RUANG KAJIAN
PENGEMBANGAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR MELALUI PENGEMBANGAN KEDAI PESISIR Oleh : Rahmat Nuryono
Abstract The development of coastal shops is meant as an effort to reduce economical burden of coastal society. It means that this activity will help coastal society that in one side, they have low income economy but they have to follow the large outcome that has to be spent, both in the time of shipping and also for their daily needs. Institutionally, the coastal shop is organized professionally by franchise approaching, and is prepared as cooperation law firm. Therefore, the profit of the gotten result of the coastal shop will be enjoyed later by the coastal society. Keywords: coastal society, economical society, cooperation institution
A. Pendahuluan Masyarakat miskin yang tinggal di daerah pesisir sebagai nelayan selama ini merasakan adanya penurunan tangkapan yang cukup drastis. Hal ini disebabkan terdesaknya para nelayan miskin oleh para pemodal besar dan pencurian ikan oleh nelayan
negara lain yang menggunakan perahu dan peralatan lebih modern yang merambah kawasan pesisir. Sedangkan nelayan miskin kebanyakan tidak memiliki pemahaman dan ketrampilan dalam melakukan penangkapan ikan yang cenderung berbuat merusak habitat yang akibatnya juga mengurangi populasi ikan,
serta kemampuan prasarana/sarana, teknologi yang kurang mendukung untuk memperoleh hasil yang memadai. Upaya yang perlu dilakukan pemerintah dalam memperluas kesempatan masyarakat miskin di kawasan pesisir dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya, diantaranya adalah program peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir, khususnya nelayan dan pembudidaya ikan kecil, penguatan lembaga dan organisasi masyarakat nelayan, Peningkatan dalam pemeliharaan daya dukung serta mutu lingkungan pesisir dan kelautan serta peningkatan keamanan berusaha bagi nelayan serta pengamanan sumber daya kelautan dan pesisir dari pencurian dan perusakan.
bantuan modal, peralatan tangkap dan teknologi untuk mendukung pengembangan ekonomi masyarakat pesisir, pemberdayaan ekonomi bagi perempuan di kawasan pesisir, dan juga peningkatan pengawasan kegiatan ekonomi pesisir dengan melibatkan masyarakat pesisir melalui patroli keamanan wilayah laut dan pesisir berbasis masyarakat Kebijakan dalam upaya peningkatan produktivitas, produksi, daya saing dan nilai tambah produk perikanan harus diarahkan untuk peningkatan pemanfaatan sumber daya perikanan dalam mendukung ekonomi dan tetap menjaga kelestariannya. Disamping itu Pembangunan kelautan dan perikanan diharapkan meningkatkan kontribusi pembangunan ekonomi nasional antara pembentukan investasi, meningkatkan devisa negara, meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan kesempatan kerja baru serta memperkuat ketahanan pangan nasional.
Program pengembangan sumber daya kelautan dan perikanan itu sendiri pada dasarnya dilakukan dengan sasaran untuk mengembangkan kapasitas masyarakat pesisir dalam pengelolaan sumber daya pesisir yang berkelanjutan, melakukan pemberdayaan kelembagaan nelayan untuk meningkatkan posisi tawar terhadap harga-harga hasil tangkapan nelayan dan dalam pengambilan keputusan, melaksanakan regulasi yang mengatur kawasan penangkapan ikan dan pengakuan atas tradisi lokal masyarakat pesisir, optimalisasi daya guna potensi sumber daya kelautan dan pesisir, koordinasi berbagai sumber
Sehingga kebijakan umum pembangunan kelautan dan perikanan adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan yang harus berorientasi pada kepentingan nasional, antara lain meningkatkan kesejahteraan masyarakat, devisa negara, memenuhi kebutuhan masyarakat; setiap kegiatan pembangunan pesisir, pulau-pulau
79 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
Pengembangan Kedai Pesisir. dimaksudkan sebagai upaya untuk mengurangi beban ekonomi masyarakat pesisi dalam arti bahwa kegiatan ini akan membantu masyarakat pesisir yang di satu sisi memiliki pendapatan ekonomi yang rendah tetapi harus mengikuti besarnya beban pengeluaran yang harus dikeluarkan, baik di waktu melaut maupun untuk kebutuhan sehari-harinya. Secara kelembagaan Kedai Pesisir ini dikelola secara profesional dengan pendekatan waralaba dan dipersiapkan berbentuk badan hukum koperasi, sehingga keuntungan hasil usaha yang diperoleh kedai pesisir ini nantinya akan dinikmati kembali oleh masyarakat pesisir.
