HUBUNGAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS KOGNITIF DENGAN KARAKTER SISWA (STUDI KORELATIF DI MADRASAH ALIYAH NEGERII SURUH KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2012/2013)
Oleh : SITI RAHAYU NIM. M1.11.019
Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan untuk gelar Magister Pendidikan Islam
PROGRAM STUDI PASCASARJANA SEKOLAH TI TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2013
PROGRAM PASCASARJANA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM LEMBAR PERSETUJUAN TESIS
Nama
: Siti Rahayu
NIM
: M1.11.019
Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
Tanggal Ujian
:2 Oktober 2013
Judul Tesis
: Hubungan Pendidikan Agama Islam Berbasis Kognitif Dengan Karakter Siswa( Studi Korelatif Di Madrasah Aliyah Negeri Suruh Kabupaten Semarang Tahun 2012 / 2013 )
Panitia Munaqosah Tesis
1. Ketua Penguji
: Dr.Sa’adi,M.Ag.
2. Sekretaris
: Dr.Mukti Ali,M.Hum.
3. Penguji I
: Dr.H.M.Zulfa, M.Ag.
4. Penguji II
: Prof.Dr.H.M.Zuhri, M.A.
5. Penguji III
: Dr.Winarno, M.Pd.
ii
PERNYATAAN KEASLIAN Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tesis ini merupakan hasil karya sendiri dan sepanjang pengetahuan san keyakinan saya tidak mencantumkan tanpa pengakuan bahan-bahan yang telah dipublikasikan sebelumnya atau ditulis oleh orang lain, atau sebagian bahan pernah diajukan untuk gelar tau ijasah pada Sekolah Tinggia Agama Islam Negeri Salatiga atau perguruan tinggi lainnya.
Salatiga, 2 Oktober
Yang Membuat Pernyataan
Siti Rahayu
iii
2013
ABSTRAK Hubungan Pendidikan Agama Islam Berbasis Kognitif Dengan Karakter Siswa (Studi Korelatif di Madrasah Aliyah Negeri Suruh Kabupaten Semarang Tahun 2012/2013). Model pendidikan berbasis kognitif dapat dipandang sebagai model yang tertua di dalam sejarah pendidikan. Model ini sangat menitik beratkan pada kegiatan pengukuran di dalam proses evaluasi pendidikan. Pengukuran menurut model ini tidak dapat dilepaskan dari pengertian kuantitas atau jumlah. Jumlah ini akan menentukan besarnya (magnitude) objek, orang ataupun peristiwa-peristiwa yang dilukiskan dalam unit-unit ukuran tertentu. Dalam bidang pendidikan model ini telah diterapkan dalam proses evaluasi untuk melihat dan mengungkapkan perbedaan-perbedaan individual maupun kelompok dalam hal kemampuan, minat, sikap maupun kepribadian. Berawal dari pemikiran tersebut, tesis ini mengupas hubungan antara pendidikan yang berbasis kognitif dengan karakter siswa (ranah afektif dan psikomotorik). Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah melalui pendekatan kualitatif. Artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka melainkan data tersebut dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan, memo dan dokumentasi resmi lainnya. Tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realita empiric di balik fenomena secara mendalam, rinci dan tuntas. Oleh karena itu penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini adalah dengan mencocokkan antara realitas empiric dengan teori yang berlaku dengan menggunakan triangulasi metode. Penelitian ini dilaksanakan di MAN Suruh Kab. Semarang dengan sampel kelas XII tahun pelajaran 2012-2013. Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan analisis data menggunakan model yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa capaian prestasi para siswa ternyata tidak sebanding dengan karakter yang terbentuk padahal idealnya adalah karakter seseorang sangat berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan intelektualnya. Hal ini dikarenakan pendidik hanya berorientasi pada skor karena sistem yang digunakan untuk mengukur ketuntasan siswa dalam mata pelajaran hanya ditentukan oleh nilai semata.
iv
ABSTRACT Relationship Of Islamic Religion Education based on Cognitive toward Character (Correlative Study in Madrasah Aliyah Negeri Semarang year 2012/2013). Cognitive based education Model can be viewed as the oldest model in the history of education. This model is very focused on activities aimed at a measurement in educational evaluation process. Measurements according to this model cannot be released from the sense of quantity or amount. This number will determine the size (magnitude) of objects, people or events that are depicted in a certain size units. In the field of education model has been applied in the evaluation process to see and reveal individual differences and group in terms of abilities, interests, personality and attitude. The thought of this thesis, discuss the relationship between cognitive based education with students characters (the realof affective and psychomotor). In this research used qualitative approach . That means the data collected is not a number but the data from the interviews, field notes, documents, notes, memos and other official documentation. The purpose of this qualitative study was to describe the reality behind the empiric phenomenon in depth, detailed and finished. Therefore the use of qualitative approach in this study is with a match between the reality of the prevailing theory with empiric using triangulation methods. This research was carried out on the MAN Suruh Kab. Semarang with sample lesson XII class of 2012/2013. In the collection of data, the researchers used a method of observation, interview and documentation. While data analysis using a model developed by Miles and Huberman. From the research that has been done can be known that the achievements of our students was not comparable to the characters. Student's character is ideally very influential towards his intellectual intelligence level. This is because educators only oriented score because the system used to measure the achievement of students in subjects determined by the value only.
v
KATA PENGANTAR Bismillahi Walhamdulillah Assalamu’alaikum Wr.Wb Tiada kata yang lebih pantas untuk diucapkan selain puji syukur Alhamdulillah,segala puji bagi Allah sebagai manifestasi rasa syukur ke hadirat Illahi Rabbi yang telah menghadiahkan hadiah anugerh terindah yang begitu mahal harganya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul ‘Hubungan Pendidikan Agama Islam Berbasis Kognitif Dengan Karakter Siswa (Studi Korelatif Di Madrasah Aliyah Negeri Suruh Kabupaten Semarang tahun 2012/2013). Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah pada Nabi Muhammad SAW yang dengan kecerdasnnya mampu mendobrak kejahiliyahan manusia. Tesis ini penulis susun dalam rangka untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Islam pada Fakultas pada Program Studi Pascasarjana, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Penulis sangat berterimakasih dan memberikan penghargan yang setinggi tingginya atas bantuan, bimbingan, bantuan dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak.Ucapan terimakasih dan penghargaan ucapan itu ditujukan kepada : 1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M. Ag. selaku Ketua STAIN Salatiga. 2. Bapak Dr. Sa’adi, M. Ag. selaku Direktur Pascasarjana STAIN Salatiga. 3. Bapak Prof. Dr. H. Muh. Zuhri,M.A. Bapak Dr. Winarno, M. Pd., selaku dosen pembimbing tesis.Terimakasih tidak terkira untuk kesediaannya berbagi ilmu, waktu dan berbagi pengalaman hidup sehingga penulis dapat mengambil hikmah dari semuanya. 4. Para Bapak Dosen Pascasarjana STAIN Salatiga yang telah banyak memberikan ilmunya kepada penulis selama masa perkuliahan. 5. Pimpinan dan staf Perpustakaan STAIN Salatiga, yang dalam penulisan tesis ini memberikan andil besar dalam hal penyediaan pustaka dan sumber-sumber bacaan. 6. Kepala Sekolah, guru dan semua staf Madrasah Aliyah Negeri Suruh yang memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis. 7. Ayahanda M. Sururi dan Almarhumah Ibunda Siti Maryam, yang selalu memberi kasih sayang dan motivasi kepada penulis untuk selalu menghadapi cobaan dengan hati yang lapang.
vi
8. Suamiku H. Supardi, S.H, M.H. yang selalu melimpahkan kasih sayang dan perhatiannya. 9. Anak-anakku Andin, Yoga, Faiz dan Puput yang selalu membangkitkan inspirasi dan selalu berdoa untuk Bunda. 10. Mbak End, dek Luq,dek Yuli, dek Rini, dek Anto dan seluruh keluarga besar terimakasih atas semua spirit yang kalian berikan. Pada akhirnya, tiada yang lebih berarti selain menjadi pribadi yang berguna bagi orang lain. “Khoirunnas Anfa’uhum Linnas”. Wassalamu’alaikum Wr.Wb. Salatiga, 2oktober 2013 Penulis
vii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN .................................................................... iii ABSTRAK ................................................................................................. iv KATA PENGANTAR ................................................................................ vi DAFTAR ISI .............................................................................................. viii DAFTAR TABEL ...................................................................................... xi BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang.................................................................... 1 B. Rumusan Masalah................................................................ 6 C. Pembatasan Masalah ............................................................ 6 D. Signifikansi Penelitian ......................................................... 7
BAB II
E.
Kajian Pustaka ..................................................................... 7
F.
Sistematika Penulisan .......................................................... 9
LANDASAN TEORI A. Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam .............................. 10 2. Tujuan Pendidikan Agama Islam.................................... 12 3. Dasar Pendidikan Agama Islam...................................... 16 4. Prinsip Pendidikan Agama Islam.................................... 18 5. Mekanisme Pendidikan Agama Islam............................. 20 B. Kecerdasan Kognitif 1. Pengertian Kognitif ........................................................ 24 2. Perkembangan dan Kecerdasan Kognitif ........................ 25 3. Fungsi Kecerdasan Kognitif ........................................... 28
viii
C. Karakter 1.
Pengertian Karakter ...................................................... 28
2.
Karakter Dasar.............................................................. 31
BAB III METODE PENELITIAN DAN HASIL PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ........................................... 38 B. Kehadiran Peneliti ............................................................... 39 C. Setting Penelitian 1. Tempat Penelitian .......................................................... 40 2. Waktu Penelitian ............................................................ 40 3. Subjek Penelitian ........................................................... 40 4. Populasi dan Sampling ................................................... 40 D. Data danSumber Data .......................................................... 41 E. TeknikPengumpulan Data .................................................... 42 F. Keabsahan Data ................................................................... 45 G. Analisa Data ........................................................................ 47 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Profil MAN Suruh ................................................... 54 B. Konsep Pendidikan Mata Pelajaran Keagamaan di MAN SuruhKab. Semarang ........................................................... 69 C. Hasil Prestasi BelajarSiswa MAN SuruhKab. Semarang ...... 72 D. Karakteristik Siswa MAN SuruhKab. Semarang .................. 76 E.
Pembahasan 1.
Konsep Pendidikan Agama Islam berbasis Kognitif di MAN Suruh ................................................. 85
2.
Hubungan Kecerdasan Kognitif dangan Karakter Siswa di MAN SuruhKab. Semarang........................................ 90
BAB VPENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................... 98 B. Rekomendasi ............................................................................. 99 C. Penutup ..................................................................................... 100 ix
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BIOGRAFI PENULIS
x
DAFTAR TABEL
Tabel. 3.1. Alokasi Waktu Penelitian ............................................
40
Tabel. 4.1.Keadaan Gedung Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Suruh
55
Tabel. 4.2. Daftar Personal MAN Suruh Kab. Semarang ...............
56
Tabel. 4.3. Standar Kompetensi & Kompetensi Dasar al-Qur’an Hadits Kelas XII MAN Suruh Kab Semarang ........................
58
Tabel. 4.4. Standar Kompetensi & Kompetensi Dasar Aqidah Akhlak Kelas XII MAN Suruh kab. Semarang ........................
65
Tabel. 4.5. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Fiqh Kelas XII MAN Suruh Kab. Semarang .......................
68
Tabel. 4.6. Karakteristik Siswa dalam Memperlakukan Diri Sendiri
76
Tabel. 4.8. Kebiasaan Memperlakukan Lingkungan ......................
78
Tabel. 4.9. Kebiasaan Dalam Bermasyarakat ................................
79
Tabel. 4.10. Kriteria Karakter Baik ...............................................
80
xi
ABSTRACT
Relationship Score Against Character-Based Education Students (Qualitative Studies in Madrasah Aliyah Negeri Semarang regency Tell Year 2012/2013). As the world's oldest model of evaluation, evaluation-based score proved to have its own weaknesses. This is more due to the model-based evaluation score only focus on cognitive and psychomotor also waive the affective domain. Starting from these ideas, this thesis explore the relationship between education based on student scores character (affective and psychomotor domains). In this research, the approach is through a qualitative approach. It means that the data collected is not a number but the data from the manuscript interviews, field notes, personal documents, notes, memos and other official documentation. The purpose of this qualitative study was to describe the empirical reality behind the phenomenon in depth, detailed and thorough. Therefore the use of a qualitative approach in this research is to match the empirical reality of the prevailing theories using descriptive methods. The research was conducted at MAN Suruh Semarang regency with sample class XII 2012-2013 school year. In collecting the data, researchers used the method of observation, interviews and documentation. While the analysis of the data using a model developed by Miles andHuberman. From the research that has been done can be seen that the performance achievement of the students were not comparable with the characters that form a person's character but ideally is very influential on the level of intellectual acumen this is because educators were oriented on the scores because the system used to measure student mastery in subjects only determined by the value alone.
xii
xiii
1
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat danpemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan, yang berlangsungdi sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didikagar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masayang akan datang. Pendidikan adalah pengalamanpengalaman belajar terprogramdalam bentuk pendidikan formal dan non formal, dan informal di sekolah, dan di luarsekolah, yang berlangsung seumur hidup yang bertujuan optimalisasi pertimbanagankemampuan-kemampuan individu, agar di kemudian hari dapat memainkan peranan hidup secara tepat.1 Pendidikan sebagai sebuah bentuk kegiatan manusia dalam kehidupannya juga menempatkan tujuan sebagai sesuatu yang hendak dicapai, baik tujuan yang dirumuskan itu bersifat abstrak sampai rumusan-rumusan yang dibentuk secara khusus untuk memudahkan pencapaian tujuan yang lebih tinggi. Begitu juga dikarenakan pendidikan merupakan bimbingan terhadap perkembangan manusia menuju ke arah cita-cita tertentu, maka yang merupakan masalah pokok bagi pendidikan adalah memilih arah atau tujuan yang akan dicapai.
Model pendidikan berbasis kognitif dapat dipandang sebagai model yang tertua didalam sejarah pendidikan. Sesuai dengan namanya, model ini
1
Redja Mudiyaharjo, Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-dasar Penddidikan pada Umumnya dan Pendididkan di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, Cet ke-2: 11
1
2 sangat menitik beratkan pada kegiatan pengukuran didalam proses evaluasi pendidikan. Pengukuran menurut model ini tidak dapat dilepaskan dari pengertian kuantitas atau jumlah. Jumlah ini akan menentukan besarnya (magnitude) objek, orang ataupun peristiwa-peristiwa yang dilukiskan dalam unit-unit ukuran tertentu. Dalam bidang pendidikan model ini telah diterapkan dalam proses evaluasi untuk melihat dan mengungkapkan perbedaanperbedaan individual maupun kelompok dalam hal kemampuan, minat, sikap maupun kepribadian.2 Pendidikan berbasis kognitif pada umumnya hanya menitikberatkan pada pengukuran terhadap hasil belajar yang dicapai siswa pada masingmasing bidang pelajaran dengan menggunakan tes. Hasil belajar yang dijadikan objek utama adalah hasil belajar dalam bidang pengetahuan yang mencakup berbagai tingkat pengetahuan seperti kemampuan ingatan, pemahaman aplikasi dan sebagainya, yang dilakukan secara kuantitatifobjektif dengan menggunakan prosedur yang distandarisasikan. Sehubungan dengan itu alat evaluasi yang lazim digunakan dalam model evaluasi ini adalah tes tertulis atau paper-and-pancil test. Secara lebih khusus lagi bentuk tes yang biasanya digunakan adalah bentuk tes objektif, yang soalnya berupa pilihan ganda, menjodohkan, benar salah dan semacamnya.3 Secara lebih rinci menurut Thorndike & Robert. L Ebel seperti yang dikutip oleh Purwanto,ada beberapa ciri dari pendidikan kognitif yaitu, (a)
2
Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI, ILmu dan Aplikasi Pendidikan Bag 1 Ilmu Pendidikan Teoritis, Bandung: PT Imperial Bhakti Utama, 2007 3 Ibid
3 Mengutamakan pengukuran dalam proses evaluasi, (b) Evaluasi digunakan sebagai alat ukur berbagai tingkah laku untuk melihat perbedaan individu atau kelompok, (c) Alat evaluasi yang digunakan adalah tes tertulis terutama bentuk objektif, (e) Meniru model evaluasi dalam ilmu alam yang menggunakan objektifitas.4 Penerapan sistem pendidikan yang menitikberatkan pada penilaian semata, memunculkan permasalahan lain yang justru sangat mempengaruhi perjalanan hidup berbangsa dan bernegara. Gejala kemerosotan moral dewasa ini diindikasikan merupakan dampak dari sistem pendidikan yang hanya berorientasi pada nilai ujian semata. Kejujuran, keadilan, tolong-menolong dan kasih sayang sudah tertutup oleh penyelewengan, penipuan, penindasan, saling menjegal dan saling merugikan. Kemerosotan moral yang demikian itu lebih mengkhawatirkan lagi, karena bukan hanya menimpa kalangan orang dewasa dalam berbagai jabatan, kedudukan dan profesinya, melainkan juga telah menimpa kepada pelajar. Menurut Muhammad Naquib al-Attas, tujuan utama Pendidikan Islamadalah untuk menghasilkan orang yang baik (to produce a good man). Kata al-Attas, “The aim of education in Islam is therefore to produce a goodman… the fundamental element inherent in the Islamic concept of education is the inculcation of adab.” 5 Penguatan pendidikan moral (moral
4
Purwanto, Evaluasi hasil Belajar, Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2009 Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and Secularism, Kuala Lumpur: 1993, 150-151 5
4 education) atau pendidikan karakter (character education) 6 dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda di negara kita. Krisisyang melanda masyarakat mengindikasikan bahwa pendidikan agama dan moral yang didapat di bangku pendidikan tidak berdampak terhadap perubahan perilaku manusia Indonesia. Bahkan yang terlihat adalah begitu banyak manusia Indonesia yang tidak koheren antara ucapan dan tindakannya.7 Demoralisasi
tejadi
karena
proses
pembelajaran
cenderung
mengajarkan pendidikan moral dan budi pekerti sebatas teks dan kurang mempersiapkan siswa untuk menyikapi dan menghadapi kehidupan yang kontradiktif. Dalam konteks pendidikan formal di sekolah/madrasah, bisa jadi salah satu penyebabnya karena pendidikan di Indonesia lebih menitik beratkan kepada pengembangan intelektual atau kognitif semata, sedangkan aspek soft skill atau non-akademik sebagai unsur utama pendidikan moral belum diperhatikan. Padahal, pencapaian hasil belajar siswa tidak dapat hanya dilihat dari ranah kognitif dan psikomotorik, sebagaimana selama ini terjadi dalam praktik pendidikan kita, tetapi harus juga dilihat dari hasil afektif.Ketiga ranah tersebut berhubungan secara resiprokal, meskipun kekuatan hubungannya bervariasi dari satu kasus ke kasus yang lain. Beberapa hasil penelitian
6
Karakter adalah tabiat seseorang yang lansung di-drive oleh otak. Munculnya tawaran istilah pendidikan karakter (character education) merupakan kritik dan kekecewaan terhadap praktik pendidikan moral selama ini. Walaupun secara substansial, keduanya tidak memiliki perbedaan yang prinsipiil. 7 Zubaidi, Desain Pendidikan Karakter, Jakarta: Prenada Media Group, 2011, 2
5 menunjukkan bahwa efektivitas pencapaian hasil kognitif terjadi sejalan dengan efektivitas pencapaian ranah afektif.8 Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knowing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior).9Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakanbahwa karakter yang baikdidukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan. Hal ini sebenarnya dapat dilakukan melalui penerapan kurikulum yang terintegrasikan dalam segala bidang mata pelajaran.Selain itu juga bisa dilakukan melalui kegiatan ekstarkurikuler yang bisa mengarahkan siswa kepada pemahaman karakter itu sendiri. Seperti yang dilakukan oleh Madrasah Aliyah Negeri Suruh dalam rangka mempersiapkan anak didik yang tidak hanya ber-IQ tinggi tetapi juga anak didik yang memiliki karakter yang tinggi pula. Berkaitan dengan hal tersebut, MAN Suruh memberikan peraturan yang ketat terhadap para siswa dalam mengamalkan ajaran-ajaran Islam, seperti siswa wajib melaksanakan sholat dluha, siswa wajib sholat berjama’ah sholat dluhur di sekolahan, siswa wajib mengikuti ekstrakurikuler Baca Tulis al-Qur’an (BTA), siswa wajib mengikuti pelajaran tambahan untuk materi baca kitab. Selain kegiatan yang dilakukan di sekolahan, orang tua senantiasa diposisikan sebagai monitor terhadap aktifitas anak mereka diluar jam sekolah. 8
Hadjar. “Evaluasi Hasil Belajar Afektif Pendidikan Agama: Konsep dan Pengukurannya”. Muntholi’ah ed. . Guru Besar Bicara Mengembangkan Keilmuan Pendidikan Islam. Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisanga dan RaSAIL Media Group, 2010, 215 9 Zubaedi, Op.Cit., 29
6 Dengan melihat permasalahan tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai prestasi belajar dan pengaruhnya terhadap karakter siswa yang bersangkutan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latarbelakang tersebut diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan “Bagaimana pengaruh pendidikan PAI berbasis cogtiniveterhadap karakter siswa MAN Suruh Kab. Semarang?” Rumusan masalah tersebut dapat dirinci sebagai berikut. a. Bagaimana konsep pendidikan agama islam yang diterapkan oleh MAN Suruh Kab. Semarang dalam bidang study agama? b. Bagaimana hubungan pendidikan agama islam berbasis kognitif dengan karakter siswa MAN Suruh Kab. Semarang? C. Pembatasan Masalah Untuk menghindari pembahasan yang melebar, maka dalam penelitian ini akan difokuskan pada permasalahan; a. Konsep pendidikan agama islam yang diterapkan oleh MAN Suruh Kab. Semarang b. Hubungan pendidikan berbasis kognitifdengan karakter siswa MAN Suruh Kab. Semarang hanya untuk bidang study Aqidah Akhlaq, Fiqh dan AlQur’an Hadits.
