RUANG KAJIAN
MENGGAGAS PERUBAHAN MENYELURUH UU NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN MENJADI UNDANG-UNDANG TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA Oleh : Riyadi Santoso
Abstract Government's order reformation from centralization to decentralization gives logical consequences in the changing of staffing regulation. so that, the government generates constitution number 43 in 1999 as a amendment of constitution number 8 in 1974 about the main points of employment. However, in the implementation, inconsistency regulation happens that caused by attraction importance between central government and region. The impact is there are many problems in employee management. It grows an idea to arrange a comprehensive regulation, and a capability to create professional state apparatus..
Keywords: bureaucracy reformation, state apparatus, and professional
1.
Pendahuluan Kepegawaian Negara Republik Indonesia yang kita pahami dengan sebutan Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada masa pemerintahan orde baru diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang PokokPokok Kepegawaian. Setelah era
reformasi datang pada Tahun 1998, di bawah Pemerintahan transisi Presiden BJ. Habibie, UU Nomor 8 Tahun 1974 dirasakan tidak sesuai lagi dengan semangat demokrasi yang multi partai, dimana PNS harus berperan netral dan profesional. Maka UU Nomor 8 Tahun 1974 segera dilakukan
masih memerlukan peraturan pelaksanaan, yaitu : Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Keputusan Menteri, Peraturan Menteri (Permen) hingga peraturan teknis pelaksanaan yaitu : Keputusan dan Surat Edaran Kepala BKN (Badan Kepegawaian Negara). UU Nomor 43 Tahun 1999, telah dilaksanakan selama satu dasawarsa sejak diundangkan tanggal 30 September 1999. Tarik menarik kepentingan politik dan kekuasaan Presiden RI (dari era Presiden BJ. Habibie, KH. Abdurrahman Wahid (GusDur), Megawati Soekarnoputri, dan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berarti 4 orang Presiden RI) dalam masa transisi demokrasi, telah banyak menimbulkan pertanyaan, apakah UU Nomor 43 Tahun 1999 telah dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan keinginan dan semangat lahirnya UU tersebut ?. Jawabannya tentu dapat diterangkan secara panjang, bahwa nampaknya telah terjadi inkonsistensi dalam pelaksanaannya atau kekurangkonsistenan, dengan berbagai argumentasi penjelas karena berbagai faktor yang ditemukan, termasuk pergantian-pergantian kabinet dan menteri serta pembantu presiden yang membidangi aparatur Negara. Belum lagi implikasi dari pelaksanaan otonomi daerah (desentralisasi), termasuk bidang kepegawaian, dan yang paling seru adalah, keberanian negeri ini untuk melaksanakan Pemilihan Umum seluruh Kepala Daerah (Pemilukada) secara langsung, baik Gubernur, Bupati maupun Walikota di seluruh
perubahan oleh DPR bersama Pemerintah pada Tahun 1999 menjadi UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Momentum pada saat itu sangat disemangati oleh Anti KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme), Netralitas PNS terhadap Partai Politik, dan semangat desentralisasi (otonomi daerah) penyelenggaraan pemerintahan. Bahkan kuatnya semangat anti KKN dicantumkan dalam konsideran “mengingat” nomor 4, dengan mencantumkan Undangundang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. UU Nomor 43 Tahun 1999, menghendaki terjadinya perubahan pengelolaan (manajemen) PNS dengan manajemen kepegawaian yang profesional, dengan memadukan 2 (dua) system, yaitu sistem karier dan sistem prestasi (merit), namun harus dititikberatkan pada sistem prestasi kerja ( Pasal 12 ayat (2) ). Jelaslah UU ini ingin mencakup manajemen PNS, yang didefinisikan bahwa “Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah keseluruhan upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan kewajiban kepegawaian, yang meliputi perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan, dan pemberhentian”, (Pasal 1 Angka 8, Ketentuan Umum). Dalam perjalanan pelaksanaan UU ini tentu
38 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2010
pemerintahan yang demokratis, dan untuk meningkatkan daya saing nasional dalam ekonomi pasar social terbuka (open social market economy), (Sofian Effendi, 2010). Pernyataan Effendi tersebut sangat jelas dan menjadi penegasan bahwa ada gagasan besar yang diharapkan dalam melakukan upaya reformasi aparatur Negara, yang kita perhatikan selama ini cukup terbengkalai atau kurang sungguh sungguh dilakukan. Reformasi SDM aparatur Negara tersebut seharusnya ditempuh secara sistematis dan terencana, goals yang ingin dicapai adalah terwujudnya : (1) pelayanan publik bermutu; (2) untuk mensupport pemerintahan demokratis; dan (3) untuk peningkatan daya saing nasional yang terkait ekonomi pasar yang terbuka, persaingan antar Negara-negara di dunia.
