1
PEMANFATAAN EDAMAME (Glycine max) DAN LABU KUNING (Curcubita moschata) PADA PEMBUATAN KUE KERING SUMBER BETA KAROTEN UNTUK ANAK BALITA
WILDA YUSTISIA SYARIFAH
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfataan Edamame (Glycine Max) dan Labu Kuning (Curcubita Moschata) pada Pembuatan Kue Kering Sumber Beta Karoten untuk Anak Balita adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2016
Wilda Yustisia Syarifah I14120115
ABSTRAK WILDA YUSTISIA SYARIFAH. Pemanfataan Edamame (Glycine max) dan Labu Kuning (Curcubita moschata) pada Pembuatan Kue Kering Sumber Beta Karoten untuk Anak Balita. Dibimbing oleh EVY DAMAYANTHI. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan taraf terbaik produk kue kering berbahan dasar tepung edamame dan tepung labu kuning sebagai alternatif cemilan sumber beta karoten untuk anak balita. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan penambahan konsentrasi labu kuning dalam lima taraf, yaitu 0%, 13%, 17%, 20% dan 23%. Penentuan produk kue kering terpilih berdasarkan tingkat kesukaan panelis pada uji hedonik. Secara keseluruhan, kue kering dengan nilai tertinggi adalah kue kering dengan taraf penambahan labu kuning sebesar 20%. Hasil uji kruskal walis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada atribut aroma, rasa dan tekstur (p=0.0) namun tidak pada atribut warna (p=0.166). Kue kering terpilih dengan taraf 20% memiliki berat kandungan zat gizi air, abu, protein, lemak dan karbohidrat secara berurutan sebesar 5.41 g, 0.04 g, 16.05 g, 45.26 g, 33.24 g serta beta karoten sebesar 654.4 mcg dalam 100 gram produk. Produk kue kering edamame labu kuning terpilih memiliki kandungan energi sebesar 604.5 kkal dalam 100 g dan dapat diklaim sebagai pangan sumber beta karoten yaitu sebesar 24.79% berdasarkan Acuan Label Gizi (ALG). Kata kunci : beta karoten, edamame, kue kering, labu kuning
ABSTRACT WILDA YUSTISIA SYARIFAH. Utilization of Edamame (Glycine max) and Yellow Pumpkin (Curcubita moschata) on Cookies Making as Beta Carotene Source for Preschool Children. Supervised by EVY DAMAYANTHI. This research aims to obtain the best taraf of biscuit product made from edamame flour and yellow pumpkin flour as alternative source of beta carotene snack for preschool children. The experimental design used in this study is completely randomized design with the addition of yellow pumpkin concentration in five level,0%,13%, 17%, 20%, 23% and 0%. Determination of biscuit products are selected based preference level panelist on hedonic test.Overall, biscuit with the highest score is the addition of pumpkin extent of 20%.Kruskal walis test results indicate that there are significant differences in the attributes of aroma, flavor and texture (p = 0.0) but not on the color attributes (p = 0166).The selected biscuit with level of 20% has nutrient contents weight of water, ash, protein, fat and carbohydrates sequentially at 5.41 g, 0.04 g, 16.05 g, 45.26 g, 33.24 g and 654.4 mcg of beta carotene in 100 grams of product. The selected taraf contain 604.5 kkal in 100 gram and can be claimed as source of beta carotene in the amount of 24.79% based on Nutrition Label Reference. Key words : beta carotene, edamame, cookies, yellow pumpkin
PEMANFATAAN EDAMAME (Glycine max) DAN LABU KUNING (Curcubita moschata) PADA PEMBUATAN KUE KERING TINGGI BETA KAROTEN UNTUK ANAK BALITA
WILDA YUSTISIA SYARIFAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Judul Skripsi
Nama NIM
: “Pemanfataan Edamame (Glycine Max) dan Labu Kuning (Curcubita Moschata) pada Pembuatan Kue Kering Sumber Beta Karoten untuk Anak Balita” : Wilda Yustisia Syarifah : I14120115
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Rimbawan Ketua Departemen
Tanggal disetujui
:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret sampai dengan September 2016 ini ialah pengembangan produk, dengan judul “Pemanfataan Edamame (Glycine Max) dan Labu Kuning (Curcubita Moschata) pada Pembuatan Kue Kering Sumber Beta Karoten untuk Anak Balita sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS selaku dosen pembimbing yang selalu membantu dan telah sabar memberikan arahan dan bimbingan serta masukan dalam penyusunan karya ilmiah ini; 2. Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran dalam penyusunan karya ilmiah ini; 3. Keluarga terkasih: Komarudin, SH M.Si (Ayah), Hariroh (Ibu), Zulma Luklu il Maqnun (Kakak), Taqi Syauqi Naufal (Adik), Ray Ardika Raihan (Adik)dan keluarga besar lainnya atas kasih sayang yang luar biasa, dukungan, semangat dan doa yang tiada hentinya kepada penulis di setiap perjalanan kehidupan; 4. Pak Deni, Pak Mashudi, Bu Rizki, Bu Susi, dan Mba Suci yang telah membantu dalam proses pengerjaan penelitian. 5. Para sahabat Rafika Kurniasih, Jeallyza, Novia, Wijiyanti, Ririn, Fika Rafika, Fitriyani, Melda atas bantuan, dukungan dan saran kepada penulis. 6. Seluruh teman-teman seperjuangan Gizi Masyarakat IPB Angkatan 49, seluruh kakak dan adik tingkat, HIMAGIZI, RNBL JJBB, IKALUM BOGOR, rekan KKN-P Kalianyar Jepara, serta seluruh teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu atas kebersamaan dan semangat yang diberikan. Penulis mohon maaf atas segala kekurangan yang penulis lakukan dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat.
Bogor, Desember 2016
Wilda Yustisia Syarifah
3
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
vii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian METODE
1 2 3 4
Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Prosedur Rancangan Percobaan Pengolahan dan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN
4 4 4 10 10 11
Penelitian Penndahuluan Pembuatan Tepung Edamame Rendemen Tepung Edamame Penelitian Utama Taraf Kue kering Edamame Labu Kuning Sifat Organoleptik Kue kering Edamame Labu Kuning Uji Hedonik Uji Mutu Hedonik Total Penerimaan Panelis terhadap Produk Kue kering Penentuan Produk Terpilih Analisis Kandungan Gizi Kue kering Kontribusi Zat Gizi Kue kering terhadap Acuan Label Gizi SIMPULAN DAN SARAN
11 11 12 12 12 13 14 16
Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA
30 30 31
LAMPIRAN
34
DAFTAR TABEL
21 23 27 30
ii
1 Taraf kue kering edamame labu kuning 2 Perbandingan kandungan zat gizi antara vegetable soybean (edamame), grain soybean, dan green pea 3 Pengaruh penambahan tepung labu kuning terhadap hasil uji hedonik pada kue kering 4 Pengaruh penambahan tepung labu kuning terhadap hasil uji mutu hedonik warna pada kue kering 5 Pengaruh penambahan tepung labu kuning terhadap hasil uji mutu hedonik aroma pada kue kering 6 Pengaruh penambahan tepung labu kuning terhadap hasil uji mutu hedonik rasa pada kue kering 7 Pengaruh penambahan tepung labu kuning terhadap hasil uji mutu hedonik warna pada kue kering 8 Nilai rata-rata uji hedonik kelima taraf setelah dilakukan pembobotan 9 Kandungan gizi taraf kue kering terpilih 10 Kontribusi zat gizi kue kering terhadap acuan label gizi 11 Perkiraan biaya produksi kue kering edamame-labu kuning
7 11 14 17 18 19 20 21 23 28 29
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Diagram alir tahapan penelitian Proses pembuatan tepung edamame Proses pembuatan kue kering (Herminiati 2005) Tingkat kesukaan panelis terhadap produk kue kering
5 5 7 22
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Kuesioner uji hedonik kue kering Kuesioner uji mutu hedonik kue kering Prosedur analisis kandungan gizi Hasil uji analisis statistik Hasil analisis proksimat Hasil analisis beta karoten Dokumentasi
36 37 39 42 50 51 54
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia adalah negara yang dilintasi oleh garis khatulistiwa dan memiliki potensi alam dan iklim yang baik dalam bidang pertanian. Potensi ini dimanfaatkan dengan terus meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap pangan dari tahun ke tahun, salah satunya konsumsi terhadap produk hortikultura. Menurut data Direktorat Jendral Hortikultura, Kementerian Pertanian (2011), konsumsi produk holtikultura khususnya buah-buahan dan sayuran selalu meningkat setiap tahunnya seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, pendapatan dan pengetahuan masyarakat akan gizi serta hidup sehat. Rata-rata peningkatan produksi hortikultura pertahun selama periode 2010-2014 yaitu sebesar 4.66% untuk buah dan 3.44% untuk sayuran (Kementan 2011). Buah dan sayur merupakan sumber pangan yang kaya akan vitamin dan mineral yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, pertumbuhandan perkembangan (Mohammad dan Madanijah 2015). Tidak hanya bagi orang dewasa, buah dan sayur juga sangat penting untuk dikonsumsi sejak usia anak-anak. Walaupun produksi buah dan sayur di Indonesia secara umum selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya, namun kondisi ini berbanding terbalik dengan pola konsumsi sayur dan buah penduduk Indonesia. Rata-rata konsumsi buah dan sayur pada anak-anak di Asia Tenggara menunjukkan hasil yang sangat rendah yaitu 182 g/hari (Lock et al. 2005), masih jauh dibawah rekomendasi konsumsi buah dan sayur dari WHO yaitu 400 g (5 porsi) per hari untuk semua kelompok usia (WHO 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Melati dan Enik (2010) menunjukkan bahwa sebanyak 93.6% anak usia prasekolah di Semarang mengonsumsi sayur kurang dari 73.5 g/hari. Tingkat konsumsi sayuran pada masyarakat Indonesia khususnya anak-anak masih sangat rendah karena rasa sayuran yang cenderung kurang disukai meskipun tinggi manfaat dan dibutuhkan oleh tubuh. Sayuran dibedakan menjadi dua kelompok yaitu produk sayuran lokal yang merupakan komoditas asli Indonesia dan produk sayuran ekslusif yaitu komoditas yang berasal dari luar Indonesia namun dapat dibudidayakan di Indonesia. Harga produk sayuran ekslusif relatif lebih mahal dibandingkan produk sayuran lokal karena ketersediaannya yang lebih sedikit dan terbatas.Salah satu jenis sayuran ekslusif yang masih jarang dibudidayakan di Indonesia namun memiliki peluang yang besar untuk dikembangkan adalah yang berasal dari Jepang, yaitu edamame (Glycin max (L) Merrill). Edamame bukan tergolong dalam jenis kacang-kacangan melainkan merupakan salah satu produk holtikultura jenis sayuran atau green soybean vegetable dan memiliki ukuran lebih besar dari ukuran produk tanaman pangan kedelai (grain soybean) (Samsu 2003). Masih banyak masyarakat Indonesia yang belum mengenal edamame karena edamame bukanlah komoditas pangan lokal melainkan komoditas asli Jepang. Walaupun bukan komoditas asli Indonesia, saat ini telah banyak budidaya edamame yang dilakukan di Indonesia, beberapa diantaranya yaitu ada di kota Jember, Jawa Timur dan daerah Puncak, Bogor, Jawa Barat. Sepanjang tahun, konsumsi edamame di negara asalnya tergolong tetap karena biasa dijadikan sebagai makanan cemilan yang rutin dikonsumsi atau
2
sebagai bahan tambahan pada menu salad dan juga dianggap sebagai makanan yang sehat. Sementara di Indonesia, edamame belum banyak dikenal masyarakat luas dan hanya diketahui sebagian kalangan sehingga konsumsinya masih belum optimal padahal memiliki nilai gizi yang tinggi. Edamame lebih sering dikonsumsi secara konvensional dan masih sedikit produk olahan berbasis edamame yang beredar di masyarakat. Edamame mengandung protein dan senyawa organik seperti asam folat, mangan, isoflavon, beta karoten dan sukrosa yang bermanfaat bagi tubuh. Kandungan beta karotennya dapat menjadi provitamin A dan membantu tumbuh kembang anak serta mengataasi masalah kekurangan vitamin A. Labu kuning (Curcubita moschata) adalah suatu jenis tanaman sayuran menjalar yang tergolong dalam jenis tanaman semusim yang setelah berbuah akan langsung mati. Tanaman labu kuning dapat tumbuh di dataran rendah maupun tinggi dengan ketinggian yang ideal adalah antara 0-1500 mdpl (Hendrasty 2003). Labu kuning (Curcubita moschata) merupakan salah satu sayuran sumber vitamin C dan yang kaya akan β-caroten sebagai prekursor vitamin A (Astawan 2004). Vitamin A adalah zat gizi yang penting untuk proses diferensiasi selular, penglihatan, pertumbuhan tulang, reproduksi dan integritas sistem imun. Masalah kekurangan vitamin A (KVA) ditandai dengan rendahnya kadar vitamin A di dalam darah dan masih merupakan masalah besar yang perlu diperhatikan secara serius. KVA merupakan salah satu masalah gizi yang ada di negara berkembang. Secara umum, masalah KVA di Indonesia sudah dapat dikendalikan, namun secara subklinis prevalensi kekurangan vitamin A terutama pada kadar serum retinol dalam darah kurang dari 20 μg/dl rata-rata masih mencapai 11.4 pada tahun 2007% (Herman 2012). Peranan vitamin A sangat penting bagi tubuh karena dapat mencegah dan menganggulangi masalah gizi yaitu kekurangan vitamin A yang biasa disebut xeroptalmia (Supariasa 2001). Kekurangan vitamin A ini hanya dapat diketahui dengan memeriksa kadar vitamin A dalam darah di laboratorium. Beberapa cara yang telah digunakan untuk menanggulangi permasalahan kekurangan vitamin A adalah dengan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi untuk anak usia 6-59 bulan sebanyak dua kali setahun yaitu pada bulan Februari dan Agustus. Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada balita usia 6-59 bulan di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 83.9%, sedikit meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 82.8% (Kemenkes RI 2015). Peningkatan yang tidak terlalu tinggi tersebut menyebabkan masih diperlukannya upaya untuk meningkatkan cakupan pemberian kapsul vitamin A. Walaupun vitamin A hanya ditemukan di makanan hewani dan tidak ditemukan di makanan nabati, namun demikian tumbuhan mampu membentuk atau mensintesa senyawa karotenoid, yang merupakan prekursor atau pro vitamin A. Prekursor vitamin A ini merupakan pigmen warna kuning hingga merah yang dapat ditemukan pada daun atau buah dan sayuran.Diantara jenis karotenoid yang ada, beta karoten memiliki aktivitas vitamin A (retinol) yang lebih besar (Erawati 2006). Berdasarkan hal tersebut, maka salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengurangi terjadinya defisiensi vitamin A adalah dengan cara penganekaragaman pangan berbasis pangan sumber pro vitamin A, yaitu produk kue kering dari edamame dan labu kuning yang memiliki kandungan beta-karoten yang tinggi. Kue kering dipilih karena merupakan salah satu contoh produk
3
makanan yang disukai anak-anak karena rasanya yang enak, manis, renyah dan memiliki umur simpan yang cukup lama (Andarwulan et al 2010). Menurut Worthington-Roberts dan Williams (2000), kue kering tergolong dalam salah satu jenis makanan tanpa kulit yang cocok untuk anak usia pra-sekolah dan dapat dipegang dengan tangan. Penggunaan edamame dan labu kuning dalam pembuatan kue kering diharapkan dapat menjadi alternatif lain dalam memperoleh asupan vitamin A dan meningkatkan daya terima pada kue kering edamame. Selain itu penggunaan edamame diharapkan dapat menekan penggunaan terigu dalam pembuatan kue kering sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada tepung terigu dan menjadi salah satu upaya diversifikasi pangan.
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh persentase tepung labu kuning terbaik dalam pembuatan kue kering yang berasal dari tepung edamame sebagai alternatif cemilan sumber beta karoten untuk anak balita. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi: 1. Mengembangkan produk kue kering dari tepung edamame dan tepung labu kuning 2. Menentukan persentase tepung labu kuning terbaik yang ditambahkan pada pembuatan kue kering dari tepung edamame 3. Mempelajari penambahan tepung labu kuning terbaik pada pembuatan kue kering dari tepung edamame terhadap karakteristik organoleptik 4. Menganalisis kandungan gizi berupa air, abu, protein, lemak, karbohidrat dan kandungan beta karoten yang terdapat pada produk dengan penambahan tepung labu kuning terbaik 5. Menghitung kontribusi zat gizi per takaran saji pada kue kering terpilih terhadap ALG anak usia 2-5 tahun Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan kue kering yang dapat memenuhi kebutuhan gizi anak, khususnya beta karoten sehingga dapat membantu mengatasi masalah kekurangan vitamin A pada anak. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi salah satu upaya diversifikasi pangan dalam pengembangan produk kue kering berbahan dasar pangan lokal dan menjadi alternatif solusi pengurangan penggunaan tepung terigu dalam pembuatan produk kue kering.
