Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
KETAHANAN PANGAN MELALUI PENGEMBANGAN LAHAN PEKARANGAN RUMAH TANGGA DI NTB FOOD SECURITY THROUGH THE DEVELOPING IN HOUSEHOLD YARD NTB I Putu Cakra Putra A., Sudarto, Nani Balai Pengkajian Tekonologi Pertanian Nusa Tenggara Barat
ABSTRAK Pangan merupakan kebutuhan dasar yang permintaannya terus meningkat seiring dengan perkembangan jumlah penduduk dan peningkatan kualitas hidup, Persoalan ketahanan pangan yang terpenting adalah : bagaimana pihak – pihak yang berkepentingan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) : 1.) memperspektifkan pembangunan ketahanan pangan, 2.) upaya pemantapan ketahanan pangan, 3.) opsi dan strategi pencapaian ketahanan pangan. Pemanfaatan lahan pekarangan untuk mewujudkan ketahanan pangan dalam skala rumah tangga bisa merupakan altrenatif pilihan yang bisa dikembangkan di masyarakat dalam skala luas dengan memperhatikan kesepuluh faktor daya ungkit seperti : 1) waktu luang, 2) faktor psikologis kebersihan, 3) kesadaran masyarakat akan kecukupan gizi, 4) menanam tanaman harus spesifik lokasi, 5) mudah untuk mencari atau memperbanyak bibit atau benihnya, 6) ada sumber air, 7) Pembentukan kelembagaan, 8) kegiatan bersifat berkelanjutan, 9) Dinamika suatu lembaga/kelompok. 10) teknologi spesifik lokasi. Kata kunci : Keamanan Pangan, Pengembangan lahan pekarangan rumah Tangga ABSTRACT Food was the primary needs and the demand always increases due to the increasing of people number and quality of life. The most important food security problems is how the authority in NTB looking for : 1.) perspective on food security development, 2.) food security, 3.) the food security option and strategic. Yard land use to achieve food security in the household can be a altrenatif option that could be developed in the community on a wide scale with respect to the leverage factor of ten as: 1) spare time, 2) psychological factors hygiene, 3) public awareness of nutrition, 4) specific plant, 5) easy to find seeds or reproduce seeds, 6) have a source of water, 7) Establish, 8) sustainable, 9) Dynamics of an organization, 10) specific technologies. Keywords: Food Security, Development of the household yard area PENDAHULUAN Pertanian di Indonesia menghadapi tantangan yang berat, jika kebutuhan pangan saat ini dan mendatang harus terpenuhi, maka perlu suatu pendekatan baru untuk pengembangan pertanian. Oleh karena pangan merupakan kebutuhan dasar yang permintaannya terus meningkat seiring dengan perkembangan jumlah penduduk di Indonesia. Pangan diproduksi secara luas sehingga Indonesia swasembada pangan, 77
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
tetapi mengapa banyak orang yang masih kelaparan. Lalu bagaimana dengan ketahanan pangan khususnya di Provinsi NTB, Berdasarkan data Neraca Bahan Makanan (NBM) dalam (RAD-PG NTB, 2010), kemampuan penyediaan pangan dalam energi perkapita di Provinsi NTB selama tahun 2006 s.d. 2010 relatif mengalami perkembangan setiap tahunnya dengan rata-rata perkembangan sebesar 0.3 persen pertahun, dengan demikian penyediaan pangan dalam energi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan standar yang dianjurkan sebesar 2,000 kkal/kap/hari. Ketersediaan protein juga melebihi standar yang dianjurkan sebesar 57 gr/kap/hari dengan rata-rata perkembangan sebesar 1.04 persen/tahun, tidak berarti bahwa kecukupan pangan pada tingkat rumah tangga atau individu telah terpenuhi. Kondisi tersebut apabila tetap dibiarkan tanpa adanya intervensi dari pemerintah