Republik Indonesia. Kenyataan konstelasi perpolitikan nasional (eforia demokrasi) tersebut telah ikut menambah rentannya pelaksanaan manajemen kepegawaian, yang juga dalam proses transisi pembenahan. Belum lagi adanya persoalanpersoalan internal dijajaran birokrasi Pemerintahan RI yang menjadi permasalahan laten seperti lambatnya reformasi birokrasi dan status quo dalam tubuh birokrasi, sehingga patut dipertanyakan kembali atas efektifitas pelaksanaan UU Nomor 43 Tahun 1999?. Kondisi-kondisi tersebut diatas turut menjadi alasan kuat mengapa UU Nomor 43 Tahun 1999 tidak efektif lagi dan perlu dilakukan upaya perubahan menyeluruh. Dan mengapa harus menyeluruh dilakukan perubahan? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat mengelitik untuk dicarikan tahu sebab dan akibatnya, serta harapan-harapan atas gagasan perubahan UU kepegawaian yang baru di era demokrasi multipartai di Indonesia. Untuk itulah, penulis akan berupaya menyampaikan analisis dan uraian berdasarkan pengetahuan yang cukup terbatas dalam sub-sub berikut ini.
Harapan terwujudnya SDM aparatur Negara tersebut diatas, akan dapat dipenuhi dengan sungguhsungguh membangun atau mengembangkan sistem kepegawaian Negara yang handal dan professional. Pembangunan SDM aparatur Negara tersebut juga harus dikelola berdasarkan suatu regulasi kepegawaian yaitu Undang-Undang (UU). Perubahan UU Kepegawaian yang diharapkan terjadi di Republik Indonesia telah dilatar belakangi adanya permasalahan sebagai berikut :
2. Latar Belakang Proses reformasi aparatur Negara yang sedang dilakukan di Republik Indonesia kini sesungguhnya merupakan upaya untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Negara secara sistematis dan terencana, agar terbangun Birokrasi Publik yang mampu menyelenggarakan pelayanan publik bermutu, untuk mendukung
1.
Pada era Pemerintahan Orde Baru, dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional, pemerintah telah
39 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2010
membangun sistem kepegawaian yang sentralistis dan menekankan loyalitas pada pemerintahan Negara, dengan berdasarkan UU No.8 Tahun 1974 tentang PokokPokok Kepegawaian. 2.
Terjadinya gelombang reformasi Tahun 1998 telah membuka peluang untuk tampilnya pemerintahan demokratis, terjadinya desentralisasi pemerintahan, dan pelaksanaan open market economy. Pada era reformasi 1999 pemerintah telah melakukan revisi UU Nomor 8 Tahun 1974 dan telah menetapkan UU perubahan yaitu UU No.43 Tahun 1999.
3.
Revisi waktu itu (1999) ditempuh, mengingat apabila diajukan RUU baru, maka akan diperlukan waktu yang cukup lama untuk membahas (4-5 tahun). Akibatnya sampai saat ini Indinesia harus menerapkan UU Nomor 8 Tahun 1974 dan UU Nomor 43 Tahun 1999, sehingga nampaknya terkendala dalam pelaksanaannya.
4.
Setelah 10 tahun melaksanakan reformasi, kini Indonesia telah diakui dunia sebagai Negara demokrasi model Asia Tenggara, ekonomi yang mampu menahan global economic downturn, dan mampu dalam melaksanakan desentralisasi pemerintahan paling komprehensif dalam bentuk pemerintahan jaringan yang sangat kompleks.
5.
Dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan hasil-hasil yang telah dicapai tersebut maka diperlukan hadirnya SDM aparatur Negara yang professional, bebas dari intervensi politik, memiliki kapasitas dan produktivitas tinggi, serta berintegritas tinggi dalam performancenya.
6.
Berdasarkan data, jumlah total seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia sebanyak 4.732.472 orang, terdiri Pria sebanyak 2.560.083 (54 %) dan Perempuan sebanyak 2.172.389 (46 %). Jika dilihat dari Komposisi Jabatan PNS, yang menduduki jabatan struktural sebanyak 246.993 orang; jabatan fungsional sebanyak 2.051.491 orang; dan jabatan teknis/TU sebanyak 1.763.370 orang. Sedangkan jumlah PNS di Instansi Daerah (Pemda) sebanyak 2.795.700 orang, di Kementerian sebanyak 737.023 orang dan di tugaskan pada Komisi/LPNK sebanyak 74.709 orang.
3. Pokok Permasalahan Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, dapat kita sampaikan pokok permasalahan atas pentingnya perubahan menyeluruh atas UU Nomor 8 Tahun 1974 dan UU Nomor 43 Tahun 1999, sebagai berikut : a. UU Nomor 8 Tahun 1974 dan UU Nomor 43 Tahun 1999, pada
40 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2010
2025, maka solusinya adalah terwujudnya “Aparatur Negara Profesional”. Seperti apa kondisi aparatur Negara yang professional, yaitu : (a) aparatur yang bersih dari intervensi politik; (b) bebas dari praktek KKN, dan (c) memiliki kinerja dan kapasitas tinggi. Itulah kondisi tujuan yang ingin ke depan, agar perwujudannya terencana dan sistematis menjawab tantangan zaman, khususnya faktor-faktor sosiologis tersebut diatas, dikarenakan perubahan lingkungan strategis kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ditengah gelombang besar kehidupan internasional.
kenyataannya tidak sesuai lagi dengan semangat perkembangan kehidupan berbangsa, bernegara dan berpemerintahan pada saat ini dan saat mendatang. b. Tuntutan kebutuhan yang tidak boleh ditunda lagi untuk melakukan penataan SDM aparatur Negara yang professional, netralitas politik, memiliki kapasitas dan produktivitas, dan berintegritas tinggi sehingga Indonesia mempunyai daya saing internasional. 4. Kerangka Pemikiran Untuk memberikan diskripsi kerangka berfikir berdasarkan teori, perubahan UU 43 Tahun 1999 menjadi RUU Aparatur Sipil Negara, secara menyeluruh berdasarkan pemahaman bahwa saat ini dan ke depan Indonesia sangat butuh “Pengembangan SDM Aparatur Negara”. Eksisting landasan sosiologis menjelaskan bahwa kondisi Aparatur Negara pada era hingga Tahun 2010 adalah “Aparatur Negara Patrimonial”. Kondisi aparatur Negara patrimonial tersebut tergambar nyata bahwa SDM aparatur Negara : (a) masih tidak bebas dari intervensi politik; (b) belum bersih dari praktek KKN; dan (c) kinerja dan kapasitas rendah.
Perubahan lingkungan strategis, baik global maupun regional dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Tuntutan globalisasi perdagangan dan ekonomi pasar terbuka sehingga perlu daya saing tinggi. b. UUD Negara RI Tahun 1945 hasil amandemen telah menciptakan kelembagaan Negara : DPD RI; MK RI, KY, dan Seterusnya, dengan UU telah dibentuk banyak lembaga Negara. c. Pemerintahan koalisi telah menimbulkan instabilitas pemerintahan dan dapat mengganggu kinerja serta efektifitas pemerintahan negara. d. Desentralisasi telah menciptakan jaringan pemerintahan yang amat komplek, terdiri 35 kementerian,
Untuk mengatasi masalah paling mendasar pengembangan SDM aparatur Negara ke masa datang, paling tidak target waktu yang ingin dicapai hingga tahun
41 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2010
e.
f.
g. h.
Birokrasi Profesional sebagai pelaksana kebijakan politik yang disusun dengan Pejabat Negara yang memiliki kapasistas dan kredibilitas professional.