4
METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2016 sampai dengan September 2016. Pembuatan tepung edamame dilakukan di Laboratorium Seafast Center, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan produk kue kering dilakukan di Laboratorium Kulinari dan Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Pengujian sifat organoleptik produk kue kering oleh panelis dilakukan di Laboratorium Uji Organoleptik, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Analisis kandungan gizi pada produk kue kering dilakukan di Laboratorium Biokimia Gizi Lantai 2 Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selanjutnya analisis kandungan Beta Karoten pada produk kue kering dilakukan di Laboratorium Balai Besar Industri Agro, Bogor. Alat dan Bahan Bahan yang digunakan terdiri dari bahan utama dan bahan pendukung. Bahan baku utama yang digunakan adalah edamame segar yang diperoleh dari kebun edamame di Puncak Bogor, Jawa Barat dan tepung labu kuning yang didapatkan dari toko Hasil Bumiku di Yogyakarta, margarin, gula halus dan baking powder. Bahan untuk analisis kimia terdiri dari selenium mix, H2SO4 pekat, HCl standar, asam borat, NaOH, indikator metil merah, NaoH, kertas saring (whatmann 42), heksana dan akuades. Alat yang digunakan untuk pembuatan tepung edamame adalah boiler, oven, grinder dan ayakan 60 mesh. Alat yang digunakan untuk taraf terdiri dari timbangan makanan digital, baskom, sendok, hand mixer, loyang, oven/alat panggang. Alat yang digunakan untuk analisis adalah timbangan analitik, sudip, oven, desikator, gegep besi, cawan aluminium, tungku pemanas, tanur, labu kjeldhal, labu destilasi, erlenmeyer 100 ml, buret, magnetic stirrer, labu takar 100 ml, labu lemak, kertas saring, gelar piala, mortar, alat ekstraksi soxhlet, pipet tetes, pipet mohr dan bulb. Prosedur Penelitian Secara umum penelitian ini terdiri dari dua tahapan.Tahap pertama yaitu penelitian pendahuluan berupa persiapan bahan baku pembuatan kue kering yaitu pembuatan tepung edamame. Tepung labu kuning pada penelitian ini tidak dibuat sendiri melainkan dibeli langsung produk jadinya. Tahap selanjutnya yaitu penelitian utama meliputi penentuan taraf produk kue kering, pembuatan produk berdasarkan taraf, uji organoleptik, penentuan taraf kue kering terpilih, analisis proksimat yaitu berupa kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat dan analisis kandungan beta karoten taraf kue kering terpilih serta perhitungan kontribusi zat gizi produk per takaran saji. Masing-masing tahap penelitian dijelaskan secara rinci dalam diagram alir berikut
5
Penelitian Pendahuluan
Pembuatan tepung edamame Penentuan taraf kue kering edamame dan labu kuning
Pembuatan kue kering berdasarkan taraf Uji organoleptik: uji hedonik dan uji mutu hedonik
Penelitian Utama
Penentuan taraf terpilih berdasarkan hasil uji hedonik
Analisis proksimat dan analisis beta karoten
Perhitungan kontribusi zat gizi/takaran saji
Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap penelitian pendahuluan terdiri atas persiapan bahan baku yaitu pembuatan tepung edamame. Pembuatan Tepung Edamame Pembuatan tepung edamame mengacu dari Dwitya (2016) dengan adanya modifikasi. Cara pembuatan tepung edamame disajikan pada gambar berikut Kedelai edamame segar Kedelai edamame disortasi Direbus dalam air mendidih (T = 100oC, t = 5 menit) Ditiriskan dan didinginkan pada suhu ruang Dikupas kulit luar dan kulit ari edamame Kedelai edamame tanpa kulit Ditata di loyang Dikeringkan dengan oven suhu 50 oC selama 5 jam x
6
x Diblender (dry mill) hingga halus Diayak dengan ayakan 60 mesh Tepung edamame Gambar 2 Proses pembuatan tepung edamame Kacang kedelai edamame yang telah dikeringkan dalam bentuk tepung memiliki daya simpan yang lebih lama dibandingkan edamame segar, yaitu dapat mencapai 6-8 bulan apabila disimpan dengan baik. Selain daya simpan yang lama, kemudahan distribusi dan kemudahan pengolahan ke dalam bentuk produk pangan lainnya adalah keuntungan yang didapatkan dari edamame yang telah dikeringkan dalam bentuk tepung. Penentuan Taraf Kue kering Penentuan taraf produk dilakukan secara trial and error dengan mengacu pada taraf dasar kue kering dari penelitian Sundari (2011) dengan melakukan beberapa modifikasi, seperti penggantian beberapa bahan dan penghilangan atau pengurangan bahan yang tidak terlalu dibutuhkan serta penambahan jumlah bahan yang dibutuhkan. Modifikasi yang dilakukan yaitu penggantian penggunaan tepung komposit sebagai bahan baku utama dengan tepung edamame. Peneliti juga menambahkan tepung labu kuning ke dalam taraf kue kering sebagai pengganti dari pati garut. Modifikasi lain yang dilakukan peneliti adalah memilih untuk menggunakan butter margarine daripada menggunakan mentega ataupun margarin secara terpisah. Penentuan taraf disesuaikan berdasarkan Angka Kecukupan Gizi beta karoten untuk anak-anak. Tepung edamame berperan sebagai bahan baku utama pembuatan kue kering dengan penambahan tepung labu kuning dengan taraf yang berbeda-beda. Penambahan tepung labu kuning pada penelitian ini dilakukan pada taraf 0% , 17%, 20% dan 23% dari total adonan, sedangkan tepung edamame digunakan dalam konsentrasi yang sama antar taraf. Besarnya tepung labu kuning yang ditambahkan mempertimbangkan batas bawah dan batas atas kandungan beta karoten produk terhadap Angka Kecukupan Gizi beta karoten untuk anakanak. Penelitian tahap ini menggunakan data kandungan gizi masing-masing bahan agar kandungan gizi produk dapat diperhitungkan.Selanjutnya akan ditentukan besar perbandingan antara tepung edamame dan tepung labu kuning. Trial and error awal yang dilakukan adalah penentuan taraf tepung edamame yang sesuai dan dapat membentuk tekstur kue kering tanpa menggunakan tepung labu kuning. Hal tersebut dilakukan untuk mendapat taraf tepung edamame yang sama pada keempat taraf, yaitu sebesar 30 gram untuk setiap taraf. Kemudian setelah mendapat taraf tepung edamame, dilakukan trial and error kembali menggunakan tepung edamame dan tepung labu kuning dan menghasilkan 5 taraf kue kering edamame labu kuning yaitu taraf 1 (13%), taraf 2 (17%), taraf 3 (20%),
7
taraf 4 (23%) dan taraf kontrol (0%). Tabel taraf dari kue kering edamame labu kuning dapat dilihat pada Tabel 1
Bahan Tepung edamame Tepung labu kuning Gula halus Butter margarin Soda kue
Tabel 1 Taraf kue kering edamame labu kuning 13% 17% 20% 23% g % g % g % g %
g
%
30
38
30
33
30
30
30
27
30
50
10
13
15
17
20
20
25
23
0
0
15
25
15
19
15
17
15
15
15
14
30
50
30
38
30
33
30
30
30
27
0.5
1
0.5
1
0.5
1
0.5
1
0.5
1
0%
Setiap taraf memiliki komposisi tepung edamame yang sama dan komposisi tepung labu kuning yang berbeda. Taraf 1 memiliki perbandingan tepung edamame dan tepung labu kuning sebesar 38%: 13% dari total adonan. Taraf 2 memiliki perbandingan tepung edamame dan tepung labu kuning sebesar 33%:17% dari total adonan. Taraf 3 memiliki perbandingan tepung edamame dan tepung labu kuning sebesar 31%:21% dari total adonan. Taraf 4 memiliki perbandingan tepung edamame dan tepung labu kuning sebesar 27%:23% dari total adonan dan taraf 5 yaitu taraf kontrol memiliki perbandingan tepung edamame dan tepung labu kuning sebesar 50%:0% dari total adonan. Pembuatan Produk Berdasarkan Taraf Penambahan Tepung Labu Kuning Pada tahap ini dilakukan percobaan pembuatan produk kue kering berdasarkan taraf yang telah dibuat. Proses pembuatan kue kering edamame labu kuning terdiri dari enam tahap. Tahap pertama yaitu pengocokan butter margarine selama ± 5 menit, kemudian dilakukan penambahan gula halus serta baking powder dan dikocok kembali hingga tercampur rata. Tahap selanjutnya adalah penambahan tepung edamame dan tepung labu kuning ke dalam adonan sesuai dengan taraf yang telah ditentukan.Kemudian semua bahan dicampur hingga adonan rata dan kalis. Tahap akhir yang dilakukan adalah pencetakan adonan pada loyang untuk selanjutnya dipanggang menggunakan oven pada suhu 125oC selama 20 menit atau hingga kering. Proses pembuatan kue kering dapat dilihat pada Gambar 3 Butter margarine dikocok dengan alat pengocok atau mixer (t = 5 menit) Gula halus dan baking powder ditambahkan dan dicampur dengan mixer (t = 7 menit) Dimasukkan tepung edamame dan tepung labu kuning
x
8
x Semua bahan diaduk hingga tercampur rata dan kalis
Pencetakan kue kering menggunakan sendok dan garpu
Kue kering basah Dioven 125oC selama 20 menit
Kue kering kering
Gambar 2 Proses pembuatan kue kering (Herminiati 2005) Pengujian Organoleptik Pengujian organoleptik dilakukan untuk mengetahui karakteristik sensori, tingkat kesukaan dan persen penerimaan produk yang telah dibuat. Pengujian organoleptik atau pengujian sensori merupakan proses identifikasi, pengukuran ilmiah dan interpretasi atribut-atribut produk melalui pancaindra. Uji organoleptik dapat dilakukan melalui uji hedonik (kesukaan) dan uji mutu hedonik (kesan baik dan buruk) (Setyaningsih et al. 2010). Uji hedonik adalah uji untuk menilai tingkat kesukaan konsumen terhadap produk meliputi warna, rasa, aroma dan tekstur. Pada pelaksanaannya, panelis diminta untuk menilai produk yang diberikan berdasarkan tingkat kesukaan dan ketidaksukaan panelis pada produk dari segi warna, rasa, aroma dan tekstur produk. Hasil uji hedonik digunakan untuk menentukan satu produk terpilih berdasarkan nilai rata-rata dan persentase dari masing-masing komponen warna, aroma, rasa dan tekstur. Hal tersebut dilakukan agar taraf produk terpilih adalah produk yang dapat diterima dan disukai oleh konsumen, tidak hanya produk dengan kandungan gizi yang tinggi namun kurang disukai dari segi warna, aroma, rasa maupun tekstur (Saputro et al. 2014). Sementara itu uji mutu hedonik adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik sensori produk menurut panelis. Panelis diminta untuk menilai produk yang diberikan secara objektif berdasarkan karakteristik fisik pada produk dari segi warna, rasa, aroma dan tekstur. Skala yang digunakan dalam uji hedonik dan mutu hedonik adalah metode skala garis sebanyak 7 skala. Skala yang digunakan dalam uji hedonik dimulai dari angka 1 (sangat tidak suka) sampai 7 (sangat suka) untuk setiap atribut warna, aroma, rasa, tekstur. Semakin besar angka yang diberikan semakin tinggi tingkat kesukaan panelis terhadap produk. Sementara untuk skala yang digunakan pada uji mutu hedonik berbeda-beda tiap atribut. Masing-masing atribut juga
9
dikategorikan kembali agar lebih memperjelas dan menghindari perbedaan perserpsi antara peneliti dan panelis. Atribut warna dibagi menjadi dua kategori yaitu warna secara umum dan kecerahan warna. Atribut aroma dikategorikan menjadi aroma langu dan aroma harum kue. Atribut rasa dibedakan menjadi rasa manis, rasa pahit, rasa gurih dan aftertaste. Atribut tekstur terdiri atas tekstur di lidah dan tekstur saat digigit. Klasifikasi uji mutu hedonik untuk atribut warna adalah 1=hijau tua kekuningan, 2=hijau kekuningan, 3=hijau muda kekuningan, 4=kuning muda kehijauan, 5=kuning muda kecoklatan, 6=kuning kecoklatan dan 7=kuning tua kecoklatan. Klasifikasi untuk atribut kecerahan warrna meliputi 1=sangat gelap, 2=gelap, 3=agak gelap, 4=sedang, 5=agak cerah, 6=cerah dan 7=sangat cerah. Klasifikasi untuk atribut aroma, baik aroma langu maupun aroma harum kue adalah 1=sangat kuat, 2=kuat, 3=agak kuat, 4=sedang, 5=agak lemah, 6=lemah, 7=sangat lemah. Kemudian untuk klasifikasi pada atribut rasa manis dan rasa gurih meliputi 1=sangat lemah, 2=lemah, 3=agak lemah, 4=sedang, 5=agak kuat, 6=kuat, 7=sangat kuat. Sedangkan pada atribut rasa pahit dan aftertaste diklasifikasikan menjadi 1=sangat kuat, 2=kuat, 3=agak kuat, 4=sedang, 5=agak lemah, 6=lemah, 7=sangat lemah. Klasifikasi pada atribut tekstur yang terdiri atas tekstur di lidah dan tekstur saat digigit meliputi 1=sangat renyah, 2=renyah, 3=agak renyah, 4=sedang, 5=agak lembut, 6=lembut dan 7=sangat lembut. Panelis yang dilibatkan dalam uji organoleptik ini adalah panelis semi terlatih sebanyak 30 orang. Panelis merupakan mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor yang sudah cukup sering dilibatkan dalam uji organoleptik berbagai produk penelitian mahasiswa dan juga mendapatkan mata kuliah mengenai uji organoleptik. Panelis diseleksi dengan menggunakan kriteria berdasarkan usia yaitu berada pada rentang usia 20-35 tahun. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut jumlah populasinya cenderung lebih banyak dan pada rentang usia tersebut mulai terbentuknya sebuah kebiasaan serta kesetiaan pada suatu produk (Setyaningsih et al. 2010). Pengujian organoleptik pada panelis dilakukan dengan menyajikan sampel satu demi satu dengan tujuan untuk meminimalisir bias dan membandingkan produk yang satu dengan yang lain. Taraf yang diberikan dalam uji organoleptik yang dilakukan adalah sebanyak empat taraf ditambah dengan satu taraf kontrol.Taraf kue kering terpilih diketahui berdasarkan hasil uji hedonik, yaitu dengan melihat persentase terbesar dari penerimaan keseluruhan tiap taraf melalui sistem pembobotan tiap atribut dan pertimbangan kandungan zat gizi kue kering. Taraf terpilih tersebut kemudian digunakan untuk melakukan analisis kandungan gizi yang meliputi analisis proksimat dan analisis beta-karoten. Analisis Kandungan Gizi Produk Analisis karakteristik kimia produk yang dilakukan adalah analisis proksimat dan analisis beta karoten. Analisis proksimat digunakan untuk mengetahui kandungan zat gizi makro pada produk yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan kadar karbohidrat. Kadar air dianalisis meggunakan metode pemanasan langsung (AOAC 2005). Kadar abu dianalisis menggunakan metode gravimetri (AOAC 2005). Kadar lemak dianalisis menggunakan metode soxhletasi (AOAC 2005). Kadar protein ditentukan dengan menggunakan metode mikro Kjeldahl (AOAC 2005). Sementara penetapan
10
karbohidrat dilakukan melalui metode by difference, yaitu dengan mengurangi 100 dengan (%air + %abu + %lemak + %protein). Kadar beta karoten pada produk dianalisis menggunakan metode HPLC. Kandungan zat gizi produk kue kering kemudian dibandingkan terhadap standar syarat mutu produk kue kering yang paling mendekati yaitu SNI 01-2973-1992 tentang biskuit. Analisis kontribusi kue kering terhadap Acuan Label Gizi (ALG) anak usia 2-5 tahun Acuan Label Gizi (ALG) adalah acuan untuk pencantuman keterangan tentang kandungan gizi pada label produk pangan, terutama pada produk pangan kemasan. Suatu produk pangan dapat memiliki klaim kandungan zat gizi tertentu apabila memenuhi syarat perbandingan zat gizi dalam ALG yang telah ditentukan. Pada penelitian, kontribusi kandungan zat gizi pada produk kue kering dari tepung edamame dan labu kuning dibandingkan terhadap ALG Tahun 2007 untuk anak usia 2-5 tahun. Persentase kontribusi dihitung dengan membagi jumlah zat gizi yang terkandung dalam 1 serving size kue kering dengan acuan label gizi masingmasing. Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan sebuah rancangan percobaan yaitu Rancangan Acak Lengkap dengan dua kali ulangan yang terdiri dari satu faktor yaitu proporsi penambahan tepung labu kuning terhadap adonan kue kering yang terdiri dari lima taraf 13%, 17%, 20%, 23% dan 0%. Model matematika yang digunakan pada rancangan acak lengkap (Sudjana 1995) adalah sebagai berikut Yij = μ + זi + εij Keterangan: Yij : Nilai pengamatan respon karena pengaruh proporsi tepung labu kuning taraf ke-i pada ulangan ke-j i : Banyaknya taraf penambahan tepung labu kuning (13%, 17%, 20%, 23%, 0%) j : Banyaknya ulangan (j = 1,2) μ : Nilai rataan umum pengamatan זi : Pengaruh taraf perlakuan ke-i εij : Galat penelitian karena pengaruh taraf perlakuan ke-i pada ulangan ke-j Pengolahan dan Analisis Data Data hasil uji organoleptik diproses dan diolah menggunakan program Microsoft Excel 2013. Kemudian seluruh data hasil uji organoleptik yaitu meliputi data hedonik dan data mutu hedonik diuji dan dianalisis pengaruh setiap perlakuannya terhadap produk kue kering menggunakan program SPSS 16.0 for Windows dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05). Apabila terdapat pengaruh pada perlakuan terhadap produk kue kering maka dilanjutkan dengan uji lanjut Mann-Whitney pada tingkat kepercayaan 95% (p≤0.05) untuk mengetahui perbedaan antar taraf mana yang bermakna. Data lainnya seperti kandungan zat gizi dianalisis secara deskriptif.
