0,03505
0,173260
0,965980
3
0,07267
0,172350
0,966159
4
0,0886
0,172348
0,966159
Tabel 3 merupakan tabel Model Selection and Validation yang menjelaskan pengaruh faktor independen (X) terhadap faktor dependen (Y). X-varian yang tedapat pada tabel Selection and Validation menjelaskan persentase pengharuh dari faktor yang digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap kesukaan (Y). Pada komponen 1 dengan X-varian = 91,140%, komponen 1 mewakili komponen lainnya. Tabel 4. Koefisien regresi pada kesukaan terhadap mi labu kuning Kesukaan Kesukaan Keseluruhan Prediktor Keseluruhan Standardized Konstanta
0,359775
0,000000
Warna
0,321638
0,520686
Aroma
0,304839
0,240471
Rasa
0,241141
0,190539
Tekstur di mulut
0,067650
0,069935
Berdasarkan nilai koefisien regresi dapat diketahui nilai bobot prediktor yang mempengaruhi kesukaan keseluruhan Mi Labu Kuning. Nilai tertinggi dari koefisien regresi menunjukkan prediktor yang paling dominan dalam mempengaruhi kesukaan keseluruhan terhadap mi labu kuning. Nilai tertinggi adalah faktor warna sehingga faktor warna mendominasi daripada faktor lainnya dengan nilai 0,321638. Sedangkan faktor aroma = 0,304839, rasa = 0,241141, dan tekstur di mulut = 0,067650. Dari nilai koefisien regresi tersebut dapat dibuat persamaan regresi : Y = 0,359775 + 0,321638 X1 + 0,304839 X2 + 0,241141 X3 + 0,067650 X4 Nilai Y merupakan kesukaan keseluruhan dan X1, X2, X3, dan X4 merupakan variabel prediktor. 733
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
Nilai Kesukaaan keseluruhan juga juga telah distandarkan oleh koesfisien regresi PLS. Variabel prediktor yang telah distandarkan oleh PLS adalah wana = 0,520686, aroma = 0,240471, rasa = 0,190539, dan tekstur di mulut = 0,069935. Pada Variabel prediktor yang telah distandarkan menujukkan bahwa prediktor warna tetap mendominasi daripada fator lainnya. Dari nilai koefisien regresi yang telah distandarkan dapat dibuat persamaan regresi : Y = 0,520686 X1 + 0,240471 X2 + 0,190539 X3 + 0,069935 X4 Nilai Y merupakan kesukaan keseluruhan dan X1, X2, X3, dan X4 merupakan variabel prediktor yang telah distandarkan oleh PLS. PLS Loading Plot 0,8
WA RNA
0,6
Component 2
0,4 0,2
A ROMA
0,0 RA SA
-0,2 -0,4 -0,6
TEKSTUR DI MULUT
-0,8 0,0
0,1
0,2 0,3 Component 1
0,4
0,5
Gambar 3. Loading plot pada PLSR mi labu kuning Gambar 3 merupakan loading plot yang menunjukkan kedekatan hubungan antar faktor yang saling mempengaruhi. Garis pada setiapa faktor yang saling berdekatan merupakan faktor-faktor yang mempunyai kedekatan bobot yang mempengaruhi konsumen dalam menentukan nilai kesukaan keseluruhan mi labu kuning. Pada komponen 1 semua faktor yaitu warna, aroma, rasa dan tekstur di mulut memiliki nilai fositif. Namun pada komponen 2, faktor rasa dan tekstur di mulut memiliki nilai negatif dan berlawanan dengan faktor warna dan aroma. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang berlawanan antara warna, aroma dan rasa, tekstur di mulut. Posisi garis antara fator aroma dan rasa berada pada posisi yang saling berdekatan, sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua faktor tersebut memiliki bobot yang hampir sama dalam mempengaruhi kesukaan keseluruhan pada mi labu kuning.
