BAB IV PEMECAHAN MASALAH 4.1. Metodologi Pemecahan Masalah Bisnis saat ini tidak hanya cukup dengan mampu bertahan di arena persaingan, tapi juga mampu bertumbuh dan memenangkan persaingan. Persaingan semakin lama akan mengalami kekacauan, kondisinya pun akan semakin tak menentu. Untuk mengantisipasi hal tersebut, marketing harus menjadi “jiwa” dari setiap model strategi bisnis, karena bisnis akan selalu berurusan dengan pasar yang terus berubah. Dengan demikian, diharapkan pemasaran menjadi suatu konsep bisnis strategis yang bisa memberikan kepuasan berkelanjutan bagi stakeholder utama yaitu konsumen, karyawan, dan pemilik perusahaan. Pemilik perusahaan yang menguntungkan harus memberikan imbalan yang cukup baik kepada karyawan dengan memperlakukan mereka sebagai pelanggan internal yang terpuaskan, sehingga mereka akan mempunyai sense of ownership pada perusahaan dan dengan demikian mereka akan memberikan pelayanan total untuk memuaskan pelanggan. Pada gilirannya, pelanggan yang puas akan melakukan pembelian berulang dan memberi rekomendasi kepada orang lain untuk membeli dari perusahaan bersangkutan. Dengan demikian perusahaan akan mendapatkan keuntungan jangka panjang. Agar hal tersebut dapat terjadi, maka pemilik perusahaan harus selalu berusaha memberikan produk atau jasa yang bernilai lebih bagi pelanggan dibandingkan dengan yang diberikan pesaingnya. Untuk memberikan kepuasan kepada konsumen seperti halnya di atas, maka perusahaan perlu mengetahui dengan jeli siapa yang menjadi pasar mereka. Sebagai langkah awal, perusahaan harus mampu memandang pasar secara kreatif dan kemudian memetakannya, sehingga produk maupun jasa yang dimiliki
27
perusahaan dapat diterima oleh orang maupun perusahaan yang tepat. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan segmentasi pasar. Kemudian, setelah pasar disegmentasikan ke dalam kelompok‐kelompok pelanggan dengan karakteristik yang serupa, pilihlah segmen pasar mana yang akan dituju, atau biasa disebut sebagai aktifitas targeting. Setelah dua hal ini dilakukan, maka proses selanjutnya adalah melakukan positioning agar keberadaan produk ataupun jasa perusahaan berada di benak pelanggan. Ketiga hal tersebut merupakan langkah awal dalam model STV‐Triangle yang diciptakan oleh Kartajaya. 4.1.1 Model Konseptual Kartajaya menggolongkan Segmentasi – Targeting – Positioning sebagai bagian dari strategi yang merupakan salah satu dimensi marketing dari model STV–Triangle yang diciptakannya. Model STV–Triangle ini terdiri dari tiga dimensi pemasaran, yaitu strategy, tactic, dan value, seperti yang diperlihatkan pada gambar 4.1. Menurut Kartajaya (2003: 72 ‐ 73), strategy digunakan untuk memenangkan mind share, sedangkan dimensi tactic untuk memenangkan market share, dan dimensi value untuk memenangkan heart share. Untuk memenangkan mind share, kita harus mengeksplorasi pasar melalui segmentasi dengan membagi‐bagi pasar ke dalam kelompok yang memiliki kesamaan psikografis dan perilaku pelanggan. Karena itu, segmentasi menurut Kartajaya merupakan mapping stratgegy. Sedangkan targeting sebagai fitting strategy adalah langkah berikutnya setelah proses segmentasi. Setelah target pasar ditentukan, maka selanjutnya adalah memposisikan perusahaan dan apa yang ditawarkan perusahaan ke dalam benak pelanggan atau biasa disebut sebagai elemen positioning. Positioning merupakan alasan bagi eksistensi sebuah produk atau merek. Itulah sebabnya Kartajaya menyebutnya being strategy. Positioning sebaiknya didukung oleh diferensiasi yang merupakan core tactic bagi perusahaan. Core tactic ini selanjutnya diterjemahkan menjadi marketing mix yang merupakan creation tactic, disebut demikian karena merupakan bagian 28
kreatif dari taktik. Setelah itu, dilakukanlah proses selling yang berorientasi kepada transaksi untuk bisnis yang dibangun. Tahapan‐tahapan ini dilakukan untuk mendapatkan market share. (mind-share)
(market-share)
STRATEGY
TACTIC
Explore
Positioning
1
2
Engage
Differentia tion
'BEING' STRATEGY
'CORE' TACTIC
3
4
5
6
7 8 9 Process VALUE 'ENABLER'
Execute
VALUE (heart-share)
Gambar 4.1 Model STV‐Triangle (Kartajaya, 2003: 73)
Selanjutnya, untuk memenangkan heart share, perusahaan harus membangun brand sebagai value indicator, dan value dari brand tersebut harus terus ditingkatkan secara terus‐menerus dari waktu ke waktu melalui elemen service. Yang menjadi value enabler adalah elemen process yang merupakan elemen terakhir. Tidak peduli seberapa bagus delapan elemen yang dibahas di depan, elemen‐elemen tersebut tidak akan berguna jika kita tidak memiliki sebuah proses bisnis yang baik. Penelitian ini dibatasi dengan hanya membahas satu dimensi STV‐Triangle, yaitu dimensi strategy merupakan bagian awal dari model tersebut. Untuk mengetahui lebih lanjut penjelasan mengenai elemen‐elemen yang terdapat dalam dimensi strategy, yaitu segmentasi, targeting dan positioning, akan dijelaskan pada sub‐sub bab berikut. 4.1.1.1 Segmentasi 29
Secara tipikal, segmentasi merupakan proses memanfaatkan peluang dengan membagi‐bagi pasar menjadi beberapa kelompok berdasarkan karakteristik tertentu. Sedangkan menurut Kartajaya (2006: 17) segmentasi adalah sebuah metode bagaimana melihat pasar secara kreatif, artinya mengidentifikasi dan memanfaatkan beragam peluang yang muncul di pasar. Beberapa peranan segmentasi menurut Kartajaya (2006: 17 – 19) adalah memungkinkan kita untuk lebih fokus masuk ke pasar sesuai unggulan kompetitif perusahaan, memungkinkan kita mendapatkan insight mengenai peta kompetisi dan posisi pasar, merupakan basis untuk memudahkan kita dalam mempersiapkan langkah‐langkah berikutnya, seperti positioning, diferensiasi, dan penguatan merek. Selain itu, segmentasi merupakan faktor kunci mengalahkan pesaing dengan memandang pasar dari sudut yang unik dan cara yang berbeda. Ada beberapa cara dalam memandang suatu pasar, yaitu static attribute segmentation, dynamic attribute segmentation, dan individual segmentation. Static attribute segmentation merupakan cara memandang pasar berdasarkan geografis dan demografis. Sedangkan dynamic attribute segmentation merupakan cara memandang pasar berdasarkan sifat‐sifat dinamis yang mencerminkan karakter pelanggan. Segmentasi cara ini membagi pasar berdasarkan psikografis dan perilaku. Yang terakhir adalah individual segmentation, segmentasi cara ini memandang pasar secara personal. Segmentasi dalam penelitian ini menggunakan cara dynamic attribute segmentation yang membagi pasar berdasarkan psikografis dan perilaku, karena melalui cara ini dapat digambarkan karakter pelanggan berupa minat, kebiasaan, sikap, dan lain sebagainya. Karakter ini secara langsung dapat mempengaruhi alasan pelanggan untuk membeli produk atau jasa. Segmentasi psikografis meliputi lifestyle (gaya hidup), kepribadian, dan sejenisnya. Dalam hal ini, gaya hidup digunakan sebagai dasar segmentasi karena berwisata atau berlibur merupakan bagian dari gaya hidup seseorang.
30
Para peneliti pasar yang menganut pendekatan gaya hidup cenderung mengklasifikasikan konsumen berdasarkan variabel‐variabel AIO, yaitu activity (aktivitas), interest (minat), dan opini (pandangan). Joseph Plumer (1974) mengatakan bahwa segmentasi gaya hidup mengukur aktivitas‐aktivitas manusia dalam hal (Kasali, 2005: 226): 1. Bagaimana mereka menghabiskan waktunya 2. Minat mereka, apa yang dianggap penting di sekitarnya 3. Pandangannya baik terhadap diri sendiri, maupun terhadap orang lain 4. Karakter‐karakter dasar seperti tahap yang telah mereka lalui dalam kehidupan (life cycle), penghasilan, pendidikan dan di mana mereka tinggal.
Komponen‐komponen segmentasi gaya hidup dalam bentuk AIO dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 4.1 Komponen‐komponen AIO Aktivitas Kerja Hobi Kegiatan sosial Liburan Hiburan Keanggotaan klub Komunitas Belanja Olah raga
Minat Keluarga Rumah Pekerjaan Komunitas Rekreasi Fashion Makanan Media Prestasi
Opini Terhadap diri sendiri Isu sosial Politik Bisnis Ekonomi Pendidikan Produk Masa Depan Kebudayaan
Demografi Usia Pendidikan Penghasilan Tempat tinggal Geografi Besarnya kota Family life cycle
Sumber: Kasali (2005: 227)
Variabel‐variabel yang digunakan untuk melakukan dynamic attribute segmentation ini kemudian diolah. Untuk mengolahnya, digunakan analisis multivariat yang menurut Hair et. al. merupakan metode statistik yang mengolah beberapa pengukuran menyangkut individu atau objek sekaligus (simultaneously) (Simamora, 2005: 2). Beberapa teknik analisis multivariat digunakan untuk mengolah variabel segmentasi, yaitu analisis klaster (cluster analysis) dan analisis diskriminan.
