PENGARUH EARNING MANAJEMEN TERHADAP KUALITAS AUDITOR Wahyu Purnamasari Magister Sains Univ. Gadjah Mada Abstrak Earning management adalah proses yang dilakukan dengan sengaja, dalam batasan general accepted accounting principles (GAAP), dengan maksud mengarahkan laba kepada suatu tingkat pelaporan yang diinginkan. Earning management muncul saat manajemen mengunakan judgement dalam laporan keuangan dan mencatat transaksi yang menyebabkan stakeholder dapat mengalami mislead tentang kinerja ekonomi perusahaan atau dengan tujuan mempengaruhi contractual outcomes yang akan tergantung pada laporan keuangan yang dibuat. Hal tersebut dapat membawa auditor kedalam masalah litigasi terkait dengan persepsion gap antara auditor dan user atas arti dari opini yang diberikan oleh auditor. Keywords
: Earning Management, Income Smoothing, Audit Litigation, : Audit Opinion, Kualitas Audit, Auditor
PENDAHULUAN FASB dalam SFAC No. 1 paragraf 44 (1996) menyatakan informasi laba yang dihitung berdasarkan basis akrual merupakan alat prediksi yang lebih baik atas arus kas masa depan dibanding arus kas sendiri. Laba disusun atas dasar basis akrual, artinya pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian dan dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. Penggunaan basis akrual mengurangi masalah timing dan mismatching yang timbul dalam pengukuran arus kas dalam interval pendek. Selain itu accrual earning juga memungkinkan manajer menginformasikan private information, inside dan hal lain yang dapat meningkatkan kemampuan earning untuk mengambarkan keadaan ekonomi. Namun dipihak lain, manajemen dapat memanfaat fleksibilitas yang diijikan dalam GAAP dengan melakukan pelaporan akrual secara agresif sehingga mempengaruhi sifat informativeness dari earning yang dilaporkan (Krishnan dan Gul, 2002).
Lebih jauh dijelaskan, keagresifan perusahaan dalam laporan keuangan merupakan topik kontemporer yang penting. Ketika klien audit melaksanakan transaksi dengan petunjuk laporan keuangan yang ambigu, maka auditor dihadapkan pada situasi yang sulit jika klien memilih alternatif laporan keuangan yang meningkatkan pendapatan. Lingkungan pelaporan keuangan yang agresif memiliki karakteristik adanya ambiguitas yang ada pada standar atau pedoman sehingga memerlukan judgement dalam pengambilan keputusan terkait dengan standar tersebut (Kennedy, Keinmuntz, dan Peecher:1997 dalam Phillips: 1999). Pelaporan keuangan yang agresif dari manajemen diantaranya berupa pengakuan pendapatan yang lebih awal, extensive cost capitalization, pemilihan metode depresiasi dan umur ekonomis aktiva. Bagi para auditor, laporan keuangan yang agresif meningkatkan litigation explosure (Palmrose dan Scholz, 2001 dalam Johnstone dkk, 2002) dan menarik perhatian regulatory (e.g public oversight board, 2000):SEC, 1999 dalam Johnstone dkk, 2002). Untuk mengidentifikasi adanya pelaporan keuangan yang agresif dari klien maka auditor perlu mengintegrasikan bukti audit antar akun. Earning management merupakan suatu proses yang dilakukan dengan sengaja, dalam batasan general accepted accounting principles (GAAP), untuk mengarahkan pada suatu tingkat yang diinginkan atas laba yang dilaporkan. Salah satu bentuk earning management adalah income smoothing. Income smothing dapat dipandang sebagai cara pengurangan dalam variabilitas laba selama sejumlah periode tertentu atau dalam satu periode yang mengarahkan pada tingkatan yang diharapkan atas laba yang dilaporkan (Asih dan Gudono, 1999). Pemerataan laba dapat dilakukan dengan menggunakan metode atau taksiran akuntansi (disebut dengan accrual based manipulation). Sejumlah perdebatan muncul terkait dengan munculnya aggressive financial reporting yang dilakukan klien dengan menggunakan praktek earning management terhadap auditor. Auditor yang dalam memberikan opininya atas dasar kesesuaian dengan GAAP mengalami suatu kesulitan dalam menyingkapi masalah pratek
2
earning management, karena earning management atas laporan keuangan merupakan praktek yang dilakukan atas dasar
prinsip akuntansi sendiri, jadi tidak ada
penyimpangan atas GAAP. Namun sebaliknya praktek earning management atas laporan keuangan dapat menyebabkan distorsi atas informasi yang dihasilkan bagi user. Hal tersebut dapat membawa auditor kedalam masalah litigasi terkait dengan persepsion gap antara auditor dan user atas arti dari opini yang diberikan oleh auditor. Atas dasar alasan diatas, tujuan penelitian deskriptif ini adalah melakukan analisa tentang pengaruh earning management terhadap auditor yaitu mengenai apakah praktek earning management dapat mempengaruhi kualitas auditor.