85 lembaga Negara, 33 provinsi, dan 497 kabupaten/kota. Indonesia kembali menjadi bangsa berpendapatan menengah yang memerlukan pelayanan public lebih bermutu. Telah terjadi disparitas kesejahteraan umum dan disparitas kapasitas aparatur antar daerah yang semakin lebar. Tingkat kepercayaan terhadap aparatur Negara sangat rendah (low trust). Akan terjadi ledakan pension PNS, sekitar 4,9 juta PNS yang memasuki pension pada tahun 2015.
b. Tujuan RUU yang diinginkan Menjadikan aparatur sipil Negara sebagai suatu profesi yang bebas dari intervensi politik, bebas KKN, dan konsisten menerapkan asas keahlian. c. Obyek pengaturan Obyek yang diatur adalah pegawai aparatur sipil Negara yang terdiri dari : (1) pegawai eksekutif; (2) pegawai aparatur administrasi; (3) pegawai aparatur fungsional (seperti : dosen, hakim, jaksa, guru); (4) Anggota POLRI.
Kedelapan kondisi sosiologis global dan regional diatas harus dapat diatasi dengan pentahapan pembangunan sektor aparatur Negara, (perhatikan pentahapan dalam RPJPN 2005 – 2025), untuk mewujudkan pembangunan Aparatur Sipil Negara yang professional, a-politik (netral), berintegritas tinggi, dan yang mampu mendukung keberhasilan pembangunan dalam berbagai bidang berbagngsa dan bernegara.
d. Sistem Manajemen Kepegawaian Dalam Rancangan Undangundang tentang Aparatur Sipil Negara, system manajemen kepegawaian yang ingin diterapkan adalah sistem berbasis posisi (position based system). Manajemen ini obyektif dalam memperhatian posisi seorang pegawai (aparatur) yang akan dihargai sesuai dengan kedudukan ataupun jabatannya.
5. Materi Muatan RUU (Komponen Umum dan Khusus) Komponen secara umum yang digagas dalam pengajuan RUU Aparatur Sipil Negara (RUU ASN), dapat digambarkan sebagai berikut : a. Pendekatan Model Birokrasi Pemerintahan
42 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2010
e. Otoritas Kepegawaian Otoritas manajemen kepegawaian yang diberikan wewenang meliputi : 1) Presiden RI sebagai Pembina tertinggi pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) 2) Menteri sebagai perumus kebijakan 3) Lembaga Administrasi Negara (LAN RI) sebagai pelaksana dan pembina penelitian dan pengembangan (Litbang) administrasi dan diklat kepegawaian. 4) Badan Kepegawaian Negara (BKN) sebagai pembina dan pelaksana manajemen kepegawaian. f.
Komisi Aparatur Sipil Negara Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang beranggotakan 3 – 5 anggota sebagai lembaga Negara bertugas menjaga, memelihara, dan mengawasi pelaksanaan nilai dasar dank ode etik profesi ASN pada semua Instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Perwakilan RI di luar negeri. Sedangkan komponen yang secara khusus hendak diatur dalam RUU ASN adalah nilai-nilai dasar, dapat diberikan gambaran sebagai berikut :
a.
Pengaturan Kode Etik dan Pelanggarannya Mengenai kode etik ini perlu diatur dalam UU dan pimpinan wajib mengenakan sanksi atas pelanggaran.
b.
Perlindungan terhadap Whitleblower Perlu diatur bentukbentuk perlindungan terhadap pegawai yang dinilai berperan sebagai whitleblowers.
c.
Penerimaan Pegawai ASN Dalam proses penerimaan pegawai, seleksi obyektif, terbuka dan kompetitif supaya dapat ditegakkan, dalam rangka pengisian jabatan-jabatan birokrasi pemerintahan yang berdasarkan asas merit.
d.
Akademi Pegawai ASN Perlu dibentuk Akademi Pegawai ASN bagi Para Perwira Polri; Pegawai Aparatur Eksekutif; dan Aparatur Fungsional.
e.
Pengembangan Staf Setiap anggota profesi aparatur Negara wajib mengikuti program pengembangan staf 10 % dalam waktu kerja setahun.
