LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) 2015 DIREKTORAT PENGEMBANGAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav. 52-53 Jakarta 12950
Document Name Your Company Name (C) Copyright (Print Date) All Rights Reserved
1
DAFTAR ISI Kata Pengantar ........................................................................................
i
Daftar Isi .................................................................................................
ii
Daftar Tabel ............................................................................................ iii Daftar Gambar ........................................................................................
v
BAB I PENDAHULUAN A.
Tugas Pokok dan Fungsi ...................................................................
1
B.
Struktur Organisasi .........................................................................
2
C.
Latar Belakang Kegiatan/Program ...................................................
6
BAB II HASIL PEMBANGUNAN INDUSTRI, PERENCANAAN, DAN PERJANJIAN KINERJA A.
Hasil-hasil Pembangunan ................................................................ 12
B.
Arah Pembangunan ......................................................................... 17
C.
Rencana dan Penetapan Kinerja ...................................................... 24 1. Sasaran Strategi dan Indikator Kinerja Utama ............................ 24
D.
Rencana Kegiatan TA 2015 .............................................................. 27
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA A.
Analisis Capaian Kinerja ................................................................... 29 1. Meningkatnya share sektor industri terhadap total PDRB ............. 30 2. Meningkatnya unit usaha industri besar sedang ........................... 34 3. Meningkatnya kontribusi nilai tambah sektor industri .................. 35 4. Meningkatnya pertumbuhan sektor industri ................................. 37 5. Meningkatnya kontribusi investasi sektor industri ........................ 39
B.
Analisis Capaian Kinerja Sasaran Strategis Perspektif Tupoksi Tahun 2015 .................................................................................... 46
C.
Analisis Capaian Kinerja Sasaran Strategis Perspektif Kelembagaan Tahun 2014 .................................................................................... 58
D.
Akuntabilitas Keuangan .................................................................. 59
BAB IV KESIMPULAN Kesimpulan ............................................................................................. 62
ii
DAFTAR TABEL Tabel 1.
Kontribusi Penyumbang PDB Menurut Lokasi (Persen)
Tabel 2.
Jumlah Industri Pengolahan Besar dan Sedang, Jawa dan Luar Jawa, Tahun 2001-2008
Tabel 3.
Persebaran Kawasan Industri di Indonesia
Tabel 4.
Luas Lahan Kawasan Industri di Beberapa Pulau Besar Indonesia pada Tahun 2013
Tabel 5.
Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama berdasarkan perspektif stakeholder
Tabel 6.
Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama berdasarkan perspektif Tupoksi
Tabel 7.
Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama berdasarkan perspektif Kelembagaan
Tabel 8.
Program Kegiatan Dit. PFI Wilayah III TA 2014
Tabel 9.
Pangsa Nilai Tambah Sektor Industri Manufaktur terhadap Total PDRB Wilayah Menurut Wilayah (Atas Dasar Harga Konstan)
Tabel 10.
Perkembangan Nilai LQ Sektor Industri Manufaktur menurut Provinsi
Tabel 11.
Kontribusi Sektor Industri Manufaktur di Jawa dan Luar Jawa
Tabel 12.
Kontribusi Sektor Industri Manufaktur Menurut Wilayah
Tabel 13.
Pengelompokkan Sektor Industri Manufaktur Menurut Propinsi Berdasarkan Nilai Pertumbuhan dan LQ Berdasarkan Rata-Rata Tahun 2010-2013
Tabel 14.
Perkembangan Investasi PMDN Menurut Sektor
Tabel 15.
Investasi PMDN Q3 Tahun 2014 Menurut Propinsi
Tabel 16.
Investasi PMDN Tahun 2014 di Wilayah III
Tabel 17.
Perkembangan Investasi PMA Menurut Sektor iii
Tabel 18.
Investasi PMA Tahun 2014 Menurut Propinsi di Wil. III
Tabel 19.
Investasi PMA Tahun 2014 di Wilayah III
Tabel 20.
Perbandingan Ekspor Non-Migas Tahun 2013 dan 2014 Menurut Provinsi
Tabel 21.
Pencapaian Sasaran Program 1
Tabel 22.
Pencapaian Sasaran Program 2
Tabel 23.
Pencapaian Sasaran Program 3
Tabel 24.
Pencapaian Sasaran Program 4
Tabel 25.
Pencapaian Sasaran Program 5
Tabel 26.
Fasilitasi Bantuan Mesin / Peralatan
Tabel 27.
Realisasi Kegiatan Pembangunan Infrastruktur APBN-P
Tabel 28.
Realisasi Anggaran Kegiatan Ditjen PFI III T.A 2015
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Organisasi Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III Gambar 2. Peranan Wilayah/Pulau Dalam Pembentukan PDB Nasional Triwulan II-2014 (persen) Gambar 3. Pertumbuhan Sektor Industri Tahun 2001-2012 Gambar 4. Nilai Rata-Rata LQ Tahun 2010-2014 Sektor Industri Manufaktur Menurut Gambar 5. Pertumbuhan Sektor Industri Manufaktur Tahun 2001- 2014 Gambar 6. Perkembangan Investasi PMdn Tahun 2010-2014 Menurut Wilayah Gambar 7. Perkembangan Investasi PMA Tahun 2008-2012 Menurut Wilayah
v
2015
BAB I PENDAHULUAN
A. Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III merupakan salah satu unit eselon II pada Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri
di
lingkungan
Kementerian
Perindustrian
yang
dibentuk
berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 105 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. Sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor: 105/M-IND/PER/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian, maka Tugas Pokok Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III adalah melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengembangan fasilitasi industri wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri menyelenggarakan Fungsi yaitu: a. Penyiapan
perumusan
kebijakan
pengembangan
fasilitasi
industri
termasuk penyiapan penetapan peta panduan pengembangan industri unggulan provinsi dan peta panduan pengembangan kompetensi inti industri kabupaten/kota serta pengembangan kawasan industri wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua; b. Penyiapan pelaksanaan kebijakan pengembangan fasilitasi industri wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua; c. Penyiapan
penyusunan
norma,
standar,
prosedur
dan
kriteria
pengembangan fasilitasi industri wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua; 1
2015
d. Penyiapan bimbingan teknis dan evaluasi teknis pengembangan fasilitasi industri wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua; dan e. Pelaksanaan urusan tata usaha dan manajemen kinerja Direktorat PFI wilayah III. B. Struktur Organisasi Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi seperti pada bagian A di atas, unit organisasi Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III dibagi menjadi 3 (tiga) unit Eselon III, dengan struktur seperti pada Gambar 1. Gambar 1. Struktur Organisasi Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III Direktur
Subbag Tata Usaha dan Manajemen Kinerja
Subdirektorat Industri Unggulan Provinsi
Subdirektorat Kompetensi Inti Industri Kab/Kota
Subdirektorat Kawasan Industri
1. Subdirektorat Industri Unggulan Provinsi Mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengembangan industri unggulan provinsi wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Dalam melaksanakan tugas di atas, Subdirektorat Industri Unggulan Provinsi menyelenggarakan fungsi:
2
2015
a. analisis dan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma,
standar,
prosedur,
dan
kriteria
di
bidang
pengembangan industri unggulan provinsi wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua; dan b. penyiapan bahan bimbingan teknis, pemantauan dan evaluasi di bidang pengembangan industri unggulan provinsi wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
Subdirektorat Industri Unggulan Provinsi terdiri atas 2 unit eselon IV: (1) Seksi Analisis Industri Unggulan Provinsi mempunyai tugas melakukan analisis dan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma,
standar,
prosedur,
dan
kriteria
di
bidang
pengembangan industri unggulan provinsi wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. (2) Seksi Monitoring dan Evaluasi Industri Unggulan Provinsi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pemantauan dan evaluasi di bidang pengembangan industri unggulan provinsi wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
2. Subdirektorat Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota Mempunyai tugas penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis dan
evaluasi
di
bidang
pengembangan
kompetensi
inti
industri
kabupaten/kota wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
3
2015
Dalam melaksanakan tugas di atas, Subdirektorat Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota menyelenggarakan fungsi: a. analisis dan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma,
pengembangan
standar,
kompetensi
prosedur,
inti
industri
dan
kriteria
di
kabupaten/kota
bidang wilayah
Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua; dan b. penyiapan bahan bimbingan teknis, pemantauan, dan evaluasi di bidang pengembangan
kompetensi
inti
industri
kabupaten/kota
wilayah
Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Subdirektorat Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota terdiri atas 2 unit eselon IV: (1) Seksi Analisis Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota mempunyai tugas melakukan analisis dan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengembangan
kompetensi
inti
industri
kabupaten/kota
wilayah
Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. (2) Seksi Monitoring dan Evaluasi Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota mempunyai
tugas
melakukan
penyiapan
bahan
bimbingan
teknis,
pemantauan dan evaluasi di bidang pengembangan kompetensi inti industri kabupaten/kota wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. (3) Subdirektorat Kawasan Industri Subdirektorat
Kawasan
Industri
mempunyai
tugas
melaksanakan
penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis dan evaluasi di
4
2015
bidang pengembangan dan promosi kawasan industri wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Dalam
melaksanakan
tugas
di
atas,
Subdirektorat
Kawasan
Industri
menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengembangan infrastruktur pendukung kawasan industri wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua; dan b. penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang fasilitasi pengembangan dan promosi kawasan industri wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Subdirektorat Kawasan Industri terdiri atas 2 unit eselon IV: (1) Seksi
Pengembangan
Infrastruktur
Pendukung
mempunyai
tugas
melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengembangan infrastruktur pendukung kawasan industri wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. (2) Seksi Fasilitasi Pengembangan Kawasan Industri mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang fasilitasi pengembangan dan promosi kawasan industri wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
5
2015
(4) Subbagian Tata Usaha dan Manajemen Kinerja Mempunyai
tugas
melakukan
administrasi
kepegawaian,
keuangan,
perlengkapan, rumah tangga, surat menyurat, kearsipan, dokumentasi, dan manajemen kinerja Direktorat. C. Latar Belakang Kegiatan/Program Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2015-2019,
kebijakan
bidang
ekonomi
diarahkan
untuk
meningkatkan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi dengan titik berat pada transformasi industri yang berkelanjutan, sehingga perekonomian Indonesia akan berbasis kepada nilai tambah ekonomi yang lebih tinggi. Industri-industri strategis ekonomi domestik akan lebih digiatkan dengan prioritas pada penguatan kedaulatan pangan, kemaritiman, kedaulataan energi
serta
upaya
untuk
mendorong
industri
pengolahan
dan
perekonomian yang lebih mandiri. Salah satu permasalahan utama yang akan dihadapi pada periode ini adalah Penguatan struktur ekonomi, berupa penguatan sektor primer, sekunder dan tersier secara terpadu, dengan sektor sekunder menjadi penggerak utama perubahan tersebut. Kemajuan sektor industri pengolahan masih berjalan lambat. Padahal agar perekonomian bergerak lebih maju sektor industri pengolahan harus menjadi motor penggerak Arah Kebijakan pembangunan industri berdasarkan RPJMN 2015-2019 antara lain : 1. Pengembangan Perwilayahan Industri di luar Pulau Jawa: (a) Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri terutama yang berada dalam Koridor ekonomi; (b) Kawasan Peruntukan Industri; (c) Kawasan Industri; dan (d) Sentra IKM. 2. Penumbuhan Populasi Industri dengan menambah paling tidak sekitar 9 ribu usaha industri berskala besar dan sedang dimana 50 persen 6
2015
tumbuh di luar Jawa, serta tumbuhnya Industri Kecil sekitar 20 ribu unit usaha. Strategi utama penumbuhan populasi adalah dengan mendorong investasi baik melalui penanaman modal asing maupun modal dalam negeri, 3. Peningkatan Daya Saing dan Produktivitas (Nilai Ekspor dan Nilai Tambah Per Tenaga Kerja) Undang – Undang No 3 Tahun 2014 pada pasal 14 telah disebutkan bahwa Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melakukan percepatan penyebaran dan pemerataan pembangunan Industri ke seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Perwilayahan Industri. Perwilayahan industri dilakukan dengan paling sedikit memperhatikan: a. Rencana tata ruang wilayah b. Pendayagunaan potensi sumber daya wilayah secara nasional c. Peningkatan
daya
saing
industri
berlandaskan
keunggulan
sumber daya yang dimiliki daerah. Peningkatan nilai tambah sepanjang rantai nilai Perwilayahan industri dilaksanakan melalui: d. Pengembangan wilayah pusat pertumbuhan industri; e. Pengembangan kawasan peruntukkan industri; f. Pembangunan kawasan industri; g. Pengembangan sentra industri kecil dan industri menengah. Strategi pengembangan perwilayahan industri yang digarisbawahi pada Undang – undang No. 3 Tahun 2014 adalah pembangunan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri, Kawasan Peruntukkan Industri, Kawasan Industri dan Sentra Industri Kecil dan Menengah
7
2015
Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri adalah Suatu wilayah dengan karakteristik
tertentu
yang
berpotensi
untuk
menumbuhkan
dan
mengembangkan industri tertentu yang akan berperan sebagai penggerak utama (prime mover) bagi pengembangan wilayah tersebut serta membawa peningkatan pertumbuhan industri dan ekonomi pada wilayah lain di sekitarnya dalam suatu wilayah regional atau provinsi dengan batas-batas yang jelas. Kriteria yang dimilik daerah dalam suatu WPPI antara lain : •
potensi sumber daya alam (agro, mineral, migas);
•
ketersediaan infrastruktur transportasi;
•
kebijakan affirmatif untuk pengembangan industri ke luar pulau jawa;
•
penguatan dan pendalaman rantai nilai;
•
kualitas dan kuantitas SDM;
•
memiliki potensi energi berbasis sumber daya alam (batubara, panas bumi, air);
•
memiliki potensi sumber daya air industri;
•
memiliki potensi dalam pewujudan industri hijau; dan
•
kesiapan jaringan pemanfaatan teknologi dan inovasi.
