BAB V ANALISA / PEMECAHAN MASALAH Dari hasil pengolahan data yang dilakukan untuk produk Botol Citra Lasting White 250 ml diketahui bahwa adanya tingkat pengukuran atau indikator dalam mengatasi berbagai cacat yang terjadi pada produk tersebut melalui metode yang dilakukan yaitu six sigma dan FMEA (Failure Modes and Effect Analysis), dengan urutan analisa sebagai berikut :
95
5.1 Analisa 5.1.1 Diagram Sebab Akibat (Fish Bone Diagram)
Gambar 5.1 Diagram Sebab Akibat (fish bone diagram)
96
5.1.2 Failure Modes & Effect Analysis (FMEA) Tabel 5.1 Failure Modes & Effect Analysis (FMEA) Proses Regrinding
No 1
Component Proses Regrinding
Failure Mode
Failure Effects
S E V
Causes
1.
Bintik Hitam
a.
Penampilan visual tidak menarik
5
a.
2.
Berlubang
a.
Botol tidak dapat berfungsi menampung isi
7
a.
Kualitas material recycle tidak bersih karena pisau penggiling (crusher sudah tumpul (ujung pisau rontok) sehingga serpihannya menjadi kotoran yang menyatu dengan material recycle tersebut. Terkontaminasi benda asing, yaitu material plastikyang bukan dari jenis yang dipakai sehingga tidak bisa homogen (misalnya material HDPE tercampur PP akibat pada waktu pencucian mesin giling tidak bersih)
O C C
7
2
Controls
a.
Melakukan SOP perawatan & pencucian mesin grinding yang digunakan secara berkala
a.
Untuk mesin grinding di khususkan untuk satu jenis material satu mesin grinding Tempat proses Regrinding antar material disekat
b.
D E T
R P N
3
105
3
97
42
Tabel 5.2 Failure Modes & Effect Analysis (FMEA) Proses Extruder
No
Component
2.
Proses Extruder (material masuk melalui hoper mesin blowing sampai keluar menjadi parison)
Failure Mode 1.
2.
Bintik Hitam
Berlubang
Failure Effects a.
a.
Penampilan visual tidak menarik
Botol tidak dapat berfungsi menampung isi
S E V 5
7
Causes a.
a.
Screw barel sudah aus, menimbulkan ujungnya gumpil dan scratch sehingga pada saat material didorong , ada material yang terjebak di screw yang gumpil dan scratch tersebut terlalu lama terkena panas menyebabkan material tersebut hangus, sehingga pada saat terdorong, keluar sebagai kotoran.
Parison keluar dari die pin tidak sampai kepada cutting edge bottom, turunnya parison belum melebihi tinggi botol mold sudah tertutup dan sudah masuk proses blow.
O C C
7
Controls a.
b.
c.
d.
2
a.
Secara berkala screw & barel dilakukan re chrome dengan hardchrome khusus Dilakukan cleaning secara berkala terhadap screw dan barel (poleshing) Menyiapkan spare part screw dan barrel yang berkualitas ( baja standar) Mengubah sistem open loop menjadi close loop Mengontrol setting mesin agar proses turunnya parison tidak terlalu pendek
D E T
R P N
3
105
3
98
42
Tabel 5.2 Failure Modes & Effect Analysis (FMEA) Proses Extruder (lanjutan)
No
Component
Failure Mode
Failure Effects
S E V
Causes
3.
Neck berkuping / neck tidak mulus
a.
Botol tidak bisa dipasang cap
7
a.
Pada saat parison turun, tidak center dengan diameter neck menyebabkan parison terjepit.
4.
Body tidak mulus (garis – garis)
a.
Penampilan visual tidak menarik Ketebalan dinding botol tidak merata (tebal tipis)
5
a.
Parison dibentuk dari Die & Pin, Die nya tersebut kurang halus polesnya. Pada material terdapat kotoran yang menempel pada die pin, sehingga pada saat turun parison terjadi penghalang kemudian membentuk garis – garis.
b.
b.
O C C
3
2
Controls
a.
a.
b.