EARNING MANAGEMENT Pemakai laporan keuangan ada sejumlah pihak, diantaranya; pemilik, investor, kreditor, pemerintah dan pihak-pihak lainnya. Masing-masing pemakai laporan keuangan tersebut memiliki tujuan tertentu atas informasi yang ada dalam laporan keuangan. Manajemen dalam tindakannya menyajikan laporan keuangan sering terpengaruh oleh tujuan tersebut dan dampak yang dapat muncul. Salah satu bentuk tindakkan yang dilakukan manajemen adalah earning manajemen. Earning management merupakan suatu proses yang dilakukan dengan sengaja, dalam batasan general accepted accounting principles (GAAP), untuk mengarahkan pada suatu tingkat yang diinginkan atas laba yang dilaporkan (Ronen dan Sadan dalam She Jin dan Machfoed, 1998). Earning management muncul saat manajemen mengunakan judgement dalam laporan keuangan dan dalam mencatat transaksi yang menyebabkan stakeholder mengalami mislead tentang kinerja ekonomi perusahaan atau dengan tujuan mempengaruhi contractual outcomes yang akan tergantung pada laporan keuangan yang dibuat. Ada banyak cara yang dapat dilakukan oleh manajer untuk melakukan jugment atas laporan keuangan, contohnya melalui penentuan umur ekonomis, metode akuntansi, judgement atas working capital management, dan melalui
3
penetuan biaya, misalnya biaya R&D, dan lain-lain. Tujuan utama dari earning management adalah mislead stakeholder. Hal ini terjadi biasanya karena terjadi asimetri informasi. Parflet (2000) menyatakan bahwa aturan akuntansi melibatkan sejumlah kebijakan dan kemungkinan pilihan, namun keberadaan kebijakkan dan subyektivitas dalam akuntansi merupakan hal penting dan diharapkan. Selain kebijakan dan subyektivitas akuntansi juga berhubungan dengan konteks ekonomi umum yaitu stabil, turun, dan naik, dan apa yang terjadi pada perusahaan. Keberadaan semua faktor diatas adalah salah satu pemicu manajemen laba yang dilakukan oleh manajer. Ada dua kategori dalam tindakkan earning mnagement yaitu “good” dan “bad”. Parflet (2000) juga menjelaskan bahwa “Bad Earning Management” merupakan earning management yang tidak pantas karena merupakan usaha untuk menyembunyikan kinerja operasi yang sebenarnya dengan menciptakan accounting entries yang sifatnya buatan atau dengan pemilihan teknik estimasi yang kurang beralasan. Sebalinya “Good Earning Management” merupakan praktek yang dapat diterima dan sesuai atas dasar operasi yang sebenarnya dalam rangka mentransfer value bagi pemegang saham. Ada beberapa bentuk earning management, salah satu bentuk yang umum dikenal adalah income smotting atau pemerataan laba. Income smoting atau pemerataan laba dilakukan manajemen perusahaan dengan tujuan tertentu dan biasanya tujuan ini berhubungan dengan pencapaian kepentingan pribadi. Teknikteknik yang dilakukan manajemen dalam melakukan income smoting ada beberapa dimensi antara lain (Ronen dan Sadan dalam Surifah, 1999): 1. Pemerataan penghasilan melalui pengakuan terhadap munculnya suatu kejadian. Contoh manajemen dapat mengatur waktu pengakuan suatu transaksi sehingga berpengaruh mengurangi variabilitas antar periode. Perencanaan terhadap waktu pengakuan transaksi baik untuk item utama atau discretionary merupakan fungsi aturan
akuntansi.
Pemilihan
metode
akuntansi
mempengaruhi
perilaku
manajemen untuk memperluas definisi kejadian sehingga dapat memanipulasi
4
penghasilan, misalnya dalam hal pengakuan penghasilan yaitu penghasilan dapat diakui pada saat terjadi transaksi penjualan atau pada saat penyelesaian suatu produk. 2. Pemerataan melalui alokasi kelebihan waktu. Pengakuan peristiwa atau kejadian dipengaruhi oleh periode kuantifikasi kejadian/peristiwa tersebut. Contoh pengeluaran untuk penelitian, pengembangan, dan pelatihan karyawan dapat diakui sebagai beban untuk periode yang bersangkutan atau dikapitalisasi (dan kemudian diamortisasi) 3. Pemerataan melalui klasifikasi (classificatory smotting). Ketika variabel penghasilan dan biaya dibedakan antara pos ordinary dan extraordinary manajemen dapat mengklasifikasikan penghasilan dan biaya tersebut diantara keduanya sehingga dapat mengurangi variabilitas penghasilan antar periode. Contoh pendapatan atau biaya yang berasal dari pos luar biasa diklasifikasikan sebagai pendapatan atau biaya ordinary atau sebaliknya.