Kawasan
Peruntukan
Industri
adalah
bentangan
lahan
yang
diperuntukkan bagi kegiatan industri berdasarkan rencana tata ruang wilayah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Industri penggerak utama untuk setiap WPPI dan industri lainnya harus berada di dalam lokasi Kawasan Peruntukkan Industri. Pengembangan KPI dilakukan dengan mengacu pada RTRW masingmasing kabupaten/kota. KPI merupakan lokasi kawasan industri, dan lokasi industri di daerah yang belum/tidak memiliki kawasan industri, 8
2015
atau telah memiliki kawasan industri tetapi kavlingnya sudah habis. Bagi kabupaten/kota
yang
tidak
termasuk
dalam
WPPI
dan
tidak
memungkinkan dibangun kawasan industri karena tidak layak secara teknis
dan
ekonomis,
pengembangan
industrinya
dapat
dilakukan
sepanjang berada di dalam KPI. Kawasan Industri yang akan dibangun diprioritaskan pada daerahdaerah yang berada dalam WPPI. Daerah-daerah di luar WPPI yang mempunyai
potensi,
juga
dapat
dibangun
kawasan
industri
yang
diharapkan menjalin sinergi dengan WPPI yang sesuai. Dalam rangka percepatan
penyebaran
industri
keluar
Pulau
Jawa,
pemerintah
membangun kawasan-kawasan industri sebagai infrastruktur industri di WPPI. Pembangunan kawasan industri sebagai perusahaan kawasan industri yang lebih bersifat komersial didorong untuk dilakukan oleh pihak swasta. Pengembangan Sentra Industri Kecil dan Industri Menengah (Sentra IKM) dilakukan pada setiap wilayah Kabupaten/Kota (minimal sebanyak satu sentra IKM, terutama di luar Pulau Jawa) yang dapat berada di dalam atau di luar kawasan industri. Bagi kabupaten/kota yang tidak memungkinkan dibangun kawasan industri karena tidak layak secara teknis dan ekonomis, maka pembangunan industri dilakukan melalui pengembangan Sentra IKM yang perlu diarahkan baik untuk mendukung industri besar sehingga perlu dikaitkan dengan pengembangan WPPI, maupun sentra IKM yang mandiri yang menghasilkan nilai tambah serta menyerap tenaga kerja. Pengembangan perwilayahan industri dilaksanakan dalam rangka percepatan penyebaran dan pemerataan industri ke seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan sasaran sebagai berikut:
9
•
2015
Peningkatan kontribusi sektor industri pengolahan non-migas luar Jawa dibanding Jawa dari 27,22% : 72,78 % pada tahun 2013 menjadi 40% : 60% pada tahun 2035.
•
Peningkatan kontribusi investasi sektor industri pengolahan nonmigas di luar Jawa terhadap total investasi sektor industri pengolahan non migas nasional;
•
Penumbuhan kawasan industri sebanyak 36 kawasan yang memerlukan ketersediaan dengan lahan sekitar luas 50.000 Ha yang diprioritaskan berada di luar Jawa sampai dengan tahun 2035;
•
Pembangunan Sentra IKM baru, sehingga setiap Kabupaten/Kota mempunyai minimal satu Sentra IKM;
Salah satu misi pembangunan jangka panjang yang terkait dengan pengembangan wilayah adalah mewujudkan pemerataan dan penyebaran pembangunan industri berlandaskan keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh masing-masing wilayah. Pengembangan wilayah tersebut diarahkan untuk memantapkan penataan pengembangan kewilayahan industri dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya
saing
daerah
yang
didukung
infrastruktur
yang
Berdasarkan misi Kementerian Perindustrian tahun 2015
memadai.
diantaranya
mendorong peningkatan nilai tambah industri; memfasilitasi penguasaan teknologi industri; dan mendorong penyebaran pembangunan industri ke luar pulau Jawa. Arah pembangunan industri kewilayahan yang hendak dicapai pada dasarnya merupakan upaya untuk meningkatkan daya saing daerah, yang diharapkan dapat memberikan dampak positif, baik yang menyangkut penyerapan
tenaga
kerja,
peningkatan
investasi
dan
kredit
yang 10
2015
digunakan, maupun dalam memberikan pendapatan bagi masyarakat lokal.
Konsep
mengaitkan
dasar
dan
pengembangan
mensinergikan
aspek
industri
kewilayahan
utamanya,
yaitu
dengan
kewajiban
membangun kompetensi inti industri daerah, ditunjang oleh kemampuan dalam melakukan membangun jejaring (kerja sama antara pemerintah, dunia usaha dan akademisi) dan dukungan fasilitas infrastruktur industri termasuk peningkatan sumber daya manusia yang berbasis ilmu dan teknologi. Kontribusi wilayah Jawa dan Bali relatif lebih maju dan berkembang dibanding wilayah lainnya, namun seiring dengan perubahan lingkungan strategis dan sebagai pusat kegiatan ekonomi nasional maka pusat-pusat industri baru akan tumbuh di koridor Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua dengan mengembangkan potensi sumber daya yang ada. Pada dasarnya pembangunan sektor industri di daerah diserahkan kepada peran aktif pemerintah daerah, sektor swasta, sementara pemerintah pusat lebih banyak berperan sebagai fasilitator yang mendorong dan memberikan berbagai kemudahan bagi aktivitas-aktivitas sektor swasta.
11
2015
BAB II
HASIL PEMBANGUNAN INDUSTRI DAN PERJANJIAN KINERJA
A. Hasil - Hasil Pembangunan
Pembangunan
Industri
merupakan
salah
satu
pilar
pembangunan
perekonomian nasional, yang diarahkan dengan menerapkan prinsip-prinsip pembangunan industri yang berkelanjutan yang didasarkan pada aspek pembangunan
ekonomi,
sosial,
dan
lingkungan
hidup.
Saat
ini
pembangunan industri sedang dihadapkan pada persaingan global yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan Industri nasional. Peningkatan daya saing Industri dilakukan agar produk Industri nasional mampu bersaing di dalam negeri maupun luar negeri. Undang-Undang
Nomor
3
Tahun
2014
tentang
Perindustrian
telah
meletakkan industri sebagai salah satu pilar ekonomi dan memberikan peran yang cukup besar kepada pemerintah untuk mendorong kemajuan industri nasional secara terencana. Peran tersebut diperlukan dalam mengarahkan perekonomian
nasional
untuk
tumbuh
lebih
cepat
dan
mengejar
ketertinggalan dari negara lain yang lebih dahulu maju. Untuk memperkuat dan memperjelas peran pemerintah dalam pembangunan industri nasional, perlu disusun perencanaan pembangunan industri nasional yang sistematis, komprehensif, dan futuristik dalam wujud Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015-2035 yang selanjutnya disebut RIPIN 2015-2035. Penyusunan RIPIN 2015-2035 selain dimaksudkan untuk melaksanakan amanat ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian juga dimaksudkan untuk mempertegas keseriusan pemerintah dalam mewujudkan tujuan penyelenggaraan perindustrian, yaitu: • Mewujudkan industri nasional sebagai pilar dan penggerak perekonomian nasional; • Mewujudkan kedalaman dan kekuatan struktur industri;
12
2015
• Mewujudkan industri yang mandiri, berdaya saing, dan maju, serta Industri Hijau; • Mewujudkan kepastian berusaha, persaingan yang sehat, serta mencegah pemusatan
atau
penguasaan
industri
oleh
satu
kelompok
atau
perseorangan yang merugikan masyarakat; • Membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja; • Mewujudkan pemerataan pembangunan industri ke seluruh wilayah Indonesia guna memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional; • Meningkatkan
kemakmuran
dan
kesejahteraan
masyarakat
secara
berkeadilan. Pemerintah telah membuat sasaran pembangunan industri nasional yang terdapat dalam PP No 14 Tahun 2015, yaitu : Sasaran Kualitatif : • Meningkatnya pertumbuhan industri yang diharapkan dapat mencapai pertumbuhan 2 (dua) digit pada tahun 2035 sehingga kontribusi industri dalam Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 30% (tiga puluh persen); • Meningkatnya mengurangi
penguasaan ketergantungan
pasar
dalam
terhadap
dan
impor
luar bahan
negeri baku,
dengan bahan
penolong, dan barang modal, serta meningkatkan ekspor produk industri; • Tercapainya percepatan penyebaran dan pemerataan industri ke seluruh wilayah Indonesia; • Meningkatnya kontribusi industri kecil terhadap pertumbuhan industri nasional; • Meningkatnya pengembangan inovasi dan penguasaan teknologi; • Meningkatnya penyerapan tenaga kerja yang kompeten di sector industri; dan • Menguatnya struktur industri dengan tumbuhnya industri hulu dan industri antara yang berbasis sumber daya alam.
13
2015
Sasaran Kuantitatif sampai tahun 2035 NO
Indikator Pembangunan Industri
Satuan
2015
2020
2025
2035
1
Pertumbuhan sektor industri nonmigas
%
6,8
8,5
9,1
10,5
2
Kontribusi industri nonmigas terhadap PDB
%
21,2
24,9
27,4
30,0
3
Kontribusi ekspor terhadap total ekspor
%
67,3
69,8
73,5
78,4
4
Jumlah tenaga kerja di sektor industri
Juta orang
15,5
18,5
21,7
29,2
%
14,1
15,7
17,6
22,0
%
43,1
26,9
23,0
20,0
Rp Trilyun
270
618
1.000
4.150
%
27,7
29,9
33,9
40,0
5 6
produk
industri
Persentase tenaga kerja di sektor industri terhadap total pekerja Rasio impor bahan baku sektor industri terhadap PDB sektor industri nonmigas
7
Nilai Investasi sektor industri
8
Persentase nilai tambah sektor industri yang diciptakan di luar Pulau Jawa
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional yang berisi arahan, sasaran dan kebijakan Pengembangan Industri Nasional ke depan. Dalam penjelasan Perpres 28/2008 dijelaskan bahwa Penentuan Bangun Industri dilakukan melalui beberapa pendekatan sebagai berikut: • Memilih
industri
yang
memiliki
daya
saing
tinggi,
yang
diukur
berdasarkan analisis daya saing internasional, untuk didorong agar tumbuh dan berkembang menjadi tulang punggung sektor ekonomi di masa akan datang; • Memilih
produk-produk
unggulan
daerah
(provinsi,kabupaten/kota)
untuk diolah dan didorong agar tumbuh dan berkembang menjadi kompetensi
inti
industri
daerah,
dan
menjadi
tulang
punggung
perekonomian regional; • Memilih dan mendorong tumbuhnya industri yang akan menjadi industri andalan masa depan.
14
2015
Tujuan pembangunan industri jangka panjang yang dijelaskan dalam Perpres 28/2008 adalah membangun industri dengan konsep pembangunan yang berkelanjutan, yang didasarkan pada tiga aspek yang tidak terpisahkan yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan lingkungan hidup. Sedangkan
tujuan
pembangunan
sektor
industri
jangka
menengah
ditetapkan bahwa industri: • Harus
tumbuh
dan
berkembang
sehingga
mampu
memberikan
sumbangan nilai tambah yang berarti bagi perekonomian dan menyerap tenaga kerja secara berarti; • Mampu menguasai pasar dalam negeri dan meningkatkan ekspor; • Mampu mendukung perkembangan sektor infrastruktur; • Mampu
memberikan
sumbangan
terhadap
penguasaan
teknologi
nasional; • Mampu
meningkatkan
pendalaman
struktur
industri
dan
mendiversifikasi jenis-jenis produksinya; serta • Tumbuh menyebar ke luar Pulau Jawa.
Kementerian
Perindustrian
akan
terus
berupaya
untuk
melakukan
pemerataan dan penyebaran industri ke seluruh wilayah Indonesia. Gambar 3. Target Penyebaran Industri
Berdasarkan amanat UU No. 3/2014 tentang Perindustrian percepatan penyebaran pembangunan industri dilaksanakan melalui perwilayahan 15
2015
industri. Perwilayahan Industri adalah strategi pengembangan industri dengan
menggunakan
tumbuhnya
pusat
pendekatan
pertumbuhan
perwilayahan
industri
untuk
berdasarkan
mendorong potensi
dan
kesesuaian sumber daya wilayah tanpa dibatasi oleh kewenangan batas administrasi provinsi dan atau kabupaten/kota. Perwilayahan Industri yang diamanatkan oleh UU No. 3/2014 tentang Perindustrian dilaksanakan melalui: a.
Pengembangan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI);
b.
Pengembangan Kawasan Peruntukan Industri (KPI);
c.
Pembangunan Kawasan Industri (KI); dan
d.
Pengembangan Sentra Industri kecil dan Industri Menengah (Sentra IKM).
Perkembangan fasilitasi Identifikasi Potensi Pengembangan Perwilayahan Industri yang telah dilaksanakan oleh Ditjen PPI sampai dengan tahun 2015 telah menghasilkan 7 wilayah WPPI antara lain : •
WPPI Bitung-Manado-Tomohon-Minahasa-Minahasa Utara
•
WPPI Palu-Donggala-Parigi Mountong-Sigi
•
WPPI Morowali
•
WPPI Konawe-Kolaka
•
WPPI Pulau Morotai-Halmahera Timur-Halmahera Tengah
•
WPPI Takalar-Jeneponto-Bantaeng-Makassar-Maros-Gowa
Berdasarkan data Himpunan Kawasan Industri per Juli Tahun 2013, jumlah KI di Indonesia yang menjadi anggota sebanyak 52 perusahaan, dengan luas area 29.601,05 Ha, yang telah terbangun seluas 11.190,50 Ha. Jumlah perusahaan yang berada dalam KI tersebut
sebanyak 8.727 unit
dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 3.390.800 orang. Disamping itu, Kawasan Industri mempunyai peranan yang sangat strategis dalam hal menyumbang perolehan devisa negara, dikarenakan perusahaan yang berada dalam kawasan industri pada umumnya industri yang berorientasi ekspor. Berdasarkan data Himpunan Kawasan Industri (HKI), estimasi nilai ekspor dari Kawasan Industri sebesar US$ 47,4 milliar/tahun atau 41% dari total 16
2015
ekspor non migas. Sedangkan estimasi nilai investasi diperkirakan sebesar US$ 20-25 milliar per tahun. Tabel 3. Persebaran Kawasan Industri di Indonesia
Sumber : Hasil Survey 2013
Tabel 4. Luas Lahan Kawasan Industri di Beberapa Pulau Besar Indonesia pada Tahun 2013
Sumber : Hasil Survey 2013
B. Arah Pembangunan
Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, pembangunan industri diarahkan pada industri yang mengolah Sumber Daya Alam, pembangunan industri yang memperkuat kemampuan pembangunan jaringan interaktif, komunikasi dan informasi, pengembangan industri yang mampu merespon dinamika pasar dalam negeri maupun global 17
2015
dan membangun industri yang memperkuat integrasi ekonomi nasional, kemandirian bangsa dan keberlangsungan industri ke depan. Salah satu misi pembangunan jangka panjang yang terkait dengan pengembangan wilayah adalah mewujudkan pemerataan dan penyebaran pembangunan industri berlandaskan keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh masing-masing wilayah. Pengembangan wilayah tersebut diarahkan untuk memantapkan penataan pengembangan kewilayahan industri dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing daerah yang didukung infrastruktur yang memadai. Berdasarkan misi Kementerian Perindustrian tahun 2015 diantaranya mendorong peningkatan nilai tambah industri; memfasilitasi penguasaan teknologi industri; dan mendorong penyebaran pembangunan industri ke luar pulau Jawa. Strategi pengembangan perwilayahan industri menurut RPJMN 2015 - 2019 adalah:
Memfasilitasi pembangunan 14 Kawasan Industri (KI) yang
mencakup: (i) Bintuni - Papua Barat; (ii) Buli - Halmahera Timur-Maluku Utara; (iii) Bitung – Sulawesi Utara, (iv) Palu - Sulawesi Tengah; (v) Morowali - Sulawesi Tengah; (vi) Konawe – Sulawesi Tenggara; (vii) Bantaeng - Sulawesi Selatan; (viii) Batulicin - Kalimantan Selatan; (ix) Jorong - Kalimantan Selatan; (x) Ketapang - Kalimantan Barat; (xi) Landak – Kalimantan Barat, (xii) Kuala Tanjung, Sumatera Utara, (xiii) Sei Mangke – Sumatera Utara; dan (xiv) Tanggamus, Lampung. •
Membangun paling tidak satu kawasan industri di luar Pulau Jawa.