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian Pendahuluan Pembuatan Tepung Edamame Kedelai (Glycine max) bukan tanaman baru bagi masyarakat Indonesia, walaupun budidaya kedelai pertama dilakukan di Cina sejak tahun 2800 SM, atau 4800 tahun yang lalu. Hingga saat ini kedelai merupakan salah satu sumber protein penting di Indonesia, baik sebagai bahan pangan yang diolah secara sederhana seperti direbus, digoreng dan disayur untuk makanan sehari-hari, maupun sebagai bahan baku industri pangan, susu, kecap dan lain-lain (Soewanto et al. 2007). Berdasarkan ukuran bijinya, kedelai dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu berbiji kecil, berbiji besar dan berbiji sangat besar. Kedelai berbiji sangat besar memiliki bobot 30-50 g/100 biji, ditanam di daerah subtropik seperti Jepang, Taiwan, Cina dan biasanya disebut sebagai kedelai sayur (vegetable soybean) atau di Jepang dinamakan edamame (Soewanto et al. 2007). Jika dibandingkan dengan kacang-kacangan jenis lainnya, misalnya Pisum sativum L, kandungan protein dalam edamame tergolong tinggi dan juga menjadi sumber lemak (bebas kolesterol), fosfor, kalsium, besi, tiamin, riboflavin, vitamin A, B1, E dan C, asam folat isoflavon dan serat makanan. Berikut adalah perbandingan kandungan gizi antara vegetable soybean (edamame), grain soybean, dan green pea Tabel 2 Perbandingan kandungan zat gizi antara vegetable soybean (edamame), grain soybean, dan green pea (Shamnugasundaram dan Yan 2010) Vegetable Soybean Grain Soybean Green Pea Kandungan Gizi Raw Cooked Raw Cooked Raw Cooked Energi (kkal) 147 141 446 173 81 84 Protein (g) 12.95 12.35 36.49 16.64 5.42 5.36 Lemak (g) 6.8 6.4 19.94 8.97 0.4 0.22 Karbohidrat (g) 11.05 11.05 30.16 9.93 14.45 15.63 Serat kasar (g) 4.2 4.2 9.3 6 5.1 5.5 Vit A (μg RAE) 9 8 1 0 38 40 Vit B1 (mg) 0.435 0.26 0.874 0.155 0.266 0.259 Vit B2 (mg) 0.175 0.155 0.87 0.285 0.132 0.149 Vit C (mg) 29 17 6 1.7 40 14.2 Vit E (mg) (1476)a 0.85 0.35 0.13 0.14 Isoflavon (mg) 20.42 13.79 128.4 54.66 Edamame memiliki efek flatulensi karena adanya kandungan oligosakarida yaitu stakiosa dan rafinosa didalamnya, namun jumlahnya masih tergolong rendah. Edamame mangandung stakiosa sekitar 1% dan rafinosa sekitar 0.5% setiap 58 g berat keringnya (James 2007), lebih rendah daripada kadar oligosakarida pada kelompok kacang kedelai biasa yang dapat mencapai sekitar 63% (rafinosa) dan 37% (stakiosa) per 100 g (Han and Baik 2006).
12
Edamame mentah memiliki kandungan gizi lebih banyak dibandingkan edamame yang telah mengalami proses pengolahan. Namun, penurunan nilai zat gizi yang terjadi tidak terlalu besar sehingga mengonsumsi produk olahan edamame juga dapat meningkatkan asupan zat gizi. Tujuan pengolahan edamame menjadi tepung adalah untuk menambah umur simpan kedelai edamame dan mempermudah pendistribusian sehingga dapat memaksimalkan pemanfaatan edamame serta mengembangkan produk-produk baru berbahan dasar edamame di pasaran. Kedelai edamame yang digunakan dalam penelitian adalah kedelai edamame segar berkeping satu, dua dan tiga yang telah disortasi dan dicuci bersih. Selanjutya kedelai edamame direbus dalam air mendidih pada suhu 100oC selama 5 menit. Kedelai edamame yang telah direbus kemudian ditiriskan dan didiamkan pada suhu ruang hingga dingin. Tahapan selanjutnya adalah dilakukan pengupasan kulit luar dan kulit ari kedelai edamame hingga menyisakan kedelai edamame tanpa kulit. Proses pengupasan bertujuan untuk menghilangkan kulit luar yang keras yang dapat mempengaruhi proses pengeringan menjadi kurang sempurna. Kemudian kedelai edamame dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 80oC-100oC selama 5 jam. Pengeringan adalah proses perpindahan panas dan uap air secara simultan yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan dengan media pengering yang biasanya berupa panas (Igfar 2012). Menurut Taib (1987), tujuan dari proses pengeringan yang dilakukan adalah agar produk dapat disimpan lebih lama, mempertahankan daya fisiologik produk dan mendapat kualitas yang lebih baik. Melalui proses pengeringan, kadar air pada produk dikurangi sampai batas dimana tidak ada lagi atau terhentinya perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan. Setelah kedelai edamame kering, selanjutnya dilakukan tahap penggilingan sekaligus pengayakan menggunakan dry mill grinder dengan ayakan 60 mesh hingga halus. Proses penggilingan bertujuan untuk menghasilkan tepung yang berupa bubuk homogen, bebas dari benda-benda lain dan memiliki penampakan yang baik serta mudah dicampur (Windsor & Barlow 1981). Penggilingan dan pengayakan menggunakan metode dry mill menghasilkan tepung kedelai edamame yang siap diolah. Rendemen Tepung Edamame Nilai rendemen tepung edamame diperoleh melalui perbandingan antara berat kedelai edamame dalam bentuk akhir berupa tepung dengan berat kedelai edamame dalam bentuk segar dan dinyatakan dalam persen. Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh nilai rendemen tepung edamame sebesar 12.75%, artinya setiap 100 kg kedelai edamame segar dapat dihasilkan tepung edamame sebesar 12.75 kg. Menurut Abdillah (2006), semakin rendah bahan kering dan semakin tinggi kadar air yang terkandung, maka semakin rendah pula rendemennya. Nilai rendemen dihasilkan karena adanya kehilangan berat pada tahap pengolahan dalam pembuatan tepung edamame. Tahapan proses pengolahan tersebut adalah perebusan, pengupasan, pengeringan, penggilingan dan pengayakan (60 mesh).
13
Penelitian Utama Pembuatan Produk Kue kering Berdasarkan Penambahan Tepung Labu Kuning Tepung edamame dan tepung labu kuning adalah dua bahan baku utama yang digunakan untuk membuat produk kue kering. Bahan-bahan lain yang digunakan sebagai bahan pendukung antara lain butter margarine, gula halus dan soda kue. Perlakuan pada pembuatan produk kue kering adalah penambahan tepung labu kuning yang dibuat sebanyak empat jenis taraf perlakuan ditambah satu taraf kontrol sehingga total taraf yang dihasilkan adalah lima taraf. Kelima jenis taraf (0%, 13%, 17%, 20% dan 23%) dibuat berdasarkan komposisi tepung edamame yang sama dan tepung labu kuning yang berbeda-beda sebagai perlakuan dan diperoleh melalui proses trial and error. Tepung edamame yang digunakan pada penelitian adalah tepung yang dibuat sendiri oleh peneliti melalui beberapa tahapan, sedangkan untuk tepung labu kuning tidak dibuat sendiri oleh peneliti melainkan dipesan langsung dari produsen khusus tepung labu kuning di Yogyakarta. Sumber lemak pada kue kering berasal dari penggunaan butter margarine, bahan ini berfungsi sebagai bahan pengemulsi sehingga menghasilkan kue kering yang renyah dan gurih serta beraroma harum. Gula tepung yang digunakan bertujuan untuk menghaluskan remah, membantu aerasi, menjaga kelembaban dan memberi cita rasa (Koswara 2001). Persentase komposisi tepung labu kuning yang ditambahkan untuk taraf kontrol dan keempat taraf lain adalah sebesar 0%, 17%, 20% dan 23%. Perbandingan tersebut merupakan persentase tepung labu kuning terhadap total bahan tepung yang digunakan. Tahap pertama pembuatan kue kering edamame labu kuning adalah penimbangan semua bahan baku kue kering sesuai perlakuan masing-masing yang telah ditentukan. Selanjutnya dilakukan pengocokan butter margarine terlebih dahulu menggunakan alat pengocok manual selama kurang lebih 5 menit atau sampai warna kuning butter margarine sedikit berubah dan aroma harum mulai tercium. Kemudian dilakukan penambahan gula halus dan soda kue ke dalam adonan butter margarine dan dikocok kembali hingga rata. Setelah itu tepung edamame dan tepung labu kuning ditambahkan dan dicampurkan secara bergantian ke dalam adonan hingga rata dan adonan menjadi kalis. Lamanya waktu pengocokan dan pencampuran adalah hal penting yang harus diperhatikan dalam proses pembuatan kue kering ini. Proses pencampuran yang terlalu lama akan menyebabkan kue kering memiliki tekstur yang keras. Tahapan selanjutnya dalam pembuatan kue kering adalah pencetakan. Sebelum dicetak, adonan ditimbang masing-masing sebesar 10 gram agar memiliki ukuran yang sama dan kemudian dapat dicetak menggunakan sendok dan garpu secara konvensional ataupun menggunakan cetakan. Tahapan akhir dalam proses pembuatan kue kering adalah pemanggangan menggunakan oven. Pemanggangan dilakukan pada suhu 125oC selama 20 menit hingga kue kering berwarna kecoklatan dan kering. Tujuan dari proses pemanggangan adalah untuk pematangan adonan kue kering. Menurut Desrosier (1989), proses pemanggangan akan menyebabkan pengembangan volume hingga
14
mencapai 30%. Parameter yang digunakan untuk menentukan kematangan kue kering adalah waktu, aroma dan kekerasan kue kering. Sifat Organoleptik Kue kering Tepung Edamame dengan Penambahan Tepung Labu Kuning Uji organoleptik merupakan uji yang dilakukan terhadap suatu produk baru yang akan dipasarkan melalui proses identifikasi, pengukuran ilmiah, analisis, dan interpretasi atribut-atribut produk melalui lima panca indera manusia (penglihatan, penciuman, perasa, peraba dan pendengaran) (Setyaningsih et al. 2010). Uji organoleptikyang dilakukan bertujuan untuk mengetahui karakteristik mutu produk menurut persepsi panelis (uji mutu hedonik) dan mengetahui tingkat kesukaan dan penerimaan panelis terhadap produk yang diujikan (uji hedonik). Uji organoleptik terhadap produk kue kering ini dilakukan melalui uji mutu hedonik dan uji hedonik (kesukaan). Panelis yang melakukan uji organoleptik terhadap produk kue kering adalah panelis semi terlatih yang berasal dari mahasiswa jurusan Gizi Masyarakat sebanyak 30 orang panelis dengan dua kali ulangan. Atribut penilaian meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur dari kue kering menggunakan skala angka dari1 sampai 7.Semakin tinggi nilai yang diberikan panelis pada produk kue kering terhadapuji mutu hedonik menunjukkan mutu kue keringsemakin baik.Sedangkan semakin tinggi nilai yang diberikan terhadap uji hedonik menggambarkan bahwa daya terima kue kering semakin baik. Uji Hedonik Uji hedonik merupakan uji yang dilakukan untuk menghasilkan data kesukaan maupun ketidaksukaan panelis terhadap suatu produk (Setyaningsih 2010). Uji hedonik yang dilakukan pada penelitian meliputi atribut warna, aroma, rasa dan tekstur. Adapun hasil uji hedonik pada produk ditampilkan pada Tabel 2 Tabel 3 Pengaruh penambahan tepung labu kuning terhadap hasil uji hedonik pada kue kering Penambahan Tepung Labu Kuning Atribut 13% 17% 20% 23% 0% a a a a Warna 4.53 4.57 4.34 4.13 4.31a c ab a b Aroma 4.22 4.09 4.12 3.99 4.75d b a a c Rasa 4.09 4.22 4.24 3.89 4.95d Tekstur 4.05a 4.09a 4.17a 4.07a 4.90b Ket : Skala 1=sangat tidak suka, 2=tidak suka, 3=agak tidak suka, 4=biasa, 5=agak suka, 6=suka dan 7=sangat sangat suka. Nilai rata-rata yang diikuti dengan huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)
Warna Warna adalah faktor yang paling mudah dan cepat dalam memberikan kesan, namun agak sulit pengukurannya (Setyaningsih et al. 2010). Menurut Winarno (2008), penentuan mutu bahan makanan sangat bergantung pada beberapa faktor seperti cita rasa, warna, tekstur dan nilai gizinya. Sebelum faktorfaktor lain dipertimbangkan, faktor warna akan tampil lebih dahulu secara visual
15
dan kadang dapat sangat menentukan (Winarno 2008). Warna produk kue kering dipengaruhi oleh bahan-bahan penyusun kue kering itu sendiri. Produk kue kering yang didominasi warna kuning kecoklatan pada penelitian dipengaruhi oleh penambahan tepung labu kuning. Kandungan gula yang tinggi pada labu kuning diduga menjadi salah satu penyebab semakin mencoklatnya warna produk (Setyabudi 2013). Terjadinya reaksi karamelisasi juga dapat menjadi penyebab terjadinya proses pencoklatan pada produk. Karamelisasi merupakan sekumpulan reaksi yang terjadi ketika karbohidrat terpapar oleh suhu tinggi tanpa keterlibatan gugus amino dalam reaksi tersebut (Quintas et al. 2007). Nilai rata-rata uji hedonik atribut warna produk kue kering pada taraf kontrol (0%) adalah biasa (4.31), sedangkan pada keempat taraf lainnya, rata-rata penilaian uji hedonik atribut warna adalah biasa hingga agak suka (4.13-4.57). Hasil uji kruskal walis menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan dari penambahan tepung labu kuning terhadap warna dari masing-masing produk kue kering (p>0.05).Hal tersebut menunjukkan bahwa warna yang ditimbulkan pada setiap produk tidak terlalu berbeda meskipun dilakukan penambahan tepung labu kuning dengan komposisi yang berbeda. Aroma Aroma adalah bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang tercium oleh syaraf-syaraf olfaktori yang berada dalam rongga hidung (Setyabudi 2010). Aroma merupakan sifat sensori yang paling sulit untuk diklasifikasikan dan dijelaskan karena ragamnya yang banyak (Setyaningsih et al. 2010). Rata-rata penilaian hedonik oleh panelis untuk karakteristik aroma kue kering pada taraf kontrol adalah biasa hampir agak suka (4.75) dan pada keempat taraf lainnya adalah berada pada rentang biasa hingga suka (3.99-4.22). Hal ini menunjukkan bahwa setiap taraf kue kering dapat diterima oleh panelis dari segi aroma. Hasil uji kruskal walis menunjukkan bahwa penambahan tepung labu kuning berpengaruh signifikan terhadap aroma produk kue kering (p<0.05). Hal ini menunjukkan adanya penambahan tepung labu kuning mempengaruhi aroma dari setiap produk kue kering. Hasil organoleptik yang diperoleh menunjukkan aroma kue kering kontrol lebih disukai panelis dibandingkan taraf lainnya. Uji lanjutan Mann-Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap daya terima aroma produk antar semua taraf (p<0.05) kecuali antara taraf 17%20% dan 17%-23% dimana perlakuan penambahan tepung labu kuning pada kedua taraf tersebut memberikan pengaruh daya terima aroma yang tidak berbeda satu sama lain (lampiran 4). Rasa Rasa merupakan atribut produk yang diukur menggunakan indera pengecap. Penginderaan cecepan dibagi menjadi empat yaitu manis, asin, asam dan pahit. Rasa makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh kuncup-kuncup cecepan yang terdapat pada papilla berupa noda merah jingga pada lidah (Winarno 2008). Rasa menjadi salah satu atribut yang penting untuk menilai suatu produk makanan. Suatu produk makanan yang memiliki warna yang cantik, tekstur yang sesuai dan aroma yang menggugah namun tidak disertai dengan rasa yang enak, tidak akan diterima konsumen (Setyabudi 2010). Rata-rata penilaian hedonik oleh panelis untuk karakteristik rasa pada taraf kontrol adalah agak suka
16
(4.95), sedangkan pada taraf 13%, 17%, 20% dan 23% tergolong dalam kategori biasa hingga agak suka (3.89-4.24). Hasil uji kruskal walis menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara penambahan tepung labu kuning terhadap rasa dari kelima produk kue kering (p<0.05). Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan tepung labu kuning mempengaruhi atribut rasa kue kering. Adanya perbedaan rasa setiap produk kue kering disebabkan oleh adanya perbedaan proporsi tepung labu kuning yang ditambahkan. Hasil uji lanjut Mann-Whitney (lampiran 4) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan terhadap rasa produk antar semua taraf (p<0.05) kecuali antara taraf 17%-20% dimana perlakuan penambahan tepung labu kuning pada kedua taraf tersebut tidak memberikan aroma yang berbeda satu sama lain (lampiran 4). Tekstur Tekstur merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan tingkat kesukaan terhadap produk. Tekstur pada kue kering meliputi kekerasan, konsistensi dan kemudahan untuk dipatahkan (Fellows 2000). Nilai rata-rata tingkat kesukaan tekstur kue kering kontrol (0%) adalah agak suka (4.90), sedangkan pada 13%, 17%, 20% dan 23 menunjukkan tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur produk kue kering berada pada kategori biasa atau dapat diterima oleh panelis (4.05-4.17). Nilai tersebut menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur produk kue kering berada pada kategori biasa atau dapat diterima oleh panelis. Hasil uji kruskal walis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari segi tekstur kue kering pada setiap produk (p<0.05). Hal ini menunjukkan adanya pengaruh dari penambahan tepung labu kuning pada setiap taraf terhadap atribut tekstur kue kering. Hasil uji lanjut MannWhitney (lampiran 4) menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan terhadap daya terima atribut tekstur kue kering antara taraf kontrol (0%) dengan keempat taraf lainnya (p<0.05). Uji Mutu Hedonik Uji mutu hedonik merupakan uji yang dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan kesan terhadap produk, baik secara umum seperti baik atau buruk suatu produk maupun secara spesifik (Setyaningsih et al. 2010). Uji mutu hedonik yang dilakukan meliputi meliputi atribut warna, kecerahan warna, aroma langu, aroma harum kue, rasa manis, rasa pahit, rasa gurih, aftertaste, tekstur di lidah dan tekstur saat digigit. Warna Pada uji mutu hedonik yang dilakukan, atribut warna dikategorikan menjadi dua kategori yaitu warna secara umum dan kecerahan warna. Penilaian atribut warna diklasifikasikan ke dalam tujuh skala dari angka 1 yaitu hijau tua kekuningan sampai angka 7 yaitu kuning tua kecokelatan. Sementara untuk atribut kecerahan diklasifikasikan ke dalam tujuh skala dari angka 1 yaitu sangat gelap sampai angka 7 yaitu sangat cerah. Hasil uji mutu hedonik kelima taraf kue kering berdasarkan atribut warna dan kecerahan dapat dilihat pada Tabel 4
17
Tabel 4 Pengaruh penambahan tepung labu kuning terhadap hasil uji mutu hedonik warna pada kue kering Penambahan Tepung Labu Atribut Kuning Warna Kecerahan 13% 5.54a 3.95a a 17% 5.54 4.43b 20% 5.62a 4.05a b 23% 5.85 3.74c 0% 4.19c 5.57b Ket: Warna skala 1=hijau tua kekuningan, 2=hijau kekuningan, 3=hijau muda kekuningan, 4=kuning muda kehijauan, 5=kuning muda kecoklatan, 6=kuning kecoklatan dan 7=kuning muda kehijauan. Kecerahan skala 1=sangat gelap, 2=gelap, 3=agak gelap, 4=sedang, 5=agak cerah, 6=cerah dan 7=sangat cerah. Nilai rata-rata yang diikuti dengan huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)
Hasil uji organoleptik mutu hedonik menunjukkan bahwa rata-rata penilaian panelis terhadap atribut warna berada antara warna kuning muda kehijauan sampai hampir berwarna kuning kecokelatan (4.19-5.54). Taraf 13% dan 17% memiliki nilai yang sama yaitu sebesar 5.54 atau artinya memiliki warna kuning muda kecokelatan agak kuning kecokelatan. Taraf 20% memiliki nilai yang lebih tinggi dari 13% dan 17% sehingga memiliki warna yang lebih kuning kecokelatan. Nilai tertinggi terletak pada taraf 20% yaitu sebesar 5.83 sedangkan nilai terendah ada pada taraf 0% (taraf kontrol) dengan nilai sebesar 4.19 atau berwarna kuning muda kehijauan. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi komposisi tepung labu kuning yang ditambahan akan mengurangi warna hijau dari tepung edamame dan meningkatkan warna kuning kecokelatan pada produk kue kering. Hasil uji kruskal walis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan (p<0.05) dari penambahan tepung labu kuning terhadap atribut warna produk. Hasil uji lanjut Mann-Whitney (lampiran 4) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara warna produk pada taraf 23% dan kontrol dengan taraf lainnya (p<0.05), sedangkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap atribut warna antara produk taraf 13%, 17% dan 20%. Hasil penilaian mutu kecerahan warna pada kue kering edamame dengan penambahan labu kuning adalah agak sedikit gelap hingga cerah (3.74-5.57). Nilai rata-rata hasil penilaian mutu kecerahan warna pada kue kering edamame dengan penambahan labu kuning pada kue kering kontrol adalah 5.57 atau tergolong dalam tingkat kecerahan warna cerah. Sementara untuk kecerahan warna taraf kue kering 13%, 17%, 20% dan 23% berada pada kisaran 3.74-4.43 yaitu agak sedikit gelap hingga agak cerah. Hasil uji kruskal walis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan (p<0.05) terhadap atribut kecerahan warna akibat penambahan tepung labu kuning pada produk kue kering. Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan tepung labu kuning mempengaruhi kecerahan warna kue kering, dimana kue kering tepung edamame tanpa penambahan tepung labu kuning akan cenderung lebih cerah dibandingkan dengan kue kering tepung edamame dengan penambahan tepung labu kuning. Hasil uji lanjut Mann-Whitney (lampiran 4) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antar produk di semua taraf (p<0.05) kecuali antara taraf 13% dan 20%.