31
A. Analisis Klaster (cluster analysis) Analisis klaster merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengelompokkan entitas (individu maupun objek) ke dalam kelompok‐kelompok terpisah, berdasarkan kesamaan‐kesamaan (similarities) di antara mereka (Simamora, 2005: 8). Klasifikasi prosedur pengklasterannya terbagi menjadi dua, yaitu hierarchical procedure dan non‐hierarchical procedure. Hierarchical procedure memisahkan data atau objek ke dalam suatu klaster yang memiliki kemiripan. Masing‐masing anggota klaster memiliki kemiripan satu sama lain namun memiliki perbedaan dengan anggota klaster lainnya. Melalui prosedur ini jumlah klaster tidak ditentukan secara pasti, hal ini tergantung dari jugdement peneliti. Sedangkan pada non‐hierarchical procedure, jumlah klaster harus ditentukan terlebih dahulu dan hasil pengklasterannya tergantung pada bagaimana pusat klaster dipilih. Masing‐masing prosedur memiliki metode tersendiri, seperi misalnya dalam hierarchical procedure terdapat dua metode analisis klaster yaitu metode aglomeratif (agglomerative method) dan metode difisif (divise method). Sedangkan pada non‐hierarchical procedure terdapat tiga metode yaitu sequential threshold, parallel threshold, dan optimizing partitioning. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar 4.2.
32
CLUSTERRING PROCEDURE
Hierarchical
Non-Hierarchical
Agglomerative
Divisive
Linkage Method
Variance Method
Sequential threshold
Parallel threshold
Optimizing Partitioning
Centroid Method
Ward’s Method
Single Linkage
Complete Linkage
Average Linkage
Gambar 4.2 Klasifikasi Prosedur Pengklasteran (Simamora, 2005: 215)
Setelah dilakukan proses pengklasteran, maka selanjutnya perlu dibuat profil dari masing‐masing klaster. Untuk keperluan ini, dapat digunakan analisis diskriminan yang dapat membantu menentukan variabel yang sangat berpengaruh dalam membedakan setiap klaster. B. Analisis Diskriminan Analisis diskriminan merupakan teknik analisis data statistik untuk membantu menentukan variabel yang sangat berpengaruh dalam membedakan setiap klaster. Teknik ini dipakai kalau variabel dependennya menggunakan skala kategoris (ordinal dan nominal) dan variabel independennya menggunakan skala metrik (interval dan rasio) (Simamora, 2005: 143). Dalam analisis ini variabel dependen hanya satu, sedangkan variabel independennya banyak (multiple).
33
Terdapat dua jenis analisis diskriminan yang dapat digunakan untuk memperoleh fungsi diskriminan, yaitu (Simamora, 2005: 144): a) Two‐group discriminant analysis, atau analisis diskriminan dua kelompok merupakan teknik analisis diskriminan yang digunakan ketika variabel dependennya berupa variabel dengan dua kategori. b) Multiple discriminant analysis, merupakan teknik analisis diskriminan yang digunakan ketika variabel dependen memiliki lebih dari dua kategori.
Ada dua cara perhitungan dengan Analisis Diskriminan untuk membentuk fungsi diskriminan, yaitu metoda simultan dengan memasukkan semua variabel dalam fungsi tanpa memperhatikan discriminate power dari masing‐masing variabel yang diikutsertakan dalam fungsi. Dan cara lainnya adalah dengan metoda stepwise, yaitu dengan menyaring terlebih dahulu variabel‐variabel tertentu yang besar pengaruhnya saja yang ikut dalam fungsi. Setelah variabel‐variabel di depan di olah melalui teknik analisis statistik, maka selanjutnya akan dihasilkan jumlah klaster beserta masing‐masing profilnya. Jumlah klaster tersebut menunjukkan jumlah segmen yang ada yang kemudian dapat dilakukan langkah selanjutnya, yaitu targeting. 4.1.1.2 Targeting Segmentasi pada dasarnya melakukan pemetaan untuk mengidentifikasi segmen‐segmen pasar dengan karakterikteristik perilaku yang sama. Hal inilah yang dilakukan terlebih dahulu sebelum melangkah ke pada proses selanjutnya yaitu targeting. Menurut Kartajaya (2006: 16), targeting merupakan strategi dalam mengalokasikan sumber daya perusahaan secara efektif. Strategi ini perlu dilakukan untuk mempermudah proses penyesuaian sumber daya yang dimiliki perusahaan (fitting) ke dalam segmen‐segmen pasar yang telah dipilih. Karena itulah, Kartajaya menyebut targeting sebagai fitting strategy.
34
Dalam proses targeting, tidak sembarang segmen bisa dibidik. Bila segmen yang dipilih belum jelas, maka akan menyebabkan kinerja perusahaan menjadi tidak efektif. Untuk menentukan target pasar, segmen pasar perlu dievaluasi dan ditentukan berdasarkan kriteria yang jelas. Kriteria targeting tersebut diantaranya adalah sebagai berikut (Kartajaya, 2006): 1. Segmen pasar yang dipilih memiliki ukuran yang cukup besar sehingga return yang diperoleh dapat membuat perusahaan berkembang. Bila ukuran pasar cukup besar, maka semakin besar juga return yang akan diperoleh. 2. Segmen tersebut memiliki potensi pertumbuhan yang cukup tinggi, agar memudahkan perusahaan memasarkan produk atau jasanya. Semakin tinggi pertumbuhannya, segmen pasar yang dipilih akan semakin menjanjikan. 3. Strategi targeting harus didasarkan pada keunggulan kompetitif perusahaan. Strategi ini bertujuan untuk mengukur apakah perusahaan memiliki kekuatan dan keahlian dalam menguasai segmen pasar yang dipilih. 4. Segmen pasar yang ditargetkan harus mempertimbangkan situasi persaingan. Berbagai faktor yang harus diperhatikan oleh daerah dalam hal ini adalah: intensitas persaingan industri, adanya produk substitusi, pemasok, dan entry barriers.
Dengan menggunakan keempat kriteria di atas, perusahaan dapat menyelaraskan kemampuan dan sumber daya internal yang dimilikinya dengan kebutuhan dan harapan segmen pasar yang dipilihnya. Setelah memperoleh target pasar, maka selanjutnya adalah positioning. 4.1.1.3 Positioning Al Ries dan Jack Trout mengatakan bahwa “....positioning is not what you do to a product. Positioning is what you do to the mind of the prospect. That is, you position the product in the mind of the prospect.” Intinya, positioning adalah menempatkan produk dan merek perusahaan di benak pelanggan (Kartajaya, 2005: 56). Dengan definisi di atas Ries‐Trout bilang bahwa perang pemasaran bukanlah terletak di 35
pasar, tapi di benak pelanggan. Perang pemasaran adalah perang untuk memperebutkan sejengkal ruang di benak pelanggan. Hampir sama dengan Ries‐Trout, Kotler dalam Kartajaya (2005: 57) mengatakan bahwa positioning adalah segala upaya untuk mendesain produk dan merek kita agar dapat menempati sebuah posisi yang unik di benak pelanggan. Terciptanya proporsi nilai yang pas, yang menjadi alasan bagi pelanggan untuk membeli. Sedangkan Kartajaya (2005: 57) lebih senang mendefinisikan positioning sebagai the strategy for leading your customers credibly. Positioning menyangkut bagaimana perusahaan membangun kepercayaan dan keyakinan kepada pelanggan. Positioning pada hakikatnya adalah sebuah janji yang diberikan dan ditawarkan perusahaan kepada pelanggan. Kemampuan perusahaan memenuhi janji kepada pelanggannya akan menentukan kepercayaan dan kredibilitas pelanggan terhadap perusahaan. Menurut Kartajaya (2005) ada empat kriteria untuk menyusun sebuah positioning. Penetapan kriteria ini dilakukan dengan mempertimbangkan faktor Change, Customer, Competitor, dan kondisi internal perusahaan.
Kriteria #1 didasarkan pada kajian atas pelanggan (customer). Positioning harus dipersepsi secara positif oleh para pelanggan dan menjadi reason to buy bagi mereka. Ini akan terjadi bila positioning perusahaan mendeskripsikan value yang diberikan kepada pelanggan dan value tersebut benar‐benar membawa manfaat bagi mereka.
Kriteria #2 didasarkan pada pertimbangan competitior. Positioning haruslah bersifat unik, sehingga mampu secara tegas membedakan diri dengan pesaing. Kalau positioning unik, maka tidak mudah ditiru oleh pesaing sehingga bisa sustainable dalam jangka panjang.
36
Kriteria #3 didasarkan pada perubahan (change) yang terjadi di dalam lingkungan bisnis. Positioning harus tahan lama dan selalu relevan dengan berbagai perubahan dalam lingkungan bisnis apakah itu perubahan persaingan, perilaku pelanggan, perubahan sosial‐budaya, dan sebagainya. Positioning pada hakikatnya menanamkan sebuah persepsi, identitas, dan kepribadian di benak pelanggan. Agar kokoh dan membenam dalam di benak pelanggan, persepsi, identitas dan kepribadian yang dibangun haruslah selalu konsisten dan tidak berubah dari waktu ke waktu. Namun, jika positioning sudah tidak relevan dengan kondisi lingkungan bisnis maka dengan cepat perusahaan harus merubahnya atau biasa disebut melakukan repositioning.
Kriteria #4 didasarkan pada pertimbangan kemampuan internal perusahaan (company). Menurut kriteria ini, sebuah positioning haruslah mencerminkan kekuatan dan keunggulan bersaing perusahaan. Jangan merumuskan positioning yang ternyata perusahaan tidak mampu melakukannya, karena bisa over promise under deliver dan pelanggan pun akan berpikir bahwa perusahaan pembohong.
Setelah mengetahui kriteria penetapan positioning, maka selanjutnya menyusun positioning dengan menggunakan basis dan parameter berikut ini:
Positioning bisa disusun berdasarkan proporsi nilai dan manfaat yang dapat diberikan.
Berdasarkan pencapaian (achievement) yang telah dihasilkan oleh perusahaan.
Berdasarkan segmen pasar dan pelanggan yang ditargetkan oleh perusahaan.
Berdasarkan atribut yang menjadi keunggulan produk dan merek perusahaan.
Berdasarkan bisnis baru yang dimasuki.
Berdasarkan penggunaan (usage) dari produk dan merek perusahaan.
Berdasarkan jenis produk yang ditawarkan, apakah premium, value for money, atau produk murah‐murahan.