maka akan berakibat kehilangan satu generasi atau lost generation. Data tahun 1998 menunjukkan bahwa antara 49 sampai 53 persen rumah tangga di berbagai daerah mengalami defisit energi dimana konsumsi kurang dari 70% kebutuhan energi. Dari penelitian Latief, dkk., (2000) ditemukan bahwa pada tahun 1998 sejumlah 51.1% rumah tangga mengalami defisit konsumsi. Pengertian Ketahanan Pangan Pada World Food Summit (1996), ketahanan pangan didefinisikan sebagai:”Ketahanan pangan terjadi apabila semua orang secara terus menerus, baik secara fisik, sosial, dan ekonomi mempunyai akses untuk pangan yang memadai/cukup, bergizi dan aman, yang memenuhi kebutuhan pangan mereka dan pilihan makanan untuk hidup secara aktif dan sehat” http://foodsecurityatlas.org/idn/country/fsva-2009peta-ketahanan-dan-kerentanan-pangan-indonesia/bab-1-pendahuluan Di Indonesia, secara formal dalam dokumen perencanaan pembangunan nasional, istilah kebijakan dan program ketahanan pangan diadopsi sejak tahun 1992 (Repelita VI) yang pengertiannya dicantumkan dalam undang-undang pangan nomor 7 tahun 1996. Dalam pasal 1 undang-undang pangan tahun 1996, ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, merata dan terjangkau (http://www.theceli.com/dokumen/ produk/1996/uu7-1996.htm). Definisi ini menunjukkan bahwa target akhir dari ketahanan pangan adalah pada tingkat rumah tangga. Di Provinsi Nusa Tenggara Barat secara formal dalam dokumen Grand Strategy Peningkatan Ketahanan Pangan diuraikan mengenai peran pangan dan gizi sebagai investasi pembangunan dan cerminan hasil pelaksanaan pembangunan pangan dan gizi. Perspektif Pembangunan Ketahanan Pangan Seperti Food Insecurity Atlas (FIA) nasional 2005 dan Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) nasional 2009, FSVA provinsi NTB dibuat berdasarkan tiga pilar ketahanan pangan: (i) ketersediaan pangan; (ii) Distribusi pangan; dan (iii) Konsumsi dan keamanan pangan. Ketersediaan pangan adalah tersedianya pangan secara fisik di daerah NTB, yang diperoleh baik dari hasil produksi domestik, impor/perdagangan maupun bantuan pangan. Ketersediaan pangan ditentukan dari 78
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
produksi domestik, masuknya pangan melalui mekanisme pasar, stok pangan yang dimiliki pedagang dan pemerintah, serta bantuan pangan baik dari pemerintah maupun dari badan bantuan pangan. Distribusi pangan adalah kemampuan rumah tangga masyarakat NTB untuk memperoleh cukup pangan, baik yang berasal dari produksi sendiri, pembelian, barter, hadiah, pinjaman dan bantuan pangan maupun kombinasi diantara kelimanya. Ketersediaan pangan di suatu daerah NTB mungkin mencukupi, akan tetapi tidak semua rumah tangga memiliki akses yang memadai baik secara kuantitas maupun keragaman pangan melalui mekanisme tersebut di atas. Konsumsi dan keamanan pangan merujuk pada penggunaan pangan oleh rumah tangga masyarakt NTB, dan kemampuan individu untuk menyerap dan memetabolisme zat gizi (konversi zat gizi secara efisien oleh tubuh). Pemanfaatan pangan juga meliputi cara penyimpanan, pengolahan dan penyiapan makanan termasuk penggunaan air dan bahan bakar selama proses pengolahannya serta kondisi higiene, budaya atau kebiasaan pemberian makan terutama untuk individu yang memerlukan jenis makanan khusus, distribusi makanan dalam rumah tangga sesuai kebutuhan masing-masing individu (pertumbuhan, kehamilan, menyusui dll), dan status kesehatan masing-masing anggota rumah tangga. Produksi dan ketersediaan pangan yang cukup di tingkat nasional dan provinsi