LAKIP LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH
PUSAT PEMBINAAN USAHA DAN KELEMBAGAAN
TAHUN 2012
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
1
PENGANTAR Laporan ini disusun untuk memenuhi ketentuan dalam Inpres Nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan instansi pemerintah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan negara untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya berdasarkan kewenangan yang dipercayakan melalui sistem akuntabilitas kinerja Instansi Pemerintah. Selanjutnya penyusunan pelaporan akuntabilitas kinerja ini sepenuhnya mengikuti Pedoman yang ditentukan oleh Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia Nomor 589/IX/6/Y/99 tanggal 20 September 1999. Data-data yang disajikan dalam laporan ini, adalah kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan dalam tahun anggaran 2012.
Jakarta,
Januari 2013
Kepala Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan Badan Pembinaan Konstruksi
Ir. Ismono, MA NIP. 195309251982031001
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
2
DAFTAR ISI PENGANTAR........................................................................................................................................
ii
RINGKASAN EKSEKUTIF....................................................................................................................
v
BAB I
PENDAHULUAN.............................................................................................................
1
1.1
Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi............................................................
1
1.2
Kondisi dan Tantangan Pembangunan............................................................
4
1.3
Rencana Strategis.............................................................................................
6
RENCANA KINERJA TAHUNAN DAN PERJANJIAN KINERJA……………………….
14
2.1
Rencana Kinerja Tahunan.................................................................................
14
2.2
Perjanjian Kinerja..............................................................................................
20
BAB II
BAB III
BAB IV
AKUNTABILITAS KINERJA
27
3.1
Evaluasi dan Analisis Kinerja............................................................................
27
3.2
Evaluasi dan Analisis Anggaran........................................................................
32
3.3
Hal-hal yang memerlukan perhatian untuk peningkatan kinerja.......................
33
3.4
Penghargaan pihak ke-3 kepada unit kerja eselon II........................................
33
PENUTUP......................................................................................................................
39
LAMPIRAN LAMPIRAN I LAMPIRAN II LAMPIRAN III LAMPIRAN IV
: : : :
FORMULIR PENETAPAN KINERJA FORMULIR RENCANA KINERJA TAHUNAN FORMULIR PENGUKURAN KINERJA STRUKTUR ORGANISASI PPUK
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
3
RINGKASAN EKSEKUTIF Sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 08/PRT/M/2010, tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum, Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan adalah unsur pelaksana sebagian tugas dan fungsi Badan Pembinaan Konstruksi dalam pelaksanaan pembinaan usaha dan kelembagaan yang meliputi Pembinaan bidang pengembangan usaha, bidang regulasi usaha dan perizinan, bidang kelembagaan, dan fasilitasi pelaksanaan tugas lembaga pengembangan jasa konstruksi nasional, serta pelaksanaan urusan tata usaha pusat. Sebagai penjabaran atas visi dan misi Badan Pembinaan Konstruksi maka tujuan yang akan dicapai Badan Pembinaan Konstruksi dalam periode lima tahun ke depan adalah sebagai berikut: 1.
Meningkatkan peran serta masyarakat di bidang jasa konstruksi.
2.
Meningkatkan kepatuhan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku,
3.
Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha konstruksi yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi;
4.
Menjadikan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi tertib sehingga menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban,
5.
Mewujudkan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas Adapun tujuan dari Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan sendiri adalah Memberikan arah
pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha konstruksi yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi dan dicapai melalui sasaran antara: Meningkatnya pencapaian kondisi struktur usaha konstruksi yang kokoh, andal, dan berdaya saing tinggi, dengan Indikator kinerja outcome a.
Jumlah produk regulasi di bidang usaha jasa konstruksi sebanyak 5 NSPK. (dalam proses review renstra menjadi 16 NSPK)
b.
Meningkatnya kabupaten/kota yang memiliki Perda IUJK dari 30% menjadi 40%
c.
Meningkatnya jumlah penanggung jawab teknik badan usaha jasa konstruksi dari 5000 menjadi 8000 PJT.
d.
