BAB IV PEMECAHAN MASALAH 4.1
Metodologi Pemecahan Masalah Metodologi penelitian proyek akhir ini disusun untuk dijadikan acuan
dalam melaksanakan penelitian yang berisi tahapan-tahapan kegiatan yang dilakukan. Teori-teori yang ada dijadikan sebagai dasar setiap langkah di dalam proses penelitian yang dilakukan. Proses ini terangkai melalui interaksi di dalam tahapan-tahapan penelitian seperti terlihat pada berikut.
Gambar 4.1 Tahapan Metodologi Penelitian
35
Penjelasan lebih lanjut untuk beberapa tahapan yang membutuhkan penjelasan detil akan diuraikan pada sub-sub bab berikutnya. Meski begitu, untuk memberi gambaran umum tentang proses pemecahan masalah, berikut ini akan diberikan penjelasan ringkas mengenai tiap-tiap tahapan di atas: 1. Latar Belakang Pada tahap ini dilakukan penggambaran terhadap gap yang terjadi atas kondisi proses CRM di PT. TELKOM saat ini terhadap E-TOM (enhanced Telecommunication Operation Model) yang menjadi acuan PT. TELKOM. Internal assesment yang dilakukan PT. TELKOM terhadap proses yang berjalan saat ini menghasilkan sebuah solusi untuk menggunakan teknologi baru dalam proses CRM. 2. Identifikasi Masalah Investasi IT dalam rangka mengatasi gap yang sudah dianalisa sebelumnya menimbulkan beberapa masalah yang menjadi konsekuensi logis dari alternatif solusi yang dipilih. PT. TELKOM harus dapat menggambarkan tahapan proses perubahan dalam teknologi CRM dan serta mampu menggambarkan bentuk perubahan yang terjadi dalam proses CRM sebagai efek penggunaan teknologi baru. 3.
Proses Analisis Pada tahapan ini dilakukan proses pengumpulan data dan kajian literatur
untuk menemukan konsep dan alat yang tepat dalam menganalisa proses serta permasalahan. Proses pengumpulan data dilakukan dengan melakukan review terhadap dokumentasi mengenai proses CRM di PT. TELKOM selain itu juga dilakukan wawancara untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam dengan cara yang lebih terstruktur. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap permasalahan sesuai dengan konsep dan alat analisa yang sudah ditentukan sebelumnya. 4. Kesimpulan dan Rekomendasi Pada tahap ini disimpulkan hal-hal pokok yang perlu diperhatikan oleh perusahaan berdasarkan hasil pembahasan proyek akhir ini, berikut saran-saran untuk perbaikan yang akan direkomendasikan.
36
4.2
Kajian Literatur Seperti yang telah disebutkan pada bab sebelumnya, permasalahan yang
dibahas dalam tugas ini difokuskan pada bagaimana gambaran proses perubahan teknologi CRM di PT. TELKOM
dan gambaran efek perubahan yang
ditimbulkan oleh penggunaan teknologi baru. Oleh karena itu harus dipahami terlebih dahulu mengenai pengertian mendasar tentang konsep CRM, serta alat analisa yang digunakan untuk melihat efek perubahan dari pernggunaan teknologi baru di bidang CRM. Dengan kajian literatur akan didapatkan informasi tentang hasil-hasil penelitian dan pembahasan teori-teori dan framework yang sudah dikembangkan mengenai masalah ini.
4.2.1 Konsep Customer Relationship Management (CRM) Menurut Payne (2005), Customer Relationship Management (CRM) merupakan pendekatan bisnis yang digunakan oleh perusahaan untuk menciptakan dan mengembangkan hubungan dengan targeted customer yang bertujuan untuk meningkatkan customer value dan tingkat keuntungan perusahaan yang akhirnya akan juga meningkatkan shareholder value . Chopra (2004), menempatkan CRM sebagai bagian dari tiga bagian makro proses dalam suatu perusahaan selain Supplier Relationship Management (SRM) dan Internal Supply Chain Management (ISCM). Ketiga bagian makro proses tersebut, berfungsi untuk mengatur alur informasi, produk dan keuangan yang pada akhirnya bertujuan untuk memenuhi permintaan pelanggan. Seperti dalam beberapa literatur, dalam makro proses tersebut, CRM meliputi semua fungsi dari suatu perusahaan (marketing, customer service, field sales, and field service) yang dibutuhkan untuk berinteraksi dengan pelanggan secara langsung atau tidak langsung. Gambaran CRM sebagai bagian dari makro proses Supply Chain Management dapat dilihat pada gambar 4.2. Melalui CRM, perusahaan berusaha memahami pelanggan yang berbeda-berbeda. Perbedaan yang dimaksud di sini mencakup banyak hal, antara lain latar belakang budaya, keinginan, perilaku pembelian, dan tentu saja potensi untuk memberikan keuntungan.