kecil dan lautan harus memenuhi kriteria pembanguan berkelanjutan (sustainable development) yakni secara ekonomi efisien dan optimal (economically sound), secara sosial budaya berkedilan dan dapat diterima (social-culturally accepted and just), secara ekologis tidak melampaui daya dukung lingkungan (environmental friendly), secara politis memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa; pelaksanaan pembangunan berdasarkan pendekatan wilayah terpadu (integrated regional approach), berorientasi pada pemberdayaan kelembagaan masyarakat, sehingga meminimkan beban anggaran negara. Masyarakat pesisir di Indonesia saaat ini, mendiami 8.090 desa dan diperkirakan berjumlah 16,42 juta jiwa, sedangkan pola hidupa dan taraf hidupnya diperkirakan 28% dari populasinya tergolong masyarakat miskin. Hal ini sangat kontradiktif jika dibandingkan dengan potensi sumber daya kelautan dan perikanan di Indonesia yang sangat berlimpah tetapi masyarakat pesisir yang menggantungkan hidupnya dari sektor kelautan hidup dalam kemiskinan. Sejak tahun 2003 Departemen Kelautan dan Perikanan melakukan beberapa upaya meningkatkan kondisi ekonomi masyarakat pesisir di antaranya Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP).
Demikian pula dengan penanganan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) baik yang terkena dampak bencana tsunami secara langsung maupun karena kemiskinan secara ekonomi diperlukan upaya perbaikan taraf hidup dan kondisi ekonomi masyarakat pesisir dengan penyediaan sarana/prasaran dan akses ekonomi yang lebik baik. Sehingga kegiatan penyediaan prasarana ekonomi dalam bentuk pengembangan kedai pesisir (the coastal minishop) ini diharapkan dapat menumbuhkan kegiatan ekonomi masyarakat NAD yang lebih maju dan dapat dikembangkan untuk memperluas
80 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
usaha-usaha produktif masyarakat pesisir lainnya.
sejumlah tempat pelelangan ikan (TPI) kecil di 18 kabupaten/kota. Selain itu terdapat 36.600 hektar tambak, sebagian besar tambak semi intensif yang dimiliki petambak bermodal kecil.
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) sebelum terjadi bencana tsunami 26 Desember 2004, di sektor perikanan mampu meyumbangkan 6,5 persen dari Pendapatan Daerah Bruto (PDB) senilai 1,59 triliun pada tahun 2004 (Dinas Perikanan dan Kelautan NAD 2005). Potensi produksi perikanan tangkap mencapai 120.209 ton/tahun sementara perikanan budidaya mencapai 15.454 ton/tahun pada tahun 2003 (Dinas Perikanan dan Kelautan NAD 2004). Industri perikanan di NAD menyediakan lebih dari 100.000 lapangan kerja, 87 persen (87.783) di sub sektor perikanan tangkap dan sisanya (14.461) di sub sektor perikanan budidaya. Sekitar 53.100 orang menjadikan perikanan sebagai mata pencaharian utama. Namun demikian, 60 persen adalah nelayan kecil menggunakan perahu berukuran kecil. Dari sekitar 18.800 unit perahu/kapal ikan di Aceh, hanya 7.700 unit yang mampu melaut ke lepas pantai. Masyarakat nelayan di NAD sebagian besar menggunakan alat tangkap pancing (hook and line). Alat tangkap lain adalah pukat, jaring cincin (purse seine), pukat darat, jaring insang, jaring payang, jaring dasar, jala dan lain-lain. Infrastruktur penunjang industri ini meliputi satu pelabuhan perikanan besar di Banda Aceh, 10 pelabuhan pelelangan ikan (PPI) utama di 7 kabupaten/kota dan
Akan tetapi ketika bencana tsunami terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam diperkirakan lebih dari 9.563 unit perahu hancur atau tenggelam, termasuk 3969 (41,5%) perahu tanpa motor, 2369 (24,8%) perahu bermotor dan 3225 (33,7%) kapal motor besar (5-50 ton). Selain itu, 38 unit TPI rusak berat dan 14.523 hektar tambak di 11 kabupaten/kota rusak berat. Total kerugian langsung akibat bencana tsunami diperkirakan mencapai Rp 944.492,00 (50% dari nilai total aset), sedangkan total nilai kerugian tak langsung mencapai Rp 3,8 milyar. Kerugian ekonomi paling besar berasal dari hilangnya pendapatan dari sektor perikanan (tangkap dan budidaya). Hilangnya sejumlah besar nelayan, hilang atau rusaknya sarana dan prasarana perikanan termasuk alat tangkap dan perahu serta kerusakan tambak menjadikan angka kerugian sedemikian besarnya. Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Aceh Jaya merupakan daerah terparah yang terkena secara langsung bencana tsunami tahun 2004 dan menghancurkan banyak sarana dan prasarana ekonomi saja bahkan ribuan masyarakat pesisir di kedua
81 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
kabupaten ini harus kehilangan nyawanya. Sedangkan ratusan ribu jiwa masyarakat pesisir yang selamat hingga kini kehidupannya belum berlangsung normal walaupun sudah menunjukan peningkatan. Sedangkan Kabupaten Nagan raya walaupun tidak terlalu parah terkena bencana tsunami tetapi dampak ekonomi yang belum pulih di sektor perikanan dan aspek ekonomi masyarakat pesisir masih dirasakan hingga sekarang.
