RUANG KAJIAN
DAMPAK PENDIRIAN MINIMARKET TERHADAP OMSET PEDAGANG TRADISIONAL DI DESA KARANG ASIH KECAMATAN CIKARANG UTARA KABUPATEN BEKASI (Studi Kebijakan Peraturan Bupati Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Minimarket) Oleh : Wilda Nuraftia Naully & Irawati
Abstract Rule is made to consider micro economy in its area. With Mini market wide spread out, The Local government of Bekasi publishes Regent’s Regulation Number 16 Year 2007. This regulation’s purpose is to control the mini market establishment and protect traditional trader. For that reason, it is necessary to survey the implementation of this policy with the reality in the field and the impact of Mini market establishment toward traditional trader in Karang Asih Village. Moreover, the characteristic of livelihood there is 6.500 trader and 5.260 entrepreneur. (Source: Data of Karang Asih Village 2007). Keywords: Policy, Impact, Income, Traditional Trader
Pendahuluan Permintaan masyarakat akan barang konsumsi mengakibatkan juga banyak penawaran diberikan kepada masyarakat baik melalui cara-cara sederhana maupun modern. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya masyarakat yang menjajakan barang-
barang, makanan, sayuran, minuman, dan sebagainya kepada masyarakat baik dengan cara mendatangi konsumen langsung ataupun membuka warung/toko disepanjang jalan bahkan banyak bermunculan toko modern yang menawarkan
sulit bersaing dengan minimarket, hingga akhirnya bangkrut atau gulung tikar. Ironisnya, warung adalah satusatunya sumber nafkah bagi pemiliknya. Apalagi karakteristik mata pencaharian Desa Karang Asih 6.500 Pedagang dan 5.260 Wiraswasta (Sumber. Data Desa Karang Asih 2007). Sama halnya menurut Asmuni pedagang tradisional/pemilik warung di Bekasi Utara (Radar Bekasi, 20 Februari 2011) bahwa sebelum minimarket buka, masyarakat di daerahnya membeli kebutuhan seharihari di warungnya, karena kalau ke pasar jaraknya agak jauh. Tapi lamalama warungnya sepi, mengakibatkan warungnya tutup dan ganti usaha makanan. Asmuni juga menjelaskan bahwa harga barang yang dijual masih lebih murah dibandingkan minimarket. Tapi warungnya kalah bersaing dengan minimarket yang dilengkapi Air Conditioner (AC). Hal ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah, khususnya pemerintah daerah untuk memperhatikan perekonomian kecil di daerahnya. Perlu peraturan daerah perpasaran yang mengatur pengendalian pasar modern, baik pengaturan jarak antara minimarket dengan pedagang tradisional/warung dan pengaturan jam buka minimarket sebagai usaha melindungi pedagang tradisional/warung. Kabupaten Bekasi telah mengeluarkan Peraturan Bupati Bekasi Nomor 16 Tahun 2007 tentang Minimarket. Dinyatakan pada Pasal 9a bahwa minimarket yang luas lahannya
berbagai kebutuhan yang biasa disebut minimarket. Minimarket menawarkan konsep recreational shopping atau wisata belanja yang tidak jauh dari rumah. Minimarket pun dilengkapi dengan sejumlah fasilitas, seperti mesin anjungan tunai bank swasta maupun BUMN, penarikan uang tunai, dan pembayaran menggunakan kartu debit, bahkan beberapa minimarket dilengkapi dengan permainan anakanak, serta beberapa promosi atau penawaran bonus/keuntungan lainnya yang ditawarkan. Bagi beberapa masyarakat belanja di minimarket dapat meningkatkan prestise. Kemudahan, kebersihan, kenyamanan serta berbagai fasilitas tersebut dapat memalingkan masyarakat yang biasa berbelanja di pasar tradisional maupun warung untuk berbelanja di minimarket. Secara tidak langsung, kehadiran minimarket juga memperlihatkan bahwa kapitalisme mulai menjelajah ke Indonesia, padahal secara tekstual Indonesia menganut sistem perekonomian Pancasila yang berasaskan kekeluargaan (koperasi), hal itu berbanding terbalik dengan kapitalisme yang menguntungkan bagi pemilik modal. Kapitalisme memberikan keleluasaan para pemilik modal untuk menjalankan perekonomian yang bertujuan mencari keuntungan sebesar-besarnya, maka pemilik modal besar akan memiliki kesempatan seluas-luasnya dalam mengembangkan sayap perekonomian dan bagi pedagang tradisional yang memiliki modal kecil