37
Gambar 4.2 Supply Chain Macro Proces (Chopra, 2004)
Karena itu, implementasi CRM yang memungkinkan perusahaan mengumpulkan
dan
mengelola
informasi
tentang
pelanggannya
dan
menyesuaikan penawaran produk maupun layanan yang akan diberikan kepada masing-masing pelanggan untuk memaksimumkan keuntungan, menjadi alternatif strategi yang banyak dijalankan perusahaan. Dari sudut pandang bisnis, penerapan CRM juga didukung oleh beberapa data statistik sebagai berikut (Reicheld, 1996) :
Menurut kaidah Pareto, 20% pelanggan terbaik berkontribusi atas 80% penjualan.
Memperoleh pelanggan baru membutuhkan biaya 5-10 kali lebih tinggi daripada memperoleh transaksi bisnis dengan pelanggan lama.
Untuk penjualan ke industri, dibutuhkan 8-10 kali kunjungan untuk menutup transaksi dengan pelanggan baru, sedangkan untuk pelanggan lama hanya butuh 2-3 kali kunjungan.
Pelanggan yang tidak puas akan menceritakan pengalamannya kepada 810 orang.
Peningkatan
customer
retention
sebesar
5%
akan
meningkatkan
profitabilitas sebesar 25%. Data-data di atas menunjukkan beberapa hal. Pertama, dari jumlah pelanggan yang dimiliki, tidak semua pelanggan memberikan kontribusi yang baik kepada perusahaan, oleh karena itu, pelanggan pemberi kontribusi terbaik harus dipertahankan dan diperlakukan dengan istimewa agar semakin loyal.
38
Kedua, mempertahankan pelanggan lama, jauh lebih menguntungkan daripada mengejar pelanggan baru. Ketiga, pelanggan yang puas, kecenderungan akan kembali melakukan transaksi lebih besar, tetapi pelanggan yang tidak puas selain akan berhenti melakukan transaksi juga akan menceritakan ketidakpuasannya kepada orang lain. Payne (2005) mengkategorikan mekanisme proses dalam CRM menjadi tiga tipe berdasarkan teknologinya yaitu operational, analytical dan collaborative.
Operational CRM Operational CRM berkaitan dengan automasi proses-proses bisnis yang berkaitan dengan operasi front office yang berhubungan langsung dengan konsumen. Sistem ini meliputi sistem marketing, sales dan customer service. Operational CRM memfasilitasi kontak yang akan dilakukan pelanggan kepada perusahaan yang ditindaklanjuti dengan pemenuhan kebutuhan pelanggan oleh perusahaan.
Gambar 4.3 Kategori CRM (Payne, 2005)
Analytical CRM Jika operational CRM berkaitan dengan proses front-office, analytical CRM berfungsi mendukung proses back-office, yang mencakup aspek penggalian data (data mining) dan penyimpanan data serta diseminasi informasi (data warehousing) dari pelanggan. Analytical CRM juga berfungsi sebagai penunjang bagi sistem-sistem marketing, sales, dan customer service pada operational CRM. 39
Collaborative CRM Collaborative CRM berkaitan dengan kolaborasi pelayanan dan infrastruktur yang memungkinkan interaksi antara perusahaan dengan berbagai macam saluran hubungan dengan pelanggan. Hal ini memungkinkan interaksi antara pelanggan, perusahaan dan dan interaksi berbagai fungsi di dalam lingkungan internal perusahaan. Menurut Goldenberg (2002), sebagai sebuah strategi keberhasilan program CRM tergantung pada keberhasilan perusahaan mengintegrasikan dengan ketiga komponen CRM yakni aspek manusia, proses, dan teknologi. Hubungan antara ketiga aspek tersebut dapat terlihat pada gambar berikut.