7 D. Signifikansi Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui konsep pendidikan agama islam yang dilakukan oleh guru di MAN Suruh Kab. Semarang b. Untuk mengetahui karakter siswa MAN Suruh kab. Semarang? c. Untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan kognitif siswa dengan karakter siswa 2. Manfaat Penelitian a. Bagi untuk guru i. Sebagai bahan rujukan untuk melakukan evaluasi terhadap proses belajar mengajar dalam kerangka pembentukan generasi yang berkarakter ii. Memberikan konsep integral dalam proses belajar mengajar dalam rangka
pembentukan manusia
Indonesia
yang
berintelektual
sekaliguss memiliki karakter yang islami b. Bagi Siswa i. Sebagai bahan evaluasi diri dalam mengembangkan karakter ii. Sebagai sarana untuk memperkaya wawasan dalam pengembangan diri E. Kajian Pustaka Wilda Sagita dalam tesisnya (2011) yang berjudul Implementasi Program Kerja Sekolah Bidang Kesiswaan Pada Pengembangan Pendidikan Budaya
Dan
Karakter
Bangsa
melakukan
penelitian
terhadap
8 programkerjasekolah bidang kesiswaan pada pengembanganpendidikan karakterdi SMA Negeri 23 Bandung. Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui efektivitasprogram yang dikembangkan bidang kesiswaan pada pengembangan pendidikan karakterpeserta didik SMA Negeri 23 Bandung, sehingga diketahui program-programyangmendukungketercapaianmisi, visi sekolah dan tujuan pendidikan nasional yang sarat dengan nilai-nilai karakter. Instrumen pengumpulan data yang digunakan Sagita adalahmixed methods researchyangterdiri dari observasi, wawancara, studi dokumen, dan angket. Dalam penelitiannya ini,ditemukan bahwa nilai-nilai karakter sudah terintegrasi dengankurikulum atau program kerja sekolah bidang kesiswaan, namun
kondisi
karakter
peserta
didik
SMA
Negeri
23
Bandung
setelahmelaksanakan program-program tersebut tidak menunjukannilai positif khususnya pada karakter jujur,disiplin, tanggungjawab dan gemar membaca. Adapunnilai karakter religius, mandiri, rasa ingin tahu dan bersahabat dinilai baik. Selain tesis tersebut, Ardian Husaini (2011) dalam bukunya Pendidikan
Islam:
Membentuk
Manusia
Berkarakter
dan
Beradab
menyatakan bahwa manusia yang kenal akan Tuhannya, tahu akan dirinya, menjadikan Nabi Muhammad saw sebagai uswah hasanah, mengikuti jalan pewaris Nabi (ulama), dan berbagai kriteria manusia beradab lainnya. Manusia beradab juga harus memahami potensi dirinya dan bisa mengembangkan potensinya, sebab potensi itu adalah amanah dari Allah swt.
9 F. Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan Bab ini membahas tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitiandan Sistematika Penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka Bab ini penulis menguraikan landasan Filosofis, Sosiologis, dan Tujuan Pendidikan Agama Islam dan kajian teoritis mengenai sistem pendidikan berbasis kogtitif dan kajian tentang karakter. Bab III Metodologi Penelitian Pada Metodologi penelitian akan dikemukakan tentang metode penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data, instrument penelitian, pelaksanaan penelitian, analisis hasil penelitian dan keabsahan hasil penelitian. Bab IV Analisis Pada bab ini penulis mengemukakan hasil penelitian, analisa dan pembahasan mengenai; landasan filosofis, sosiologis, dan pengaruh pendidikan yang berbasis skor terhadap karakter. Bab V Penutup Sebagai bab terakhir dalam penulisan tesis ini dikemukakan tentang kesimpulan sebagai penafsiran peneliti secara terpadu terhadap semua hasil yang telah diperoleh, selanjutnya peneliti menyusun implikasidan rekomendasi yang ditujukan kepada para guru bidang studi.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam Sebelum membahas pengertian pendidikan Agama Islam, penulis akan terlebih dahulu mengemukakan arti pendidikan pada umumnya. Istilah pendidikan berasal dari kata didik dengan memberinya awalan "pe" dan akhiran "kan" mengandung arti perbuatan (hal, cara dan sebagainya). Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu paedagogie, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan education yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa Arab istilah ini sering diterjemahkan dengan tarbiyah, yang berarti pendidikan.1Ahmad D. Marimba mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan yang dilakukan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.2Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya pendidikan yaitu menuntun kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagian yang setinggi-tingginya.3 Dari semua definisi itu dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah sebuah kegiatan yang dilakukan dengan sengaja dan terencana yang dilaksanakan oleh orang 1
Prof. DR. H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2004, Cet ke-4: 1 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: PT. Al-maarif, 1981, cet ke-5: 19 3 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005, Cet. ke-4: 4 2
10
11
dewasa yang memiliki ilmu dan keterampilan kepada anak didik, demi terciptanya insan kamil. Sedangkan menurut hasil seminar pendidikan Islam se-Indonesia tanggal 7-11 Mei 1960 di Cipayung dirumuskan bahwa pendidikan agama Islam adalah bimbingan terhadap pertrumbuhan jasmani dan rohani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.4 Ada banyak pengertian tentang pendidikan Islam. Diantaranya: a. Ahmad D. Marimba memberikan definisi Pendidikan Islam adalah bimbingan atau pertolongan secara sadar yang diberikan oleh pendidik kepada si terdidik dalam perkembangan jasmaniah dan rohaniah kearah kedewasaan dan seterusnya ke arah terbentuknya kepribadian muslim.5 b. Syahminan Zaini berpendapat Pendidikan Islam adalah usaha mengembangkan fitrah manusia dengan ajaran agama Islam, agar terwujud atau tercapai kehidupan manusia yang makmur dan bahagia.6 c. HM. Chabib Thoha menyebutkan Pendidikan Islam adalah pendidikan yang falsafah, dasar dan tujuan serta teori-teori yang dibangun untuk melaksanakan praktek pendidikan didasarkan nilai-nilai dasar Islam yang terkandung dalam AIQur’an, maupun hadist Nabi.7 d. Ali Ashraf berpendapat Pendidikan Islam adalah pendidikan yang melatih stabilitas murid sedemikian rupa, sehingga dalam perilaku mereka terhadap 4 5
Dra. Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998, Cet. ke-2: 11 Ahmad D.Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, 1986: 23
ZainiSyahminan, Prinsip-Prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1986:4 7 M. ChabibThoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1995: 6
99
12
kehidupan, langkah-langkah dan keputusan begitu pula pendekatan mereka terhadap sesama ilmu pengetahuan mereka, diatur oleh nilai-nilai etika Islam yang sangat dalam dirasakan.8 Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa pengertian pendidikan Islam adalah suatu aktifitas atau usaha pendidikan berupa bimbingan dan pengembangan fitrah manusia baik jasmani maupun rohani berdasarkan hukum-hukum Islam menuju terbentuknya kepribadian muslim muttaqin yang bahagia baik di dunia maupun di akhirat. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang sadar dan bertujuan dan Allah meletakkan azas-azasnya bagi seluruh manusia di dalam syari’at ini. Oleh sebab itu, sudah semestinya mengkaji pendidikan terlebih dahulu menjelaskan tujuannya yang luhur dan luas, yang telah ditetapkan oleh Allah bagi seluruh aktititas manusia. karena tujuan merupakan kompas, barometer sekaligus evaluator dalam penyelenggaraan sutau pendidikan. 2. Tujuan Pendidikan Agama Islam Salah satu aspek penting dan mendasar dalam pendidikan adalah aspek tujuan.
Merumuskan
tujuan
pendidikan
merupakan
syarat
mutlak
dalam
mendefiniskan pendidikan itu sendiri yang paling tidak didasarkan atas konsep dasar mengenai manusia, alam, dan ilmu serta dengan pertimbangan prinsip prinsip dasarnya. Hal tersebut disebabkan pendidikan adalah upaya yang paling utama, bahkan satu satunya untuk membentuk manusia menurut apa yang dikehendakinya. Karena itu menurut para ahli pendidikan, tujuan pendidikan pada hakekatnya merupakan rumusan-rumusan dari berbagai harapan ataupun keinginan manusia.
8
Ashraf Ali, Horizon-horizon baru Pendidikan Islam, Pustaka Firdaus: Jakarta, 1984: 23
13
Sebagai karakteristik pendidikan yang bercorak Islam, maka sudah barang tentu dalam perumusan tujuan pendidikannya mengacu dan berpihak pada hukumhukum ajaran Islam. Adapun tujuan pendidikan Islam dapat dilihat sebagai berikut: Para ahli pendidikan memberikan pendapat tentang tujuan pendidikan agama Islam, diantaranya: 1.
Al-Abrasy mengatakan bahwa tujuan utama pendidikan Islam adalah pembentukan akhlak yang utama atau pembentukan moral yang tinggi.9
2. Zaini mengatakan tujuan utama pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang berjasmani kuat atau sehat dan terampil, berotak cerdas dan berilmu banyak, berhati tunduk kepada Allah serta mempunyai semangat kerja yang hebat, disiplin yang tinggi dan pendirian yang teguh.10 3. Chabib Thoha mengatakan tujuan pendidikan Islam adalah:11 a. Menumbuhkan dan mengembangkan ketaqwaan kepada Allah SWT b. Membina dan memupuk akhlakul karimah c. Menumbuhkan sikap dan jiwa yang selalu beribadah kepada Allah d. Menciptakan pemimpin-peminipin bangsa yang selalu beramar ma’ruf nahi munkar e. Menumbuhkan kesadaran ilmiah, melalui kegiatan penelitian, baik terhadap kehidupan manusia, alam maupun kehidupan makhluk Allah semesta. 4. Marimba dengan tegas mengatakan tujuan akhir pendidikan Islam adalah terbentuknya kepribadian muslim.12 M. AtiyahAl-Abrasy, Al-tarbiyah Al-Islamiyah, terjemahan Prof Bustami A. Ghani dan Djohar Bahry LIS., Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Bulan Bintang, Jakarta1980:10 10 ZainiSyahminan, Op.Cit.,: 34-35 9
11
Chabib Thoha,Op.Cit.,: 101-102
14
5. Daradjat mengemukakan bahwa Islam itu berlangsung selama hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia telah berakhir pula. Mati dalam keadaan berserah di kepada Allah sebagai muslim yang merupakan ujung taqwa, sebagai akhir dari proses hidup jelas berisi kegiatan pendidikan. lnilah akhir dari proses pendidikan itu yang dapat dianggap sebagai tujuan akhir hidupnya.13 Sedangkan menurut Nur Uhbiyati, pendidikan agama Islam secara garis besar ada 4 macam, yaitu;14 a. Tujuan Umum Tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua legiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara yang lainnya. Tujuan ini meliputi aspek kemanusiaan seperti: sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan pandangan. Tujuan umum ini berbeda pada tingkat umur, kecerdasan, situasi dan kondisi, dengan kerangka yang sama. Bentuk insan kamil dengan pola takwa kepada Allah harus tergambar dalam pribadi sesorang yang sudah terdidik, walaupun dalam ukuran kecil dan mutu yang rendah, sesuai dengan tingkahtingkah tersebut. b. Tujuan Akhir Pendidikan Islam ini berlangsung selama hidup, maka tujuan kahir akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir. Tujuan umum yang berbentuk Insan Kamil dengan pola takwa dapat menglami naik turun, bertambah dn berkurang dalam perjalanan hidup seseorang. Perasaan, lingkungan
12
Ahmad D.Marimba, Op.Cit.:49
ZakiahDaradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara bekerjasama dengan Binbaga Depag RI Jakarta. 1996: 31 13
14
Dra. Hj. Nur Uhbiyati,Op.Cit.: 60-61
15
dan pengalaman dapat mempengaruhinya. Karena itulah pendidikan Islam itu berlaku
selama
hidup
untuk
menumbuhkan,
memupuk,
mengembangkan,memelihara dan memperathankan tujuan pendidikan yang telah dicapai. c. Tujuan Sementara Tujuan sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal. Tujuan operasional dalam bentuk tujuan instruksional yang dikembangkan menjadi Tujuan Instruksional umum dan Tujuan Instruksioanl Khusus (TIU dan TIK). d. Tujuan Operasional Tujuan operasional ialah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah
kegiatan
pendidikan
tertentu.
Satu
unit
kegiatan
pendidikan
denganbahan-bahan yang sudah dipersiapkan dan diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu disebut tujuan operasional. Dalam pendidikan formal, tujuan ini disebut juga tujuan instruksional yang selanjutnya dikembangkan menjadi Tujuan Instruksional umum dan Tujuan Instruksional Khusus (TIU dan TIK). Tujuan instruksioanal ini merupakan tujuan pengajaran yang direncanakan dalam unit kegiatan pengajaran. Dengan demikian berdasarkan rumusan tentang tujuan pendidikan Islam di atas maka dapat diformulasikan bahwa tujuan pendidikan Islam adalab terbentuknya kepribadian muslim yang mempunyai otak cerdas, berilmu banyak, berhati tunduk kepada Allah serta mempunyai semangat kerja yang hebat, disiplin yang tinggi dan pendirian yang teguh Sehingga dapat menciptakan pemimpin-pemimpin bangsa yang selalu beramar ma’ruf nahi munkar.
16
3. Dasar Pendidikan Agama Islam Sementara itu, dasar pendidikan agama Islam adalah al-Qur’an dan as-Sunah. Serta apa yang ada diatasnya dari pada puncak-puncak cabang yang lain. Seperti qiyas, Ijma’, dan sumber-sumber perundangan bimbingan dan syariat lsIam.(AlSyaibani, 1979: 427) a. Al Quran Dasar pelaksanaan Pendidikan Islam yang pertama adalah Al Qur’an. Al Qur’an ialah Firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh Jibril kepada Nabi Muhaniad. Didalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan dengan melalui ijtihad. Ajaran yang terkandung dalam Al Qur’an terdiri dua prinsip besar yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan dan amal. Setiap muslim percaya bahwa al Qur’an adalah sumber nilai dan ajaran Islam yang paling utama.15 Al Qur’an itu sendiri diturunkan kepada manusia untuk memberikan petunjuk jalan hidup yang lurus dalam arti memberikan bimbingan dan petunjuk kearah jalan yang diridloi Allah.16 Pendidikan yang terkandung dalam al Qur’an adalah Pendidikan yang menyeluruh yaitu meliputi segala aspek manusia dan bergerak dalam bidang kehidupan. Pendidikan itulah yang mementingkan pembinaan pribadi dari segala segi dan menekankan perubahan dalam diri manusia (antara jasmani, akal dan perasaan). Dan pendidikan Islam harus
15 16
Al-Ghazali, Permata Al Qur ‘an, CV Rajawali Jakarta,1985:VI Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam., Bumi Aksara. Jakarta, 1994:154
17
berlandaskan ayat-ayat al Qur’an sebagai sumber utama dalam merumuskan berbagai teori tentang pendidikan Islam.17
SyarifHidayatullah, Intelektualisme dalam Perspektif Neo-Modernisme PT. Tiara Wacana, Yogyakarta2000: xviii 17
18
b. As Sunah (Sunnah Rasul) Sunnah rasul yang sering disebut hadis ialah ucapan, perbuatan atau takrir nabi yang mengandung ajaran-ajaran Islam. Sedangkan yang dimaksud takrir adalah penetapan Nabi SAW. Secara diam-diam terhadap ucapan atau perbuatan para sahabatnya. Pada mulanya as-Sunah dimaksudkan untuk mewujudkan dua tujuan; Pertama, menjelaskan kandungan aI-Qur’an. Kedua, menerangkan syariat dan adab-adab lain.18Terhadap pendidikan sendiri as-Sunah bertindak sebagaimana al Qur’an dalam mendidik, mensucikan jiwanya, meluruskan pribadi dan membimbing kearah yang lurus.19 Masih menurut Al-Syaibani, cara Sunah dalam mendidik melalui dua jalan; pertama, bersifat positif, berpusat pada dasar-dasar yang sesuai dan kuat bagi akhlak yang mulia yang bertujuan menanamkan kemuliaan. Kedua, bersifat penjagaan, menghindarkan dari segala macam keburukan, baik bersifat individual atau sosial, dan menjaga dari bahaya perpecahan dan perbedaan.20 Yang terpenting dalam Sunah ini, bahwa mencerminkan segala tingkah laku Nabi SAW. yang patut diketahui oleh setiap muslim. Dengan kata lain sebagal model bagi setiap muslim. Sebab berkaitan dengan keimanan maka manusia berusaha untuk mengikuti jejak Rosulullah sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan watak setiap muslim.21
Abdurrahman An-Nahlawi, Usul aI-Islamiyyah Wa Asaibuha, terjemahan Drs. Hery Noer Ali, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, CV. Diponegoro, Bandung, 1989: 46 19 Omar Mohammad Al-ToumyAl-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang.1979: 431 18
20
ibid Hasan Langgulung, Beberapa Permikiran Tentang Pendidikan Islam PT. Al Ma’arif, Bandung1995: 38 21
19
Jadi dasar pendidikan Islam adalah wawasan tajam terhadap sistem hidup Islam yang sesuai dengan kedua sumber pokok (al-Qur’an dan as Sunah). Nilainilai fundamental dalam sumber pokok ajaran Islam yang harus dijadikan dasar pendidikan Islam yaitu aqidah Akhlak, penghargaan terhadap akal, kemanusiaan, keseimbangan, rahmat bagi seluruh alam. 4. Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam Memang tidak diragukan bahwa ide mengenai prinsip-prinsip dasar pendidikan banyak tertuang dalam ayat-ayat al Qur’an dan hadits nabi. Dalam hal ini akan dikemukakan ayat ayat atau hadits hadits yang dapat mewakili dan mengandung ide tentang prinsip prinsip dasar tersebut, dengan asumsi dasar, seperti dikatakan an Nahlawi bahwa pendidikan sejati atau maha pendidikan itu adalah Allah yang telah menciptakan fitrah manusia dengan segala potensi dan kelebihan serta menetapkan hukum hukum pertumbuhan, perkembangan, dan interaksinya, sekaligus jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuannya. Prinsip prinsip tersebut adalah sebagai berikut:22 Pertama, Prinsip Integrasi. Suatu prinsip yang seharusnya dianut adalah bahwa dunia ini merupakan jembatan menuju kampung akhirat. Karena itu, mempersiapkan diri secara utuh merupakan hal yang tidak dapat dielakkan agar masa kehidupan di dunia ini benar benar bermanfaat untuk bekal yang akan dibawa ke akhirat. Perilaku yang terdidik dan nikmat Tuhan apapun yang didapat dalam kehidupan harus diabdikan untuk mencapai kelayakan kelayakan itu terutama dengan mematuhi keinginan Tuhan. Allah Swt Berfirman, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) kampung akhirat, dan janganlah kanu melupakan kebahagiaanmu dari kenikmatan duniawi...” (QS. Al Qoshosh: 77).