•
Membangun 22 Sentra Industri Kecil dan Menengah (SIKIM) yang trdiri dari 11 di Kawasan Timur Indonesia khususnya Papua, Papua Barat, Maluku, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur), dan 11 di Kawasan Barat Indonesia.
•
Berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan dalam membangun infrastruktur utama (jalan, listrik, air minum, telekomunikasi, pengolah limbah, dan logistik), infrastruktur pendukung tumbuhnya industri,
18
2015
dan sarana pendukung kualitas kehidupan (Quality Working Life) bagi pekerja. Arah pembangunan industri kewilayahan yang hendak dicapai pada dasarnya merupakan upaya untuk meningkatkan daya saing daerah, yang diharapkan dapat memberikan dampak positif, baik yang menyangkut penyerapan tenaga kerja, peningkatan investasi dan kredit yang digunakan, maupun dalam memberikan pendapatan bagi masyarakat lokal. Konsep dasar
pengembangan
industri
kewilayahan
dengan
mengaitkan
dan
mensinergikan aspek utamanya, yaitu kewajiban membangun kompetensi inti
industri
daerah,
ditunjang
oleh
kemampuan
dalam
melakukan
membangun jejaring (kerjasama antara pemerintah, dunia usaha dan akademisi)
dan
dukungan
fasilitas
infrastruktur
industri
termasuk
peningkatan sumber daya manusia yang berbasis ilmu dan teknologi. Ciri utama suatu pembangunan industri yang berdasarkan pada basis industri kewilayahan adalah menekankan pada kebijakan pemberdayaan masyarakat lokal, yang memanfaatkan potensi sumber daya manusia lokal, sumber daya instruktusional lokal, sumber daya fisik lokal dan sumber daya alam yang dimiliki daerah. Oleh karena itu, peran pemerintah dalam mewujudkan industri kewilayahan adalah melalui fasilitasi terbangunnya infrastruktur keindustrian, kelembagaan dan sumber daya manusia. PP No 14 Tahun 2015 menjabarkan Penahapan capaian pembangunan industri prioritas dilakukan untuk jangka menengah dan jangka panjang. Sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), tahapan dan arah rencana pembangunan industri nasional diuraikan sebagai berikut: 1. Tahap I (2015-2019) Arah rencana pembangunan industri nasional pada tahap ini dimaksudkan untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam pada industri hulu berbasis agro, mineral dan migas, yang diikuti dengan pembangunan industri pendukung dan andalan secara selektif melalui penyiapan SDM 19
2015
yang ahli dan kompeten di bidang industri, serta meningkatkan penguasaan teknologi. 2. Tahap II (2020-2024) Arah rencana pembangunan industri nasional pada tahap ini dimaksudkan untuk mencapai keunggulan kompetitif dan berwawasan lingkungan melalui penguatan struktur industri dan penguasaan teknologi, serta didukung oleh SDM yang berkualitas. 3. Tahap III (2025-2035) Arah rencana pembangunan industri nasional pada tahap ini dimaksudkan untuk
menjadikan
Indonesia
sebagai
Negara
Industri
Tangguh
yang
bercirikan struktur industri nasional yang kuat dan dalam, berdaya saing tinggi di tingkat global, serta berbasis inovasi dan teknologi. Tahapan pembangunan industri secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 4. Tahapan Pembangunan Industri Nasional
Arah kebijakan dan strategi Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III adalah sebagai berikut: 1. Sulawesi Sulawesi
sebagai
Pusat
Produksi
dan
Pengolahan
Hasil
Pertanian,
Perkebunan, dan Perikanan Nasional. Dalam Koridor Ekonomi Sulawesi, dua sektor yang menjadi sektor unggulan adalah sektor pangan (pertanian, 20
2015
perkebunan, perikanan) dan sektor pertambangan. Di dalam sektor pangan, sub sektor dengan peranan yang paling besar adalah pertanian (padi, jagung), perkebunan (kakao, kelapa), dan perikanan, dengan kontribusi total hampir mencapai 40%. Nikel adalah penyumbang PDRB terbesar untuk sektor pertambangan di Koridor Ekonomi Sulawesi. Beberapa strategi yang perlu dilakukan untuk sektor pangan. Pertama, peningkatan produktivitas melalui penggunaan teknologi (irigasi dan traktor) yang tepat guna, keberadaan pupuk dan bibit yang berkualitas, serta peningkatan pengetahuan petani. Kedua, mengurangi kehilangan pasca panen
melalui
peningkatan
kualitas
penyimpanan,
pengembangan
mekanisme pembelian yang efektif, dan perbaikan akses jalan untuk mengurangi ketergantungan kepada pihak perantara dagang. Khususnya untuk sektor perkebunan, perlu juga dilakukan rehabilitasi dan intensifikasi perkebunan, termasuk pengelolaan perkebunan yang lebih baik. Industri perikanan memiliki resiko penangkapan ikan berlebih, oleh karenanya perlu ada pengaturan dan pengawasan yang lebih ketat mengenai aktivitas penangkapan ikan. Perlu juga diberikan pendidikan kepada nelayan untuk memastikan penggunaan metode penangkapan yang lebih baik. Untuk analisa sektor fokus nikel, Sulawesi memiliki 3 lokasi dengan cadangan nikel berlimpah seperti Soroako, Morowali, dan Kolaka. Percepatan pertumbuhan ekonomi Sulawesi terutama bersumber dari: • Peningkatan produktivitas areal pertanian dan perkebunan di Sulawesi • Pengembangan industri hilir pengolahan hasil pertanian, perkebunan dan perikanan yang bernilai tambah tinggi • Peningkatan
investasi
dalam
sektor
pertambangan
nikel,
serta
pengembangan industri pengolahan nikel yang bernilai tambah tinggi • Dampak multiplier yang dihasilkan oleh pembangunan infrastruktur yang memperkuat konektivitas antar-wilayah dan mendukung datangnya dan berkembangnya industri
21
2015
2. Nusa Tenggara
Nusa Tenggara bersama Bali sebagai Pintu gerbang industri pariwisata dan Pendukung
pangan
nasional.
Sektor
pangan
terdiri
dari
pertanian,
perkebunan, peternakan, dan perikanan. Dari antara sub sektor tersebut, pertanian padi adalah sub sektor terbesar, dengan kontribusi lebih dari 50% total pendapatan sektor pangan. Di samping itu, sektor peternakan dan juga budidaya laut, meskipun pada saat ini belum sebesar pertanian, namun mempunyai daya tarik dan potensi yang tinggi, terutama sebagai pendorong laju ekspor. Saat ini hasil kelautan merupakan salah satu hasil ekspor terbesar dari koridor. Sektor pariwisata terbentuk bukan hanya oleh bisnis perhotelan dan rumah makan, tetapi juga mencakup jasa-jasa (misalnya agen perjalanan, jasa pemandu
wisata),
transportasi,
dan
perdagangan.
Selain
itu
sektor
pariwisata memiliki keterkaitan terhadap industri lain, seperti industri kerajinan tangan. Strategi di bidang kepariwisataan : • Peningkatan pemasaran yang terpadu • Penyebaran
daerah
wisata
juga
diharapkan
akan
meningkatkan
kenyamanan tinggal para wisatawan dan dengan sendirinya memperbesar tingkat kepuasan pengunjung. • Salah satu segmen up market yang belum dikembangkan secara penuh adalah pasaran cruise atau wisata pesiar. Nusa Tenggara yang merupakan Koridor Bali-Nusa Tenggara adalah salah satu sentra penghasil beras di Indonesia, dengan produksi mencapai lebih dari 3 juta ton per tahun, yaitu 6% produksi beras nasional. Tingkat produktivitas pertanian koridor juga termasuk di atas rata-rata, yaitu 5.5 ton/ha. Di samping pertanian, peternakan juga adalah sub-sektor andalan, terutama di daerah Lombok dan Sumbawa. Sementara itu, hasil perikanan dan kelautan, seperti mutiara, rumput laut, dan ikan laut, adalah produksi ekspor andalan di hampir seluruh bagian koridor. Strategi di bidang pertanian, peternakan, perikanan dan kelautan : 22
2015
• Peningkatan produktivitas lahan dengan pendekatan yang menyeluruh • Penyebaran penerapan best practices • Pemerintah juga harus memperkuat rantai nilai pertanian
• Peningkatan produktivitas hasil kelautan harus dikembangkan bukan hanya melalui penangkapan, tapi juga terutama melalui pengembangan budidaya • Peningkatan pelatihan peternak dan alih teknologi tepat guna Percepatan pertumbuhan ekonomi Nusa Tenggara terutama bersumber dari: • Peningkatan terutama nampak jelas pada sektor pariwisata, di mana pendapatan riil akan meningkat 7x lipat, didorong oleh peningkatan jumlah wisatawan dan juga pertumbuhan pendapatan per kunjungan. • Sektor pertanian hanya tumbuh kurang dari 2x karena terbatas oleh pengembangan luas lahan. Namun peningkatan hasil tani diharapkan akan meningkatkan ketahan pangan daerah. • Dampak multiplier yang dihasilkan oleh pembangunan infrastruktur yang memperkuat konektivitas antar-wilayah dan mendukung datangnya dan berkembangnya industri. 3.
Maluku dan Papua
Papua dan Maluku sebagai tempat Produksi dan Pengolahan sumber daya alam yang melimpah dan SDM yang sejahtera. Dalam koridor Papua dan Maluku, sektor yang menjadi unggulan adalah pertanian dan perkebunan (seperti beras, tebu, minyak sawit, karet dan lain-lain), dan pertambangan, seperti tembaga atau emas. Pembangunan industri tembaga di Papua dapat mengurangi ketergantungan warga Papua kepada Freeport. Strategi terkait pertambangan di Papua : • Mendorong eksplorasi pertambangan dan nilai tambahnya di Papua • Mengurangi biaya operasi dan eksplorasi tambang • Mencapai "forward integration" dengan memproduksi produk nilai-tambah 23
2015
Strategi terkait pertanian dan perkebunan : •
Meningkatkan
produksi
dan
nilai
tambahnya
dengan
proyek
greenfield di Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) •
Meningkatkan produk nilai-tambah
•
Mengawasi konsekuensi lingkungan perluasan produksi pangan
Dalam rantai nilai industri-nya, segmen perkebunan menguasai hampir 80% dari nilai produk. Hal ini diikuti oleh oleo-kimia dan kemudian oleh minyak sawit. Selain itu, segmen penyulingan juga strategis karena dapat dipasarkan ke negara-negara yang lebih memilih produk olahan. Oleh karena itu, segmen perkebunan dan pengolahan penting untuk dapat difokuskan. Selain untuk kelapa sawit, analisa yang sama juga diperlukan untuk produk-produk lain yang dapat mendorong pertumbuhan MIFEE. Percepatan pertumbuhan ekonomi di Papua terutama bersumber dari: •
Peningkatan kontribusi PRDB dari sektor pertambangan tembaga dan emas melalui peningkatan eksplorasi dan juga kenaikan produk bernilaitambah.
•
Meningkatkan daya saing untuk ekspor pertambangan dan pertanian melalui peningkatan infrastruktur dan biaya-biaya lainnya.
•
Peningkatan kontribusi PRDB dari sektor pertanian melalui intensifikasi di MIFEE
•
Dampak multiplier yang dihasilkan oleh pembangunan infrastruktur yang memperkuat konektivitas antar-wilayah dan mendukung berkembangnya industri
C. Rencana dan Penetapan Kinerja
1. Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama Dalam rangka mencapai visi dan misi Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III, maka sasaran strategis pengembangan wilayah III yang mencakup Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua adalah sebagai berikut:
24
2015
Tabel 5. Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama berdasarkan perspektif stakeholder. No (1)
1
Sasaran Program/Kegiatan (2)
Meningkatnya penyebaran dan pemerataan industri di Wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara dan Sulawesi
Indikator Kinerja
Target
(3) Meningkatnya kontribusi nilai tambah sektor industri di Wilayah Papua terhadap nilai tambah sektor industri nasional Meningkatnya kontribusi nilai tambah sektor industri di Wilayah M8aluku terhadap nilai tambah sektor industri nasional Meningkatnya kontribusi nilai tambah sektor industri di Wilayah Nusa Tenggara terhadap nilai tambah sektor industri nasional Meningkatnya kontribusi nilai tambah sektor industri di Wilayah Sulawesi terhadap nilai tambah sektor industri nasional Meningkatnya unit usaha industri besar sedang di Wilayah Papua terhadap total populasi industri besar sedang nasional Meningkatnya unit usaha industri besar sedang di Wilayah Maluku terhadap total populasi industri besar sedang nasional Meningkatnya unit usaha industri besar sedang di Wilayah Nusa Tenggara terhadap total populasi industri besar sedang nasional Meningkatnya unit usaha industri besar sedang di Wilayah Sulawesi terhadap total populasi industri besar sedang nasional Meningkatnya pertumbuhan sektor industri di Wilayah Papua
(4) 0,21%
Meningkatnya pertumbuhan sektor industri di Wilayah Maluku
4,75%
Meningkatnya pertumbuhan sektor industri di Wilayah Nusa Tenggara
7,35%
Meningkatnya pertumbuhan sektor industri di Wilayah Sulawesi
7,48%
Meningkatnya kontribusi investasi sektor industri di Wilayah Papua
0,94%
Meningkatnya kontribusi investasi sektor industri di Wilayah Maluku
0,65%
Meningkatnya kontribusi investasi sektor industri di Wilayah Nusa Tenggara
0,15%
Meningkatnya kontribusi investasi sektor industri di Wilayah Sulawesi
7,66%
Meningkatnya share sektor industri terhadap total PDRB di Wilayah Papua
2,43%
0,10% 0,18% 2,30% 0,53% 0,33% 0,87% 3,11% 4,01%
25
2015
Meningkatnya share sektor industri terhadap total PDRB di Wilayah Maluku
7,61%
Meningkatnya share sektor industri terhadap total PDRB di Wilayah Nusa Tenggara
2,83%
Meningkatnya share sektor industri terhadap total PDRB di Wilayah Sulawesi
9,47%
Tabel 6. Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama berdasarkan perspektif tupoksi. No
Sasaran Program/Kegiatan
Indikator Kinerja
Target
(1)
(2)
(3)
(4)
1
2
3
4
5
Tumbuh dan berkembangnya Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI) di wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara dan Sulawesi Tumbuh dan berkembangnya kawasan industri di Wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara dan Sulawesi Tumbuhnya Sentra Industri Kecil dan Industri Menengah (SIKIM) di Wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara dan Sulawesi Berkembangnya industri di daerah melalui penyusunan Rencana Pembangunan Industri Provinsi/Kabupaten/Kota di Wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara dan Sulawesi Berkembangnya industri di daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca konflik di Wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara dan Sulawesi
Tersusunnya pengembangan WPPI
masterplan
3 dokumen
Berkembangnya industri unggulan daerah dalam mendukung WPPI
2 daerah
Terfasilitasinya kawasan industri dalam penyusunan kajian dan dokumen perencanaan pembangunan
2 kawasan industri
Terfasilitasinya sentra IKM dalam penyusunan rencana pembangunan
3 SIKIM
Terfasilitasinya penyusunan Rencana Pembangunan Industri Provinsi
2 Provinsi
Terfasilitasinya penyusunan Rencana Pembangunan Industri Kabupaten/Kota
13 Kab / Kota
Terfasilitasinya industri di daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca konflik
5 daerah
Tabel 7. Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama berdasarkan perspektif kelembagaan No
1
Sasaran Strategis Meningkatnya kualitas perencanaan dan pelaporan
Indikator Kinerja Utama (IKU) Tingkat kesesuaian pelaksanaan kegiatan dengan dokumen perencanaan Tingkat ketepatan waktu pelaksanaan pekerjaan Nilai SAKIP Direktorat PFI Wil. III
Satuan Persentase
Target 90
Persentase
90
Nilai
73 26
Meningkatnya sistem tata kelola keuangan dan BMN yang profesional
2
2015 Tingkat penyerapan anggaran yang berkualitas
Persentase
90
D. Rencana Kegiatan Tahun Anggaran 2015
Untuk mewujudkan rencana kinerja Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III tahun 2015 dialokasikan anggaran melalui DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran)
dengan Pagu Sebesar Rp. 642.350.000,-.