Terbentuknya kepengurusan LPJK sesuai dengan Peraturan Perundangan yang berlaku sebanyak 33 provinsi dan 1 nasional. Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan bertanggung jawab atas kegiatan Pembinaan Usaha dan
Kelembagaan. Indikator kinerja utama output kegiatan adalah: Peningkatan pangsa pasar jasa konstruksi nasional dan internasional oleh pengusaha jasa konstruksi nasional yang diukur dari: 1)
Jumlah Pembinaan manajemen usaha,
2)
Jumlah Pembinaan sarana pendukung usaha,
3)
Jumlah Pembinaan regulasi usaha dan kelembagaan,
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
4
4)
Jumlah Pembinaan perizinan usaha,
5)
Jumlah Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi Pusat.
6)
Jumlah Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi daerah.
7)
Jumlah Pembinaan tatalaksana kelembagaan;
8)
Jumlah Pembinaan kinerja kelembagaan;
9)
Jumlah Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pembinaan usaha dan kelembagaan
10)
Jumlah NSPK pembinaan dan pengembangan usaha dan kelembagaan
11)
Jumlah Produk kajian, pembinaan usaha dan kelembagaan
12)
Jumlah Layanan Perkantoran
13)
Jumlah Sistem Pelaporan secara elektronik
14)
Jumlah Kendaraan Bermotor
15)
Jumlah Perangkat Pengolah data dan Komunikasi
16)
Jumlah Peralatan dan Fasilitas Perkantoran Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran dari rencana strategis Badan Pembinaan Konstruksi, Pusat
Pembinaan Usaha dan Kelembagaan telah melaksanakan program-program kegiatan yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi sebagaimana telah diamanatkan oleh Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 08/PRT/M/2010. Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan terdiri dari dua satker yaitu; 1. Satker Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2. Satker Kesekretariatan LPJK Adapun Kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan dalam tahun anggaran 2012 terdiri atas kegiatan yang dilaksanakan secara swakelola dan dikontrakkan. Berikut adalah kegiatan yang dilaksanakan secara swakelola: A. Satker Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 1. Pemberdayaan dan TOT PJT Badan Usaha Jasa Konstuksi Kualifikasi Kecil 2. Pemberdayaan PJT Badan Usaha Jasa Konstuksi Kualifikasi Non Kecil 3. Kinerja Proyek Konstruksi 2012 4. Forum Pendukungan Usaha Jasa Konstruksi 5. Bimbingan Teknis Percepatan Penerbitan Perda IUJK 6. Pengaturan dan Pengawasan Jasa Konstruksi 7. Monitoring dan Evaluasi Tertib Perizinan Usaha Jasa Konstruksi 8. Monitoring Dan Evaluasi Kegiatan BUJKA 9. SIPJAKI
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
5
10. Surveilen Lembaga dan Asosiasi Daerah 11. Forum Jasa Konstruksi Nasional 12. Pelatihan Asesor Badan Usaha 13. Tatalaksana Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 14. Penyusunan Peraturan – Peraturan Terkait jasa konstruksi B. Satker Kesekretariatan LPJK 1. Peningkatan Kompetensi Tenaga IT LPJKN/D 2. TOT Admin SIKI. Net Badan Usaha dan Tenaga Kerja LPJKN/D 3. Penyempurnaan dan Pengembangan Sistem dan Update IT LPJKN/D 4. Penyusunan Instrumen dan Monitoring Lembaga 5. Peningkatan Pemberdayaan SDM Sekretariat Bapel Nasional/ Daerah 6. Fasilitasi Kegiatan MRA, AFAS, Asia Construct 7. Workshop Norma- Norma LPJKN 8. Fasilitasi Pembentukan Unit Sertifikasi 9. Rapat Koordinasi Lembaga Nasional dan Daerah 10. Fasilitasi Manajemen Operasional Badan Pelaksana LPJK Nasional dan Daerah Sedangkan Produk Kajian adalah sebagai berikut: A. Satker Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan (Dikontrakkan) 1. Kajian Struktur dan Perilaku Resiko Proyek Konstruksi di Indonesia 2. Studi Struktur Biaya Proyek Konstruksi di Indonesia 3. Studi Produktivitas Kontraktor Nasional dalam Pelaksanaan Proyek Konstruksi di Indonesia B. Satker Kesekretariatan LPJK (Swakelola) 1. Pemetaan Pendayagunaan Tenaga Kerja Bersertifikat oleh Badan Usaha Jasa Konstruksi 2. Pengukuran Indikator Kepuasan Pelanggan terhadap Manajemen Proyek Konstruksi Nasional dan Asing 3. Pemetaan Lingkup dan Kinerja Inovasi dalam Industri Konstruksi Nasional 4. Penilaian Kontribusi Industri Konstruksi dalam Penanggulangan Bencana 5. Pengukuran Kinerja Badan Usaha Jasa Konstruksi dalam Menerapkan Keselamatan Konstruksi Sampai dengan tahun 2012 pencapaian sasaran (Outcome) Badan Pembinaan Konstruksi yang terkait dengan TUPOKSI Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan adalah: 1) Produk regulasi di bidang usaha jasa konstruksi, yaitu;