22
Abdurrahman An-Nahlawi,Op.Cit., 46
20
Ayat tersebut menunjukkan kepada prinsip integritas di mana diri dan segala yang ada padanya dikembangkan pada satu arah, yakni kebajikan dalam rangka pengabdian kepada Tuhan. Kedua, Prinsip Keseimbangan. Karena ada prinsip integrasi, prinsip keseimbangan merupakan kemestian, sehingga dalam pengembangan dan pembinaan manusia tidak ada kepincangan dan kesenjangan. Keseimbangan antara material dan spiritual, unsur jasmani dan rohani. Pada banyak ayat al-Qur’an Allah menyebutkan iman dan amal secara bersamaan. Tidak kurang dari enam puluh tujuh ayat yang menyebutkan iman dan amal secara besamaan, secara implisit menggambarkan kesatuan yang tidak terpisahkan. Diantaranya adalah QS. Al ‘Ashr: 1-3; “Demi masa, sesungguhnya manusia dalam kerugian kecuali mereka yang beriman dan beramal sholeh.” . Ketiga, Prinsip Persamaan. Prinsip ini berakar dari konsep dasar tentang manusia yang mempunyai kesatuan asal yang tidak membedakan derajat, baik antara jenis kelamin, kedudukan sosial, bangsa, maupun suku, ras, atau warna kulit. Sehingga budak sekalipun mendapatkan hak yang sama dalam pendidikan. Nabi Muhammad Saw bersabda “Siapapun di antara seorang laki laki yang mempunyai seorang budak perempuan, lalu diajar dan didiknya dengan ilmu dan pendidikan yang baik kemudian dimerdekakannya lalu dikawininya, maka (laki laki) itu mendapat dua pahala” (HR. Bukhori). Keempat, Prinsip Pendidikan Seumur Hidup. Sesungguhnya prinsip ini bersumber dari pandangan mengenai kebutuhan dasar manusia dalam kaitan keterbatasan manusia di mana manusia dalam sepanjang hidupnya dihadapkan pada berbagai tantangan dan godaan yang dapat menjerumuskandirinya sendiri ke jurang kehinaan. Dalam hal ini dituntut kedewasaan manusia berupa kemampuan untuk mengakui dan menyesali kesalahan dan kejahatan yang dilakukan, disamping selalu memperbaiki kualitas dirinya. Sebagaimana firman Allah,
21
“Maka siapa yang bertaubat sesuadah kedzaliman dan memperbaiki (dirinya) maka Allah menerima taubatnya....” (QS. Al Maidah: 39). Kelima, Prinsip Keutamaan. Dengan prinsip ini ditegaskan bahwa pendidikan bukanlah hanya proses mekanik melainkan merupakan proses yang mempunyai ruh dimana segala kegiatannya diwarnai dan ditujukan kepada keutamaan-keutamaan. Keutamaan-keutamaan tersebut terdiri dari nilai nilai moral. Nilai moral yang paling tinggi adalah tauhid. Sedangkan nilai moral yang paling buruk dan rendah adalah syirik. Dengan prinsip keutamaan ini, pendidik bukan hanya bertugas menyediakan kondisi belajar bagi subjek didik, tetapi lebih dari itu turut membentuk kepribadiannya dengan perlakuan dan keteladanan yang ditunjukkan oleh pendidik tersebut. 5. Mekanisme Pendidikan Agama Islam Mengenai mekanisme dalam menjalankan pendidikan Islam Dalam karyanya Tahdzibul Akhlak, Ibnu Miskawaih mengatakan bahwa syariat agama memiliki peran penting dalam meluruskan akhlak remaja, yang membiasakan mereka untuk melakukan perbuatan yang baik, sekaligus mempersiapkan diri mereka untuk menerima kearifan, mengupayakan kebajikan dan mencapai kebahagiaan melalui berpikir dan penalaran yang akurat. Orang tua memiliki kewajiban untuk mendidik mereka agar mentaati syariat ini, agar berbuat baik. Hal ini dapat dijalankan melalui al-mau’izhah (nasehat), al- dharb (dipukul) kalau perlu, al-taubikh (dihardik), diberi janji yang menyenangkan atau tahdzir (diancam) dengan al-‘uqubah (hukuman).23 Akan tetapi, Berbeda dengan beberapa pandangan teori di atas, Ibnu Khaldun justru berpandangan sebaliknya. Ia mengatakan bahwa kekerasan dalam bentuk apapun seharusnya tidak dilakukan dalam dunia pendidikan. Karena dalam pandangan Ibnu Khaldun, penggunaan kekerasan dalam pengajaran dapat membahayakan anak 23
Ibnu Miskawaih, Tahdzibul Akhlak, Mesir: al-Mathbah al-Husainiyyah, t.th: 167
22
didik, apalagi pada anak kecil, kekerasan merupakan bagian dari sifat-sifat buruk. Disamping itu, Ia juga menambahkan bahwa perbuatan yang lahir dari hukuman tidak murni berasal dari keinginan dan kesadaran anak didik. Itu artinya pendidikan dengan metode ini juga sekaligus akan membiasakan seseorang untuk berbohong dikarenakan takut dengan hukuman.24 Maka dari itu berdasarkan definisinya, Rupert C. Lodge dalam philosophy of education menyatakan bahwa dalam pengertian yang luas pendidikan itu menyangkut seluruh pengalaman. Sehingga dengan kata lain, kehidupan adalah pendidikan dan pendidikan adalah kehidupan itu. Sedangkan Joe Pack merumuskan pendidikan sebagai “the art or process of imparting or acquiring knomledge and habit through instructional as study”. Dalam definisi ini tekanan kegiatan pendidikan diletakkan pada pengajaran (instruction), sedangkan segi kepribadian yang dibina adalah aspek kognitif dan kebiasaan. Theodore Meyer Greene mengajukan definisi pendidikan yang sangat umum. Menurutnya pendidikan adalah usaha manusia untuk menyiapkan dirinya untuk suatu kehidupan yang bermakna. Alfred North Whitehead menyusun definisi pendidikan yang menekankan segi ketrampilan menggunakan pengetahuan. Untuk itu, pengertian pendidikan secara umum, yang kemudian dihubungkan dengan Islam -sebagai suatu sistem keagamaan- menimbulkan pengertian pengertian baru yang secara implisit menjelaskan karakteristik karakteristik yang dimilikinya. Pengertian pendidikan dengan seluruh totalitasnya, dalam konteks Islam inheren salam konotasi istilah “tarbiyah”, “ta’lim” dan “ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama. Ketiga istilah itu mengandung makna yang amat dalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan
24
Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001
23
saling berkaitan satu sama lain. Istilah istilah itu sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam; informal, formal, dan nonformal. Ghozali melukiskan tujuan pendidikan sesuai dengan pandangan hidupnya dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, yaitu sesuai dengan filsafatnya, yakni memberi petunjuk akhlak dan pembersihan jiwa dengan maksud di balik itu membentuk individu-individu yang tertandai dengan sifat-sifat utama dan takwa. Dengan ini pula keutamaan itu akan merata dalam masyarakat.25 Hujair AH. Sanaky menyebut istilah tujuan pendidikan Islam dengan visi dan misi pendidikan Islam. Menurutnya sebenarnya pendidikan Islam telah memiki visi dan misi yang ideal, yaitu “Rohmatan Lil ‘Alamin”. Selain itu, sebenarnya konsep dasar filosofis pendidikan Islam lebih mendalam dan menyangkut persoalan hidup multi dimensional, yaitu pendidikan yang tidak terpisahkan dari tugas kekhalifahan manusia, atau lebih khusus lagi sebagai penyiapan kader-kader khalifah dalam rangka membangun kehidupan dunia yang makmur, dinamis, harmonis dan lestari sebagaimana diisyaratkan oleh Allah dalam al Qur’an. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang ideal, sebab visi dan misinya adalah “Rohmatan Lil ‘Alamin”, yaitu untuk membangun kehidupan dunia yang yang makmur, demokratis, adil, damai, taat hukum, dinamis, dan harmonis.26 Munzir Hitami berpendapat bahwa tujuan pendidikan tidak terlepas dari tujuan hidup manusia, biarpun dipengaruhi oleh berbagai budaya, pandangan hidup, atau keinginan-keinginan lainnya. Bila dilihat dari ayat-ayat al Qur’an ataupun hadits yang mengisyaratkan tujuan hidup manusia yang sekaligus menjadi tujuan pendidikan, terdapat beberapa macam tujuan, termasuk tujuan yang bersifat teleologik
25
Ibid Hujair AH Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam; Membangun Masyarakat Indonesia, Yogyakarta: Safiria Insania Press dan MSI, 2003: 154 26
24
itu sebagai berbau mistik dan takhayul dapat dipahami karena mereka menganut konsep konsep ontologi positivistik yang mendasar kebenaran hanya kepada empiris sensual, yakni sesuatu yang teramati dan terukur.27 Qodri Azizy menyebutkan batasan tentang definisi pendidikan agama Islam dalam dua hal, yaitu; a) mendidik peserta didik untuk berperilaku sesuai dengan nilainilai atau akhlak Islam; b) mendidik peserta didik untuk mempelajari materi ajaran Islam. Sehingga pengertian pendidikan agama Islam merupakan usaha secara sadar dalam memberikan bimbingan kepada anak didik untuk berperilaku sesuai dengan ajaran Islam dan memberikan pelajaran dengan materi-materi tentang pengetahuan Islam.28 B. Kecerdasan Kognitif 1. Pengertian Kognitif Kognitif adalah sebuah istilah yang digunakan psikolog untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang memungkin akan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai dan memikirkan lingkungannya.29 Ranah kognitif juga merupakan ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Dalam ranah kognitif itu 27
Munzir Hitami, Menggagas Kembali Pendidikan Islam, Yogyakarta: Infinite Press, 2004: 79 Ahmad Qodri A., Islam dan Permaslahan Sosial; Mencari Jalan Keluar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000: 112 29 Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,2006 :103. 28
25
terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi. 2. Perkembangan dan Kecerdasan Kognitif Perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan manusia yang berkaitan dengan pengertian (pengetahuan), yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya. Sementara menurut Chaplin, dijelaskan bahwa kognisi adalah konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenal, termasuk di dalamnya mengamati, melihat, memperhatikan, memberikan, menyangka, membayangkan, memperkirakan, menduga dan menilai. Secara tradisional, kognisi sering dipertentangkan dengan konasi (kemauan) dan dengan afeksi (perasaan).30 Perkembangan kognitif berlangsung sejak masa bayi walaupun potensipotensi terutama secara biologis sudah dimulai semenjak masa prenatal. Piaget meyakini nahwa pemikiran seoarang anak berkembang melalui serangkaian tahap pemikiran dari masa bayi hingga masa dewasa. Kemampuan bagi melalui tahap-tahap tersebut bersumber dari tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui asimilasi dan akomodasi serta adanya pengorganisasian struktur berpikir.
30
Ibid: 103
26
Pada masa bayi (0 – 2 tahun), Piaget menyebutnya tahap sensori motorik sementara masa anakanak awal (2 – 7 tahun) adalah tahap pre operasional dan anak-anak akhir (7 – 12 tahun) disebut tahap operasional konkrit. Adapun setelah itu adalah atahap formal operasional.31 Menurut Desmita, pandangan-pandangan kontemporer seperti teori pemrosesan informasi tentang perkembangan kognitif berbeda dengan Piaget sebagai pendahulunya. Kalau Piaget meyakini bahwa perkembangan kognitif bayi baru tercapai pada pertengahan tahun kedua, maka para pakar psikologi pemrosesan informasi percaya bahwa perkembangan kognitif, seperti kemampuan dalam memberikan perhatian, mencipatakan simbolisasi, meniru, dan kemampuan konseptual, telah dimiliki oleh bayi. Perkembangan kognitif masa bayi kemudian berlanjut sampai dewasa dengan sesuai dengan tahapan menurut Piaget dengan kualitas yang berbeda.32 Seiring dengan meningkatnya kemampuan anak untuk mengeksplorasi lingkungan, karena bertambah besarnya koordinasi dan pengendalian motorik yang disertsi dengsn meningkatnya kemampuan untuk bertanya dengan menggunakan katakata dan dapat dimengerti oleh orang lain, maka dunia imajinasi anak-anak pra sekolah terus bekerja, dan daya serap mentalnya tentang dunia makin meningkat. Peningkatan pengertian anak tentang orang, benda dan situasi baru diasosiasikan dengan arti-arti yang telah dipelajari semasa bayi. Seiring dengan masuknya anak ke sekolah, maka kemampuan kognitifnya turut mengalami perkembangan pesat. Karena dengan masuk ke sekolah, berarti dunia dan minat anak bertambah luas, dan dengan meluasnya minat maka bertambah pula pengertian tentang manusia dan objek-objek yang sebelumnya kurang berarti bagi anak. Kalau pada masa sebelumnya daya pikir anak masih bersifat imajinatif dan 31 32
Ibid: 104 Ibid:107
27
egosentris, pada usia sekolah dasar ini daya pikir nak berkembang ke arah konkrit, rasional dan objektif. Anak mencapai tahap stadium belajar. Menurut Howard Gardner, kecerdasan merupakan kemampuan untuk memecahkan atau menciptakan sesuatu yang bernilai bagi budaya tertentu.33 terkat dengan kecerdasan, Danah Zohar menegaskan bahwa pada dasarnya ada tiga kecerdasan, yaitu intelligence quotient, spiritual quotient dan emotional quotient.34 Sedangkan menurut Siti Rahayu Hadinoto kecerdasan kognitif adalah pengertian yang luas mengenai berpikir dan mengamati, artinya tingkah laku yang mengakibatkan sesorang mendapatkan pengertian atau hal-hal yang dibutuhkan untuk menggunakan pengertian.35 Sedangkan menurut Margaret E. Bell kecerdasan kognitif adalah kelompok ingatan yang tersusun dan saling berhubungan, aksi serta strategi yang dipakai oleh anak untuk memahami dunia sekitarnya sesuai tahapan perkembangan yang berjalan tersusun, tumbuh dan berkembang melalui interaksi dengan
lingkungannya.36
Selanjutnya,
Monty
P.
Satiadarma
dan
Fidelis
Waruwuberpendapat bahwa kecerdasan kognitif merupakan kemampuan yang mencakup perkembangan ingatan, perolehan informasi, proses berfikir logis dan perkembangan dalam memecahkan masalah.37 Kecerdasan kognitif juga didefinisikan sebagai
33
kecerdasan
yang
mengacu
pada
kemampuan
berkonsentrasi
dan
Agus Efendi, Revolusi Abad 21: Kritik MI, EI, SQ, AQ dan Successfull Inteligence Atas IQ, Bandung: Alfabeta, 2005: 81 34 Ibid: 82 35 Siti Rahayu Haditono, dkk., Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya, Yogyakarta: gadjah mada University Press, 1996, cet. VIII: 208 36 Margaret E. Bell, Belajar dan Membelajarkan, Jakarta: Raja Grafindo Persada: 1994, 308 37 Monty P. Satiadarma dan Fidelis E. Waruwu, Mendidik Kecerdasan: Pedoman Bagi Orang Tua dan Guru dalam Mendidik Anak Cerdas, Jakarta: Pustaka Populer Obor, 2003, Cet. I, 63
28
merencanakan, mengelola bahan, menggunakan kata-kata dan memahaminya, memahami fakta dan mengartikannya.38 Dari berbagai pendapat tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan kognitif merupakan kemampuan individu yang meliputi kemampuan berfikir, mengingat, menggunakan bahasa dan memecahkan masalah yang kesemuanya ini menjadi aktifitas mental yang dilakukan individu secara sadardalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan kata lain, kecerdasan kognitif adalah kemampuan individu dalam melakukan abstraksi serta berfikir secara
baru.cepat untuk
menyesuaikan diri dengan situasi. 3. Fungsi Kecerdasan Kognitif Para ahli telah menyepakati bahwa inti fungsi dari kecerdasan kognitif manusia terletak di otak. Otak telah dianggap sebagai organ yang mampu untuk mengelola berbagai informasi yang diterima oleh individu. C. Karakter 1. Pengertian Karakter Dalam Webster’s Dictionary, pengertian kata karakter berarti the aggragate features and traits that form the apparent individual nature of same person or thing; moral or ethical quality; qualities of honesty, courage, integrity; good reputation; an account of the cualities or peculiarities of a person or thing. Karakter merupakan totalitas dari ciri pribadi yang membentuk penampilan seseorang atau obyek tertentu. Ciri-ciri personal yang memiliki karakter terdiri dari kualitas moral dan etis; kualitas kejujuran, keberanian, integritas, reputasi yang baik; semua nilai tersebut di atas merupakan sebuah kualitas yang melekat pada kekhasan personal individu. Sedang
38
Steven J. Stein dan Howard E. Book, Ledakan IQ: 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses, terj The IQ Edge: Emotional Intelligence and Your Success, Bandung: Kaifa, 2002, Cet. I, 34
29
menurut Ensiklopedia Indonesia, karakter memiliki arti antara lain; keseluruhan dari perasaan dan kemauan yang tampak dari luar sebagai kebiasaan seseorang bereaksi terhadap dunia luar dan impian yang diidam-idamkan (Tan Giok Lie, 2007; 37). Pengertian karakter dilihat dari sudut pendidikan, didefinisikan sebagai stuktur rohani yang terlihat dalam perbuatan, dan terbentuk oleh faktor bawaan dan pengaruh lingkungan. Karakter mengacu pada kehidupan moral dan etis seseorang untuk mengasihi Tuhan dan sesama, yaitu kebajikan moral untuk berbuat baik. Karakter merupakan sesuatu yang dipahatkan pada hati, sehingga menjadi tanda yang khas, karakter mengacu pada moralitas dalam kehidupan sehari-hari. Karakter bukan merupakan gejala sesaat, melainkan tindakan yang konsisten muncul baik secara batiniah dan rohaniah. Karakter semacam ini disebut sebagai karekter moral atau identitas moral. Karakter mengacu pada kebiasaan berfikir, berperasaan, bersikap, berbuat yang memberi bentuk tekstur dan motivasi kehidupan seseorang. Karakter bersifat jangka panjang dan konstan, berkaitan erat dengan pola tingkah laku, dan kecenderungan pribadi seseorang untuk berbuat sesuatu yang baik. Karekter adalah serangkaian nilai yang operatif, nilai yang nyata sebagai aktulisasi dalam tindakan. Kemajuan karakter terjadi pada saat suatu nilai berubah menjadi kebajikan. Kebajikan dan kemurahan adalah kecenderungan batiniah seseorang yang merespon berbagai situasi dengan cara diungkapkan dengan baik secara moral. Karakter selalu mengacu pada kebaikan yang terdiri dari tiga bagian yaitu mengetahui yang baik, menginginkan yang baik dan melakukan yang baik. Ketiga kebiasaan ini didasarkan pada kebiasaan pikiran, hati dan kehendak. Karekter sebagai sesuatu yang melekat pada personal yaitu totalitas ide, aspirasi, sikap yang terdapat pada individu dan telah mengkristal di dalam pikiran dan tindakan (Tan Giok Lie, 2007; 37). Manusia hanya dapat mengamati karakter secara eksternal dan parsial,
30
dari kebiasan, pola pikir, pola sikap, pola tindak atau pola merespon secara emosional dan pola dalam bertingkah laku. Manusia bisa salah dalam memberikan penilain terhadap karakter individu, hanya individu itu sendirinya yang mengetahui siapa jati dirinya. Terdapat berbagai rumusan dalam memaknai karakter maupun pendidikan karakter. Rumusan tersebut antara lain: a. Character is the combination of personal qualities that make each person unique. Teachers, parents, and community members help children build positive character qualities. For example, the six pillars of character are trustworthiness, respect, responsibility, fairness, caring, and citizenship. Character deals with how people think and behave related to issues such as right and wrong, justice and equity, and other areas of human conduct.39 b. Character is attribute or a quality that defines a person. This means that you are defined by a certain set of habits, qualities or attitudes and these form the basis upon which you character is judged.40 c. Character education is the development of knowledge, skills, and abilities that encourage children and young adults to make informed and responsible choices.41 d. Character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. Lebih lanjut Lickona mengemukakan: “When we think about the kind of character we want for our children, it’s clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do
39
www.eduscapes.com www.indianchild.com 41 www.eduscapes.com 40
31
what they believe to be right—even in the face of pressure from without and temptation from within.”42 e. Character education is the development of knowledge, skills, and abilities that enable the learner to make informed and responsible choices. It involves a shared educational commitment that emphasizes the responsibilities and rewards of productive living in a global a diverse society.43 f. Character education is an umbrella term loosely used to describe the teaching of children in a manner that will help them develop variously as moral, civic, good, mannered, behaved, non-bullying, healthy, critical, successful, traditional, compliant and/ or socially-acceptable beings44 Dari berbagai pendapat tersebut secara sederhana dapat dirumuskan bahwa pada dasanya karakter menyangkut kualitas diri dan keyakinan seseorang yang akan melandasi perilaku Sedangkan pendidikan karakter adalah upaya meningkatkan pengetahuan, ketrampilan maupun sikap yang dibutuhkan agar seseorang berperilaku sesuai dengan nilai-nilai luhur, norma, etika, maupun aturan yang berlaku. 2. Karakter Dasar Kilpatrick dan Lickona merupakan pencetus utama pendidikan karakter. Keduanya percaya adanya keberadaan moral absolute yang perlu diajarkan kepada generasi muda agar paham betul mana yang baik dan benar.45 Lickona (1992) dan Kilpatrick (1992) juga Broks dan Goble yang tidak sependapat dengan cara pendidikan moral reasoning dan values clarification yang diajarkan dalam pendidikan di Amerika, karena sesungguhnya nilai moral universal yang bersifat absolut (bukan bersifat relatif) yang bersumber pada nilai-nilai di dalam agama-agama di dunia, yang 42
Lickona, www.goodcharacter.com www.urbanext.illinois.edu 44 wikipedia.com 45 Kilpatrick. W. 1992. Why Johny Can’t Tell Right From Wrong. New York: Simon and Schuster. Inc. books. google. co. id/books?isbn=0671870734. . . diunduh tanggal 20 Juni 2013 43
32
disebut sebagai “the golden rule”. Contohnya adalah berbuat jujur, menolong umat, hormat kepada orang laindan bertanggungjawab (Martianto, 2002).46 Pendidikan karakter tidak dapat dipisahkan dari identitas karakter yang digunakan sebagai acuan. Karakter tersebut disebut sebagai karakter dasar. Tanpa memiliki karakter dasar, pendidikan karakter tidak akan memliki arah/tujuan yang pasti. Pendidikan karakter di Indonesia didasarkan pada sembilan (9) pilar karakter dasar antara lain: 1) cinta kepada Allah dan semesta alam beserta isinya; 2) tanggung jawab, disiplin dan mandiri; 3) jujur, 4) hormat dan santun, 5) kasih sayang, peduli dan kerja sama; 6) percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah; 7) keadilan dan kepemimpinan; 8) rendah hati; 9) toleransi, cinta damai dan persatuan. Sedangkan masih ada yang dikembangkan oleh Negara lain atau pun individu seperti oleh Ary Ginanjar melalui ESQ nya. 3. Pengembangan Karakter Tujuan pendidikan ini adalah untuk mendorong lahirnya peserta didik yang baik, artinya tumbuh dalam karakter yang baik, tumbuh dengan segala potensi, kapasitas dan komitemen untuk melakukan yang terbaik serta dilakukan secara benar dan memiliki kecenderungan untuk tujuan hiudp. Pendidikan karakter yang efektif, akan ditemukan dalam lingkungan sekolah yang memungkinkan semua peserta didiknya menunjukkan potensinya guna mencapai tujuan yang sangat penting.47 Menurut Fromm, berkembangnya karakter sesuai dengan kebutuhan yang mengganti posisi insting kebinatangan yang hilang saat manusia berkembang tahap demi tahap. Dengan karakter maka akan membuat seseorang mampu berfungsi di
46
Dwi Astuti Martianto, “Pendidikan Karakter”: Paradigma Baru dalam Pembentukan Manusia Berkualitas, 2002, http://ikk. fema. ipb. ac. id/v2/images/dosen/dwi. h. pdf. 47 Battistich. Victor, Character Education. Prevention. and Positif Youth Development. Illinois: University of Missouri. St Louis. www. character. org/reports. diunduh tanggal 22 Juni 2013
33