53 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2011
2
2
di lingkungan setempat, 10% untuk 2 minimarket dengan luas antara 100 M 2 - 200 M dan 20% untuk minimarket ≥ 2 500 M . Maka, beberapa jenis usaha bermunculan di area halaman/ruang yang disediakan minimarket, seperti martabak, gorengan, aneka jus segar, dan sebagainya. Realitas yang terjadi ada beberapa daerah yang kurang memenuhi peraturan yang ada, seperti yang terjadi di Jalan Ki Hajar Dewantara Desa Karang Asih Kecamatan Cikarang Utara Kabupaten Bekasi, dari awal pertigaan masuk ke jalan tersebut di sebelah kanan jalan berdiri sebuah minimarket dengan luas 2 2 100 M - 200 M yang membuka waktu pelayanan 24 jam. Dari minimarket pertama dalam jarak 200 m di sebelah kiri jalan berdiri sebuah minimarket 2 2 kedua dengan luas 100 M - 200 M yang berbeda label. Dari minimarket kedua sekitar jarak 100 M, di sebelah kiri jalan berdiri minimarket ketiga dengan label yang sama dengan minimarket kedua akan tetapi dengan 2 luas 500 M . Kurang lebih 400 m dari minimarket ke tiga, di sebelah kanan jalan berdiri minimarket keempat yang sama labelnya dengan minimarket 2 2 pertama dengan luas 100 M - 200 M . Jika kita melihat kenyataan ini, muncul pertanyaan, apakah minimarket memberikan dampak yang tinggi terhadap pedagang kecil? Apakah kehadiran minimarket mempengaruhi omset pedagang tradisional atau pedagang kecil? Dan bagaimana kelanjutan usaha pedagang kecil tersebut?
100 M s.d 200 M dapat berdiri dengan persetujuan pedagang kecil dalam radius ≤ 200 M, sedangkan dinyatakan pada Pasal 9b bahwa 2 minimarket dengan luas lahan 200 M 2 1000 M dapat berdiri setelah disetujui pedagang kecil sejenis dalam radius ≤ 500m. Perbub juga telah mengatur waktu pelayanan dimulai pukul 09.00 22.00 WIB, sedangkan untuk minimarket dengan cara swalayan dimulai pukul 09.30 - 22.00 WIB. Bagaimana dengan beberapa minimarket yang membuka waktu pelayanan 24 jam? Hasil penelitian Direktur Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) Arianto A. Patunru (Kompas, 19 Februari 2011) bahwa minimarket dan warung kecil menunjukkan sifat saling melengkapi, complementary. Penelitian tersebut juga menunjukkan belum ada korelasi langsung keberadaan minimarket menyebabkan warung kecil mati di Kota Jakarta. Akan tetapi, Arianto mengakui bahwa pertumbuhan pasar modern maupun jenis usaha lain wajib dikendalikan. Pengendaliannya dapat dilakukan dengan penerapan regulasi tentang tata kota. Begitupun dengan Perbud Bekasi No. 16 Tahun 2007 Tentang Minimarket menyatakan bahwa minimarket wajib menjalin pola kemitraan dengan usaha kecil, menengah, koperasi, pengrajin dan pedagang setempat. Dalam Rencana Tata Letak Bangunan dan atau awal proses perizinan, minimarket juga wajib menyediakan lahan/ruang untuk tempat usaha kecil/pedagang kaki lima
54 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2011
Rumusan Masalah
Pemerintah Daerah Kab. Bekasi. Data ini, direduksi, penyajian data, dan penarikan kesimpulan verifikasi.
Dari latar belakang yang dibahas di atas, maka pertanyaannya sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan kebijakan minimarket di Desa Karang Asih Kecamatan Cikarang Utara Kabupaten Bekasi? 2. Bagaimana dampak pendirian minimarket terhadap omset pedagang tradisional?