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
6
1. Permen PU No.08/PRT/M/2012 tentang Petunjuk Teknis Pembentukan Unit Sertifikasi Dan Pemberian Lisensi 2. Surat Edaran Menteri PU No. 10/SE/M/2012 tentang Pemberlakuan Sertifikat Badan Usaha (SBU), Sertifikat Keahlian (SKA) dan Sertifikat Keterampilan (SKT) Pada Pelaksanaan Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi serta Kualifikasi Penyedia Jasa Konstruksi untuk Tahun Anggaran 2013 3. Keputusan Menteri PU No. 383/KPTS/M/2012 tentang Pembentukan Tim Penyusun Pengaturan / Kebijakan Struktur Industri Konstruksi Nasional 2) Perda Izin Usaha Jasa Konstruksi di 4 Kabupaten/kota 3) Meningkatnya jumlah Penanggung Jawab Teknik Badan Usaha Jasa Konstruksi yang terberdayakan sebanyak; -
PJT Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Kecil sampai dengan akhir tahun 2010 sebanyak 5725 PJT
-
PJT Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Kecil sampai dengan akhir tahun 2011 sebanyak 6135 PJT (pada tahun 2011 terdapat penambahan sebanyak 410 orang)
-
PJT Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Kecil sampai dengan akhir tahun 2012 sebanyak 6744 PJT (pada tahun 2012 terdapat penambahan sebanyak 285 orang, dari satker Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan dan sebanyak 324 orang dari satker Kesekretariatan LPJK)
-
PJT Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Non Kecil sampai dengan akhir tahun 2011 sebanyak 670 PJT
-
PJT Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Non Kecil sampai dengan akhir tahun 2012 sebanyak 961 PJT (pada tahun 2012 terdapat penambahan sebanyak 291 orang)
4) Terkait dengan pembentukan kepengurusan LPJK, sudah terbentuk Kepengurusan LPJK tingkat nasional dan LPJK tingkat provinsi yang sesuai dengan yang sesuai dengan UU 18 tahun 1999, PP 28 tahun 2000 tentang usaha dan peran masyarakat jasa kosntruksi sebagaimana sudah diubah untuk terakhir kali dengan PP 92 tahun 2010 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10/PRT/M/2010 tentang Tata Cara Pemilihan Pengurus, Masa Bakti, Tugas Pokok dan Fungsi, Serta Mekanisme Kerja Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi sebagaimana telah diubah menjadi Permen PU No.24 tahun 2010. Adapun dalam pelaksanaan kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan TA 2012 terdapat beberapa kendala, diantaraya ; •
Integrasi dan koordinasi antar para pelaku jasa konstruksi masih lemah salah satunya dikarenakan kurangnya informasi terkait dukungan dari supplier material, Peralatan, dukungan perbankan dan Penjaminan
•
Mempertemukan antar pihak2 yang berkepentingan untuk mempersatukan visi dan tujuan tidak mudah
•
Rekrutmen peserta pemberdayaan maupun sosialisasi yang kurang tepat
•
Waktu pelaksanaan pemberdayaan maupun sosialisasi yang kurang tepat
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
7
•
Kesiapan dukungan dari daerah
•
Terkait kegiatan yang bersifat Survey dan pengumpulan data butuh effort yang cukup tinggi
Menyikapi kendala-kendala yang dihadapi kedepannya Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan akan terus berupaya meningkatkan koordinasi dengan pihak terkait jasa konstruksi, karena pada dasarnya upaya pembinaan jasa konstruksi harus dilakukan oleh dan untuk semua sektor. Adapun upaya yang akan dilakukan kedepan dengan meningkatkan koordinasi dan dukungan baik itu koordinasi dengan Pusat-Pusat di BP Konstruksi, dukungan dari pemerintah daerah , Dukungan dari LPJK Nasional maupun LPJK Provinsi, serta dukungan dari Balai Pusbin KPK yang ada di daerah Secara umum anggaran yang terserap pada tahun 2012 sebesar ± 87,33%..
