RUANG UTAMA
PEMENUHAN AKSES PELAYANAN PUBLIK YANG ADIL DAN BERKUALITAS
Oleh : Riyadi Santoso
Abstract Reformation cannot change public service in Indonesia yet. The change of the service should be more than change perception and mental of the bureaucracy officer in this country that still considers public service as ‘a job to be served’ not as ‘a job for serving’. The breakthrough effort of public service acceleration reformation by enforcing “rights paradigm” because citizen’s right is to get the fair and qualified service. Keywords: Public Service, Acceptability, Equity
1. Pendahuluan Berbagai keluhan masyarakat (public complain) atas buruknya kinerja pelayanan publik di Indonesia setiap hari kita dengarkan. Padahal masyarakat sangat berharap dengan gerakan Reformasi tahun 1998 yang
dimotori para mahasiswa, akan terjadi banyak perubahan (perbaikan) dalam pelayanan publik. Reformasi dalam berbagai sektor kehidupan berbangsa dan bernegara yang terus digembargemborkan oleh berbagai elite bangsa, namun dalam kenyataannya belum juga terwujud implementasinya
Sejauhmana pentingnya UU tersebut bagi penegakkan dasar hukum untuk melaksanakan pelayanan publik? dan apakah akses pelayanan publik bagi rakyat kebanyakan telah dapat dijamin oleh UU dimaksud. Disamping itu pertanyaan lanjutan bagi meneruskan jaminan atas akses pelayanan publik itu adalah bagaimana mewujudkan pelayanan publik yang adil dan berkualitas? Disinilah dapat diuraikan dengan analisis sederhana, dan berdasarkan temuan data di lapangan, bahwa permasalahan kita terus berkutat pada hal-hal yang dapat kita pertanyakan diatas.
di lapangan. Masyarakat masih terus saja menemukan dan menghadapi dalam keseharian praktek-praktek pelayanan publik yang mengabaikan semangat (baca : dan amanat) reformasi sejak Tahun 1998. Yang berarti telah lebih dari sepuluh tahun, Negara kita tidak berhasil membenahi pelayanan publik. Reformasi pelayanan publik perlu dipahami dalam arti luas, lebih dari sekedar mengubah pandangan dan mental aparat birokrasi di negeri ini yangnampaknya masih melihat pelayanan publik sebagai “pekerjaan yang dilayani” bukan “pekerjaan untuk melayani”. Pelayanan publik, dalam konteks itu tentu tidak bisa lepas dari pilihan gagasan politik tentang Negara. Sejauhmana Negara memegang komitmen untuk memberikan pelayanan kepada rakyatnya, dan Negara menentukan bahwa pelayanan publik sebagai pilihan publik (public choice) yang harus dikerjakan. Apabila kita berbicara pelayanan publik yang adil dan berkualitas, maka kita sesungguhnya berbicara mengenai tanggung jawab Negara untuk memenuhi dan melindungi hak-hak warga negaranya. Parameternya dapat dilihat dari output atau keluaran proses kebijakan yang ada, serta kualitas pelayanan yang diberikan kepada rakyatnya untuk mewujudkan kesejahteraan. Untuk memberikan uraian mengenai apa dan bagaimana akses pelayanan publik di Indonesia, tentu tidak lepas dari adanya UndangUndang (UU) Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
2. Pentingnya Implementasi UU Pelayanan Publik UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik menjadi salah satu strategi bagi perwujudan atas agenda pemenuhan akses pelayanan publik bagi warga Negara Republik Indonesia. UU tersebut lahir di Indonesia ditengah menguatnya pendekatan administrasi publik dan paradigma pasar dalam mengelola pelayanan publik. Meskipun pendekatan pemenuhan hak dasar (basic needs) di era tahun 1980an belum mampu secara utuh menjiwai seluruh substansi UU No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Namun demikian, beberapa pasalnya cukup membuka ruang yang cukup besar bagi lahirnya inovasi pelayanan publik yang lebih berpihak pada masyarakat luas, dan UU tersebut amat mendesak untuk segera diimplementasikan.