2.
3.
4.
Dengan dasar uraian kondisi ekonomi dan kehidupan masyarakat pesisir di ketiga kabupaten tersebut diatas, kegiatan Pengembangan Kedai Pesisir ini diharapkan mampu memulihkan kondisi perekonomian masyarakat pesisir dan mengembangkan usaha ekonomi produktif lainnya yang berguna bagi peningkatan taraf hidup masyarakat pesisir di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam.
5.
dengan harga terjangkau (affordable price) Membantu masyarakat nelayan yang bermata pencaharian sebagai nelayan untuk menyediakan kebutuhan melaut dengan harga yang relatif murah Membuka kesempatan kerja dan meningkatkan usaha ekonomi produktif masyarakat pesisir pada umumnya Mempersiapkan tenagatenaga profesional sebagai pengelola kedai pesisir Mengembangkan kelembagaan kedai pesisir menjadi usaha ekonomi produktif yang berbadan hukum
B. Kerangka Pemikiran Program Pengembangan kedai pesisir akan dikembangkan lebih besar skalanya dalam upaya turut membantu masyarakat pesisir dalam penyediaan barang-barang kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan untuk keperluan melaut dengan harga yang terjangkau khususnya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Berdasarkan kajian potensi ekonomi dan kondisi daerah tersebut di atas, diperlukan upaya yang komprehensif dan simultan serta mengikutsertakan para stake holder (pemangku kepentingan), baik pemda setempat, tokoh masyarakt, dan tokoh agama sehingga kegiatan pengembangan kedai pesisir ini dn apat
Tujuan yang dicanangkan dalam Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) melalui Pengembangan Kedai Pesisir ini adalah sebagai berikut : 1. Membantu masyarakat pesisir yang rata-rata berpenghasilan rendah untuk mendapatkan berbagai jenis barang kebutuhan hidup sehari-hari
82 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
berlangsung secara berkelanjutan dengan dukungan masyarakat pesisir di sekitarnya.
ekonomi masyarakat. Pemberdayaan ekonomi yang menjadi tujuan disini adalah pemberdayaan dalam arti luas, tidak hanya berdaya dalam ekonomi tetapi juga dalam politik, sosial dan budaya. Untuk mencapai tujuan pemberdayaan tersebut maka metode yang dipakai dalam melaksanakan program ini adalah metode partisipatoris. Metode ini dipilih karena dengan melibatkan sebanyak mungkin masyarakat dalam semua proses program akan meningkatkan efektifitas program. Pemberdayaan masyarakat yang menjadi tujuan program ini dapat dicapai apabila masyarakat terlibat dalam proses awal sampai akhir, dari identifikasi, merumuskan masalah, mencari alternatif pemecahan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Keterlibatan disini bukan dalam arti mobilisasi tetapi sikap sukarela masyarakat untuk membantu keberhasilan program. Sikap sukarela ini timbul karena rasa memiliki (sense of belonging) dari masyarakat, sehingga diharapkan program tersebut akan berkelanjutan (sustainable).