18
Aroma Atribut aroma pada uji organoleptik mutu hedonik yang dilakukan terdiri dari atribut aroma langu dan aroma harum kue kering. Aroma adalah bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang tercium oleh syaraf-syaraf olfaktori yang berada dalam rongga hidung (Setyabudi 2010). Aroma merupakan sifat sensori yang paling sulit untuk diklasifikasikan dan dijelaskan karena ragamnya yang banyak (Setyaningsih et al. 2010). Penilaian atribut aroma langu diklasifikasikan ke dalam tujuh skala dari angka 1 yaitu sangat kuat sampai angka 7 yaitu sangat lemah. Sementara untuk atribut aroma harum diklasifikasikan ke dalam tujuh skala dari angka 1 yaitu sangat lemah sampai angka 7 yaitu sangat kuat . Hasil uji mutu hedonik kelima taraf kue kering berdasarkan atribut aroma langu dan harum kue kering dapat dilihat pada Tabel 5 Tabel 5 Pengaruh penambahan tepung labu kuning terhadap hasil uji mutu hedonik aroma pada kue kering Penambahan Tepung Labu Atribut Kuning (%) Aroma Langu Aroma Harum 13% 3.78b 3.73a a 17% 4.05 3.93b 20% 4.17a 3.83a a 23% 4.06 3.73c 0% 5.25c 4.40a Ket: Aroma langu skala 1=sangat kuat, 2=kuat, 3=agak kuat, 4=sedang, 5=agak lemah, 6=lemah dan 7=sangat lemah. Aroma harum skala 1=sangat lemah, 2=lemah, 3=agak lemah, 4=sedang, 5=agak kuat, 6=kuat dan 7=sangat kuat. Nilai rata-rata yang diikuti dengan huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)
Hasil penilaian panelis terhadap aroma langu kue kering adalah agak tidak kuat hingga agak lemah (3.78-5.25). Hasil uji kruskal walis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan (p<0.05) terhadap penambahan tepung labu kuning terhadap atribut aroma langu kue kering. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan penambahan tepung labu kuning dengan taraf berbeda akan mempengaruhi nilai aroma mutu kue kering. Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap daya terima panelis pada atribut langu antara produk kue kering taraf 13% dengan keempat taraf lainnya dan antara produk kontrol dengan taraf perlakuan lainnya, namun pada taraf 17%, 20% dan 23%, perlakuan penambahan tepung labu kuning tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap atribut aroma langu pada produk (lampiran 4). Atribut harum kue kering tepung edamame dengan penambahan tepung labu kuning memiliki penilaian yang tergolong dalam tingkat keharuman agak lemah hingga agak kuat (3.73-4.40). Hasil uji kruskal walis menunjukkan bahwa penambahan tepung labu kuning memberikan pengaruh yang signifikan terhadap aroma harum kue kering (p<0.05). Hal ini berarti penambahan tepung labu kuning pada kue kering edamame mempengaruhi aroma harum kue kering. Hasil uji lanjut Mann-Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada aroma harum antara taraf 17% dengan semua taraf dan begitu pula antara
19
taraf 23% dengan keempat taraf lainnya (p<0.05), namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap atribut aroma harum dari penambahan tepung labu kuning pada taraf 0%, 13% dan 20% (lampiran 4). Rasa Atribut rasa pada uji organoleptik mutu hedonik dikategorikan menjadi rasa manis, rasa pahit, rasa gurih dan aftertaste. Rasa manis merupakan rasa yang dapat dirasakan oleh bagian tepi lidah sebelah depan. Penilaian atribut rasa manis dan gurih oleh panelis dimulai dari angka 1 yaitu sangat lemah hingga angka 7 yaitu sangat kuat. Sementara untuk rasa pahit dan aftertaste memiliki skala penilaian dari angka 1 yaitu sangat kuat hingga angka 7 yaitu sangat lemah Hasil uji mutu hedonik kelima taraf kue kering berdasarkan atribut rasa manis, pahit, gurih dan aftertaste kue kering dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 6 Pengaruh penambahan tepung labu kuning terhadap hasil uji mutu hedonik rasa pada kue kering Penambahan Tepung Atribut Rasa Labu Kuning (%) Manis Pahit Gurih Aftertaste a a a 13% 3.89 4.30 3.76 3.57b 17% 3.95b 4.52a 3.96b 3.95a abc b ab 20% 4.13 4.41 3.89 3.89a 23% 3.65c 3.89c 3.76c 3.74c d d d 0% 4.49 5.27 4.48 4.93d Ket: Rasa manis dan gurih skala 1=sangat lemah, 2=lemah, 3=agak lemah, 4=sedang, 5=agak kuat, 6=kuat dan 7=sangat kuat. Rasa pahit dan aftertaste skala 1=sangat kuat, 2=kuat, 3=agak kuat, 4=sedang, 5=agak lemah, 6=lemah dan 7=sangat lemah. Nilai rata-rata yang diikuti dengan huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)
Hasil penilaian panelis terhadap rasa manis kue kering yaitu agak lemah sampai sedang (3.65-4.49). Hasil uji kruskal walis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari penambahan tepung labu kuning terhadap rasa manis pada kue kering (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa adanya penambahan tepung labu kuning pada kue kering dapat mempengaruhi rasa manis pada produk tersebut. Kandungan gula pada tepung labu kuning diduga menjadi penyebab adanya rasa manis pada produk (Setyabudi 2010). Hasil dari uji lanjut MannWhitney menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antar seluruh taraf (p<0.05) terhadap rasa manis produk kecuali antara taraf 13%-20%, 17%-20% dan 20%-23% dimana tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada ketiga kelompok tersebut akibat dari perlakuan penambahan tepung labu kuning terhadap atribut rasa manis (lampiran 4). Rasa pahit merupakan rasa yang dapat dirasakan oleh lidah bagian belakang. Penilaian panelis terhadap atribut rasa pahit pada kue kering berada pada kisaran sedang sampai agak lemah (3.89-5.27). Hasil uji kruskal walis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari penambahan tepung labu kuning terhadap rasa pahit pada kue kering (p<0.05). Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya penambahan tepung labu kuning memberi pengaruh pada rasa pahit pada produk kue kering. Adanya proses karamelisasi gula pada
20
produk diduga menjadi penyebab dari timbulnya rasa pahit pada produk (Setyabudi 2010). Hasil dari uji lanjut Mann-Whitney menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada rasa pahit antara semua taraf (p<0.05) pada atribut rasa pahit kecuali antara taraf 13% dan 17% yang tidak berbeda nyata atau dapat dikatakan bahwa perlakuan penambahan tepung labu kuning pada kedua taraf tersebut memberikan pengaruh rasa pahit pada kedua produk yang tidak berbeda satu sama lain (lampiran 4). Nilai rata-rata hasil penilaian panelis terhadap atribut rasa gurih pada kue kering adalah agak lemah sampai sedang agak kuat (3.76-3.96). Hasil uji kruskal walis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap atribut rasa gurih dari penambahan tepung labu kuning pada kue kering (p<0.05). Hasil uji lanjut Mann-Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antar seluruh taraf (p<0.05) terhadap rasa gurih produk kecuali antara taraf 13%20%, 13%-0% dan 17%-20% dimana tidak terdapat perbedaan yang bermakna akibat dari perlakuan penambahan tepung labu kuning pada ketiga kelompok tersebut terhadap atribut rasa gurih (lampiran 4). Nilai rata-rata hasil penilaian panelis terhadap atribut aftertaste pada kue kering beradapada rentang agak kuat sampai agak lemah (3.57-4.93). Hasil uji kruskal walis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari penambahan tepung labu kuning terhadap aftertaste kue kering (p<0.05). Hal ini menunjukkan adanya pengaruh dari penambahan tepung labu kuning terhadap aftertaste produk kue kering. Hasil dari uji lanjut Mann-Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antar seluruh taraf (p<0.05) terhadap aftertaste produk kecuali antara taraf 17% dan 20% dimana tidak terdapat perbedaan yang bermakna akibat dari perlakuan penambahan tepung labu kuning pada kedua taraf tersebut terhadap atribut aftertaste (lampiran 4). Tekstur Tekstur kue kering pada uji organoleptik mutu hedonik dibedakan menjadi tekstur kue kering di lidah dan tekstur kue kering saat digigit. Hasil uji mutu hedonik kelima taraf kue kering berdasarkan atribut tekstur kue kering dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 7 Pengaruh penambahan tepung labu kuning terhadap hasil uji mutu hedonik tekstur pada kue kering Penambahan Tepung Labu Atribut Kuning (%) Tekstur di Lidah Tekstur saat Digigit 13% 4.69a 4.70a a 17% 4.84 4.87c 20% 4.71a 4.61ab a 23% 4.35 4.17b 0% 4.43a 4.08d Ket: Tekstur di lidah skala 1=sangat renyah, 2=renyah, 3=agak renyah, 4=sedang, 5=agak lembut, 6=lembut dan 7=sangat lembut. Tekstur saat digigit skala 1=sangat renyah, 2=renyah, 3=agak renyah, 4=sedang, 5=agak lunak, 6=lunak dan 7=sangat lunak. Nilai rata-rata yang diikuti dengan huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)
21
Hasil penilaian mutu tekstur di lidah pada kue kering berada pada kisaran sedang sampai agak lembut (4.35-4.84). Hasil uji kruskal walis menunjukkan bahwa penambahan tepung labu kuning tidak berpengaruh signifikan terhadap tekstur kue kering di lidah (p>0.05). Penilaian panelis terhadap mutu tekstur kue kering saat digigit adalah sedang sampai agak lunak (4.17-4.87).Hasil uji kruskal walis menunjukkan bahwa penambahan tepung labu kuning pada kue kering berpengaruh nyata terhadap mutu tekstur kue kering saat digigit (p<0.05). Hal ini menunjukkan adanya pengaruh dari penambahan tepung labu kuning terhadap mutu tekstur kue kering dimana kue kering menjadi lebih lunak. Hasil uji lanjut Mann-Whitney menunjukkan bahwa terdapat terdapat perbedaan yang signifikan antar seluruh taraf (p<0.05) terhadap tekstur produk saat digigit kecuali antara taraf 13%-20% dan 20%-23% dimana perlakuan penambahan tepung labu kuning pada taraf tersebut tidak memberikan perbedaan yang bermakna terhadap atribut tekstur saat digigit antara keduanya (lampiran 4). Penentuan Produk Terpilih Penentuan taraf kue kering terbaik dilakukan dengan mempertimbangkan hasil uji organoleptik dengan melakukan pembobotan pada masing-masing karakteristik organoleptik. Pemberian bobot untuk masing-masing atribut tersebut berdasarkan tingkat kepentingan atribut pada karakteristik produk menurut kepentingan peneliti. Pengambilan keputusan untuk menentukan taraf terbaik didasarkan dari peringkat peneliti terhadap beberapa alternatif keputusan, semakin penting parameter tersebut, maka nilai yang diberikan akan semakin besar (Setyaningsih et al. 2010). Karakteristik rasa diberi bobot sebesar 50%. Rasa diberi pembobotan yang tinggi karena rasa merupakan atribut yang paling penting dan sangat mempengaruhi penerimaan panelis terhadap suatu produk pangan. Parameter aroma menjadi atribut dengan nilai pembobotan kedua terbesar setelah rasa, yaitu sebesar 30%. Selanjutnya atribut tekstur mendapat nilai pembobotan sebesar 15% dan atribut warna sebesar 5%. Nilai rata-rata uji hedonik yang telah diberi pembobotan disajikan pada Tabel 8 Tabel 8 Nilai rata-rata uji hedonik kelima taraf setelah dilakukan pembobotan Atribut Taraf Nilai Total Warna Aroma Rasa Tekstur (5%) (30%) (50%) (5%) 13% 0.23 1.27 2.05 0.61 4.15 17% 0.23 1.23 2.11 0.61 4.17 20% 0.22 1.24 2.12 0.63 4.20 23% 0.21 1.20 1.94 0.61 3.96 0% 0.22 1.43 2.47 0.74 4.86 Setelah dilakukan pembobotan dari masing-masing atribut organoleptik, selanjutnya dilakukan uji Kruskal-Wallis untuk melihat pengaruh antar taraf. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antar taraf kue kering (p>0.05) sehingga penentuan taraf terpilih dilanjutkan dengan memberikan batasan-batasan yaitu memiliki nilai total tertinggi dan
22
Pwnwrimaan Panelis (%)
dengan persentase komposisi tepung labu kuning yang tinggi. Rata-rata nilai total tertinggi dimiliki oleh taraf 20% yaitu sebesar 4.20. Jika dibandingkan dengan 13% dan 17%, persentase tepung labu kuning dalam taraf 20% lebih banyak yaitu sebesar 20%. Taraf 23% walaupun memiliki persentase tepung labu kuning paling tinggi dibandingkan taraf lain yaitu sebesar 23%, tidak dipilih menjadi taraf terbaik karena rata-rata nilai totalnya masih berada dibawah nilai rata-rata nilai 20%. Taraf 0% tidak dipilih karena 0% adalah taraf kontrol yaitu taraf tanpa adanya penambahan tepung labu kuning. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka terpilihlah produk terbaik yaitu taraf 20% dengan penambahan tepung labu kuning sebesar 20%. Selain berdasarkan nilai rata-rata hasil uji hedonik yang telah diberi pembobotan, penentuan taraf terpilih juga mempertimbangkan persentase kesukaan panelis terhadap produk kue kering. Persentase tingkat kesukaan panelis terhadap kue kering edamame labu kuning dapat dilihat pada Gambar 4 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Warna
Aroma
Rasa
Tekstur
Keseluruhan
13%
85
82
65
68
72
17%
80
73
75
72
74
20%
72
82
73
75
76
23%
67
77
63
78
70
0%
67
85
85
90
85
Gambar 4 Tingkat kesukaan panelis terhadap produk kue kering Gambar 4 menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap kue kering secara keseluruhan adalah taraf kontrol (85%), 20% (76%), 17% (74%v), 13% (72%), 23% (70%). Kue kering yang memiliki penerimaan tertinggi adalah kue kering kontrol dengan penerimaan mencapai 95%, kemudian kue kering dengan penerimaan tertinggi kedua dimiliki oleh taraf kue kering 20% sebesar 76%. Selanjutnya disusul oleh taraf kue kering 17% dengan total penerimaan sebesar 74%. Kemudian disusul oleh kue kering 13% yang memiliki persentase penerimaan sebesar 72% sama besar dengan tingkat penerimaan produk kue kering 23%. Karena kue kering 0% atau taraf kontrol tidak dipilih maka taraf 20% dengan nilai kesukaan panelis terbesar kedua yaitu sebesar 76% adalah taraf terpilih yang akan dianalisis lebih lanjut.