(Enam ratus empat puluh dua milyar tiga ratus lima puluh juta rupiah)), yang meliputi program utama dan program penunjang. Dana tersebut dipergunakan untuk membiayai kegiatan yang tercakup dalam program utama seperti tercantum dalam tabel dibawah: Tabel 8. Program Kegiatan Dit. PFI Wilayah III TA 2015 No 1.
2.
3.
Sasaran Mengkoordinasikan Pembinaan Pengembangan Fasilitasi Industri di Wilayah III
Mewujudkan Pengembangan WPPI di Wilayah III
Memfasilitasi Pengembangan Kawasan Industri di Wilayah III
Kegiatan
Pagu (Rp)
a. Koordinasi Penyusunan Program Pengembangan Industri
326.000.000
b. Layanan Manajemen Kinerja dan Operasional
405.482.000
c. Fasilitasi Permasalahan Pengembangan Industri di Wilayah III a. Penyusunan Masterplan Pengembangan WPPI di Provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara b. Penyusunan Masterplan Pengembangan WPPI di Provinsi Maluku Utara, Papua dan Papua Barat c. Pendampingan Pengembangan Industri Rotan di Pusat Pengembangan Rotan Mamuju d. Pendampingan Pengembangan Industri Rumput Laut di Tual a. Operasional Pusat Inovasi Rotan Nasional (PIRNas) Palu dalam Rangka Pengembangan Industri Rotan b. Penyusunan Perencanaan Pengembangan Kawasan Industri di Kupang c. Penyusunan Perencanaan Pengembangan Kawasan Industri di Pomala
900.000.000
2.773.880.000
2.382.604.000
857.220.000 681.297.000 3.914.630.000
1.377.004.000 1.375.292.000
27
No
Sasaran
Kegiatan
2015
Pagu (Rp)
d. Pembangunan Infrastruktur Kawasan Industri Palu
79.040.000.000
e. Pembangunan Infrastruktur Kawasan Industri Bitung
90.950.137.000
f.
Pembangunan Infrastruktur Kawasan Industri Morowali
g. Pembangunan Infrastruktur Kawasan Industri Halmahera Timur h. Pembebasan Lahan Kawasan Industri (Palu dan Bitung) Penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan dan Detail Tata Ruang Pendukung Kawasan Industri j. Pembentukan Forum Konsultasi dan Konstruksi Pengembangan Industri Daerah k. Promosi 13 Kawasan Industri Prioritas
106.290.000.000 124.767.294.000 148.500.000.000
i.
l.
4.
5.
6.
Mewujudkan Pengembangan Sentra IKM di Wilayah III
Memfasilitasi Pengembangan Sentra IKM di Wilayah III
Memfasilitasi Pengembangan Industri di Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik di Wilayah III
Pengembangan SDM Industri Lokal di Kawasan Industri
a. Penyusunan Masterplan Pembangunan Sentra Industri Kab/Kota di Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah b. Penyusunan Masterplan Pembangunan Sentra Industri Kab/Kota di Maluku Utara c. Pembangunan Sentra IKM di Kab. Konawe a. Fasilitasi Penyusunan Rencana Pembangunan Industri Provinsi di Sulawesi Selatan dan Papua Barat b. Fasilitasi Penyusunan Rencana Pembangunan Industri Kab/Kota di Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua a. Fasilitasi Pengembangan Industri di Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik di Sulawesi dan Nusa Tenggara b. Fasilitasi Pengembangan Industri di Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik di di Maluku dan Papua Barat
20.559.863.000
4.000.000.000 1.892.706.000 15.000.000.000
848.100.000
677.529.000 25.000.000.000
1.597.999.000
1.277.249.000
2.263.284.000
2.229.676.000
28
2015 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA Penyusunan capaian kinerja Tahun Anggaran 2015 ini merupakan pelaksanaan Rencana Strategis Tahun 2015 – 2019. Secara umum, uraian berikut adalah gambaran capaian Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya (TUPOKSI) yang telah ditetapkan dalam tahun 2015. Akuntabilitas ini mencakup akuntabilitas kinerja, kinerja makro sektor industri, capaian kinerja sasaran strategis, kinerja pengembangan klaster industri, dan kinerja keuangan. 1. ANALISIS CAPAIAN KINERJA Penilaian atas pelaksanaan tugas Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri (Ditjen PPI) dilakukan melalui pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja digunakan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan / program / kebijakan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung persentase pencapaian target indikator kinerja terdiri dari dua jenis, yaitu: (1) Perhitungan untuk Indikator Kinerja Utama (IKU) yang memiliki polarisasi maximize (indikator kinerja yang menunjukkan ekspektasi arah pencapaian indikator kinerja lebih tinggi dari nilai target yang ditetapkan) : Indeks Capaian = realisasi / target x 100% (2) Perhitungan untuk Indikator Kinerja Utama (IKU) yang memiliki polarisasi minimize (indikator kinerja yang menunjukkan ekspektasi arah pencapaian indikator kinerja lebih kecil dari nilai target yang ditetapkan) : 29
Indeks Capaian = [(2 x target) - realisasi)] / target x 100%
2015
Direktorat PFI Wilayah III melakukan pengukuran Kinerja dengan 6 sasaran strategis dan 20 indikator kinerja utama, yaitu: 1. Meningkatnya share sektor industri terhadap total PDRB a) Indikator Kinerja: Meningkatnya share sektor industri pengolahan Wilayah Papua terhadap PDRB Target yang ditetapkan pada tahun 2015 adalah 2,43 persen, sementara realisasinya adalah 5,20 persen. Perhitungan share industri manufaktur tahun 2015 dilakukan dengan menggunakan share sektor industri terhadap PDRB sampai tahun 2014. Untuk data terkait PDRB, data yang digunakan tidak bisa update sampai dengan tahun 2015 karena ada time lag selama 1 (satu) tahun sehingga yang digunakan adalah data tahun 2014 dengan tahun dasar 2010. Angka ini digunakan sebagai proyeksi untuk kondisi tahun 2015. Hal yang sama juga dilakukan pada tahun 2014, dimana industri PDRB yang digunakan sebagai acuan adalah sampai tahun 2013. Dengan proyeksi tersebut diatas, diperkirakan sampai dengan akhir tahun 2015, pangsa nilai tambah sektor industri tersebut tidak akan banyak mengalami perubahan. b) Indikator Kinerja: Meningkatnya share sektor industri pengolahan Wilayah Maluku terhadap PDRB Target yang ditetapkan pada tahun 2015 adalah 7,61 persen, sementara realisasinya adalah 5,20 persen. Tidak optimalnya peningkatan share sektor industri manufaktur ini disebabkan beberapa faktor antara lain ekspor impor, ketersediaan pasokan gas, keterbatasan
energi
listrik,
dll.
Perhitungan
share
industri
manufaktur tahun 2015 dilakukan dengan menggunakan share sektor industri terhadap PDRB sampai tahun 2014. Untuk data terkait PDRB, data yang digunakan tidak bisa update sampai dengan tahun 2015 karena ada time lag selama 1 (satu) tahun sehingga 30
2015
yang digunakan adalah data tahun 2014 dengan tahun dasar 2010. Angka ini digunakan sebagai proyeksi untuk kondisi tahun 2015. Hal yang sama juga dilakukan pada tahun 2014, dimana industri PDRB yang digunakan sebagai acuan adalah sampai tahun 2013. Dengan proyeksi tersebut diatas, diperkirakan sampai dengan akhir tahun 2015, pangsa nilai tambah sektor industri tersebut tidak akan banyak mengalami perubahan. c)
Indikator Kinerja: Meningkatnya share sektor industri pengolahan Wilayah Nusa Tenggara terhadap PDRB Target yang ditetapkan pada tahun 2015 adalah 2,83 persen, sementara realisasinya adalah 3,13 persen. Perhitungan share industri manufaktur tahun 2015 dilakukan dengan menggunakan share sektor industri terhadap PDRB sampai tahun 2014. Untuk data terkait PDRB, data yang digunakan tidak bisa update sampai dengan tahun 2015 karena ada time lag selama 1 (satu) tahun sehingga yang digunakan adalah data tahun 2014 dengan tahun dasar 2010. Angka ini digunakan sebagai proyeksi untuk kondisi tahun 2015. Hal yang sama juga dilakukan pada tahun 2014, dimana industri PDRB yang digunakan sebagai acuan adalah sampai tahun 2013. Dengan proyeksi tersebut diatas, diperkirakan sampai dengan akhir tahun 2015, pangsa nilai tambah sektor industri tersebut tidak akan banyak mengalami perubahan.
d) Indikator Kinerja: Meningkatnya share sektor industri pengolahan Wilayah Sulawesi terhadap PDRB Target yang ditetapkan pada tahun 2015 adalah 9,47 persen, sementara realisasinya adalah 10,38 persen. Perhitungan share industri manufaktur tahun 2015 dilakukan dengan menggunakan share sektor industri terhadap PDRB sampai tahun 2014. Untuk data terkait PDRB, data yang digunakan tidak bisa update sampai dengan tahun 2015 karena ada time lag selama 1 (satu) tahun 31
2015
sehingga yang digunakan adalah data tahun 2014 dengan tahun dasar 2010. Angka ini digunakan sebagai proyeksi untuk kondisi tahun 2015. Hal yang sama juga dilakukan pada tahun 2014, dimana industri PDRB yang digunakan sebagai acuan adalah sampai tahun 2013. Dengan proyeksi tersebut diatas, diperkirakan sampai dengan akhir tahun 2015, pangsa nilai tambah sektor industri tersebut tidak akan banyak mengalami perubahan. Tabel 9. Share Sektor Industri Manufaktur terhadap PDRB di Wilayah III (Atas Dasar Harga Berlaku) (Dalam Persen)
Wilayah
2010
2011
2012
2013
2014
2015*)
10,27
10,81
10,66
10,79
11,31
11,31
Maluku
5,57
5,36
5,24
5,18
5,20
5,20
Nusa Tenggara
3,30
3,35
3,34
3,24
3,13
3,13
10,65
10,45
10,23
10,18
10,38
10,38
23,84
25,21
24,89
Papua
Sulawesi Nasional
24,40
23,96
23,96
Sumber : BPS (Diolah Ditjen PPI, Kemenperin, 2015) Tahun 2015*) adalah nilai proyeksi
Tercapainya target share sektor industri di hampir seluruh Wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara dan Sulawesi tidak diiringi dengan perkembangan share sektor industri di tingkat nasional. Di tingkat nasional, share sektor industri terhadap total PDB pada tahun 2015 mengalami penurunan yang relatif kecil menjadi 23,96 persen, dimana sebelumnya pada tahun 2014 mencapai 24,40 persen.
Tidak optimalnya
peningkatan share sektor industri manufaktur ini disebabkan beberapa faktor baik di sisi sektor industri sendiri maupun sektor-sektor ekonomi lainnya.