Manfaat yang diperoleh dari hasil kegiatan pengembangan kedai pesisir ini, terkait pula dengan upaya mengatasi kemiskinan ekonomi masyarakat pesisir serta perbaikan taraf hidup dan akses ekonomi yang lebik baik. Sehingga kegiatan penyediaan prasarana ekonomi dalam bentuk pengembangan kedai pesisir (the coastal minishop) ini diharapkan dapat menumbuhkan kegiatan ekonomi masyarakat pesisir di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, baik yang bermatapencaharian sebagai nelayan, pembudidaya perikanan maupun masyarakat lainnya dapat lebih maju secara ekonomi dan dapat kegiatan ini dikembangkan dengan memperluas usaha-usah produktif lainnya yang berguna bagi masyarakat pesisir lainnya. Kegiatan Pengembangan Kedai Pesisir ini yang mempunyai tujuan meningkatkan taraf hidup ekonomi masyarakat pesisir dengan ketersediaan berbagai kebutuhan sehari-hari dengan harga terjangkau ini difokuskan pada masyarakat pesisir. Konsep pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir menjadi pilihan karena selama ini program dan kegiatan pembangunan yang menjadikan masyarakat sebagai obyek berjalan tidak afektif dan hanya memperburuk kondisi
Pelibatan masyarakat ini dilakukan pada setiap tahap program, dengan proporsi yang berbeda di setiap tahapan kegiatan. Keseluruhan tahapan kegiatan program ini adalah: identifikasi, konstruksi, pendampingan dan rekrutmen sdm pengelola,
83 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
pelatihan, pendanaan, monitoring dan evaluasi.
Kegiatan pengembangan kedai pesisir ini dilaksanakan secara sinergi atau menyeluruh pada tiap aspek kelangsungan usaha kedai pesisir baik permodalan, operasional kedai, pemasaran, SDM, maupun pengelolaan manajemen usaha secara keseluruhan. 4. Keberlanjutan. Kegiatan pengembangan kedai pesisir ini dilakukan secara berkesinambungan dan memperhatikan keberlangsungan serta keberlanjutan program di masa yang akan datang
Oleh karena itu kegiatan pengembangan kedai pesisir mempunyai prinsip yang berfokus pada kepentingan masyarakat pesisir utamanya peningkatan taraf hidup ekonomi. Prinsip-prinsip kegiatan pengembangan kedai pesisir ini adalah : 1. Partisipasi Kegiatan pengembangan kedai pesisir ini harus mampu melibatkan banyak pihak atau kalangan baik perorangan maupun kelompok dan institusi terutama pihak-pihak pemangku kepentingan (stakeholder) yang akan memberikan kontribusi terhadap keberhasilan kegiatan ini 2. Keberpihakan Kegiatan pengembangan kedai pesisir ini merupakan salah satu wujud komitmen pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup ekonomi masyarakat pesisir abaik yang bermatapencaharian sebagai nelayan, bermatapencaharian sebagai pembudidaya perikanan, atau yang bermatapencaharian di luar seebagi nelayan dan pembudidaya perikanan dan tidak memiliki akses sumber ekonomi yang kuat dimana sebagian besar adalah masyarakat berpenghasilan rendah 3. Keterpaduan
C. Metodologi Kegiatan C.1. Pendekatan Tahap Identifikasi Tahap awal dalam kegiatan ini adalah identifikasi atau pemetaan masalah. Hal ini dilakukan dengan tujuan antara lain agar pelaksana benar-benar mengetahui kondisi masyarakat, sehingga dapat memperkirakan strategi yang tepat dan melakukan penyesuaianpenyesuaian didalam implementasi. Di pihak masyarakat, identifikasi masalah ini bertujuan agar tidak terjadi kesenjangan antara tujuan kegiatan dengan tujuan masyarakat, sehingga masyarakat memperoleh manfaat proyek ini secara maksimal. Untuk merumuskan kebutuhan masyarakat atau komuniti
84 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
tersebut dibutuhkan metode dan cara yang efektif secara partisipatoris, di antaranya metode Participatory Action Research (PAR), Focus Group Discussion (FGD) atau brainstorming dengan masyarakat setempat sehingga dapat digali informasi-informasi penting yang dapat memberi gambaran secara lengkap mengenai kondisi dan keinginan masyarakat. 1.
Berdasarkan temuan (informasi) awal tersebut, identifikasi ini kemudian mengkajinya secara teoritis dan membuat konsep-konsep operasional setiap tahapan kegiatan di lapangan. Kategori di atas kemudian dijadikan sebagai dasar pijakan pelaksana kegiatan dalam mengembangkan desain program yang lebih detail. Selanjutnya, orientasi perilaku ekonomi masyarakat pesisir menjadi fokus identifikasi ini sebagai rekomendasi awal untuk tahap pelaksanaan. Pengembangan informasi dilakukan di lapangan dengan melakukan identifikasi di lapangan dan mengkaji serta mengikuti aktivitas masyarakat dan menggali latar belakang sosial dengan menggunakan tape recorder dan panduan wawancara. Pengambilan data para informan akan dihentikan apabila sudah dianggap mencukupi.