dunia ini tanpa harus memikirkan apa yang harus dikerjakan. Karakter manusia berkembang dan dibentukoleh pengaruh social (social arrangements).48 Menurut Alwisol bahwa masyarakat membentuk karakter melalui pendidik dan orang tua agar anak bersedia bertingkahlaku seperti yang dikehendaki masyarakat. Karakter yang dibentuk secara social mencakup accepting, preserving, taking, exchanging, dan biophilous. Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), acting, menuju kebiasaan (habit). Hal ini berarti, karakter tidak hanya sebatas pada pengetahuan. Menurut W.Kilpatrick, seseorang yang memiliki pengetahuan tentang kebaikan belum tentu mampu bertindak/berbuat sesuai dengan pengetahuannya itu, kalau ia tidak terlatih untuk melakukan kebaikan tersebut. Karakter tidak sebatas pengetahuan namun lebih dalam lag, menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian, diperlukan tiga (3) komponen tentang karakter yang baik yakni a) pengetahuan tentang moral, b) perasaan tentang moral dan c) perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar peserta didik mampu memmahami, merasakan dan mengerjakan sekaligus tentang nilai-nilai kebaikan tersebut.49 Yang dimaksud dengan pengetahuan moral adalah kesadaran moral, pengetahuan tentang nilai-nilai moral, penentuan sudut pandang, logika moral, keberanian menentukan sikap dan pengenalan diri. Unsur-unsur ini mengisi ranah kognisi peserta didik. Sedangkan perasaan tentang moral merupakan penguatan aspek emosi peserta didik untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh peserta didik, yaitu kesadaran akan jati diri, percaya diri, kepekaan terhadap derita orang lain, cinta kebenaran, pengendalian diri dan kerendahan hati. Dan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang 48 49
Alwisol, Psikologi Kepribadian,Malang: UMM, 2006: 152 Ibid, 154-155
34
mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik maka harus dilihat dari 3 aspek yakni 1) kompetensi; 2) keinginan; dan 3) kebiasaan. Kebiasaan berbuat baik tidak senantiasa menjamin bahwa manusia yang telah terbiasa tersebut secara sadar menghargai pentingnya nilai karakter. Karena mungkin saja perbuatan tersebut dilandasi rasa ketakutan untuk berbuat salah, bukan karena tingginya penghargaan akan nilai-nilai itu. Misal saja ketika seseorang berbuat jujur hal itu dilakukannya karena ia takut dinilai oleh orang lain, bukan karena keinginannya yang tulus untuk menghargainilai kejujuran itu sendiri. Oleh sebab itu, dalam pendidikan karakter diperlukan juga aspek perasaan atau emosi. Dengan memakai istilah dari Lickona (1992) komponen ini dalam pendidikan karakter disebut “desiring the good” atau keinginan untuk berbuat kebaikan. Menurut Lickona pendidikan karakter yang baik dengan demikian harus melibatkan bukan saja aspek pengetahuan moral tetapi juga keinginan berbuat baik dan melakukan hal-hal yang baik. Tanpa itu semua manusia akan sama seperti robot yang terindoktrinasi oleh suatu paham. Dengan demikian jelas bahwa karakter dikembangkan melalui tiga langkah yakni mengembangkan pengetahuan tentang moral, penguasaan aspek emosi peserta didik dan terakhir melakukan aksi moral. Menurut Lickona, Schaps dan Lewis (2003), bahwa pendidikan karakter harus didasarkan pada sebelas prinsip berikut:50 a) Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter, b) Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan dan perilaku, c) Menggunakan pendekatan tajam, proaktif dan efektif untuk membangun karakter, d) Menciptakan komunitas sekolahyang memiliki kepedulian 50
Schaps. E. Lickona. T. & Lewis. C., CEP’s Eleven Principles of Effective character Education. Washington. DC: Character Education Partnership, 2003
35
e) Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan perilaku yang baik, f) Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua pserta didik, membangun karakter mereka dan membantu mmereka untuk meraih sukses, g) Mengusahakan tumbuhanya motovasi diri pada peserta didik, h) Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggungjawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama, i) Adanya pembagian kepemimpinan moraldan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter, j) Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter, k) Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan menifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta didik. 4. Strategi Pengembangan Karakter Menurut Heritage Foundation yang bertujuan membentuk manusia secara utuh (holistik) yang berkarakter yakni, mengembangkan aspek fisik, emosi, social, kreativitas, spiritual dan intelektual peserta didik secara optimal. Selain itu, juga untuk membentuk manusia yang lifelong learners (pembelajar sejati). Strategi yang digunakan untuk mengembangkan pendidikan karakter adalah sebagai berikut: a. Menerapkan metode belajar yang melibatkan partisipasi aktif peserta didik, yakni metode yang dapat meningkatkan motivasi peserta didik karena seluruh dimensi manusia terlibat secara aktif dengan diberikan materi pelajaran yang kongkrit, bermakna, serta relevan dalam konteks kehidupannya,
36
b. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif sehingga peserta didik dapat belajar dengan efefktif di dalam suasana yang memberikan rasa aman, penghargaan, tanpa ancaman, dan memberikan semangat, c. Memberikan
pendidikan
karakter
secara
eksplisit,
sistematis,
dan
berkesinambungan dengan melibatkan knowing the good, loving the good dan acting the good. d. Metode pengajaran yang memperhatikan keunikan masing-masing anak, yakni menerapkan kurikulum yang melibatkan sembilan (9) aspek kecerdasan manusia e. Seluruh pendekatan di atas menerapkan prinsip-prinsip Development Appropriate Practices f. Membangun hubungan yang supportive dan penuh perhatian di kelas dan seluruh sekolah. Yang pertama dan terpenting adalah bahwa lingkungan sekolah harus berkarakteristik aman serta salang percaya, hormat dan perhatian pada kesejahteraan lainnya g. Model (contoh) perilaku positif. Bagian terpenting dan penetapan lingkungan yang supportive dan penuh perhatian di kelas adalah teladan perilaku penuh perhatian dan penuh penghargaan dari guru dalam interaksinya dengan peserta didik h. Menciptakan peluang bagi peserta didik untuk menjadi aktif dan penuh makna termasuk adalam kehidupan di kelas dan di sekolah. Sekolah harus menjadi llingkungan yang lebih demokratis sekaligus tempat bagi peserta didik untuk membuat keputusan dan tindakannya, serta merefleksi atas dasar tindakannya, i. Mengajarkan keterampilan sosial dan emosional secara esensial. Bagian terpenting dari peningkatan dan perkembangan positif peserta didik termasuk pembelajaran langsung keterampilan sosial-emosional, seperti mendengarkan
37
ketika oranglain bicara, mengenali dan memenej emosi, menghargai perbedaan, dan menyelesaikan konflik melalui cara lemah,embut yangmenghargai kebutuhan (kepentingan masing-masing), j. Pelibatan peserta didik dalam wacana moral. Isu ini terpenting dalam pendidikan peserta didik untuk menjadi prososial, moral manusia, k. Membuat tugas pembelajaran yang penuh makna dan relevan untuk peserta didik, l. Tak ada anak yang terabaikan. Tolok ukur sesungguhnya dari kesuksesan sekolah termasuk pendidikan “semua” peserta didik untuk mewujudkan segenap potensinya dengan membantu mereka mengembangkan bakat khusus dan kemampuan mereka, dan dengan membangkitkan pertumbuhan intelektual, etika, dan emosi mereka.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah melalui pendekatan kualitatif. Artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka melainkan data tersebut dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan, memo dan dokumentasi resmi lainnya. Tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realita empiric di balik fenomena secara mendalam, rinci dan tuntas. Oleh karena itu penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini adalah dengan mencocokkan antara realitas empiric dengan teori yang berlaku dengan menggunakan metode diskriptif.1 Menurut Keirl dan Miller, yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan social yang secara fundamental bergantung pada pengamatan, manusia, kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya.2 Metode kualitatif merupakan metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara gabungan, analisis data bersifat induktif dan hasil penelitian lebih menekankan makna daripada generalisasi. Sebagaimana
diungkapkan
oleh
Moleong,
pertimbangan
penulis
menggunakan metode kualitatif ini adalah (a) menyesuaikan metode kualitatif lebih 1 2
Lexy J. Moleong, Metoe Penlitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004: 131 Ibid
37
38
mudah apabila dengan kenyataan ganda, (b) metode ini secara tidak langsung menghadirkan hubungan antara peneliti dan responden, (c) metode ini lebih peka dan menyesuaikan diri dengan manajemen pengaruh bersama terhadap pola nilai yang dihadapi.3 Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yakni pencarian fakta dengann interpretasi yang tepat. Penelitian diskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat seta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk hubungan-hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandanganpandangan serta proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.4 B. Kehadiran Peneliti Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan sebagai instrument aktif dalam upaya mengumpulkan data-data di lapangan. Sedangkan instrument data yang lain adalah berbagai bentuk alat-alat bantu dan berupa dokumendokumen lain yang dapat digunakan untuk menunjang keabsahan hasil penelitian, namun berfungsi sebagai instrument pendukung. Oleh karena itu kehadiran peneliti secara langsung di lapangan sebagai tolok ukur keberhasilan untuk memahami kasus yang diteliti, sehingga keterlibatan peneliti secara langsung dan aktif dengan informan dan/atau sumber data lainnya mutlak diperlukan.
3 4
Ibid, 138 Moh. Nazir,Metode Penelitian. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia, 2003, 16
39
C. Setting Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian
dilaksanakan
di
MAN
Suruh
dengan
alasan
bahwa
mulaiadanyaindikasiadanya masalah dengan pembentukankaraktersiswa. 2. Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2012 – 2013. Proses pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 3.1. Alokasi Waktu Penelitian No.
Uraian Kegiatan
1 2
Menyusun proposal Menyusun instrumen penelitian Pengumpulan data Analisis data Pembahasan/ Diskusi Menyusun laporan hasil penelitian
3 4 5 6
Februari
Waktu Pelaksanaan Maret April
Mei
3. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah siswa kelas MAN Suruh pada tahun pelaaran 2012-2013. Siswa di kelas ini berjumlah 350 orang yang terdiri dari 15 kelas. 4. Populasi dan Sampling Dalam penelitian iniyang menjadi populasi adalah siswa MAN Suruh Kab. Semarang tahun 2012/2013 yang berjumlah keseluruhan 350 siswa yang terbagi dalam 15 kelas. Sedangkan sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 40 siswa dari kelas XII. Dalam pengambilan sampel, peneliti menggunakan purposive sampling dimana peneliti menetapkan terlebih dahulu sampel yang akan dipakai untuk penelitian hal ini bertujuan agar penelitian lebih efektif sesuai dengan tujuan
40
penelitian mengingat adanya keterbatasan waktu, dana serta tenaga dari peneliti sendiri. D. Data dan Sumber Data Berdasarkan sumber diperolehnya, data untuk penelitian ini ada dua macam, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan atau tempat penelitian (Nasution, 1964: 34). Sedangkan menurut Lofland, sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan. Data utama ini diperoleh melalui observasi maupun wawancara. Kata-kata dan tindakan ini digunakan untuk memperoleh secara langsung hasil evaluasi belajar siswa dalam mata pelajaran Akidah Akhlak, Fiqh dan al-Qur’an Hadits. Selain itu juga untuk melihat sikap dan perilaku siswa. Sedangkan data sekunder merupakan data yang dapat diperoleh dari bahan bacaan dan berbagai macam sumber lainnya yang terdiri dokumen-dokumen resmi yang berkaitan dengan obyek penelitian ini. Data sekunder ini diperlukan untuk memperkuat penemuan dan melengkapi informasi yang telah terkumpul sebelumnya. Untuk memperoleh informasi yang akurat maka peneliti mengambilnya langsung melalui informan.5 Teknik dalam pemilihan informan peneliti menggunakan purposive sampling, dimana peneliti memilih informan dengan memberikan kriteriakriteria tertentu dan dianggap tahu serta dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang akurat serta mengetahui masalah secara mendalam. Kriteria yang peneliti maksudkan adalah;
5
Informan dalam istilah penelitian kualitatif adalah orang-orang yang dapat memberikan informasi atau keterangan yang berkaitan dengan kebutuhan penelitian.
41
a. Sudah lama dan intensif menyatu dengan obyek penelitian b. Masih aktif terlibat dalam lingkungan obyek penelitian c. Masih banyak waktu untuk dimaintai informasi d. Informan tidak mengemas informasi, tetapi memberikan informasi yang sebenarnya E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan secara sirkuler dengan menggunakan tiga pendekatan, yaitu; 1. Wawancara Interview ini peneliti gunakan untuk mendapatkan pendalaman informasi dari data yang diperoleh dari aktivitas atau fenomena yang terjadi. Teknik wawancara yang penulis gunakan adalah wawancara tidak terstruktur, dimana peneliti akan melakukan wawancara garis-garis besar yang akan ditanyakan (Arikunto, 1998: 232). Dalam penelitian ini, maka yang menjadi fokus wawancara adalah siswa dan guru tiga bidang study yang menjadi obyek penelitian, yakni Aqidah Akhlaq, Fiqh dan al-Qur’an Hadits. Guru bidang study peneeliti libatkan dalam rangka mencari data mengenai materi-materi yang telah disampaikan serta untuk melihat respons siswa terhadap setiap materi yang disampaikan. Interview yang diterapkan dalam penelitian ini adalah semi-structured interview, yaitu peneliti sudah menyiapkan daftar pertanyaan yang akan ditanyakan kepada para siswa, tetapi dalam pelaksanaannya pertanyaan dapat berubah, bertambah, atau berkurang, tergantung pada situasi pada saat interview berlangsung.6
6
124
Steiner Kvale, Introducting to Qualitative Research Interviewing, California: Sage Pbulication,1996,
42
Metode intervieu ini penulis gunakan untuk mengungkap respon siswa terhadap mata pelajaran Aqidah akhlak, Fiqh dan Al-Qur’an Hadits serta untuk mengungkap dampak dari perolehan nilai mata pelajaran Aqidah akhlak, Fiqh dan Al-Qur’an Hadits terhadap karakter siswa yang bersangkutan. 2. Observasi Disamping wawancara, penelitian ini juga melakukan metode observasi. Menurut Nawawi & Martini observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistimatik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala dalam objek penelitian.7 Dalam penelitian ini observasi dibutuhkan untuk dapat memehami proses terjadinya wawancara dan hasil wawancara dapat dipahami dalam konteksnya. Observasi yang akan dilakukan adalah observasi terhadap subjek, perilaku subjek selama wawancara, interaksi subjek dengan peneliti dan hal-hal yang dianggap relevan sehingga dapat memberikan data tambahan terhadap hasil wawancara. Menurut Patton tujuan observasi adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian di lihat dari perpektif mereka yang terlihat dalam kejadian yang diamati tersebut. Lebih lanjut Patton menyatakan bahwa salah satu hal yang penting, namun sering dilupakan dalam observasi adalah mengamati hal yang tidak terjadi. Dengan demikian Patton menyatakan bahwa hasil observasi menjadi data penting karena :8
7 8
Nawawi & Martini 1991 Poerwandari 1998
43
a. Peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks dalam hal yang diteliti akan atau terjadi. b. Observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka, berorientasi pada penemuan dari pada pembuktiaan dan mempertahankan pilihan untuk mendekati masalah secara induktif. c. Observasi memungkinkan peneliti melihat hal-hal yang oleh subjek penelitian sendiri kurang disadari. d. Observasi memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal yang karena berbagai sebab tidak diungkapkan oleh subjek penelitian secara terbuka dalam wawancara. e. Observasi memungkinkan peneliti merefleksikan dan bersikap introspektif terhadap penelitian yang dilakukan. Impresi dan perasan pengamatan akan menjadi bagian dari data yang pada giliranya dapat dimanfaatkan untuk memahami fenomena yang diteliti. 3. Dokumentasi Teknik dokumentasi merupakan cara pengumpulan data melalui arsip-arsip termasuk juga buku-buku tentang teori yang berhubungan dengan penelitian. Dokumentasi yang dikaji dalam penelitin ini adalah suatu tulisan atau catatan yang berupa laporan, arsip atau materia lain. Dokumentasi yanag tergolong informasi dalam penelitian tesis ini meliputi; vivi-misi dan tujuan sekolah, kurikulum pembelajaran, hasil evaluasi belajar para siswa, hasil evaluasi sistem pembelajaran di MAN Suruh, peraturan pemerintah dan undang-undang serta dokumen lain yang dibutuhkan.
44
F. Keabsahan dan Realibilitas Data Studi kasus ini menggunakan penelitian pendekatan kualitataif. Yin (2003) mengajukan emmpat criteria keabsahan dan keajegan yang diperlukan dalam suatu penelitian pendekatan kualitatif. Empat hal tersebut adalah Sebagai berikut : 1. Keabsahan Konstruk (Construct validity) Keabsahan bentuk batasan berkaitan dengan suatu kepastiaan bahwa yang berukur benar- benar merupakan variabel yang ingin di ukur. Keabsahan ini juga dapat dicapai dengan proses pengumpulan data yang tepat. Salah satu caranya adalah dengan proses triangulasi, yaitu tehnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Menurut Patton (dalam Sulistiany 1999) ada 4 macam triangulasi Sebagai teknik pemeriksaan untuk mencapai keabsahan, yaitu : a. Triangulasi data Mengguanakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil wawancara, hasil observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu subjek yang dianggap memeiliki sudut pandang yang berbeda. b. Triangulasi Pengamat Adanya pengamat di luar peneliti yang turut memeriksa hasil pengumpulan data. Dalam penelitian ini, dosen pembimbing studi kasus bertindak Sebagai pengamat (expert judgement) yang memberikan masukan terhadap hasil pengumpulan data. c. Triangulasi Teori Penggunaan berbagai teori yang berlaianan untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan sudah memasuki syarat. Pada penelitian ini, berbagai
45
teori telah dijelaskan pada bab II untuk dipergunakan dan menguji terkumpulnya data tersebut. d. Triangulasi metode Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti metode wawancara dan metode observasi. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan metode wawancara yang ditunjang dengan metode observasi pada saat wawancra dilakukan. 2. Keabsahan Internal (Internal validity) Keabsahan internal merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh kesimpulan hasil penelitian menggambarkan keadaan yang sesungguhnya. Keabsahan ini dapat dicapai melalui proses analisis dan interpretasi yang tepat. Aktivitas dalam melakukan penelitian kualitatif akan selalu berubah dan tentunya akan mempengaruhi hasil dari penelitian tersebut. Walaupun telah dilakukan uji keabsahan internal, tetap ada kemungkinan munculnya kesimpulan lain yang berbeda. 3. Keabsahan Eksternal (Eksternal validity) Keabsahan ekternal mengacu pada seberapa jauh hasil penelitian dapat digeneralisasikan pada kasus lain. Walaupun dalam penelitian kualitatif memeiliki sifat tidak ada kesimpulan yang pasti, penelitiaan kualitatif tetapi dapat dikatakan memiliki keabsahan ekternal terhadap kasus-kasus lain selama kasus tersebut memiliki konteks yang sama.
46
4. Keajegan (Reabilitas) Keajegan merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh penelitian berikutnya akan mencapai hasil yang sama apabila mengulang penelitian yang sama, sekali lagi. Dalam penelitian ini, keajegan mengacu pada kemungkinan peneliti selanjutnya memeperoleh hasil yang sama apabila penelitian dilakukan sekali lagi dengan subjek yang sama. Hal ini menujukan bahwa konsep keajegan penelitian kualitatif selain menekankan pada desain penelitian, juga pada cara pengumpulan data dan pengolahan data. G. Analisa Data Teknik analisa data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi sehingga bisa dipahami. Sugiono menjelaskan bahwa; Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistemati data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.9 Penelitian kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan komplek dengan segala aspek reguleritas atau pola tertentu, namun penuh dengan keragaman. 10 Analisis data merupakan proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.
9
11
Sedamgkan
metode
kualitatif
merupakan
prosedur
penelitian
Sugiono, Statistika untuk Penelitian, Alfabeta, 2009, 244 Burhan Bungi, Analisa Data Penelitian Kualitatif,Jakarta: Rajawali Press, 2003, 53 11 Moleong, Op.Cit., 103
10
yang
47
menghasilkan data diskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Analisis data merupakan proses mencari dan mengatur secara sistematis transkrip wawancara, catatan lapangan, dan informasi lain yang telah dihimpun oleh peneliti. Kegiatan analisis dilakukan dengan menelaah data, menata membagi dan menjadi satuan-satuan yang dapat dikelola, mensintesis, mencari pola, menemukan apa yang bermakana, dan dilaporkan secara sistematis. Data itu sendiri terdiri dari deskripsi-deskripsi mengenai situasi, peristiwa, orang, interaksi, dan perilaku. Dengan kata lain, data tersebut merupakan deskripsi dari pertanyaan-pertanyaan seseorang tentang perspektif, pengalaman atau sesuatu hal, sikap, keyakinan, dan pikirannya serta petikan-petikan isi dokumen yang berkaitan dengan suatu program.Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif dengan menggunakan model yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman;12 1. Tahap Reduksi Data Sejumlah langkah analisis selama pengumpulan data menurut Miles dan Huberman adalah : Pertama, meringkaskan data kontak langsung dengan orang, kejadian dan situasi di lokasi penelitian. Pada langkah pertama ini termasuk pula memilih dan meringkas dokumen yang relevan. Kedua, pengkodean. Pengkodean hendaknya memperhatikan setidaktidaknya empat hal (1) digunakan simbul atau ringkasan, (2) kode dibangun dalam
12
Miles dan Huberman,Qualitative Data Analysis, London: Routledge, 1984, 133
48
suatu struktur tertentu, (3) kode dibangun dengan tingkat rinci tertentu dan (4) keseluruhannya dibangun dalam suatu sistem yang integratif. Ketiga, dalam analisis selama pengumpulan data adalah pembuatan catatan obyektif.Peneliti perlu mencatat sekaligus mengklasifikasikan dan mengedit jawaban atau situasi sebagaimana adanya, faktual atau obyektif-deskriptif. Keempat, membuat catatan reflektif. Menuliskan apa yang terangan dan terfikir oleh peneliti dalam sangkut paut dengan catatan obyektif tersebut diatas. Harus dipisahkan antara catatan obyektif dan catatan reflektif Kelima, membuat catatan marginal. Miles dan Huberman memisahkan komentar peneliti mengenai subtansi dan metodologinya. Komentar subtansial merupakan catatan marginal. Keenam, penyimpanan data. Untuk menyimpan data setidak-tidaknya ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu (1) pemberian label, (2) mempunyai format yang uniform dan normalisasi tertentu, serta (3) menggunakan angka indeks dengan sistem terorganisasi baik. Ketujuh, analisis data selama pengumpulan data merupakan pembuatan memo. Memo yang dimaksud Miles dan Huberman adalah teoritisasi ide atau konseptualisasi ide, dimulai dengan pengembangan pendapat atau porposisi. Kedelapan, analisis antarlokasi. Ada kemungkinan bahwa studi dilakukan pada lebih dari satu lokasi atau dilakukan oleh lebih satu staf peneliti. Pertemuan antar peneliti untuk menuliskan kembali catatan deskriptif, catatan reflektif, catatn marginal dan memo masing-masing lokasi atau masing-masing peneliti menjadi yang konform satu dengan lainnya, perlu dilakukan.