23
Analisis Kandungan Gizi Kue kering Produk kue kering terpilih yaitu taraf 3 dengan persentase tepung labu kuning sebesar 20% kemudian dianalisis kandungan gizinya. Analisis yang dilakukan adalah analisis proksimat dan beta karoten. Analisis proksimat terdiri dari analisis kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan kadar karbohidrat. Hasil analisis kandungan gizi produk kue kering 20% dapat dillihat pada Tabel 9 Tabel 9 Kandungan gizi taraf kue kering terpilih per 100 g Kandungan zat gizi Produk terpilih Syarat Mutu* Air (g) 5.41 Maksimum 5 Abu (g) 0.04 Maksimum 1.6 Protein (g) 16.05 Minimum 9 Lemak (g) 45.26 Minimum 9.5 Karbohidrat (g) 33.24 Minimum 70 Beta Karoten (mcg) 654.4 Energi (kkal) 604.5 Minimum 400 Keterangan: *) SNI 01-2973-1992 tentang Mutu dan Cara Uji Biskuit
Kadar air Air adalah komponen penting dalam bahan makanan karena sifatnya yang dapat mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa makanan (Winarno 2008). Kandungan air yang ada dalam suatu bahan makanan dapat menentukan daya terima, kesegaran dan daya tahan pada bahan pangan. Kadar air pada produk kue kering akan mempengaruhi penerimaan konsumen, terutama pada atribut tekstur. Kue kering dengan kadar air yang tinggi cenderung memiliki tekstur yang kurang renyah dan kurang disukai oleh konsumen. Berdasarkan hasil analisis, kadar air (b/b) dalam produk kue kering adalah sebesar 5.411 %. Syarat mutu biskuit berdasarkan SNI 01-2973-1992 untuk kadar air yang terkandung didalamnya adalah maksimal sebesar 5%. Jika dibandingkan dengan syarat mutu tersebut maka kadar air produk kue kering terpilih (20%) melebihi standar sekitar 0.4%. Meskipun sedikit melebihi standar, namun kadar air kue kering masih dalam batas kestabilan yang optimum. Winarno (1995) menyebutkan bahwa kadar air 3-7% pada produk makanan mencapai kestabilan yang optimum serta dapat mengurangi pertumbuhan mikroba dan reaksi kimia yang merusak seperti hidrolisis dan oksidasi lemak. Tingginya kadar air pada produk dapat disebabkan oleh bahan baku pembuatan kue kering yaitu edamame dan labu kuning yang juga memiliki kadar air yang cukup tinggi. Menurut Standard Tables of Food Composition in Japan (2015), kadar air kacang kedelai edamame mentah mencapai 71.7 g/100 g, sedangkan labu kuning yang belum mengalami proses pengolahan memiliki kadar air sebesar 86.7 g/100 g. Kadar abu Kadar abu sering dikenal sebagai zat anorganik atau unsur mineral dalam pangan (Winarno 2008). Kandungan abu di dalam suatu bahan pangan bergantung pada besarnya kandungan mineral bahan tersebut (Nielsen 2010). Hasil analisis kadar abu (b/k) pada produk kue kering terpilih adalah sebesar 0.039%. SNI 01-
24
2973-1992 menyatakan bahwa syarat mutu biskuit memiliki kadar abu maksimal sebesar 1.6%. Berdasarkan syarat mutu tersebut, maka taraf kue kering terpilih 20% telah memenuhi standar ini karena memiliki nilai kadar protein kurang dari 1.6%. Kandungan mineral dalam bahan pangan cenderung sedikit, akan tetapi sangat dibutuhkan keberadaannya oleh tubuh manusia. Mineral di dalam tubuh berfungsi sebagai zat pembangun dan zat pengatur (Andarwulan et al. 2011). Kadar abu dalam produk kue kering berasal dari bahan baku penyusun kue kering yaitu kacang kedelai edamame dan labu kuning. Kadar protein Protein merupakan suatu zat gizi yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini selain berfungsi sebagai penghasil energi dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur.Sifat protein sebagai zat pembangun, protein adalah bahan pembentuk jaringan baru dalam tubuh, sedangkan sifat protein sebagai zat pengatur dimiliki oleh enzim (Winarno 2008). Protein adalah komponen utama dalam setiap sel hidup. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino yang terikat satu sama lain dalam rantai peptida. Asam amino terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen. Unsur nitrogen merupakan unsur utama protein karena terdapat di dalam semua protein tetapi tidak terdapat di dalam karbohidrat dan lemak (Almatsier 2011). Merujuk pada SNI 01-2973-1992 tentang mutu dan cara uji biskuit, kadar protein minimal untuk biskuit adalah sebesar 9% (b/b). Berdasarkan hasil analisis proteinyang dilakukan, dapat diketahui kadar protein pada kue kering adalah sebesar 16.05%. Nilai tersebut telah memenuhi SNI karena lebih dari nilai minimal yaitu 9% sehingga produk kue kering 20% telah memenuhi kriteria mutu kue kering untuk kadar protein. Tingginya kandungan protein pada produk berasal dari bahan baku utama kue kering yaitu kacang kedelai edamame, sedangkan dari labu kuning tidak terlalu menyumbang protein yang begitu besar. Menurut Standard Tables of Food Composition in Japan (2015), kandungan protein dalam kacang kedelai edamame mentah atau biasa disebut green soybeans adalah sebesar 11.7 g. Sedangkan menurut USDA National Nutrient Database for Standart Reference Release 28 (2016), 100 gram edamame (vegetable soybean) mengandung protein sebesar 11.22 g, masih berada dibawah kacang kedelai biasa (grain soybean) dengan kandungan protein sebesar 36.49 g, namun lebih tinggi dibandingkan kadar protein pada kacang polong mentah (raw green pea) yaitu sebesar 5.42 g.Walaupun kadar protein edamame tidak setinggi kacang kedelai biasa, namun edamame dapat menjadi salah satu pangan sumber protein yang baik dibandingkan pangan lainnya. Kacang kedelai edamame (Glycine max (L.) Merrill) dapat memberikan sumber protein yang penting dan merupakan bagian penting dari diet di seluruh dunia (Adelakun et al 2000). Penelitian yang dilakukan USDA saat perang dunia pertama, memutuskan untuk memilih kacang kedelai dengan ukuran biji yang lebih besar, yaitu kacang kedelai edamame, sebagai sumber makanan kaya protein (Shanmugasundaram dan Yan 2010). Konovsky et al. (1994) juga menyebutkan bahwa kacang kedelai varietas edamame kaya protein dan bergizi tinggi seperti kacang kedelai pada umumnya di lapangan.
25
Kadar lemak Lemak merupakan sumber energi yang memberikan nilai energi lebih besar dibandingkan karbohidrat dan protein yaitu sebesal 9 kkal per gram (Mahan & Stump 2008). Lemak terkandung dalam sebagian besar bahan pangan dengan kadar yang berbeda-beda. Penambahan lemak dalam pengolahan makanan bertujuan untuk menambah kalori serta memperbaiki tekstur, cita-rasa dan aroma suatu produk makanan (Winarno 2008). Menurut SNI 01-2973-1992 tentang Mutu dan Cara Uji Biskuit, kadar lemak mininum dalam biskuit adalah sebesar 9.5%. Hasil analisis lemak yang dilakukan menggunakan metode soxhlet menunjukkan kadar lemak pada kue kering sebesar 45.26%. Kadar tersebut melebihi kadar minimal biskuit menurut SNI dan tergolong cukup tinggi. Tingginya kadar lemak pada kue kering diduga berasal dari penggunaan butter margarine pada pembuatan kue kering. Selain itu kadar lemak juga berasal dari bahan utama kue kering yaitu kacang kedelai edamame yang diketahui mengandung lemak cukup tinggi. Menurut Standard Table of Food Composition in Japan (2009), kandungan lemak 100 gram kacang kedelai edamame mentah adalah sebesar 6.2 g, sedangkan pada kacang kedelai edamame kering memiliki kandungan lemak sebesar 21.9 g/100 g. Hal ini karena proses pengolahan kacang kedelai menjadi tepung dapat meningkatkan kadar protein dan lemak yang terkandung didalamnya (Adelakun et al. 2000). Lemak yang terkandung dalam kacang kedelai edamame adalah asam lemak tidak jenuh tunggal dan ganda serta bebas kolesterol. Mengacu pada Standard Table of Food Composition in Japan (2015), 100 g kacang kedelai edamame mengandung asam lemak jenuh sebesar 0.84 g, asam lemak tidak jenuh tunggal sebesar 1.88 g, asam lemak jenuh ganda sebesar 2.77 g dan kolesterol sebesar 0 g. Berdasarkan data informasi nilai gizi kemasan, asupan lemak yang berasal dari penggunaan butter margarine per satu takaran saji (9 g) diketahui mengandung 7 g lemak total dengan kandungan lemak jenuh sebesar 4 g, lemak tidak jenuh tunggal sebesar 2.5 g dan lemak tidak jenuh ganda sebesar 0.5 g. Apabila diestimasi, kontribusi lemak yang berasal dari edamame (per 100 g) dan butter margarine (per 9 g) menyumbang sekitar 6.34% lemak jenuh dan 7.73% lemak tidak jenuh. Nilai tersebut tergolong rendah dan dibawah syarat maksimum kebutuhan asupan lemak jenuh dan tidak jenuh untuk diet rendah lemak yaitu <10% untuk lemak jenuh dan 10-15% untuk lemak tidak jenuh serta <300 mg untuk kolesterol (Almatsier 2010). Kandungan asam lemak yang banyak ditemukan dalam edamame adalah asam lemak omega-3 dan asam lemak omega-6 (Shurtleef and Aoyagi 2009). Kedua asam lemak tersebut tergolong ke dalam asam lemak esensial yang baik bagi kesehatan dan dibutuhkan oleh tubuh. Asam lemak omega-3 dan omega-6 sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan otak serta sistem saraf pada anak (Rubin J and Rubin N 2008). Kadar karbohidrat Karbohidrat pada suatu bahan pangan merupakan salah satu komponen dalam menentukan besarnya energi pada pangan tersebut.Karbohidrat memiliki peranan penting dalam menetukan karakteristik bahan makanan antara lain rasa, warna, tekstur dan lain-lain (Winarno 2008). Kandungan karbohidrat dalam labu kuning sangat berperan dalam pembuatan adonan pati (Hendrasty 2003). Kadar karbohidrat pada produk dihitung menggunakan metode by difference sehingga
26
kadarnya dipengaruhi oleh keberadaan kadar zat gizi lainnya seperti air, abu, protein dan lemak. Hasil perhitungan yang dilakukan menunjukkan bahwa kadar karbohidrat pada kue kering adalah sebesar 33.24%. Hasil tersebut masih tergolong rendah apabila dibandingkan dengan kadar protein minimal menurut SNI 01-2973-1992 tentang Mutu dan Cara Uji Biskuit yaitu sebesar 70%. Hal ini dikarenakan tepung terigu yang merupakan sumber utama karbohidrat telah disubstitusikan oleh tepung edamame dan tepung labu kuning dengan kadar karbohidrat yang tidak terlalu tinggi. Mengacu pada Standard Table of Food Composition in Japan (2015), kadar karbohidrat pada 100 g kacang kedelai edamame dan labu kuning mentah secara berurutan adalah sebesar 8.8 g dan 10.9 g. Tingginya kadar protein dan lemak yang dihasilkan dari analisis produk juga menyebabkan rendahnya kadar karbohidrat. Adelakun et al. (2000) menyatakan bahwa pada semakin banyak proporsi tepung kacang kedelai yang ditambahkan akan meningkatkan kandungan protein dan lemak, namun akan menurunkan kandungan karbohidrat di dalamnya. Kandungan energi Kandungan energi pada produk kue kering diperoleh melalui konversi energi dari protein, lemak dan karbohidrat hasil analisis proksimat menjadi satuan kkal. Lemak adalah penyumbang sumber energi yang terbesar dibandingkan dengan protein dan karboditrat. Konversi 1 gram lemak adalah 9 kkal, sementara konversi 1 gram protein dan karbohidrat adalah sebesar 4 kkal (Andarwulan et al. 2011). Hasil perhitungan kandungan energi menunjukkan bahwa kue kering terpilih yang dianalisis (20%) memiliki kandungan energi sebesar 604.5 kkal.Mengacu pada syarat mutu kue kering SNI 01-2973-1992, produk kue kering sudah memenuhi syarat minimal kandungan energi yaitu sebesar 400 kkal. Tingginya kandungan energi pada kue kering diduga berasal dari kandungan lemak yang cukup tinggi pada produk sehingga sumbangan energi yang dihasilkan dari lemak menjadi cukup besar. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk proses metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu dan kegiatan fisik. Kelebihan energi akan disimpan dalam bentuk glikogen sebagai cadangan energi jangka pendek dan dalam bentuk lemak sebagai cadangan jangka panjang (IOM 2005). Kadar beta karoten Beta karoten merupakan karotenoid, yaitu salah satu pigmen tanaman yang dikenal memiliki sifat antioksidan. Beta karoten adalah senyawa yang cepat dikonversi oleh tubuh menjadi vitamin A (Harnowo 2011), sehingga menyebabkan beta karoten juga dikenal sebagai provitamin A. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan menggunakan metode HPLC, diketahui bahwa produk kue kering memiliki kandungan beta karoten sebesar 654.4 mcg per 100 gramnya (lampiran 6). Kandungan beta karoten pada kue kering berasal dari tepung labu kuning dan tepung edamame sebagai bahan baku pembuatan kue kering. Kandungan beta karoten tertinggi diketahui ada pada labu kuning, sedangkan pada kacang kedelai edamame juga mengandung beta karoten, namun dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Menurut Middleton (1977), warna kuning atau orange yang terdapat pada labu menandakan bahwa labu mengandung beta karoten. Astawan (2004) juga menyebutkan bahwa labu kuning memiliki kandungan air dan beta karoten yang cukup tinggi.Labu kuning termasuk salah satu bahan
27
pangan sumber beta karoten yang baik (Rajalakshmi dan Ramakrishnan 1978). Mengacu pada data komposisi dan kandungan gizi labu kuning dari Puslitbang Gizi, Depkes RI (2001), kandungan beta karoten dalam labu kuning mencapai 1569 mcg per 100 g. Hasil analisis kadar beta karoten pada penelitian Setyabudi (2010), menyatakan bahwa tepung labu kuning memiliki kadar beta karoten sebesar 1690 mcg/100 g. Produk kue kering pada penelitian ini memiliki kadar beta karoten sebesar 654.4 mcg/100 g. Menurunnya kandungan beta karoten dari bentuk tepung hingga produk akhir tersebut diduga akibat adanya proses pengolahan dengan menggunakan suhu tinggi. Hal tersebut dikarenakan beta karoten memiliki sifat sensitif terutama terhadap oksigen dan cahaya. Ikatan rangkap yang terdapat pada struktur kimia beta karoten menyebabkan bahan ini menjadi sangat sensitif terhadap reaksi oksidasi ketika terkena udara (O2), cahaya, metal, peroksida dan panas selama proses pembuatan tepung maupun proses pengolahan kue kering. Kandungan beta karoten yang semakin berkurang saat diolah dari bentuk mentah menjadi tepung akan semakin menyusut pada proses pengolahan selanjutnya yaitu saat pembuatan kue kering karena adanya proses pemanasan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Setyabudi (2010) menunjukkan bahwa saat masih berbentuk tepung labu kuning, kadar beta karoten yang terkandung adalah sebesar 1569 mcg/100 g, namun setelah tepung labu kuning tersebut diolah menjadi produk berupa mie glosor, hasil analisis kadar beta karotennyaadalah sebesar 303-461 mcg/100 g. Produk kue kering edamame dan labu kuning memiliki kandungan beta karoten sebesar 654.4 mcg/100 g. Nilai ini lebih besar jika dibandingkan dengan produk kue kering hasil penelitian Widyastuti (2015) yaitu sebesar 13.349 mcg/100g. Perbedaan nilai tersebut diduga disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya perbedaan varietas, tingkat kematangan dan tempat tumbuh labu kuning yang digunakan. Kontribusi Zat Gizi Kue kering terhadap Acuan Label Gizi Kue kering terpilih yaitu taraf 20% kemudian dihitung kontribusi zat gizinya per 100 gram terhadap ALG (Acuan Label Gizi) untuk mengetahui klaim yang dapat digunakan pada produk, terutama pada produk kemasan. Menurut BPOM (2011), Klaim merupakan segala bentuk uraian yang menyatakan, menyarankan atau secara tidak langsung menyatakan perihal karakteristik tertentu suatu pangan yang berkenaan dengan asal usul, kandungan gizi, sifat, produksi, pengolahan, komposisi atau faktor mutu lainnya. Klaim kandungan gizi adalah klaim yang menggambarkan kandungan zat gizi dalam pangan. Acuan Label Gizi (ALG) adalah acuan untuk pencantuman keterangan kandungan gizi pada suatu label produk pangan (BPOM 2011). ALG diperlukan untuk menentukan klaim zat gizi apa yang dapat diberikan pada produk pangan terkait. Kue kering edamame labu kuning ini dibuat dengan tujuan dapat menjadi cemilan sehat bagi anak balita, sehingga penentuan klaimnya mengacu pada nilai acuan label gizi untuk kelompok konsumen anak usia 2-5 tahun. Takaran saji untuk kue kering dari edamame dan labu kuning ini sebesar 50 gram per kemasan untuk satu kali selingan. Satu keping kue kering edamame labu kuning memiliki berat sebesar 10 gram sehingga satu takaran saji terdiri dari 5 keping kue kering edamame labu kuning. Perhitungan kontribusi energi dan zat gizi produk kue kering edamame labu kuning terhadap ALG dapat ditentukan dengan membandingkan kandungan energi dan zat gizi kue kering per serving size
28
(50 gram/1 kali selingan) dengan acuan label gizi untuk kelompok konsumen anak 2-5 tahun. Kontribusi energi dan zat gizi kue kering edamame labu kuning dapat dilihat pada tabel 10 Tabel 10 Kontribusi zat gizi kue kering terhadap acuan label gizi Jumlah per ALG Jumlah per % ALG per Energi/zat gizi serving size anak 100 gram serving size (50 gram) 2-5 thn* Energi (kkal) 302.3 23.25 1300 604.50 Air (g) 2.71 5.41 Abu (g) 0.02 0.04 Protein (g) 8.02 22.93 35 16.05 Lemak (g) 22.63 37.72 60 45.26 Karbohidrat (g) 16.62 8.31 200 33.24 Beta karoten 327.20 12.39 2640 654.40 (mcg)
% ALG 46.50 45.86 75.43 16.62 24.79
Keterangan :*) BPOM (2011)