Positioning juga bisa disusun berdasarkan originalitas dan posisi perusahaan sebagai produk atau merek yang pertama kali masuk di pasar. 37
4.1.2 Bagan Alir Pemecahan Masalah
Gambar 4.3 Bagan Alir Pemecahan Masalah
38
Gambar 4.3 Bagan Alir Pemecahan Masalah (lanjutan)
39
4.2. Pengumpulan dan Pengolahan Data 4.2.1 Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari dua sumber data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer, merupakan data yang diperoleh dari interaksi langsung antara pengumpul data dan sumber data, sedangkan data sekunder, merupakan data yang telah dikumpulkan sebelumnya oleh pihak lain, misalnya dari internet, data perusahaan, dan sebagainya. Data primer diperoleh dengan menggunakan metode kualitatif yaitu melalui observasi dan wawancara, serta menggunakan metode kuantitatif melalui penyebaran kuesioner kepada orang yang pernah berkunjung ke Wisata Agro Togapuri. Pengumpulan data dilakukan dari tanggal 21 November 2006 sampai dengan 11 Januari 2007. Hasil kemudian divalidasi dengan pihak manajemen. Pengumpulan data melalui kuesioner dilakukan dengan simple random sample, artinya setiap anggota dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih. Yang termasuk ke dalam populasi adalah orang yang pernah berkunjung ke Wisata Agro Togapuri, jumlah populasi ini diperoleh dari hasil laporan perusahaan berupa ’Data Penjualan Wisata Agro Togapuri Periode Desember 2004 sampai dengan November 2006’ seperti yang dapat dilihat pada lampiran A2. Setelah mengetahui jumlah populasi, barulah diperhitungkan jumlah sampel yang dibutuhkan dengan menggunakan rumus berikut (Simamora, 2004: 37):
n = N/(1 + N(e2))
dimana:
n = jumlah sampel
N = ukuran populasi
e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan sampel yang masih dapat ditolelir.
40
Dengan persen kelonggaran ketidaktelitian sebesar 10% dan jumlah populasi sebanyak 2276 orang, maka diperoleh jumlah sampel sebanyak 96 orang. Ini berarti, jumlah sampel minimal yang harus diambil adalah 96 orang. Untuk menghindari kekurangan data, maka jumlah kuesioner yang disebar adalah 200 kuesioner dengan 158 sampel yang kembali dan valid. 4.2.1.1 Identifikasi Variabel Pertanyaan Untuk keperluan segmentasi pasar, digunakan cara dynamic attribute segmentation yang berdasar pada psikografis dan perilaku, sehingga variabel pertanyaan yang digunakan berhubungan dengan perilaku dan gaya hidup responden. Selain itu, untuk melengkapi data yang diperoleh, maka digunakan pula data demografi. Atas dasar tersebut, maka kuesioner terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu bagian A tentang data demografi, bagian B mengenai perilaku berwisata, dan bagian C mengenai gaya hidup. Variabel pertanyaan seputar perilaku responden terhadap wisata diadaptasi dari hasil penelitian Dewi Susilowati (2005) beserta tim tentang Perilaku Penduduk Kota Depok dalam Memilih Lokasi Wisata, dan dikombinasikan dengan proses pengambilan keputusan pembelian. Sedangkan variabel mengenai gaya hidup yang digunakan, berdasarkan pada dimensi gaya hidup yang terdiri dari Activity (Aktivitas), Interest (Minat), dan Opini (Kasali, 2005: 227). Variabel‐variabel yang digunakan tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2 yang kemudian hasilnya dapat dilihat pada kuesioner yang terdapat pada lampiran B. 41
Tabel 4.2 Variabel yang Digunakan dalam Kuesioner Jenis Variabel
Variabel Demografi
Atribut Pertanyaan Jenis kelamin Domisili Usia Status pernikahan Pendidikan terakhir Pekerjaan Pendapatan Pengeluaran
Variabel Psikografis Perilaku
Proses pengambilan keputusan pembelian
Frekuensi berwisata Pengeluaran untuk wisata Wisata yang disukai Sumber informasi wisata Faktor yang mempengaruhi pemilihan tempat wisata Penentu dalam memilih tempat Motivasi berwisata
Hasil adaptasi (Susilowati, Mengatur kunjungan wisata 2005) Menentukan tempat wisata Dimensi Gaya Hidup
Activity
Interest
Opini
42
Hobi Kerja Kegiatan sosial Liburan Hiburan Keanggotaan organisasi Komunitas Belanja Olah Raga Keluarga Rumah Pekerjaan Komunitas Rekreasi Fashion Makanan Media Prestasi Terhadap diri sendiri Isu sosial Politik Ekonomi Pendidikan Produk Masa depan Budaya
Dari berbagai atribut yang digunakan tersebut, maka dapat diperoleh hasil pengumpulan data yang dapat dilihat pada tabel 4.3 mengenai data demografi, tabel 4.4 mengenai perilaku terhadap wisata, dan lampiran C mengenai data gaya hidup. Tabel 4.3 Pengumpulan Data Bagian A (Demografi) Data Umum
No 1
Jenis Kelamin
2
Domisili
Pria Wanita Bandung Luar Bandung < 20 tahun
3
4
5
6
7
8
Usia
Status Pernikahan
Pendidikan
Pekerjaan
Pendapatan
Pengeluaran
Frekuensi
Total
85 73
158
129 29
158
4
20 ‐ 34 tahun 35 ‐ 49 tahun 50 ‐ 64 tahun > 65 tahun
75 59 20 0
Belum menikah
64
Menikah Janda/Duda
91 3
SD SMP SMA Diploma Sarjana Pasca Sarjana
0 3 38 30 71 16
158
Pelajar Mahasiswa Ibu Rumah Tangga Wirausaha Pegawai Negeri Pegawai BUMN/BUMD Pegawai Swasta Lainnya
0 25 13 9 32 15 49 15
158
< Rp 1.000.000
20
Rp 1.000.000 ‐ Rp 3.000.000 Rp 3.000.000 ‐ Rp 5.000.000 Rp 5.000.001 ‐ Rp 10.000.000 > Rp 10.000.000
99 19 17 3
< Rp 1.000.000 Rp 1.000.000 ‐ Rp 2.500.000
31 90
Rp 2.500.001 ‐ Rp 5.000.000 Rp 5.000.001 ‐ Rp 7.500.000 Rp 7.500.001 ‐ Rp 10.000.000 > Rp 10.000.000
23 9 5 0
158
158
158
158
Persentase 53.8% 46.2% 81.6% 18.4% 2.5% 47.5% 37.3% 12.7% 0.0% 40.5% 57.6% 1.9% 0.0% 1.9% 24.1% 19.0% 44.9% 10.1% 0.0% 15.8% 8.2% 5.7% 20.3% 9.5% 31.0% 9.5% 12.7% 62.7% 12.0% 10.8% 1.9% 19.6% 57.0% 14.6% 5.7% 3.2% 0.0%
43
Tabel 4.4 Pengumpulan Data Bagian B (Perilaku) No
Keterangan seputar wisata 1 kali 2 kali
9
10
Frekuensi berwisata 3 kali dalam sebulan 4 kali lebih dari 4 kali Dibawah Rp 50.000 Rp 50.000 ‐ Rp 100.000 Pengeluaran Rp 100.001 ‐ Rp 300.000 untuk wisata Rp 300.001 ‐ Rp 500.000 Lebih dari Rp 500.000 Bersantai dan membebaskan diri dari kejenuhan/kebosanan Pemulihan kesegaran jasmani
11
Motivasi Berwisata
Beristirahat karena kelelahan berpikir
Informasi wisata
Penentu
Televisi Radio Internet/website Brosur/pamflet Saudara/teman/relasi Agen perjalanan (travel agent)
Diri sendiri Bapak/suami Ibu/istri Anak Keputusan bersama anggota keluarga Teman/relasi
Mengatur kunjungan
15
Faktor pemilihan
16
Tempat
6% 27% 35% 19% 13% 49% 15% 15%
158
1% 1% 20% 0% 37% 23%
158
47% 13% 18% 25% 69% 6% 11% 3% 34% 6% 6% 6% 41%
11
7%
Memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada jasa perjalanan wisata
9% 84% 7% 0%
Suasana
107
Mengatur sendiri perjalanan wisata Menggunakan jasa travel agent, tetapi memutuskan sendiri tempat yang akan dikunjungi
Harga Lokasi Keunikan Pengalaman yang akan diperoleh Makanan/minuman Fasilitas umum (toilet, parkir, musholla, dll) Keamanan Kerapihan/kebersihan Lainnya Tempat yang belum pernah dikunjungi Terkadang ke tempat yang sudah biasa ataupun tempat yang belum pernah dikunjungi
44
158
8% 1% 4%
14 133 11 0
Tempat yang biasa dikunjungi dan banyak dikunjungi orang
17
158
74 21 Dari 158 28 responden (Multi 40 109 response) 10 18 4 54 10 10 9 64
Persentase 58% 28%
77 23 23
58 36
Sama sekali tidak berhubungan dengan jasa industri pariwisata
14
9 43 55 30 21
Surat kabar Majalah
Acara kantor Lainnya
13
12 2 7
Menunjukkan kemampuan finansial/prestise/gengsi
Melihat budaya
Total
92 45
1 2 32 0
Mendorong kemampuan daya pikir Menyenangkan keluarga/teman
12
Frek
Kesehatan Petualangan Kuliner Budaya Wisata yang Rohani disukai Hiburan Belanja Alam Lainnya
158
68%
72 80 60 Dari 158 37 responden (Multi 32 38 response) 49 43 2 20 17 121
158
17 36 24 Dari 158 19 responden 18 (Multi 62 response) 23 99 1
46% 51% 38% 23% 20% 24% 31% 27% 1% 13% 11% 77% 11% 23% 15% 12% 11% 39% 15% 63% 1%
4.2.2 Pengolahan Data dan Analisis Dari data yang telah dikumpulkan, kemudian diolah agar hasilnya dapat dianalisa sehingga dapat menjawab permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, yaitu mengevalusi segmen pasar yang kemudian menentukan target pasar dan positioning. Data primer yang dibutuhkan untuk melakukan evaluasi tersebut diperoleh dari hasil olahan kuesioner. Untuk itu, data dari kuesioner diolah dengan menggunakan Microsoft Excel. Hasil olahan bagian A dan B dari kuesioner dapat ditampilkan dalam bentuk grafik seperti yang dapat dilihat pada gambar 4.4 sampai dengan gambar 4.20 di bawah ini.