Penentuan Informan dan Pengumpulan Data Kegiatan identifikasi ini mengkaji secara mendalam startegi pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir. Oleh sebab itu, masyarakat pesisir, lembaga-lembaga maupun perorangan yang terlibat dalam aktivitas ekonomi masyarakat pesisir ini menjadi sumber data utama dalam penelitian ini. Penelusuran sumber data menggunakan teknik theoritical sampling dan teknik snowball. Teknik sampling teoritis ini digunakan ketika awal turun ke lokasi penelitian, yaitu dengan mendasarkan kriteria yang ditemukan di lapangan yang didasari pada konsep yang didapatkan dari informasi awal. Informasi awal ini didapatkan dari aparat kecamatan dan desa, ketua dusun, ketua Rukun Warga dan para aktivis LSM yang peduli terhadap masalah masyarakat pesisir.
Data primer selain digali dari informan kunci dalam mendapatkan informasi tambahan dan juga melakukan cross-check sejumlah bahan, data dan informasi dengan menggali informasi dari masyarakat desa, tokoh masyarakat (pemuka agama, pemimpin politik lokal, pemimpin informal yang ada
85 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
dalam masyarakat tersebut) dan aparat pemerintahan lokal (kepala desa, camat, pamong desa, petugas lapangan).
dipertanggungjawabkan, diantaranya adalah: a. Kantor Badan Pusat Statistik setempat, yaitu untuk memperoleh data: kependudukan (komposisi penduduk menurut umur, jenis kelamin, pekerjaan dan sebagainya), kondisi ekonomi (produksi, konsumsi, saving dan sebagainya), jumlah dan kondisi sarana dan prasarana publik, dan laporan lainnya. b. Dinas Kelautan dan Perikanan setempat, untuk mendapatkan data: jumlah nelayan pemilik, jumlah nelayan buruh, jumlah pembudidaya perikanan, mekanisme kerja sektor perikanan tradisonal, sistem penggajian/bagi hasil, penjualan hasil tangkapan, jumlah TPI, pendanaan, manajemen resiko dan sebagainya. c. Bapeda Kabupaten setempat, dengan sumber data: Evaluasi Program Restrukturisasi Aceh 2005, Evaluasi Pembangunan 2005, PDRB Kabupaten 2001-2006, Rencana Tata Ruang Wilayah Pasca Tsunami, Media Informasi dan Investasi Kabupaten 1997-2005, d. Dinas lain yang terkait, untuk mendapatkan data: jumlah pelaku usaha kecil,
Pertimbangan digunakannya tiga sumber informasi bertujuan untuk melakukan pengujian data atau komparasi informasi ketiga sumber, yaitu data primer yang berasal dari key informan, informasi dari aparat pemerintah dan datadata sekunder. Data-data primer didapatkan dari kehidupan keseharian masyarakat pesisir (everyday life). Oleh karena itu, penggalian data primer mempergunakan observasi partisipasi (partisipant observation) dan wawancara langsung dan mendalam (depth interview) dengan mempergunakan pedoman wawancara (guide interview) yang terbuka. Selain itu, kegiatan identifikasi ini juga mempergunakan data sekunder dapat lebih diperkaya melalui studi pustaka, dengan melakukan kajian literatur, dokumentasi, arsip dan dan kegiatan lain yang sejenis dan dianggap relevan dengan permasalahan kegiatan ini. Perolehan data dan informasi lainnya dalam kegiatan ini dijaring dari berbagai sumber sekunder, yang dapat
86 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
jenis usaha, kapasitas produksi, distribusi produk, modal dan sistem pendanaan, pasokan bahan baku, jumlah pekerja dan penggajian dan sebagainya.