Implementasi Kebijakan Peraturan Bupati No.16 Tahun 2007 sebagai upaya untuk melindungi wirausahawan khususnya pedagang tradisional sebagai perhatian kepada pedagang kecil dan menanggapi kecemasan serta aspirasi rakyat dengan berkembangnya kapitalisme dibuktikan dengan maraknya. pendirian diri minimarket di wilayahnya. Implementasi kebijakan sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijakan (biasanya dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Peradilan, Perintah Eksekutif atau Dekrit Presiden). Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting dari pada pembuatan kebijaksanaan. Kebijaksanaan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak terimplementasikan (Abdul Wahab: 1997 : 59). Begitupun dengan Perbud No.16 Tahun 2007 memuat pasal-pasal yang memihak dan menguntungkan rakyat khususnya pedagang tradisonal, seperti pada pasal:
Metodologi dan Laporan Penelitian Untuk menganalisa dan membahas permasalahan yang dikemukakan pada pokok permasalahan menggunakan metode kualitatif bersifat deskriptif analisis artinya pembahasan lebih diarahkan pada penguraian dan penggambaran kondisi atas objek permasalahan. Maka, dilakukan pencarian data dengan merekam sejelas-jelasnya dan seutuhnya yang bertujuan membahas serta menggambarkan masalah/ keadaan yang terjadi di lapangan secara tepat, cermat dan objektif mengenai dampak yang terjadi dengan berdirinya minimarket di Desa Karang Asih. Peneliti dan pedoman wawancara sebagai instrument pengambilan dataData berasal dari serangkaian pengamatan, wawancara dengan 10 pedagang tradisional/kecil yang masuk radius 0-500M, pedagang yang dagang di halaman minimarket, dan kepala kios minimarket. selain wawancara juga menghimpun dokumen baik dari Desa Karang Asih, Badan Statistik Kab. Bekasi, dan
55 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2011
1. Usaha dagang minimarket yang luas lahannya 100M², penempatannya terletak di sisi jalan lokal primer/jalan raya atau utama
kawasan perumahan/industri yang disesuaikan dengan peruntukannya dan dilengkapi dengan persetujuan pedagang kecil sejenis dalam memulai usaha baik radius 200-1000 M². Menurut Kepala Kios, perihal persetujuan berdiri dan memulai usaha minimarket diurus oleh pengelola pusat. Kantor Desa Karang Asih hanya menerima permohonan
radius paling jauh 200 meter (Pasal 9 ayat 1) dan Usaha dagang minimarket yang luas lahannya di atas 200 M² sampai dengan 1000 M², penempatannya terletak di sisi jalan kolektor primer, jalan provinsi dan jalan kabupaten yang disesuaikan dengan peruntukkannya dilengkapi dengan persetujuan pedagang kecil sejenis dalam radius paling jauh 500 meter ( Pasal 9 ayat 2).
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Pendirian Usaha (SIUP). 2. Dalam menyelenggarakan usaha dagang minimarket harus memakai tenaga kerja lokal setempat, kecuali untuk tenaga pimpinan dan tenaga ahli bagi jabatan yang belum dapat diisi dengan tenaga kerja lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 5 ayat 1) dan pemenuhan tenaga kerja lokal
Kenyataan dari pelaksanaan Pasal 9 ayat 1 dan 2 ini, tidak sesuai dengan bunyi yang terkandung didalamnya. Dari 10 pedagang, 80% mengatakan bahwa minimarket tidak meminta persetujuan mendirikan dan
56 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2011
warung atau toko-toko sekitarnya (Pasal 7 point 7).
setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menampung dan mempergunakan tenaga kerja yang memenuhi persyaratan dan berdomisili di sekitar lokasi kegiatan (Pasal 5 ayat 2).
Mencermati isi pasal di atas, konsumen mengetahui dan merasakan harga barang terjadi perbedaan antara pedagang dengan minimarket, seperti mie instan perbedaannya sekitar Rp. 300 – Rp 500, minuman ringan perbedaannya sekitar Rp. 500 – Rp. 1.000, dan sama halnya dengan produk lainnya, bahkan pada waktu-waktu tertentu, Minimarket melakukan promosi produk dengan harga yang jauh lebih murah dari hari biasa. Pemerintah Kabupaten Bekasi mengambil jalan keluar seperti yang terjadi di kawasan Cilandak, sudah setahun beberapa pemilik warung mendapatkan pasokan dari pegawai minimarket yang terletak tak jauh dari tempat usahanya. Ada diskon khusus sehingga pedagang dapat menjual barang dengan harga yang sama dengan minimarket dan dapat bersaing secara sehat dengan minimarket. Sama halnya dengan pedagang tradisional di Desa Karang Asih tidak akan kehilangan konsumen jika ada kebijakan minimarket dan juga diatur oleh pemerintah.