Jenis Kelamin Dari 158 responden yang diperoleh, dapat dijelaskan bahwa jenis kelamin pria jumlahnya lebih banyak daripada jumlah wanita. Namun berdasarkan data Laporan Penjualan Wisata Agro Togapuri dan hasil observasi penulis, tamu yang berkunjung ke Wisata Agro Togapuri lebih banyak yang berjenis kelamin wanita daripada pria. Karena keterbatasan waktu penyebaran kuesioner dan pengunjung yang datang pada saat penyebaran kuesioner dilakukan beragam, maka hasilnya berbeda dengan hasil laporan dan observasi. Gambar persentase jenis kelamin dari responden dapat dilihat pada gambar 4.4 berikut.
Jenis Kelamin Responden
(b) 46%
(a) Pria (a ) 54%
(b) Wanita
Gambar 4.4 Pie Chart Jenis Kelamin Responden
45
Domisili Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner seperti yang ditampilkan pada gambar 4.5, diperoleh bahwa pengunjung Togapuri lebih banyak berdomisili di Bandung, lainnya berasal dari luar Bandung seperti Sumedang. Karena letak wisata agro Togapuri ini di daerah Sumedang, maka pengunjung dari Sumedang pun cukup banyak. Selain itu, berdasarkan buku tamu pengunjung Togapuri ada juga yang berasal dari Jakarta ataupun kota lainnya, namun karena keterbatasan waktu penelitian, maka responden yang ada hanya berasal dari Bandung dan Sumedang.
Persentase Domisili Responden (b) 18%
(a) Bandung (b) Luar Bandung
(a) 82%
Gambar 4.5 Persentase Domisili Responden
Usia Responden Dari gambar 4.6 dapat dilihat bahwa yang paling banyak adalah responden yang berusia diantara 20 – 34 tahun dan berikutnya ada diantara usia 35 – 49 tahun. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen, tamu yang berkunjung memang paling banyak berada diantara usia 30 – 50 tahun. Dengan demikian, hasil pengolahan sesuai dengan kondisi yang ada saat ini.
46
Persentase Usia Responden (d) 13%
(e)0% (a) 3%
(a ) < 20 ta hun (b) 20 - 34 ta hun (c ) 35 - 49 ta hun
(c) 37%
(d) 50 - 64 ta hun
(b) 47%
(e ) > 65 ta hun
Gambar 4.6 Persentase Usia Responden
Status Pernikahan Tamu yang berkunjung ke Wisata Agro Togapuri mayoritas orang‐orang yang sudah menikah. Bahkan ada beberapa tamu yang berkunjung bersama keluarganya. Berdasarkan hasil olahan seperti pada gambar 4.7 dapat dilihat pula bahwa yang mendominasi responden adalah orang yang sudah menikah.
Persentase Status Pernikahan
(c) 2% (a) 41%
(a) Belum menikah (b) Menikah
(b) 57%
(c ) Janda/Duda
Gambar 4.7 Persentase Status Pernikahan Responden
47
Pendidikan Responden yang ada lebih banyak berpendidikan sarjana baru kemudian disusul oleh responden yang berpendidikan SMA, seperti yang dapat dilihat pada gambar 4.8 di bawah. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan pihak manajemen, tamu yang berkunjung dengan tingkat pendidikan sarjana biasanya orang yang bekerja sebagai pegawai negeri dan pegawai swasta. Sedangkan yang berpendidikan SMA cenderung didominasi oleh ibu rumah tangga.
Persentase Tingkat Pendidikan (a ) 0% (f) 10%
(b) 2%
(a) S D
(c ) 24%
(b) S MP (c) S MA (d) Diploma
(e ) 45%
(e) S arjana
(d) 19%
(f) Pasca S arjana
Gambar 4.8 Persentase Tingkat Pendidikan Responden
Pekerjaan Dari hasil olahan tersebut dapat dinyatakan bahwa tamu yang berkunjung adalah pegawai, baik itu pegawai negeri maupun pegawai swasta. Dari gambar 4.9 dapat ditunjukkan bahwa pegawai swasta paling banyak.
Persentase Pekerjaan Responden
(h)
(a)
9%
0%
(b) 16% (c) 8%
(a ) P e la ja r (b) M a ha s is wa (c ) Ibu R um a h Ta ngga (d) Wira us a ha
(g)
(d)
(e ) P e ga wa i Ne ge ri
32%
6%
(f) P e ga wa i B UM N/B UM D
(f)
(e)
9%
20%
(g) P e ga wa i S wa s ta (h) La innya
48
Gambar 4.9 Persentase Pekerjaan Responden
Pendapatan Dari 158 responden, dapat dilihat bahwa responden yang memiliki pendapatan antara Rp 1.000.000 sampai dengan Rp 3.000.000 adalah yang paling banyak, seperti pada gambar 4.10. Hal ini berarti tamu yang berkunjung adalah tamu dengan pendapatan antara range tersebut dan berada di kelas sosial menengah.
Persentase Pendapatan Responden
11%
2%
< Rp 1.000.000
13%
Rp 1.000.000 ‐ Rp 3.000.000
12%
Rp 3.000.000 ‐ Rp 5.000.000 Rp 5.000.001 ‐ Rp 10.000.000 > Rp 10.000.000
62%
Gambar 4.10 Persentase Pendapatan Responden
Pengeluaran Pertanyaan mengenai pengeluaran, dimaksudkan untuk melihat gaya hidup responden berada di kelas sosial mana. Karena terkadang ada yang berpendapatan standar namun gaya hidupnya seperti kelas sosial menengah ke atas. Dari gambar 4.11 berikut dapat disimpulkan bahwa responden mayoritas berada pada kelas sosial menengah dan sesuai dengan tingkat pendapatan yang diperoleh seperti pada gambar 4.10 di atas. Persentase Pengeluaran Responden
6% 15%
3% 0%
< Rp 1.000.000 Rp 1.000.000 ‐ Rp 2.500.000 Rp 2.500.001 ‐ Rp 5.000.000
56%
20%
Rp 5.000.001 ‐ Rp 7.500.000 Rp 7.500.001 ‐ Rp 10.000.000 > Rp 10.000.000
Gambar 4.11 Persentase Pengeluaran Responden
49
Frekuensi Wisata Dari hasil olahan, dapat disimpulkan bahwa responden pada umumnya berwisata hanya sekali dalam sebulan. Namun, itupun tidak selalu rutin demikian. Hasil olahan secara keseluruhan disajikan pada gambar 4.12 berikut. Persentase Frekuensi Berwisata
(d) 1%
(c ) 8%
(e ) 4%
(a) 1 kali (b) 2 kali (c ) 3 kali
(b) 28%
(a ) 59%
(d) 4 kali (e) lebih dari 4 kali
Gambar 4.12 Persentase Frekuensi Berwisata
Pengeluaran untuk wisata Dalam sebulan, orang cenderung mengeluarkan biaya untuk berwisata di atas Rp 100.000 sampai dengan Rp 300.000. Hasil perolehan secara keseluruhan dapat dilihat pada gambar 4.13 berikut ini. Persentase Pengeluaran Wisata
(a) 6%
(e) 13%
(a ) Diba wa h R p 50.000
(b) 27%
(d) 19%
(b) R p 50.000 - R p 100.000 (c ) R p 100.001 - R p 300.000 (d) R p 300.001 - R p 500.000
(c) 35%
(e ) Le bih da ri R p 500.000
Gambar 4.13 Persentase Pengeluaran Wisata
Motivasi berwisata Dari hasil pengolahan data, dapat disimpulkan bahwa orang pada umumnya termotivasi untuk berwisata atau berlibur karena kebutuhan untuk beristirahat
50
dan membebaskan diri dari kejenuhan. Dengan berlibur diharapkan, mereka mendapatkan suasana baru dan penyegaran kembali. Hasil secara keselurahan dapat dilihat pada gambar 4.14 berikut ini.
Persentase Motivasi Berwisata
(f)
(g)
(a ) B e rs a nta i da n m e m be ba s ka n diri da ri ke je nuha n/ke bo s a na n
20%
0%
(b) P e m uliha n ke s e ga ra n ja s m a ni
(e) 1% (d)
(a)
1%
(c ) B e ris tira ha t ka re na ke le la ha n be rpikir
48%
(d) M e ndo ro ng ke m a m pua n da ya pikir
(c )
(e ) M e liha t buda ya
15%
(f) M e nye na ngka n ke lua rga /te m a n
(b) 15%
(g) M e nunjukka n ke m a m pua n fina ns ia l/pre s tis e /ge ngs i
Gambar 4.14 Persentase Motivasi Berwisata
Informasi Wisata Pada proses pencarian informasi untuk menentukan tempat berwisata, responden lebih suka bertanya atau mencari melalui saudara, teman ataupun relasi mereka. hal ini ditunjukkan pada gambar 4.15 berikut. Dari hasil ini, pemasaran yang dilakukan pihak Togapuri selama ini sudah sesuai dengan hasil penelitian, yaitu melalui komunikasi word of mouth.