734
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
KARAKTERISTIK TEKSTUR MI LABU KUNING Tingkat Kekerasan Mi Labu Kuning (Hardness) Analisis hasil mi labu kuning untuk uji kekerasan (hardness) menggunakan alat yang disebut Texture Analyzer dari 18 formulasi dapat dilihat pada Tabel 5 dengan menggunakan perbandingan tepung tapioka, tepung labu kuning dan air. Pada mi yang diuji sebelumnya dilakukan proses pemasakan atau perebusan terhadap mi labu kuning sesuai waktu pemasakan yang telah ditemukan. Tujuan perebusan adalah untuk mengetahui tingkat kekerasan (hardness) pada mi labu kuning yang dihasilkan sesuai dengan mi yang akan dikonsumsi oleh konsumen. Maka dapat diketahui hasil pengujian dilihat pada Tabel 5: Tabel 5. Hasil rata-rata nilai hardness pada mi labu kuning Proporsi Tepung tapioka dan Jumlah air Rata-rata (g) tepung labu kuning 5:7 10 3,528 x103 cd 9 2,993 x103 bc 8 4,000 x103 bc 5:8 10 4,414 x103 d 9 3,762 x103 cd 8 3,694 x103 cd 5:9 10 2,237 x103 a 9 3,685 x103 cd 8 4,954 x103 d 5:10 10 3,528 x103 bc 9 2,727 x103ab 8 3,606 x103 c 5:11 10 3,173 x103 bc 9 3,493 x103 bc 8 3,247 x103 bc 5:12 10 2,899 x103 b 9 2,651 x103 ab 8 2,673 x103 ab Tekstur memiliki peran yang sangat penting dalam kualitas mutu suatu makanan, salah satu atribut dari tekstur adalah kekerasan (hardness). Tekstur juga merupakan salah satu dari sifat fisik yang dapat dideteksi melalui mata, kulit dan sensor pada mulut (Matz 1996). Menurut Sukowati (2007) tekstur mi yang dapat diuji adalah kekerasan (hardness), kelengketan (adhesiveness), daya tarik (elongasi), keutuhan (cohesiveness) dan kelenturan (elastisitas) yang memiliki satuan gram. Sifat tekstural hardness dapat menentukan parameter dari kualitas mi. Berdasarkan pada Tabel 5 dapat diketahui hasil uji tekstural kekerasan (hardness) mi labu kuning menggunakan tepung tapioka sebagai agen pembentuk tekstur dengan perbandingan tepung tapioka, tepung labu kuning dan air adalah 5:9:10 735
Juni, 2013
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
dengan nilai hardness 2,237 x103 g. Hasil tersebut merupakan hasil yang terendah dari nilai hardness yang diperoleh. Sedangkan mi dengan perbandingan tepung tapioka, tepung labu kuning dan air 5:9:8, memiliki nilai hardness 4,954 x103 g hasil tersebut merupakan nilai hardness yang terbesar dari uji hardness yang dihasilkan menggunakan Texture Analyzer. Dengan demikian terdapat pengaruh antara perbandingan tepung tapioka, tepung labu kuning dan air yang digunakan, terhadap tekstur pada mi. Untuk membuktikan penilaian yang diperoleh dari hasil data dapat dilihat pada Tabel 5. Pada tabel tersebut, diketahui bahwa hasil hardness yang terendah adalah pada kode 5:9:10 memiliki nilai 2,237 x103 g. Tetapi nilai tersebut tidak berbeda nyata dengan kode 5:12:9 (2,651 x103 g), 5:12:8 (2,651 x103 g), 5:10:9 (2,727 x103 g). Hardness yang tertinggi terdapat pada kode 5.9.08 memiliki nilai 4,954 x103 g, namun data tersebut tidak berbeda nyata dengan kode 5:9:9 (3,685 x103 g), 5:8:8 (3,694 x103 g), 5:8:9 (3,762 x103 g), 5:7:10 (4,000 x103 g), 5:8:10 (4,414 x103 g). Semakin sedikit tepung yang diberikan pada adonan mi dengan mi semakin rendah. Namun ketika tepung yang diberikan untuk dijadikan menjadi adonan semakin besar dengan perbandingan air semakin sedikit, maka kekerasan (hardness) yang dihasilkan akan semakin besar. Proses pemanasan dalam pembuatan mi juga dapat mempengaruhi tekstur dalam mi. Hal ini karena pada proses pemanasan, mi dicetak akan mengalami perubahan struktur pada pati tepung, yang disebut dengan proses gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan perubahan pati oleh suhu panas yang tersuspensi oleh suhu tertentu yang mengakibatkan granula pati akan mengalami pembengkakan yang luar biasa dan pecah sehingga tidak dapat kembali dalam kondisi semula (Winarno 1997). Suhu gelatinisasi tergantung pada suspensi pati. Apabila konsentrasi larutan (suspensi) pati lebih tinggi maka suhu gelatinisasi pada pati akan semakin lambat untuk dicapai. Oleh karena