49
Kesembilan, pembuatan ringkasan sementara antar lokasi. Isinya lebih bersifat matriks tentang ada tidaknya data yang dicari pada setiap lokasi. Mencermati penjelasan di atas, seorang peneliti dituntut memiliki kemampuan berfikir sensitif dengan kecerdasan, keluasan serta kedalaman wawasan yang tertinggi. Berdasarkan kemampuan tersebut peneliti dapat melakukan aktivitas reduksi data secara mandiri untuk mendapatkan data yang mampu menjawab pertanyaan penelitian. Bagi peneliti pemula, proses reduksi data dapat dilakukan dengan mendiskusikan pada teman atau orang lain yang dipandang ahli. Melalui diskusi tersebut diharapkan wawasan peneliti akan berkembang, data hasil reduksi lebih bermakna dalam menjawab pertanyaan penelitian. 2. Tahap Penyajian Data/ Analisis Data Setelah Pengumpulan Data Pada tahap ini peneliti banyak terlibat dalam kegiatan penyajian atau penampilan (display) dari data yang dikumpulkan dan dianalisis sebelumnya, mengingat bahwa peneliti kualitatif banyak menyusun teks naratif. Display adalah format yang menyajikan informasi secara tematik kepada pembaca. Penelitian kualitatif biasanya difokuskan pada kata-kata, tindakan- tindakan orang yang terjadi pada konteks tertentu. Konteks tersebut dapat dilihat sebagai aspek relevan segera dari situasi yang bersangkutan, maupun sebagai aspek relevan dari sistem sosial dimana seseorang berfungsi (ruang kelas, sekolah, departemen, keluarga, agen, masyarakat lokal).13 Penyajian data diarahkan agar data hasil reduksi terorganisirkan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga makin mudah dipahami dan merencanakan kerja penelitian selanjutnya. Pada langkah ini peneliti berusaha menyusun data yang yang 13
Ibid, 133
50
relevan sehingga menjadi informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki makna tertentu. Prosesnya dapat dilakukan dengan cara menampilkan data, membuat hubungan antar fenomena untuk memaknai apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang perlu ditindaklanjuti untuk mencapi tujuan penelitian. Penyajian data yang baik merupakan satu langkah penting menuju tercapainya analisis kualitatif yang valid dan handal. Miles and Hubermen menyatakan : ”the most frequent form of display data for qualitative research data in the post has been narrative text”. 14 Miles dan Huberman membantu para peneliti kualitatif dengan model-model penyajian data yang analog dengan model-model penyajian data kuantitatif statis, dengan menggunakan tabel, grafiks, amatriks dan semacamyan; bukan diisi dengan angkaangka melainkan dengan kata atau phase verbal. Selanjutnya dalam melakukan display data, selain dengan teks yang naratif juga dapat berupa : bagan, hubungan antar kategori, diagram alur (flow chart), pictogram, dan sejenisnya. Kesimpulan yang dikemukakan ini masih bersifat sementara dan akan berubah bila ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung tahap pengumpulan data berikutnya. 3. Tahap Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi Langkah selanjutnya adalah tahap penarikan kesimpulan berdasarkan temuan dan melakukan verifikasi data. Seperti yang dijelaskan di atas bahwa kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila ditemukan bukti-bukti buat yang mendukung tahap pengumpulan data berikutnya. Proses untuk mendapatkan bukti-bukti inilah yang disebut sebagai verifikasi data. 14
Ibid, 135
51
Apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang kuat dalam arti konsisten dengan kondisi yang ditemukan saat peneliti kembali ke lapangan maka kesimpulan yang diperoleh merupakan kesimpulan yang kredibel. Langkah verifikasi yang dilakukan peneliti masih tetap terbuka untuk menerima masukan data, walaupun data tersebut adalah data yang tergolong tidak bermakna. Namun demikian peneliti pada tahap ini telah memutuskan antara data yang mempunyai makna dengan data yang tidak diperlukan atau tidak bermakna. Data yang dapat diproses dalam analisis lebih lanjut seperti absah, berbobot, dan kuat sedang data lain yang tidak menunjang, lemah, dan menyimpang jauh dari kebiasaan harus dipisahkan. Kualitas suatu data dapat dinilai melalui beberapa metode, yaitu : a. Mengecek representativeness atau keterwakilan data b. Mengecek data dari pengaruh peneliti c. Mengecek melalui triangulasi d. Melakukan pembobotan bukti dari sumber data-data yang dapat dipercaya e. Membuat perbandingan atau mengkontraskan data f. Menggunakan kasus ekstrim yang direalisasi dengan memaknai data negatif Dengan mengkonfirmasi makna setiap data yang diperoleh dengan menggunakan satu cara atau lebih, diharapkan peneliti memperoleh informasi yang dapat digunakan untuk mendukung tercapainya tujuan penelitian. Penarikan kesimpulan penelitian kualitatif diharapkan merupakan temuan baru yang belum pernah ada. Temuan tersebut dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya remang-remang atau gelap menjadi jelas setelah diteliti. Temuan tersebut berupa hubungan kausal atau interaktif, bisa juga berupa hipotesis atau teori.
52 Secara singkat, metode analisa Mile dan Huberman ini dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut;
Koreksi data
Penyajian Data
Reduksi Data Kesimpulan/Verifik aaasi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Profil MAN Suruh Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Suruh berada di wilayah Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah. Sebagai wilayah yang berada di daerah pedesaan dengan mayoritas penduduk adalah buruh tani. Kondisi tersebut menyebabkan masyarakat cenderung untuk merantau ke kota-kota besar. Meskipun demikian, dengan upaya yang gigih bekerjasama dengan beberapa instansi dan perguruan tinggi, dalam beberapa tahun terakhir MAN Suruh kab. Semarangtelah mengahasilkan beberapa hal yang sangat berharga. Selain itu, pemerintah daerah bekerjasama dengan beberapa pengusaha asli daerah baik yang berada di kota-kota besar maupun yang berada di wilayah Kabupaten Semarang melakukan berbagai gebrakan membangun daerah. Hal ini nampak dengan munculnya berbagai pabrik, tempat wisata alam, sentrasentra industri dan kerajinan serta beberapa hal lain yang memberdayakan masyarakat. Dampaknya dari perubahan tersebut adalah, masyarakat selain memperoleh hasil yang cukup dalam peningkatan taraf hidup, munculnya rasa kemandirian masyarakat sehingga hal tersebut memberikan inspirasi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Suruh untuk dapat memberikan sesuatu yang terbaik bagi masyarakat, khususnya para siswa dengan lebih menekankan pada
54
55
program-program yang bersifat kemandirian atau kearah keterampilan siswa, terutama pada siswa yang tidak melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Bangunan Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Suruh pada umumnya dalam kondisi baik. Jumlah ruang untuk menunjang kegiatan belajar sebagai berikut : Tabel. 4.1. Keadaan Gedung Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Suruh Luas Bangunan Ruang Kepala Madrasah Ruang TU Ruang Guru Ruang Kelas Ruang Lab. IPA Ruang Lab. Komputer Ruang Perpustakaan Ruang Multimedia Musholla Ruang Osis Ruang Keterampilan Ruang Perpustakaan Ruang BP / BK
: 4869 m2 : 1 Baik : 1 Baik : 1 Baik : 17 Baik : 1 Baik : 1 Baik : 1 Baik : 1 Baik : 1 Baik : 1 Baik : 1 Baik : 1 Baik : 1 Baik
MAN Suruh Kab. Semarang sebelumnya adalah Mu’alimin NU/PGA NU Darul Ulum Reksosari Suruh yang berdiri tahun 1962. Penegerian Mu’alimin Darul Ulum menjadi MAN Suruh sebenarnya merupakan proses relokasi MAN Temanggung berdasarkan SK Menag RI No 27 tahun 1980 tentang Relokasi Madrasah Negeri dan Pendidikan Guru Agama Negeri. Personil madrasah sebanyak 50 orang, terdiri 34 guru, 13 pegawai, 1 petugas kebersihan dan 1 satpam.
56
Tabel 4.2. Daftar Personal MAN Suruh Kab. Semarang NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
NAMA Drs. Muchlas Drs.Hasyim Drs. Budi Sulistiono H. Sudardi, S.Pd. Drs. Sri Ekanta Dra. H.Elmufida Dra. Sumaryani Dra.Istiqomah Dra. Siti Rahayu Dra. Tutik Hijaiyah Dra.Wakhidah Subiyanto, S.Pd. Yuli Afifah,S.Pd. Hadi Zumroni, S.Pd.I. Helina P ,S.Pd. Mukhlasin, S.Ag. Rosidah, S.Pd. Taufikurrahman , S.Ag. Prapti K. Dewi, S.Pd. G. Erna Helmi, S.Pd. Eka Nurmaya, S.Pd. Ani Ma’rifah, S.Pd. Siti Aminah, S.Pd.I. Siti Sondari , S.Pd. Tri Wuryani, S.Pd Siti Khasanah, S.Ag Nia Triyanawati,S.Pd. Diah Rukmini, S.Pd. Budiyanto, S.Pd. Hidayatul F, S.Si. Nor Munfarida,S.Pd.I Sri Kartiningsih Sutarti, S.Pd Dina Rusdiana Tanwir , S.H Hj. Siti Ruqoyah Muhammad Masruri Widiyanti
JABATAN Kepala MAN Suruh Waka Kesiswaan Waka Humas Waka Sarpra Waka Kurikulum Wali Kelas XI IPS2 Kep.Lab. Biologi Wali Kelas XI IPA 1 Staf Kurikulum Wali Kelas XI Ag.1 Kep.Perpustakaan Koordinator BP Wali Kelas XII IPS 2 Petugas UKS Kep.Lab.Kimia Wali Kelas XI AG,2 Wali Kelas X-1/BP Pemb,Osis Wali Kelas X-6 Kep.Lab.Komputer Wali Kelas XII IPA-1 Wali Kelas X-5 Pembina PMR Wali Kelas XI IPA-2 Wali Kelas X-4 Wali Kelas XI IPS-1 Kep.Lab.Koperasi Wali Kelas XII IPS-1 Wali Kelas X-2 Wali Kelas XII Ag. Pemb.Pramuka Wali Kelas X-3 Ka. Ur. Tata Usaha Inventaris Kepegawaian Bendahara BP3
NIP 196202281993031003 195310141983031002 196601021993031002 196212071993031002 196407011988031001 196610261991032001 196812151994032002 196207121991032003 196507101994032001 196608271996032001 195707131984032001 196111211992031004 10660724199112202 197410022003121001 197506112005012003 197401282005011003 196803072005012002 197509272006041012 198010262005012003 197506212005012001 198004012005012002 196510042005012002 198101162005012004 198102262007102007 197204272006042003 197604302006042004 197109142006042001 197512262007022001 197704122007101005 198102262007102007 197911232009012004 198202032011012015 . . 150198689 150228262 150237524 150145662
57
39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
Ismatul Yatimah Djikronah Sulastri Adib Sulkhan M. Walid Fajar Windarti Ba’diatul Mustamiroh Khusnul Ktotimah Tahrir Akhlaqul Karim Jaka Sutrisno Ngatirin
Bendahara UYHD Petugas Koperasi Arsiparis Petugas Perpustakaan Petugas Perpustakaan Petugas Perpustakaan Petugas Perpustakaan Tekry Petugas Kebersihan Pegawai Satpam Tukang Kebun
150288997 -
Peserta didik pada tahun pelajaran 2012/2013 seluruhnya berjumlah 350 orang. Persebaran jumlah peserta didik antar kelas merata. Peserta didik di kelas X sebanyak 4 rombongan belajar. Peserta didik pada program IPA di kelas XI sebanyak 1 rombongan belajar dan di kelas XII sebanyak 2 rombongan belajar. Sedangkan pada program IPS di Kelas XI dan Kelas XII masing-masing ada 3 rsombongan belajar. 1. Komponen Pelajaran Agama di MAN Suruh Kab. Semarang a. Al Qur’an Hadits
StandarKompetensiLulusan Standar kompetisi lulusan mata pelajaran al-Qur’an Hadits di MAN Suruh kab. Semarang adalah siswa memahami isi pokok ajaran Al-Qur’an, fungsinya dan bukti-bukti kemurniannya, istilahistilah Hadits, fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an, pembagian Hadits ditinjau dari segi kuantitas dan kualitasnya, serta memahami dan mengamalkan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits tentang manusia dan
58
tanggungjawabnya di muka bumi, demokrasi serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tabel 4.3. Standar Kompetensi & Kompetensi Dasar al-Qur’an Hadits Kelas XII MAN Suruh Kab Semarang Kls/smt XII/I
Standar Kompetensi 1. Memahami ayat-
Kompetensi Dasar 1.1 Mengartikan QS. An-Nahl: 125; QS.
ayat al Qur’an dan
Asy-Syu’ara: 214-216, Al-Hijr: 94-
al Hadits tentang
96, dan Hadits tentang kewajiban
kewajiban
berda’wah.
berda’wah.
1.2 Menjelaskan kandungan QS. AnNahl: 125; QS. Asy-Syu’ara: 214216, Al-Hijr: 94-96, dan Hadits tentang kewajiban berdakwah. 1.3 Menunjukkan perilaku orang yang mengamalkan QS. An-Nahl 125 ; QS. Asy-Syu’ara: 214-216, Al-Hijr: 9496, dan Hadits tentang kewajiban berdakwah. 1.4 Menerapkan strategi berdakwah seperti yang terkandung dalam QS. An-Nahl: 125; QS. Asy-Syu’ara: 214216, Al-Hijr: 94-96; dan Hadits tentang berda’wah dalam kehidupan sehari-hari.
2. Memahami ayat-
2.1 Mengartikan QS At-Tahrim: 6, QS.
ayat al Qur’an dan
Thaha: 132;QS. Al-An’am:
al Hadits tentang
70;QS.An-Nisa’ :36 dan QS.Hud:117-
tanggung jawab
119 dan Hadits tentang tanggung
59
Kls/smt
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
manusia terhadap
jawab manusia terhadap keluarga dan
keluarga dan
masyarakat.
masyarakat
2.2 Menjelaskan kandungan QS AtTahrim: 6,QS. Thaha: 132; QS. AlAn’am: 70;QS.An-Nisa’ :36 dan QS.Hud:117-119 dan Hadits tentang tanggung jawab manusia terhadap keluarga dan masyarakat. 2.3 Mengidentifikasi perilaku orang yang mengamalkan QS At-Tahrim: 6,QS. Thaha 132; S. Al-An’am: 70;QS.AnNisa’ :36 dan QS.Hud:117-119 dan Hadits tentang tanggung jawab manusia terhadap keluarga dan masyarakat. 2.4 Menerapkan tanggung jawab manusia terhadap keluarga dan masyarakat seperti yang terkandung dalam QS AtTahrim: 6,QS. Thaha: 132; QS. AlAn’am: 70;QS.An-Nisa’ :36 dan QS.Hud:117-119 dan Hadits tentang tanggung jawab manusia dalam kehidupan sehari-hari.
3. Memahami ayat –
3.1 Mengartikan QS.al-Maidah: 8-10;
ayat Al-Qur’an
QS.An-Nahl:90-92; QS. An-Nisa’:
dan al Hadits
105 dan Hadits tentang berlaku adil
tentang berlaku
dan jujur.
adil dan jujur
3.2 Menjelaskan kandungan QS.al-
60
Kls/smt
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar Maidah: 8-10; QS.An-Nahl:90-92; QS. An-Nisa’: 105 dan Hadits tentang berlaku adil dan jujur. 3.3 Menunjukkan perilaku orang yang mengamalkan QS.al-Maidah: 8-10; QS.An-Nahl:90-92;QS. An-Nisa’: 105 dan Hadits tentang berlaku adil dan jujur 3.4 Menerapkan perilaku adil dan jujur dalam perkataan dan perbuatan seperti terkndung dalam QS.al-Maidah: 8-10; QS.An-Nahl:90-92;QS. An-Nisa’: 105 dan Hadits tentang berlaku adil dan jujur
XII/II 4. Memahami ayat-
4.1 Mengartikan QS. Al-Kafirun: 1-6;
ayat al Qur’an dan
QS. Yunus: 40-41; QS. Al-Kahfi: 29;
al Hadits tentang
QS al-Hujurat: 10-13 dan Hadits
toleransi dan etika
tentang etika pergaulan.
pergaulan
4.2 Menjelaskan kandungan QS. AlKafirun: 1-6; QS. Yunus: 40-41;QS. Al-Kahfi: 29; QS al-Hujurat: 10-13 dan Hadits tentang etika pergaulan. 4.3 Menunjukkan perilaku orang yang mengamalkan QS. Al-Kafirun: 1-6; QS. Yunus: 40-41; QS. Al-Kahfi: 29; QS al-Hujurat: 10-13 dan Hadits tentang etika pergaulan. 4.4 Menerapkan perilaku bertoleransi dan
61
Kls/smt
Standar
Kompetensi Dasar
Kompetensi
beretika dalam pergaulan seperti yang terkandung dalam QS. Al-Kafirun: 16; QS. Yunus: 40-41; QS. Al-Kahfi: 29; QS al-Hujurat: 10-13 dan Hadits tentang etika pergaulan dalam kehidupan sehari-hari. 5. Memahami ayat-
5.1 Mengartikan QS. Al-Mujadalah: 11;
ayat Al-Qur’an
QS. Al-Jumu’ah 9-11; QS. Al-
dan Al-Hadits
Qashash :77 dan Hadits etos kerja
tentang etos kerja.
5.2 Menjelaskan kandungan QS. AlMujadalah: 11; QS. Al-Jumu’ah 9-11; QS. Al-Qashash :77 dan Hadits etos kerja 5.3 Menunjukkan perilaku orang yang mengamalkan QS. Al-Mujadalah: 11; QS. Al-Jumu’ah 9-11; QS. AlQashash :77 dan Hadits etos kerja 5.4 Menerapkan perilaku beretos kerja seperti yang terkandung dalam QS. Al-Mujadalah: 11; QS. Al-Jumu’ah 911; QS. Al-Qashash :77 dan Haditsetoskerja.
6. Memahamiayat-
6.1 Menerjemahkan QS. Al-Baqarah:168-
ayat Al-Qur’an
169 : QS. Al-Baqarah 172-173 dan
dan al
Hadits tentang makanan yang halal
Haditstentangmak
dan baik.
anan yang halal dan baik
6.2 Menjelaskan kandungan QS. AlBaqarah:168-169 : QS. Al-Baqarah
62
Kls/smt
Standar
Kompetensi Dasar
Kompetensi
172-173 dan Hadits tentang makanan yang halal dan baik. 6.3 Menunjukkan perilaku orang yang mengamalkan QS. Al-Baqarah:168169 : QS. Al-Baqarah 172-173 dan Hadits tentang makanan yang halal dan baik. 6.4 Mengidentifikasi makanan yang halal dan baik seperti terkandung dalam QS. Al-Baqarah:168-169 : QS. AlBaqarah 172-173 dan Hadits tentang makanan yang halal dan baik. 6.5 Menerapkan kandungan QS. AlBaqarah:168-169 : QS. Al-Baqarah 172-173 dan Hadits tentang makanan yang halal dan baik dalam kehidupan sehari-hari.
7. Memahami ayat-
7.1 Menerjemahkan QS. Al-Alaq: 1-5,
ayat al Qur’an
QS. Yunus: 101; QS. Al-Baqarah:
tentang ilmu
164.
pengetahuan dan teknologi.
7.2 Menjelaskan kandungan QS. Al‘Alaq: 1-5; QS. Yunus: 101; QS. AlBaqarah: 164. 7.3 Menunjukkan perilaku orang yang mengamalkan QS. Al-Alaq: 1-5, QS. Yunus: 101; QS. Al-Baqarah: 164. 7.4 Melakukan pengembangan ilmu
63
Standar
Kls/smt
Kompetensi Dasar
Kompetensi
pengetahuan dan teknologi seperti terkandung dalam QS. Al-Alaq: 1-5, QS. Yunus: 101; QS. Al-Baqarah: 164. b. Aqidah Akhlaq;
Mata pelajaran Aqidah-Akhlak bertujuan untuk: 1. Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan
pengembangan
pengetahuan,
penghayatan,
pengamalan,
pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang aqidah Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT; 2. Mewujudkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia dan menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan individu pun sosial, sebagai manifestasi dari ajaran dan nilai-nilai aqidah Islam.
Ruang lingkup mata pelajaran Aqidah-Akhlak di Madrasah Aliyah meliputi: a. Aspek aqidah terdiri atas: prinsip-prinsip aqidah dan metode peningkatannya, Al-Asma al-Husna, macam-macam tauhid seperti tauhid uluhiyah, tauhid rububiyah, tauhid ash-shifat wa al-af’al, tauhid rahmaniyah, tauhid mulkiyah dan lain-lain, syirk dan implikasinya dalam kehidupan, pengertian dan fungsi ilmu kalam
64
serta hubungannya dengan ilmu-ilmu lainnya, dan aliran-aliran dalam ilmu kalam (klasik dan modern), b. Aspek akhlaq terdiri atas: masalah akhlak yang meliputi pengertian akhlak, induk-induk akhlak terpuji dan tercela, metode peningkatan kualitas akhlak; macam-macam akhlak terpuji seperti husnudz-dzan, taubat, akhlak dalam berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan menerima tamu, adil, ridha, amal shaleh, persatuan dan kerukunan, akhlak terpuji dalam pergaulan remaja; serta pengenalan tentang tasawuf. Sedangkan ruang lingkup akhlaq tercela meliputi: riya, aniaya dan diskriminasi, perbuatan dosa besar (seperti mabukmabukan, berjudi, zina, mencuri, mengkonsumsi narkoba), ishraf, tabdzir, dan fitnah.
Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran Aqidah-Akhlak 1. Memahami istilah-istilah aqidah, prinsip-prinsip, aliran-aliran dan metode peningkatan kualitas Aqidah serta meningkatkan kualitas keimanan melalui pemahaman dan pengahayatan al-Asl Husna serta penerapan perilaku bertauhid dalam kehidupan. 2. Memahami istilah-istilah akhlak dan tasawuf, menerapkan metode peningkatan kualitas Akhlaq, serta membiasakan perilaku terpuji dan menghindari perilaku tercela.
65
Tabel 4.4. Standar Kompetensi & Kompetensi Dasar Aqidah Akhlak Kelas XII MAN Suruh kab. Semarang Kls/smt XII/I
Kompetensi Dasar
Standar Kompetensi 1. Memahami
5.1
tasawuf
Menjelaskan pengertian, asal usul dan istilah-istilah dalam tasawuf
5.2
Menjelaskan fungsi dan peranan tasawuf dalam kehidupan modern
5.3
Menunjukkan contoh-contoh perilaku bertasawuf
5.4
Menerapkantasawuf dalam kehidupanmodern
2. Membiasakan
6.1
perilaku terpuji
Menjelaskan pengertian dan pentingnya adil, ridha, amal shaleh, persatuan dan kerukunan
6.2
Mengidentifikasi perilaku orang yang berbuat adil, ridha, amal shaleh, persatuan dan kerukunan
6.3
Menunjukkan nilai-nilai positif dari adil, ridha, amal shaleh, persatuan dan kerukunan dalam fenomena kehidupan
6.4
Membiasakan perilaku adil, ridha, amal shaleh, persatuan dan kerukunan dalam kehidupan sehari-hari
XII/2
3. Membiasakan perilaku terpuji
7.1 Menjelaskan pengertian dan pentingnya akhlak terpuji dalam pergaulan remaja 7.2 Mengidentifikasi bentuk dan contohcontoh perilaku akhlak terpuji dalam pergaulan remaja
66
Kls/smt
Kompetensi Dasar
Standar Kompetensi
7.3 Menunjukkan nilai negatif akibat perilaku pergaulan remaja yang tidak sesuai dengan akhlak Islam dalam fenomena kehidupan 7.4 Menerapkan akhlak terpuji dalam pergaulan remaja dalam kehidupan sehari-hari. 4. Menghindari
8.1
perilaku tercela
Menjelaskan pengertian ishraf, tabdzir, dan fitnah
8.2
Mengidentifikasi bentuk dan contohcontoh perbuatan ishraf, tabdzir dan fitnah
8.3
Menunjukkan nilai-nilai negatif akibat perbuatan ishraf, tabdzir dan fitnah
8.4
Membiasakan diri untuk menghindari perilaku ishraf, tabdzir dan fitnah
c. Fiqih;
Mata pelajaran ini bertujuan untuk membekali peserta didik ; 1. Mengetahui dan memahami prinsip-prinsip, kaidah-kaidah dan tatacara pelaksanaan hukum Islam baik yang menyangkut aspek ibadah pun muamalah untuk dijadikan pedoman hidup dalam kehidupan pribadi dan sosial. 2. Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar dan baik, sebagai perwujudan dari ketaatan dalam menjalankan ajaran agama Islam baik dalam hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri manusia itu sendiri, sesama
67
manusia,
dan
makhluk
lainnya
pun
hubungan
dengan
lingkungannya.
Ruang Lingkup Ruang lingkup mata pelajaran Fiqih di Madrasah Aliyah meliputi : kajian tentang prinsip-prinsip ibadah dan syari’at dalam Islam; hukum Islam dan perundang-undangan tentang zakat dan haji, hikmah dan cara pengelolaannya; hikmah qurban dan aqiqah; ketentuan hukum Islam tentang pengurusan jenazah; hukum Islam tentang kepemilikan; konsep perekonomian dalam Islam dan hikmahnya; hukum Islam tentang pelepasan dan perubahan harta beserta hikmahnya; hukum Islam tentang wakalah dan sulhu beserta hikmahnya; hukum Islam tentang dhaman dan kafalah beserta hikmahnya; riba, bank dan asuransi; ketentuan Islam tentang jinayah, hudud dan hikmahnya; ketentuan Islam tentang peradilan dan hikmahnya; hukum Islam tentang keluarga, waris; ketentuan Islam tentang siyasah syar’iyah; sumber hukum Islam dan hukum taklifi; dasar-dasar istimbath dalam fiqih Islam; kaidahkaidah ushul fiqih dan penerapannya.
Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran Fiqih: Memahami dan menerapkan sumber hukum Islam dan hukum taklifi, prinsip-prinsip ibadah dan syari’at dalam Islam, fiqih ibadah, mu'amalah, munakahat, mawaris, jinayah, siyasah, serta dasar-dasar istinbath dan kaidah ushul fiqih.
68
Tabel 4.5. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Fiqh Kelas XII MAN Suruh Kab. Semarang Kls/smt XII/I
Standar Kompetensi 1. Memahami ketentuan Islam tentang siyasah
Kompetensi Dasar 1.1 Menjelaskan ketentuan Islam tentang pemerintahan (khilafah) 1.2 Menjelaskan majlis syura dalam Islam
syar’iyah 2. Memahami sumber 2.1 Menjelaskan sumber hukum yang hukum Islam
disepakati dan yang tidak disepakati ulama 2.2 Menunjukkan penerapan sumber hukum yang disepakati dan yang tidak disepakati ulama 2.3 Menjelaskan pengertian, fungsi dan kedudukan ijtihad
XII/II
3. Memahami hukum-hukum syar’i
3.1 Menjelaskan hukum taklifi dan penerapannya dalam Islam 3.2 Menjelaskan hukum wadh’i dan penerapannya dalam Islam 3.3 Menjelaskan mahkum bihi (fihi) 3.4 Menjelaskan mahkum ’alaih
4. Memahami kaidah- 4.1 Menjelaskan macam-macam kaidah kaidah ushul fiqih
ushul fiqih 4.2 Menerapkan macam-macam kaidah ushul fiqih
2. Kriteria Kelulusan Berdasarkan PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan hasil rapat Komite Madrasah Aliyah Negeri Suruh maka
69
peserta didik dinyatakan lulus apabila telah memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Menyelesaikan seluruh program pembelajaran, 2. Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, kelompok mata pelajaran jasmani olah raga dan kesehatan, 3. Lulus ujian madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dengan rata-rata keseluruhan minimal 6,50 4. Lulus Ujian nasional dengan ketentuan nilai minimal 4,25 dengan rata-rata keseluruhan 5,25, atau boleh ada satu nilai 4,00 dan nilai lainnya minimal 5,50. Apabila salah satu atau lebih dari 4 kriteria di atas tidak terpenuhi, maka peserta didik dinyatakan tidak lulus. B. Konsep Pendidikan Mata Pelajaran Agama Islamdi MAN Suruh Kab. Semarang Penilaian hasil belajar idealnya dapat mengungkap semua aspek domain pembelajaran, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Sebab siswa yang memiliki kemampuan kognitif baik saat diuji dengan paper-and-pencil test belum tentu ia dapat menerapkan dengan baik pengetahuannya dalam mengatasi permasalahan kehidupan sehari-hari. Penilaian hasil belajar sangat terkait dengan tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran. Dalam kontks evaluasi pelajaran, MAN Suruh pengacu pada tujuan pembelajaran dengan mengikuti
70
pengklasifikasian yang dilakukan oleh Bloom, yaitu cognitive, affective dan psychomotor. Namun ketiga domain pembelajaran itu memang tidak dapat dipaksakan pada semua mata pelajaran dalam porsi yang sama. Untuk matapelajaran Akidah Akhlak, al-Qur’an Hadits dan Fiqh misalnya, MAN Suruh lebih menekankan pada aspek affective dan aspek psychomotor dibandingkan dengan aspek kognigitive yang lebih menekankan pada ketrampilan intelektual.
Namun demikian, harus diakui bahwa kecenderungan di lapangan selalu menunjukkan bahwa penilaian hasil belajar lebih menitik beratkan pada aspek kognitif. Dimana hal ini, seperti diungkapkan oleh Dra. Hj. Elmufidaguru mapel Fiqh; Mayoritas guru di MAN Suruh masih didominasi oleh guru yang berorientasi pada nilai tes, baik tes tengah semester maupun tes smester. Hal ini diakui atau tidak, lebih dipengaruhi oleh faktor sistem pendidikan itu sendiri dimana siswa dituntut untuk memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM).1
Ketika hal ini dikonformasikan dengan guru lain, Subiyanto, S.Pd., menjelaskan bahwa; Penetapan kriteria minimal ketuntasan belajar merupakan tahapan awal pelaksanaan penilaian hasil belajar sebagai bagian dari langkah pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum berbasis kompetensi yang menggunakan acuan kriteria dalam penilaian, mengharuskan pendidik dan satuan pendidikan menetapkan kriteria minimal yang menjadi tolok ukur pencapaian kompetensi.2 Lebih lanjut,dalam rangka mensinergikan antara tuntutan kurikulum dangan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskanoleh MAN Suruh maka diperlukan langkah-langkah konstruktif. Berkaitann dengan hal ini Dra. Elmufida menjelaskan;
1 2
Elmufida, interview, 15 Mei 2013, 08.30 wib Subiyanto, interview, 15 Mei 2013, 09.30 wib
71
Pembelajaran yang diterapkan di MAN Suruh adalah pembelajaran kontekstual. Konsep ini beranjak dari kenyakinan bahwa siswa akan tertarik untuk belajar apabila ia melihat makna dari apa yang dipelajarinya. Sementara itu, orang akan melihat makna dari apa dipelajarinya apabila siswa dapat menghubungkan informasi yang diterima dengan pengetahuan dan pengelamannya terdahulu. Sistem ini, didasarkan pada anggapan bahwa makna memancar dari hubungan antara isi dan konteksnya. Konteks memberi makna pada isi.3 Apa yang disampaikan Elmufida tersebut senada dengan pendapat Johnson (2002) dimana apabila para siswa semakin banyak menghubungkan pelajaran sekolah dengan konteks yang mereka alami, maka mereka lebih banyak memperoleh makna dari pelajaran-pelajaran tersebut. Menemukan makna dalam pengetahuan dan keterampilan membawa pada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan tersebut Dengan pembelajaran konteksual seperti ini memungkinkan siswa mampu menghubungkan pelajaran di sekolah dengan konteks nyata dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka mengetahui makna apa yang dipelajari. Sedangkan dalam penerapannya,
pendidikan kontekstual yang
diterapkan Drs. Muchlas, Kepala MAN Suruh menjelaskan; Pendidikan kontekstual yang diterapkan berpijak pada kemampuan berpikir kritis untuk mempertimbangkan dan mengambil tindakan moral dalam bentuk perilaku positif siswa.4 Lebih lanjut, Muchlas menjelaskan bahwa siswa dilatih untuk bersikap kritis terhadap isu-isu moral yang terjadi dengan mengajukan tiga pertanyaan pokok, yaitu; (1) prinsip-prinsip apa yang dijadikan tuntunan dalam kehidupan seharihari? (2) kewajiban apa yang timbul dari hubungan-hubungan siswa dengan yang lain? dan (3) apa konsekuensi yang didapatkan dari 3 4
Elmufida, Op.Cit. Muchlas, Kepala MAN Suruh, interview, 15 Mei 2013, 10.00 wib
72
keputusan dan tindakan yang diambil? Pertanyaan-pertanyaan ini diharapkan mengajarkan siswa untuk menunjukkan tanggung jawab moral sebagai anggota masyarakat. Selain itu berpikit kritis seperti ini juga merupakan penjernihan nilai dalam menghadapi berbagai pandangan hidup yang berkembang di masyarakat. Dari sini diharapakan dengan pendidikan yang kontekstual ini siswa bukan hanya memiliki kemampuan intelektual tetapi juga memiliki karakter yang bersifat permanen.5 C. Hasil Prestasi Belajar Siswa MAN Suruh Kab. Semarang Sebagaimana telah disebutkan dalam bab tiga dalam tesis ini, bahwa responden dalam penelitian adalah siswa dari kelas tiga sejumlah 24 siswa. Dari hasil pengumpulan data, kemudian peneliti mengelompokkannya dalam tiga kelompok, yakni (1) nilai semester ganjil, (2) nilai semester genap dan (3) nilai ujian akhir madrasah. 1) Nilai Semester 3 a. Nilai Semester 3 Kelas Agama NO. 1. 2. 3. 4.
Nama R1 R2 R3 R4
Nilai AH 88 80 76 70
F 90 70 70 70
Nilai AA AH 84 90 87 92 88 90 85 87 90 79 86 80 78 79 75 80
F 97 90 90 90 80 80 78 70
AA 80 75 67 66
b. Nilai Semester 3Kelas IPA NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 5
Ibid
Nama R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12
73
c. Nilai Semester 3Kelas IPS NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Nama R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24
Nilai AH 92 88 80 78 74 80 82 80 78 75 76 81
F 90 92 78 89 82 72 81 83 80 80 70 79
AA 90 91 71 66
Nilai AH 80 88 77 73
F 90 82 70 70
AA 97 93 90 88 85 80 82 80
Nilai AH 93 90 92 89 80 79 76 80
F 91 92 87 94 90 89 84 79
AA 90 90 87 81 90 89 77 75 75 75 80 70
2) Nilai Semester 4 a.
Nilai Semester 4Kelas Agama NO. 1. 2. 3. 4.
b.
Nama R2 R1 R3 R4
Nilai Semester 4 Kelas IPA NO.
Nama
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
R5 R7 R6 R9 R8 R10 R12 R11
74
c.
Nilai Semester 4Kelas IPS NO.
Nama
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
R13 R14 R15 R16 R17 R19 R18 R20 R21 R24 R22 R23
Nilai AH 94 89 91 82 88 90 81 73 82 73 76 79
F 91 90 88 86 85 78 82 83 77 71 80 71
AA 90 91 71 66
Nilai AH 80 88 77 73
F 90 82 70 70
AA 97 93 90 88 85 80 82 80
Nilai AH 93 90 92 89 80 79 76 80
F 91 92 87 94 90 89 84 79
AA 91 92 89 90 86 81 80 80 79 80 71 70
3) Nilai Semester 5 a. Nilai Semester 5 Kelas Agama NO. 1. 2. 3. 4.
Nama R2 R1 R3 R4
b. Nilai Semester 5 Kelas IPA NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Nama R5 R7 R6 R9 R8 R10 R12 R11
c. Nilai Semester 5 Kelas IPS
75
NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Nama R13 R14 R15 R16 R17 R19 R18 R20 R21 R24 R22 R23
Nilai AH 94 89 91 82 88 90 81 73 82 73 76 79
F 91 90 88 86 85 78 82 83 77 71 80 71
Nilai AA AH 88 90 84 80 70 70 72 70 98 90 92 86 84 92 83 84 78 88 78 82 80 76 80 76 91 89 89 90 90 80 88 76 83 72 84 70 81 71 78 71 76 75 75 72 70 70 75 65
F 82 90 76 71 87 84 80 86 78 78 77 76 87 86 80 82 77 72 72 74 78 77 68 70
AA 91 92 89 90 86 81 80 80 79 80 71 70
4) Nilai Ujian Akhir Madrasah NO.
Nama
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R23 R24 R19 R20 R21 R22
76
Dari tabel hasil evaluasi yang dilakukan oleh pihak sekolah tersebut dapat dilihat bahwa nilai tes tertulis para responden berada di atas nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yakni 5,5. Di mana responden yang memiliki peringkat terbawah di setiap kelas memiliki rentang nilai antara 65 – 81. Dari data perolehan nilai tersebut diatas, kemudian dapat dikelompokkan berdasarkan perolehan nilai dari masing-masing mata pelajaran sebagai berikut; Tabel. 4.6. Reduksi Nilai Berdasarkan Mata Pelajaran Mapel AA AH
F
Rentang Nilai 75 – 85 R1, R2, R5, R11, R12, R16, R19, R20, R21, R22, R23 R4, R17 R2, R3, R9, R10, R11, R12, R15, R16, R18, R19, R20, R21, R22, R23, R24 R2, R3, R4, R9, R10, R11, R15, R12, R18, R17, R19, R20, R21, R23 R22, R24 65 – 74 R3, R4, R24
85 – 94 R6, R7, 8, R9, R10, R13, R14, R15, R17, R18 R1, R5, R6, R7, R8, 13, R14 R1, R5, R6, R7, R8, R13, R14, R16
D. Karakteristik Siswa MAN Suruh Kab. Semarang Untuk menggali secara mendalam tentang karakteristik siswa MAN Suruh maka peneliti dalam hal ini menggunakan metode obserfasi. Dimana dalam pelaksanaannya peneliti melibatkan beberapa obserfer yang terdiri dari wali kelas, guru mata pelajaran, guru bimbingan dan penyuluh serta satpam sekolah. Obserfer tersebut peneliti ambil dengan pertimbangan tingkat intensitas interaksi antara siswa dengan oberfer itu sendiri.
77
Dari hasil obserfasi yang dilakukan tersebut, ditemukan beragam karakter dari responden. Dalam penelitian ini, peneliti mengelompokkan karakter siswa dalam tiga kelompok besar yaitu 1) karakter siswa dalam memperlakukan diri sendiri, 2) karakter dalam memperlakukan lingkungan dan 3) karakter siswa dalam bermasyarakat. Pengelompokan tersebut merupakan komparasi dari indikator mengenai karakter yang dikemukakan oleh berbagai tokoh, diantaranya Dorothy Law Nolte dalam Dryden dan Vos (2000: 104), Heritage Foundation, Character Counts USA, Pusat Kurikulum, Balitbang (Badan Penelitian dan Pengembangan) Kemdikbud dan Ari Ginanjar (2007). a. Karakter Siswa dalam Memperlakukan Diri Sendiri Tabel.4.7 Karakteristik Siswa dalam Memperlakukan Diri Sendiri NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
INDIKATOR KARAKTER Religius Jujur Toleransi Disiplin Kerja Keras Kreatif Mandiri Demokratis Rasa Ingin Tahu Semangat Kebangsaan Menghargai Prestasi Cinta Damai Gemar Membaca Tanggung Jawab
Ya 15 11 10 8 10 5 8 2 10 20 7 9 9 9
RESPONS % Tidak 63 9 46 13 42 14 33 16 42 14 21 19 33 16 8 22 42 14 83 4 29 17 38 15 38 15 38 15
% 37 54 58 67 58 79 67 92 58 17 71 62 62 62
Dari tabel karakteristik dalam memperlakukan diri sendiri tersebut diketahui bahwa tingkat religiusitas siswa sangat baik dimana dari hasil
78
observasi diketahui 63% responden memiliki tingkat religiusitas yang sangat baik. Kriteria religiusitas ini adalah intensitas siswa dalam melakukan sholat berjama’ah dan berperilaku sesuai dengan ajaran islam.Selain itu, siswa memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan responden yang memiliki semangat kebangsaan sebesar 83% dari 24 responden. Namun demikian, dua indikator tersebut tidak sebaik indikator lainnya dimana karakter negatif lebih mendominasi perilaku siswa. Hal ini dibuktikan dengan karakter jujur yang hanya dimiliki oleh 46% responden, rasa toleransi 42%, tingkat kedisiplinan 33%, etos kerja 42%, kreatif 21%, kemandirian 33%, demokratris 8%, rasa ingin tahu 42%, menghargai prestasi 29%, cinta damai, gemar membaca dan tanggung jawab hanya dimiliki oleh 38% responden. b. Kebiasaan Memperlakukan Lingkungan Tabel. 4.8 Kebiasaan Memperlakukan Lingkungan
NO.
INDIKATOR KARAKTER
1.
Merokok di sembarang tempat Membuang sampah di sembarang tempat Corat coret di jalanan Tidak biasa mengindahkan aturan
2. 3. 4.
RESPONS YA 2
% 8%
TIDAK 22
% 92%
9
38%
15
62%
8 1
33% 4%
16 23
67% 96%
Perilaku responden dalam memperlakukan lingkungan dapat dikatakan jauh dari perilaku positif, hal ini dilihat dari hasil obserfasi yang mengasilkan data 38% responden sering kedapatan membuang sampah
79
sembarangan padahal dilingkungan sekolah sudah disediakan tempat sampah disetiap titik dan 33% memiliki kebiasaan melakukan aksi coratcoret di dinding, baik dinding kelas, pagar sekolah maupun yang lainnya. Namun demikian, perilaku tersebut masih memiliki harapan untuk diperbaiki mengingat 2% responden tidak memiliki perilaku merokok dan 4% responden masih memiliki rasa peduli terhadap peraturan yang ada. c. Kebiasaan dalam Bermasyarakat Tabel. 4.9 Kebiasaan Dalam Bermasyarakat NO. 1.
2. 3. 4. 5. 6.
INDIKATOR KARAKTER Bersahabat/ Komunikatif Jarang mendengar pendapat orang lain Toleran Gotong Royong Sopan Aktif di organisasi masyarakat Dari
pengamatan
mengenai
YA 18 2 22 24 22 10
RESPONS % TIDAK 75% 6 8% 22 92% 2 100% 0 92% 2 42% 14
biasaan
responden
% 25% 92% 8% 0% 8% 58% dalam
bermasyarakat diketahui bahwa perilaku siswa cenderung positif. Hal ini ditunjukkan dengan 100% siswa selalu terlibat dalam kegaiatan gotong royong baik yang dilakukan sekolah maupun masyarakat dimana responden hidup bermasyarakat. Selain itu, 92% responden memiliki kesopanan dalam bermasyarakat dan toleransi, 75% responden memiliki sifat bersahabat (friendly). Namun demikian perlu juga mendapat perhatian yang lebih karena 8% responden tidak memiliki kebiasan untuk mendengar pendapat orang lain dan 42% responden kurang aktif dalam organisasi kemasyarakatan, seperti IRM, Karangtaruna atau lainnya.