Analisis mengenai earning management memfokuskan pada penggunaan teknik discretionary accrual oleh manajemen, yang menggunakan model-model pengukuran tertentu untuk memperkirakan komponen discretionary accrual dari laba yang di laporkan (Dachow dkk, 1995). Total akrual dapat dibagi menjadi komponen discretionary dan nondiscretionary accrual. Model yang dapat digunakan untuk mengukur nondiscretionary accrual secara umum ada lima model, yaitu (Dachow, 1995): (1) Model Heally (1985), (2) Model De Angelo (1986), (3) Model Jones (1991), (4) Model Jones yang dimodifikasi, dan (5) Model Industri. Hasil penelitian Dechow (1995) menunjukkan bahwa model jones dan model jones yang dimodifikasi memiliki standar error yang lebih rendah dari model lainnya.
5
AUDIT OPINION ASOBAC (dalam Halim, 2001) mendefinikan audit sebagai berikut: Suatu proses sistematik untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara objektif mengenai asersi-asersi tentang bagaimana tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan. Berdasarkan definisi diatas, maka auditor dalam memberikan pendapatnya didasarkan tingkat kesesuaian antara pernyataan (asersi) dengan kreteria yang ditetapkan (establised creteria). Ada lima jenis pendapat yang diberikan oleh auditor (Halim, 2001) yaitu: 1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) Pendapat wajar tanpa pengecualian dapat diberikan auditor apabila audit telah dilaksanakan atau diselesaikan sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, dan tidak terdapat kondisi atau keadaan tertentu yang memerlukan bahasa penjelas. Dalam SA 411 par 04 dinyatakan bahwa laporan keuangan yang wajar dihasilkan setelah melalui pertimbangan apakah: a. Prinsip akuntansi yang dipilih dan dilaksanakan telah berlaku umum b. Prinsip akuntansi yang dipilih tepat untuk keadaan yang bersangkutan c. Laporan keuangan beserta catatannya memberikan informasi cukup yang dapat mempengaruhi penggunaannya, pemahaman, penafsiran. d. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan diklasifikasikan dan diikhtisarkan dengan semestinya, yang tidak terlalu rinci atau pun terlalu ringkas e. Laporan
keuangan
mencerminkan
peristiwa
dan
transaksi
yang
mendasarinya dalam suatu cara yang menyajikan posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas dalam batas-batas yang dapat diterima, yaitu batasbatas rasional dan praktis untuk dicapai dalam laporan keuangan.
6
2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan tambahan bahasa penjelasan Pendapat ini diberikan apabila audit telah dilaksanakan atau diselesaikan sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, tetapi tidak terdapat keadaan atau kondisi tertentu yang memerlukan bahasa penjelas. 3. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion) Sesuai dengan SA 508 par.38 dikatakan bahwa jenis pendapat ini diberikan apabila: a. Tidak ada bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan lingkup audit yang material tetapi tidak mempengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan. b. Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum yang berdampak material tetapi tidak mempengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan. Penyimpangan tersebut dapat berupa pengungkapan yang tidak memadai, maupun perubahan dalam prinsip akuntansi. 4. Pendapat tidak wajar (adverse opinion) Pendapat ini menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. 5. Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion atau no opinion). Pendapat ini layak diberikan apabila: a. Ada pembatasan lingkup audit yang sangat material baik oleh klien maupun kondisi tertentu. b. Auditor tidak independen terhadap klien. Earning management yang dilakukan melalui penggunaan prinsip GAAP yaitu memilih prosedur akuntansi yang digunakan yang menyebabkan dua hal yaitu Efficient Earnings Management (EEM) dan Opportunistic Earnings Management (OEM) (Siregar 2002: 39) misalnya metode depresiasi, penafsiran umur ekonomis,
7