Persentase Pencarian Informasi Wisata (h) (i) (j) 3% 5% 1%
(a) 15%
(g) 26%
(f) 10%
(e) 7%
(a) S urat kabar (c ) Televisi (e) Internet/website (g) S audara/teman/relasi ()A k
(d) 5%
(b) 9%
(c) 19%
(b) Majalah (d) Radio (f) Brosur/pamflet (h) Agen perjalanan (travel agent) ()L
Gambar 4.15 Persentase Pencarian Informasi Wisata
51
Penentu Tempat Berwisata Pada gambar 4.16 dapat disimpulkan bahwa pada saat hendak berwisata, responden cenderung berdiskusi terlebih dahulu dengan anggota keluarga untuk memutuskan tempat yang akan dikunjungi. Hal ini, menunjukkan bahwa pada umumnya responden lebih senang berwisata bersama keluarga mereka daripada bersama teman atau relasi. Persentase Penentu Berwisata (a) Diri sendiri (f) 7%
(a) 34%
(b) Bapak/suami (c) Ibu/istri (d) Anak
(e) 41% (d)
(c)
(b)
6%
6%
6%
(e) Keputusan bersama anggota keluarga (f) Teman/relasi
Gambar 4.16 Persentase Penentu Wisata
Mengatur Kunjungan Wisata Berdasarkan hasil perolehan data, dapat disimpulkan bahwa responden lebih senang mengatur sendiri perjalanan wisata mereka daripada harus menyerahkan urusan tersebut kepada travel agent. Hanya 7% yang menggunakan jasa travel agent dan itupun tidak sepenuhnya, karena tempat kunjungan masih ditentukan sendiri oleh responden. Gambaran mengenai hasil olahan secara keseluruhan dapat dilihat pada gambar 4.17 berikut. Persentase Responden dalam Mengatur Kunjungan
(c )
(d)
(a)
7%
0%
9%
(a ) S a m a s e ka li tida k be rhubunga n de nga n ja s a indus tri pa riwis a ta (b) M e nga tur s e ndiri pe rja la na n wis a ta (c ) M e ngguna ka n ja s a tra ve l a ge nt, te ta pi m e m utus ka n s e ndiri te m pa t ya ng a ka n dikunjungi
(b) 84%
(d) M e m be rika n ke pe rc a ya a n s e pe nuhnya ke pa da ja s a pe rja la na n wis a ta
Gambar 4.17 Persentase Responden dalam Mengatur Kunjungan
52
Faktor yang Mempengaruhi Faktor‐faktor yang mempengaruhi responden dalam memilih tempat wisata diantaranya adalah suasana sebagai faktor utama, yang diikuti dengan faktor lokasi dan harga. Gambaran secara lengkap dapat dilihat pada gambar 4.18. Persentase Faktor yang Mempengaruhi (a ) S ua s a na (b) Ha rga
(h) (g)
9%
(i)
(j)
(a)
8%
0%
22%
(c ) Lo ka s i (d) Ke unika n (e ) P e nga la m a n ya ng a ka n dipe ro le h (f) M a ka na n/m inum a n
7% (f)
(b)
6%
14% (e)
(d)
(c )
12%
15%
(g) F a s ilita s um um (to ile t, pa rkir, m us ho lla , dll) (h) Ke a m a na n (i) Ke ra piha n/ke be rs iha n
7%
(j) La innya
Gambar 4.18 Persentase Faktor yang Mempengaruhi
Tempat Wisata Pada saat responden hendak menentukan tempat wisata, biasanya mereka memilih apakah berkunjung ke tempat yang biasa, atau tempat yang belum pernah dikunjungi ataupun keduanya. Dari ketiga hal tersebut, ternyata para responden cenderung menentukan tempat yang terkadang sudah biasa dikunjungi dan kadang pula berkunjung ke tempat yang belum pernah dikunjungi, seperti yang dapat dilihat pada gambar 4.19 berikut. Persentase Tempat Kunjungan
(a) 13%
(c) 76%
(a) Tempat yang biasa dikunjungi dan banyak dikunjungi orang (b) 11%
(b) Tempat yang belum pernah dikunjungi
(c ) Terkadang ke tempat yang sudah biasa ataupun tempat yang belum pernah dk
Gambar 4.19 Persentase Tempat Kunjungan
53
Wisata yang Disukai Dari seluruh responden yang ada, ternyata mereka cenderung menyukai wisata alam, baru kemudian wisata hiburan, dan yang ketiga adalah wisata petualangan. Hal ini menunjukkan bahwa peluang Wisata Agro Togapuri besar, karena wisata alam cenderung disukai. Hasil yang diperoleh ini, dapat dijadikan dasar pemikiran dalam mengembangkan beberapa produk baru, seperti paket wisata alam yang divariasikan dengan hiburan, petualangan, dan sebagainya. Atau mungkin paket wisata lain yang lebih bervariasi disesuaikan dengan keinginan tamu yang berkunjung. Hasil keseluruhan ini dapat dilihat pada gambar 4.20 di bawah ini.
Persentase Wisata yang Disukai (a) Kesehatan
(h)
(i)
(a)
0%
6%
(b)
(b) Petualangan
12%
(c ) Kuliner (c)
33%
8%
(d) (g) 8%
(e) 6% (f) 21%
6%
(d) Budaya (e) Rohani (f) Hiburan (g) Belanja (h) Alam (i) Lainnya
Gambar 4.20 Persentase Wisata yang Disukai
4.2.2.1 Pengolahan Data Segmentasi Melalui model STV‐Triangle, segmentasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya melalui teknik analisis multivariat. Setelah diperoleh jumlah segmen melalui metode tersebut, maka langkah selanjutnya adalah profiling segmen yang ada. Untuk proses segmentasi pasar Togapuri, digunakan teknik analisis multivariat yaitu analisis klaster dan analisis diskriminan dengan bantuan software SPSS 12.0.
54
A. Perhitungan Analisis Klaster Sebelum data diolah lebih lanjut, seluruh data yang terdiri dari data nominal dan ordinal pada bagian A dan B, serta data interval pada bagian C distandarisasi, agar berada pada level data yang sama dan baru kemudian diolah dengan analisis klaster. Analisis klaster terbagi ke dalam dua prosedur, yaitu hierarchical procedure dan non‐hierarchical procedure. Pada hierarchical procedure digunakan metode aglomeratif dengan teknik ward’s method. Melalui prosedur ini, diperoleh agglomeration schedule dan gambar dendrogram untuk membantu menentukan jumlah klaster yang bisa dihasilkan. Dari hasil olahan melalui prosedur di atas, diperoleh bahwa jumlah klaster yang dapat diputuskan adalah 3 klaster. Hal ini dapat dilihat dari agglomeration schedule yang nilainya meningkat lebih besar pada saat klaster berjumlah 3. Selain itu, pada gambar dendogram terlihat bahwa dari sisi rescaled distance cluster combine, pada tahap 3 klaster mulai terlihat perubahan jarak yang paling besar. Pertimbangan lainnya adalah jumlah relatif anggota masing‐masing klaster. Pada 3 klaster, anggota masing‐masing klaster merata, tidak ada klaster yang beranggotakan sangat sedikit. Hasil olahan melalui prosedur ini dapat dilihat pada lampiran D. Untuk mengetahui apakah jumlah tiga klaster tersebut akurat, maka dilakukan perhitungan dengan menggunakan metode yang berbeda. Selain itu, jumlah relatif anggota masing‐masing klaster diperkirakan sementara dengan menggunakan k‐means cluster. Dan hasilnya adalah jumlah tiga klasterlah yang terbaik. Jumlah tiga klaster ini kemudian dijadikan input pada non‐hierarchical procedure atau k‐means cluster. Dari prosedur ini, kemudian diperoleh jumlah anggota dengan nilai centroid masing‐masing klaster seperti yang ditampilkan pada lampiran D, profil klaster secara umum dapat dilihat pada tabel 4.5. Namun, dari hasil pengolahan ini belum diketahui variabel mana yang benar‐benar menjadi pembeda masing‐masing klaster. Untuk itu, maka analisis dilanjutkan dengan analisis diskriminan. 55
Tabel 4.5 Profil Masing‐masing Klaster Secara Umum Atribut Demografi Jenis Kelamin Domisili Usia Status Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Pengeluaran Perilaku Berwisata Frekuensi berwisata Pengeluaran wisata
Klaster 1
Klaster 2
Klaster 3
Pria
Wanita
Bandung
Bandung
Pria Luar Bandung (Sumedang)
35 ‐ 49 tahun
20 ‐ 34 tahun
35 ‐ 49 tahun
Menikah
Belum Menikah
Menikah
Sarjana
Sarjana
Diploma
Pegawai BUMN/BUMD
Pegawai Swasta
Pegawai Negeri
Rp 3.000.001 ‐ Rp 5.000.000
Rp 1.000.000 ‐ Rp 3.000.000
Rp 1.000.000 ‐ Rp 3.000.000
Rp 2.500.000 ‐ Rp 5.000.000
Rp 1.000.000 ‐ Rp 2.500.000
Rp 1.000.000 ‐ Rp 2.500.000
2 kali sebulan
1 kali sebulan
1 kali sebulan
Di atas Rp 100.000 ‐ Rp 300.000
Di atas Rp 50.000 ‐ Rp 100.000
Di atas Rp 100.000 ‐ Rp 300.000
Pemulihan kesegaran jasmani agar dapat menumbuhkan kembali
Motivasi berwisata
Kebutuhan beristirahat karena kelelahan berpikir
Penentu tempat wisata Mengatur kunjungan
Keputusan bersama
Diri Sendiri
Diri sendiri
Mengatur sendiri perjalanan wisata
Mengatur sendiri perjalanan wisata
Mengatur sendiri perjalanan wisata
Ke tempat yang biasa dikunjungi, namun terkadang juga mengunjungi tempat yang belum pernah dikunjungi
Ke tempat yang biasa dikunjungi, namun terkadang juga mengunjungi tempat yang belum pernah dikunjungi
Ke tempat yang belum pernah dikunjungi
Tempat wisata
gairah bekerja
Kebutuhan beristirahat karena kelelahan berpikir
Gaya Hidup
Aktivitas
56
Cenderung individual, jarang ikut serta dalam kegiatan di Senang terlibat dengan banyak orang, dengan mengikuti Tidak memiliki waktu untuk menekuni hobi mereka dan lingkungan mereka. Di waktu libur lebih senang berlibur berbagai kegiatan sosial dan ikut aktif dalam berorganisasi. Di senang berbelanja. Lebih senang berada di rumah daripada ke bersama keluarga daripada bekerja. Mereka tidak terlalu waktu libur lebih senang berlibur daripada bekerja. Mereka luar. Dan aktif ikut serta dalam organisasi, kegiatan sosial senang berbelanja namun kadang senang ke luar rumah untuk juga senang berbelanja serta lebih senang ke luar rumah untuk serta kegiatan di lingkungan mereka. Waktu libur lebih sering mencari hiburan. Kegiatan berolah raga tidak secara rutin mencari hiburan. Kegiatan berolah raga tidak secara rutin diisi dengan bekerja daripada berlibur. Kegiatan olah raga mereka lakukan. mereka lakukan. tidak dilakukan secara rutin.