Di
sisi
sektor
industri,
penurunan
ini
disebabkan
oleh
menurunnya kinerja sektor industri baik karena faktor – faktor di tingkat global maupun di tingkat nasional. Di tingkat global disebabkan oleh menurunnya ekspor produk-produk hasil industri ke negara-negara tujuan ekspor utama seperti China, Amerika Serikat, Jepang dan Eropa sebagai akibat melemahnya perekonomian di negara-negara tersebut. Di tingkat nasional, penurunan share tersebut sebagai akibat tidak optimalnya kinerja 32
2015
sektor industri sehingga menurunkan penyertaan industri manufaktur karena faktor-faktor seperti ketersediaan gas yang sangat terbatas untuk sektor industri, keterbatasan pasokan energi listrik, masalah infrastruktur yang menyebabkan tingginya biaya logistik, iklim investasi yang belum sepenuhnya kondusif seperti perijinan, pertanahan, perpajakan dan faktor birokrasi. Untuk melihat bagaimana peranan sektor industri manufaktur di suatu provinsi secara relatif dibandingkan dengan peranan sektor yang sama di tingkat nasional, dapat digunakan nilai LQ (Location Quotien). Nilai LQ yang lebih dari 1 menunjukkan bahwa sektor industri manufaktur sudah menjadi sektor basis di suatu provinsi. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa dari 33 provinsi di Indonesia hanya terdapat 6 provinsi dimana sektor industri manufaktur sudah menjadi sektor basis di provinsi-provinsi tersebut. Dari keenam provinsi tersebut belum ada satupun provinsi di Wilayah III yang sudah menjadi sektor basis. Analisis ini juga menunjukkan bahwa sektor industri manufaktur belum tersebar merata ke seluruh wilaya Indonesia. Tabel 10. Perkembangan Nilai LQ Sektor Industri Manufaktur menurut Provinsi No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Provinsi Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat
2010 0.36 0.22 0.35 0.55 0.33
2011 0.39 0.23 0.35 0.57 0.34
LQ 2012 0.38 0.23 0.33 0.58 0.36
0.28
0.33
0.33
0.30
0.29
0.31
0.15
0.15
0.17
0.19
0.18
0.17
0.07 0.21 0.58 0.06 0.29
0.07 0.21 0.61 0.07 0.22
0.07 0.21 0.61 0.09 0.19
0.07 0.22 0.60 0.09 0.17
0.07 0.22 0.60 0.08 0.17
0.07 0.21 0.60 0.08 0.21
Sumber : BPS (Diolah Ditjen PPI, Kemenperin, 2014)
2013 0.36 0.23 0.32 0.58 0.35
2014 0.35 0.25 0.31 0.59 0.34
RataRata 0.37 0.23 0.33 0.58 0.34
33
2015 2. Meningkatnya unit usaha industri besar sedang a) Indikator Kinerja: Meningkatnya unit usaha industri besar sedang di Wilayah Papua terhadap total populasi industri besar sedang nasional. Target yang ditetapkan pada tahun 2015 adalah 0,53 persen, sementara realisasinya adalah 0,18 persen. Perhitungan peningkatan sektor industri manufaktur besar sedang di Papua tahun 2015 dilakukan dengan menggunakan basis data perkembangan ekonomi nasional sampai dengan Triwulan III tahun 2015 yang telah dirilis oleh
BPS.
Diperkirakan
sampai
dengan
akhir
tahun
2015,
pertumbuhan sektor industri manufaktur tersebut tidak akan banyak mengalami perubahan. b) Indikator Kinerja: Meningkatnya unit usaha industri besar sedang di Wilayah Maluku terhadap total populasi industri besar sedang nasional. Target yang ditetapkan pada tahun 2015 adalah 0,33 persen, sementara realisasinya adalah 0,16 persen. Perhitungan peningkatan sektor industri manufaktur besar sedang di Maluku tahun 2015 dilakukan dengan menggunakan basis data perkembangan ekonomi nasional sampai dengan Triwulan III tahun 2015 yang telah dirilis oleh
BPS.
Diperkirakan
sampai
dengan
akhir
tahun
2015,
pertumbuhan sektor industri manufaktur tersebut tidak akan banyak mengalami perubahan. c) Indikator Kinerja: Meningkatnya unit usaha industri besar sedang di Wilayah Nusa Tenggara terhadap total populasi industri besar sedang nasional. Target yang ditetapkan pada tahun 2015 adalah 0,87 persen, sementara realisasinya adalah 0,74 persen. Perhitungan peningkatan sektor industri manufaktur besar sedang di Nusa Tenggara tahun 2015 dilakukan dengan menggunakan basis data perkembangan 34
2015
ekonomi nasional sampai dengan Triwulan III tahun 2015 yang telah dirilis oleh BPS. Diperkirakan sampai dengan akhir tahun 2015, pertumbuhan sektor industri manufaktur tersebut tidak akan banyak mengalami perubahan. d) Indikator Kinerja: Meningkatnya unit usaha industri besar sedang di Wilayah Sulawesi terhadap total populasi industri besar sedang nasional. Target yang ditetapkan pada tahun 2015 adalah 3,11 persen, sementara realisasinya adalah 2,37 persen. Perhitungan peningkatan sektor industri manufaktur besar sedang di Sulawesi tahun 2015 dilakukan dengan menggunakan basis data perkembangan ekonomi nasional sampai dengan Triwulan III tahun 2015 yang telah dirilis oleh
BPS.
Diperkirakan
sampai
dengan
akhir
tahun
2015,
pertumbuhan sektor industri manufaktur tersebut tidak akan banyak mengalami perubahan. Tabel 11. Unit usaha industri besar sedang di Wilayah III (Dalam Persen)
No.
Pulau
Jumlah IBS
Persen
1
Papua
41
0,18
2
Maluku
36
0,16
3
Nusa Tenggara
171
0,74
4
Sulawesi
549
2,37
23.122
100,00
Total Nasional
3. Meningkatnya kontribusi nilai tambah sektor industri a) Indikator Kinerja: Meningkatnya kontribusi nilai tambah sektor industri di Wilayah Papua terhadap sektor industri nasional. Target yang ditetapkan pada tahun 2015 adalah 0,21 persen, sementara realisasinya adalah 0,82 persen. Tercapainya target kontribusi investasi industri manufaktur di seluruh Wilayah III, khususnya Papua, seiring dengan perkembangan sektor industri di tingkat nasional. 35
2015
b) Indikator Kinerja: Meningkatnya kontribusi nilai tambah sektor industri di Wilayah Maluku terhadap sektor industri nasional. Target yang ditetapkan pada tahun 2015 adalah 0,10 persen, sementara realisasinya adalah 0,12 persen. Tercapainya target kontribusi investasi industri manufaktur di seluruh Wilayah III, seiring dengan perkembangan sektor industri di tingkat nasional. c) Indikator Kinerja: Meningkatnya kontribusi nilai tambah sektor industri di Wilayah Nusa Tenggara terhadap sektor industri nasional. Target yang ditetapkan pada tahun 2015 adalah 0,18 persen, sementara realisasinya adalah 0,19 persen. Tercapainya target kontribusi investasi industri manufaktur di seluruh Wilayah III, seiring dengan perkembangan sektor industri di tingkat nasional. d) Indikator Kinerja: Meningkatnya kontribusi nilai tambah sektor industri di Wilayah Sulawesi terhadap sektor industri nasional. Target yang ditetapkan pada tahun 2015 adalah 2,30 persen, sementara realisasinya adalah 2,54 persen. Tercapainya target kontribusi investasi industri manufaktur di seluruh Wilayah III, seiring dengan perkembangan sektor industri di tingkat nasional. Tabel 12. Peningkatan Kontribusi Investasi Industri Manufaktur di Wilayah III (Dalam Persen)
Wilayah
2010
2011
2012
2013
2014
Papua
0,99
0,88
0,84
0,83
0,82
Maluku
0,12
0,11
0,11
0,11
0,12
Nusa Tenggara
0,24
0,21
0,20
0,19
0,19
2,42 2,31 2,37 100,00 100,00 100,00
2,43 100,00
2,54 100,00
Sulawesi Nasional
Sumber : BPS (Diolah Ditjen PPI, Kemenperin, 2015)
36
2015
4. Meningkatnya pertumbuhan sektor industri
a) Indikator Kinerja: Meningkatnya pertumbuhan sektor industri di Wilayah Papua. Target yang ditetapkan pada tahun 2015 adalah 4,01 persen, sementara
realisasinya
adalah
4,37
persen.
Perhitungan
pertumbuhan sektor industri manufaktur tahun 2014 dilakukan dengan menggunakan basis data perkembangan ekonomi nasional sampai dengan Triwulan III tahun 2014 yang telah dirilis oleh BPS. b) Indikator Kinerja: Meningkatnya pertumbuhan sektor industri di Wilayah Maluku. Target yang ditetapkan pada tahun 2015 adalah 4,75 persen, sementara
realisasinya
adalah
9,22
persen.
Perhitungan
pertumbuhan sektor industri manufaktur tahun 2014 dilakukan dengan menggunakan basis data perkembangan ekonomi nasional sampai dengan Triwulan III tahun 2014 yang telah dirilis oleh BPS. c) Indikator Kinerja: Meningkatnya pertumbuhan sektor industri di Wilayah Nusa Tenggara. Target yang ditetapkan pada tahun 2015 adalah 7,35 persen, sementara
realisasinya
adalah
4,70
persen.
Perhitungan
pertumbuhan sektor industri manufaktur tahun 2014 dilakukan dengan menggunakan basis data perkembangan ekonomi nasional sampai dengan Triwulan III tahun 2014 yang telah dirilis oleh BPS. d) Indikator Kinerja: Meningkatnya pertumbuhan sektor industri di Wilayah Sulawesi. Target yang ditetapkan pada tahun 2015 adalah 7,48 persen, sementara
realisasinya
adalah
9,36
persen.
Perhitungan
pertumbuhan sektor industri manufaktur tahun 2014 dilakukan dengan menggunakan basis data perkembangan ekonomi nasional sampai dengan Triwulan III tahun 2014 yang telah dirilis oleh BPS.
37
2015
Tabel 13. Pertumbuhan Sektor Industri Manufaktur di Wilayah III (Dalam Persen)
Wilayah
2011
2012
2013
2014
Papua
4,36
2,76
7,61
4,37
Maluku
3,74
4,60
6,10
9,22
Nusa Tenggara
2,60
4,48
4,07
4,70
8,59 7,72 100,00 100,00
7,71 100,00
9,36 100,00
Sulawesi Nasional
Sumber : BPS (Diolah Ditjen PPI, Kemenperin, 2015) Pangsa nilai tambah sektor industri manufaktur di Papua, Maluku dan Sulawesi terhadap total nilai tambah sektor industri nasional melebihi target, namun di Nusa Tenggara kurang dari target. Ini menunjukkan pertumbuhan sektor industri manufaktur di wilayah III masih didominasi oleh Pulau Maluku. Kondisi ini disebabkan oleh faktor-faktor di Nusa Tenggara seperti infrastruktur yang belum memadai, keterbatasan energi seperti gas dan listrik dan ketersediaan tenaga kerja yang kompeten sehingga menyebabkan investasi-investasi baru khususnya di sektor industri manufaktur masih lebih banyak memilih untuk berlokasi di wilayah lain yang SDA nya berlimpah. Jika
kinerja
sektor
industri
manufaktur
dikelompokkan
berdasarkan nilai pertumbuhan dan LQ-nya, maka akan terbagi dalam Kwadran 1 (pertumbuhan tinggi, LQ tinggi), Kwadran 2 (pertumbuhan tinggi, LQ rendah) sebanyak 8 provinsi, Kwadran 3 (pertumbuhan rendah, LQ tinggi) dan Kwadran 4 (pertumbuhan rendah, LQ rendah) 4 propinsi. Provinsi-provinsi yang perlu terus didorong adalah provinsiprovinsi yang masuk Kwadran 2 yaitu yang mempunyai pertumbuhan tinggi, walaupun LQ-nya masih rendah. Jika terus didorong, sektor industri manufaktur provinsi-provinsi ini akan menjadi sektor basis.
38
2015
Tabel 14. Pengelompokkan Sektor Industri Manufaktur Menurut Propinsi Berdasarkan Nilai Pertumbuhan dan LQ Berdasarkan Rata-Rata Tahun 2010-2014
No
Provinsi
Growth Nilai Kategori
LQ KWADRAN Nilai Kategori
1 Sulawesi Utara 3,42 RENDAH 0.37 2 Gorontalo 5,99 TINGGI 0.23 3 Sulawesi tengah 8,02 TINGGI 0.33 4 Sulawesi Selatan 9,45 TINGGI 0.58 5 Sulawesi Barat 35,92 TINGGI 0.35 6 Sulawesi tenggara 7,74 TINGGI 0.32 7 Nusa Tenggara Barat 4,95 RENDAH 0.17 8 Nusa Tenggara Timur 3,37 RENDAH 0.07 9 Maluku 8,42 TINGGI 0.21 10 Maluku Utara 10,20 TINGGI 0.60 11 Papua 8,72 TINGGI 0.08 12 Papua Barat 3,74 RENDAH 0.19 Sumber : BPS (Diolah Ditjen PPI, Kemenperin, 2014)
RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH RENDAH
4 2 2 2 2 2 4 4 2 2 2 4
5. Meningkatnya kontribusi investasi sektor industri a) Indikator Kinerja: Meningkatnya kontribusi investasi sektor industri di Wilayah Papua. Target yang ditetapkan pada tahun 2015 adalah 0,94 persen, sementara realisasinya adalah 1,67 persen. Realisasi investasi dari perusahaan industri yang masuk ke kawasan industri di Papua, diproksi dengan menggunakan data investasi sektor industri yang masuk ke Luar Pulau Jawa. b) Indikator Kinerja: Meningkatnya kontribusi investasi sektor industri di Wilayah Maluku. Target yang ditetapkan pada tahun 2015 adalah 0,65 persen, sementara realisasinya adalah 0,52 persen. Realisasi investasi dari perusahaan industri yang masuk ke kawasan industri di Maluku, diproksi dengan menggunakan data investasi sektor industri yang masuk ke Luar Pulau Jawa.
39
2015
c) Indikator Kinerja: Meningkatnya kontribusi investasi sektor industri di Wilayah Nusa Tenggara. Target yang ditetapkan pada tahun 2015 adalah 0,15 persen, sementara realisasinya adalah 0,23 persen. Realisasi investasi dari perusahaan industri yang masuk ke kawasan industri di Nusa Tenggara, diproksi dengan menggunakan data investasi sektor industri yang masuk ke Luar Pulau Jawa. d) Indikator Kinerja: Meningkatnya kontribusi investasi sektor industri di Wilayah Sulawesi. Target yang ditetapkan pada tahun 2015 adalah 7,66 persen, sementara realisasinya adalah 2,52 persen. Realisasi investasi dari perusahaan industri yang masuk ke kawasan industri di Sulawesi, diproksi dengan menggunakan data investasi sektor industri yang masuk ke Luar Pulau Jawa. Secara nasional, investasi PMDN sektor industri sd QW 3 tahun 2014 mencapai Rp 114,37 triliun. Investasi PMDN sektor industri mencapai 36,6 persen dari total investasi PMDN. Tabel 15. Perkembangan Investasi PMDN Menurut Sektor (Dalam Miliar Rupiah) NO.
SEKTOR
2011
2012
2013
2014*)
16.526,3
20.369,1
25.715,5
38.533,8
49.888,9
51.171,1
7.940,9
11.166,7
15.081
999,2
4.450,9
2.446
10,692 41,841 3,934 887
13,5
76,7
80
103
I
SEKTOR PRIMER
II
SEKTOR SEKUNDER
1
Industri Makanan
2
Industri Tekstil
3 4
Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki Industri Kayu
514,9
57,0
391
5
Ind. Kertas dan Percetakan
9.296,3
7.561,0
6.849
6
Ind. Kimia dan Farmasi
2.711,9
5.069,5
8.886
7
Ind. Karet dan Plastik
2.295,7
2.855,0
2.905
8
Ind. Mineral Non Logam
7.440,5
10.730,7
4.625
9
Ind. Logam, Mesin & Elektronik Ind. Instru. Kedokteran, Presisi & Optik & Jam Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain
75 3,778 9,026 1,924 8,015
6.787,0
7.225,7
7.568
3,676
-
-
210
3
529,1
664,4
2.069
393
10 11
40
NO.