Pada saat proses awal set up dipastikan posisi die head (turunnya parison) benar - benar center dengan posisi neck mold Dipastikan die dan pin dipoles dengan baik (sesuai standar kehalusan die dan pin) Dipastikan material plastik yang digunakan tidak terkontaminasi oleh benda asing (kotoran)
D E T
R P N
3
63
3
30
99
Tabel 5.2 Failure Modes & Effect Analysis (FMEA) Proses Extruder (lanjutan)
No
Component
Failure Mode 5.
Selisih tebal body tidak standar
Failure Effects a.
b.
Botol tidak cukup kuat menahan isi botol (cairan), karena btl melalui tahap droptest ( dijatuhkan dari ketinggian 2 meter) Botol juga akan sulit bila dilakukan proses lanjutan seperti printing, shrink label, stickering
S E V 5
Causes a.
b.
Terjadi karena proses setting die & pin tidak center. Posisi turunnya parison tidak center dengan neck mold
O C C
2
Controls a.
b.
Awal setting die pin dipastikan parison yang keluar benarbenar center sehingga didapatkan ketebalan dinding body botol yang merata Pada saat running produksi dilakukan pengecekan secara berkala (QC Inspection)
D E T
R P N
3
30
100
Tabel 5.3 Failure Modes & Effect Analysis (FMEA) Proses Blowing
No 3.
Component Proses Blowing
Failure Mode 1.
Body, Neck, Bottom Penyok (unmolded)
Failure Effects a. b.
c.
Penampilan visual tidak menarik. Pada saat proses pemasangan sticker, tidak menempel sempurna. Pada saat botol di pasang cap dapat mengakibatkan bocor
S E V 7
Causes a.
b.
Pada saat proses blow, tiupan udara tidak maksimal (tersumbat di blow pin). Pressure supply udara dari kompresor tidak maksimal (untuk proses blow menggunakan tekanan angin 5 - 6 bar)
O C C
2
Controls
a.
b.
Dilakukan pengecekan berkala terhadap kebersihan blow pin (jangan sampai tersumbat) Dipasangkan limit sensor untuk blow air pressure bila tekanan udara berkurang maka alarm berbunyi
D E T
R P N
3
42
101
Tabel 5.4 Failure Modes & Effect Analysis (FMEA) Proses Clamping
No 4.
Component Proses Clamping
Failure Mode 1.
Body, Neck, Bottom Penyok (unmolded) Garis Patah (unmolded
Failure Effects a. b.
c.
Penampilan visual tidak menarik. Pada saat proses pemasangan sticker, tidak menempel sempurna. Pada saat botol di pasang cap dapat mengakibatkan bocor
S E V 7
Causes a.
Pada saat after blow pendinginan produk kurang (kondisi botol masih panas & lunak) sehingga pada saat jatuh keluar dari mesin terkena benturan menyebabkan penyok.
O C C 2
Controls a.
b.
c.
2.
Body tidak mulus (garis – garis)
a.
Penampilan visual tidak menarik.
5
a.
b.
Pada saat pencetakkan botol, mold kondensasi (terlalu dingin) sehingga seperti ada garis garis air yang terbentuk pada produk. Mold Kurang Poles
2
a.
b.
Dipastikan sirkulasi cooling channel pada mold tidak tersumbat Dipastikan temperatur air pendingin sesuai dengan yang dibutuhkan Dipastikan pressure air pendingin yang masuk ke mold stabil Temperatur pendingin harus sesuai dengan yang distandarkan Mold dipastikan telah dipoles dengan baik sesuai standar
D E T
R P N
3
42
3
30
102
103
Tabel 5.5 Rank RPN No 1 2 3 4 5 6
5.2
Failure Mode Bintik Hitam Neck Berkuping Berlubang Body, Neck, Bottom Penyok Body tidak mulus (garis-garis) Selisih tebal body tidak standar
RPN 105 63 42 42 30 30
Peningkatan Berdasarkan analisa FMEA telah diketahui RPN tertinggi berada pada cacat foreign matter atau bintik hitam pada proses Blow Moulding (WIP) dengan itu akan dilakukan langkah – langkah perbaikan menggunakan aspek – aspek cause & effect diagram (Fish Bone Diagram), sebagai berikut : 5.2.1 Faktor Material Dari segi material paling berpengaruh terutama untuk cacat foreign matter atau bintik hitam dengan itu dilakukan langkah – langkah perbaikan sebagai berikut : a. Tempat penyimpanan masing – masing material harus dalam keadaan ditutup / tertutup, sehingga tidak memudahkan kotoran asing & benda asing masuk kedalamnya. Langkah perbaikan dilakukan apabila ada material sisa dituang ke wadah yang ada penutupnya dan diberikan label yang jelas tentang spec material tersebut, sehingga pada waktu akan digunakan tidak terjadi kesalahan pengambilan material.
