Juni, 2013
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
VARIETAS UNGGUL BARU YANG ADAPTIF DI KABUPATEN BANJAR KALIMANTAN SELATAN SUPERIOR VARIETY NEW ADAPTIVE IN DISTRICT BANJAR, SOUTH KALIMANTAN Khairatun N dan Rina D.Ningsih Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan Jl. Panglima Batur Barat No. 4 E-mail :
[email protected]
ABSTRACT Rice as political commodity also strategic commodity play a part important in National stability. The increasing of amount of resident which incommensurate to product increase of rice make government make program of P2BN ( Product Increase Of Rice National). Pre-Eminent Varietas represent obligation in program of P2Bn. One of [the] effort increase product rice is usage of high productive pre-eminent varietas. Many pre-eminent varietas which yielded by Body of Litbang Agriculture but do not all adaptif varietas one location and taken a fancy to farmer. This study aim to to know high productive pre-eminent varietas and adaptif in Sub-Province of Banjar. Examination executed at dry season ( Mei-Agustus 2012) in Penggalaman, Sungai Batang Ilir ( District Of Martapura Barat), Munggu Raya ( District of Astambul) and Penyambaran (District Of Karang Intan) Sub-Province of Banjar. There is 3 used varietas that is Inpari 8, Inpari 12 and Inpari 20. Crop conducting use system of PTT. Result of examination show: Farm rice field in Sub-Province of Banjar very according to or have potency for the development of paddy of varietas pre-eminent newly (VUB) like Inpari 8 and Inpari 20. Result of highest productivity is Inpari varietas 8 that is 6,16 t / ha GKG, [in] following Inpari varietas 20 that is 5,64 t / ha GKG. While which lowest is Inpari varietas 12 that is 3,69 t / ha GKG. Keyword : superior variety, adaptif, productivity. PENDAHULUAN Kalimantan Selatan memiliki luas panen sekitar 490.069 ha (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Kalimantan Selatan, Laporan Tahunan, 2009). Kontribusi lahan tadah hujan mencapai 150.253 ha (Zauhari, 2000), dari luasan tersebut 13.998 ha berada di Kabupaten Banjar (Yunus, 2003). Salah satu inovasi teknologi yang cepat berkembang, namun lambat sampai dilahan petani adalah penerapan varietas unggul baru (VUB). Hingga saat ini sudah banyak varietas unggul baru padi yang sudah dirakit dan dilepas oleh Badan Litbang Pertanian, tetapi yang digunakan dan dikembangkan petani masih terbatas (Badan Litbang Pertanian, 2007). Oleh karena itu, perlu upaya intensif untuk mensosialisasikan varietas- varietas unggul baru tersebut secara lebih luas kepada pengguna seperti pada lokasi SLPTT. 506
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
Menurut Baehaki (1996), varietas unggul yang dilepas saat ini baru sekitar 10% dari kebutuhan nasional. Disamping itu, pelepasan varietas unggul masih bersifat nasional dan belum mempertimbangkan kesesuaian lingkungan dan agroekologi spesifik sehingga menyebabkan rendahnya produktivitas beberapa komoditas pertanian unggulan. Hal ini sangat dirasakan oleh petani dan konsumen. Varietas unggul memberikan manfaat teknis dan ekonomis yang banyak bagi perkembangan suatu usaha pertanian, diantaranya pertumbuhan tanaman menjadi seragam sehingga panen menjadi serempak, rendemen lebih