Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
KERAGAAN VARIETAS KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN Eli Korlina dan Sugiono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur Jl. Raya Karangploso Km. 4 Malang E-mail
[email protected]
ABSTRAK Kedelai merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai peran penting dalam ketahanan pangan. Oleh karenanya perlu dicari faktor produksi dengan penerapan varietas unggul baru (VUB) yang dapat beradaptasi dan berproduksi tinggi. Pengkajian keragaan varietas kedelai bertujuan untuk mendapatkan varietas unggul yang mempunyai produktivitas tinggi dan tahan terhadap hama penyakit. Lokasi kajian dilaksanakan di desa Blawirejo Kec. Kedungpring Kabupaten Lamongan mulai Juni s/d September 2011. VUB kedelai yang dikaji yaitu Grobogan, Burangrang, Anjasmoro, Kaba, Argomulyo dan Wilis (sebagai pembanding). Pengkajian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang diulang lima kali. Parameter yang diamati meliputi data agronomis, data produksi dan hama penyakit. Hasil kajian menunjukkan produksi yang tertinggi diperoleh pada varietas Burangrang 1,91 t/ha diikuti varietas Kaba 1,75 t/ha, Argomulyo 1,73 t/ha, Wilis 1,41 t/ha, dan Grobogan 0,92 t/ha, sedangkan varietas Anjasmoro tidak berproduksi karena polong banyak yang hampa akibat terserang virus. Kata kunci : Kedelai (Glycine max), Keragaan varietas, Lamongan PENDAHULUAN Kedelai merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai peran penting dalam ketahanan pangan, selain jagung dan padi. Memiliki nilai yang strategis bagi kehidupan masyarakat dan perekonomian negara. Apabila pasokannya menurun baik produksi dalam negeri maupun dari produk import, berdampak terjadinya gejolak di masyarakat. Hal ini terjadi karena hampir setiap harinya masyarakat selalu membutuhkan komoditas ini sebagai asupan konsumsi, baik konsumsi olahan fermentasi (tahu, tempe, kecap) maupun dalam bentuk bahan baku. Akibatnya permintaan akan kedelai selalu meningkat. Sampai saat ini pemenuhan kebutuhan kedelai Indonesia belum dapat terealisasi, bahkan cenderung meningkat, seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat akan pentingnya protein nabati. Menurut data (Anonim 2013) kebutuhan nasional untuk kedelai mencapai 2,2 juta ton per tahun , namun baru 20 sampai 30 persen saja dari kebutuhan tersebut yang dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Sementara 70 sampai 80 persen kekurangannya, bergantung pada impor. Ketergantungan Indonesia terhadap impor kedelai terus meningkat dari tahun ke tahun (Mursidah, 2005). Untuk itu, produksi kedelai dalam negeri harus lebih ditingkatkan lagi agar dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Namun sampai saat ini produksi kedelai ditingkat petani masih 525
Juni, 2013
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
rendah dengan kisaran 0,6-2,0 t/ha atau rata-rata sebesar 1,3 t/ha, sedangkan potensi hasilnya bisa mencapai 3,0 t/ha. Senjang produktivitas yang sangat besar tersebut memberikan peluang bahwa peningkatan produksi melalui peningkatan produktivitas di tingkat petani masih bisa ditingkatkan. Menurut Ali Muso (2008) dalam Zakaria (2010) peningkatan produksi kedelai nasional dapat dilakukan dengan: 1) memperluas areal tanam, 2) meningkatkan produktivitas, 3) mengamankan produksi, dan 4) memperkuat kelembagaan. Salah satu komponen teknologi dalam proses produksi yang mampu memberikan produktivitas tinggi, efisien, dan berkelanjutan dalam pengelolaan tanaman terpadu yang handal dan cukup besar sumbangannya dalam meningkatkan produksi kedelai nasional adalah penggunaan varietas unggul. Kabupaten Lamongan merupakan salah satu daerah sentra pengembangan komoditas kedelai di Jawa Timur yang dibudidayakan di agroekologi lahan kering, dan sawah. Adapun pertanaman kedelai di lahan