9 Jurnal Madani Edisi II/ Nopember 2010
beberapa Bab pengaturan, diantaranya telah diakomodir dalam aturan mengenai asas pelayanan publik pada pasl 4 huruf f, dan dalam pasal 18 khususnya mengenai hak masyarakat. Pasal 20 ayat (2) mengenai standard pelayanan, pasal 35 mengenai pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik, dan pada Bab VI pasal 39, khususnya mengenai peran serta masyarakat, pasal 40 mengenai penyelesaian pengaduan. Bahkan dalam ketentuan penutup, pasal 60 ayat (6) UU No. 25 tahun 2009 telah memandatkan pembentukan peraturan pemerintah (PP) mengenai Tata Cara pengikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik, dan dengan memberikan batas waktu pembentukan PP-PP tersebut paling lambat 6 bulan sejak UU No.25 Tahun 2009 diberlakukan. Keempat, Meskipun belum mengatur secara lengkap mengenai akses pelayanan bagi kelompok rentan, tetapi pada pasal 29 dan 30 UU Nomor 25 Tahun 2009 telah memberikan sedikit ruang mengenai pelayanan khusus. Pada ayat (1) UU tersebut, anatar lain berbunyi : “penyelenggara berkewajiban memberikan pelayanan dengan perlakuan khusus kepada anggota masyarakat tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat tertentu merupakan kelompok rentan, antara lain penyandang cacat , lanjut usia, wanita hamil, anak-anak, korban bencana alam, dan korban bencana sosial.
Beberapa argumentasi mengapa UU pelayanan publik diangap penting dan harus segera diimplementasikan. Pertama, UU No.25 Tahun 2009 merupakan salah satu terobosan yang akan menjadi pintu masuk bagi upaya percepatan reformasi di bidang pelayanan publik dengan menegakkan “paradigma hak”. Muatan hak dasar terutama dapat dilihat dari beberapa aturan hukum yang menjadi rujukan konsideran, diantaranya : UUD Negara RI Tahun 1945, khususnya pasal pasal yang mengatur tentang perlindungan HAM (Pasal 27, 28A, 28B, 28D, 28H, 28I dan Pasal 34), dan UU Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Konvensi Internasional EKOSOB. Kedua, UU Nomor 25 Tahun 2009, tidak hanya mengatur pelayanan publik yang diselengarakan oleh Pemerintah (Government), namun juga menjangkau pengelolaan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pihak swasta. Pengaturan ruang lingkup pelayanan publik dalam UU ini secara tegas ada dalam ketentuan umum. Hal ini penting untuk memastikan bahwa hak warga Negara untuk mendapatkan pelayanan yang adil dan berkualitas, baik yang selama ini dilakukan oleh para penyelenggara di instansi pemerintah maupun swasta tetap dapat terlindungi. Mengingat nampaknya semakin lama akan semakin banyak pelayanan publik yang dikelola oleh sektor swasta. Ketiga, Partisipasi masyarakat dalam pembentukan UU No.25 Tahun 2009 dapat dikatakan menjadi perspektif yang memperkuat
10 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2010
Perlakuan khusus kepada masyarakat tertentu tersebut, diberikan tanpa tambahan biaya. Kelima, Dalam Bab VIII UU Pelayanan Publik, diatur bahwa pengaduan bisa menggunakan tiga jalur: internal, eksternal (melalui Ombudsman), dan melalui DPR. Khusus mengenai penyelesaian pengaduan oleh Ombudsman, UU Pelayanan Publik melalui pasal 50 ayat (5) mengatur satu pasal yang sifatnya memperkuat UU Ombudsman RI (ORI), yaitu UU NO.37/2008a. khususnya mengenai tugas dan kewenangan Ombudsman. Keenam, UU Nomor 25b. Tahun 1999, cukup tegas dan lengkap mengatur mengenai sanksi terhadap pelanggaran beberapa pasal yang cukup krusial. Jenis sanksi yangc. diberikan berjenjang, mulai dari sanksi yang ringan hingga berat. Contohnya, bagi penyelenggara yang tidakd. menyusun standar pelayanan, dan tidak melibatkan masyarakat dalam dikenakan sanksi paling rendah penurunan jabatan dan paling tinggi adalah pemberhentian. Begitu pula bagi pelanggaran terhadap pasal kewajiban penyelenggara dapat dikenakan sanksi pencabutan izin. Daan apabila aturan mengenai sanksi tersebut dapat diimplementasikan dengan konsisten, maka UU 25/12009 tentang Pelayanan Publik, dapat menjadi kebijakan pengaturan untuk memberi efek jera bagi penyelenggara pelayanan publik di Indonesia dan dapat memaksa institusi penyelenggara untuk mereformasi diri.