Minat
Mereka adalah orang yang ambisius dan selalu ingin Mereka orang yang ambisius dalam bekerja, dan selalu ingin berprestasi dalam setiap kegiatan. Bagi mereka keluarga berprestasi. Bagi mereka keluarga adalah penting, mereka juga adalah penting, namun mereka masih bisa membagi waktu senang berlibur ataupun melakukan kegiatan bersama antara keluarga dan teman. Mereka tertarik dengan hal‐hal keluarga. Mereka tidak terlalu tertarik dengan media ataupun seperti fashion, liburan dan makanan yang enak daripada fashion . Untuk urusan makanan mereka lebih senang makanan yang menyehatkan. Mereka tidak terlalu tertarik mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi. dengan media.
Mereka bukan orang yang ambisius namun ada keinginan untuk selalu berprestasi. Bagi mereka keluarga sangatlah penting dan mereka cenderung tertarik dengan bentuk ataupun barang‐barang yang ada di rumah. Selain itu, mereka juga tertarik dengan media dan makanan yang menyehatkan. Untuk urusan fashion dan liburan mereka tidak terlalu tertarik. Mereka lebih sering berkumpul bersama teman.
Opini
Mereka orang yang tidak terlalu yakin pada diri sendiri dan tidak berani mengambil resiko serta ragu menghadapi masa depan. Namun mereka optimis bahwa politik dan ekonomi negara akan membaik. Menurut mereka permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat perlu mendapat perhatian khusus. Pendidikan adalah hal penting bagi mereka, selain itu, dalam memilih produk mereka lebih senang memilih produk yang kualitasnya sesuai dengan harganya.
Mereka orang yang tidak yakin pada dirinya dan tidak berani mengambil resiko serta ragu menghadapi persaingan masa depan. Namun bagi mereka pendidikan adalah hal yang penting. Mereka pesimis terhadap keadaan politik dan ekonomi negara, selain itu, mereka tidak terlalu memperdulikan masalah sosial. Dalam memilih produk, mereka lebih memperhatikan kualitas daripada harga.
Mereka adalah orang yang yakin dengan dirinya dan berani mengambil resiko serta siap menghadapi persaingan di masa mendatang. Bagi mereka pendidikan adalah hal yang sangat penting. Mereka optimis bahwa keadaan politik dan ekonomi negara akan semakin membaik. Selain itu, mereka berpendapat bahwa permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat perlu dicermati. Dalam memilih produk, mereka lebih memperhatikan kualitas daripada harga.
B. Perhitungan Analisis Diskriminan Untuk melakukan analisis diskriminan terdapat dua jenis variabel, yaitu variabel dependen dan variabel independen. Dalam hal ini, variabel dependen yang digunakan untuk melakukan analisis adalah jumlah klaster yang telah ditentukan pada analisis klaster. Sedangkan variabel independennya adalah variabel yang terdapat pada bagian A, B dan C dari kuesioner yang berjumlah 40 variabel yang berupa data demografi, perilaku responden terhadap wisata dan gaya hidup dari responden. Variabel independen ini selanjutnya berlaku sebagai variabel prediktor yang memiliki peran dalam melakukan dikriminasi antar kelompok. Untuk menentukan variabel mana yang betul‐betul melakukan tugas diskriminasi, digunakan metode stepwise. Melalui metode ini, variabel yang tidak memiliki peran yang signifikan dalam tugas diskriminasi akan disingkirkan. Hasil pengolahan data melalui analisis diskriminan, dapat dilihat pada lampiran E. Pada group statistics berisi data rata‐rata dan standar deviasi setiap grup dan total sampel. Data ini memberikan gambaran awal mengenai diskriminan sampel. Rata‐rata setiap variabel yang berbeda pada ketiga grup ini merupakan indikasi bahwa sampel memang layak didiskriminasi. Namun, data standar deviasi masing‐masing grup tidak seluruhnya memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan standar deviasi total. Hanya variabel status, C5, C13 dan C15 yang memenuhi syarat nilai standar deviasi lebih rendah pada masing‐ masing grup jika dibandingkan dengan standar deviasi total. Nilai standar deviasi dalam grup yang lebih rendah dibandingkan standar deviasi total, adalah indikator yang diharapkan mampu menunjukkan homogenitas dalam grup yang tinggi. Hasil di atas menimbulkan kecurigaan jangan‐jangan variabel yang standar deviasi grupnya bernilai lebih besar dibandingkan dengan standar deviasi total merupakan variabel yang tidak memiliki peran diskriminasi. Untuk memastikannya, kita dapat melihat hasil test of equality of group means.
57
Dari hasil test of equality of group means, dengan memakai uji F, variabel yang melebihi batas tingkat kesalahan maksimal 0,05 adalah variabel: waktu wisata, penentu, C10, C11, C21, dan C24. Hal ini menunjukkan bahwa variabel‐variabel tersebut perlu dieliminasi. Namun, karena tujuannya hanya sekedar memprediksi grup setiap objek, bukan untuk membangun model diskriminasi, maka tidak masalah jika memasukkan variabel‐variabel itu ke dalam model diskriminan. Walaupun hal tersebut tidak menjadi masalah, ada baiknya jika dilakukan stepwise discriminant analysis untuk menentukan variabel yang benar‐benar berpengaruh dalam diskriminasi. Melalui stepwise method, variabel yang awalnya berjumlah 40 variabel menjadi 13 variabel yang benar‐benar memiliki peranan dalam diskriminasi. Variabel tersebut adalah: domisili, status, pekerjaan, pengeluaran, motivasi, C1, C3, C5, C8, C13, C19, C22, dan C25. Berdasarkan structure matrix, variabel ini kemudian dikelompokkan ke dalam fungsi‐fungsi seperti yang ditampilkan pada tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6 Variabel dari masing‐masing fungsi Variabel Fungsi 1
Domisili, C22, C5, C19
Fungsi 2
Status, pengeluaran, C13, C1, C3, C8, C25, pekerjaan, motivasi
Selanjutnya, untuk menentukan fungsi mana yang berperan sebagai pembeda bagi masing‐masing klaster, dapat dilihat dari tabel function at group centroid pada analisis diskriminan. Fungsi yang memiliki nilai mutlak paling tinggi diantara dua fungsi, maka fungsi itulah yang menjadi pembeda bagi klaster. Sebagai contoh pada klaster 1, nilai fungsi 1 adalah ‐0,9836 dan fungsi 2 adalah ‐1,6586. Dari hasil tersebut, nilai mutlak fungsi 2 lebih besar bila dibandingkan dengan nilai mutlak fungsi 1, dengan demikian fungsi 2 adalah fungsi pembeda bagi klaster 1, dengan variabel yang telah ditentukan sebelumnya. Hasil fungsi yang berperan sebagai pembeda bagi klaster lain dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut. 58
Tabel 4.7 Penentuan Fungsi untuk Masing‐masing Klaster Functions at Group Centroids Function Cluster Number of Case 1 2 1 ‐0.9836 ‐1.6586 2 ‐1.2853 1.5385 3 3.9911 0.1653
Fungsi Pembeda * Fungsi 2 Fungsi 2 Fungsi 1
Unstandardized canonical discriminant functions evaluated at group means * Kolom ʹfungsi pembedaʹ bukan merupakan hasil olahan SPSS, hanya tambahan dari penulis sebagai keterangan hasil
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa variabel yang benar‐benar berperan sebagai pembeda dalam klaster 1 dan 2 adalah variabel: status, perkerjaan, pengeluaran, motivasi berwisata, C13, C1, C3, C8, dan C25. Sedangkan untuk klaster 3, variabel tersebut mencakup domisili, C22, C5, dan C19. 4.2.2.2 Analisis Segmentasi Berdasarkan hasil perhitungan melalui analisis klaster dan analisis diskriminan, maka dapat disimpulkan bahwa klaster 1 memiliki jumlah anggota sebanyak 61 anggota, klaster 2 memiliki 62 anggota dan klaster 3 memiliki 35 anggota. Karakter mereka secara umum dapat dilihat pada tabel 4.5 pada bagian analisis klaster, sedangkan karakter mereka berdasarkan variabel yang benar‐ benar berperan sebagai pembeda adalah sebagai berikut:
Klaster 1 Pada umumnya, kelompok ini memiliki status sudah menikah dan bekerja sebagai pegawai BUMN/BUMD. Pengeluaran mereka dalam sebulan berkisar diatas Rp 2.500.000 sampai dengan Rp 5.000.000. Motivasi mereka berwisata adalah untuk beristirahat karena kelelahan berpikir. Mereka cenderung individual, karena tidak terlalu tertarik untuk terlibat dengan banyak orang. Selain itu, mereka juga tidak ikut serta dalam kegiatan sosial. Mereka tidak memiliki waktu khusus untuk menekuni hobinya. Bagi mereka berbelanja bukan merupakan suatu bentuk rekreasi, mereka lebih senang melakukan kegiatan bersama dengan
59
keluarga daripada bersama teman. Kelompok ini tergolong orang yang ragu dalam menghadapi persaingan di masa mendatang.
Klaster 2 Klaster ini merupakan kelompok orang yang belum menikah, dan mayoritas bekerja sebagai pegawai swasta. Pengeluaran mereka dalam sebulan sekitar Rp 1.000.000 sampai dengan Rp 2.500.000. Mereka termotivasi berwisata karena kebutuhan untuk bersantai dan membebaskan diri dari kejenuhan. Mereka senang terlibat dengan banyak orang dan memiliki waktu untuk menekuni hobi mereka. Selain itu, mereka aktif dalam kegiatan sosial, dan senang berkumpul dan melakukan kegiatan bersama teman. Bagi mereka berbelanja merupakan salah satu bentuk rekreasi. Mereka termasuk orang‐orang yang optimis dalam menghadapi persaingan di masa mendatang.