104
b. Menyediakan tempat afval, sehingga afval yg jatuh dari mesin, jatuh ketempat / wadah yamg bersih dan tidak jatuh ketempat yg kotor. Afval adalah material sisa setelah pembentukan botol (blowing) yang dapat digunakan lagi melalui proses regrind menjadi material yang siap untuk dipakai kembali, oleh karena itu tingkat kebersihannya perlu diperhatikan. Langkah perbaikan yang diambil adalah mengganti bak material menggunakan silo sehingga tidak ada lagi proses manual (human error) dan kotoran dari luar yang masuk. 5.2.2 Faktor Metode Berikut metode – metode perbaikan yang diambil untuk menurunkan kemungkinan cacat produk : a. Melakukan prosedur pembersihan mesin secara berkala, selama ini yang terjadi bahwa prosedur ini belum dijalankan sepenuhnya karena jadwal produksi yang padat, tetapi langkah ini sangat baik untuk diambil untuk menghindari kerugian yang besar bagi perusahaan. b. Membuat
Work
Instruction
kepada
karyawan
yang
bertanggung jawab melaksanakan prosedur tersebut. c. Melengkapi prosedur pemilihan afval yang lebih jelas berikut dengan contohnya. Agar material afval yang sudah tercemar tidak diregrind kembali dan menjadikan cacat pada proses berikutnya.
105
d. Mengenalkan contoh jenis – jenis cacat kepada operator, hal ini dapat ditata di lembar pemeriksaan produk, agar pada saat menemukan cacat tersebut dapat langsung dilakukan tindakan perbaikan. e. Metode perbaikan yang signifikan adalah dengan merubah sistem grinding open loop menjadi close loop sehingga meminimalisasi material asing yang mungkin masuk. 5.2.3 Faktor Mesin a. Melaksanakan prosedur perawatan mesin blow 1. Waktu pencucian mesin secara berkala sesuai SOP 2. Mengganti part – part mesin yang sudah tidak layak pakai 3. Perawatan pada part yg memerlukan perawatan kembali seperti re chrome screw dan barel yang sudah tidak layak pakai. 4. Perawatan cleaning secara berkala terhadap screw dan barel (poleshing) 5. Menyiapkan spare part screw dan barrel yang berkualitas ( baja standar) 6. Dipasangkan limit sensor untuk blow air pressure bila tekanan udara berkurang maka alarm berbunyi apabila blow pressure rendah dapat mengakibatkan body botol menjadi penyok. b. Melaksanakan prosedur perawatan mesin crusher / regrind : 1. Waktu pencucian mesin secara berkala sesuai SOP
106
2. Mesin crusher dilengkapi dengan Dust Collector yaitu alat sensor yang dapat memisahkan antara debu dan material regrind sehingga debu tidak terbawa sebagai kotoran. 3. Mengganti pisau mesin regrinding yang sudah tidak layak digunakan. 4. Menggunakan kualitas pisau grinding yang berkualitas (baja standar pisau). 5. Mesin grinding dibuat close loop dengan mesin Blow Moulding. 6. Melakukan pengasahan pisau cutting secara berkala. 5.2.4 Faktor Manusia Pada faktor manusia hal – hal yang dilakukan perbaikan adalah : a. Menjalankan SOP secara keseluruhan dengan baik dan benar, seperti : 1. SOP perawatan mesin 2. SOP mengoperasikan mesin 3. SOP QC Inspection selama running produksi b. Diberikan Work Intruction yang lebih jelas kepada karyawan yang bertanggung jawab.