SEKTOR
12
Industri Lainnya
III
SEKTOR TERSIER
JUMLAH
2015
2011
2012
2013
4,8
31,5
62
20.940,6
21.924,0
51.263,9
76.000,7
92.182,0
128.150,6
*) Kumulatif sampai dengan Quartal III 2014
2014*)
27 61,845 114,378
Sumber : BKPM (Diolah Ditjen PPI, Kemenperin, 2014)
Secara nasional, investasi PMDN tahun 2014 lebih banyak terjadi di Pulau Jawa sekitar 62,35 persen dari total investasi PMDN sebesar Rp 114,37 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa Pulau Jawa masih menjadi tujuan utama investasi PMDN. Dalam rangka mendorong penyebaran dan pemerataan sektor industri dan ekonomi nasional, ke depan investasi ke luar Pulau Jawa harus terus didorong. Tabel 16. Investasi PMDN Q3 Tahun 2014 Menurut Propinsi*) NO.
LOKASI
Miliar Rp. 216.1
Nilai
% 0.19
I
NUSA TENGGARA
1
NUSA TENGGARA BARAT
212.5
0.19
2
NUSA TENGGARA TIMUR
3.6
0.00
II
SULAWESI
3,982.2
3.48
3
SULAWESI UTARA
68.6
0.06
4
SULAWESI TENGAH
24.8
0.02
5
SULAWESI SELATAN
2,436.9
2.13
6
SULAWESI TENGGARA
1,058.1
0.93
7
GORONTALO
45.1
0.04
8
SULAWESI BARAT
348.7
0.30
III
MALUKU
115.4
0.10
9
MALUKU
-
0.00
10
MALUKU UTARA
115.4
0.10
IV
PAPUA
276.2
0.24
11
PAPUA
243.3
0.21
12
PAPUA BARAT JUMLAH NASIONAL
32.9 114,378.2
0.03 100.00
*) Kumulatif sampai dengan Quartal III 2014
Sumber : BKPM (Diolah Ditjen PPI, Kemenperin, 2014)
41
Tabel 17. Investasi PMDN Tahun 2014 Menurut Wilayah Wilayah Nusa Tenggara Sulawesi Maluku Papua Total Nasional
2010 2011 2012 3,50 3,78 3,44 7,15 3,05 5,32 0,00 1,21 0,35 0,38 0,01 0,11 100,00 100,00 100,00
*) Kumulatif sampai dengan Quartal III
2015 (Dalam Persen) 2013 2014*) 3,43 0.21 2,83 3.48 0,87 0.10 0,69 0.24 100,00 100,00
Sumber : BKPM (Diolah Ditjen PPI, Kemenperin, 2014) Walaupun Pulau Jawa masih menjadi tujuan utama investasi PMDN, secara perlahan-lahan kontribusinya terus menurun dalam 3 tahun terakhir ini, tetapi meningkat kembali pada tahun 2014. Pada tahun 2011, investasi PMDN di Pulau Jawa mencapai 60,40 persen, turun menjadi 55,26 persen pada tahun 2013, meningkat kembali menjadi 6,35 persen pada tahun 2014.
Gambar 5. Perkembangan Investasi PMDN Tahun 2010-2014 Menurut Wilayah
Sementara itu, untuk investasi PMA
di sektor industri sampai
dengan triwulan 3 tahun 2014 mencapai US $ 21,74 miliar. Investasi PMA untuk sekor industri pada tahun mencapai 46,68 persen dari total investasi PMA.
42
2015
Tabel 18. Perkembangan Investasi PMA Menurut Sektor NO.
SEKTOR
2010
I
SEKTOR PRIMER
II
SEKTOR SEKUNDER
1
Industri Makanan
2
Industri Tekstil
3
Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki Industri Kayu
4 5 6
Ind. Kertas dan Percetakan Ind. Kimia dan Farmasi
7
Ind. Karet dan Plastik
8
Ind. Mineral Non Logam
9
12
Ind. Logam, Mesin & Elektronik Ind. Instru. Kedokteran, Presisi & Optik & Jam Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain Industri Lainnya
III
SEKTOR TERSIER
10 11
(Dalam Juta US $)
2011
2012
5.933,1
2013
5,500
3.033,9
4.883,2
3.337,3
6.789,6
1.025,7
1.104,6
1.782,9
2.118
154,8
497,3 255,0
473,1 158,9
751 96
51,1
76,3
39
56
257,5
1.306,6
1.169
669
1.467,4
2.769,8
3.142
1,978
370,0
660,3
472
370
137,1
145,8
874
763
1.772,8
2.452,6
3.327
1,543
41,9
3,4
26
7
770,1
1.840,0
3.732
1,602
64,7
100,2
112
79
7.801,7
6.861,7
6.287
6,095
19.474,5
24.564,7
28.618
21,745
130,4 43,1 46,4 793,4 104,3 28,4 589,5 393,8 27,6 9.843,6
JUMLAH 16.214,8 *) Kumulatif sampai dengan Quartal III 2014
11.770,0
6.472
2014*)
15.859
10,150 2,547 359 177
Sumber : BKPM (Diolah Ditjen PPI, Kemenperin, 2014) Secara nasional, investasi PMA tahun 2014 lebih banyak terjadi di Pulau Jawa sekitar 53,44 persen dari total investasi PMA sebesar US $ 21,74 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa Pulau Jawa masih menjadi tujuan utama investasi PMA.
Sementara itu, wilayah-wilayah lain di luar Pulau
Jawa seperti Sumatera menyerap 13,41 persen dari total investasi PMA. Dalam rangka mendorong penyebaran dan pemerataan sektor industri dan ekonomi nasional, ke depan investasi ke luar Pulau Jawa harus terus didorong. 43
2015
Tabel 19. Investasi PMA Tahun 2014 Menurut Propinsi*) NO. I 1 2 II 3 4 5 6 7 8 III 9 10 IV 11 12
LOKASI NUSA TENGGARA NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR SULAWESI SULAWESI UTARA SULAWESI TENGAH SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGGARA GORONTALO SULAWESI BARAT MALUKU MALUKU MALUKU UTARA PAPUA PAPUA PAPUA BARAT JUMLAH NASIONAL
*) Kumulatif sampai dengan Quartal III 2014
Nilai Juta US $. 439 432 7 1,569 95 1,116 233 121 2 2 97 13 84 1,082 963 119 21,745
% 2.02 1.99 0.03 7.22 0.43 5.13 1.07 0.56 0.01 0.01 0.45 0.06 0.39 4.97 4.43 0.55 100.00
Sumber : BKPM (Diolah Ditjen PPI, Kemenperin, 2014) Tabel 20. Investasi PMA Tahun 2014 Menurut Wilayah
Lokasi Nusa Tenggara Sulawesi Maluku Papua Total Nasional
(Dalam Persen)
2014*) 2010 2011 2012 2013 3,10 0,62 4,59 3,11 3.62 5,30 2,82 6,13 5,24 7.22 1,53 0,00 0,40 1,12 0.45 2,14 8,01 5,03 8,44 4.97 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
*) Kumulatif sampai dengan Quartal III 2014
Sumber : BKPM (Diolah Ditjen PPI, Kemenperin, 2014)
44
2015
Sumber : BKPM (Diolah Ditjen PPI, Kemenperin, 2014) Gambar 6. Perkembangan Investasi PMA Tahun 2008-2012 Menurut Wilayah Tabel 21. Perbandingan Ekspor Non-Migas Tahun 2013 dan 2014 Menurut Propinsi
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2013
2014
Perub.(%) 2014/2013
5.80
583.30
28.10
-95.18
0.02
4.43
108.20
79.90
-26.16
0.07
9.17
272.90
149.30
-45.27
0.12
1.17 97.48
7.60 1,903.60
13.60 1,147.20
77.56 -39.74
0.01 0.94
3.52
1,659.00
1,010.10
-39.11
0.83
1,203.36
1,325.80
1,467.90
10.72
1.20
722.82
754.40
272.10
-63.93
0.22
229.72
587.20
863.20
47.00
0.71
5.24
221.80
66.00
-70.25
0.05
4.87
5.20
7.00
35.14
0.01
0.00
156.20
0.00
0.13
122,183.50
-0.81
100.00
Provinsi
2013
MALUKU UTARA MALUKU NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR PAPUA PAPUA BARAT SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGGARA SULAWESI UTARA
SULAWESI TENGAH 11 GORONTALO 12 SULAWESI BARAT 10
Jan-Oktober
(Dalam US $ Juta)
PRODUK INDUSTRI 123,184.40 113,029.9 Sumber : BPS, Diolah Ditjen PPI Kemenperin 2014
Peran.(% ) 2014
45
2015
2. ANALISIS CAPAIAN KINERJA SASARAN STRATEGIS PERSPEKTIF TUPOKSI TAHUN 2015
Pada bagian ini akan dijelaskan Indikator Kinerja Utama dari kegiatan yang dilaksanakan oleh Ditjen PFI Wilayah III pada Tahun Anggaran 2015. Penjelasan ini turut memuat realisasi yang dicapai pada setiap kegiatan tersebut beserta dengan analisis dan ruang lingkupnya. Capaian realisasi yang dijelaskan adalah capaian pada Tahun Anggaran 2015, dikarenakan Indikator Kinerja Utama Ditjen PFI Wilayah III pada Tahun 2014 berbeda dengan Tahun 2015 maka kedua pencapaian tersebut tidak dapat dibandingkan. Penentuan Indikator Kinerja Utama ini untuk mendukung pencapaian Rencana Strategis direktorat PFI Wilayah III tahun 2015-2019. Tabel 22. Pencapaian Sasaran Program 1 Sasaran Program/Kegiatan Tumbuh dan berkembangnya Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI) di wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara dan Sulawesi
2014 IKU Tersusunnya Masterplan Pengembangan WPPI
2015
T
R
Capaian (%)
T
R
Capaian (%)
-
-
-
3 Dok
1 Dok.
33
2 Daerah
2 Daerah
100
Berkembangnya industri unggulan daerah dalam mendukung WPPI
Nilai Capaian Tumbuh dan Berkembangnya Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI) di Wilayah wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara dan Sulawesi
100
1. Indikator Kinerja Utama : Tersusunnya masterplan pengembangan WPPI sebanyak 3 dokumen •
Target yang ditetapkan pada Indikator Kinerja Utama ini sebanyak 3 dokumen.
Realisasi
dari
terget
Tersusunnya
masterplan
pengembangan WPPI yang dicapai pada Tahun 2015 adalah 33 %. Dokumen
tersebut
adalah
Masterplan
Pengembangan
WPPI
di
Provinsi Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Dokumen yang tidak berhasil dilaksanakan adalah Masterplan Pengembangan WPPI di 46
2015
Provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi
Tenggara.
Masterplan
pengembangan
WPPI
adalah
pedoman dalam pengembangan Wilayah Pusat Pertumbuhsn Industri, hasil rumusan dari Masterplan ini adalah 1. Rencana
induk
pengembangan
WPPI
dalam
rangka
pengembangan pusat pertumbuhan industry untuk masing – masing WPPI 2. Rencana strategis dan Rencana Aksi pengembangan WPPI 3. Kebutuhan infrastruktur baik fisik maupun non fisik dalam pengembangan pusat pertumbuhan industry masing-masing WPPI Kegiatan Penyusunan Masterplan Pengembangan WPPI di Provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara yang dihentikan membuat Indikator Kinerja Utama ini tidak terpenuhi
sesuai
target
yang
telah
ditetapkan.
Kegiatan
ini
sebelumnya telah sampai pada tahap Laporan Pendahuluan. Pihak Ditjen PFI Wilayah III menilai laporan pendahuluan tersebut tidak memenuhi standar kualitas yang diharapkan dan setelah dilakukan beberapa kali revisi ternyata Pihak ketiga penyedia jasa kegiatan ini tidak mampu melaksanakan tanggung jawabnya oleh karena itu atas kesepakatan bersama maka Kegiatan tersebut dihentikan. 2. Indikator Kinerja Utama : Berkembangnya industri unggulan daerah dalam mendukung WPPI sebanyak 2 daerah •
Target yang ditetapkan pada Indikator Kinerja Utama ini sebanyak 2 Kabupaten/Kota.
Realisasi
dari
terget
Berkembangnya
industri
unggulan daerah dalam mendukung WPPI adalah 100%. Capaian ini diperoleh dengan dilaksanakannya pengembangan industri unggulan di Kabupaten Mamuju dan Tual. Kegiatan yang terlaksana di Kabupaten Mamuju adalah Pendampingan Pengembangan Industri Rotan di Pusat Pengembangan Rotan, sedangkan kegiatan yang
47
2015
terlaksana di Kabupaten Tual adalah Pendampingan Pengembangan Industri Rumput Laut di Tual. Kegiatan Pendampingan Pengembangan Industri Rumput Laut di Tual dilaksanakan karena Kabupaten Tual merupakan salah satu Kabupaten
di
Indonesia
Bagian
Timur
yang
memiliki
potensi
pengembangan industri rumput laut. Namun industri pengolahan rumput laut di Tual belum berkembang dengan baik, karena belum mantapnya proses produksi dan kelembagaan usaha rumput laut dari hulu sampai hilir, belum adanya jaringan dan kemitraan usaha komunitas klaster antara petani dan industri pengolahan berbasis rumput laut dan belum ada model penerapan KIID yang berbasis rumput laut. Agar pelaksanaan percepatan pengembangan industri pengolahan rumput laut di Tual, maka perlu difasilitasi oleh Kemenperin. Salah satu bentuk fasilitasinya adalah memberikan bantuan
mesin
dan
peralatan
dalam
rangka
meningkatan
produktivitas dan efisiensi proses produksi industri pengolahan rumput laut. Tahapan dari pelaksanaan kegiatan ini adalah : 1. Survei dan identifikasi kebutuhan 2. Pendampingan Tenaga Ahli Rumput Laut 3. Pemetaan sumber bahan baku untuk inputan mesin ATC 4. Ujicoba Produksi ATC/chip yang sesuai standar 5. Penyusunan Laporan Kegiatan Pendampingan Pengembangan Industri Rotan di Pusat Pengembangan Rotan adalah Salah satu upaya untuk mempercepat pengembangan industri nasional adalah dengan memfokuskan suatu kawasan industri berdasarkan potensi sumber daya alam yang tersedia. Setelah terbangun Kawasan Industri, perlu dibangun dan dikembangkan Pusat Pengembangan Industri Rotan yang dapat meningkatkan nilai tambah terhadap bahan mentah atau produk dari komoditi industri unggulan propinsi. Berdasarkan Jumlah dan Harga Produksi Kehutanan Menurut Jenis Komoditas di Kabupaten Mamuju 48
2015
Tahun 2009 – 2010, total produksi rotan 2009 mencapai 200,14 ton sedangkan tahun 2010 mengalami penurunan menjadi 150,21 ton. Sesuai dengan program PPI khususnya PFI Wilayah III, akan mengembangkan Mamuju sebagai salah satu daerah rotan yang akan dikembangkan selain kakao. Tahapan dari pelaksanaan kegiatan ini adalah : 1. Rapat-rapat persiapan 2. Melakukan survey dan identifikasi kebutuhan 3. Membuat produk rotan dari Prototype yang dihasilkan PPRM yang dapat diproduksi secara massal 4. Memberikan pelatihan kepada UKM lokal 5. Penyusunan Laporan Tabel 23. Pencapaian Sasaran Program 2 2014
Sasaran Program/Kegiatan Tumbuh dan berkembangnya kawasan industri di Wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara dan Sulawesi
IKU Terfasilitasinya kawasan industri dalam penyusunan kajian dan dokumen perencanaan pembangunan
2015
T
R
Capaian (%)
T
R
Capaian (%)
-
-
-
2 KI
2 KI.
100
Nilai Capaian Tumbuh dan berkembangnya kawasan industri di Wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara dan Sulawesi
100
3. Indikator Kinerja Utama : Terfasilitasinya
kawasan
industri
dalam
penyusunan
kajian
dan
dokumen perencanaan pembangunan sebanyak 2 kawasan industri •
Target yang ditetapkan pada Indikator Kinerja Utama ini sebanyak 2 Kawasan. Realisasi yang dicapai dari terget Terfasilitasinya kawasan industri dalam penyusunan kajian dan dokumen perencanaan di Tahun
2015
adalah
100%.