NTB tidak secara otomatis menjamin ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga dan individu. Pangan mungkin tersedia dan dapat diakses namun sebagian anggota rumah tangga mungkin tidak mendapat manfaat secara maksimal apabila kelompok ini tidak memperoleh distribusi pangan yang cukup, baik dari segi jumlah maupun keragaman atau apabila kondisi tubuh mereka tidak memungkinkan penyerapan makanan karena penyiapan makanan yang tidak tepat atau karena sedang sakit. Kerangka konsep ketahanan pangan mempertimbangkan ketersediaan pangan, akses pangan dan pemanfaatan pangan sebagai aspek aspek utama penopang ketahanan pangan serta menghubungkan aspek-aspek tersebut dengan kepemilikan aset rumah tangga, strategi penghidupan, dan lingkungan politik, sosial, kelembagaan dan ekonomi. Dengan kata lain, status ketahanan pangan suatu rumah tangga, atau individu ditentukan oleh interaksi dari faktor lingkungan pertanian (agro-environmental), sosial ekonomi dan biologi dan bahkan faktor politik. Pemantapan Ketahanan Pangan Ketahanan pangan yang kokoh dibangun pada tingkat rumah tangga yang bertumpu pada keragaman sumberdaya lokal. Sejalan dengan dinamika pemantapan ketahanan pangan dilaksanakan dengan mengembangkan sumber-sumber bahan pangan, kelembagaan pangan dan budaya pangan yang dimiliki pada masyarakat masing-masing wilayah. Keunggulan dari pendekatan ini antara lain adalah bahwa bahan pangan yang diproduksi secara lokal telah sesuai dengan sumberdaya pertanian dan iklim setempat, sehingga ketersediaannya dapat diupayakan secara berkesinambungan. Dengan kemampuan lokal tersebut maka ketahanan pangan masyarakat tidak mudah 79
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
terpengaruh oleh masalah atau gejolak pasokan pangan yang terjadi d luar wilayah atau luar negeri. Pada dasarnya pemantapan ketahanan pangan dapat diwujudkan melalui pengembangan sistem dan usaha agribisnis di bidang pangan, utamanya bagi golongan rawan pangan sementara maupun rawan pangan kronis yang masih mempunyai potensi pengembangan aktivitas ekonominya. Agribisnis pangan melibatkan banyak pelaku, usaha kecil seperti petani, pengolah dan pedagang yang berbasis pada keunggulan komparatif dan kompetitif sumberdaya lokal. Agar terwujud ketahanan yang kokoh, sistem dan usaha agribisnis yang dibangun adalah yang berdaya saing, padat karya, berkesinambungan dan desentralisasi (Maleha dan Adi Sutanto, 2006). 1. Berdaya saing, ditandai dengan tingkat efisiensi tinggi, mutu baik, harga tinggi dan biaya produksi yang rendah serta kemampuan untuk mengakses pasar, meningkatkan pangsa pasar dan memberikan pelayanan profesional. 2. Berkerakyatan, ditandai dengan berkembangnya usaha produktif yang melibatkan masyarakat secara luas dengan peluang berusaha, kesempatan kerja dan menikmati nilai tambah, bukannya padat modal yang hanya melibatkan beberapa pelaku usaha saja. 3. Berkelanjutan, ditandai dengan kemampuan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya pangan yang semakin besar dari waktu ke waktu yang semakin mensejahterakan masyarakat baik secara ekonomis, sosial dan lingkungan hidup. 