Pelaksanaan dari Pasal 5 ayat 1 dan 2 tidak sesuai dengan isi yang terkandung didalamnya. Karyawan minimarket berasal dari berbagai daerah yang sebelumnya merupakan karyawan di kios mkinimarket didaerah lain atau karyawan baru yang direkrut pusat untuk mengelola kios minimarket di Desa Karang Asih. Berdasarkan pernyataan Kepala Kios Minimarket C Agus Santoso mengatakan “….kami adalah karyawan minimarket direkruit pusat……. sewaktu-waktu suka di rolling di kios-kios lain….”. Agus Santoso juga menjelaskan bahwa jika ada kerjasama dengan waralaba, karyawan pun berasal dari kantor pusat, tidak ada recruitment keluarga waralaba. Sedangkan Hendra (Kepala Kios Minimarket A) mengatakan bahwa “……Karyawan yang mengelola minimarket adalah karyawan pusat yang kadang dirolling di cabang Indomaret lain , tapi kalau Indomaret francise atau waralaba, jika pihak francise mau pekerjakan satu sodaranya dibolehkan, tapi dia kerja terus di kios francisenya dan ngga kena rolling di kios lain”
4. Minimarket menjalin pola kemitraan dengan pengusaha golongan ekonomi lemah/pedagang kecil atau koperasi yang dilakukan diantaranya melalui keterikatan/usaha atau bentuk subkontrak (Pasal 7 point E dan Pasal 8 point F).
3. Harga jual barang-barang sejenis yang dijual tidak boleh jauh lebih rendah dengan harga yang ada di
57 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2011
menengah, koperasi, pengrajin, dan pedagang setempat (Pasal 11 point a).
Pelaksanaan dua pasal di atas pun tidak sesuai isinya, semua pedagang menyatakan tidak ada kemitraan dengan Minimarket, apalagi pembinaan usaha pedagang tradisional.
Minimarket juga belum memenuhi Pasal 11 point 1, 90% pedagang sekitar yang menjalin kemitraan dengan minimarket, hanya satu pedagang yang mendapatkan fasilitas listrik gratis untuk kiosnya yang juga beroperasi 24 jam. Pelataran minimarket yang dibuat kios kecil usaha disewakan antara Rp. 200.000 – Rp. 550.000 perbulan.
5. Waktu pelayanan penyelenggaraan usaha dagang minimarket dimulai pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 22.00 WIB (Pasal 10 Ayat 1). Minimarket tidak menaati aturan yang terkandung pasal di atas. Minimarket sudah mulai opresional pukul 08.00 WIB dan tutup di atas pukul 22.00 WIB, bahkan 20% buka 24jam. Padahal ayat 3 menjelaskan bahwa untuk penyelenggaraan usaha dagang minimarket yang waktu pelayanannya di luar ketentuan sebagaimana di maksud point 1 dan 2 harus mendapatkan izin khusus dari Bupati dan atau Dinas/instansi yang diberikan kewenangan untuk itu. Apakah mereka telah izin? Bagaimana dengan minimarket yang jam operasionalnya 24 jam. Padahal pada jam 22.00 09.00 WIB merupakan jam yang diharapkan pedagang untuk mendapat omset yang lebih tanpa adanya pesaing (minimarket), karena pada jam tersebut sedikit warung yang buka.
7. Minimarket yaitu menyediakan ruang usaha untuk pedaganng lain seluas 10% - 20% dari luas bangunan Minimarket (Pasal 12 ayat 1). Untuk pasal ini, minimarket mentaatinya. Dipelataran atau teras minimarket disediakan lahan usaha untuk pedagang. 8. Penempatan dan penataan tempat usaha/usaha informal/pedagang kaki lima dilaksanakan oleh penyelenggara usaha dagang minimarket dengan ketentuan usaha kecil/usaha informal/pedagang kaki lima yang diprioritaskan untuk ditempatkan adalah pedagang yang berada di sekitar lokasi bangunan tempat usaha tersebut (Pasal 13 point a).