sawah ditanam setelah tanaman padi. Agar mencapai produktivitas tanaman kedelai tinggi, hal yang perlu diperhatikan adalah pengolahan tanah, pola tanam dan manajemen organisme pengganggu tanaman (OPT). Tuntutan terhadap karakteristik tanaman kedelai dalam kaitannya dengan preferensi konsumen, mutu, ketahanan terhadap hama dan penyakit yang semakin beragam, harus sesuai dengan agoekosistem di lokasi tanaman kedelai tersebut diusahakan. Pengkajian keragaan varietas kedelai bertujuan untuk mendapatkan varietas unggul yang mempunyai produktivitas tinggi dan tahan terhadap hama penyakit. BAHAN DAN METODE Pengujian keragaan varietas unggul kedelai dilakukan di desa Blawirejo Kec. Kedungpring Lamongan dengan ketinggian tempat 23 m dpl, berlokasi di lahan sawah, pada bulan Juni – September 2011. Varietas unggul kedelai yang diuji terdiri dari 6 varietas yaitu Grobogan, Burangrang, Anjasmoro, Kaba, Argomulyo dan Wilis (sebagai pembanding). Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan lima ulangan. Pemupukan terdiri dari 300 kg NPK (Phonska) dan 50 kg Urea per hektar yang diberikan sekaligus pada saat tanaman kedelai berumur 2 minggu setelah tanam, secara larikan di samping barisan tanaman. Sebelum tanam benih kedelai diperlakukan dengan insektisida berbahan aktif karbosulfan, untuk mencegah serangan lalat bibit dengan takaran 5–10 g/kg benih. Penanaman kedelai dilakukan secara ditugal dengan jumlah benih 2-3 biji per lubang tanam, yang ditanam dengan sistem tanam Tegel (40 x 15 cm), kemudian ditutup dengan bahan organik sebanyak 1 ton per hektar, selanjutnya ditutup lagi dengan mulsa jerami. Penanaman kedelai dilakukan 7 hari setelah panen padi. Pemeliharaan tanaman seperti pengendalian organisme pengganggu tanaman dilakukan secara optimal dan disesuaikan dengan kondisi lapang berdasarkan prinsip pengendalian hama terpadu (PHT), Penyiangan dilakukan dua kali yaitu pada umur 14 HST dan 35 HST. Pengairan dilakukan 4 – 5 kali selama proses produksi (umur 15 – 21 526
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
HST, saat berbunga, umur 23 – 35 HST, saat pengisian polong, dan saat polong masak). Pengairan terutama dilakukan jika kelembaban tanah rendah pada stadium awal pertumbuhan, saat berbunga dan saat pengisian polong. Variabel yang diamati meliputi tinggi tanaman, komponen hasil serta keberadaan hama dan penyakit di pertanaman. Tiap petak diamati sebanyak 10 rumpun yang diambil secara acak sistematis. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap keragaan tinggi tanaman kedelai di lapangan, menunjukkan bahwa kedelai jenis Wilis memperlihatkan tinggi tanaman tertinggi (74,5 cm) yang berbeda dengan jenis kedelai lainnya yang dicoba (Tabel 1). Lebih tingginya jenis Wilis dengan jenis kedelai lainnya, disebabkan jenis Wilis ini sudah existing ditanam petani setiap musim tanam, sehingga sudah mampu beradaptasi dengan agroekosistem setempat. Sedangkan jenis kedelai lain seperti varietas Grobogan, Burangrang, Anjasmoro, Kaba dan Argomulyo pada umur tanaman 8 minggu setelah tanam (MST) memperlihatkan rata-rata tinggi tanaman berkisar antara 44 cm – 62,8 cm. Seiring dengan bertambahnya umur tanaman kedelai nampak pada umur 10 MST jenis kedelai Argomulyo mampu memperlihatkan tinggi tanaman tertinggi (86 cm) dibanding jenis lainnya yang tidak berbeda dengan jenis Kaba (75 cm) dan Wilis (78 cm). Ketiga jenis kedelai ini memperlihatkan visual tinggi tanaman melebihi deskripsi yang ada. Tabel 1. Keragaan Tinggi Tanaman Beberapa Varietas Kedelai Varietas Grobogan Burangrang Anjasmoro Kaba Argomulyo Wilis
Tinggi tanaman (cm) pada umur …….. 8 MST*) 10 MST 44,00 a 50,40 a 62,80 c 66,10 ab 54,50 b 68,60 b 62,40 c 75,00 bc 52,00 b 86,00 c 74,50 d 78,00 bc
*) MST = Minggu setelah tanam **) Angka selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 Duncan.