Gambar 4.4 Tiga aspek CRM dalam perusahaan (Goldenberg, 2002)
People Seperti telah dijelaskan sebelumnya, CRM adalah suatu manajemen hubungan dengan pelanggan. Terkait dengan aspek manusia, CRM memerlukan pendekatan di level organisasi dan bisnis yang lebih berorientasi pada pelanggan dalam melakukan bisnis dibandingkan dengan hanya strategi marketing. Kegagalan untuk menangani isu yang berkaitan dengan aspek manusia akan menyebabkan resistansi terhadap implementasi CRM. Process Setelah aspek manusia, aspek CRM berikutnya adalah aspek proses. Setiap perusahaan pasti memiliki proses tertentu dalam menangani hubungan dengan pelanggan. Dalam implementasi CRM, terlebih dahulu perusahaan harus
40
menilai seberapa baik proses bisnis yang sudah dimiliki dilihat dari sudut pandang keinginan konsumen dan kebutuhan perusahaan. Sebagian proses bisnis yang telah ada mungkin perlu direkayasa ulang karena sudah tidak dapat mengakomodasi kebutuhan konsumen maupun organisasi. Technology Aspek terakhir dari CRM adalah teknologi. Komponen teknologi dalam CRM meliputi infrastruktur dan aplikasi. Teknologi merupakan salah satu aspek CRM yang berfungsi sebagai enabler yang memungkinkan perusahaan merekayasa ulang proses bisnisnya untuk meningkatkan kinerja mereka dalam mengelola hubungan dengan pelanggan. Meskipun hanya berfungsi sebagai enabler, namun dengan kompleksitas bisnis saat ini, pemilihan teknologi yang tepat merupakan salah satu faktor penentu untuk mencapai kesuksesan implementasi CRM. Selain itu pemilihan teknologi yang tepat juga menghindari investasi yang efektif dan efisien, terutama dalam hal biaya.
4.2.2 Konsep Perubahan Teknologi (Technological Change) Perubahan teknologi dapat muncul atau terjadi pada sebuah produk, proses ataupun jasa layanan (service). Perubahan teknologi ini dapat ditempuh dengan berbagai cara, seperti pembelian teknologi baru dari pihak lain, ataupun dengan cara pengembangan sendiri di dalam perusahaan melalui divisi research and development. Salah satu faktor yang menyebabkan perlunya dilakukan perubahan teknologi adalah keinginan untuk meningkatkan pertumbuhan produktivitas yang biasanya diukur dari pertumbuhan output sebagai fungsi dari input (Frankel, 1990). Penggunaan teknologi baru dapat dilihat sebagai salah satu alternatif untuk mencapai proses atau output yang lebih baik daripada proses atau output yang dihasilkan saat ini, yang untuk lebih jelasnya dapat dilihat di Gambar 4.5. Dari gambar tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa penambahan dan penggunaan teknologi baru dimungkinkan ketika proses yang berjalan di dalam organisasi
41
perusahaan tidak dapat lagi menghasilkan produk yang memenuhi target dalam ukuran kapasitas
Gambar 4.5 Transfer Output dari Teknologi Lama ke Teknologi Baru (Frankel, 1990)
Tidak tertutup kemungkinan penggunaan teknologi baru juga dapat dijadikan alternatif untuk mendapatkan output yang lebih baik dalam ukuran kualitas ataupun cost saving yang lebih besar dalam prosesnya.