penafsiran cadangan piutang tak tertagih. Selain itu metode akrual juga dapat menimbulkan distorsi yaitu pendapatan (biaya) diakui berdasarkan pada hak (kewajiban), bukan pada penerimaan (pengeluaran) kas. Dasar ini mewajibkan perusahaan untuk mengakui pendapatan (biaya) yang sudah menjadi hak (kewajiban) pada periode sekarang, meskipun transaksi kasnya baru terjadi pada periode berikutnya; dan menunda pengakuan pendapatan (biaya) yang belum menjadi hak (kewajiban) sampai periode berikutnya (Sugiri, 1999). Definisi, accrual menciptakan ketidak-pastian berkenaan dengan perwujudan asset sebab proses accrual memungkinkan pengakuan asset sebelum nilai-nilai yang sebenarnya diketahui. Ketidak-pastian yang muncul dari akrual menyebabkan auditor perlu untuk lebih berhati-hati dengan rekening klien yang menggunakan akrual yang besar (Francis dan Krishnan, 1996). Accrual yang menyebabkan penyimpangan earning memerlukan penelitian dengan cermat oleh auditor (Dechow, 1991 dalam Roshan dan Jubb, 1998). Auditor sesuai salah satu pasal yang termuat dalam SA 411 par 04 dinyatakan bahwa laporan keuangan yang wajar dihasilkan setelah melalui pertimbangan apakah prinsip akuntansi yang dipilih tepat untuk keadaan yang bersangkutan. Jadi auditor berkewajiban untuk mengungkapkan adanya metode akuntansi yang tidak tepat sesuai keadaan yang bersangkutan walaupun manajemen melakukannya sesuai dengan GAAP. Auditing dapat mengurangi biaya agen karena dapat mengatasi masalah incentive antara manajemen dan shareholder. Biaya agen ini dapat berhubungan dengan masalah earning management. Beberapa penelitian menunjukan bahwa modified opinion merupakan salah satu bukti adanya earning management dalam laporan keuangan perusahaan. Beberapa penelitian menunjukan bahwa keberadaan opini tertentu terkait dengan akuntansi akrual, terutama earning management (Bartov dkk, 2001; Bradshaw dkk, 2001). Opini audit dimodifikasi tertentu dapat mendorong kearah, atau dihubungkan dengan, akrual negatif. yang didasarkan pada pemikiran yang
8
konsisten dengan pandangan yang kebanyakan “earning management” berlangsung di dalam batasan-batasan GAAP (Healy, 1985). Bartov (2000) menjelaskan bahwa audit qualification untuk pembatasan lingkup dari GAAP yang merupakan wakil untuk earning management yang ekstrim dan cenderung dihubungkan dengan tingkat akuntansi abnormal accruals. Pernyataan didasarkan pada argumentasi bahwa auditor berperan dalam monitoring mengurangi positif bias dalam pre-audit net earning dan asset (Kinney dan Martin, 1994). Bartov dkk, (2001) berasumsi bahwa kecakapan audit muncul dalam kaitan dengan tingkatan earning management klien berlebihan. Bradshaw dkk, (2001) menjelaskan bahwa perusahaan dengan tinggi dan positif akrual cenderung untuk menjadi subjek SEC enforcement action atas pelanggaran GAAP. Jadi perusahaan dengan dengan akrual tinggi lebih mungkin melanggar GAAP. Serupa dengan Bartov dkk, (2000), Bradshaw dkk, (2001) dalam penelitiannya menyatakan bahwa auditor mengeluarkan jenis opini audit dimodifikasi ketika perusahaan melakukan earning management dan akrual lebih besar dari perusahaan yang tidak melakukan manage atas earning. Francis dan Krishnan (1999) juga menyatakan kesimpulan yang serupa dengan Bartov dkk, (2000) dan Bradshaw dkk, (2001). Mereka menyatakan bahwa higher-quality auditor menilai high-accrual perusahaan sebagai resiko bawaan yang lebih tinggi sehingga auditor perlu mengeluarkan penyesuaian atas audit opinion mereka. Butler dkk, (2002) menyatakan bahwa ada dua hal yang dapat menjelaskan hubungan antara audit opinion dan accounting accrual. Pertama dinyatakan bahwa audit modified opinion merupakan fungsi dari akrual, sehingga opini ini biasanya berhubungan dengan positive accrual. Kedua menyatakan bahwa accrual merupakan fungsi dari modified opinion tertentu, sehingga opini ini lebih berhubungan dengan negative accrual. Roshan
dan
Jubb
(1998)
menyatakan
pengujian
apakah
auditor
memperhatikan pos discretionary accrual yang berpotensi menyediakan pengertian
9
yang mendalam dalam proses perumusan pendapat (opinion) auditor, jika accrual berhubungan dengan qualification yang diberikan, lebih baik pengertian yang mendalam dipertimbangkan sebagai faktor penting oleh auditor ketika mengeluarkan suatu pendapat qualified. Lebih lanjut dia menyatakan bahwa auditor cenderung mempertimbangkan the absolute level of accrual (dibanding/bukannya arah kenaikan atau penurunan earning) ketika menyatakan suatu opini audit. Chai dan Jubb (2000) menyatakan bahwa tidak peduli apakah manajemen menggunakan discretionary accrual dilakukan secara effisien ataupun opportunistic karena hal tersebut akan menyebabkan konsekuensi distorsi terhadap earning secara material. Distorsi atas earning, jika