itu selama proses pemanasan energi kinetik molekul-molekul menjadi lebih kuat daripada gaya tarik menarik antara molekul pati dan granula. Sehingga pada kondisi tersebut, air dapat dengan mudah masuk ke dalam pati dan menjadi penyebab pati menjadi bengkak (mengembang). Pada pembuatan mi yang terbuat dari tepung non terigu memerlukan pati dengan komponen dengan reologi mi yang dihasilkan akan membentuk adonan. Pati akan membentuk pasta pati yang elastis dan mudah dibentuk dengan membentuk gelatinisasi pada pati menggantikan fungsi protein gluten. Pasta dianggap sebagai bahan komposit terdiri dari granula pati yang mengembang dan terdispersi dalam matriks polimer (Tan et al. 2010). Pati yang telah mengalami gelatinisasi akan mengalami retrogradasi. Pada keadaan ini amilosa akan mengalami pengkristalan, sedangkan amilopektin tidak mengalami retrogradasi karena amilopektin dalam struktur granula merupakan bagian yang amorf (Haryadi 1990). Amilosa akan membentuk pengkristalan kembali pada
736
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
kondisi semula yaitu pada larutan maupun gel sehingga akan membentuk tekstur atau stalling. Pengaruh Tepung Labu Kuning terhadap Air pada Hardness Tepung labu kuning dan air yang ditambahkan dengan tepung tapioka memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pembuatan mi labu kuning terutama dalam pembentukan tekstur hardness pada mi. Hasil rata-rata 18 formulasi diuji menggunakan SPSS dengan hasil analisis variansi hardness dapat dilihat pada Tabel 6: Tabel 6. Analisis variansi hardness Sumber Db SS 17 7,568 x107 a Model Intersep 1 2,072 x109 2,482 x107 Tepung_labu_kuning 5 1507478,268 Air 2 4,932 x107 Tepung_labu_kuning*air 10 Eror/Galat 161 4,215 x107 Total 179 2,192 x109 8 Total terkoreksi 178 1,178 x10
MS 4451771,459 2,072 x109 4963459,615 753739,134 4931791,080 261776,348
F 17,006* 7,916 x103* 18,961* 2,879 18,840*
Sig 0,000 0,000 0,000 0,059 0,000
Pada Tabel 6 yaitu variansi data hardness diperoleh dari mi labu yang telah diuji menggunakan alat Textur Analyzer menunjukkan data yang signifikasi terhadap hardness. Hal ini menunjukkan bahwa P<0,05 data yang ditunjukkan pada perlakuan tepung labu kuning dan kombinasi tepung labu kuning dan air menunjukkan data signifikasi, karena hasil pada nilai signifikasi menunjukkan angka 0,000. Data tersebut membuktikan bahwa perlakuan yang dilakukan berpengaruh nyata terhadap perlakuan yang telah diberikan yaitu terhadap tepung labu kuning, tepung tapioka dan air dalam pembuatan mi labu kuning. Namun pada Tabel 6 perlakuan air menunjukkan data tidak signifikan karena hasil nilai P≥0,05 yaitu sebesar 0,059. Hasil perbandingan tepung tapioka dan tepung labu kuning (5:7; 5:8; 5:9; 5:10; 5:11; 5:12) dan perlakuan air yang diberikan yaitu 10, 9 dan 8. Tidak menunjukkan angka signifikasi terhadap hasil yang diperoleh. Hasil dari Tabel 6 menunjukkan pengaruh perlakuan air yang diberikan kepada mi labu kuning pada hardness. Air tidak berpengaruh nyata yang, akan tetapi interaksi antara tepung labu kuning dan air memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pembentukan tekstur hardness. Tingkat Kelengketan Mi Labu Kuning (Adhesiveness) Hasil analisis uji adhesiveness yang diuji menggunakan Textur Analyzer dari 18 formulasi yang diuji dapat dilihat pada Tabel 7 dengan menggunakan perbandingan tepung tapioka, tepung labu kuning dan air. Untuk melakukan pengujian, sebelumnya mi labu kuning dimasak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan berdasarkan
737
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
cooking time (waktu pemasakan). Setelah pemasakan selesai mi, didinginkan pada suhu ruang. Hasil yang diperoleh dari uji adhesiveness dapat dilihat pada Tabel 7: Tabel 7. Hasil nilai adhesiveness Proporsi tepung tapioka dan tepung labu kuning 5:7
5:8
5:9
5:10
5:11
5:12
Jumlah air
Ratat-rata (g)
10 9 8 10 9 8 10 9 8 10 9 8 10 9 8 10 9 8
-314,178 a -351,419 a -165,498 b -158,058 b -338,728 a -348,079 a -201,568 b -286,099 ab -319,742 a -204,033 b -316,808 a -338,146 a -345,416 a -316,405 a -291,619 ab -268,415 ab -276,087 ab -188,841 b