dapat bersumber dari daerah atau kawasan setempat. Sumber daya alam dan pengolahan bahan bangunan yang berasal dari daerah setempat dapat digunakan dan difungsikan secara optimal untuk membangun kedai pesisir dengan tanpa mengurangi kualitas bangunan dan peralatan lainnya sesuai dengan pedoman pembangunan kedai pesisir yang sudah ada. 3. Rekrutmen dan pengerahan tenaga kerja pembangunan kedai pesisir bersumber dari masyarakat setempat Pengerahan tenaga kerja dari masyarakat setempat untuk membangun kedai pesisir diharapkan mampu mendekatkan kegiatan ini dengan kepentingan masyarakat dalam rangka membuka kesempatan kerja. Disamping itu pemanfaatan tenaga kerja setempat dapat mengurangi kesenjangan kepentingan (interest gap) antara kegiatan pemerintah dengan kebutuhan ekonomi masyarakat setempat. 4. Mekanisme pelaksanaan pembangunan menyesuaikan dengan karakteristik dan kebiasaan masyarakat pesisir setempat Pelaksanaan konstruksi kedai pesisir yang membutuhkan waktu 3 bulan harus menyesuaikan dengan kepentingan adat, norma, budaya dan nilai-nilai
C.2. Pendekatan dan Strategi Kegiatan Tahap Konstruksi Pendekatan dan strategi kegiatan pembangunan (tahap konstruksi) Kedai Pesisir ini dilakukan dengan prinsip mendayagunakan sumber daya yang dimiliki daerah tersebut baik sumber daya alam maupun kemampuan SDM atau masyarakat pesisir setetmpat sebagai penentu arah berjalannya kegiatan ini. Pendekatan dan strategi kegiatan ini adalah sebagai berikut : 1. Sumber Perencanaan Lokasi dan letak Pembangunan merupakan prakarsa dan inisiatif dari masyarakat pesisir di sekitarnya. Orientasi pembangunan kedai pesisir harus bertumpu pada kepentingan masyarakat pesisir setempat dengan tujuan untuk meningkatkan kehidupan ekonomi yang berkesinambungan dengan berjalannya pembangunan konstruksi kedai pesisir. 2. Penyediaan bahan bangunan dan bahan lainya untuk membangun konstruksi kedai dan peralatan kedai lainnya
87 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
masyarakat setempat baik yang berkaitan dengan waktu pelaksanaan, mobilisasi bahan bangunan dan peralatan selama konstruksi, dampak lingkungan seperti kebisingan dan polusi debu serta pemanfaatan lahan yang sesuai.
masyarakat dan keuntungannya diperuntukkan untuk kesejahteraan masyarakat.
Pada saat konstruksi bangunan Kedai Pesisir dikerjakan, maka pada saat menunggu selesainya konstruksi bangunan dan kelengkapannya, dilakukan kegiatan penyiapan masyarakat dan calon pengelola kedai pesisir yang akan mengelola serta memanfaatkan Kedai Pesisir. Aktivitas ini lebih dikenal dengan istilah pendampingan masyarakat.
Dengan demikian target yang harus dipenuhi sebelum beroperasinya Kedai Pesisir adalah: Mendapatkan calon pengelola (SDM) kedai pesisir yang memenuhi kualifikasi yang disyaratkan Mempersiapkan dan memberikan pemahaman kepada masyarakat setempat agar dapat menerima kehadiran Kedai Pesisir yang bermanfaat bagi kepentingan ekonominya Mempersiapkan kelembagaan (instutution building) Kedai Pesisir baik kelembagaan manajemen operasional maupun kelembagaan secara legal formal dan berbadan hukum.
Tujuan dari pendampingan masyarakat ini secara umum adalah terjadinya proes transformasi pada masyarakat, dari yang sebelumnya biasa memperoleh kebutuhan pokok dan kebutuhan produksi di kota atau di warung setempat nantinya dapat terpenuhi kebutuhan tersebut untuk dapat diperoleh di Kedai Pesisir. Kedai Pesisir ini didesain untuk mewujudkan keterpaduan dengan kepentingan masyarakt pesisir sehingga nantinya akan menjadi milik masyarakat, dikelola oleh
Upaya memenuhi target diatas dilakukan dengan membuat pertemuan-pertemuan dengan kelompok masyarakat, baik melalui wadah yang sudah ada RT/RW maupun melalui wadah informal. Materi yang harus disampaikan pada pertemuan tersebut antara lain pengenalan program Kedai Pesisir, tujuan program, keberlanjutan program dan sebagainya. Sedangkan metode yang dipakai adalah Participatory Rural Appraisal (PRA) yaitu sebuah metode yang memungkinkan
C.3. Pendekatan Tahap Pendampingan dan Rekrutmen SDM
88 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
sebanyak mungkin partisipasi masyarakat untuk belajar mandiri. Seperti yang dikatakan oleh Chambers bahwa PRA memungkinkan orang-orang desa mengungkapkan dan menganalisis situasi mereka sendiri dan secara optimal merencanakan dan melaksanakan tekad tersebut di desanya sendiri (dalam Mikkelsen, 2003:75).
pengetahuan mengenai pengelolaan usaha bersama sampai bagaimana menyipkan kelembagaannya dan bagaimana terciptanya perilaku yang produktif bagi pasca beroperasinya Kedai Pesisir, dengan pelatihan ini masyarakat disiapkan untuk menerima kehadiran serta mengelola Kedai Pesisir. Sedangkan pelatihan yang ditujukan dapa calon pengelola Kedai Pesisir berupa pelatihan manajemen usaha, pembelanjaan, pelaporan dan sebagainya. Tujuan dari pelatihan ini adalah tersedianya SDM yang mampu mengelola usaha Kedai Pesisir sehingga usaha ini dapat berkembang dan menguntungkan bagi masyarakat yang terlibat langsung maupun tidak langsung serta dapat menjaga keberlanjutannya.