Capaian
ini
diperoleh
dengan
dilaksanakannya penyusunan kajian dan dokumen perencanaan pembangunan Kawasan Industri Kupang dan Kawasan Industri 49
Pomala. Indikator
Kegiatan Kinerja
Pengembangan
yang Utama
Kawasan
terlaksana ini
dalam
adalah
Industri
mendukung
Penyusunan
di
Kupang
dan
2015
capaian
Perencanaan Penyusunan
Perencanaan Pengembangan Kawasan Industri di Pomala Tujuan dari pelaksanaan penyusunan kajian dan dokumen perencanaan pembangunan di Kawasan Industri Kupang dan Pomala adalah Sebagai tindak lanjut dalam rangka mendukung upaya Pemerintah dalam pengembangan industri hilir berbasis sumber daya mineral, maka diperlukan fasilitasi pembentukan kawasan industri untuk mendorong investasi di sektor industri hilir pengolahan hasil tambang. Pemerintah Indonesia akan selalu berkomitmen untuk tunduk kepada amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) khususnya mengenai kewajiban melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri setelah Januari 2014. Percepatan industri nikel dapat dilakukan dengan mengolah nikel menjadi berbagai bentuk nikel yang lebih murni dengan kadar kemurnian yang memenuhi ketentuan Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2012. Penerima masyarakat.
manfaat
Melalui
kegiatan
kegiatan
ini
ini
adalah
diharapkan
stakeholder akan
dan
mampu
memberikan gambaran, arahan dalam pengembangan kawasan industri dimulai dengan perencanaan fisik berupa rencana induk (master plan) dan rencana strategi sehingga mampu menarik minat investasi
yang
berdampak
meningkatnya
kesejahteraan
bagi
masyarakat. Selain itu diharapkan juga mampu memberikan daya kontrol dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan. Tahapan dari pelaksanaan kegiatan ini adalah 1. Persiapan dan perencanaan; 2. Pengumpulan dan kompilasi data; 3. Pendampingan Tenaga Ahli
50
2015
4. Analisis dan perumusan konsep master plan dan rencana strategi pengembangan Kawasan Industri; 5. Penyusunan
rancangan
(draft)
laporan
master
plan
dan
rencana strategi pengembangan Kawasan Industri; 6. Penyempurnaan laporan penyusunan master plan dan rencana strategi pengembangan Kawasan Industri. Tabel 24. Pencapaian Sasaran Program 3 2014
Sasaran Program/Kegiatan Tumbuhnya Sentra Industri Kecil dan Industri Menengah (SIKIM) di Wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara dan Sulawesi
IKU Terfasilitasinya sentra IKM dalam penyusunan rencana pembangunan
2015
T
R
Capaian (%)
T
R
Capaian (%)
-
-
-
3 SIKIM
6 SIKIM
100
Nilai Capaian Tumbuhnya Sentra Industri Kecil dan Industri Menengah (SIKIM) di Wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara dan Sulawesi
100
4. Indikator Kinerja Utama : Terfasilitasinya Sentra IKM dalam penyusunan rencana pembangunan sebanyak 3 Sentra IKM •
Target yang ditetapkan pada Indikator Kinerja Utama ini sebanyak 3 Lokasi Sentra IKM. Realisasi yang dicapai dari terget Terfasilitasinya Sentra IKM dalam penyusunan rencana pembangunan di Tahun 2015 adalah 100%.
Capaian ini diperoleh dengan dilaksanakannya
penyusunan rencana pembangunan Sentra IKM di Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Maluku Utara. Kegiatan yang terlaksana dalam mendukung capaian Indikator Kinerja Utama ini adalah Penyusunan Masterplan Pembangunan Sentra Industri Kab/Kota di Sulawesi Utara
dan
Sulawesi
Tengah
dan
Penyusunan
Masterplan
Pembangunan Sentra Industri Kab/Kota di Maluku Utara. Pada Tahun 2015 Kegiatan Penyusunan Perencanaan Pembangunan Sentra IKM mendapatkan alokasi tambahan anggaran yang berasal
51
2015
dari APBN-P. Sebagai bentuk implementasi penambahan anggaran tersebut maka dilaksanakan penyusunan Masterplan Pembangunan Sentra IKM di lokasi lain yaitu di Kabupaten Sorong, Mamuju, Konawe, Kupang, Tual dan Sumbawa. Oleh karena itu jumlah total Penyusunan Rencana Pembangunan Sentra IKM yang terealisasi ada sebanyak 9 Lokasi. Tujuan dari Pengembangan Sentra IKM adalah untuk untuk mendorong daya saing IKM melalui pemanfaatan teknologi, inovasi, dan kreatifitas dalam suatu lokasi yang terintegrasi berdasarkan kompetensi inti industri daerah atau industri unggulan yang ada di daerah. Melalui kegiatan ini diharapkan akan mampu memberikan gambaran akan kesiapan pengembangan lokasi-lokasi sentra industri kecil dan industri menengah di beberapa daerah potensial agar mampu menarik minat investasi dalam skala kecil dan menengah namun dapat berdampak pada peningkatan perekonomian dan
kesejahteraan
bagi
masyarakat
melalui
kegiatan
industri
pengolahan dan logistik. Dokumen Perencanaan Pembangunan Sentra IKM memuat: 1. Kelayakan dan Masterplan Pembangunan Sentra IKM 2. Pola Kelembagaan, Rencana Strategis dan Rencana Aksi Pengembangan Sentra IKM 3. Kebutuhan
Infrastruktur
Fisik
maupun
non
fisik
dalam
pengembangan Sentra IKM Tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah: 1. Survey dan Pengumpulan data; 2. Pengolahan data, dan 3. Analisa data 4. Penyusunan konsep pembangunan
52
2015
Tabel 25. Pencapaian Sasaran Program 4 2014
Sasaran Program/Kegiatan
Berkembangnya industri di daerah melalui penyusunan Rencana Pembangunan Industri Provinsi/Kabupaten/Kota di Wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara dan Sulawesi
IKU Terfasilitasinya penyusunan Rencana Pembangunan Industri Provinsi
2015
T
R
Capaian (%)
T
R
Capaian (%)
-
-
-
2 Prov
2 Prov.
33
13 Kab/Kot
16 Kab/Kot
100
Terfasilitasinya penyusunan Rencana Pembangunan Industri Kabupaten/Kota
Nilai Capaian Berkembangnya industri di daerah melalui penyusunan Rencana Pembangunan Industri
100
5. Indikator Kinerja Utama : Terfasilitasinya penyusunan Rencana Pembangunan Industri Provinsi di 2 Provinsi •
Target yang ditetapkan pada Indikator Kinerja Utama ini sebanyak 2 Provinsi.
Realisasi
penyusunan Rencana
yang
dicapai
dari
Pembangunan
terget
Terfasilitasinya
Industri Provinsi di Tahun
2015 adalah 100 %. Capaian ini diperoleh dengan dilaksanakannya penyusunan Rencana Pembangunan Industri di Provinsi Sulawesi Selatan
dan
Papua
Barat.
Kegiatan
yang
terlaksana
dalam
mendukung capaian Indikator Kinerja Utama ini adalah Fasilitasi Penyusunan Rencana Pembangunan Industri Provinsi
di Sulawesi
Selatan dan Papua Barat. Pada kegiatan ini dilakukan berbagai analisa untuk membuat rumusan penyusunan rencana pembangunan, antara lain 1. Analisa industri unggulan daerah yang telah dilakukan kajiannya melalui Kajian Industri Unggulan Provinsi, Kajian Kompetensi Inti Industri Daerah dengan memperhatikan keunggulan Sumber Daya Alam (SDA); 2. Analisa isu-isu strategis pembangunan industri Provinsi
53
3. Analisa
kebijakan
terkait
2015
pengembangan
industri
(UU
perindustrian, UU RPJMN, KIID, RPJPD, RPJMD, RIPIN, dll); 4. Analisa
kebutuhan
sarana
dan
prasarana
/
infrastruktur
pendukung pengembangan industri; Dari
seluruh
pembangunan
analisa
tersebut
akan
industri,
rencana
aksi
dirumuskan
program
pembangunan
industri
unggulan serta rencan aksi mendukung Rencana Pembangunan Industri Prioritas Nasional. Tujuan dari kegiatan ini adalah agar pemerintah daerah dan pengusaha industri di daerah diharapkan akan mampu memberikan gambaran terkait penyusunan Rencana Pembangunan Industri Daerah agar mampu menarik minat investasi yang berdampak pada peningkatan perekonomian dan kesejahteraan bagi masyarakat melalui kegiatan industri pengolahan. Tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah: 1. Koordinasi dan sosialisasi RIPIN dan REPIDA; 2. Workshop Penyusunan REPIDA; dan 3. Bimbingan Teknis Penyusunan REPIDA. 6. Indikator Kinerja Utama : Terfasilitasinya
Penyusunan
Rencana
Pembangunan
Industri
Kabupaten/Kota sebanyak 13 Kabupaten / kota •
Target yang ditetapkan pada Indikator Kinerja Utama ini sebanyak 13 Kabupaten/Kota. Realisasi yang dicapai dari terget Terfasilitasinya penyusunan Rencana Pembangunan Industri Kabupaten/Kota di Tahun
2015
adalah
dilaksanakannya
100%.
Kegiatan
Capaian Fasilitasi
Pembangunan Industri Kab/Kota di
ini
diperoleh
Penyusunan
dengan Rencana
Sulawesi, Nusa Tenggara,
Maluku dan Papua. Ruang lingkup dari kegiatan ini adalah 1. Koordinasi dan Sosialisasi Penyusunan RPIP / RPIk di beberapa Kabupaten / Kota; 2. Bimbingan Teknis Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Industri Kabupaten/Kota di jakarta; 54
2015
Pada kegiatan Bimbingan Teknis stake holder daerah diberikan pemaparan tentang latar belakang UU No 3 Tahun 2014 dan RIPIN. Serta teknis penyusunan Perda RPIP/RPIK. Kabupaten / Kota yang menghadiri kegiatan Bimbingan Teknis antara lain, Kabupaten Bintuni, Sorong, Morotai, Morowali, Konawe, Bantaeng dan Gowa. Sedangkan beberapa daerah yang dikunjungi untuk berkoordinasi dan
sosialisasi
mengenai
Penyusunan
Rencana
Pembangunan
Industri adalah Kabupaten Lombok Utara, Lombok Tengah, Kupang, Maros, Takalar, Gorontalo, Kendari, Makassar dan Ambon. . Tujuan dari kegiatan ini adalah agar pemerintah daerah dan pengusaha industri di daerah diharapkan akan mampu memberikan gambaran terkait penyusunan Rencana Pembangunan Industri Daerah agar mampu menarik minat investasi yang berdampak pada peningkatan perekonomian dan kesejahteraan bagi masyarakat melalui kegiatan industri pengolahan. Tabel 26. Pencapaian Sasaran Program 5 Sasaran Program/Kegiatan Berkembangnya industri di daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca konflik di Wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara dan Sulawesi
2014 IKU Terfasilitasinya industri di daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca konflik
2015
T
R
Capaian (%)
T
R
Capaian (%)
-
-
-
5 Daerah
6 Daerah
100
Nilai Capaian Berkembangnya industri di daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca konflik di Wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara dan Sulawesi
100
7. Indikator Kinerja Utama : Terfasilitasinya industri di daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca konflik di 5 daerah •
Target yang ditetapkan pada Indikator Kinerja Utama ini sebanyak 5 Daerah. Realisasi yang dicapai dari terget Terfasilitasinya industri di daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca konflik di Tahun 2015 55
adalah
100%.