tinggi, mutu hasil lebih tinggi dan sesuai dengan selera konsumen, dan tanaman akan mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap gangguan hama dan penyakit dan beradaptasi yang tinggi terhadap lingkungan sehingga dapat memperkecil penggunaan input seperti pupuk dan pestisida (Suryana dan Prajogo,1997). Tujuan kegiatan ini adalah untuk memperkenalkan varietas-varietas unggul baru dan untuk mendapatkan varietas yang adaptif di Kabupaten Banjar. BAHAN DAN METODE Kegiatan ini dilaksanakan di Penggalaman, Sungai batang Ilir (Kecamatan Martapura Barat), Munggu Raya (Kecamatan Astambul) dan Penyambaran (Kecamatan Karang Intan) Kabupaten Banjar. Kabupaten Banjar, tanam pada bulan Mei - Agustus 2012. Bibit ditanam pada umur 20 hari setelah semai dengan sistem tanam legowo 4:1 ditanam 1-3 bibit per rumpun dengan jarak tanam 20x10x40 cm. Pemupukan berdasarkan hasil analisis Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS). Pengendalian hama penyakit dilakukan berdasarkan pengelolaan hama terpadu (PHT), sedangkan pengendalian gulma dilakukan dengan menggunakan herbisida dan penyiangan manual. Perlakuan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 ulangan. Ada 3 varietas unggul baru yang ditanam dengan susunan perlakuan adalah (1) Varietas Inpari 8, (2) Varietas Inpari 12, dan (3) Varietas Inpari 20. Semua varietas yang diuji berasal dari Balai Besar Penelitian Padi Sukamandi, Jawa Barat. Parameter yang diamati adalah komponen pertumbuhan tanaman dan komponen hasil. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan Analysis of Variance (Anova) dan untuk melihat perbedaan masing-masing varietas dilakukan uji DMRT pada taraf 5% berdasarkan Gomez and Gomez (1995). HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lahan Lokasi Pengkajian Berdasarkan letak geografisnya Kabupaten Banjar terletak diantara 2 0.49’43”30.43’38” Lintang Selatan dan 114030’20’’-115035’37’’ Bujur Timur. Batas Kabupaten Banjar adalah sebelah utara : Kabupaten Tapin dan Kabupaten Hulu Sungai Selatan, sebelah selatan : Kota Banjarbaru dan Kabupaten Banjarbaru, sebelah barat : Kabupaten
507
Juni, 2013
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Barito Kuala dan Kota Banjarmasin, sebelah timur : Kabupaten Kotabaru dan Kabupaten Balangan. Luas daerah Kabupaten Banjar adalah 4.688,50 km2. Secara umum, para petani di lokasi pengkajian masih banyak menggunakan cara bertani tradisonal yang mengacu kepada kondisi dan perubahan alam dan topografinya atau kondisi fisik lahan dengan kendala utama kekeringan, kebanjiran dan kesuburan tanah yang cukup bervariasi dari rendah sampai dengan sedang. Varietas yang biasa digunakan oleh petani sekitar adalah varietas lokal, Ciherang dan IR 42. Untuk menentukan dosis pemupukan spesifik lokasi digunakan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS). Dari hasil analisa tanah dengan PUTS terlihat bahwa kesuburan tanah disemua lokasi tidak berbeda. Hasil analisa tanah dan dosis pemupukan yang direkomendasikan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kesuburan tanah lokasi Pengkajian dan Rekomendasi Pemupukan Kriteria Rekomendasi dosis Lokasi Unsur kandungan hara pupuk (kg/ha) tanah Sungai Batang Ilir tinggi 200 Urea N Rendah 100 SP-36 P Tinggi 50 KCl K Agak masam pH Penggalaman sangat tinggi 200 Urea N rendah 100 SP-36 P tinggi 50 KCl K masam pH Munggu Raya Sangat tinggi 200 Urea N rendah 100 SP-36 P sedang 50 KCl K masam pH Karang Intan