Selanjutnya untuk membekali para calon pengelola Kedai Pesisir akan diberikan pelatihan manajemen usaha, manajemen keuangan, promosi, pembelanjaan dan sebagainya, juga pelatihan yang menunjang seperti training motivasi, kewirausahaan, team building dan pengoperasian komputer. Satu hal perlu ditekankan bahwa karena nantinya Kedai Pesisir ini akan menjadi milik masyarakat setempat maka perlu juga dibekali pengetahuan mekanisme pelaporan keuangan yang transparan dan akuntabel.
1. Tipe Program Pelatihan Tipe program pelatihan dalam upaya meningkatkan kemampuan SDM calon pengelola dan masyarakat umum ini terbagi dalam 3 tipe yang mengacu pada konsep Patrick G. Boyle (1997:6-12) yakni : Tipe Program Developmental, Tipe pelatihan ini didahului dengan menidentifikasi masalah-masalah pokok yang dimiliki peserta atau masyarakat setempat yang kemudian diberikan
C.4. Pendekatan Tahap Pelatihan/Training Pelatihan dilakukan untuk dua macam kelompok sasaran, yaitu pelatihan untuk masyarakat dan pelatihan untuk calon pengelola Kedai Pesisir. Pelatihan yang ditujukan pada masyarakat berupa pelatihan kewirausahaan, pemberian motivasi dan pengembangan kelembagaan. Tujuan dari pelatihan masyarakat ini agar terjadi transformasi
89 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
pemahaman penanganan maslah tersebut dengan beberapa strategi. Strategi penanganan yang dimaksud harus mengacu pada tingkat pengetahuan kemampuan peserta, sikap perilaku dan kondisi riil masyarakat. Tipe Program Institusional. Tipe pelatihan ini berfokus pada pengembangan dan peningkatan kemampuan dasar peserta. Pengembangan kemampuan mencakup peningkatan pengetahuan, ketrampilan teknis dan merubah sikap yang relevan bagi kegiatan ini. Tipe Program Informasional. Tipe ini dilakukan berupa pertukaran informasi dan pengalaman antara trainer (instruktur) dengan peserta pelatihan. Fokus dari tipe program ini adalah memberikan penguatan mental dan moril peserta menjadi lebih baik.
difungsikan untuk memberikan pemahaman proses pembelajaran yang sifatnya informatif maupun knowledge Diskusi interaktif, dilakukan dengan memberikan peluang atau kesempatan seluruh peserta mengungkapkan kelebihan dan kekurangannya dan diberikan pula alternatif solusi Simulasi, dilaksanakan dengan merekayasa pelatihan yang desain mirip dengan kondisi atau kasus di lapangan Praktek lapangan, diselenggarakan dengan bantuan peralatan dan dilakukan pula lokasi di tempat kegiatan akan berlangsung
C.5. Pendekatan Tahap Direct Fund Delivery Pendekatan dan strategi kegiatan Pengembangan Kedai Pesisir tahap direct fund delivery ini lebih mendekatkan diri pada kepentingan kebutuhan pendanaan secara riil setiap tahapan kegiatan pembangunan Kedai Pesisir. Ketersedian dana, proses pencairan hingga penggunaan dana untuk kepentingan kegiatan dilakukan secara simultan dengan berpegang pada panduan pengeloalaan dana kegiatan. Pendekatan dan strategi kegiatan
2. Metode Pelatihan Metode pelatihan dapat dilakukan secara klasikal dengan beberapa metode: Belajar orang dewasa (adragogi), yang
90 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
tahap direct fund delivery ini adalah : 1. Pendekatan kuantitatif Pendekatan menitikberatkan pada segi kuantitas atau jumlah ketersediaan dana yang diberikan dalam program kegiatan ini. Kuantitas yang dimaksud harus mengacu pada kebutuhan dan pagu anggaran yang telah ditetapkan sehingga tidak akan terjadi penyimpangan atau kebocoran dana kegiatan. Ketersediaan jumlah dana akan diberikan kepada pelaksana kegiatan apabila sudah menyerahkan laporan perkembangan kegiatan dan pengajuan kebutuhan dana secara detail baik tahap konstruksi, pengadaan barang produk, pelatihan dan pendampingan hingga modal kerja awal operasional 2. Pendekatan kualitatif Pendekatan menitikberatkan pada segi kebutuhan dana yang ada dapat digunakan untuk kepentingan persiapan hingga operasionalnya kedai pesisir tanpa mengganggu kepentingan kegiatan lain yang masih berkaitan. 3. Pendekatan Fungsional Pendekatan menitikberatkan pada segi pemenuhan dana sesuai dengan sasaran dan tujuan yang sudah direncanakan dan bukan hanya melihat jumlah dana yang tersedia. Sehingga pendekatan ini lebiih berorientasi pada