4.2.3 Tahapan Perubahan Teknologi Selain mengandung potensi untuk perbaikan, perubahan teknologi juga mengandung resiko tidak tercapainya hasil yang menjadi target awal implementasi teknologi baru karena adanya permasalahan dalam mengadopsi teknologi baru tersebut. Oleh karena itu strategi dan keefektifan dalam manajemen implementasi teknologi baru akan sangat mempengaruhi tingkat kesuksesan atau kegagalan transisi teknologi serta dalam proses bisnis. Secara logis ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan menyangkut perubahan penggunaan teknologi pada umumnya seperti proses perubahan teknologi itu sendiri dan efek perubahan teknologi yang dilakukan. Aktivitas yang berkaitan
42
dengan proses perubahan teknologi antara lain need identification, technology assessment, technology transfer planning dan technology transfer implementation (Frankel, 1990). Untuk lebih jelasnya, akitivitas-aktivitas yang berkaitan dengan technological change bagi proses bisnis perusahaan dapat dilihat pada Gambar 4.6
Technology Need Akitivitas pada tahapan ini biasanya berkaitan dengan identifikasi kebutuhan perusahaan yang akan dapat dipenuhi dengan penggunaan teknologi baru. Output yang tidak memenuhi target yang telah ditetapkan dengan menggunakan teknologi yang ada saat ini, ataupun potensi mendapatkan output dan proses yang lebih baik jika menggunakan teknologi baru dapat dijadikan dasar identifikasi pada tahapan ini. Tahapan ini juga melibatkan analisa terhadap market demand dan competitive factor yang berkaitan dengan definisi output yang diinginkan. Selain itu juga dilakukan analisa terhadap kondisi perusahaan khususnya yang berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam menyerap teknologi baru tersebut serta kesiapan perusahaan untuk menyediakan resources yang dibutuhkan jika kelak akan mengadaptasi sebuah teknologi baru dalam proses bisnisnya. Hasil yang keluar dari tahapan Technology Need Identification ini dapat berupa list atau bahkan spesifikasi yang mendetail tentang bentuk teknologi seperti apa yang dibutuhkan perusahaan dalam melakukan perbaikan proses bisnisnya sehingga output proses sesuai yang diinginkan.
Technology Assessment Tahapan ini terdiri atas beberapa aktivitas yang terkait dengan identifikasi dan evaluasi terhadap performance dari existing technology atau teknologi yang sedang digunakan serta assessment terhadap alternatif-alternatif teknologi baru yang dapat digunakan untuk memenuhi technology need pada tahapan sebelumnya dengan parameter-parameter seperti accessibility dan acceptability. Dalam technology assessment harus dipertimbangkan trend penggunaan teknologi ke depan serta adaptability dan efek substitusi dari penggantian teknologi.
43
Outcome dari tahapan ini berupa pilihan akan teknologi yang akan digunakan untuk menggantikan teknologi lama dalam proses bisnis perusahaan.
Gambar 4.6 Technology Transfer Process (Frankel, 1990)
Technology Transfer Planning Technology Transfer Planning merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari technology assessment dan berkaitan dengan pemilihan teknologi yang mempengaruhi timing serta metode akuisisi teknologi. Selain perencanaan akuisisi teknologi, ada beberapa hal perencanaan lain yang harus dibuat terkait technology transfer, antara lain :
44
Physical and knowledge planning
Implementation planning
Operational planning, maintenance and management
Skill and acquisition training Dalam melakukan proses technological change tentu saja harus
dipertimbangkan faktor choice, timing, scale, dan rate of introduction serta korelasinya satu sama lain. Choice atau pemilihan teknologi yang digunakan harus memiliki kecocokan (fitness) dengan beberapa hal seperti : produk atau proses yang ingin didapatkan dari perubahan teknologi akses terhadap resources yang akan digunakan untuk mendukung penggunaan teknologi yang akan dipilih. Timing atau saat yang tepat untuk mengimplementasikan technological change harus disesuaikan dengan masa obsolete dari teknologi tersebut. Sedangkan size dan rate/kecepatan adaptasi teknologi baru disesuaikan dengan kapasitas yang dibutuhkan, kemampuan investasi perusahaan dan kemampuan mengadaptasi teknologi (contohnya kecepatan training terhadap operator yang akan menggunakan teknologi baru). Hubungan antara faktor choice, timing, scale dan rate of introduction of technological change dapat dilihat pada bagan berikut.
Technology Transfer Implementation Manfaat ekonomis dari sebuah perubahan teknologi hanya dapat dirasakan sampai ketika suatu produk hasil perubahan teknologi tersebut diluncurkan ke pasar atau ketika cost reduction dari sebuah perubahan proses tercapai. Untuk mencapai hasil yang diinginkan, perusahaan harus terlebih dahulu melakukan beberapa langkah dalam implementasi, seperti :
Evaluasi terhadap cara-acara alternatif introduksi teknologi baru secara historis yang pernah dilakukan oleh perusahaan.