material seharusnya dideteksi dan/atau dibatasi oleh auditor. Seorang auditor yang independen diharapkan untuk melaporkan adanya distorsi tersebut dalam opininya atau meminta manajemen untuk merubah laporan keuangannya sehingga distorsi dapat dihilangkan karena earning management diturunkan atau dihilangkan nilainya. Francis dan Krisnan (1999) juga menyatakan bahwa auditor adalah sensitif dan sadar akan insentif manajemen untuk menyimpangkan earning dan adalah sensitif terhadap manipulasi earning baik positif ataupun negatif. Oleh karena itu, mengetahui keberadaan insentif manajemen untuk mengatur accrual diharapkan dapat mempertinggi skeptisme auditor, profesionalisme, dan memotivasi pengujian yang
ditingkatkan
dan/atau
suatu
penurunan
materialitas
mengukur
dan
meningkatkan kemungkinan opini bersyarat akuntan digunakan.
AUDIT LITIGATION Audit litigation merupakan tuntutan hukum terhadap auditor terkait dengan kegiatan audit yang dilakukan. Audit standart mensyaratkan auditor untuk mendesain audit yang menyediakan tingkat keyakinan yang cukup untuk mendeteksi kesalahan dan irregulities yang material dalam laporan keuangan (SAS 53). Investor dan kreditor yang menggunakan laporan keuangan dan mengalami kerugian dapat menduga bahwa salah satu penyebab kerugian yang dialami disebabkan oleh
10
kepercayaan atas opini auditor atas laporan keuangan auditan (Palmrose, 1988). Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan audit litigation. Lys dan Watts (1994) menjelaskan bahwa karakteristik perusahaan dan auditor dapat mempengaruhi munculnya audit litigation. Dalam penelitian yang dilakukannya ditemukan bahwa ukuran perusahaan klien, tekanan keuangan, stock return, audit report yang diterima, unstructure audit technology, dan tingkat ketergantungan auditor merupakan faktor didapati signifikan terhadap auditor litigation. Selain itu, Audit litigation yang terjadi biasanya disebabkan oleh karena adanya expectation gap. Expectation gap adalah perbedaan antara apa yang diharapkan masyarakat dan pemakai laporan keuangan dengan apa yang menjadi tanggung jawab auditor. Dalam opininya auditor yang menyatakan bahwa atas dasar GAAP maka laporan dikatakan wajar tanpa syarat, namun masyarakat dan pemakai mengharapkan auditor untuk (Halim, 2001): 1. Melaksanakan audit dengan kompetensi teknik, integritas, independen dan objektif 2. Mencari dan mendeteksi salah saji material baik akibat kekeliruan maupun ketidekberesan. 3. Mencegah laporan keuangan yang menyesatkan terutama akibat kecurangan dan pelanggaran hukum 4. Mengungkapkan kemungkinan ketidakmampuan perusahaan untuk meneruskan usahanya dimasa datang.
Terkait dengan earning management, external stakeholder mengharapkan auditor independen untuk membatasi earning management dan, secara lebih umum, menjamin laporan keuangan yang fair. Jadi, para pemegang saham mungkin akan menuntut auditor jika mereka merasakan ada kegagalan dalam laporan keuangan (Palmrose, 1987; Stice, 1991; Francis dkk, 1994a dalam Heninger, 2001; Lys dan Watts, 1994). Public Oversight Board (POB dalam Heninger, 2001) menjelaskan:
11
Media, litigant, Kongres, dan yang lain sering menduga, benar atau salah, bahwa kegagalan audit menyumbang pada banyak kegagalan bisnis. Dalam konteks itu, publik memandang kegagalan audit karena tidak hanya mencakup kegagalan dalam menemukan dan melaporkan fakta bahan negatif, tetapi juga kegagalan laporan keuangan berfungsi sebagai alat pengingat awal untuk perlindungan investor dan kreditor. (POB, 1994:4). Jika manajer menaikkan hasil laporan keuangan dan auditor tidak menurunkan manipulasi ini, maka laporan keuangan yang diaudit mungkin tidak menyediakan peringatan yang baik dalam masalah-masalah keuangan yang akan datang. Penelitian yang dilakukan oleh Heniger (2001) tentang hubungan antara auditor litigation dengan earning management menyatakan bahwa resiko litigasi auditor meningkat dengan ukuran earning management yang lebih tajam - abnormal accrual. Jadi probabilitas litigasi auditor meningkat ketika klien melaporkan abnormal accrual yang lebih positif. Carcello (1994) menyatakan bahwa modified report akan melindungi auditor terkait dengan masalah going concern dan adanya misstatement atas laporan keuangan auditan klien. Dengan modified report akan memudahkan auditor untuk bertahan menghadapi tuntutan hukum atas substandar audit.