Tektur memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan kualitas atau mutu dari suatu produk. Salah satu dari atribut tekstur adalah kelengketan (adhesiveness). Adhesiveness atau kelengketan merupakan kebalikan dari hardness atau kekerasan kedua tekstur tersebut juga sama-sama dapat dilihat secara fisik oleh mata, kulit dan hidung. Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat hasil uji adhesiveness pada mi labu kuning menggunakan tepung labu kuning dan tepung tapioka sebagai agen pembentuk tekstural pada mi. Maka dapat dilihat perbandingan tepung tapioka, tepung labu kuning dan air. Data yang diperoleh dari hasil uji adhesiveness dengan perbandingan tepung tapioka, tepung labu kuning dan air 5:7:9 memiliki nilai adhesiveness -351,419 g merupakan nilai adhesiveness yang paling rendah. Sedangkan pada perbandingan tepung tapioka, tepung labu kuning dan air 5:8:10 memiliki nilai adhesiveness -158,058 g, yang merupakan nilai adhesiveness yang paling tinggi dari hasil uji adhesiveness yang menggunakan Textur Analyzer. Untuk membuktikan penilaian terhadap data yang diperoleh maka dapat dilihat pada 7 diketahui bahwa nilai adhesiveness yang terendah terdapat pada kode 5:7:9 yaitu sebesar -351,419 g. Namun data tersebut tidak berbeda nyata dengan kode 5:8:8 (348,079 g), 5:11:10 (-345,416 g), 5:8:9 (-338,728 g), 5:10:8 (-338,146 g), 5:9:8 (738
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
319,742 g), 5:10:9 (-316,808 g), 5:11:9 (-316,405 g), 5:7:10 (-314,178 g), 5:11:8 (291,619 g), 5:9:9 (-286,099 g), 5:12:9 (-276,087 g), 5:12:10 (-268,415 g). Sedangkan data tertinggi dari adhesiveness mi labu kuning terdapat pada kode 5.8.10 dengan nilai adhesiveness sebesar -158,058 g, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan 5:11:8 (291,619 g), 5:9:9 (-286,099 g), 5:12:9 (-276,087 g), 5:12:10 (-268,415 g), 5:10:10 (204,033 g), 5:9:10 (-201,568 g), 5:12:8 (-188,841 g), 5:7:8 (-165,498 g). Pengaruh Tepung Labu Kuning terhadap Air pada Adhesiveness Tepung labu kuning dan air yang ditambahkan dengan tepung tapioka memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pembuatan mi labu kuning terutama dalam pembentukan tekstur adhesiveness pada mi. Hasil rata-rata 18 formulasi diuji menggunakan SPSS dengan hasil analisis variansi adhesiveness dapat dilihat pada Tabel 8: Tabel 8. Analisis variansi adhesiveness mi labu kuning Sumber Db SS MS b Model 17 747855,494 43991,500 Intersep 1 1,397 x107 1,397 x107 Tepung_labu_kuning 5 84243,964 16848,793 Air 2 130760,083 65380,042 Tepung_labu_kuning*air 10 530880,738 53088,074 Eror/Galat 161 1157916,109 7192,026 Total 179 1,587 x107 Total terkoreksi 178 1905771,604
F 6,117* 1,942 x103* 2,343* 9,091* 7,382*
Sig 0,000 0,000 0,044 0,000 0,000
Pada Tabel 8 variansi data adhesiveness diperoleh dari uji mi labu dengan menggunakan alat Texture Analyzer dapat diketahui data bahwa hasil yang diperoleh berpengaruh nyata, karena nilai signifikasi sebesar 0,000. Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa hasil analisa air yang diberikan kepada tepung labu kuning dan tepung tapioka dengan hasil uji adhesiveness memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap terkstural mi labu terutama tekstur terhadap adhesiveness. Menurut Astawan (2005) dalam pembuatan mi diperlukan penambahan air pada mi sebesar 28-38% untuk mencapai tekstur mi yang baik. Jika air yang diberikan pada adonan melebihi 38% akan mengakibatkan tekstur mi menjadi lengket hal ini yang menyebabkan sifat teksur adhesiveness. Namun jika air yang diberikan pada adonan kurang dari 28% maka adonan mi menjadi rapuh, ketika dicetak sulit untuk membentu lembaran mi yang panjang atau mi mudah patah. Begitu pula dengan sifat tekstur adhesiveness pada mi labu kuning dengan perlakuan air sebesar 32-45%, karena sifat dari tepung labu kuning yang mudah patah pada saat dicetak, maka diperlukan air yang lebih banyak. Oleh karena itu air juga dapat mempengaruhi terbentuknya serat-serat yang terdapat pada tepung secara sempurna, selain itu air juga dapat membuat mi menjadi lunak dan produk yang dihasilkan akan menjadi elastis. Hal ini yang menyebabkan sifat tekstur pada adhesiveness tinggi. 739