Penyeleksian metode introduksi teknologi baru yang dipilih.
Uji coba/simulasi atau pilot project operasional dengan menggunakan teknologi yang baru.
45
Evaluasi atas pilot project
Pengaturan/manajemen resource flow dan training system.
Pembuatan prosedur operasi / standard operating procedure
Pembuatan dan pengembangan system maintenance dan support
Melakukan kontrol terhadap proses. Pembuatan pilot project sangat penting dilakukan sebelum keseluruhan
teknologi baru diimplementasikan ke dalam proses bisnis. Dengan pilot project perusahaan dapat melakukan adjustment dan melakukan evaluasi serta identifikasi area-area yang memerlukan perbaikan sehingga transisi teknologi dapat berjalan dengan lebih lancar. Perusahaan harus dapat mengantisipasi beberapa masalah yang dapat menyebabkan transisi teknologi lama ke teknologi baru tidak berlangsung dengan baik. Masalah-masalah yang mungkin muncul dan harus diantisipasi tersebut antara lain :
Overestimasi terhadap kemampuan penyerapan teknologi baru oleh perusahaan.
Penyusunan objective yang tidak realistis ataupun tidak relevant dengan penggunaan teknologi baru.
Kekurangan resources yang dibutuhkan untuk mendukung proses perubahan, kurangnya training dan manajemen yang kurang kompeten.
4.2.4 Efek Perubahan dengan Model McKinsey 7S Technological change atau perubahan teknologi di dalam sebuah perusahaan dapat memiliki efek yang berbeda-beda terhadap elemen perusahaan itu sendiri, yang pada akhirnya akan berimplikasi pada efektivitas pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Framework yang dikembangkan oleh Peters dan Waterman (McKinsey and Company) merupakan salah satu alat yang bisa digunakan untuk melihat efek perubahan terhadap elemen penyusun sebuah sebuah organisasi atau perusahaan. Pada framework ini dikenal adanya dua jenis variabel yaitu Hard-Variable dan Soft-Variable. Hard-Variable adalah variabel yang mudah diidentifikasi dari
46
dokumen-dokumen perusahaan, terdiri atas Strategy, Structure dan System sedangkan Soft-Variable relatif lebih sukar untuk dikenali, dan terdiri atas Skills, Staff, Style dan Shared Values. Hubungan ketujuh elemen penyusun model ini dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 4.7 McKinsey 7S Framework (www.12manage.com diakses pada 6/3/2007)
Strategy Strategy merupakan jalan yang ingin ditempuh sebuah organisasi bagi perkembangan masa depannya. Juga merupakan suatu rencana yang disusun oleh sebuah perusahaan atau organisasi untuk mendapatkan keunggulan bersaing yang mampu dipertahankan (sustainable competitive advantage). Structure Structure merupakan kerangka kerja dimana aktivitas pada anggota dikoordinasikan. System Merupakan prosedur formal dan informal, termasuk sistem inovasi, sistem kompensasi, sistem informasi manajemen dan sistem alokasi modal yang menentukan aktivitas setiap hari.
47
Style Style adalah pendekatan kepemimpinan dari manajemen puncak dan pendekatan organisasi secara keseluruhan, juga meliputi cara dimana pegawai mewakili diri mereka pada dunia luar dan kepada masyarakat. Staff Merupakan sumber daya manusia; mengacu kepada bagaimana manusia dikembangkan, dilatih, disosialisasikan, diintegrasikan, dimotivasi dan bagaimana karier mereka di-manage. Skills Skills merupakan kemampuan yang unik yang harus dimiliki dalam menjalankan fungsinya, yang dapat membedakan perannya dalam suatu fungsi dengan fungsi yang lain di dalam sebuah organisasi. Shared Values Pada awalnya bernama superordinate goals, merupakan konsep dan prinsip penuntun bagi organisasi, nilai dan aspirasi, yang biasanya tidak tertulis yang berada di luar pernyataan konvensional sasaran organisasi; hal-hal yang mempengaruhi kelompok untuk bekerja bersama untuk tujuan umum bersama. Elemen - elemen penyusun framework ini harus ditangani dan diselaraskan sehingga saling mendukung satu sama lain terkait dengan change management akibat perubahan yang terjadi di dalam sebuah perusahaan.