Klaster 3 Pada umumnya, anggota kelompok ini berdomisili di luar Bandung, yaitu Sumedang. Mereka tergolong orang‐orang yang pesimis, tidak yakin pada diri sendiri dan tidak berani mengambil resiko. Mereka merasa bahwa hal‐hal yang berhubungan dengan perkembangan ekonomi bukan hal yang menarik untuk dicermati. Untuk mencari hiburan, mereka lebih suka pergi ke luar rumah daripada di rumah.
Dari ketiga klaster yang terbentuk, menunjukkan bahwa segmen yang terbentuk ada tiga segmen. Diantara ketiga segmen ini, dipilih target pasar yang sesuai dengan sumber daya yang dimiliki perusahaan. 4.2.2.3 Pengolahan Data Targeting Berdasarkan kriteria targeting dari STV‐Triangle, ada empat kriteria dalam memilih target pasar. Demikian halnya dalam memilih target pasar Wisata Agro Togapuri berdasarkan tiga segmen yang telah terbentuk di depan.
60
Kriteria #1 Memiliki ukuran yang cukup besar Berdasarkan hasil olah data segmentasi, dapat diperoleh jumlah anggota masing‐ masing klaster yang dapat menjadi petunjuk bagi ukuran segmen seperti yang terlihat pada tabel 4.8. Tabel 4.8 Jumlah Anggota Masing‐masing Segmen Segmen
Anggota dalam Segmen
Jumlah Anggota
1
35, 40, 49, 50, 51, 56, 59, 67, 69, 71, 72, 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 83, 87, 90, 92, 99, 100, 102, 103, 105, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 112, 113, 118, 119, 125, 126, 127, 128, 129, 130, 132, 136, 137, 138, 139, 140, 141, 143, 147, 149, 150, 152, 153, 154, 155, 156, 157, 158
61
2
3
2, 31, 32, 37, 39, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 52, 53, 54, 55, 57, 58, 60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 68, 70, 80, 81, 82, 84, 85, 86, 88, 89, 91, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 101, 104, 115, 116, 117, 120, 121, 122, 123, 124, 131, 133, 134, 135, 142, 144, 145, 146, 148, 151 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 33, 34, 36, 38, 41, 114
62
35
Pada tabel tersebut, dapat dilihat bahwa segmen 1 memiliki jumlah anggota 61 yang berarti 38,2 % dari keseluruhan sampel dan segmen 2 memiliki anggota 62 yang berarti 39,2 % dari keseluruhan jumlah sampel, sedangkan segmen 3 memiliki jumlah yang lebih sedikit, yaitu 35 orang dengan persentase 22,2 %. Berdasarkan ukuran tersebut, untuk sementara segmen 1 dan segmen 2 dapat dijadikan target pasar. Kriteria #2 Memiliki potensi pertumbuhan yang cukup tinggi Jika dilihat dari segi karakteristiknya, segmen 1 memiliki potensi yang cukup baik, karena pengeluaran mereka lebih besar daripada segmen 2 dan 3. Berdasarkan hasil profiling secara umum, terlihat bahwa memang pendapatan segmen 1 lebih besar daripada segmen 2 dan segmen 3. Selain itu, orang‐orang yang termasuk ke dalam segmen 1 pada umumnya memiliki umur yang berkisar antara 35 – 49 tahun. Pada usia ini, umumnya orang mulai bermasalah dengan kesehatan mereka. Karena itulah, mereka mulai memperhatikan kesehatan mereka mulai dari pola makan yang sehat dan bergizi. Biasanya mereka mulai menyukai sesuatu yang berhubungan dengan kesehatan mereka. Selain itu, didukung
61
dengan hasil observasi dan wawancara, tamu yang berkunjung ke Wisata Agro Tanaman Obat Togapuri cenderung berusia 35 tahun ke atas dan mereka tertarik pada layanan diagnosa penyakit dan seminar tanaman obat. Karena alasan inilah segmen 1 berpotensi untuk dijadikan target pasar. Kriteria #3 Keunggulan kompetitif Sejauh ini, Wisata Agro Tanaman Obat Togapuri memiliki dua layanan paket wisata yang ditawarkan, yaitu:
Paket wisata sehari dengan layanan pengenalan tanaman obat (seminar kebun), makanan dan minuman khas Togapuri, serta layanan diagnosa berbagai penyakit.
Paket wisata khusus (acara menginap) dengan layanan makanan dan minuman khas Togapuri, diagnosa berbagai penyakit, menginap di kemah, dan kegiatan yang disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhan tamu.
Dari kedua paket wisata yang ditawarkan tersebut, yang membuat Togapuri berbeda dengan pesaing adalah layanan diagnosa berbagai penyakit yang sudah termasuk ke dalam paket wisata dan menginap di kemah. Selain itu, jika dilihat dari segi infrastruktur, Togapuri memiliki arena bermain anak; lapangan olah raga seperti basket, bulu tangkis dan catur; camping ground dan klinik pengobatan holistik (bale sehat). Infrastruktur inilah yang juga tidak dimiliki para pesaing Togapuri. Beberapa infrastuktur tersebut memungkinkan Togapuri untuk membuat berbagai paket wisata yang lebih beragam, seperti misalnya paket wisata keluarga. Segmen 1 memiliki salah satu kecenderungan senang berkumpul dan melakukan berbagai kegiatan bersama keluarga. Jika segmen 1 akan dijadikan target pasar, maka paket wisata keluarga dapat menjadi tawaran yang menyenangkan bagi mereka. Infrastruktur yang ada pun cukup mendukung
62
keberadaan paket wisata keluarga tersebut. Walaupun memang masih diperlukan ide‐ide kreatif untuk mendukung layanan tersebut. Kriteria #4 Situasi persaingan Selain ketiga kriteria di atas, Togapuri juga perlu memperhatikan situasi persaingan yang terjadi baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Untuk melihat situasi persaingan yang ada digunakan model Five Forces Porter, yang memperhatikan faktor intensitas persaingan yang terjadi di industri/bisnis sejenis, produk substitusi, regulasi pemerintah, posisi tawar dari pembeli dan pemasok, dan lain sebagainya, seperti yang dapat dilihat pada gambar 4.30 berikut. Gambar 4.21 Situasi Persaingan Wisata Tanaman Obat
Barriers to entry Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat masuknya pemain baru dalam industri wisata agro tanaman obat, diantaranya kebutuhan modal, skala 63
ekonomis, diferensiasi produk, biaya perpindahan, akses ke saluran distribusi, cost disadvantages independent of size, dan kebijakan pemerintah.
Industri pariwisata, merupakan industri yang padat modal, dalam artian membutuhkan modal yang besar untuk memasuki industri ini. Apalagi jika industri tersebut masuk ke dalam kategori wisata alam – agro, selain dari kebutuhan modal yang besar, faktor lokasi dan alam yang mendukung akan sangat berpengaruh. Faktor terakhir adalah faktor yang diluar kekuasaan manusia, karena terbentuk secara alami, sedangkan faktor pertama masih bisa diatasi selama memiliki kekuatan keuangan yang kuat. Biasanya, industri yang membutuhkan modal besar juga memiliki resiko yang besar. Salah satunya, resiko kerugian jika terjadi penurunan jumlah pengunjung yang terus merosot, sedangkan biaya operasional hariannya cukup tinggi.
Dalam industri ini, kreatifitas sangat dibutuhkan untuk menarik para pengunjung wisata. Diferensiasi produk pun dibutuhkan agar produk yang ditawarkan memiliki keunikan tersendiri. Industri wisata tanaman obat ini sebenarnya sudah cukup spesifik dan berbeda dari wisata agro lainnya, bagi pendatang baru, menciptakan diferensiasi produk, saat ini adalah suatu keharusan agar pengunjung wisata mengetahui keberadaan industri tersebut, dan hal ini membutuhkan usaha yang besar, baik dari segi jaringan pemasaran, saluran distribusi, dll.
Khusus untuk industri wisata agro tanaman obat, selain pengetahuan mengenai wisata dan pertanian, dibutuhkan pengetahuan yang mendalam mengenai tanaman obat beserta khasiatnya. Terutama bagi para guide wisata tersebut, sehingga diperlukan pelatihan yang mendalam mengenai keilmuan ini. Sedangkan untuk akses ke saluran distribusi pariwisata seperti agen perjalanan, misalnya, diperlukan kekuatan jaringan ke agen perjalanan tersebut dan kredibilitas dari perusahaan itu sendiri. Beberapa tempat wisata terkadang
64
memiliki agen pemasaran sendiri, sehingga tidak perlu menggunakan jasa agen perjalanan, namun memang membutuhkan biaya yang besar. Akses ke jaringan distribusi ini memang tidak harus terikat pada salah sati jaringan, karena komunikasi pemasaran wisata tanaman obat saat ini ternyata lebih efektif lewat word of mouth. Selain itu, faktor pengalaman dalam industri ini juga sangat mempengaruhi munculnya pemain baru, bagi para pemain baru yang belum memiliki pengalaman dalam industri yang akan digelutinya, dibutuhkan biaya yang besar untuk bermain di area tersebut.
Selain dari beberapa faktor di atas, faktor kebijakan pemerintah juga turut mempengaruhi industri pariwisata, terutama wisata tanaman obat. Salah satu kebijakan pemerintah yang mendukung industri ini adalah program ‘Indonesia Sehat 2010’. Industri yang berbasis tanaman obat merupakan salah satu industri yang mendukung kebijakan pemerintah tersebut. Melalui wisata yang dikemas secara edukatif, pengusaha mampu mensosialisasikan hidup sehat dengan menggunakan tanaman obat.
Dari keseluruhan faktor di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor penghambat untuk memasuki industri wisata agro tanaman obat cenderung besar, sehingga pemain baru tidak mudah memasuki industri ini, dengan demikian persaingan di pasar tidak cepat ramai.