N
Sangat Tinggi
200 Urea
P
Tinggi
50 SP-36
K
Sedang
50 KCl
pH
Agak masam
Pertumbuhan Tanaman Hasil analisa sidik ragam terhadap data pertumbuhan beberapa varietas padi menunjukkan bahwa tinggi tanaman, jumlah anakan per rumpun, persentase gabah hampa dan bobot 1000 butir tidak berpengaruh nyata, akan tetapi berpengaruh sangat nyata terhadap komponen lainnya (Tabel 1). Ini menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman setiap varietas sangat dipengaruhi oleh genetika dari masing-masing varietas tersebut. 508
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
Tabel 1. Hasil analisa sidik ragam terhadap pertumbuhan, komponen hasil dan hasil padi MK 2012, Banjar Kuadrat Tengah Sumber Jlh Bobot Keragaman Tinggi anakan Pjg Jlh gabah % gabah 1000 Hasil tan /rpn malai isi/malai hampa butir t/ha Ulangan 105.20 1.89 8.41** 674.40** 29.31 13.25 2.22* Varietas 2.01 0.31 7.22** 595.88* 11.52 2.94 6.75** 28.33 KK% 7.46 15.11 4.75 12.02 8.22 21.41 Hasil analisis statistik terhadap tinggi tanaman pada setiap VUB padi menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman tertinggi tampak pada varietas Inpari 20 yaitu 84,47 cm, sedangkan tinggi tanaman terendah tampak pada varietas Inpari 8 yaitu 83,15 cm (Tabel 3). Terlihat bahwa tinggi tanaman pada setiap VUB padi tidak berbeda nyata. Tabel 3. Rata-rata tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif beberapa varietas unggul baru di Kabupaten Banjar pada MK. 2012 Jumlah Tinggi tanaman Varietas anakan/rpn (cm) (btg) Inpari 8 Inpari 12 Inpari 20
83.15 a 84.25 a 84.47 a
13.62 a 13.97 a 13.42 a
Angka sekolom yang diikuti huruf sama dibelakangnya tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan DMRT.
Komponen Hasil Pengamatan jumlah rata-rata anakan produktif tertinggi dihasilkan oleh varietas Inpari 12 yaitu 13.97 btg/rpn, yang berdasarkan hasil analisis statistik tidak berbeda nyata dengan varietas lainnya. Jumlah anakan yang produktif yang banyak selain ditentukan oleh suatu varietas juga dipengaruhi oleh jarak tanam atau ruang lingkup tempat tumbuh suatu tanaman. Secara agronomis, dengan jumlah anakan yang lebih sedikit, tanaman lebih efisien dalam menyerap unsur hara, karena tingkat persaingan antar individu tanaman relatif lebih rendah. Jumlah anakan yang lebih sedikit juga memberikan keuntungan lain, karena kondisi iklim mikro di sekitar tanaman akan lebih baik dan hasil tanaman menjadi lebih tinggi (Guswara, 2010).
509
Juni, 2013
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Tabel 4. Rata-rata panjang malai, jumlah gabah hampa, jumlah gabah isi, berat 1000 biji dan hasil beberapa varietas unggul baru di Kabupaten Banjar pada MK. 2012 Panjang Jumlah Persentase Bobot Hasil Perlakuan malai gabah gabah hampa 1000 t/ha (cm) isi/malai (%) butir (gr) (GKG) Inpari 8 24.66 a 103.27 ab 15.07 a 27.82 a 6.16 a Inpari 12 22.84 ab 108.30 a 18.00 a 26.42 a 3.69 b Inpari 20 22.04 b 85.10 b 15.04 a 26.26 a 5.64 a Angka sekolom yang diikuti huruf sama dibelakangnya tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan DMRT.