80
Dari berbagai indikator tersebut dapat disederhanakan menjadi tiga kriteria mengenai karakter baik, yang bisa dilihat dari tabel berikut; Tabel 4.10. Kriteria Karakter Baik Karakter Individu Jujur, pantang menyerah, optimisme, disiplin, tangguh, sportif, kreatif
Karakter Privat Karakter Publik Tanggung jawab, Berfikir kritis, toleran, sopan, taat tenggang rasa, taat pada agama, baik pada aturan terhadap alam, dinamis
Dari hasil obserfasi tersebut dapat dilihat bahwa karakter siswa MAN Suruh kab. Semarang masih didominasi oleh karakter-karakter negatif meskipun karakter positif sendiri sudah mulai muncul. Hal ini bisa dilihat penyebab dari persoalan-persoalan yang dihadapi oleh siswa yang bersangkutan pada saat peneliti melakukan interfiew secara langsung kepada siswa. Hasil interview kepada siswa secara tidak langsung telah mengungkap ada beberapa faktor dominan yang menciptakan karakter siswa kurang baik, diantaranya seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden tentaang kebiasaan mencontek dikalangan para siswa. Kebiasaan mencontek dia lakukan karena rasa takut untuk tidak lulus. Kebiasaan ini dilakukan setelah akhir semester lima.6 Pendapat tersebut diatas dibenarkan oleh respondenn lainnya yang menyatakan bahwa; Memang benar ada kebiasaan mencontek di kalangan temen-temen. Kebiasaan untuk mencotek tersebut lebih dikarenakan faktor kurang
6
M. Sobirin, kls xii, IPS, interview, 17 April 2013
81
percaya diri dalam menghadapi tes ataupun ujian yang dituntut harus mengejar standar kelulusan.7 Pada dasarnya, rasa kurang percaya diri yang terjadi dikalangan siswa MAN Suruh selain berimplikasi pada kebiasaan mencotek, pada akhirnya juga memunculkan persoalan lain terhadap diri siswa sendiri yaitu diantaranya stress. Dengan kondisi seperti ini kemudian; Siswa memilih mencari pelampiasan diluar sekolah diantaranya intensitas dalam menonton TV bertambah (otomatis berdampak pada bangun kesiangan, peneliti), menuangkan kegalauannya di tembok kamar mandi dan lain sebagainya.8 Hal ini diperkuat dengan pemaparan dari Bapak Subiyanto sebagai Guru BP di MAN Suruh. Persoalan yang banyak muncul dikalangan siswa kelas XII adalah kurangnya percaya diri siswa dalam menghadapi setiap evaluasi yang akan dilakukan oleh guru. Selama semester ganjil, BP menemukan kasus mencontek yang dilakukan siswa klas XII sebanyak 8 kasus. Ini bisa menjadi indikator bahwa memang siswa mengalami rasa tidak percaya diri akan kemampuan intelektualnya. Selain itu, mayoritas siswa di MAN Suruh yang mengalami stress dalam menghadapi ujian nasional lebih dikarenakan standar nilai kelulusan sebesar 5,25 yang dirasakan berat oleh sebagian siswa.9 Tingkat kedisiplinan siswa juga menjadi salah satu sorotan dari fihak BP. Sebagaimana diutarakan oleh Ibu Rosidah selaku Guru BP, Untuk persoalan ini, tercatat 6 kasus indisipliner yang dilakukan oleh siswa kelas XII. Perilaku indisipliner ini meliputi keterlambatan siswa dalam masuk sekolah, membuang sampah sembarangan, tidak mengerjakan PR dan tidak membawa buku pelajaran.10
7
Farida Zakia, xii IPA, interview, 17 April 2013 Miftahuzzahid, xii Agama, interview, 17 April 2013 9 Subiyanto, interview, 15 Mei 2013, 09.30 wib 10 Rosidah, interview, 15 Mei 2013, 10.00 wib 8
82
Lebih lanjut Subiyanto mengungkapkan bahwa perilaku negatif yang dilakukan oleh siwa kelas XII adalah kebiasaan merokok yang mana tercatat 10 kasus yang dilakukan oleh beberapa siswa yang. Dalam menangani hal ini; Pihak sekolah telah melakukan pendekatan kepada siswa yang bersangkutan dan pihak keluarga. Selain itu, pihak sekolah juga melakukan pengarahan kepada seluruh siswa mengenai dampak negatif dari merokok dalam forum diskusi yang dilakukan sebulan sekali.11 Selain hal tersebut diatas, pihak BP juga mencatat seringnya siswa tidak mengikuti sholat berjama’ah secara rutin di sekolahan padahal berjamah sudah menjadi kesepakatan untuk dijadikan peraturan. Hal ini disampaikan oleh Subiyanto; Perilaku negatif yang ditunjukkan oleh siswa yang lain adalah seringnya para siswa meninggalkan shoat berjama’ah. Padahal setiap sholat berjama’ah selalu diberikan pengajian yang bersifat pengarahan baik kepada siswa, guru maupun karyawan.12 Berkaitan dengan perilaku yang berkaitan dengan karakter siswa, pihak Subianto selku guru BP mencatat beberapa persoalan yang saat ini menjadi keprihatinan pihak madrasah, yaitu; Ada laporan dari beberapa wali murid kalau perilaku anaknya sangat memperihatinkan. Diantaranya adalah kurangnya minat belajar, menjadikan TV sebagai sahabat, tingkat keberanian mereka kepada orang tua dan perilaku mabuk-mabukan. Menyikapi hal ini pihak madrasah mengajak wali murid dan pihak terkit untuk ikut serta dalam membimbing dan mengawasi siswa yang bersangkutan, terutama pada saat diluar jam sekolah.13 Untuk menguji sejauhmana hubungan pendidikan berbasis skor dengan pembentukan karakter siswa, maka dalam penelitian ini digunakan uji statistic dengan menggunakan program SPSS versi 17.0. Uji statistik ini dimungkinkan 11
Subiyanto, Op.Cit Rosidah, Op.Cit. 13 Subiyanto, Op.Cit.
12
83
sebagai langkah untuk menguji lebih jauh hasil yang telah diperoleh. Adapun hasil dari pengolahan data secara statistik adalah sebagai berikut. Correlations SkorSiswa SkorSiswa
Pearson Correlation
Karakter 1
.358
Sig. (2-tailed)
.086
N Karakter
24
24
Pearson Correlation
.358
1
Sig. (2-tailed)
.086
N
24
24
Model Summary Std. Error of the Model 1
R
R Square
.358a
Adjusted R Square
.128
Estimate
.089
1.83116
a. Predictors: (Constant), SkorSiswa
ANOVAb Model 1
Sum of Squares Df Mean Square Regression
10.856
1
Residual
73.769
22
Total
84.625
23
F
Sig.
10.856 3.238 .086a 3.353
a. Predictors: (Constant), SkorSiswa b. Dependent Variable: Karakter
Pada output yang pertama yaitu correlations,teknik korelasi yang dipakai adalah pearson, kemudian dapat dibaca korelasi kedua variabel tersebut sebesar 0,358. Ini berarti nilai koefisien korelasinya sebesar 0,358. Pada Sig.(2-tailed) sebesar 0,086. ini berarti jika kita menggunakan taraf signifikansi 5%, maka korelasi akan dikatakan signifikan jika nilai Sig(2-tailed)
84
lebih kecil dari 0,05. dan tidak signifikan jika lebih dari 0,05. Dari hasil out put maka kesimpulannya tidak ada korelasi yang signifikan. Dengan tanda bintang 2, (lihat keterangan dibawahnya **.correlation is significant at the 0.01 level), ini artinya korelasi ini signifikan pada level/taraf 1%. Jika korelasi signifikan pada 1% maka sudah pasti juga signifikan pada 5%, tetapi jika signifikan pada 5% belum tentu signifikan pada level 1%. Dengan uji koefisien korelasi (tabel model summary) menunjukkan merupakan hasil dari nilai R yang merupakan simbol dari nilai koefisien korelasi. Pada tabel tersebut nilai korelasiadalah 0,358. Nilai ini dapat diinterpretasikan bahwa hubungan kedua variabel penelitian ada di kategori lemah. Melalui tabel ini juga diperoleh nilai R Square atau koefisien determinasi (KD) yang menunjukkan seberapa bagus model regresi yang dibentuk oleh interaksi variabel bebas dan variabel terikat. Nilai KD yang diperoleh adalah 12,8% yang dapat ditafsirkan bahwa variabel bebas memiliki pengaruh kontribusi sebesar 12,8% terhadap variabel Y dan 87,2% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar variabel X. Tabel ANOVA digunakan untuk menentukan taraf signifikansi atau linieritas dari regresi. Kriterianya dapat ditentukan berdasarkan uji F atau uji nilai Signifikansi (Sig.). Cara yang paling mudah dengan uji Sig., dengan ketentuan, jika Nilai Sig. < 0,05, maka model regresi adalah linier, dan berlaku sebaliknya. Berdasarkan tabel tersebut, diperoleh nilai Sig. = 0,086 yang berarti > kriteria signifikan (0,05), dengan demikian model persamaan regresi berdasarkan data
85
penelitian adalah tidak signifikan artinya, model regresi linier tidak memenuhi kriteria linieritas. E. Pembahasan 1. Konsep Pendidikan Agama Islam Berbasis Kognitif di MAN Suruh Kab. Semarang Dalam kaitan dengan ranah pembelajaran, maka pengembangan evaluasi pembelajaran mapel agama mengarah kepada pengembangan aspek perilaku (afektif) melalui penekanan bagaimana mengevaluasi perilaku (akhlak/moral Islam). Tentu saja evaluasi terhadap aspek perilaku membutuhkan suatu proses pembelajaran yang juga menitikberatkan pada ranah afektif ini, dengan tidak meninggalkan aspek kognitif dan psikomotorik. Hal yang sangat diperhatikan oleh pihak MAN Suruh dalam pengembangan evaluasi pendidikan adalah bagaimana mengevaluasi pembelajaran mapel agama dengan bertolak pada aspek perilaku dan moral anak didik, sebagaimana disampaikan oleh Hasyim; Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa moral selain dapat didekati dari aspek kognitif (penalaran moral), dapat juga dikaji dari aspek afektif (perasaan moral), yang secara integratif aspek-aspek tersebut dapat mendorong terjadinya tindakan atau perilaku moral. Hubungan di antara aspek-aspek tersebut dapat dijadikan acuan studi tentang moral dan dapat digunakan oleh guru atau perancang pembelajaran sebagai pedoman dalam mengembangkan komponenkomponen pembelajaran moral, seperti merumuskan tujuan pembelajaran yang diinginkan, strategi pembelajaran moral, dan menyusun alat evaluasi hasil belajar.14 Pembelajaran moral untuk mengembangkan aspek afektif sebagai unsur perasaan moral, terwujud dalam suatu kemampuan untuk 14
Hasyim AS, interview, 15 Mei 2013, 09.30 wib
86
mengambil sudut pandang orang lain untuk menempatkan dirinya ke dalam posisi orang lain, merupakan sumber kesadaran akan hak-hak orang lain dan kewajiban diri sendiri dalam hubungannya dengan alam sekitarnya. Dalam penerapan evaluasi afektif ini, dalam pengamatan penulis, MAN Suruh menggunakan bebarapa pendekatan yaitu; 1) Pendekatan pengalaman, yaitu dengan memberikan pengalaman moral/keagamaan dalam penanaman nilainilai keagamaan 2) Pendekatan pembiasaan, yaitu memberikan kesempatan kepada anak didik untuk dapat mengamalkan ajaran Islam dan akhlak yang mulia 3) Pendekatan emosional, yaitu menggugah perasaan anak didik dalam menghayati, meyakini ajaran Islam sehingga anak didik termotivasi secara suka rela untuk melaksanakan ajaran Islam 4) Pendekatan rasional, yaitu memberikan pengertian rasional dalam memahami ajaran Islam 5) Pendekatatan
fungsional,
yaitu
memberikan
penanaman
dan
pemahaman akan manfaat ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan al Qur’an yang menegaskan bahwa agama Islam diturunkan dengan misi untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam 6) Pendekatan keteladanan, yaitu memberikan contoh dan teladan yang baik kepada anak didik. Keteladanan inilah yang dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya dalam kehidupan sehari-sehari terutama dalam melaksanakan dakwah Islam.
87
Dalam perspektif ini, pengembangan evaluasi pembelajaran mapel agama di MAN Suruh sebenarnya tidak hanya dilakukan untuk menilai aspek pengetahuan dan pemahaman (kognitif), namun lebih menitik beratkan pada proses pembelajaran mapel agama sebagai suatu aksi moral. Dari sini fihak madrasah ingin memberikan motivasi kepada anak didik untuk tidak hanya mempelajari Islam sebagai suatu pengetahuan dan pemahaman, namun lebih dari itu Islam dijadikan sebagai pola bertindak, pola hidup dan pola berperilaku. Dengan pola penilaian tersebut, guru melakukan penilaian secara keseluruhan perilaku anak didik melalui pengamatan langsung terhadap kemajuan-kemajuan pengamalan moral Islam yang dilakukan anak didik, baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan rumah dan masyarakatnya dengan melibatkan steekholder. Pada dasarnya, penyempurnaan Kurikulum Berbasis Kompetensi menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sudah merupakan inovasi ideal yang dilakukan pemerintah. Namun, kurangnya SDM dan lemahnya kualifikasi guru mengakibatkan penjabaran KTSP masih belum optimal.
Masih banyak guru yang memegang filosofis sistem
kurikulum lama yang memposisikan peserta didik sebagai objek, bukan sebagai subjek aktif pembelajaran. Ditambah lagi, misinterpretasi terhadap KTSP yang membentuk sebuahparadigmabahwa lembaga akademik sebagai penerima pasif kebijakan pemerintah. Padahal, desentralisasi pendidikan telah memberi ruang seluas-luasnya bagi setiap jenjang
88
pendidikan untuk memilih sistem pembelajaran kreatif-inovatif, sehingga tujuan pendidikan nasional bisa terealisasi dengan benar. Di lingkup stakeholders, dalam hal ini Depag dan instansi terkait, juga tak luput dari masalah. Tak sedikit kebijakan pemerintahyang terkesan "menyimpang" dan berbanding terbalik dengan teori yang ditetapkan dalam kurikulum.Contoh kecilnya, dalam KTSP, sistem penilaian yang diterapkan adalah sistem penilaian berkelanjutan yang meliputi tiga aspek yaitu kognitif, psikomotorik, dan afektif.Namun, kebijakan Ujian Nasional yang ditetapkan pemerintah, terkesan menganaktirikan aspek afektif dan psikomotorik dengan mematok kelulusun melalui tiga mata pelajaran utama yang lebih bertumpu pada kompetensi kognitif. Selain itu, penekanan kompetensi kelulusan yang terbatas pada tiga mata pelajaran tertentu, dianggap kontraproduktif terhadap pengembangan karakter siswa. Siswa tak lagi melihat ujian sebagai ujian ketangguhan mental, akan tetapi lebih cenderung sebagai momok yang mematikan kreativitas siswa itu sendiri.Untuk itulah, diperlukan sebuah upaya serentak, konstruktif, dan menyeluruh untuk merekonstruksi kurikulum nasional melalui hal-hal sebagai berikut: 1. Sosialisasi KTSP yang maksimal dan menyeluruh melalui berbagai pelatihan agar guru dan sekolah "siap" menjabarkan KTSP secara kreatif.Sosialisasi juga perlu diadakan di setiap sub-lembaga di bawah Depdiknas, agar tidak terjadi kesalahpahaman antar penerap kebijakan kurikulum itu sendiri. Sosialisasi tersebut dibarengi dengan adanya
89
evaluasi berkelanjutan, sehingga konsep kurikulum bisa teralisasi secara merata di setiap jenjang pendidikan. 2. Penambahan jam pembelajaran pada materi yang mendukung character building seperti pelajaran agama dengan mengurangi proses pembelajaran teoritis. Fakta yang terjadi di lapangan, justru materi ini hanya diberlakukan sebanyak satu kali pertemuan setiap minggu selama 2 jam pembelajaran, ditambah lagi, materi tersebut hanya sebatas transfer pengetahuan teknis, tanpa menyentuh titik sentral moralitas siswa. Siswa seharusnya aktif berdiskusi masalah-masalah sosial yg terjadi dan mendapatkan suntikan motivasi untuk menjadi manusia berkarakter. 3. Sistem evaluasi akhir yang berbasis kompetensi karakter. Evaluasi hendaknya tidak sebatas ujian tertulis semata, akan tetapi, perilaku dan etika keseharian seharusnya menjadi tolak ukur lulus-tidak lulusnya seorang peserta didik. Untuk itu, model Ujian Nasional perlu ditinjau ulang, sehingga alumni pendidikan tidak hanya berkompetensi dalam intelektualitas saja, tetapi juga kualitas karakter diri yang meliputi nilai moral dan spritual. Selain UN, evaluasi belajar lainnya seperti tes semester, ulangan harian, tidak ditekankan pada penilaian hasil jawaban di atas kertas saja, melainkan juga pada sikap peserta didik selama proses pembelajaran seperti tingkat absensi di kelas, mental anti-menyontek selama ujian, dan sikap moral-spritual lainnya.
90
2. Hubungan Kecerdasan Kognitif dengan Karakter Siswa MAN Suruh Proses pembelajaranadalahsuatukegiatanmentransferpengetahuandannilainilaidaripendidikkepadapesertadidik. pembelajaranakanbermuara
Setiap pada
proses prestasibelajar.
Prestasibelajardapatdiketahuimelaluipenilaian yang dilakukanoleh guru untukmengetahuikeberhasilanpesertadidik dalam mencapaitujuan yang telahditetapkandanmengetahuikeberhasilan
program
pengajaran
yang
dilakukan guru. Kegagalan MAN Suruh dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan dapat dilihat dari tiga ranah konstruk prilaku yaitu, kognitif, afektif dan psikomotorik yang tidak bisa berjalan seimbang. Kegagalan ranah afektif ini dapat dilihat dari kualitas karakter siswa. Kegagalan ini menunjukkan bahwa penilaian hasil belajar lebih menitik beratkan pada aspek kognitif. Terbukti dengan tes-tes yang masih mendominasi pelaksanaan evaluasi belajar di sekolah baik yang dilakukan secara lisan maupun tulis lebih banyak mengarah pada pengungkapan kemampuan aspek kognitif. Tuntutan pada kurikulum KTSP penilaian harus mengarah pada kompetensi siswa, sesuai dengan kompetensi tuntutan kurikulum. Kompetensi yang dimaksud pada kurikulum adalah kemampuan yang dapat dilakukan peserta didik yang mencakup pengetahuan, ketrampilan dan perilaku. Penilaian harus mengacu pada pencapaian standar kompetensi siswa.