43 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2010
f.
Mobilitas Staf Aparatur eksekutif adalah pegawai ASN yang ditempatkan di Pusat dan di Daerah.
g.
Sistem Penggajian Sistem Penggajian yang perlu dianut adalah Skala Tunggal Berbasis Kinerja. Tunjangan kinerja dengan skala lebih kurang sebesar 15 %.
h.
Sistem Pensiun. Sistem Pensiun yang perlu diterapkan adalah Sistem Pensiun Manfaat Penuh dan Self paying untuk pegawai ASN yang diangkat mulai 1 Januari 2012, (asumsi ini apabila RUU ASN dapat diselesaikan dan diundangkan pada akhir tahun 2011.
dan UU 43/1999 prlu dilakukan perubahan menyeluruh, yaitu dengan melahirkan RUU Aparatur Sipil Negara (RUU ASN). b. RUU tentang ASN perlu menetapkan pekerjaan (jobs) pada instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan perwakilan Indonesia di luar negeri sebagai Profesi. Penetapan sebagai profesi ini akan membawa konsekuensi tanggungjawab yang penuh atas kredibilitas profesinya. c. RUU ASN perlu menetapkan Komisi Aparatur Sipil Negara (KSAN) sebagai guardian atau penjaga-penyelamat profesionalitas ASN, yang bebas dari intervensi politik, dan bersih dari praktek KKN. d. UU ASN dimaksud untuk memantapkan peran pegawai ASN sebagai perekat persatuan bangsa, terutama posisi aparatur eksekutif Negara.
6. Penutup Untuk menyimpulkan seluruh uraian dan analisis diatas, coba penulis rangkum dalam uraian penutup sebagai berikut : a. SDM Aparatur Negara dengan PNS sebanyak 4,7 juta, ternyata selama ini kurang tersentuh oleh program reformasi birokrasi karena implementasinya yang bersifat masing-masing, sporadis dan sektoral. Kondisi tersebut mendesak regulasi UU 8/1974
e. Perlu diterapkan dalam RUU ASN tentang sistem manajemen kepegawaian berbasis jabatan (position based personnel management system) yang mengoperasionalkan asas merit pada seluruh tahap manajemen SDM ASN.
44 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2010
f. Perlu perubahan system pension pegawai ASN dengan penerapkan system pension “self paying system” bagi pegawai ASN yang diangkat per 1 Januari 2012, dengan asumsi RUU ASN dapat diselesaikan dan diundangkan pada akhir tahun 2011.
Sedarmayanti, Prof.Dr., M.Pd., APU, Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, dan Kepemimpinan Masa Depan, (Menuju Pelayanan Prima dan Kepemerintahan yang Baik), (Bandung : PT.Refika Aditama, 2009). Sadili Samsudin, Manajemen Sumberdaya Manusia, (Bandung : Pustaka Setia, 2006).
Daftar Pustaka : Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
Referensi :
Draft Naskah Akademik Rancangan Undang Undang tentang Aparatur Sipil Negara.
Sri Sultan, Hari-hari Bhuwono IX sebuah Majalah Tempo.
Draft RUU tentang Aparatur Sipil Negara.
Tahta untuk Rakyat, PT. Gramedia Palmerah Selatan 22 Lantai IV, Jakarta Pusat.
Eko Prasojo, Prof., Dr. rer. Publ., Reformasi Kepegawaian Indonesia: Sebuah Review, Kritik dan Rekomendasi, Makalah Presentasi RDPU dengan Komisi II DPR RI tanggal 10 September 2010.
Rapat-rapat Komisi II DPR tahun 2009.
Daerah Istimewa Yogyakarta, KPH. Soedarisman Poerwokoesoemo, Gadjah Mada University Press.1980. Hamengku presentasi
Rapat DPRD-DIY tanggal 30 Juni 2008. Pisowanan Agung Rakyat DIY pada bulan April 2008.
Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, (Jakarta ; Penerbit Nuansa, 2009).
Undang-Undang Dasar 1945.
Sofian Effendi, Prof, Dr., MPIA, Bahan Presentasi Naskah Akademik RDPU dengan Komisi II DPR RI, tanggal 9 September 2010.
45 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2010