Tabel 6 menunjukkan persentase kandungan zat gizi produk terhadap ALG anak usia 2-5 tahun berdasarkan BPOM (2011). Perbandingan ALG disajikan dalam dua jenis serving size yang berbeda yaitu 50 gram atau 1 kali selingan dan 100 gram atau 2 kali selingan.Hasil perbandingan 50 g kue kering edamame labu kuning dengan ALG menunjukkan bahwa nilai energi kue kering memenuhi sekitar 23.25% terhadap energi total. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam satu sajian kue kering atau setara dengan 5 keping kue kering edamame labu kuning dapat memenuhi sekitar 23.25% kebutuhan energi harian anak usia 2-5 tahun. Mengacu pada ALG, jumlah protein yang disarankan untuk anak usia 2-5 tahun adalah sebesar 35 g. Satu takaran saji kue kering edamame labu kuning seberat 50 g diketahui dapat menyumbang sekitar 22.93% kebutuhan protein harian anak usia 2-5 tahun. Suatu produk makanan dapat diklaim sebagai pangan sumber protein apabila memenuhi persyaratan klaim yaitu mengandung protein tidak kurang dari 20% ALG per 100 g dalam bentuk padat, dan dapat diklaim sebagai pangan tinggi protein apabila memiliki kandungan protein tidak kurang dari 35% ALG per 100 g dalam bentuk padat (BPOM 2011). Satu takaran saji produk kue kering edamame labu kuning memiliki kandungan protein sebesar 22.93% ALG sehingga dapat diklaim sebagai kue kering sumber protein. Jumlah karbohidrat yang disarankan menurut ALG anak usia 2-5 tahun adalah sebesar 200 g. Hasil perbandingan kandungan karbohidrat kue kering terhadap ALG diketahui sebesar 8.31%, artinya 1 takaran saji kue kering dapat memenuhi kebutuhan karbohidrat harian anak usia 2-5 tahun sebanyak 8.31%. Jumlah lemak yang disarankan berdasarkan ALG produk pangan untuk anak usia 2-5 tahun adalah sebanyak 60 g. Hasil perbandingan lemak kue kering menunjukkan bahwa produk kue kering edamame labu kuning menyumbang 37.72% kebutuhan lemak harian dalam setiap satu kali penyajian untuk anak usia 2-5 tahun. Berdasarkan ALG untuk anak usia 2-5 tahun, kebutuhan beta karoten per orang per hari adalah sebesar 2640 mcg. Produk kue kering edamame labu kuning memiliki kandungan beta karoten sebesar 327.20 mcg per 50 gram atau setiap satu
29
takaran saji sebanyak 5 keping kue kering. Hal ini menunjukkan bahwa setiap satu sajian kue kering edamame labu kuning berkontribusi menyumbangkan 12.39% kebutuhan beta karoten harian untuk anak usia 2-5 tahun. Klaim terhadap kandungan beta karoten tidak ada secara langsung, melainkan mengacu pada klain kandungan vitamin dan mineral secara umum. Berdasarkan BPOM (2011) mengenai syarat klaim kandungan zat gizi vitamin dan mineral, suatu produk dapat mendapat klaim sebagai sumber vitamin atau mineral tertentu apabila kandungan vitamin atau mineralnya memenuhi syarat tidak kurang dari 15% ALG per 100 g dalam bentuk padat dan dapat diklaim „tinggi vitamin dan mineral tertentu‟ apabila memenuhi syarat 2 kali jumlah untuk „sumber‟. Produk kue kering edamame labu kuning dalam satu kali penyajian atau setara dengan 50 gram kue kering memiliki kandungan beta karoten sebesar 12.39% jika dibandingkan dengan ALG, nilai tersebut masih tergolong kurang jika ingin mendapat klaim sumber beta karoten karena dibawah dari syarat minimal yaitu sebesar 15%. Namun apabila produk kue kering edamame labu kuning ini dikonsumsi sebanyak 2 kali penyajian yaitu pada waktu selingan 1 dan selingan 2 dalam satu hari, sehingga total kue kering yang dikonsumsi adalah sebesar 100 g atau setara dengan 10 keping kue kering, maka kandungan beta karoten yang akan diperoleh juga akan bertambah dan dapat menyumbang sebesar 24.79% kebutuhan beta karoten harian anak usia 2-5 tahun menurut ALG. Nilai tersebut lebih dari syarat minimal klaim sumber vitamin dan mineral karena lebih dari 15%, namun belum bisa dikatakan tinggi karena tidak memenuhi syarat „2 kali jumlah sumber‟. Sehingga dapat dikatakan bahwa kue kering edamame labu kuning dapat diklaim sebagai sumber beta karoten dengan catatan apabila dikonsumsi sebanyak dua takaran saji untuk memenuhi kebutuhan beta karoten harian anak menurut Acuan Label Gizi (ALG) anak usia 2-5 tahun. Hasil Analisis Biaya Produk Perhitungan biaya produksi produksi kue kering edamame labu kuning dihitung berdasarkan biaya bahan baku, biaya operasional dan biaya tenaga kerja. Rincian perkiraan biaya untuk satu takaran saji produk dapat dilihat pada Tabel berikut Tabel 11 Perkiraan biaya produksi kue kering edamame-labu kuning No Kebutuhan Jumlah (g) Harga (Rp) Biaya Bahan Baku 1 Edamame 30 4800,00 2 Tepung labu kuning 20 6000,00 3 Royal palmia 30 1000,00 4 Gula halus 15 1000,00 5 Soda kue 0.5 500,00 Total biaya bahan baku 13300,00 Biaya Operasional 6 Perawatan alat 2000,00 7 Listrik 2000,00 8 Air 1000,00 9 Gas 1000,00 Total biaya operasional 6000,00
30
Tabel 11 Perkiraan biaya produksi kue kering edamame-labu kuning (lanjutan) No Kebutuhan Jumlah (g) Harga (Rp) Biaya Tenaga Kerja 10 Pembuat kue 2.000,00 Total biaya tenaga kerja 2.000,00 Modal Kotor 21300,00 Modal per keping 2130,00 Margin keuntungan 870,00 Harga Jual per keping 3000,00 Harga jual per serving size (5 keping) 15000,00
31
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Taraf kue kering sumber beta karoten untuk anak balita dapat dibuat dengan menggunakan tepung edamame dan tepung labu kuning. Kue kering yang dibuat adalah 4 kue kering taraf dan 1 kue kering kontrol. Tahapan pembuatan kue kering terdiri dari penimbangan bahan, pencampuran dan pengocokan, pencetakan dan pemanggangan. Komposisi tepung edamame dibuat sama antar taraf sedangkan tepung labu kuning ditambahkan dengan taraf tertentu yaitu 0%, 25%, 33%, 40% dan 45.5%. Taraf kue kering terpilih adalah taraf 20% dengan konsentrasi tepung labu kuning sebesar 40%. Hasil uji hedonik menunjukkan kue kering edamame labu kuning memiliki warna, aroma, rasa dan tekstur yang tergolong dapat diterima oleh panelis. Hasil uji mutu hedonik diketahui bahwa kue kering edamame labu kuning memiliki karakteristik warna kuning muda kecoklatan, tingkat kecerahan sedang, aroma langu, aroma harum dan rasa manis tergolong sedang, rasa pahit sedang agak lemah, rasa gurih yang sedang, aftertaste sedang, tekstur kue kering di lidah sedang agak lembut, dan tekstur kue kering saat digigit sedang agak lunak dapat diterima oleh panelis. Kue kering edamame labu kuning memiliki tingkat penerimaan mencapai 85%. Hasil analisis kandungan zat gizi taraf kue kering terpilih menunjukkan bahwa 100 g kue kering memiliki kadar air sebesar 5.41 g, kadar abu sebesar 0.04 g, kadar protein sebesar 16.05 g, kadar lemak sebesar 45.26, kadar karbohidrat sebesar 33.24 g dan energi sebesar 604 kkal. Satu takaran saji kue kering edamame labu kuning sebesar 50 g atau setara dengan 5 keping kue kering. Kadar beta karoten diketahui sebesar 654.4 mcg/100 gram dan berkontribusi sebesar 24.79% terhadap ALG anak usia 2-5 tahun. Berdasarkan kadar tersebut maka kue kering edamame labu kuning dapat memiliki klaim makanan sumber beta karoten untuk anak balita. Dalam satu kali penyajian, kue kering edamame labu kuning menyumbang energi sebesar 23.35%, protein sebesar 22.93%, lemak sebesar 37.72%, karbohidrat sebesar 8.31% dan beta karoten sebesar 24.79%. Produk kue kering ini diharapkan dapat dijadikan alternatif cemilan sumber beta karoten pada anak-anak. Saran Kue kering edamame labu kuning masih memiliki kadar lemak yang cukup tinggi sehingga taraf kue kering dari edamame dan labu kuning dapat terus dikembangkan dengan memperhatikan komposisi bahan baku agar kontribusi kandungan zat gizi sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu uji daya terima kue kering edamame labu kuningdapat dilakukan pada penelitian selanjutnya terhadap anak balita untuk mengetahui penerimaan produk pada anak.
32
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of Analysis of Association of Official Analytical Chemist Ed ke-14. AOAC inc, Airlington. Abdillah F. 2006. Penambahan tepung wortel dan karagenan untukmeningkatkan kadar serat pangan padanugget ikan nila (oreochromis sp.). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Adelakun OE, Duodo KG, Olanipekum BF. 2013. Potential use of Soybean Flour (Glycine max) in food fortification. El-Shemy HA, editor. Zagreb (HR): InTech Andarwulan N, Kusnandar F, Herawati D. 2011. Analisis Pangan. Jakarta (ID): PT. Dian Rakyat. Astawan M. 2004. Labu Kuning Penawar Racun dan Cacing Pita yang Kaya Antioksidan.Jakarta (ID): Kompas Almatsier S. 2004. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta (ID): Gramedia _________, Soetardjo S, Soekatri M. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. Jakarta (ID): Gramedia [BPOM] Badan Pengawasan Obat dan Makanan.2011. Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Tentang Acuan Label Gizi Produk Pangan. Jakarta (ID): BPOM RI. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1992. SNI 01-2973 1992. Jakarta (ID): BSN Desrosier WN. 1968. Teknologi Pengawetan Pangan.Muldjohardjo, penerjemah. Jakarta (ID): UI Press Dwitya AF, Martati E, Nugrahini NIP. 2016. Proporsi tepung edamame dengan tepung komposit (mocaf:terigu) pada pembuatan snack bars tinggi protein. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol 4, No.3 Erawati CM. 2006.Kendali Stabilitas Beta Karoten selama Proses Produksi Tepung Ubi Jalar. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Fellows P. 2000.Food Processing Technology Principle and Practice. New York: CRC Press. Taib G. 1987. Operasi Pengeringan pada Pengolahan Hasil Pertanian. Jakarta (ID): Madyatama Sarana Perkasa Hendrasty HK. 2003. Tepung Labu Kuning: Pembuatan dan Pemanfaatannya. Yogyakarta (ID): Kanisius. Herman S et al. 2009. Studi Masalah Gizi Mikro di Indonesia: Perhatian khusus pada kurang vitamin A (KVA), Anemia dan Seng. [Laporan Penelitian]. Jakarta (ID): Badan Litbang Kesehatan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan Han IH and Baik BK. 2006. Oligosaccharide content and composition of legumes and their reduction by soaking, cooking, ultrasound and high hydrostatic pressure. Cereal Cem. 83(4):428-433 Herminiati A. 2005. Pengembangan Kue kering dari Campuran Dekstrin Garut dan Tepung Pisang untuk Terapi Gizi Tikus Penderita Autis. [skripsi]. Bogor (ID): IPB Igfar A. 2012. Pengaruh penambahan tepung labu kuning (Curcubita moschata) dan tepung terigu terhadap pembuatan kue kering. [skripsi]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin
33
[IOM] Institute of Medicine. 2005. Dietary Reference Intake for Energy, Carbohydrate, Fiber, Fat, Fatty Acids, Cholesterol, Protein and Amino Acids. A Report of the Panel on Macronutrients, Subcommittees on Upper Reference Levels of Nutrients and Interpretation and Uses of Dietary Reference Intakes and the Standing Committee on the Scientific Evaluation of Dietary Reference Intakes. Washington DC (US): National Academies Press. James A. 2007. Edamame Soybean Development in Australia. Kingston (AU): Rural Industries Research and Development Corporation [Kemenkes RI]. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. INFODATIN: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, Situasi Kesehatan Anak Balita di Indonesia. Jakarta (ID): Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI [Kementan RI]. Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2011. LAKIP Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun 2011. Jakarta (ID): Kementan RI Konovsky J, Lumpkin TA and McClary D. 1994.Edamame: The Vegetable Soybean. Washington (ID): Haworth Press Koswara S. 2001. Tekno Pangan Dan Agroindustri Vol 1 No 1-12. Bogor (ID): Yayasan Pengembangan Banten dan TPG Lock K, Pomerleau J, Causer L, Altmann DR, Mckee M. 2005. The global burden of disease attribute to low consumption of fruit and vegetables: implications for the global strategy on diet. Bull World Organ.83(2):100-8. Mahan LK, Stump SE. 2008. Krause’s Food and Nutrition Therapy Ed. 12.Missouri (US): Saunders Elsevier Melati dan Enik. 2010. Konsumsi sayur dan buah pada anak prasekolah terkait dengan pengetahuan gizi dan sikap Ibu. [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro [MEXT] Ministry of Education, Culture, Sports, Science and Technology - Japan. 2015. Standard Tables of Food Composition in Japan – Seventh Revised Edition. [Internet]. [diunduh 2016 Okt 20]. Tersedia pada: http://www.mext.go.jp/en/policy/science_technology/policy/title01/detail01/ 1374030.htm Middleton JT. 1997. Encyclopedia of Food.New York (US): McGraw Hill Mohammad A, Madanijah S. 2015. Konsumsi buah dan sayur anak usia sekolah dasar di Bogor. J Gizi Pangan. 10(1):71-76 Nielsen SS. 2010. Food Analysis Fourth Edition.New York(US): Springer Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi.2011. Komposisi Zat Gizi Makanan Indonesia. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan Republik Indonesia Rajalakshmi R, Ramakrishman. 1978. Studies on carotene amd vitamin A with Regard to nutritional status, utilization and requirements. Biochemistry Department, MS University of Baroda, Baroda. Wld Rev, Nutr. Diet, vol.31, pp.162-167 (Karger, Masel) Saputro AHJ, Fikri AM, Adrian ML, Yasa IPAM. 2014. “Canned Egg White” Pangan Darurat Tinggi Protein dengan Fortifikasi Vitamin C untuk Meningkatkan Imunitas Pengungsi Akibat Bencana Alam. Bogor (ID): IPB. Samsu SH. 2003. Membangun Agroindustri Bernuansa Ekspor: Edamame (Vegetable Soybean). Yogyakarta (ID): Penerbit Graha Ilmu
34
Setyabudi A. 2013. Pengembangan mi glosor instan dari tepung sagu aren dengan substitusi tepung labu kuning sebagai alternatif untuk diversifikasi pangan. [skripsi]. Bogor (ID): IPB Setyaningsih D, Apriyanto A, dan Sari MP. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor (ID): IPB Press Shanhua, Tainan, Taiwan.(2010). The Soybean: Botany, Production and Uses. Singh G, editor.London (UK): CABI International Shanmugasundaram S dan Yan MR. 2010.Vegetable Soybean. New Jersey (US): The World Vegetable Center Shurtleff W, Aoyagi A 2009. History of Edamame, Green Vegetable Soybeans, and Vegetable-Type Soybean (1275-2009): Extensively Annotated Bibliography and Sourcebook. Lafayette (US): Soyinfo Center Soewanto, Prasongko dan Sumarno. 2007. Kedelai Teknik Produksi & Pengembangannya (Agribisnis Edamame untuk Ekspor. Jakarta (ID): Balai Penelitian & Pengembangan Pertanian Sudjana. 1996. Metode Statistik. Bandung (ID): Tarsito Sundari T. 2011.Tarafsi Kue kering dengan Tepung Komposit Berbasis Labu Kuning (Cucurbita moschata) sebagai Alternatif Makanan Pendamping ASI. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2001. Penilaian Status Gizi.Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC [USDA].United States Department of Agriculture, Agricultural Research Service.2016. National Nutrient Database for Standart Reference Release 28. [Internet]. [diunduh 2016 Okt 20]. Tersedia pada: https://ndb.nal.usda.gov/ndb/foods/show/2964?fgcd=&manu=&lfacet=&for mat=&count=&max=50&offset=&sort=default&order=asc&qlookup=edam ame&ds= Widyastuti AD. 2015. Pengaruh substitusi tepung labu kuning (Curcubita moschata) terhadap kadar B-karoten dan daya terima pada kue kering labu kuning. [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Negeri Surakarta Winarno FG. 1995. Enzim Pangan. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. __________.2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor (ID): M-Brio Press. Windsor M and Barlow S. 1981. Introduction to Fishery By-Product. England (UK): Fishing News Book Ltd, Farnham [WHO/FAO].World Health Organization/Food and Agricultural Organization.2003. Report of a Joint WHO/FAO Expert Consultation: Diet, Nutrition, and the Prevention of Chronic Disease Geneva. Geneva (CH): WHO. [WHO].World Health Organization. 2014. Xerophtalmia and night blindness for the assestment of clinical vitamin A deficiency in individuals and populations. Geneva (CH): WHO Worhington BS dan Williams RSR. 2000. Nutrition Throughout the Life Cycle. Ed 4. Singapore (SG): McGraw-Hill International Ed
35
LAMPIRAN
36
Lampiran 1 Kuesioner uji hedonik kue kering Formulir Uji Hedonik Kode Sampel : Nama Panelis/Jenis :..............................2016
Kelamin
:...................................../.....Tanggal
Pengujian
Dihadapan Saudara/i disajikan 5 sampel kue keringtepung edamame dan tepung labu kuning. Anda diminta untuk menilai sampel tersebut dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Beri tanda garis vertikal ( I ) pada titik antara skala 1-7 dibawah ini yang tepat menggambarkantanggapan terhadap tingkat kesukaan Saudara/i dan berikan kode sampelnya 2. Silahkan untuk berkumur atau minum terlebih dahulu sebelum Anda menilai sampel berikutnya 3. Mohon tidak membandingkan antar sampel saat Anda melakukan penilaian Warna
1
2
3
Sangat tidak suka
4
5
6
Biasa
7 Sangat suka
Aroma
1
2
3
Sangat tidak suka
4
5
6
Biasa
7 Sangat suka
Rasa
1
2
3
Sangat tidak suka
4
5
6
Biasa
7 Sangat suka
Tekstur
1
2
3
Sangat tidak suka
4
5
6
Biasa
7 Sangat suka
Keseluruhan
1 Sangat tidak suka
2
3
4 Biasa
5
6
7 Sangat suka
37
Lampiran 2 Kuesioner uji mutu hedonik kue kering Formulir Uji Mutu Hedonik Kode Sampel : Nama Panelis/Jenis Kelamin :................./..... Tanggal Pengujian :..............................2016 Dihadapan Saudara/i disajikan 5sampel kue kering tepung edamame dan tepung labu kuning.Anda diminta untuk menilai sampel tersebut dengan ketentuan sebagai berikut : 4. Beri tanda garis vertikal ( I ) pada titik antara skala 1-7 dibawah ini yang tepat menggambarkan persepsi Saudara/i dan berikan kode sampelnya 5. Silahkan untuk berkumur atau minum terlebih dahulu sebelum Anda menilai sampel berikutnya 6. Mohon tidak membandingkan antar sampel saat Anda melakukan penilaian Warna Warna 1 1 Hijau tua kekuning an
2 Hijau kekuning an
2
3
3 Hijau muda kekuning an
4 4 Kuning muda kehijaua n
5 5 Kuning muda kecokelat an
6 6 Kuning kecokelat an
7 7 Kuning tua kecokelat an
Kecerahan Warna 1 1 Sangat gelap
2
2 Gelap
3 3 Agak gelap
4 4 Sedang
5 5 Agak cerah
6 6 Cerah
7 7 Sangat cerah
Aroma Aroma Langu 1 1 Sangat kuat
2
2 Kuat
3 3 Agak kuat
4 4 Sedang
5 5 Agak lemah
6 6 Lemah
7 7 Sangat lemah
Aroma Harum Kue 1 1 Sangat lemah
2 lemah
2
3 3 Agak lemah
4 4 Sedang
5 5 Agak kuat
6 6 Kuat
7 7 Sangat kuat
38
Rasa
Rasa Manis 1 1 Sangat lemah
2
2 lemah
3 3 Agak lemah
4 4 Sedang
5 5 Agak kuat
6 6 Kuat
7 7 Sangat kuat
Rasa Pahit 1 1 Sangat kuat
2
2 Kuat
3 3 Agak kuat
4 4 Sedang
5 5 Agak lemah
6 6 Lemah
7 7 Sangat lemah
Rasa Gurih 1 1 Sangat lemah
2
2 lemah
3 3 Agak lemah
4 4 Sedang
5 5 Agak kuat
6 6 Kuat
7 7 Sangat kuat
Aftertaste 1 1 Sangat kuat
2
2 Kuat
3 3 Agak kuat
4 4 Sedang
5 5 Agak lemah
6 6 Lemah
7 7 Sangat lemah
Tekstur
Tekstur di lidah 1 1 Sangat renyah
2
2 Renyah
3 3 Agak renyah
4 4 Sedang
5 5 Agak lembut
6 6 Lembut
7 7 Sangat lembut
Tekstur saat digigit 1 1 Sangat renyah
2 Renyah
2
3 3 Agak renyah
4 4 Sedang
5 5 Agak lunak
6 6 Lunak
7 7 Sangat lunak
Komentar: ……………………………………………………………………………………..