seberapa besar beneficaries (tingkat kemanfaatan) secara ekonomi bagi masyarakat pesisir setempat dengan anggaran yang ada. C.6. Pendekatan Tahap Supervisi, Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan
Konsep dan pendekatan kegiatan supervisi, monitoring dan evaluasi ini lebih menitikberatkan pada keakuratan data, standarisasi proses monitoring dan supervisi, mekanisme pelaporan yang sudah ditentukan sebelumnya. 1. Supervisi merupakan kegiatan pengawasan atau penyeliaan yang terutama dilakukan unttuk mengontrol berbagai aspek kegiatan sejak kondisi awal hingga proses berlangsungnya kegiatan. Keberhasilan dalam kegiatan supervisi ini ditentukan oleh beberapa hal yaitu : kesesuaian data lapangan dengan data sekunder yang diperoleh, kemampuan pelaksana (supervisor) dalam memahami kondisi daerah tersebut serta perlengkapan dan mekanisme supervisi. 2. Monitoring adalah kegiatan atau usaha pemantauan yang dilakukan secara terus menerus yang berfungsi agar dapat dilakukan tindakan perbaikan atau koreksi pda saat berlangsung kegiatan
91 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
tersebut. Titik berat pelaksanaan monitoring ini terutama pada kualitas input (masukan), berlangsungnya proses kegiatan, dan hasil yang diperoleh kegiatan tersebut. 3. Evaluasi merupakan kegiatan penilaian terhadap segala macam kegiatan pengembangan kedai pesisir, agar dapat diketahui secara jelas apakah sasaran dan tujuan sudah tercapai. Kegiatan ini dapat dilakukan secara terus menerus tanpa harus menunggu hingga selesainya kegiatan. Fokus penilaian terletak pada hasil yang diperoleh pada tiap tahapan sudah mencapai sasaran atau tidak. 4. Pelaporan merupakan kegiatan pertanggungjawaban hasil pelaksanaan kegiatan. Laporan dapat disampaikan dalam bentuk penyampaian berita, keterangan, pemberitahuan ataupun pertanggungjawaban baik secara lisan maupun tertulis. Kegiatan pelaporan ini memiliki tujuan yaitu : sebagai sarana komunikasi dari pihak yang melapor kepada pihak yang dilapori agar memperoleh respon dan umpan balik sebagai alat untuk menjalin kerjasama, saling pengertian dan silaturahmi sebagai alat untuk merumuskan perencanaan,
pengendalian, penilaian, pengambilan keputusan atau kebijakan Sebagai sarana dalam rangka memperluas wacana, ide serta tukar menukar pengalaman.
Daftar Pustaka :
92 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
Chambers,
Covey,
Robert, 2002, Parcticipatory Rural Appraisal, Memahami Desa Secara Partisipatif, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Practise, Longman. Kartasasmita,
Stephen R, 1999, The Community of The Future, San Fransisco, Josey Bass Publisher.
Rasyid,
Friedman, John, 1999, Empowerment : The Politics of Alternative Development, Blackwell, Cambridge,
Ryass, 2002, Program Pembangunan Kecamatan dan Pedesaan terpadu, Aditya Media Publication, Jakarta,
Sumodiningrat, Gunawan, 2004, Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat, PT Bina Rena Pariwara,
Hayami, Yujiro dan Masako Kikuchi, 2003, Dilema Pembangunan Sosial Ekonomi Desa di Indonesia, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta Jim,
Ginandjar, 2001, Pembangunan untuk Rakyat : Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan, PT Pustaka Cidesindo Jakarta,
Rasyid, Ryass, 2000, Desentralisasi dalam Rangka Menunjang Pembangunan Daerah, PT Yarsif, Jakarta,
Erickson, eugen C, 2001, Communitis Left Behind, Alternative for Development North Central Center Rural Development, The Iowa State University Press.
Ife,
Melbourne,
1998, Community Development : Creating Community Alternative Vision, Analysis anda
93 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006