KUALITAS AUDIT Kualitas audit didefinisikan sebagai tingkat kenyakinan yang diberikan yaitu probabilitas bahwa laporan keuangan tidak berisi pernyataan yang salah secara material (De Anggelo’s, 1981 dalam Palmrose, 1988). Jadi tingkat jaminan yang semakin tinggi menunjukan kualitas audit yang lebih tinggi. Kemampuan seorang auditor dalam menemukan adanya penyelewengan tergantung pada kemampuan teknikal auditor, kemudian untuk melaporkannya tergantung pada independensi auditor terhadap klien. Berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) audit yang dilaksanakan auditor dapat dikatakan berkualitas, jika memenuhi ketentuan dan standar pengauditan. Standar pengauditan mencakup mutu profesional (professional
12
qualities) auditor independen, pertimbangan (judgement) yang digunakan dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan audit. Untuk menjaga kualitas audit tersebut, profesi telah mengembangkan tingkatan rerangka aturan yang terdiri dari elemen-elemen sebagai berikut (Halim, 2001): 1. Pembentukan Standar, adalah sektor swasta yang menetapkan standar akuntansi, standar auditing, kode etik dan pengendalian kualitas 2. Aturan Kantor Akuntan, adalah aturan yang diterapkan di dalam kantor akuntan yang berupa aturan dan prosedur untuk menjamin bahwa para akuntannya berpraktik sesuai dengan standar profesional. 3. Aturan Pribadi, adalah program komprehensif yang wajib dipatuhi anggota yang meliputi program pendidikan, peer review, dan telaah kegagalan audit 4. Aturan Pemerintah, adalah aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah tentang perjanjian praktik sebagai akuntan publik. Beberapa penelitian telah dilakukan terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit. Aldhizer III dkk, (1995) menemukan sembilan belas atribut kualitas audit sektor publik. Mock dan Samet (1982) mengidentifikasikan lima karakteristik kunci kualitas audit yaitu perencanaan, administrasi, prosedur, penilaian, dan perilaku auditor. Mutu Audit digambarkan dalam hal tingkatan jaminan – laporan keuangan kemungkinan tidak berisi apapun penghilangan material atau pernyataan salah. Tingkat jaminan yang lebih tinggi berarti mutu jasa yang lebih tinggi. Pengaruh praktek earning management terhadap kualitas laporan keuangan merupakan salah satu faktor yang menjadi perhatian auditor dalam mengaudit laporan keuangan tersebut. Earning management
menyebabkan laba yang dilaporkan mungkin
dimanipulasi melalui prinsip akuntansi yang berterima umum (GAAP) yang dipilih manajer untuk tujuan laporan keuangan. Pendapatan (biaya) diakui berdasarkan pada hak (kewajiban), bukan pada penerimaan (pengeluaran) kas. Dasar ini mewajibkan
13
perusahaan untuk mengakui pendapatan (biaya) yang sudah menjadi hak (kewajiban) pada periode sekarang, meskipun transaksi kasnya baru terjadi pada periode berikutnya; dan menunda pengakuan pendapatan (biaya) yang belum menjadi hak (kewajiban) sampai periode berikutnya (Sugiri, 1999). Jadi laba sangat dipengaruhi oleh semua jenis teknik pemerataan laba yang dinyatakan diatas. Hal tersebut menyebabkan laba sangat terpengaruh jika perusahaan melakukan praktik pemerataan laba pada laporan keuangan. Adanya praktik pemerataan laba akan menurunkan kualitas dari laba yang dilaporkan. Penurunan kualitas tersebut karena adanya laba yang sifatnya semu yaitu manipulasi transaksi yang dilakukan manajer. Auditor yang berkualitas cenderung untuk mencari dan mendeteksi praktek akuntansi dengan melakukan dan melaporkan kesalahan yang material (Krishnan, 2002). Auditor meningkatkan kredibilitas dari discretionary accrual yang dilaporkan dengan meminimalisasi noise dalam pelaporan discretionary accrual dan hal tersebut akan meningkatkan value informasi dalam discretionary accrual. Sejumlah penelitian yang dinyatakan dalam Krishnan (2002) juga menyatakan bahwa auditor dengan kualitas yang tinggi akan mampu untuk membatasi pelaporan discretionary accrual yang agresif dan opportunistik dibanding auditor berkualitas lebih rendah. Palmrose (1988) menyatakan bahwa nilai dari audit eksternal berasal dari harapan auditor akan mendeteksi dan pembetulan manapun penghilangan atau missstatement informasi keuangan yang material. Kegagalan untuk melakukannya, merupakan suatu kegagalan audit, yang akan mengakibatkan proses pengadilan ketika klien/ users mengalami kerugian secara material terkait dengan kesalahan material atau missleading informasi keuangan. Jadi para pemakai menilai auditor dengan rendah (tinggi) dari aktivitas proses pengadilan yang lebih tinggi (lebih rendah). Selain itu Proses pengadilan diangap membantu mengidentifikasi kegagalan audit. Perkara pengadilan lagi auditor menghadirkan tindakan yang hampir bisa dipastikan dengan suatu kegagalan audit.
