PERCEPATAN PENYELESAIAN (Rencana Tata RTRW Ruang Wilayah) Oleh: Redaksi Butaru
Proses penyusunan RTRW, baik Propinsi, Kabupaten dan Kota terus berjalan sampai Peta RTRWN Perencanaan tata ruang ini dilakukan dengan klasifikasi wilayah administratif yakni wilayah nasional, provinsi, kabupaten dan kota. saat ini. Sejauh ini progress penyusunan RTRW mulai menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan, dan tiap tahapan dalam proses penyusunan RTRW terdata dengan baik pada Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN). Menurut UU Penataan ruang No.26/2007 pada pasal 1 ayat 5, Penataan Ruang didefinisikan sebagai suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Pada pengertian tersebut terdapat suatu kalimat perencanaan tata ruang , yang artinya adalah suatu proses menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan Rencana Tata Ruang. Perencanaan tata ruang ini dilakukan dengan klasifikasi wilayah administratif yakni wilayah nasional, provinsi, kabupaten dan kota. Selain itu juga terdapat klasifikasi perencanaan tata ruang pada kawasan khusus dan wilayah yang memiliki nilai strategis yang memiliki kepentingan nasional. Dari masing-masing perencanaan tersebut, selanjutnya dikeluarkanlah sebuah produk berupa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang disusun dan diselenggarakan oleh Pemerintah sesuai dengan kewenangan masingmasing terhadap wilayahnya. Namun, walau disadari RTRW ini sangat penting bagi masing-masing wilayah, sering kali penyusunan RTRW ini berjalan dengan agak
tersendat, seperti yang terjadi pada kondisi sebelumnya. Presentase status RTRW sampai saat ini membuktikan bahwa masih banyak RTRW, baik propinsi, kabupaten ataupun kota, yang jauh dari tahap selesai (lihat tabel). Sebagai contoh, menurut UU 26/2007 pasal 78 ayat 4b, RTRWP harus selesai dalam kurun waktu 2 tahun setelah undangundang diberlakukan. Tapi faktanya, sampai saat ini, kurang lebih baru 27% Perda Provinsi yang terealisasi. Keterlambatan ini terjadi karena alasan yang cukup kuat, yakni adanya kebingungan normatif akibat benturan- benturan dari peraturan hukum masingmasing sektor yang belum maupun sedang mengalami proses paduserasi. Selain itu, terdapat pula beberapa faktor penghambat RTRW, antara lain kurangnya tenaga teknis pada beberapa daerah terkait elaborasi kebutuhan pemanfaatan ruang antar kabupaten dan kota dalam provinsi yang memang kompleks dan rumit.
STRATEGI PERCEPATAN
rangka percepatan penyelesaian penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi, kabupaten dan kota, Direktorat Jenderal Penataan Ruang bekerja sama dengan BKPRN membuat beberapa program percepatan baik dalam segi adminsitrasi, pendampingan dan penguatan kolaborasi sebagai upaya mengejar target sekaligus tantangan dari masyarakat dan DPR agar seluruh Pemda segera menetapkan Perda tentang RTRW-nya. Kegiatan tersebut antara lain: Pendampingan Konsultan Manajemen Regional (KMR) dan Tim pendamping daerah (TPD); Membuat mekanisme managemen waktu yang baik melalui Project Management Unit (PMU), Melakukan koordinasi melalui Rapat Penguatan di Daerah, dan Sosialisasi Penataan Ruang. Pembentukan Konsultan Manajemen Regional (KMR) dan Tim Pendamping Daerah (TPD) diharapkan dapat membantu direktorat, sehingga menjadi bagian yang tidak terpisahkan. KMR dan TPD ini berada di bawah naungan KMP yang berada di pusat. Adapun tugas KMR adalah memberikan penasehatan substansi teknis, pendampingan rekomendasi Gubernur, pendampingan persetujuan substansi dan pelaporan kepada Konsultan Manajemen Pusat, Konsultan Manajemen Evaluasi dan Konsultan Manajemen Data Informasi. Sedangkan tugas TPD adalah mendampingi proses penyusunan RTRW, menunjang manajemen percepatan penyusunan RTRW dan menghubungkannya ke KMR, serta membuat quality control laporan RTRW dan melaporkannya ke KMR. Terkait masalah bobot substansi RTRW, pendampingan ini menitikberatkan pada penyelesaian permasalahan yang sering ditemui dalam proses persetujuan substansi. Salah satu contohnya adalah penyelesaian masalah kawasan hutan. Di dalam pelaksanaannya, KMR dan TPD diharapkan memahami dengan dengan baik mengenai tugas dan tanggung jawabnya. Karena jika tidak, maka panduan yang sudah disusun tidak akan mencapai target yang diinginkan. Jika itu yang terjadi, maka diperlukan suatu bagan besar yang kemudian dijelaskan persatu secara rinci, dan diberi urutan lengkap berdasarkan tahapan-tahapan penyelesaian yang dilakukan secara berkesinambungan. Dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendampingan di atas, diperlukan suatu interface perbantuan antara unit-unit kerja Ditjen Penataan Ruang dengan rangkaian kegiatan konsultan tersebut. Dari sinilah maka Project Management Unit (PMU) dibentuk. PMU bertugas melaksanakan koordinasi kegiatan pendampingan percepatan penyusunan/revisi Raperda RTRW Kabupaten dan Kota. Berdasarkan World Bank, PMU dapat didefinisikan sebagai unit perbantuan teknis dan administrasi ketika pegawai negeri sipil telah terbebani sepenuhnya dengan tugas-tugas rutin yang sudah ada. Struktur Tim PMU Kegiatan Pendampingan Percepatan Penyusunan/Revisi Raperda RTRW Kabupaten/Kota terdiri atas Tim