6. Setiap penyelenggara usaha dagang minimarket wajib menjalin pola kemitraan dengan usaha kecil,
58 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2011
Ruang usaha yang disediakan diperuntukkan untuk umum, dengan uang sewa yang memberatkan antara Rp. 200.000 – Rp. 550.000 perbulan sehingga pedagang yang menyewa lahan berasal dari berbagai daerah
bahkan cabang-cabang usaha di setiap minimarket, seperti pedagang gorengan dan martabak yang merupakan karyawan seorang wirausahawan yang memiliki cabang dibeberapa daerah minimarket berdiri.
59 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2011
Dampak Pendirian Terhadap Omset Tradisional.
Minimarket Pedagang
Menurunnya omset disebabkan berkurang jumlah konsumen yang beralih belanja ke minimarket bahkan anak-anak lebih senang berbelanja ke minimarket walau hanya Rp. 2000 dan berkurangnya permintaan sebagian besar barang, seperti Perlengkapan Mandi (sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampoo, dsb), deterjen, berbagai makanan ringan, air kemasan, rokok, sembako, dsb. 20% pedagang yang tidak mengalami dampak dikarenakan adanya sistem pengelolaan yang modern secara rekanan dan memilki pelanggan sendiri disertai ada beberapa barang yang tidak disediakn minimarket seperti mie masak siap santap, kopi hangat, menjual rokok perbatang, air mineral kemasan gelas. Walaupun sekarang sudah mulai bermunculan minimarket yang menyediakan barang tersebut.
Implementasi sebagai memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus implementasi kebijakan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatankegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan Negara, yang mencakup baik usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian (Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier dalam Wahab : 1997 : 65). Dampak adalah perubahan kondisi fisik maupun sosial sebagai akibat dari output kebijakan (Samodra: 1994 : 5). Dampak dari kebijakan diperbolehkan berdirinya minimarket adalah menurunnya omset pedagang tradisional. 80% pedagang mengalami penurunan omset 25% - 60% dari omset sebelum berdirinya minimarket. Bahkan 20% (H. Shahih dan Fajar) dari 80% pedagang yang terkena dampak terpaksa menutup usaha atau beralih usaha lain (Aceng dengan ditambah nasi dan lauk pauk) padahal hanya usaha tersebut sebagai mata pencahariannya apalagi karakteristik mata pencaharian Desa Karang Asih 6.500 pedagang dan 5.260 wiraswasta (Sumber. Data Desa Karang Asih 2007).
60 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2011
DAFTAR PUSTAKA Wahab, SA.1997. Analisa Kebijaksanaan Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara
Budi Winarno. 2002. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta: Media Pressindo. Danim, Sudarman.2000. Pengantar Studi Penelitian Kebijakan. Jakarta: Bumi aksara
Winarno, Budi. 2002. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta: Media Pressindo.
Dunn, William N. 1991. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi Kedua (terjemahan). Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Peraturan Perundang-undangan PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 53/MDAG/PER/12/2008 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN
Edward III, George C.1980. Implementing Public Policy. Washington DC: Congressional Quarterly Press. Giddens, Anthony. 2007. Kapitalisme dan Teori Sosial Modern. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-PRESS)
PERATURAN BUPATI BEKASI NOMOR. 16 TAHUN 2007 TENTANG MINIMARKET BUPATI BEKASI
Islamy, MI. 1983. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara Moleong, Lexy. J. 2000. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung : Rosadakarya.
Dokumen Selayang pandang Kabupaten Bekasi Tahun 2010, Bappeda Kabupaten Bekasi
Nugroho, Heru. 2001. Negara, Pasar, dan Keadilan Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Kabupaten Bekasi Dalam Angka (Bekasi Regency in Figure) 2010, Bappeda Kabupaten Bekasi
Sunggono, Bambang. 1991. Hukum dan Kebijaksanaan Publik. Jakarta: Sinar Grafika
Daftar Perizinan Usaha yang Terdaftar Di BPPT Kabupaten Bekasi 2011
61 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2011