4.2.5 Konsep Benefit Realization Selain mengandung potensi untuk perbaikan, perubahan teknologi juga mengandung resiko tidak tercapainya hasil yang menjadi target awal implementasi teknologi baru karena adanya permasalahan dalam mengadopsi teknologi baru tersebut. Oleh karena itu strategi dan keefektifan dalam manajemen benefit dari investasi teknologi baru akan sangat mempengaruhi tingkat kesuksesan atau kegagalan transisi keseluruhan teknologi dalam proses bisnis. Salah satu alat yang dapat digunakan untuk memetakan keterkaitan antara tujuan akhir investasi teknologi dengan resources investasi pada awalnya dalam
48
proses bisnis adalah Results Chain yang diusulkan oleh John Thorp (2003) dalam konsep Benefit Realization. Penerapan benefits realization memungkinkan perusahaan memahami dimensi kompleksitas sebuah investasi CRM, yang mencakup: Linkage Diartikan sebagai keterkaitan antara hasil yang ingin dicapai melalui investasi CRM dengan strategi bisnis perusahaan, antara investasi teknologi dengan investasi yang harus dilakukan pada bidang-bidang lain untuk merealisasikan manfaat yang diinginkan. Reach Diartikan sebagai besarnya dampak yang disebabkan oleh investasi CRM. Hal ini mencakup area di dalam maupun di luar organisasi yang terkena dampak investasinya. People Agar dapat mengelola perubahan sebagai hasil investasi CRM dengan baik, manajemen harus memiliki pemahaman tentang orang-orang yang terkena dampak, sikap dan motivasi mereka terhadap perubahan, serta kompetensi yang mereka miliki. Time Dengan pemahaman terhadap ketiga aspek yang telah disebutkan sebelumnya (linkage, reach, dan people), dapat dibuat estimasi waktu yang realistis untuk mewujudkan manfaat bisnis yang diinginkan. Kesulitan dalam mengevaluasi kinerja sebuah investasi yang terkait dengan IT, misalnya CRM, juga bersumber dari sulitnya pengukuran. Pendekatan benefits realization membantu organisasi secara efektif menangani masalah pengukuran melalui empat cara berikut: Identifikasi outcome yang harus diukur dan kapan pengukuran harus dilakukan Menunjukkan penalaran tentang keterkaitan (linkage) antara setiap program dan proyek dengan hasil yang diinginkan Menonjolkan akuntabilitas atas hasil yang diukur
49
Memberikan tindakan yang harus diambil berdasarkan pengukuran Untuk menerapkan model benefits realization yang komprehensif, John Thorp mengusulkan metodologi yang disebut dengan rantai hasil (results chain). Metodologi ini diharapkan dapat menjadi ‘peta perjalanan’ yang menggambarkan bagaimana keterkaitan antara tiap-tiap inisiatif yang dijalankan dengan manfaat bisnis yang diinginkan. Teknik rantai hasil memiliki empat elemen, yaitu inisiatif (initiative), kontribusi (contribution), hasil (outcome), dan asumsi (assumption).
Keempat elemen rantai hasil tersebut digambarkan dengan symbol berikut:
Initiatives
Outcome
Contribution Assumptions
Gambar 4.8 Elemen Results Chain (Thorp, 2003)
Pengertian dari simbol-simbol yang digunakan dapat dilihat sebagai berikut: Hasil (outcome) merupakan hasil yang diinginkan, termasuk hasil antara dan hasil akhir. Inisiatif (initiative) merupakan sebuah tindakan yang memiliki kontribusi atas satu hasil atau lebih Kontribusi (contribution) merupakan peran yang dimainkan oleh sebuah elemen rantai hasil (baik berupa inisiatif atau hasil antara) terhadap inisiatif atau hasil berikutnya Asumsi merupakan hipotesis tentang kondisi yang dianggap perlu untuk mewujudkan sebuah hasil atau inisiatif Thorp (2003) menyatakan bahwa, untuk menunjukkan akuntabilitas proses, setiap inisiatif yang dilakukan harus menghasilkan kontribusi dan hasil yang jelas. Pendekatan benefits realization yang menggunakan perangkat results chain yang dikemukakan oleh John Thorp memiliki beberapa keunggulan, yaitu: Model rantai hasil ini bersifat sederhana.