4. Desentralisasi, ditandai bahwa kegiatan ekonomi ditentukan oleh masyarakat dengan kondisi wilayahnya dan atas dasar keunggulan komparatif (Anonymous, 2001). STRATEGI PENCAPAIAN KETAHANAN PANGAN Tantangan utama dalam penyediaan pangan dihadapkan pada ketersediaan sumber daya lahan yang semakin langka (lack of resources), baik luas maupun kualitas serta konflik kepentingan (conflict of interest) (Pasandaran, 2006). Kelangkaan tersebut disebabkan semakin meningkatnya penggunaan lahan pertanian ke non pertanian yang bersifat permanen (irreversible). Menurut data statistik 1999 s.d. 2008 NTB terjadi pengalihan fungsi lahan pertanian ke non pertanian pertahun di NTB sebesar 5.064 ha. Upaya yang sudah dilakukan adalah melakukan pencetakan lahan baru untuk pertanian, namun hal itu belum cukup memadai. Oleh karena itu perlu upaya trobosan untuk memanfaatkan lahan sempit dalam mendukung ketahanan pangan rumah tangga. Salah satu upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan keluarga dan gizi masyarakat badan litbang pertanian atau BPTP NTB sebagai UPT didaerah berupaya untuk memanfaatkan pekarangan yang dikelola oleh keluarga yang memanfaatkan sumberdaya yang tersedia maupun yang dapat disediakan di lingkungannya. Kegiatan ini dikenal dengan kegiatan MKRPL (Model Kawasan Rumah Pangan Lestari). Kegiatan ini berkolaborasi dengan berbagai institusi pemerintah maupun swasta seperti 80
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
Badan Ketahanan Pangan, dinas pertanian, pedagang lokal yang ada di NTB serta Balit dan Puslit lingkup Badan Litbang Pertanian. Lahan pekarangan memiliki fungsi multiguna, karena dari lahan yang relatif sempit ini, bisa menghasilkan bahan pangan seperti umbi-umbian, sayuran, buahbuahan; bahan tanaman rempah dan obat, bahan kerajinan tangan; serta bahan pangan hewani yang berasal dari unggas, ternak kecil maupun ikan. Manfaat yang akan diperoleh dari pengelolaan pekarangan antara lain dapat: memenuhi kebutuhan konsumsi dan gizi keluarga, menghemat pengeluaran, juga dapat memberikan tambahan pendapatan bagi keluarga, serta memudahkan akses masyarakat terhadap kebutuhan konsumsi sehari-hari, tanpa harus pergi ke pasar yang jaraknya cukup jauh dari lingkungan tempat tinggal mereka. Pemanfaatan lahan pekarangan sudah lama ada di masyarakat, walaupun atas dasar pengetahuan yang terbatas akan kebutuhan gizi minimal perkapita pertahun, dimana masyarakat melakukannya atas dasar hobby (kesukaan). Sehingga dengan adanya kegiatan MKRPL diharapkan masyarakat menyadari pentingnya pemanfaatan lahan pekarangan mereka selain untuk memenuhi konsumsi juga untuk kebutuhan gizi keluarga atau individu dalam keluarga tersebut. Pemilikan lahan pekarangan setiap rumah tangga di NTB bervariasi antar lokasi yang dikategorikan lahan strata 1 (<120 m2), strata 2 (120 – 400 m2) dan strata 3 (>400 m2). Komoditas dominan yang dikembangkan di MKRPL adalah tanaman sayuran (46,88%), ternak (19%), buah-buahan 14,75%, tanaman pangan 11,88% dan tanaman obat keluarga 7,5%. Pendapatan petani dari penjualan sayuran dan buah-buahan ratarata Rp. 48.000 per bulan (lahan strata 1), Rp. 67.000 per bulan (strata 2) dan Rp.111.000 per bulan (strata 3). Pendapatan petani dari penjualan hasil ternak pada lahan pekarangan strata 2 dan 3 rata-rata sebesar Rp.356.000 per bulan. Tambahan pendapatan juga diperoleh dari pengolahan hasil, seperti kripik bayam, kripik bungkil pisang, renggina singkong, jus dan dodol tomat, dan lain-lain. Bila dihitung jumlah nilai sayuran yang dikonsumsi langsung, yang diberikan ke tetangga dan nilai penjualan maka pendapatan usahatani pada pekarangan strata 2 dan 3 berkisar antara Rp. 854.000 – Rp.1.066.000,- per bulan (Nazam, dkk, 2012). Titik ungkit keberhasilan ketahanan pangan melalui MKRPL adalah 1) waktu luang dari masyarakat menanam tanaman pangan di pekarangan, 2) faktor psikologis keluarga rumah tangga yang ingin pekarangannya bersih