39
Lampiran 3 Prosedur analisis kandungan gizi a. Kadar Abu (AOAC 2005) Cawan porselen kosong dipanaskan dengan pembbakar selama 5 menit, kemudian dimasukkan ke dalam tanr duhu 600oC selama 1 jam.Selanjutnya cawan porselen dikeluarkan dari tanur dan didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang beratnya.Sampel sebanyak 2-3 gram ditempatkan dalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya dan dimasukkan ke dalam tanur bersuhu 600oC. Proses pengabuan dilakukan selamakurang lebih 5 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih, kemudian sampel dimasukkan ke dalam desikator untuk didinginkan lalu ditimbang berat akhirnya. 𝑏−𝑐
Perhitungan : Kadar abu (%) = x 100% bobot sampel (g) 𝑎 Keterangan: a = beratsampel awal sebelum diabukan (g) b = berat sampel ditambah cawan sesudah diabukan (g) c = berat cawan kosong b. Kadar Air Metode Gravimetri(AOAC 2005) Cawan alumunium dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam menit, lalu didinginkan dalam desikator selama 10 menit. Cawan ditimbangmenggunakan neraca analitik.Sampel sebanyak 2-3 gram dimasukkan kedalam cawan, kemudian cawan serta sampel ditimbang dengan neraca analitik.Cawan berisi sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam. Selanjutnya cawan berisi sampel didinginkan dalam desikator, kemudian B1−B2 ditimbang berat akhirnya.Perhitungan : Kadar air = B x 100% Keterangan : B1 = berat sampel sebelum diabukan (g) B2 = berat sampel ditambah cawan sesudah diabukan (g) B = berat cawan kosong (g) c. Kadar Protein Metode Kjeldahl(AOAC 2005) Penentuan kadar protein sampel menggunakan metode mikro Kjeldahl. Sejumlah kecil sampel sebesar 0.5-1 g ditimbang, dipindahkan ke dalam labu Kjeldahl. Setelah itu, ditambahkan ± 2.5-5 gram selenium mix dan 25 ml H2SO4 pekat ke dalam labu Kjeldahl yang berisi sampel. Labu Kjedahl tersebut kemudian dididihkan selama 1-3 jamsampai cairan menjadi jernih kehijauan dan uap SO2 menghilang.Setelah cairan jernih, labu Kjedahl yang berisisampel didinginkan dan dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan akuades hingga tanda tera.Kemudian larutan dari labu ukur 100 ml dipipet sebanyak 10 ml dan dipindahkan kedalam labu destilasi.Selanjutnya ditambahkan 10 ml NaOH 10% atau lebih kedalam labu destilasi dan dilakukan penyulingan dengan suhu destikator 100oC. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi 20 ml larutan asam borat(H3BO3) dan 2-4 tetes indicator campuran merah metilyang diletakkan di bawah kondensor. Setelah destilasi selesai,destilat kemudian ditritasi denganHCl standar sampai terjadi perubahan warna titrat menjadi merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat.
40
Cara perhitungan kadar protein : Kadar N (%) = (ml HClcontoh – ml HClblanko) x N HCl x 14.007 x 100% mg sampel Kadar protein(%) = % N x 6.25 d. Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 1995) Keringkan labu lemak dalam oven pada suhu 105oC selama 60 menit kemudian didinginkan dalam desikator (A).Timbang 2 gram sampel (S) tepat langsung dalam saringan timbel yang sesuai ukurannya, kemudian tutup dengan kapas wool yang bebas lemak atau sampel dapat pula dibungkus dengan kertas saring.Masukkan pelarut lemak (heksana) ke dalam labu lemak secukupnya.Masukkan timbel ke dalam alat ekstraksi soxlet.Panaskan labu lemak dan lakukan ekstraksi selama 3-4 jam.Setelah selesai pelarut lemak disulingkan kembali dan labu lemak diangkat kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 15 menit atau sampai tidak ada penurunan berat lagi.Labuyang berisi lemak didinginkan selama 20-30 menit dalam desikator dan kemudian ditimbang (B). B−A Perhitungan : Kadar lemak (%) = S x 100% Keterangan : B = berat lemak hasil ekstraksi dan labu lemak (g) A = berat labu lemak kosong (g) S = bobot sampel (g) e. Kadar Karbohidrat by Difference (AOAC 2005) Analisa kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasilpengurangan dari 100% dengan kadar air, kadar abu, kadar lemak dan kadar protein, sehingga kadar karbohidrat sangat berpengaruh kepada zat gizi lainnya. Analisis kadar karbohidrat dapat diperoleh melalui rumus: Kadar Karbohidrat = 100% - %(kadar air + kadar abu + kadar lemak + kadarprotein). f. Analisis Beta-Karoten (Journal of Chromatography 1992) 1. Penyiapan larutan standar Timbang ± 0,01 g beta-karoten ke dalam erlenmeyer bertutup asah. Tambahkan 1 g asam askorbat dan 25 ml aquades, kocok menggunakan stirer hingga homogen.Tambahkan 50 ml etanol dan 10 ml larutan KOH 60%, kocok kembali menggunakan stirer selama 1 jam. Tambahkan 60 ml petrolum eter: dietil eter (1:1), kocok menggunakan stirer selama 1 jam. Masukkan larutan ke dalam labu pemisah 500 ml. Kocok larutan dan biarkan larutan terpisah sempurna.Pindahkan lapisan bagian atas ke dalam labu kocok laninya. Tambahkan 25 ml petrolum eter : dietil eter (1:1), stirer selama 30 menit. Masukkan larutan ke dalam labu pemisah, kocok dan biarkan memisah, kemudian gabungkan lapisan bagian atas ke dalam labu pemisah, ulangi kembali perlakuan ini satu kali.Cuci larutan tersebut dengan aquades sampai bebas basa.Pindahkan larutan ke dalam labu dasar bulat berleher asah dan uapkan dengan menggunakan vakum evaporator hingga kering.Larutkan residu dengan propanol. Buat larutan deret standar (disesuaikan dengan konsentrasi contoh). Saring larutan dengan Sep pak Catridge C-18.Larutan siap diinjek ke dalam HPLC.
41
2. Penyiapan contoh Timbang 10 g contoh, kemudian masukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml bertutup asah. Tambahkan 1 g asam askorbat an 25 ml aquades, kocok menggunakan stirer hingga homogen. Tambahkan 50 ml etanol dan 10 ml larutan KOH 60%, kocok kembali menggunakan stirer selama 1 jam. Tambahkan 60 ml petrolum eter : dietil eter (1:1), stirer selama 30 menit. Masukkan larutan ke dalam labu pemisah, kocok dan biarkan memisah, kemudian gabungkan lapisan baigan atas ke dalam labu pemisah, ulangi kembali perlakukan ini sebanyak satu kali.Cuci larutan tersebut dengan menggunakan aquades sampai bebas basa.Pindahkan larutan ke dalam labu dasar bul/at berleher asah dan uapkan dengan menggunakan vakum evaporator hingga kering.Larutkan residu dengan propanol.Saring larutan dengan Sep pak Catridge C 18, injeksikan larutan ke dalam HPLC. Kadar betakaroten dalam contoh dapat dihitung dengan rumus: Csp = Asp x Betakaroten x Fp/ wsp Ast Keterangan Csp : konsentarsi contoh (mg/kg) Ast : luas area standar Asp : luas area contoh Fp : Faktor pengenceran Wsp : Berat contoh
42
Lampiran 4 Hasil uji analisis statistik
Atribut
Tabel 12 Nilai rata-rata uji mutu hedonik setiap ulangan Taraf Kue kering Edamame Labu Kuning 13% 17% 20% 23% 0% 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Warna Kecerahan Aroma langu Aroma harum Rasa manis Rasa pahit Rasa gurih Aftertaste Tekstur di lidah Tekstur saat digigit
Atribut
5.60 3.89 3.79 3.73 3.88 4.01 3.68 3.43
5.27 5.10 4.09 4.06 3.96 5.02 3.99 4.07
5.81 3.77 4.01 3.80 3.93 4.02 3.92 3.82
5.57 4.33 4.55 3.94 4.23 4.61 3.94 4.28
5.66 3.77 3.80 3.71 4.03 4.20 3.83 3.49
6.09 3.51 4.11 3.79 3.62 3.91 3.65 3.62
5.61 3.96 4.00 3.67 3.68 3.87 3.87 3.86
4.47 5.40 5.29 4.45 4,45 5.11 4.52 4.97
3.90 5.74 5.22 4.35 4.53 5.44 4.45 4.88
4.82 4.56
5.28
4.40
4.82
4.59
4.47
4.22
4.78
4.08
4.87 4.54
5.30
4.43
4.84
4.38
4.24
4.09
4.65
3.50
5.47 4.01 3.78 3.73 3.89 4.58 3.85 3.71
Tabel 13 Nilai rata-rata uji mutu hedonik setiap ulangan Taraf Kue kering Edamame Labu Kuning 13% 17% 20% 23% 0% 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Warna Aroma Rasa Tekstur
4.58 4.33 4.11 3.94
4.47 4.11 4.07 4.17
4.96 4.12 4.23 4.11
4.18 4.05 4.20 4.06
4.46 4.11 4.28 4.30
4.22 4.13 4.20 4.04
4.18 3.99 3.96 4.06
4.09 4.00 3.81 4.08
4.42 4.75 4.98 4.89
4.20 4.76 4.91 4.92
Tabel 14 Uji normalitas mutu hedonik Perlakuan
Kolmogorov-Smirnova
13%
Statistic .243
17%
.285
60
.000
20%
.201
60
23%
.189
0% Kecerahan 13% 17% 20% 23% 0% Langu 13% 17% 20% 23%
.190 .164 .201 .149 .157 .266 .166 .152 .189 .185
Warna
df
Shapiro-Wilk 60
Sig. .000
.850
60
.000
.000
.909
60
.000
59
.000
.903
59
.000
60 60 60 60 59 60 60 60 60 59
.000 .000 .000 .002 .001 .000 .000 .002 .000 .000
.923 .935 .949 .962 .954 .826 .954 .950 .954 .916
60 60 60 60 59 60 60 60 60 59
.001 .003 .015 .057 .026 .000 .024 .015 .024 .001
60
Sig. Statistic .000 .877
df
43
Perlakuan
Kolmogorov-Smirnova
Statistic 0% .239 Harum 13% .205 17% .247 20% .247 23% .246 0% .194 Manis 13% .194 17% .253 20% .192 23% .209 0% .161 Pahit 13% .174 17% .168 20% .148 23% .162 0% .221 Gurih 13% .273 17% .252 20% .303 23% .214 0% .202 Aftertaste 13% .143 17% .166 20% .181 23% .198 0% .177 Lidah 13% .174 17% .188 20% .194 23% .155 0% .161 Gigit 13% .137 17% .153 20% .203 23% .138 0% .171 a. Lilliefors Significance Correction
df 60 60 60 60 59 60 60 60 60 59 60 60 60 60 59 60 60 60 60 59 60 60 60 60 59 60 60 60 60 59 60 60 60 60 59 60
Shapiro-Wilk
Sig. Statistic .000 .904 .000 .945 .000 .922 .000 .911 .000 .892 .000 .920 .000 .930 .000 .917 .000 .934 .000 .935 .001 .929 .000 .929 .000 .912 .002 .936 .001 .955 .000 .912 .000 .907 .000 .890 .000 .858 .000 .920 .000 .913 .004 .933 .000 .950 .000 .933 .000 .924 .000 .932 .000 .908 .000 .939 .000 .883 .001 .917 .001 .887 .007 .947 .001 .944 .000 .910 .007 .932 .000 .938
df 60 60 60 60 59 60 60 60 60 59 60 60 60 60 59 60 60 60 60 59 60 60 60 60 59 60 60 60 60 59 60 60 60 60 59 60
Sig. .000 .009 .001 .000 .000 .001 .002 .001 .003 .003 .002 .002 .000 .004 .028 .000 .000 .000 .000 .001 .000 .003 .015 .003 .001 .002 .000 .005 .000 .001 .000 .011 .008 .000 .003 .005
44
Tabel 15 Uji kruskal walis mutu hedonik Warna Kecerahan Langu Harum Manis Chi-Square 68.559 74.393 41.587 20.065 20.214 Df 4 4 4 4 4 Asymp. Sig. .000 .000 .000 .000 .000
Pahit Gurih Aftertaste Lidah Gigit 26.005 22.790 36.456 5.135 15.499 4 4 4 4 4 .000 .000 .000 .274 .004
Tabel 16 Nilai signifikansi uji mann-whitney hasil hedonik antar taraf Atribut Aroma Rasa Tekstur
F1-F2 0.381 0.405 0.761
F1-F3 0.477 0.323 0.563
F1-F4 0.158 0.343 0.766
F1-F5 0.005 0 0
F2-F3 0.845 0.861 0.899
F2-F4 0.601 0.091 0.836
F2-F5 0.001 0.001 0
F3-F4 0.408 0.069 0.892
F3-F5 0 0.002 0
F4-F5 0 0 0
Keterangan: Taraf F1=13%, F2=17%, F3=20%, F4=23%, F5=0%
Tabel 17 Nilai signifikansi uji mann-whitney hasil mutu hedonik antar taraf Atribut Warna Kecerahan Langu Harum Pahit Manis Gurih Aftertaste Digigit
F1-F2 F1-F3 F1-F4 F1-F5 F2-F3 F2-F4 F2-F5 F3-F4 F3-F5 F4-F5 0.739 0.56 0 0.021 0.505 0.018 0 0.125 0 0 0.02 0.652 0 0.277 0.066 0.002 0 0.168 0 0 0.196 0.08 0 0.298 0.76 0.877 0 0.534 0 0 0.274 0.67 0.001 0.807 0.436 0.123 0.012 0.46 0.001 0 0.6 0.217 0.001 0.225 0.419 0.069 0.005 0.031 0.077 0 0.417 0.662 0 0.193 0.539 0.041 0.023 0.059 0 0 0.331 0.576 0 0.702 0.666 0.176 0.002 0.296 0.001 0 0.124 0.199 0 0.47 0.716 0.266 0 0.496 0 0 0.442 0.845 0.015 0.026 0.301 0.005 0.002 0.052 0.027 0.733
Keterangan: Taraf F1=13%, F2=17%, F3=20%, F4=23%, F5=0%
Tabel 18 Uji mann-whitney mutu hedonik taraf 13%-17% Warna
Kecerahan
Langu
Harum
Manis
Pahit
Gurih
Aftertaste
Gigit
Mann-Whitney U
1.740E3
1363.500 1.558E3 1.598E3 1.704E3 1.648E3 1.624E3 1510.500
1.656E3
Wilcoxon W
3.570E3
3193.500 3.388E3 3.428E3 3.534E3 3.478E3 3.454E3 3340.500
3.486E3
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
-.333
-2.334
-1.293
-1.094
-.524
-.811
-.972
-1.539
-.769
.739
.020
.196
.274
.600
.417
.331
.124
.442
Tabel 19 Uji mann-whitney mutu hedonik taraf 13%-20% Warna
Kecerahan
Langu
Harum
Manis
Pahit
Gurih
Aftertaste
Gigit
Mann-Whitney U
1.694E3
1716.000 1.474E3 1.722E3 1.571E3 1.718E3 1.700E3 1558.500
1.764E3
Wilcoxon W
3.524E3