Pengarah, Narasumber, Tim Pelaksana, dan Tim Sekretariat. Tugas Project Management Unit (PMU) adalah memastikan 285 Kabupaten/Kota disetujui RTRW. Untuk menjamin hal tersebut, syarat yang diperlukan adalah tepat waktu, sehingga diperlukan target waktu. Jadi, jelas bahwa tugas utama PMU adalah managemen waktu (time management) yang dikawal oleh KMP (sebagai badan yang mempunyai komando ke KMR dan TPD) dan Quality Management yang dikawal oleh KMR (dari daerah sampai Provinsi) dan KME (di pusat). Kegiatan pemantauan rencana tata ruang wilayah seluruh Indonesia dilakukan melalui situs resmi penataan ruang. Melalui pemantauan online ini, diharapkan seluruh stakeholder penataan ruang dapat melihat sudah sampai sejauh mana kemajuan masing-masing daerah beserta target penyelesaiannya yang dipresentasikan bersamaan dengan tanggal-tanggal pelaksanaan setiap tahapannya. Kegiatan lain yang dilakukan adalah koordinasi melalui Rapat Penguatan di Daerah. Kegiatan koordinasi ini khususnya dilakukan di daerah yang masih bermasalah dan terhambat dalam penyusunan bermasalah. Daerah-daerah seperti ini terus mendapatkan bimbingan teknis dari pusat, yang sampai saat ini masih dilakukan oleh Direktorat Wilayah. Diskusi bersama dalam bentuk rapat penguatan ini dilakukan dengan tujuan mengetahui dengan jelas permasalahan- permasalahan yang dialami oleh daerah saat menyusun rencana tata ruangnya. Dari sini kemudian dicari sebuah solusi bersama untuk mempercepat proses penyusunan RTRW tersebut. Hal ini sesuai dengan komitmen pemerintah pusat, yakni akan terus berupaya membantu Pemerintah Daerah semaksimal mungkin melalui kegiatan bimbingan teknis, sosialisasi dan diseminasi. Selain dua kegiatan sebelumnya, Ditjen Penataan Ruang juga melakukan sosialisasi tentang RTRW, agar setiap stakeholder penataan ruang baik di pemerintah nasional maupun di pemerintah daerah paham mengenai urgensi rencana tata ruang terhadap pengembangan dan pembangunan wilayahnya. Diharapkan melalui kegiatan ini daerah- daerah yang belum selesai menyusun rencana tata ruang akan terdorong untuk segera menyelesaikan rencana tata ruangnya. Jumlah Kabupaten/Kota yang akan ditangani oleh program percepatan meliputi 230 Kabupaten dan 49 Kota yang tersebar di 32 Propinsi di Indonesia, dengan target penyeselesaian akhir 2011, atau minimal selesai persetujuan substansinya. TANTANGAN DAN HAMBATAN Di dalam upaya percepatan penyelesaian renc ana tata ruang, terdapat pula tantangan dan hambatan. Hal-hal yang menjadi tantangan antara lain adalah : (1) Target Besar Ditjen Penataan Ruang di tahun 2011. Pendampingan penyelesaian rencana tata ruang yang tidak hanya sampai pada persetujuan substansi, tetapi sampai rencana tata ruang tersebut di-Perda-kan merupakan tantangan terbesar yang menegaskan program percepatan penyelesaian ini sangat dibutuhkan. (2) Rencana tata ruang juga sudah harus mengakomodasi program MP3EI yang sudah mulai berjalan, sehingga di dalam rencana tata ruangnya, sektor-sektor unggulan harus terinformasi dan terakomodir dengan baik di
dalam perencanaan tata ruangnya. (3) Tercapainya keterpaduan pengembangan wilayah dengan keterpaduan antar sektor dan keterpaduan rencana tata ruang wilayah dengan RTRWN. Sebagai alat keterpaduan pembangunan lintas sektor, maka rencana tata ruang ke depannya akan menjadi sangat penting. Karena itu di dalam penyusunannya harus mempertimbangkan peraturan masing-masing sektor yang terkait, agar proses persetujuan substansi di pusat tidak menghambat keluarnya perda RTRW provinsi/kabupaten/kota. Sedangkan hambatan yang ditemui dalam upaya percepatan ini antara lain permasalahan pelepasan atau perubahan fungsi kawasan hutan yang tertuang dalam Ranperda RTRW. Beberapa daerah masih mengalami permasalahan pada penetapan kawasan hutan dimana proses tim terpadu masih berjalan. Hambatan yang terakhir – yang paling mendasar tetapi merupakan hambatan terbesar– adalah masih kurangnya pemahaman akan pentingnya rencana tata ruang di dalam pengembangan wilayah. (eq)