3. Posisi Masyarakat Sipil Dalam Mensikapi UU Pelayanan Publik Lahirnya UU No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik tentu tidak serta merta akan membuat penyelenggaran pelayanan publik, baik di sektor pemerintah maupun sektor swasta di Negara kita dapat berubah menjadi lebih baik. Paling tidak dibutuhkan empat faktor yang mempengaruhi penyelenggaraan pelayanan publik, yaitu : Lahirnya Peraturan Pemerintah sebagai aturan pelaksanaan yang diamanatkan dalam UU tersebut; Sosialisasi dan penguatan kapasitas bagi penyelenggara pelayanan publik dalam rangka memahami isi UU tersebut; Penyadaran kritis dan pemberdayaan terhadap warga dalam proses pelayanan publik; Optimalisasi pengawasan, baik yang dilakukan oleh DPR, DPRD, Ombudsman RI maupun oleh organisasi masyarakat sipil (ormasormas dan LSM). Untuk konteks kesiapan Organisasi masyarakat Sipil (OMS) dalam mengawal dan mengawasi implementasi UU No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik tentu akan melakukan konsolidasi dengan melakukan pertemuan nasional yang telah melibatkan sekitar 80 lembaga (OMS), yang telah diselenggarakan pada tanggal 6-9 Agustus 2010 yang lalu di Ciloto, Bogor. Pertemuan OMS telah menghasilkan Roadmap OMS dalam mengawal implementasi UU Pelayanan Publik. OMS telah mempersatukan pemahaman dengan
11 Jurnal Madani Edisi II/ Nopember 2010
publik yang berkualitas, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan (akuntabel). Tuntutan pelayanan yang berkualitas tersebut, sangat bisa diterima mengingat perkembangan masyarakat kita yang secara social dan ekonomi mengalami peningkatan, seperti tingkat penghasilan, perbaikan tingkat pendidikan, kesadaran sebagai warga Negara yang membaik di era demokrasi. Pendek kata msyarakat kita semakin cerdas dalam mengkritisi dan mensikapi kinerja pelayan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah. Dengan hadirnya dan dilaksanakannya UU No.25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik, maka kewajiban pemerintah untuk menyediakan pelayanan publik berkualitas tidak dapat ditunda-tunda lagi. Untuk mewujudkan ketersediaan pelayanan publik yang berkualitas sekaligus sebagai implementasi UU tersebut, jajaran pemerintahan baik di pusat maupun pemerintah daerah mesti bekerja keras melakukan pembenahanpembenahan jajaran instansi dan dinas-dinas yang bertugas melayani publik. Langkah nyata yang mendesak dipenuhi adalah : 1. Segera merampungkan Peraturan Pemerintah (PP-PP) sebagai pelaksanaan UU pelayanan publik, hingga Perda-Perda bagi Pemda Provinsi, kabupaten dan Kota. 2. Segera disusun dan dilaksanakan SOP-SOP (Standar Operasional Pelaksanaan) tugas bagi petugaspetugas dilapangan atau yang digarda terdepan dalam pelayanan publik.
membangun visi bersama, yaitu : “Mewujudkan pelayanan publik yang dibangun atas dara partisipasi warga, ditandai dengan berjalannya peran dan fungsi pelayanan secara adil, tidak ada praktek-praktek yang diskriminatif, ramah, cepat dan terjangkau”. Untuk mewujudkan visi bersama tersebut, OMS berkomitmen untuk fokus melakukan pengawalan dan pengawasan terhadap empat hal : a. Reformasi institusi penyelenggara pelayanan publik melalui penguatan kelembagaan, dan sebagainya. b. Komitmen penyelenggara pelayanan publik untuk memberikan kases pelayanan kepada kelompok rentan dan warga berkebutuhan khusus lainnya. c. Mekanisme penanganan pengaduan, pengawasan dan penyelesaian sengketa yang efektif, efisien dan akuntable. Dalam konteks ini termasuk melakukan pengawasan terhadap pemberdayaan ORI sebagai lembaga pengawas. d. Penguatan masyarakat sipil untuk memperbesar tekanan rakyat terhadap Negara dan penyelenggara pelayanan publik agar memberikan pelayanan yang berpihak pada rakyat. 4. Tuntutan Pemenuhan Pelayanan Publik Yang Berkualitas Kesadaran dan pemahaman masyarakat yang semakin meningkat atas pelayanan publik telah mendorong kebutuhan pelayanan
12 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2010
dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik, serta untuk memberikan perlindungan bagi setiap warga Negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewennag di dalam penyelengaraan pelayanan publik. Hal ini sejalan dengan amanat UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Kehadiran Ombusman diharapkan akan mampu memenuhi amanat sebagaimana diatur dalam kedua UU tersebut diatas dengan menunjukkan kinerjanya yang effektif dalam : a. Penyelesaian kasus-kasus pelayanan publik (peran mediasi, konsiliasi, ajudikasi dan investigasi); b. Penguatan masyarakat tentang peran Ombudsman RI; c. Pengelolaan dan pengembangan manajemen internal kelembangaan; d. Pengembangan jaringan, kerjasama dan koordinasi eksternal. Dengan mengacu pada kinerja yang perlu ditunjukkan oleh ORI dalam beberapa tahun ke depan, maka lembaga ini membutuhkan susunan komisioner dengan kualifikasi keahlian-keahlian sesuai dengan kebutuhan ORI, yang antara lain : 1. Memiliki pemahaman dan keahlian dalam menyelesaikan sengketa (mediasi, konsiliasi, dan ajudikasi); 2. Memiliki pemahaman dan keahlian melakukan pengawasan aktif (monitoring, evaluasi, dan investigasi) terhadap
3. Melaksanakan inovasi-inovasi baru dibidang pelayanan publik dengan peralatan modern dan canggih, yaitu Information Technology (IT) yang selama ini terbukti sangat membantu peningkatan kualitas pelayanan. 4. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah mesti segera melakukan pembenahan dan peningkatan kualitas SDM personel yang mengawaki tugas-tugas pelayanan publik. 5. Apabila keempat hal diatas telah dapat dilakukan, maka pemerintah harus konsisten menjaga kualitas dan kinerja pelayanan publik, dengan melakukan pengawasan dan evaluasi yang ketat atas progress (kemajuan) pelayanan publik, sehingga masyarakat merasa puas dan mendapatkan jaminan atas kepastian dan kualitas pelayanan publik. 5. Hadirnya Ombusman Republik Indonesia Ombusman Republik Indonesia atau disingkat ORI, merupakan lembaga yang eksistensinya diatur berdasarkan UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombusman Republik Indonesia. Pada Pasal 6 UU tersebut bahwa ORI berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselengarakan oleh Penyelenggara Negara dan Pemerintah, baik di pusat maupun di daerah. Hadirnya fungsi pengawasan oleh ORI ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai 13
Jurnal Madani Edisi II/ Nopember 2010
3.