50
Model ini memberikan gambaran yang detil namun mudah dipahami tentang bagaimana sebuah benefit diwujudkan. Pendekatan ini memberikan ‘peta penunjuk jalan’ tentang hasil akhir yang diinginkan, hasil antara yang harus dicapai untuk menghasilkan hasil akhir tersebut, asumsi yang mendasarinya, dan inisiatif apa yang harus dilakukan. Menonjolkan aspek pengukuran. Model ini menyarankan perumusan hasil dalam terminologi yang mengedepankan aspek pengukuran, yang biasanya dimulai dengan kata-kata meningkatkan (increase), menurunkan (reduce), mempertahankan (maintain), menciptakan (create), dan menghilangkan (eliminate). Sebagai contoh, salah satu bentuk pemodelan results chain dalam benefit realization dapat dilihat pada gambar berikut.
Install forecasting system
Increased forecast accuracy
Train merchants
Smarter purchase decision
Loyalty depend on product availability
Reduced stockout
Customer become more loyal
Gambar 4.9 Contoh Results Chain (sumber : Thorp, 2003)
4.3 Pengumpulan/Pengolahan Data dan Analisis 4.3.1 Tahapan Proses Perubahan Teknologi CRM PT. TELKOM Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, PT. TELKOM memiliki visi untuk menjadi perusahaan terkemuka di bidang informasi dan telekomunikasi di kawasan regional, dan salah satu cara untuk mewujudkan visinya itu maka PT. TELKOM bertransformasi menjadi customer centric organization. Pengertian customer centric di sini adalah setiap kegiatan bisnis setiap fungsi yang dilakukan di PT. TELKOM ditujukan untuk melayani dan memenuhi kepuasan pelanggan semaksimal mungkin.
51
Technology Need Dari hasil internal assesment dan gap analysis yang dilakukan PT. TELKOM, didapatkan kesimpulan bahwa existing technology tidak menunjang proses CRM untuk lebih memaksimalkan aktivitas pemenuhan, pelayanan dan manajemen hubungan dengan pelanggan. Ada beberapa faktor yang dipertimbangkan PT. TELKOM dalam need study yang dilakukan, antara lain : Analisa kelemahan dari proses CRM yang ada saat ini, termasuk analisa terhadap literatur-literatur untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi. Pertimbangan akan meningkatnya bargaining power dari pelanggan dalam memilih produk atau jasa di pasar yang penuh persaingan. Assesment mengenai kemampuan PT. TELKOM khususnya sumber daya manusia yang tersedia untuk menyerap knowledge and skill tentang teknologi baru. Persetujuan oleh dewan direksi PT. TELKOM terhadap proposed solution yang diajukan oleh tim khusus yang ditugaskan untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan proses CRM, akhirnya membawa PT. TELKOM sampai kepada keputusan untuk mencari sebuah teknologi baru di bidang CRM yang dapat memuluskan misi transformasinya menjadi perusahaan yang customer centric. Teknologi baru yang akan digunakan PT. TELKOM haruslah merupakan sebuah teknologi yang dapat mengintegrasikan fungsi-fungsi yang berbeda-beda dalam proses CRM saat ini sehingga performa proses CRM itu sendiri akan mencapai kondisi ideal yang diharapkan.
Technology Assesment Keputusan
PT.
TELKOM
menggunakan
teknologi
baru
untuk
menggantikan teknologi yang digunakan dalam proses CRM saat ini, ditindaklanjuti dengan mengirimkan request for information kepada beberapa perusahaan atau vendor teknologi yang sesuai dengan kriteria teknologi yang dibutuhkan PT. TELKOM. Perusahaan ataupun vendor teknologi yang dimintai masukan oleh PT. TELKOM berusaha menyampaikan kepada PT.TELKOM teknologi-teknologi yang mereka miliki saat ini dan gambaran mengenai
52