dari limbah tanaman ataupun lainnya, 3) kesadaran masyarakat akan pentingnya untuk mendekatkan hasil pertanian disekitar mereka dan pentingnya kecukupan gizi individu atau rumah tangga, 4) menanam tanaman harus spesifik lokasi baik seperti ketahanan kekeringan, memenuhi selera dari rumah tangga, 5) mudah untuk mencari atau memperbanyak bibit atau benihnya, 6) ada sumber air yang cukup untuk rumah tangga dan tanaman/ternak, 7) kelembagaan di masyarakat harus berjalan baik, bukan dibentuk oleh pemerintah tapi atas kesadaran masyarakat untuk berkelompok, dan aturan kelembagaan dibuat untuk kebutuhan masyarakat bukan sebagai syarat untuk mendapatkan bantuan, 8) kegiatan 81
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
bersifat berkelanjutan atas dasar dinamika dimasyarakat, bilamana masyarakat tidak menerima suatu inovasi maka jangan dipaksakan kegiatan terus berlanjut sampai jangka waktu kegiatan berakhir, 9) faktor kebersamaan dalam suatu lembaga sering disalah artikan bahwa kalau sudah diputuskan kelompok menerima suatu inovasi maka pasti secara individu akan menerima inovasi tersebut, padahal belum tentu hal itu terjadi, dan bisa merusak kekompakkan suatu lembaga sehingga kemampuan untuk mengidentifikasi secara dini potensi masalah di suatu lembaga sangatlah penting. 10) teknologi yang diterapkan disesuaikan dengan keadaan sumberdaya lokal (spesifik lokasi). PENUTUP Ketahanan pangan merupakan basis utama dalam wewujudkan ketahanan ekonomi, ketahanan nasional yang berkelanjutan. Ketahanan pangan merupakan sinergi dan interaksi utama dari subsistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi, dimana dalam mencapai ketahanan pangan dapat dilakukan alternatif pilihan apakah swasembada atau kecukupan. Dalam pencapaian swasembada perlu difokuskan pada terwujudnya ketahanan pangan. Pemanfaatan lahan pekarangan untuk mewujudkan ketahanan pangan dalam skala rumah tangga bisa merupakan altrenatif pilihan yang bisa dikembangkan di masyarakat dalam skala luas dengan memperhatikan kesepuluh faktor daya ungkit tersebut diatas. DAFTAR PUSTAKA Anonymous, 2001. Program Kerja Pengembangan Kewaspadaan Pangan. Pusat Kewaspadaan Pangan 2001-2004. Pusat Kewaspadaan Pangan. Badan Bimas Ketahanan Pangan. Departemen Pertanian. Jakarta. BPS NTB, 1999-2008. NTB Dalam Angka 1999-2008. Mataram. NTB. Kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ter-sedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau (http://www.theceli.com/ dokumen/produk/1996/uu7-1996.-htm dan Anonymous,2001) . Latief, D., Atmarita, Minarto, Abas Basuni dan Robert Tilden, 2000. Konsumsi Pangan Tingkat Rumah Tangga Sebelum dan Selama Krisis Ekonomi. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi.VII. Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia. Jakarta. Maleha dan Adi Sutanto, 2006. Kajian Konsep Ketahanan Pangan. Jurnal Protein Vol.13.No.2.Th.2006 Nazam, dkk, 2012. Laporan Akhir kegiatan Pendampingan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) di Nusa Tenggara Barat Tahun 2012. BPTP NTB. Mataram. 82
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013
Peta-ketahanan-dan-kerentanan-pangan-indonesiaFSVA-2009. http://foodsecurityatlas.org/ idn/country/fsva-2009-peta-ketahanan-dankerentanan-pangan-indonesia/bab-1-pendahuluan Pasandaran, 2006. Analisis beberapa variabel yang mempengaruhi konversi lahan pertanian . ejournal. unesa.ac.id/article/3225/53/article.pdf RAD-PG NTB, 2010. Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2015, Pemda Provinsi NTB, Mataram.
83