14
Kualitas auditor yang semakin tinggi, dengan reputasi kemampuan untuk mendeteksi dan mengajukan perbaikan atas laporan keuangan dari kesalahan matrial, maka akan memiliki kecenderungan untuk meminimalisasi kegagalan audit untuk menjaga reputasinya (Palmrose, 1988). Krishnan (2002) menyatakan bahwa auditor yang berkualitas akan mampu membatasi laporan keuangan yang aggresif dan oportunistic dibanding auditor yang berkualitas lebih rendah.
KESIMPULAN Akrual earning dianggap lebih baik dibanding cashflow karena dapat menyelesaikan masalah timing dan mismatching yang ada dalam pengukuran cashflow. Selain itu accrual memungkinankan manajer menginformasikan informasi private, inside, dan hal lain yang dapat meningkatkan kemampuan earning untuk mengambarkan
keadaan
ekonomi.
Namun
dipihak
lain
manajemen
dapat
memanfaatkan fleksibilitas yang diijinkan dalam GAAP dengan melakukan pelaporan akrual secara agresif sehingga dapat mempengaruhi earning informativeness yang dilaporkan. Outsider dalam hal ini tidak dapat secara langsung mengobservasi tindakan manajemen yang opportunistik tersebut. Auditor disini berperan penting dalam membatasi tidakan opportunistik manajemen melalui akrual. Chai dan Jubb (2000) menyatakan bahwa tidak peduli apakah manajemen menggunakan discretionary accrual dilakukan secara effisien ataupun opportunistik karena hal tersebut akan menyebabkan konsekuensi distorsi terhadap earning secara material. Distorsi atas earning, jika material seharusnya dideteksi dan/ atau dibatasi oleh auditor. Seorang auditor yang independen diharapkan untuk melaporkan adanya distorsi tersebut dalam opininya atau meminta manajemen untuk merubah laporan keuangannya sehingga distorsi dapat dihilangkan karena earning management diturunkan atau dihilangkan nilainya. Terkait dengan earning management, external stakeholder mengharapkan auditor independen untuk membatasi earning management dan, secara lebih umum,
15
menjamin laporan keuangan yang fair. Jadi, para pemegang saham mungkin akan menuntut auditor jika mereka merasakan ada kegagalan dalam laporan keuangan (Palmrose, 1987; Stice, 1991; Francis dkk, 1994a; Lys dan Watts, 1994 dalam Heninger, 2001). Penelitian yang dilakukan oleh Heniger (2001) tentang hubungan antara auditor litigation dengan earning management menyatakan bahwa resiko litigasi auditor meningkat dengan ukuran earning management yang lebih tajam - abnormal accrual. Jadi probabilitas litigasi auditor meningkat ketika klien melaporkan abnormal accrual yang lebih positif. Kualitas audit didifinisikan sebagai tingkat kenyakinan yang diberikan yaitu probabilitas bahwa laporan keuangan tidak berisi pernyataan yang salah secara material (De anggelo’s, 1981 dalam Palmrose, 1988). Jadi tingkat jaminan yang semakin tinggi menunjukan kualitas audit yang lebih tinggi. Mutu Audit digambarkan dalam hal tingkatan jaminan – laporan keuangan kemungkinan tidak berisi apapun penghilangan material atau pernyataan salah. Tingkat jaminan yang lebih tinggi berarti mutu jasa yang lebih tinggi. Pengaruh praktek earning management terhadap kualitas laporan keuangan merupakan salah satu faktor yang menjadi perhatian auditor dalam mengaudit laporan keuangan tersebut. Auditor yang berkualitas cenderung untuk mencari dan mendeteksi praktek akuntansi dengan melakukan dan melaporkan kesalahan yang material (Krishnan, 2002). Auditor meningkatkan kredibilitas dari discretionary accrual yang dilaporkan dengan meminimalisasi noise dalam pelaporan discretionary accrual dan hal tersebut akan meningkatkan value informasi dalam discretionary accrual. Sejumlah penelitian yang dinyatakan dalam Krishnan (2002) juga menyatakan bahwa auditor dengan kualitas yang tinggi akan mampu untuk membatasi pelaporan discretionary accrual yang agresive dan opportunistik dibanding auditor berkualitas lebih rendah.