Capaian
ini
diperoleh
dengan
2015
dilaksanakannya
Kegiatan Fasilitasi di Kabupaten Sabu Raijua, Selayar, Boalang Mongondow, Sorong Selatan, Halmahera Barat dan Kepulauan Aru. Kegiatan yang terlaksana dalam mendukung capaian Indikator Kinerja Utama ini adalah •
Fasilitasi Pengembangan Industri di Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik di Sulawesi dan Nusa Tenggara
•
Fasilitasi Pengembangan Industri di Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik di di Maluku dan Papua Barat
Ruang
lingkup
dari
Kegiatan
ini
adalah
pemberian
bantuan
mesin/peralatan operasional bagi KUB yang berada di lokasi tersebut. Dalam proses pemilihan jenis komoditas dan KUB yang akan menerima fasilitasi tentunya memperhatikan Peraturan Menteri Perindustrian mengenai penetapan Kompetensi Inti Industri Daerah. Tujuan
dari
pelaksanaan
kegiatan
ini
agar
stakeholder
dan
masyarakat di Koridor Sulawesi dan Nusa Tenggara yang merupakan daerah tertinggal dan perbatasan. Implementasi KIID diharapkan dapat menumbuhkan industri untuk mengurangi kesenjangan dalam perkembangannya dengan pusat-pusat pertumbuhan industri yang sudah ada Berikut adalah rincian Fasilitasi yang diberikan Tabel 27. Fasilitasi Bantuan Mesin / Peralatan No
Nama Daerah
Jenis Pemberian Fasilitasi
1
Kabupaten Sabu Raijua
Mesin teknologi pengolahan gula nira
2
Kabupaten Selayar
Mesin teknologi pengolahan kelapa
3
Kabupaten Boalemo
Mesin teknologi pengolahan ikan laut
4
Kabupaten HalBar
Mesin teknologi pengolahan kelapa
5
Kab Sorong Selatan
Mesin teknologi pengolahan minyak kelapa
6
Kepualuan Aru
Mesin teknologi pengolahan pengasapan ikan
56
2015
8. Hasil Kinerja Pembangunan Infrastruktur APBN-P
Pada Tahun Anggaran 2015 Ditjen PFI Wilayah mendapatkan Anggaran tambahan yang terdapat dalam APBN-P. Penambahan anggaran ini dialokasikan untuk mempercepat pembangunan kawasan industry prioritas yang terdapat di dalam program quick wins dari Presiden Joko Widodo. Adapun implementasinya berupa pembangunan infrastruktur yang terdapat di dalam maupun di luar kawasan industry. Berikut adalah daftar kegiatan dan capaiannya yang temasuk dalam APBN-P ; Tabel 28. Realisasi Kegiatan Pembangunan Infrastruktur APBN-P No
Nama Kegiatan
Realisasi Fisik
1
Pembangunan Infrastuktur Kawasan Industri Palu
88%
2
Pembangunan Infrastuktur Kawasan Industri Bitung
63%
3
Pembangunan Infrastruktur Kawasan Industri Morowali
76%
4 5 6 7
Pembangunan Infrastruktur Kawasan Industri Halmahera
-
Timur Pembebasan Lahan Kawasan Industri (palu Dan Bitung)
-
Penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan Dan
100%
Detail Tata Ruang Pendukung Kawasan Industri Pembentukan Forum Konsultasi Dan Konstruksi
100%
Pengembangan Industri Daerah
8
Promosi 13 Kawasan Industri Prioritas
100%
9
Pengembangan Sdm Industri Lokal Di Kawasan Industri
100%
Dalam pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari APBN-P ini terdapat beberapa kendala, antara lain waktu awal pelaksanaan kegiatan adalah Bulan Mei 2015, hal ini membuat jangka waktu yang tersedia untuk mengerjakan
pembangunan
infrastruktur
menjadi
lebih
pendek.
Akibatnya terdapat beberapa kegiatan yang tidak selesai hingga Bulan 57
2015
Desember 2015 dan harus melakukan perpanjangan jangka waktu pengerjaan. 3. ANALISIS CAPAIAN KINERJA SASARAN STRATEGIS PERSPEKTIF KELEMBAGAAN TAHUN 2015 1. Indikator Kinerja Utama : Kesesuaian
pelaksanaan
kegiatan
dengan
dokumen
perencanaan
memiliki target 90 persen. Realisasi yang dicapai adalah 90 persen karena hanya sebanyak 10 persen dari kegiatan yang tidak sesuai dengan dokumen 2. Indikator Kinerja Utama : Tingkat ketepatan waktu pelaksanaan pekerjaan dengan target 90 persen. Realisasi yang dicapai adalah 95 persen karena sebagian besar kegiatan yang dilaksanakan oleh Direktorat PFI Wilayah III sesuai dengan jadwal rencana yang telah ditetapkan dan hanya 5 persen yang tidak sesuai dengan jadawal rencana 3. Indikator Kinerja Utama : Nilai Sakip Direktorat PFI Wil III dengan target 73. Realisasi yang dicapai adalah 75. 4. Indikator Kinerja Utama : Tingkat penyerapan anggaran yang berkualitas dengan target 90 persen. Realisai yang dicapai pada Tahun 2015 adalah 35,67 persen, hal ini terjadi karena beberapa kegiatan di Ditjen PFI wilayah III yang tidak berhasil dilaksanakan, antara lain : •
Pembebasan Lahan Kawasan Industri (palu Dan Bitung) yang dihentikan karena belum ada mekanisme pengadaan lahan untuk kawasan industri yang sesuai dengan peraturan berlaku
•
Pembangunan Infrastruktur Kawasan Industri Halmahera Timur yang dihentikan karena belum adanya mekanisme penyertaan modal kepada BUMN yang sudah Go Public 58
2015
Kegiatan ini berasal dari anggaran APBN-P yang mulai berlaku di Bulan Mei 2015. Dua kegiatan tersebut bernilai total Rp. 338.741.235 atau hampir setengah dari nilai total anggaran Ditjen PFI Wilayah III di Tahun 2015, sehingga dengan penghentian dua kegiatan ini berdampak pada realisasi anggaran yang turun secara drastis. Bila dibandingkan dengan pencapaian realisasi anggaran Tahun 2014 yang mencapai 88,4% maka pencapaian tahun ini turun sebesar 53%. Apabila diperhatikan penyebab penghentian kedua kegiatan tersebut karena permasalahan landasan hukum yang berlaku. Bagi institusi pemerintahan di tingkat pusat landasan hukum adalah salah satu hal vital yang menjadi pertimbangan utama dalam menjalankan program pemerintahan
sebagai
bentuk
taat
dan
patuh
hukum
terhadap
perundang-undangan yang berlaku, bila suatu kegiatan dinilai tidak memliki atau tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku maka sebaiknya pelaksanaan kegiatan tersebut ditinjau ulang. 4. AKUNTABILITAS KEUANGAN (DARI PERSPEKTIF KELEMBAGAAN) 1. Indikator Kinerja Utama : Penyerapan anggaran
dengan target 90 persen, dan realisasi yang
dicapai adalah 35,67 persen. Anggaran DIPA yang disediakan untuk mendukung
pelaksanaan
Tugas
Pokok
dan
Fungsi
Direktorat
Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III Tahun 2015 Pagu Sebesar Rp. 642.350.000,-. (Enam ratus empat puluh dua milyar tiga ratus lima puluh juta rupiah). Sampai berakhirnya Tahun Anggaran 2015, anggaran DIPA yang terserap sebesar Rp. 229.094.749.000 atau 35,67 persen dari total anggaran yang tersedia. Realisasi DIPA sampai dengan 31 Desember 2015 berdasarkan program dapat dilihat pada tabel berikut ini:
59
Tabel 29. Realisasi Anggaran Kegiatan Ditjen PFI III T.A 2015 No 1
2.
3.
4
Kegiatan
2015
Pagu (Rp)
Realisasi (Rp)
Capaian (%)
a. Koordinasi Penyusunan Program Pengembangan Industri
326.000.000
275.727.000
84,58
b. Layanan Manajemen Kinerja dan Operasional
405.482.000
392.294.000
96,75
900.000.000
700.812.000
77,87
2.773.880.000
117.144.000
4,22
2.382.604.000
2.258.355.000
94,79
857.220.000
799.767.000
93,3
681.297.000
613.588.000
90,06
3.914.630.000
2.839.811.000
72,54
1.377.004.000
1.086.925.000
78,93
1.375.292.000
1.249.948.000
90,89
79.040.000.000
69.815.756.000
88,33
90.950.137.000
25.334.842.000
27,86
106.290.000.000
81.178.732.000
76,37
124.767.294.000
69.160.000
0,06
148.500.000.000
72.194.000
0,05
c. Fasilitasi Permasalahan Pengembangan Industri di Wilayah III a. Penyusunan Masterplan Pengembangan WPPI di Provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara b. Penyusunan Masterplan Pengembangan WPPI di Provinsi Maluku Utara, Papua dan Papua Barat c. Pendampingan Pengembangan Industri Rotan di Pusat Pengembangan Rotan Mamuju d. Pendampingan Pengembangan Industri Rumput Laut di Tual a. Operasional Pusat Inovasi Rotan Nasional (PIRNas) Palu dalam Rangka Pengembangan Industri Rotan b. Penyusunan Perencanaan Pengembangan Kawasan Industri di Kupang c. Penyusunan Perencanaan Pengembangan Kawasan Industri di Pomala a. Pembangunan Infrastruktur Kawasan Industri Palu b. Pembangunan Infrastruktur Kawasan Industri Bitung c. Pembangunan Infrastruktur Kawasan Industri Morowali d. Pembangunan Infrastruktur Kawasan Industri Halmahera Timur e. Pembebasan Lahan Kawasan Industri (Palu dan Bitung)
60
No
Kegiatan Penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan dan Detail Tata Ruang Pendukung Kawasan Industri g. Pembentukan Forum Konsultasi dan Konstruksi Pengembangan Industri Daerah h. Promosi 13 Kawasan Industri Prioritas
2015
Pagu (Rp)
Realisasi (Rp)
Capaian (%)
20.559.863.000
17.401.863.000
84,64
4.000.000.000
1.299.682.000
32,49
1.892.706.000
799.253.000
42,23
15.000.000.000
8.022.376.000
53,48
848.100.000
771.114.000
90,92
625.484.000
92,32
25.000.000.000
6.888.420.000
27,55
1.597.999.000
1.357.373.000
84,94
1.277.249.000
942.990.000
73,83
2.263.284.000
2.101.993.000
92,87
2.229.676.000
2.079.145.000
93,25
642.350.000.000
229.094.749.000
35,67
f.
i.
5
6
7
Pengembangan SDM Industri Lokal di Kawasan Industri a. Penyusunan Masterplan Pembangunan Sentra Industri Kab/Kota di Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah b. Penyusunan Masterplan Pembangunan Sentra Industri Kab/Kota di Maluku Utara c. Pembangunan Sentra IKM di Kab. Konawe a. Fasilitasi Penyusunan Rencana Pembangunan Industri Provinsi di Sulawesi Selatan dan Papua Barat b. Fasilitasi Penyusunan Rencana Pembangunan Industri Kab/Kota di Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua a. Fasilitasi Pengembangan Industri di Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik di Sulawesi dan Nusa Tenggara b. Fasilitasi Pengembangan Industri di Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik di di Maluku dan Papua Barat
TOTAL
677.529.000
61
2015
BAB IV PENUTUP
Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III, Ditjen Pengembangan Perwilayahan Industri mempunyai tugas melaksanakan amanah pengembangan perwilayahan industri di wilayah timur Indonesia yaitu Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara dan Papua seperti yang tercantum pada Undang Undang No 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. Dalam melaksanakan
tugasnya
Direktorat
Pengembangan
Fasilitasi
Industri
Wilayah III berpijak pada tujuan, sasaran dan program kerja yang telah ditetapkan dalam dokumen Rencana Strategis tahun 2015 – 2019. Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III memaparkan bebrapa keberhasilan maupun kegagalan dalam pencapaian target sasaran strategis yang telah ditetapkan dalam Penetapan Kinerja Tahun 2015. Capaian kinerja tersebut terjabarkan dalam indikator kinerja yang diuraikan dari sasaran dan tujuan yang ada. Penilaian kinerja Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III dilakukan terhadap sasaran strategis dalam Penetapan Kinerja tahun 2015 yang pengukurannya didasarkan atas dasar perspektif tupoksi yaitu: (1) Mengkoordinasikan Pembinaan Pengembangan Fasilitasi Industri di Wilayah III, (2) Mewujudkan Pengembangan WPPI di Wilayah III, (3) Memfasilitasi
Pengembangan
Kawasan
Industri
di
Wilayah
III,
(4)
Mewujudkan Pengembangan Sentra IKM di Wilayah III, (5) Memfasilitasi Pengembangan
Sentra
IKM
di
Wilayah
III,
dan
(6)
Memfasilitasi
Pengembangan Industri di Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik di Wilayah III. Capaian kinerja secara fisik dari jumlah kegiatan yang terlaksana adalah sebesar 82.10 persen sedangkan dari segi keuangan realisasi yang tercapai sebesar 35,67% persen dari target yang ditetapkan sebesar 90 persen.
Hal
ini
terjadi
karena
ada
beberapa
yang
tidak
berhasil
dilaksanakan. Kegiatan ini berasal dari anggaran APBN-P yang mulai 62
2015
berlaku di Bulan Mei 2015. Dua kegiatan tersebut bernilai total Rp. 338.741.235 atau hampir setengah dari nilai total anggaran Ditjen PFI Wilayah III di Tahun 2015, sehingga dengan penghentian dua kegiatan ini berdampak pada realisasi anggaran yang turun secara drastis. Bila dibandingkan dengan pencapaian realisasi anggaran Tahun 2014 yang mencapai 88,4% maka pencapaian tahun ini turun sebesar 53%. Belajar dari pengalaman ditahun 2015 dimasa mendatang perlu ditingkatkan koordinasi yang lebih intensif dengan pemerintah daerah dan stakeholders terkait serta meningkatkan manajemen pengelolaan kegiatan secara internal. Langkah
tindak
lanjut
yang
perlu
dilakukan
dalam
rangka
peningkatan kinerja Ditjen PFI Wilayah III secara umum adalah sebagai berikut: 1. Sub direktorat Kompetensi Inti Industri Daerah a. Melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan RIPIN dan KIN pengembangan perwilayahan industri melalui Penyusunan Masterplan WPPI Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan; b. Menyiapkan pengembangan WPPI dan KPI serta penyiapan fasilitasi penyediaan
infrastruktur
industri
melalui
kajian
Rencana
Kebutuhan Infrastruktur dalam WPPI Maluku Utara, Papua dan Papua Barat; c. Menyiapkan pengembangan kerjasama teknis dan promosi WPPI melalui penyelenggaraan sosialisasi dan koordinasi pengembangan WPPI di 7 (tujuh) WPPI; 2. Sub direktorat Pengembangan Kawasan Industri a. Melaksanakan Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Kawasan Industri secara lebih matang, seperti pada Kawasan Industri Palu, Morowali, Bantaeng; b. Melaksanakan Fasilitasi Perencanaan Pengembangan kawasan Industri di wilayah non prioritas yang memenuhi kriteria, bentuk
63
2015
fasilitasi yang dilaksanakan seperti studi kelayakan, penyusunan Masterplan dan Rencana Strategis; c. Melaksanakan Koordinasi percepatan pembangunan di 7 (tujuh) kawasan Industri Prioritas; 3. Sub direktorat Industri Unggulan Provinsi a. Kabupaten/Kota yang telah difasilitasi dalam rangka persiapan pembangunan
Sentra
IKM
sampai
saat
ini
sebanyak
7
Kabupaten/Kota; b. Penyusunan
Pola
Pengembangan
Sentra
Industri
Kecil
dan
Sentra
industri
Kecil
dan
Menengah di 8 Kabupaten/Kota; c. Penyusunan
DED
Pembangunan
Menengah di 1 Kabupten; d. Pembangunan Sentra IKM di Kota Tual; e. Pembangunan 11 Sentra IKM sebagaimana tercantum dalam perencanaan pembangunan industri dalam RPJMN;
64