4.
5.
6.
penyelenggaraan pelayanan publik. Memiliki keahlian dalam hukum administrasi dan administrasi public untuk penyelesaian kasuskasus mal-administrasi (kesalahan administrasi); Mempunyai kemampuan komunikasi publik untuk meningkatkan kepercayaan dan partisipasi aktif kepada publik; Memiliki kapasitas dalam pengelolaan dan pngembangan kelembagaan, serta pengelolaan dan pengembangan program. Memiliki kemampuan untuk mengembnagkan jaringan, kerjasama dan koordinasi dengan lembaga-lembaga pengawas lainnya, lembaga-lembaga Negara, media massa, perguruan tinggi dan organisasi masyarakat sipil.
b.
c.
d. 6. Rekomendasi Untuk mempercepat pemenuhan akses pelayanan publik yang adil dan berkualitas, dengan mendorong implementasi UU No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, maka dapat diberikan beberapa rekomendasi penting sebagai berikut : a. Berbagai lini di pucuk pemerintahan, Kepala pemerintahan, dari yang tertinggi yaitu Presiden, Gubernur, hingga Bupati dan Walikota hendaknya bersikap kritis melakukan pengawasan terhadap jajaran yang menjadi level tanggung jawabnya, khususnya terhadap instansi-instansi dan unit kerjaunit kerja yang melaksanakan
tugas pelayanan publik agar mengimplementasikan UU No.25 tahun 2009. Mendorong terus dilakukan sosialisasi yang seluas-luasnya terhadap masyarakat mengenai perlunya implementasi UU dimaksud, dan memastikan bahwa masyarakat dapat memahami bahwa pelayanan publik harus dilaksanakan secara berkualitas dan berkeadilan. Kekuatan masyarakat sipil, baik Ormas mapun LSM, perlu turut serta dalam mengawal implementasi UU No.25 Tahun 2009 tantang pelayanan publik, dan membangun satu mekanisme komunikasi dan koordinasi yang efektif sebagai komitmen untuk mendorong terus reformasi penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia. Pemerintah pusat, khususnya jajaran Kementerian Dalam Negeri perlu mendorong kesiapan Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia, dengan dinasdinasnya dan unit kerja–unit kerjanya di bidang pelayanan publik, dengan memberikan arahan kebijakan (dengan memberikan pedoman-pedoman pelayanan publik) dan targettarget pelaksanaan yang mesti dicapai, serta memberikan evaluasi serta sanksi-sanksi bagi pemda-pemda yang gagal dalam implementasi pengelolaan pelayanan publik di daerahnya.
14 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2010
Daftar Pustaka : Prasojo, Eko. 2009. Reformasi Kedua : Melanjutkan Estafet Reformasi, Jakarta. Penerbit Salemba Empat. Sedarmayanti. 2009. Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, dan Kepemimpinan Masa Depan, (Mewujudkan Pelayanan Prima dan Keoemerintahan Yang Baik). Bandung. PT. Refika Aditama. Samsudin, Sadili. 2005. Manajemen Sumberdaya Manusia, Bandung. Pustaka Setia. Winardi. 2008. Manajemen Perubahan (Management of Change), Jakarta. Kencana Prenada Media Grup. Dokumen : UU Nomor 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Makalah dan pandangan MP3 (Masyarakat Peduli Pelayanan Publik), yang disampaikan pada tanggal 12 Januari 2011. *****
15 Jurnal Madani Edisi II/ Nopember 2010