3546.000 3.304E3 3.552E3 3.401E3 3.548E3 3.530E3 3388.500
3.594E3
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
-.582
-.451
-1.748
-.426
-1.236
-.437
-.559
-1.285
-.195
.560
.652
.080
.670
.217
.662
.576
.199
.845
45
Tabel 20 Uji mann-whitney mutu hedonik taraf 13%-23% Warna Kecerahan Langu Mann-Whitney U
659.500
Wilcoxon W
2.490E3
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Harum
Manis
Pahit
Gurih
489.000 728.000 1.171E3 1.206E3 1.117E3 1.114E3
Aftertaste
Gigit
867.000
1.342E3
2319.000 2.558E3 3.001E3 3.036E3 2.947E3 2.944E3 2697.000
3.172E3
-6.108
-6.980
-5.701
-3.402
-3.198
-3.648
-3.761
-4.952
-2.433
.000
.000
.000
.001
.001
.000
.000
.000
.015
Tabel 21 Uji mann-whitney mutu hedonik taraf 13%-0% Warna Kecerahan Langu
Harum
Manis
Pahit
Gurih
Aftertaste
Gigit
Mann-Whitney U
1.354E3
1597.000 1.606E3 1.756E3 1.577E3 1.555E3 1.730E3 1664.500
1.381E3
Wilcoxon W
3.184E3
3427.000 3.436E3 3.586E3 3.407E3 3.385E3 3.560E3 3494.500
3.211E3
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
-2.299
-1.087
-1.042
-.245
-1.213
-1.302
-.383
-.722
-2.233
.021
.277
.298
.807
.225
.193
.702
.470
.026
Tabel 22 Uji mann-whitney mutu hedonik taraf 17%-20% Warna Kecerahan Langu
Harum
Manis
Pahit
Gurih
Aftertaste
Gigit
Mann-Whitney U
1.678E3
1456.500 1.743E3 1.658E3 1.651E3 1.684E3 1.722E3 1732.000
1.606E3
Wilcoxon W
3.508E3
3286.500 3.573E3 3.488E3 3.481E3 3.514E3 3.552E3 3562.000
3.436E3
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
-.667
-1.835
-.306
-.779
-.807
-.614
-.432
-.363
-1.035
.505
.066
.760
.436
.419
.539
.666
.716
.301
Tabel 23 Uji mann-whitney mutu hedonik taraf 17%-23% Warna Kecerahan Langu
Harum
Manis
Pahit
Gurih
Aftertaste
Gigit
Mann-Whitney U
1.342E3
1229.500 1.771E3 1.522E3 1.468E3 1.415E3
1.554E3 1592.000
1.271E3
Wilcoxon W
3.172E3
3059.500 3.601E3 3.352E3 3.298E3 3.245E3
3.384E3 3422.000
3.101E3
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
-2.357
-3.041
-.155
-1.542
-1.817
-2.042
-1.354
-1.112
-2.820
.018
.002
.877
.123
.069
.041
.176
.266
.005
Tabel 24 Uji mann-whitney mutu hedonik taraf 17%-0% Warna
Kecerahan
Langu
Harum
Manis
Pahit
Gurih
Aftertaste
Gigit
Mann-Whitney U
647.000
859.500 935.000 1.338E3 1.276E3 1.375E3 1.248E3 1020.500
1.229E3
Wilcoxon W
2.477E3
2689.500 2.765E3 3.168E3 3.106E3 3.205E3 3.078E3 2850.500
3.059E3
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
-6.185
-5.031
-4.612
-2.522
-2.839
-2.273
-3.025
-4.153
-3.039
.000
.000
.000
.012
.005
.023
.002
.000
.002
46
Tabel 25 Uji mann-whitney mutu hedonik taraf 20%-23% Warna
Kecerahan
Langu
Harum
Manis
Pahit
Gurih Aftertaste
Gigit
Mann-Whitney U
1.488E3
1542.000 1.684E3 1.668E3 1.398E3 1.445E3 1.612E3 1673.000 1.436E3
Wilcoxon W
3.318E3
3372.000 3.514E3 3.498E3 3.228E3 3.275E3 3.442E3 3503.000 3.266E3
Z
-1.534
-1.378
-.622
-.739
-2.163
-1.888
-1.044
-.681
-1.940
.125
.168
.534
.460
.031
.059
.296
.496
.052
Asymp. Sig. (2-tailed)
Tabel 26 Uji mann-whitney mutu hedonik taraf 20%-0% Warna
Kecerahan
Mann-Whitney U
666.500
Wilcoxon W
2.496E3
Z
Langu
Harum
Manis
Pahit
Gurih Aftertaste
608.500 952.500 1.192E3 1.470E3 1.144E3 1.178E3
Gigit
998.000
1.384E3
2438.500 2.782E3 3.022E3 3.300E3 2.974E3 3.008E3 2828.000
3.214E3
-6.046
-6.344
-4.530
-3.335
-1.770
-3.500
-3.447
-4.273
-2.219
.000
.000
.000
.001
.077
.000
.001
.000
.027
Asymp. Sig. (2-tailed)
Tabel 27 Uji mann-whitney mutu hedonik taraf 23%-0% Warna
Kecerahan
Langu
Harum
Manis
Pahit
Gurih
Mann-Whitney U
540.500
464.000 900.500 1.078E3 1.034E3 879.000
Wilcoxon W
2.370E3
2294.000 2.730E3 2.908E3 2.864E3 2.709E3
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Aftertaste
1.054E3
866.000
1.736E3
2.884E3 2696.000
3.566E3
-6.617
-7.099
-4.804
-3.979
-4.119
-4.896
-4.083
-4.976
-.340
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.733
Tabel 28 Uji normalitas hedonik Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
Perlakuan Statistic Warna
Aroma
Gigit
df
Sig.
Statistic
df
Sig.
13%
.193
60
.000
.920
60
.001
17%
.154
60
.001
.932
60
.002
20%
.151
60
.002
.948
60
.012
23%
.207
60
.000
.950
60
.015
0%
.132
60
.011
.963
60
.070
13%
.232
60
.000
.910
60
.000
17%
.194
60
.000
.936
60
.004
20%
.251
60
.000
.895
60
.000
23%
.270
60
.000
.893
60
.000
0%
.159
60
.001
.931
60
.002
47
Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
Perlakuan Statistic Rasa
Tekstur
Keseluruhan
df
Sig.
Statistic
df
Sig.
13%
.163
60
.000
.929
60
.002
17%
.166
60
.000
.932
60
.002
20%
.151
60
.002
.961
60
.053
23%
.174
60
.000
.945
60
.010
0%
.136
60
.007
.941
60
.006
13%
.163
60
.000
.932
60
.002
17%
.187
60
.000
.933
60
.003
20%
.195
60
.000
.936
60
.004
23%
.258
60
.000
.906
60
.000
0%
.239
60
.000
.911
60
.000
13%
.182
60
.000
.907
60
.000
17%
.203
60
.000
.924
60
.001
20%
.239
60
.000
.917
60
.001
23%
.241
60
.000
.919
60
.001
0%
.192
60
.000
.915
60
.000
Tabel 29 Uji kruskal walis hedonik Warna Chi-Square
Rasa
Tekstur
Keseluruhan
6.483
21.406
27.072
28.551
44.841
4
4
4
4
4
.166
.000
.000
.000
.000
df Asymp. Sig.
Aroma
Tabel 30 Uji mann-whitney hedonik taraf 13%-17% Aroma
Rasa
Mann-Whitney U
1.640E3
1.646E3
1.744E3
1707.000
Wilcoxon W
3.470E3
3.476E3
3.574E3
3537.000
-.876
-.832
-.304
-.504
.381
.405
.761
.614
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Tekstur
Keseluruhan
Tabel 31 Uji mann-whitney hedonik taraf 13%-20% Aroma
Rasa
Tekstur
Keseluruhan
Mann-Whitney U
1.672E3
1.616E3
1.693E3
1783.000
Wilcoxon W
3.502E3
3.446E3
3.523E3
3613.000
48
Aroma Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Rasa
Tekstur
Keseluruhan
-.712
-.989
-.578
-.092
.477
.323
.563
.927
Tabel 32 Uji Mann-Whitney hedonik taraf 13%-23% Aroma
Rasa
Mann-Whitney U
1.548E3
1.624E3
1.745E3
1536.500
Wilcoxon W
3.378E3
3.454E3
3.575E3
3366.500
-1.411
-.949
-.297
-1.435
.158
.343
.766
.151
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Tekstur
Keseluruhan
Tabel 33 Uji mann-whitney hedonik taraf 13%-0% Aroma
Rasa
Mann-Whitney U
1.276E3
1.040E3
997.000
928.500
Wilcoxon W
3.106E3
2.870E3
2.827E3
2758.500
-2.831
-4.056
-4.306
-4.678
.005
.000
.000
.000
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Tekstur
Keseluruhan
Tabel 34 Uji mann-whitney hedonik taraf 17%-20% Aroma
Rasa
Mann-Whitney U
1.764E3
1.768E3
1.776E3
1708.000
Wilcoxon W
3.594E3
3.598E3
3.606E3
3538.000
-.196
-.175
-.126
-.503
.845
.861
.899
.615
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Tekstur
Keseluruhan
Tabel 35 Uji mann-whitney hedonik taraf 17%-23% Aroma
Rasa
Mann-Whitney U
1.706E3
1.486E3
1.762E3
1638.500
Wilcoxon W
3.536E3
3.316E3
3.592E3
3468.500
-.523
-1.690
-.207
-.890
.601
.091
.836
.373
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Tekstur
Keseluruhan
49
Tabel Uji 36 Mann-Whitney hedonik taraf 17%-0% Aroma
Rasa
Mann-Whitney U
1.154E3
1.168E3
1.034E3
849.000
Wilcoxon W
2.984E3
2.998E3
2.864E3
2679.000
-3.474
-3.377
-4.105
-5.115
.001
.001
.000
.000
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Tekstur
Keseluruhan
Tabel 37 Uji mann-whitney hedonik taraf 20%-23% Aroma
Rasa
Mann-Whitney U
1.654E3
1.460E3
1.775E3
1531.000
Wilcoxon W
3.484E3
3.290E3
3.605E3
3361.000
-.827
-1.819
-.136
-1.483
.408
.069
.892
.138
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Tekstur
Keseluruhan
Tabel 38 Uji mann-whitney hedonik taraf 20%-0% Aroma
Rasa
Mann-Whitney U
1.152E3
1.220E3
1.076E3
912.000
Wilcoxon W
2.982E3
3.050E3
2.906E3
2742.000
-3.506
-3.091
-3.877
-4.767
.000
.002
.000
.000
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Tekstur
Keseluruhan
Tabel 39 Uji mann-whitney hedonik taraf 23%-0% Aroma
Rasa
Mann-Whitney U
1.072E3
940.000
967.500
712.000
Wilcoxon W
2.902E3
2.770E3
2.798E3
2542.000
-3.943
-4.581
-4.467
-5.859
.000
.000
.000
.000
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Tekstur
Keseluruhan
Tabel 40 Uji kruskal walis hedonik taraf terpilih Warna Chi-Square Df Asymp. Sig.
Aroma
Rasa
Tekstur
4.000
4.000
4.000
4.000
4
4
4
4
.406
.406
.406
.406
50
Lampiran 5 Hasil analisis proksimat formula terpilih Tabel 41 Hasil analisis kadar air Ulangan Kadar air (%) Rata-rata 1A 5.480007 1B 5.139393 5.41 2A 5.386248 2B 5.639216 Tabel 42 Hasil analisis kadar abu Ulangan Kadar abu (%) Rata-rata 1A 0.0401 1B 0.039759 0.04 2A 0.039492 2B 0.038121 Tabel 43 Hasil analisis kadar lemak Ulangan Kadar lemak (%) Rata-rata 1A 50.46665 1B 56.52089 45.26 2A 36.28669 2B 37.76938 Tabel 44 Hasil analisis kadar protein Ulangan Kadar protein (%) Rata-rata 1A 15.02 1B 16.88 16.05 2A 17.00 2B 15.30 Tabel 45 Hasil analisis kadar karbohidrat Ulangan Kadar karbohidrat (%) Rata-rata 1A 28.99 1B 21.42 33.24 2A 41.29 2B 41.25
51
Lampiran 6 Hasil analisis beta karoten Tabel 46 Hasil analisis kadar beta karoten Ulangan Kadar beta karoten (ppm) Rata-rata 1 6.537 654.4 2 6.551
52
53
54
Lampiran 7 Dokumentasi
Gambar 5 Edamame setelah dikupas
Gambar 7 Tepung labu kuning
Gambar 9 Bahan membuat kue kering
Gambar 11 Kue kering sebelum dioven
Gambar 6 Edamame setelah dikeringkan
Gambar 8 Tepung edamame
Gambar 10 Adonan kue kering
Gambar 12 kue kering setelah dioven
55
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Yogyakarta, pada tanggal 15 Agustus 1994 dan merupakan anak kedua dari empat bersaudara dengan orang tua Bapak Komarudin, SH. M.Si dan Ibu Hariroh. Penulis sekarang bertempat tinggal bersama keluarga di Pontianak, Kalimantan Barat. Penulis menempuh pendidikan diawali di TK Mujahidin Pontianak, Kalimantan Barat dan lulus pada tahun 2000. Penulis meneruskan pendidikan sekolah dasar di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Teladan Sanggau, Kalimantan Barat dan lulus pada tahun 2006. Kemudian penulis meneruskan pendidikan di SMPN 3 Pontianak, Kalimantan Barat hingga lulus pada tahun 2009. Selanjutnya, penulis menempuh pendidikan menengah atas di SMA Darul Ulum 2 BPPT Jombang, Jawa Timur dan lulus pada tahun 2012, hingga kemudian penulis meneruskan studi ke Perguruan Tinggi di Institut Pertanian Bogor, pada tahun 2012 dengan memilih Program Studi Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA). Selama perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan akademik dan nonakademik berupa organisasi maupun kepanitiaan. Penulis aktif di berbagai organisasi yaitu sebagai anggota divisi Informasi dan Komunikasi (INFOKOM) Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) tahun 2014-2015, Ketua Divisi Informasi dan Komunikasi (INFOKOM) Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) tahun 2015-2016, staff Hubungan Masyarakat (HUMAS) Ikatan Lembaga Mahasiswa Gizi Indonesia (ILMAGI) tahun 2014-2015, wakil Pimpinan Umum (PU) Berkala Ilmiah Mahasiswa Gizi tahun 2014-2015. Penulis juga aktif mengikuti berbagai kepanitiaan diantaranya sebagai panitia Nusantara Health Collaborative (NHC) Regional 3 tahun 2014, anggota divisi Desain, Dekor, Dokumentasi dan Publikasi (3DP) Nutrition Fair 2015, Ketua Divisi HUMAS dan LO Musyawarah Nasional (MUNAS) VII ILMAGI pada tahun 2015, panitia International Symposium on Food and Nutrition (ISFAN) 2015, dan menjadi fasilitator Pendidikan Pekan Sarapan Nasional 2016. Selain dalam bidang organisasi dan kepanitiaan, penulis juga menjadi asisten mata kuliah Patofisiologi dan Gizi pada tahun 2015/2016. Penulis memiliki pengalaman mengikuti Lomba Kuliner Gebyar Nusantara (GENUS) IPB pada tahun 2016 dan mendapat juara pertama. Penulis juga berkesempatan melaksanakan Kuliah Kerja Nyata berbasis Profesi di Desa Kalianyar, Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara selama 2 bulan pada tahun 2015. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang/ Internship Dietetic di Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara pada bulan September-November 2015.