16
DAFTAR PUSTAKA Aldhiler III, George R, et al, 1995, Common Atributes of Quality Audit, Journal of Accountancy, January. Assih dan Gudono, 1999, Hubungan Tindakan Pemerataan Laba dengan Reaksi Pasar atas Pengumuman Informasi Laba Perusahaan yang Terdaftar di BEJ, Simposium Nasional Akuntansi II. September. Bartov, E., et al., 2000, Discretionary Accruals Models and Audit Qualifications, Journal of Accounting Econimics, Desemaber, p. 421-452 Bradshaw, M. et al., 2001, Do Analysts and Auditor Use Information in Accruals? Journal of Accounting Research, June, 45-57 Butler, Marcus et al., 2002, An Empirical Analysis of Auditor Reporting and Its Association with Abnormal Accrual, Working Paper, University of Rochester. Carcello, Joseph V., 1994, Auditor Litigation and Modified Reporting on bankrupt Clients, Journal of Accounting Research, Vol. 32 Supplement, p.1-29. Chai, Sylvia dan Crishtine A Jubb, 2000, Audit and Non-Audit Service Provision: Earning Management and Audit Opinion Implications, Working Paper, University Of Melbourne. Dechow, Patricia M. et al., 1995, Detecting Earning Management, The Accounting Review, Vol. 70, p. 193-225. Francis J. dan Krishnan, J., 1999, Accounting Accruals and Auditor Reporting Conservatism, Contemporary Accounting Research, Vol. 16, 135-165 Halim, Abdul, 2001, AUDITING (Dasar-dasar Audit Laporan Keuangan), UPP AMP YKPN, Yogyakarta Healy, Paul, 1985, The Effect of Bonus Schemes on Accounting Decisions, Journal of Accounting and Economics, Vol.7, 85-107. Heninger, William G., 2001, The Association between Auditor Litigation and Abnormal Accruals, The Accounting Review, January, p. 111-126. Johnstone et al, 2002, Aggressive Client Reporting: Factors Affecting Auditors’ Generation of Financial Reporting Alternatives, Auditing: A Journal of Practice & Theory, March, p. 47-62. Krishnan, Gopal V., 2002, Audit Quality and The Pricing of Discretionary Accruals, Working Paper, City University of Hong Kong.
17
________________dan Gul. Ferdinand A., 2002, Has Audit Quality Declined? Evidance From The Pricing of Discretionary Accruals, Working Paper, City University of Hongkong. Lys, Thomas dan Ross L Watts, 1994, Lawsuit against Auditor, Journal of Accounting Research, Vol. 32. p. 65-93. Mock, T.J dan Samet, 1982, A Multi Atrribute Model for Audit Evaluation.Aggresive Financial Reporting, Journal of Accounting Research, Vol.37, p. 167-189. Phillips, Fred, 1999, Auditor Attention to and Judgements of Palmrose, Zoe-Vonna, 1988, An Analysis of Auditor Litigation and Audit Service Quality, The Accounting Review, January, p.55-73 Parfet, William U, 2000, Accounting Subjectivity and Earnings Management: A Preparer Perspective, Accounting Harizons, Desember, p.481-488. Roshan. Sepi dan Christine A Jubb, 1998, Audit Quality: Discretionary Accruals and Qualification Rates, Working Paper, University of Melbourne. She Jin, Liuw dan Mas’ud Machfoedz, 1998, Faktor-faktor yang mempengaruhi Praktik Pemerataan Laba pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Juli, p.174-191. Sugiri, Slamet, 1999, Earning Management: Teori, Model, dan Bukti Empiris, Telaah. Surifah, 1999, Informasi Asimetri dan Pengaruh Manajemn terhadap Pelaporan Keuangan dalam Perspektif Agency Theory, Kajian Bisnis, Mei-September, p.71-81. Wolk, et al. 2001, Accounting Theory, Shouth-Western College Publishing.
18