Parameter komponen hasil yang diamati meliputi jumlah cabang produktif, jumlah polong pertanaman dan produksi. Jumlah cabang produktif tertinggi dihasilkan dari tanaman kedelai varietas Kaba dengan jumlah cabang produktif mencapai 7,6, kemudian diikuti jenis Wilis (4,4). Dalam hal ini jumlah cabang produktif tinggi diikuti oleh jumlah polong per tanaman yang semakin tinggi. Seperti jenis Kaba mempunyai jumlah cabang produktif tinggi, sehingga jumlah polong per tanamanpun tinggi (66,60), dengan produksi mencapai 1,75 t/ha. Varietas Burangrang mempunyai jumlah polong per tanaman 55,60 dengan produksi mencapai 1,91 t/ha. Dalam pengamatan dapat diasumsikan bahwa apabila jumlah polong pertanaman tinggi, namun banyak yang hampa maka produksinya akan rendah atau bahkan Fuso, seperti yang disajikan 527
Juni, 2013
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
pada Tabel 2, jenis kedelai Anjasmoro mempunyai jumlah polong pertanaman 52,8, namun karena terserang oleh penyakit virus, maka tidak berproduksi sama sekali. Tabel 2. Komponen hasil Beberapa Varietas Kedelai Varietas Jumlah cabang Jumlah polong per Produksi (t/ha) produktif tanaman Grobogan 3,40 ab*) 43,20 ab 0,92 b Burangrang 2,40 ab 55,60 bc 1,91 c Anjasmoro 3,60 ab 51,80 abc 0 a Kaba 7,60 c 66,60 c 1,75 bc Argomulyo 1,80 a 37,00 a 1,73 bc Wilis 4,40 b 34,40 a 1,41 bc *) Angka selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 Duncan.
Hama yang ditemukan saat pengkajian berlangsung adalah ulat grayak dan kutu putih/kutu kebul (Bemisia tabaci). Populasi ulat grayak (Spodoptera litura) relative rendah yaitu berkisar antara 1 -2 ekor per tanaman, sedangkan populasi kutu putih cenderung tinggi dengan rata-rata populasi 4- 18 ekor per tanaman (Tabel 3). Populasi tertinggi kutu putih diperoleh dari tanaman kedelai varietas Anjasmoro (18 ekor), akibatnya serangan virus juga paling tinggi (20%), karena kutu putih merupakan vector dari virus tersebut. Menurut Marwoto dan Inayati ( 2013) Salah satu gangguan dalam meningkatkan produksi kedelai adalah serangan hama kutu kebul (Bemisia tabaci). Tanaman kedelai yang terserang kutu kebul daunnya menjadi keriting dan apabila serangan parah disertai dengan infeksi virus, daun menjadi keriting berwarna hitam dan pertumbuhan tanaman terhambat. Kehilangan hasil akibat serangan hama kutu kebul dapat mencapai 80%, bahkan pada serangan berat dapat menyebabkan puso (gagal panen). Tabel 3. Rata-rata Serangan hama dan penyakit pada beberapa varietas kedelai Varietas ulat grayak (ekor) Kutu putih (ekor) Virus (%) *) Grobogan 2,00 bc 6,80 a 8,23 a Burangrang 1,60 abc 7,80 a 6,26 a Anjasmoro 1,80 bc 18,80 b 20,38 c Kaba 2,20 c 5,20 a 15,42 bc Argomulyo 1,20 ab 4,20 a 10,56 ab Wilis 0,80 a 9,60 a 6,02 a *) Angka selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 Duncan.
KESIMPULAN 1. Varietas kedelai yang mempunyai potensi tinggi dan dapat dikembangkan di Kab. Lamongan yaitu dari varietas Burangrang, Kaba dan Argomulyo mempunyai produksi tertinggi masing-masing sebesar 1,91; 1,75; 1,73 t/ha dibanding varietas Wilis (1,41 t/ha) 528
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
2. Serangan hama yang dominan muncul pada saat pengkajian adalah kutu putih (Bemisia tabaci), dengan populasi tertinggi ditemukan pada varietas Anjasmoro (18,8) ekor per tanaman.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2013. Upaya Peningkatan Produksi Kedelai. http://www.setneg.go.id/ index.php?option=com_content&task=view&id=3761&Itemid=29. Diakses tgl 17 Mei 2013. Marwoto dan Inayati, A. 2013. Kutu Kebul: Hama Kedelai yang Pengendaliannya Kurang Mendapat Perhatian. http://pangan.litbang.deptan.go.id/publicationiptek/39/352. Diakses tgl 28 Mei 2013. Mursidah. 2005. Perkembangan Produksi Kedelai Nasional Dan Upaya Pengembangannya Di Propinsi Kalimantan Timur. EPP.Vol.2.No.1.2005:3944 Zakaria, A.K. 2010. Program Pengembangan Agribisnis Kedelai Dalam Peningkatan Produksi Dan Pendapatan Petani. Jurnal Litbang Pertanian, 29(4): 147-153
529