Hasil analisis statistik terhadap panjang malai menunjukkan bahwa varietas Inpari 8 yang memiliki panjang malai terpanjang yaitu rata-rata 24,66 cm yang berbeda nyata dengan Inpari 20 yang memiliki panjang malai terendah yaitu 22,04 cm (Tabel 4). Panjang malai merupakan salah satu indikator jumlah gabah yang dimiliki oleh suatu varietas. Analisis statistik terhadap jumlah gabah isi per malai (tabel 2) terlihat bahwa jumlah gabah isi permalai berbeda sangat nyata. Jumlah gabah isi permalai tertinggi adalah pada varietas Inpari 12 yaitu 108,30 butir per malai, sedangkan jumlah gabah isi per malai terendah adalah Inpari 20 yaitu 85,10 butir per malai. Jumlah gabah isi yang banyak selain ditentukan oleh suatu varietas juga dipengaruhi oleh lingkungan tumbuh seperti ketersediaan hara dalam tanah dan juga dipengaruhi oleh serangan hama dan penyakit tanaman. Hasil analisis statistik terhadap persentase gabah hampa menunjukkan bahwa tidak berbeda nyata. Persentase gabah hampa pada varietas Inpari 20 lebih sedikit yaitu sebesar 15,04%, sedangkan yang tertinggi pada varietas Inpari 12 yaitu sebesar 18,00%. Bobot seribu butir dari 3 varietas yang diuji berkisar antara 26,26 gr sampai 27,82 gr. Gabah yang memiliki berat 100 butir yang rendah adalah varietas Inpari 20. Dari hasil analisis statistik terlihat bahwa bobot isi per malai semua varietas tidak berbeda nyata. Dari hasil analisis statistik terlihat bahwa hasil produktivitas tertinggi adalah varietas Inpari 8 yaitu 6,16 t /ha GKG, di ikuti varietas Inpari 20 yaitu 5,64 t/ha GKG. Sedangkan yang terendah adalah varietas Inpari 12 yaitu 3,69 t/ha GKG. Varietas dengan hasil produksi yang tinggi dapat dikembangkan. Satari (1988) mengemukakan bahwa peningkatan produksi pada lahan spesifik lokasi dapat membantu pengembangan suatu varietas sekaligus mempertahankan swasembada beras. KESIMPULAN 1. Lahan sawah di Kabupaten Banjar sangat sesuai atau berpotensi untuk pengembangan padi varietas unggul baru (VUB) seperti Inpari 8 dan Inpari 20. 510
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
2. Hasil produktivitas tertinggi adalah varietas Inpari 8 yaitu 6,16 t /ha GKG, di ikuti varietas Inpari 20 yaitu 5,64 t/ha GKG. Sedangkan yang terendah adalah varietas Inpari 12 yaitu 3,69 t/ha GKG. DAFTAR PUSTAKA Balai Penelitian Tanah, 2007. Teknologi pemupukan spesifik lokasi dan konservasi tanah di desa dua limpoe, Kecamatan Maniangpajo, Kabupaten Wajo. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Baehaki, A. 1996. Prospek Penerapan “Breeder Right” di Indonesia. Hal30-35. dalam Yuniarti, A. Djauhari, M.A. Yusran, Baswarsiati dan Rosmahani (ed.). Gomez and Gomez. 1984. Statistical Procedures for Agricultural Research. Second Edition. An International Rice Research Instute Book. A Wiley Interscience Publ. John Wiley and Sons. New York. 680 p Guswara, G. 2010. Penampilan pertumbuhan dan hasil genotipe padi tipe baru pada dua sistim tanam di lahan sawah irigasi. hal. 467-477. Dalam S. Abdulrachman, H.M. Toha, A. Gani (Eds.) Buku 2 Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Padi 2009. Balai Besar Penelitian Padi, Sukamandi. Huang, M., Z. Ying-bin, J. Peng, X. Bing, M. Ibrahim, A. He-jun. 2011. Relationship between grain yield components in super hybrid rice. Agric. Sci. China 10:1537-1544. Munarso, Y.P., Y. Nugraha. 2006. Stabilitas hasil dan adaptabilitas galur-galur padi hibrida. hal. 648-654. Dalam K. Diwyanto, T. Agung, Muladno, S. Sujiprihati, Polung, Siagian, Fatichin (Eds.) Prosiding Kongres V dan Simposium Nasional PERIPI. Purwokerto, 25-26 Agustus 2006. Satari, G. 1988. Strategi penelitian dalam pencapaian dan pelestarian swasembada beras. Risalah Simposium II Penelitian tanaman Ciloto 21-23 Maret 1998. Suyana dan U.H. Prajogo. 1997. Subsidi Benih dan Dampaknya Tehadap Peningkatan Produksi Pangan. Kebijakan Pembangunan Pertanian. Analisis Kebijaksanaan Antisipatif dan Responsif. Pusat Penelitian Sosial ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian.
511