91
Fenomena yang terjadi di MAN Suruh adalah adanya kecenderungan lain, dimana sekolah akan dikatakan berkualitas jika lulusannya memiliki kualitas akademis dan non akademis yang bagus. Prestasi akademis antara lain; a) nilai ulangan umum bagus, b) nilai ujian akhir bagus (lokal/nasional), c) jumlah dan mutu lomba-lomba mata pelajaran yang dimenangkan. Sedangkan prestasi non akademis adalah prestasi bidang ekstrakurikuler. Implikasi dari kecenderungan pengukuran keberhasilan sekolah dengan prestasi akademik siswa khususnya pada kemampuan koginitif, telah mendorong pengelola sekolah untuk mengejar prestasi itu dengan segala cara. Sekolah memacu kemampuan kognitif siswa seperti memberi pelajaran tambahan, menggunakan metode drill dengan tujuan siswa pada mata pelajaran yang di UAN-kan mendapat nilai tinggi. Kondisi ini didukung oleh orang tua siswa, para orang tua tidak menginginkan putraputrinya gagal di sekolah hanya karena kurang menguasai materi pelajaran yang di UAN-kan. Untuk itu orang tua berusaha menambah kemampuan putra-putrinya pada mata pelajaran tertentu dengan cara mengikutkan kursus-kursus di bimbingan belajar atau privat pada mata pelajaran tertentu saja tanpa mempedulikan aspek lain yang sebenarnya lebih penting dibandingkan dengan persoalan nilai ujian. Suasana lingkungan tersebut berpengaruh pada minat belajar siswa pada mata pelajaran tertentu. Siswa akan lebih serius dalam mempelajari mata pelajaran yang
92
di UAN-kan, karena ”masa depan” siswa sangat ditentukan oleh mata pelajaran tersebut. Di Jepang, nilai-nilai moral-spritual tidaklah diajarkan dalam satu bentuk mata pelajaran khusus, akan tetapi diintegrasikan ke dalam semua materi ajar apapun, termasuk materi sains. Menariknya lagi, meski norma-norma masyarakat Jepang erat kaitannya dengan agama Shinto atau Budha, namun pelajaran agama tidak didapati di sekolah-sekolah formal Jepang. Nilai-nilai agama maupun moral diterapkan dalam perilaku seharihari di setiap jenjang pendidikan, terutama di pendidikan dasar. Sistem pendidikan seperti ini dikenal dengan sebutan doutokukyouiku. Menurut Mendiknas Muhammad Nuh, pendidikan tidak cukup jika diajarkan melalui kurikulum. Untuk menanamkan nilai-nilai luhur, pendidikan harus membentuk sebuah tradisi dan budaya yang kelak menjadi bibit-bibit peradaban. Kebiasaan itu bisa dimulai dari hal-hal sederhana seperti budaya membuang sampah pada tempatnya, budaya pergaulan, dan sebagainya seperti yang berlaku di Jepang. Optimalisasi nilai-nilai moral-spritual (karakter) ke dalam budaya edukatif sangat urgen untuk mengatasi ketimpangan antara kualitas kognisi dengan aspek non-kognisi yang selama ini masih berlaku dalam sistem pembelajaran di Indonesia. Pembentukan budaya tersebut tentu harus dilakukan secara bersama-sama oleh semua unsur yang berada dalam komunitas edukatif, meliputi pendidik (guru, kepala sekolah, dosen,
93
maupun tenaga pengajar lainnya), komite sekolah, peserta didik, dan staf/karyawan biasa. Beberapa agenda awal yang bisa dibentuk sebagai sebuah budaya dalam komunitas edukatif, diantaranya: 1. Mengintegrasikan pendidikan karakter ke semua materi pembelajaran termasuk pelajaran sains, sehingga tidak berpusat pada aspek kognitif saja.Misalnya, penanaman motivasi untuk melestarikan bumi atau hikmah penciptaan semesta melalui pelajaran Biologi. 2. Perubahan paradigma "Siswa Teladan". Jika selama ini pemilihan siswa teladan berangkat pada penilaian cognitive-based competition semata, sudah saatnya paradigma itu dihapuskan. Siswa teladan bukan saja siswa yang berprestasi dalam hal "juara kelas" dan semisalnya, akan tetapi, siswa yang berkarakter mandiri, taqwa, peka sosial, seharusnya mendapat apresiasi dan penilaian lebih. 3. Pembenahan lingkungan belajar. Lingkungan yang sehat bukan saja memberikan stimulasi positif bagi proses transfer pengetahuan, tetapi juga memudahkan optimalisasi nilai-nilai luhur dalam lingkup pendidikan. Lingkungan sehat dapat dibentuk melalui budaya yang sehat pula. Seperti budaya sekolah anti-rokok, terlebih dahulu dimulai dari guru dan karyawan sebagai sosok teladan, lalu diikuti oleh semua unsur-unsur akademik. 4. Mengembalikan fungsi fasilitas ibadah di lingkup akademik. Musallah sekolah misalnya, dihidupkan kembali dengan budaya shalat
94
berjamaah oleh segenap masyarakat sekolah, sehingga pelajaran agama tidak sekedar bernilai teoritis. 5. Apresiasi pemerintah terhadap setiap jenjang pendidikan yang berhasil menerapkan pendidikan berbasis kecerdasan komprehensif ini dengan memberikan penghargaan, hingga bantuan beasiswa bagi guru yang ingin meningkatkan kualitas akademiknya. Perlu penulis tegaskan disini, bahwa prestasi belajar pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor yang kompleks, bila disederhanakan, faktor-faktor yang mempengaruhinya terdiri dari: 1) Bahan /input yang harus dipelajari Berkaitan dengan faktor bahan yang harus dipelajari oleh siswa, MAN Suruh kab. Semarang melengkapai berbagai bahan buku bacaan di Perpustakaan, baik buku yang berkaitan dengan pelajaran maupun buku-buku pendukung lainnya. Data yang diperoleh dari pihak Perpusatakaan memperlihatkan bahwa tingkat intensitas yang tinggi mengenai minat para siswa untuk memanfaatkan fasilitas ini, baik baca di tempat maupun dibawa pulang. Selain itu, ekstra kurikuler yang meliputi baca kitab dan tafsir al-Qur’an juga memiliki konstribusi yang baik terhadap pembentukan karakter siswa yang bersangkutan. 2) Faktor lingkungan MAN Suruh kab. Semarang yang berdekatan dengan dua pondok pesantren diharapkan memiliki andil terhadap pembentukan
95
karakter siswa di MAN Suruh. Hal ini paling tidak dikarenakan sebagian besar siswa memfungsikan pondok sebagai penginapan sekaligus media belajar kedua setelah sekolah. 3) Faktor instrumental Faktor instrumen yang penulis maksudkan disini adalah kurikulum yang diterapkan oleh MAN Suruh kab. Semarang. Ciri kurikulum MAN Suruh tersebut ditandai dengan, antara lain:
Lebih menitikberatkan pencapaian target kompetensi (attainment targets) dari pada penguasaan materi;
Lebih mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia; Memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana pendidikan (baca: guru) di lapangan untuk mengembangkan dan melaksanakan program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan. Ciri-ciri di atas melahirkan tujuan pokok pembelajaran, yaitu
diarahkan untuk mengantarkan peserta didik dapat memahami pokokpokok hukum Islam dan tata cara pelaksanaannya untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehingga menjadi muslim yang selalu taat menjalankan syariat Islam secara kaffah (sempurna). Dengan demikian, para peserta didik memiliki bekal untuk mengetahui dan memahami pokok-pokok ajaran Islam dalam mengatur ketentuan dan tata cara menjalankan hubungan manusia dengan Allah yang diatur dalam al-Quran Hadits dan hubungan manusia dengan sesama dalam bentuk akhlakul karimah dan untuk melaksanakan juga mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan
96
benar dalam melaksanakan ibadah kepada Allah dan ibadah sosial. Pengalaman tersebut diharapkan menumbuhkan ketaatan menjalankan hukum Islam, disiplin dan tanggung jawab sosial yang tinggi dalam kehidupan pribadi maupun sosial.
Keempat faktor tersebut telah dilakukan oleh penyelenggara pendidikan di MAN Suruh kab. Semarang dengan berbagai program pembelajaran bagi siswa. Hal ini menunjukkan bahwa prestasi belajar dipengaruhi oleh bahan yang dipelajari, karena masing-masing bahan memiliki karakter-karakter khusus yang menuntut cara belajar yang berbeda-beda.
Perangkatkerasdanlunak
yang
berfungsisebagaisaranauntukmencapaitujuanpengajaranikut
pula
menentukanderajatprestasibelajar
yang
dapatdicapaiindividu.Faktorlingkunganfisikdansosial
juga
mempunyaipengaruhterhadapprestasibelajar.Di kondisiindividumerupakanfaktorpenting mempengaruhiprestasibelajar, berbedamenciptakanprestasibelajar
sampingitu
dalam
juga,
kegiatanbelajar
karakteristikindividu yang
yang yang
berbeda
pula.Kondisiinidapatdibedakanantarakondisifisikdankondisipsikis.Kondisi fisikantaralainkondisikesehatansecaraumumyaitukondisipancainderasepert imatadantelinga. Kondisipsikisantaralainmeliputikecerdasanintelektualdankecerdasanemosi onal, bakat, minat, motivasi, perhatian, kepribadian, kematangandan lainlain.
97
Untuk melihat sejauhmana pencapaian prestasi akademis yang ditunjukkan oleh siswa, MAN Suruh masih terjebak pada persoalan klasik yaitu tuntutan mengejar nilai kriteria ketuntasan minimal sehingga konsep pendidikan karakter yang sudah terbangun mengalami degradasi. Hendaknya patut diketahui bahwa prestasi belajar yang dapat dicapai oleh peserta didik seharusnya selalu paralel dengan karakter siswa. Berbagai studi yang telah dilakukan oleh para ahli psikologi juga membuktikan bahwa individu yang memiliki karakter yang baik akan memperoleh prestasi belajar yang lebih tinggi dibanding dengan yang dapat dicapai oleh individu yang kurang berkarakter dalam situasi belajar yang sama. Hal ini terbukti banyak orang yang memiliki kecerdasan intelektual belajar pada orang yang memiliki karakter yang positif. Dengan demikian, karakter yang positif dapat diartikan sebagai kepandaian dan ketepatan seseorang dalam mengelola diri sendiri dalam berhubungan dengan orang lain di sekeliling mereka dengan menggunakan seluruh potensi psikologis yang dimilikinyanya seperti inisiatif, empati, adaptasi, komunikasi, kerjasama dan kemampuan persuasif yang secara keseluruhan telah mempribadi dalam diri seseorang. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahuibahwa prestasi yang dicapai oleh peserta didik MAN Suruh Kab. Semarang merupakan hasil “manipulasi” nilai yang terjadi akibat adanya kriteria ketuntasan minimal (KKM) sehingga nilai (skor test) tidak bsa dijadikan acuan untuk melihat capaian dalam ranah afektif maupun psikomotorik..
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari hasil pembahasan dan analisis data yang terkumpul tentang pengaruh pendidikan berbasis skor terhadap karakter siswa di MAN Suruh Kab. Semarang dapat diambil beberapa kesimpulan; 1. Pengembanganpendidikan agama islamdi MAN Suruh kab. Semarang pada dasarnya lebih pada pengembangan aspek kognitif semata meskipun pada awalnya pihak sekolah telah merumuskan pengembangan aspek afektif dan psikomotorik melalui penekanan bagaimana mengevaluasi perilaku (akhlak/moral Islam).Hal ini lebih dikarenakan tuntutan kurikulum yang masih menjadikan skor tes (manifestasi dari konsep kognitif} sebagai bahan patokan untuk menentukan kelulusan. 2. Karakter siswa MAN Suruh Kab. Semarang a. Siswa belum memiliki karakter yang baik meskipun prestasi dalam mata pelajaran Akidah Akhlak, al-Qur’an Hadits dan Fiqh bisa dikatakan sangat bagus. Hal ini lebih dikarenakan efek dari penerapan sistem KKM b. Karakter siswa yang menonjol adalah karakter yang jauh dari nilainilai islami. 3. Dari penjabaran dalam bab 4 dapat ditarik kesimpulan bahwa bahwacapaianprestasikognitif
97
98
parasiswaternyatatidaksebandingdenganpembentukan karakter siswa.Hal ini lebih dikarenakan para guru lebih berorientasi pada nilai, sebab sistem yang diterapkan untuk menentukan ketuntasan siswa dalam mata pelajaran hanya bertumpu pada faktor kognitif semata. B. Rekomendasi 1. Kepada Guru Pendidik harus dapat memberikan teladan dan pembinaan secara berkelanjutan bagi subjek didiknya. Pendidik memberikan penjelasan tentang makna agama yang harus dipraktekkan dalam kehidupan seharihari. Selain itu, pendidik juga harus profesional, berakhlak mulia, memahami perbedaan karakter yang dimiliki oleh setiap peserta didik dan mengamalkan ilmu yang dimilikinya. 2. Bagi Peserta Didik Agar pelaksanaan proses pelajaran mapel agama dapat mencapai tujuan yang diinginkannya, maka setiap peserta didik hendaknya menyadari tugas dan kewajibannya sebagai peserta didik yaitu membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu, menghormati pendidik dan orang tuanya, kreatif, aktif dan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. 3. Bagi Lembaga Pendidikan Agar
lebih
meningkatkan
kualitas
pendidikannya
dengan
cara
menanamkan perilaku yang berbudi pekerti dan berakhlak mulia, mengembangkan kemampuan siswa, menggali potensi yang dimiliki oleh siswa agar menghasilkan lulusan yang memiliki karakter, keterampilan
99
dan pengetahuan yang memadai untuk mengembangkan potensinya secara optimal. C. Penutup Dengan rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas terselesainya penulisan tesis ini. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan tesis ini jauh dari kesempurnaan bahwa terdapat kesalahan dan kekurangan, hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan penulis. Penulis mengharap kritik yang konstruktif dan saran dari para pembaca demi perbaikan dan kesempurnaan tesis ini. Akhirnya penulis berharap semoga tesis yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umunya.
DAFTAR PUSTAKA
Agustian. Ari Ginanjar. 2001Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spritual. Jakarta: Arga. . 2007. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual: ESQ. Jakarta: Arga. Al-Abrasy,M. Atiyah, Al-tarbiyah Al-Islamiyah, terjemahan Prof Bustami A.
Ghani dan Djohar Bahry LIS., Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Bulan Bintang, Jakarta 1980:10
Al-Asqalani, Ahmad ibn A’ly ibnu Hajar. Fathul-Bari bi Syarh Shahih Bukhari. Juz I.t.tt. Bairut Darul Ma’arif al-Attas, Syed Muhammad Naquib, Islam and Secularism. 1993. Kuala Lumpur Al-Ghazali, Permata Al Qur ‘an, CV Rajawali Jakarta, 1985:VI
Ali,Ashraf, Horizon-horizon baru Pendidikan Islam, Pustaka Firdaus: Jakarta, 1984: 23
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa, 1985. Tafsir Al-Maraghi. Terjemahan oleh Bahrun Abubakar. Semarang: Toha Putra, 1985 Al-Nahlawi, Abdurrahman,Ushul al-Tarbiyah al-IslāmiyahwaAsālibuhā fi al-Bait wa al-Madrasah wa al-Mujtama’. edisi ke-25. Damaskus: Dar al-Fikr, 2007 , Usul aI-Islamiyyah Wa Asaibuha, terjemahan Drs. Hery Noer Ali, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, CV. Diponegoro, Bandung, 1989 Al-Syaibani,Omar Mohammad Al-Toumy, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang. 1979
Alwisol. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM, 2006 Amin. 1929. Kitāb al-Akhlāq. Cairo: Dar al-kutub al-Mishriyah Arifin, M 1994. Ilmu Pendidikan Islam (Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Cet. 3. Jakarta : Bumi Aksara. Arifin, M.. 1991. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. ke-1. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi.1993. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Cet. ke-10. Jakarta: Bumi Aksara. Ath-Thabari, Abu Ja‟far Muhamad Ibnu Jarir. 1988. Jami’ul-bayan ‘an Ta’wil ‘ayil-Quran. Beirut: Darul-Fikr Azizy,Ahmad Qodri., Islam dan Permaslahan Sosial; Mencari Jalan Keluar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000
Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2000 Bastable. Susan B. 2002. Perawat sebagai pendidik prinsip-prinsip pembelajaran dan pengajaran. Jakarta: EGC Battistich. Victor, Character Education. Prevention. and Positif Youth Development. Illinois: University of Missouri. St Louis. www. character. org/reports. diunduh tanggal 22 Juni 2013 Battistich. Victor. 2007. Character Education. Prevention. and Positif Youth Development. Illinois: University of Missouri. St Louis. www. character. org/reports. diunduh tanggal 22 Juni 2010. Bell,Margaret E., Belajar dan Membelajarkan, Jakarta: Raja Grafindo Persada: 1994
Bogdan dan Biklen. 1982. Qualitative Research for Education. An Introduction on Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon Inc. Bungi, Burhan. Analisa Data Penelitian Kualitatif. 2003.Jakarta: Rajawali Press Carter V. Good. Dictionary of Education. 1945. New York: McGraw-Hill Book Company Creswell. J. W. 2007. Quaitative Inquiry and Research Design Choosing Among Five Tradition. California: Sega Publivation. Daniel Goleman. 2000. KecerdasanEmosionalUntukMencapaiPrestasi Jakarta: GramediaPustakaUtama. Daradjat,Zakiah, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara bekerjasama dengan Binbaga Depag RI Jakarta. 1996: 31
Departemen Agama. 1991. Alquran dan Terjemahnya. Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Alquran. Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006.
E. E. Lamson. 1984. “High School Achievement of 56 Gifted Children“. Journal of Genetic Psyichology. 47/1935. h. 233-238. dikutip dalam Lester D. Croww & Alice Crow. Educational Psyichology. terj. Z. Kasijan. Psikologi Pendidikan Surabaya: Bina Ilmu. Efendi,Agus, Revolusi Abad 21: Kritik MI, EI, SQ, AQ dan Successfull Inteligence Atas IQ, Bandung: Alfabeta, 2005
Elmufida, interview, 15 Mei 2013 Farida Zakia, xii IPA, interview, 17 April 2013 Haditono,Siti Rahayu, dkk., Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya, Yogyakarta: gadjah mada University Press, 1996, cet. VIII
Hadjar. 2010. “Evaluasi Hasil Belajar Afektif Pendidikan Agama: Konsep dan Pengukurannya”. Muntholi’ah ed. . Guru Besar Bicara Mengembangkan Keilmuan Pendidikan Islam. Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisanga dan RaSAIL Media Group Hasanah, Aan. Pendidikan Berbasis Karakter. http://www.mediaindonesia.com/read/2009/12/14/111318/68/11/Pendi dikan-Berbasis-Karakter Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005, Cet. ke-4: 4
Hasyim AS,interview, 15 Mei 2013 Hidayatullah,Syarif, Intelektualisme dalam Perspektif Neo-Modernisme PT. Tiara Wacana, Yogyakarta 2000
Hitami, Munzir, Menggagas Kembali Pendidikan Islam, Yogyakarta: Infinite Press, 2004 Husaini. Adian. 2010. Pendidikan Islam: Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab. Jakarta. Cakrawala Publishing Ibnu Miskawaih, Tahdzibul Akhlak, Mesir: al-Mathbah al-Husainiyyah, t.th
Khaldun, Ibnu, Muqaddimah Ibnu Khaldun, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001 Kilpatrick. W. 1992. Why Johny Can’t Tell Right From Wrong. New York: Simon and Schuster. Inc. books. google. co. id/books?isbn=0671870734. . . diunduh tanggal 20 Juni 2013 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan MAN Suruh Kab. Semarang tahun 20122013
Kvale, Steiner. 1996. Introducting to Qualitative Research Interviewing. California: Sage Publication Langgulung, Hasan, Beberapa Permikiran Tentang Pendidikan Islam PT. Al Ma’arif, Bandung 1995
Laster D. Crow & Alice Crow. 1984. Education Psyicology. terj. Z. Kasijan. Psikologi Pendidikan Surabaya: Bina Ilmu. Lickona. T. . Schaps. E. & Lewis. C 1992. Educating for Character. How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. Bantam Books. New York. . 2003. CEP’s Eleven Principles of Effective character Education. Washington. DC: Character Education Partnership. M. Sobirin, kls xii, IPS, interview, 17 April 2013 Marianto. Dwi Astuti. 2002. “Pendidikan Karakter”: Paradigma Baru dalam Pembentukan Manusia Berkualitas. http://ikk. fema. ipb. ac. id/v2/images/dosen/dwi. h. pdf. arimba,Ahmad D., Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: PT. Al-maarif, 1981, cet ke-5
McMillan. J. H. & Sally Schumacer. 1997. Research ini Education. New York Sanfransisco: Longman. Megawangi. Ratna. 2006. Membangun SDM Indonesia melalui Pendidikan Holistik Berbasis Karakter. Versi Web. Miftahuzzahid, xii Agama, interview, 17 April 2013 Miles dan Huberman.1984.Qualitative Data Analysis. London: Routledge Miskawaih, Ibnu, Tahzib al-Akhlaq, Mesir: al-Mathbah al-Husainiyyah, t.th. Moh. Nazir. Ph. D. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia. Moleong. Lexy J. 2004. Metoe Penlitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya Muchlas, Kepala MAN Suruh, interview, 15 Mei 2013 Muhammad al-Abd. t. t. . al-khlāq fi al-Islām. Cairo: al-Jami’ah al-Qahirah. t. t. Mujib, Abdul, dkk., Ilmu Pendidikan Islam.2008. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, cet. II
Mursidin. 2011. Moral Sumber Pendidikan. Sebuah Formula Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah/Madrasah. Bogor: Ghalia Indonesia Nata, Abuddin. 1997. Filsafat Pendidikan Islam I. Ciputat: Logos Wacana Ilmu. Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian.Jakarta: PT. Ghalia Indonesia Nuh, Mohammad. Sambutan Mendiknas pada Peringatan Hardiknas 2 Mei 2010 (pdf). http://www.depdiknas.go.id/ Nurkancana, Wayan. 1986. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. Patricia Patton. 2002. EQ- PengembanganSuksesLebihBermakna. tp. Mitra Media. 2002 Purwanto. 2009. Evaluasi hasil Belajar. Yogjakarta: Pustaka Pelajar. Purwanto. Evaluasi hasil Belajar. 2009.Yogjakarta: Pustaka Pelajar Ramayulis, Prof. DR. H.,Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2004, Cet ke-4: 1
, Metodologi Pendidikan Agama Islam. t.th. Jakarta: Kalam Mulia Richey, Robert W.Planing for Teaching and Introduction to Education. cet. XII. 1968. New York, McGraw-Hill Robert T. Thorndike & Elizabeth Hagen.1962. Measurement and Evluation in Psychology and Education. 2nd Edition New York: John Wiley & Sons inc. Rosidah, interview, 15 Mei 2013 Sagita. Wilda. 2011. Implementasi Program Kerja Sekolah Bidang Kesiswaan Pada Pengembangan Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa. Jakarta. Univ. Pendidikan Indonesia. Sanaky,Hujair AH, Paradigma Pendidikan Islam; Membangun Masyarakat Indonesia, Yogyakarta: Safiria Insania Press dan MSI, 2003
Sarwono. Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu Satiadarma, Monty P. dan Fidelis E. Waruwu, Mendidik Kecerdasan: Pedoman Bagi Orang Tua dan Guru dalam Mendidik Anak Cerdas, Jakarta: Pustaka Populer Obor, 2003, Cet. I
Shaleh, Abdul Rahman. 2000. Pendidikan Agama dan Keagamaan (Visi, Misi dan Aksi). Jakarta: Gema Windu Panca Perkasa.
Slameto. 1999. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Stein, Steven J. dan Howard E. Book, Ledakan IQ: 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses, terj The IQ Edge: Emotional Intelligence and Your Success, Bandung: Kaifa, 2002, Cet. I
Subiyanto, interview, 15 Mei 2013 Sudjiono, Anas. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sugiono. 2009. Statistika untuk Penelitian. Jakarta: Alfabeta Sukardi. 2008. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Sulastri, interview, 15 Maret 2013 Syahminan, Zaini, Prinsip-Prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1986:4 Tafsir, Ahmad. 2002. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Thoha, M. Chabib, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1995: 99
Tim Dosen IAIN Sunan Ampel Malang. 1996. Dasar-dasar Kependidikan Islam (Suatu Pengantar Ilmu Pendidikan Islam). Surabaya: Karya Abditama. Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI. 2007. ILmu dan Aplikasi Pendidikan Bag 1 Ilmu Pendidikan Teoritis, Bandung: PT Imperial Bhakti Utama . 2007. ILmu dan Aplikasi Pendidikan Bag 3 Pendidikan Disiplin Ilmu. Jakarta: PT Imperial Bhakti Utama. Uhbiyati,Nur, Dra. Hj.,Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998, Cet. ke-2: 11
Wahidmurni.Cara Mudah Menuis Proposal dan Laporan Penelitian Lapangan. Malang: UM Press, 2008 www.eduscapes.com, diunduh tanggal 20 Juni 2013 www.eduscapes.com, diunduh tanggal 20 Juni 2013 www.goodcharacter.com, diunduh tanggal 20 Juni 2013
www.indianchild.com, diunduh tanggal 20 Juni 2013 www.urbanext.illinois.edu, diunduh tanggal 20 Juni 2013 www.wikipedia.com, diunduh tanggal 20 Juni 2013 Zook, George Frederick. Higher Education For American Democracy, vol. 5. United States. President's Commission on Higher Education, 1947 Zubaidi,Desain Pendidikan Karakter, Jakarta: Prenada Media Group, 2011 Zuchdi,Humanisasi Pendidikan. Jakarta: PT BumiAksara, 2009 Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam., Bumi Aksara. Jakarta, 1994