Juni, 2013
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Pada labu kuning menggunakan tepung labu kuning dan tepung tapioka sebagai agen pembentuk tekstural pada mi, sifat tekstural adhesiveness semakin rendah ketika perbandingan air yang digunakan sedikit dibandingkan dengan penggunaan tepung. Namun sifat tekstural adhesiveness semakin tinggi ketika perbandingan air yang digunakan besar daripada dengan perbandingan tepung yang digunakan. Tingkat Elongasi Atau Daya Tarik Mi Labu Kuning Elongasi merupakan salah satu karakteristik tekstur yang terdapat dalam mi yang menunjukkan daya regang yang ditarik dari bentuk awal sampai mi mengalami patah (putus). Uji tekstur elongasi pada mi labu kuning hanya menggunakan formulasi mi dengan perbandingan tepung tapioka, tepung labu kuning dan air adalah 5:9:10 memiliki elongasi sebesar 191,70%. Menurut Rianto (2006) elongasi pada mi yang terbuat dari tepung terigu sebesar 98,40%. Apabila dilihat dari penelitian Rianto (2006), mi labu kuning memiliki daya elongasi yang sangat besar. Hal ini karena mi labu kuning diformulasi dengan tepung tapioka. Di dalam tepung tapioka terdapat amilopektin dan pati yang sangat besar yaitu mencapai 80%, sehingga daya tarik mi yang dihasilkan juga sangat besar (Matz 1976). Hasil penelitian uji karakteristik tekstural mi labu kuning menggunakan Textur Analyzer dari 18 formulasi diketahui dari masing-masing uji tekstur pada mi labu kuning yaitu hardness dan adhesiveness. Menurut Rianto (2006) mi yang terbuat dari tepung terigu memiliki kekerasan atau hardness sebesar 2838,7 g. Hardness mi tepung labu yang mendekati nilai tersebut adalah pada mi dengan perbandingan tepung tapioka, tepung labu kuning dan air 5:10:9 dengan nilai rata-rata hardness 2,727x103 g. Menurut penelitian Rianto (2006), mi yang terbuat dari tepung terigu memiliki daya kelengketan sebesar -423,16 g. Dari data Tabel 4.3 dapat diketahui nilai adhesiveness mi labu kuning lebih tinggi dari pada nilai adhesiveness mi tepung terigu, dikarenakan tepung labu kuning tidak memiliki gluten yang dapat melengketkan hanya saja formulasi mi labu kuning di tambah dengan tepung tapioka yang hanya memiliki kandungan amilopektin yang tinggi daripada amilosa. KESIMPULAN Mi labu kuning yang memiliki sifat tektural mendelat tepung terigu adalah mi labu kuning yang memiliki komposisi tepung tapioka: tepung labu kuning: air 5:9:10. Kesukaan pada aroma dan rasa merupakan faktor yang sangat penting yang menentukan kesukaan keseluruhan terhadap mi labu kuning.
740
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
DAFTAR PUSTAKA Anam C, Handayani S. 2010. Mi kering waluh (Cucurbita moschata) dengan antioksidan dan pewarna alami. Caraka Tani XXV No.1 Maret 2010. Astawan M. 2005. Membuat mi dan bihun. Jakarta: Penebar Swadaya. Haryadi. 1990. Pengaruh kadar amilosa beberapa jenis pati terhadap pengembangan, higroskopisitas dan sifat inderawi kerupuk.Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Husodo SY. 2004. Membangun kemandirian pangan. Jakarta: Yayasan Padamu Negeri. Matz SA. 1976. Snack food technology. AVI. Westport Munarso SJ, Haryanto B. 2003. Perkembangan teknologi pengolahan mi. Rianto BF. 2006. Desain proses pembuatan dan formulasi mi basah berbahan baku tepung jagung [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Sukowati VKI. 2007. Aplikasi teknologi dan bahan tambahan pangan untuk meningkatkan umur simpan mi basah matang [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Tan H, Li Z, Tan B. 2010. Starch noodles: History, classification, materials, processing, structure, nutrition, quality evaluating and improving. Food Research International. 42:551-576. Winarno FG. 1997. Kimia pangan dan gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
741