Intensitas Persaingan Antar Wisata Tanaman Obat Persaingan yang terjadi diantara industri wisata agro tanaman obat bisa dibilang masih rendah, karena jumlah pemainnya juga masih sedikit. Di daerah sekitar Bandung Raya sendiri baru ada tiga, yaitu Togapuri di Sumedang, KTO Sari Alam di Ciwidey dan Esanur di Pangalengan. Namun jika dilihat berdasarkan layanan dan fasilitas yang ditawarkan, pemain yang serupa di Sekitar Bandung Raya baru ada dua, yaitu Togapuri dan KTO Sari Alam. Jika dilihat dari pertumbuhannya, industri pariwisata secara keseluruhan mengalami peningkatan. Hal ini ditandai
65
dengan semakin banyaknya jenis wisata yang ditawarkan dan banyak pula program acara di televisi yang menyajikan berbagai informasi wisata. Khusus wisata tanaman obat pertumbuhannya memang meningkat seiring dengan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan melalui tanaman obat, walaupun memang saat ini terbilang lambat.
Tekanan dari Produk/Jasa Substitusi Wisata ada banyak jenisnya, seperti wisata alam, kuliner, belanja, sejarah dan lain sebagainya. Wisata tanaman obat termasuk ke dalam wisata alam dengan spesifikasi agrowisata. Jika dipersempit lagi ke dalam wisata agro perkebunan, maka produk/jasa substitusi wisata tanaman di sekitar Bandung Raya jumlahnya cukup banyak, seperti perkebunan teh, strawberry, nenas dan taman bunga Cihideung. Tempat‐tempat wisata ini bisa menjadi alternatif lain dari berwisata kebun. Selain itu, cafe‐cafe ataupun rumah makan yang bernuansa alami dan dilengkapi kebun‐kebun kecil yang didesain sealami mungkin telah banyak bermunculan. Ini pun bisa menjadi alternatif wisata lainnya bagi masyarakat perkotaan. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa produk/jasa substitusi dari wisata tanaman obat jumlahnya sudah sangat banyak. Oleh karena itu, Togapuri harus lebih kreatif lagi dalam menarik para pengunjung melalui berbagai paket wisata yang menarik dan beragam. Bargaining Power of Buyers Kekuatan penawaran pembeli masih relatif rendah, karena jumlah pemain wisata tanaman obat masih sedikit, jadi pilihan bagi pembeli pun masih terbatas. Selain itu, diantara para pemain yang ada, Togapuri menawarkan harga yang lebih rendah dengan layanan yang hampir sama dengan pemain lainnya. Untuk mendirikan tempat wisata tanaman obat inipun dibutuhkan modal dan keahlian yang cukup besar, sehingga tidak mudah bagi pembeli untuk ikut bersaing dalam industri ini. Para pembeli umumnya membeli bibit tanaman untuk dikembangkan sendiri sebagai tanaman obat keluarga, bukan untuk industri. 66
Bargaining Power of Suppliers Daya tawar dari pemasok relatif rendah, karena pada wisata agro tanaman obat ini tidak ada supplier khusus. Tanaman obat yang ada pada umumnya mudah didapat dan kemudian dikembangkan di kebun sendiri. Untuk tanaman obat yang langka, pihak Togapuri mencari sendiri dan kemudian dikembangkan pula di kebun sendiri sebagai tanaman koleksi. Untuk produk minuman instan ada beberapa yang bahan bakunya berasal dari pemasok, salah satunya adalah jahe merah, inipun sistemnya sebagai mitra kerja. Selain bahan baku tanaman, bahan‐bahan seperti pupuk untuk tanaman obat diperoleh dari pupuk kandang. Inipun mudah didapat, yaitu bekerjasama dengan para peternak yang tinggal di sekitar kebun. 4.2.2.4 Analisis Targeting Dari situasi persaingan yang telah dijelaskan di atas, kemungkinan segmen‐ segmen yang telah terbentuk untuk menjadi target pasar memiliki peluang yang sama. Karena berwisata merupakan kebutuhan semua orang. Namun jika dilihat dari minat mereka terhadap wisata tanaman obat yang cenderung mengangkat tema wisatanya tentang kesehatan, maka segmen 1 dan 3 dapat dijadikan target pasar yang cocok. Dari keseluruhan kriteria dalam memilih target pasar yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa segmen 1 dapat dijadikan target pasar yang potensial. Alasannya, selain karena minat mereka terhadap kesehatan, mereka memiliki daya beli yang lebih tinggi dari kedua segmen lainnya. Selain itu, potensi pertumbuhan segmen inipun cukup menjanjikan dan sumber daya dan infrastruktur yang dimiliki Togapuri saat ini sesuai dengan segmen 1 yang cenderung senang berlibur bersama keluarganya. Untuk membuat wisatanya lebih menarik bagi segmen ini, Togapuri tinggal menambah beberapa paket yang menarik untuk berwisata keluarga guna melengkapi wisata kesehatan yang ada. Karena keluarga dan kesehatan adalah hal yang menarik bagi segmen tersebut. 67
4.2.2.5 Pengolahan Data dan Analisis Positioning Proses segmentasi dan targeting telah dilakukan sebelumnya, maka selanjutnya adalah proses evaluasi terhadap positioing Togapuri berdasarkan kriteria positioning dari STV‐Triangle. Positioning Togapuri saat ini adalah ‘Wisata Sehat Alami’. Maksudnya adalah menawarkan paket berwisata yang bisa disesuaikan dengan keinginan pengunjung namun masih berhubungan dengan kesehatan dan tetap bersahabat dengan alam. Berdasarkan maknanya, dapat dikatakan bahwa positioning yang ditetapkan Togapuri menggunakan parameter Produk atau Layanan yang ditawarkan. Sedangkan berdasarkan beberapa kriteria dalam penyusunan positioning dapat dijelaskan seperti berikut ini: Kriteria #1 Berdasarkan pada pertimbangan customer, dalam hal ini pengunjung wisata, positioning Togapuri Wisata Sehat Alami telah dipersepsikan positif oleh para pelanggannya. Konsep wisata sehat yang ditawarkan Togapuri memang telah menjadi daya tarik dan menjadi alasan bagi mereka dalam memilih Togapuri. Hal ini didasarkan dari hasil observasi dan wawancara langsung di lapangan. Namun konsep alami yang dimaksudkan oleh Togapuri masih belum tertangkap dengan jelas oleh para pengunjung, karena persepsi pengunjung tentang konsep alami cenderung ke arah sesuatu yang tradisional, terutama dari segi infrastruktur. Sedangkan menurut Togapuri konsep alami yang ditawarkan adalah bersahabat dengan alam, tapi tidak harus tradisional.
Jika ingin mempertahankan positioning ini, maka Togapuri harus lebih mengkomunikasikan lagi makna dari Wisata Sehat Alami yang disusunnya, terutama pada konsep alaminya. Kriteria #2 Sedangkan berdasarkan pada pertimbangan pesaing, positioning ini cukup unik, karena pada umumnya positioning para pesaing adalah sebagai Kebun Tanaman 68
Obat. Lebih ditekankan pada wisata kebunnya. Berbeda dengan Togapuri, wisata kebun yang ditawarkan masuk ke dalam konsep wisata sehat dan bisa disesuaikan dengan keinginan para pengunjung. Jadi tidak sekedar berkeliling melihat kebun tanaman obat, namun bisa juga melakukan kegiatan seperti berolahraga, acara reuni, dan lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa positioning yang disusun sudah cukup membedakannya dari para pesaing. Namun, masih perlu disosialisasikan lagi karena ada beberapa pengunjung yang masih beranggapan bahwa Togapuri hanya sekedar wisata kebun tanaman obat. Kriteria #3 Dilihat dari intensitas persaingan antar wisata tanaman obat, intensitas persaingannya masih kecil, karena jumlah pesaingnya yang masih sedikit dan bersifat mild. Perubahan yang terjadi dalam lingkungan bisnisnya pun terjadi secara perlahan atau berangsur‐angsur (gradual), sehingga tidak terlalu mempengaruhi lingkungan bisnis yang ada. Kemudian, berdasarkan pada pertimbangan perubahan yang akan terjadi di dalam lingkungan bisnis pariwisata, positioning Togapuri justru mendukung perubahan yang terjadi. Alasannya, karena positioning yang disusun mengangkat tema sehat dan segala sesuatu yang alami. Tren ke depan tema sehat dan alami akan banyak disenangi masyarakat, karena orang akan semakin sadar bahwa kesehatan itu penting dan mereka cenderung kembali ke alam. Selain itu, konsep yang ditawarkannya juga mendukung program pemerintah yang mencanangkan Indonesia Sehat di tahun 2010. Melalui tanaman obat dan layanan diagnosa penyakit yang terangkum dalam paket wisata yang ditawarkan positioning Togapuri menjadi kuat dalam mendukung program tersebut.
69
Kriteria #4 Saat ini, Togapuri masih terus mengembangkan berbagai infrastruktur yang mendukung positioning‐nya tersebut. Infrastruktur yang ada saat ini sudah cukup mendukung positioing‐nya diantaranya bale sehat yang digunakan untuk layanan diagnosa penyakit dan terapi pengobatan secara holistik. Layanan diagnosa sudah termasuk ke dalam paket, sedangkan untuk layanan terapi ada biaya tambahan di luar paket wisata. Selain itu, lapangan untuk berolah raga, juga mendukung makna sehat melalui kegiatan berolah raga, dan inipun juga sudah termasuk ke dalam paket wisata. Jadi konsep sehat yang ditawarkan tidak hanya dari tanaman obat, tapi dari berolah raga ataupun diagnosa penyakit dan terapi untuk pencegahan dan pengobatan. Sedangkan untuk konsep alami, yang dimaksudkan bersahabat dengan alam, tersedia camping ground yang memungkinkan para pengunjung yang menginap, merasa lebih dekat dengan alam. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, segmen 1 yang cenderung tertarik dengan kesehatan dan keluarga cukup sesuai dengan positioning yang ada. Mereka dapat menggunakan paket wisata menginap di kemah, sehingga keinginan mereka untuk berkumpul bersama keluarga dan mendapatkan layanan kesehatan dapat terpenuhi. Fasilitas bermain yang tersedia juga memungkinkan mereka untuk bermain bersama anak‐anaknya.
70