107
5.2.5. Faktor Lingkungan Dari faktor lingkungan terhadap jenis – jenis cacat tersebut sebagian besar disebabkan karena kebersihan lingkungan produksi yang kurang terjaga, banyak ditemukan lap bekas pakai dilantai produksi dan ceceran oli maupun debu asing, karena itu dilakukan langkah – langkah : a. Lantai produksi di pel, di sapu dan dilakukan pembuangan sampah secara berkala pada saat pagi hari, siang dan malam hari. b. Disediakan tempat untuk membuang lap bekas pakai diberbagai tempat yang mudah dijangkau (dekat mesin dan operator) c. Disediakan tempat untuk menaruh oli sehingga tidak mengotori lantai, mesin maupun material afval.
5.3
Pengendalian 5.3.1
Perbandingan Sigma Sebelum dan Sesudah Perbaikan Untuk ukuran sigma ini akan dijabarkan sigma sebelum perbaikan dan setelah perbaikan, sebagai berikut :
Tabel 5.6 Ukuran Sigma sebelum perbaikan dan sesudah perbaikan Botol Citra Lasting White250 ml
Bulan Oct-13 Dec-13
Botol Citra Lasting White250 ml Produksi Cacat 325,687 8,924 404,446 6,735
Presentasi Cacat
DPMO
DPMO Sigma
2.74% 1.66%
2,700 1,600
4.28 4.44
108
Dilihat dari table diatas dapat di ketahui bahwa selama dua bulan perbaikan diperoleh penurunan cacat sebesar : Tabel 5.7 Presentase Penurunan Cacat Botol Citra Lasting White 250 ml Botol Citra Lasting White250 ml Presentasi Cacat Penurunan Standar Cacat Sebelum Setelah Presentasi Cacat Perusahaan Perbaikan perbaikan 2.74%
1.66%
1.08%
2%
Berdasarkan data penurunan presentase cacat diatas dapat diketahui bahwa untuk produk Citra 250 ml yang memiliki penurunan cacat setelah proses perbaikan sebesar 1.08% dengan 4.28 sigma menjadi 4.44 sigma, dalam hal ini proses perbaikan harus terus dilakukan untuk mencapai presentase cacat yang telah ditetapkan oleh perusahaan maksimal sebesar 2%.
5.3.2
Perbandingan Kapabilitas Proses Berikut perbandingan kapabilitas proses sebelum dan sesudah perbaikan :
Tabel 5.8 Perbandingan kapabilitas proses Botol Citra Lasting White250 ml Botol Citra Lasting White250 ml Parameter DPMO Level Sigma CP Presentasi cacat Biaya Kegagalan
Sebelum Perbaikan 2,700 4.28 1.212 2.74% Rp 7,654,140.00
Sesudah Perbaikan 1,600 4.44 1.254 1.66% Rp 5,761,191.00
109
Berdasarkan
tabel
tersebut
dapat
diketahui
bahwa
kemampuan proses mengalami peningkatan untuk Botol Citra Lasting White 250 ml dari 1.212 menjadi 1.254 Perbaikan yang telah diimplementasikan bukan hanya mengurangi biaya tenaga, biaya waktu dan cacat produk tetapi meningkatkan kemampuan proses dan menghasilkan analisa kegagalan untuk pengembangan proyek selanjutnya. Disamping itu yang lebih penting adalah mengurangi biaya kegagalan kualitas untuk Botol Citra Lasting White 250 ml dengan perhitungan sebagai berikut :
Man power / jam = (Total pcs botol reject/Cycle time machine)
Biaya Sticker = (Total pcs botol reject x (Harga stiker front + Harga sticker back))
Biaya Botol = (Total pcs botol reject x Harga botol per pcs)
Total biaya reject = (Man power/ jam) + Biaya Sticker front dan back + Biaya Botol per pcs
Berikut adalah perhitungannya :
Total biaya reject sebelum perbaikan : Rp 452,472.00 + Rp 2,400,556.00 + Rp 4,801,112.00 = Rp 7,654,140.00
Total biaya reject sesudah perbaikan : Rp 326,046.00 + Rp 1,811,715.00 + Rp 3,623,430.00 = Rp 5,761,191.00
Penurunan sebesar : Rp 7,654,140.00 – Rp 5,761,191.00 = Rp 1,892,949.00
Apabila satu tahun di aplikasikan pada 6 line mesin stickering dan 7 varian citra 250 ml maka saving adalah sebaga berikut : Rp 1,892,949.00 x 6 line x 7 varian x12 bulan = Rp 954,046,296.00 / tahun