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
8
BAB I PENDAHULUAN 1.1
TUGAS, FUNGSI DAN STRUKTUR ORGANISASI Badan Pembinaan Konstruksi dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 08/PRT/M/2010, tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum. Sesuai Peraturan Menteri tersebut, Badan Pembinaan Konstruksi mempunyai tugas untuk melaksanakan pembinaan konstruksi. Dalam melaksanakan tugasnya Badan Pembinaan Konstruksi menyelenggarakan fungsi : a.
Penyusunan Kebijakan teknis, rencana dan program pembinaan konstruksi dan investasi di bidang infrastruktur meliputi usaha dan kelembagaan, penyelenggaraan konstruksi, sumber daya investasi serta kompetensi dan pelatihan konstruksi
b.
Pelaksanaan pembinaan konstruksi dan investasi di bidang infrastruktur meliputi usaha dan kelembagaan, penyelenggaraan konstruksi, sumber daya investasi serta kompetensi dan pelatihan konstruksi
c.
Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan pembinaan konstruksi dan investasi di bidang infrastruktur meliputi usaha dan kelembagaan, penyelenggaraan konstruksi, sumber daya investasi serta kompetensi dan pelatihan konstruksi
d.
Pelaksanaan administrasi Badan Pembinaan Konstruksi Badan Pembinaan Konstruksi terdiri dari ;
a.
Sekretariat Badan
b.
Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan
c.
Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi
d.
Pusat Pembinaan Sumber Daya Investasi
e.
Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi
f.
Kelompok Jabatan Fungsional
Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan dibentuk untuk melaksanakan tugas merumuskan pengembangan dan melakukan pembinaan dibidang usaha dan kelembagaan konstruksi berdasarkan kebijakan Kepala Badan. Dalam melaksanakan tugasnya, Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan menyelenggarakan fungsi:
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
9
a.
Pembinaan bidang pengembangan usaha
b.
Pembinaan bidang regulasi usaha dan perizinan
c.
Pembinaan bidang kelembagaan
d.
Fasilitasi pelaksanaan tugas lembaga pengembangan jasa konstruksi nasional
e.
Pelaksanaan urusan tata usaha pusat.
Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan terdiri dari: a. Bidang Pengembangan Usaha Mempunyai tugas melaksanakan penyiapan pembinaan di bidang pengembangan usaha, dalam melaksanakan tugasnya, Bidang Pengembangan Usaha menyelenggarakan fungsi: -
Pelaksanaan penyiapan pembinaan dan pengembangan kemitraan usaha serta kinerja penyedia jasa
-
Pelaksanaan penyiapan fasilitasi akses pasar jasa konstruksi
-
Pelaksanaan penyiapan pembinaan terhadap akses material dan peralatan kerja konstruksi
-
Pelaksanaan penyiapan pembinaan terhadap akses modal usaha dan sistem penjaminan Bidang Pengembangan Usaha terdiri dari:
1. Subbidang Manajemen Usaha Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan fasilitasi penyelenggaraan peningkatan kapasitas penyedia jasa konstruksi. 2. Subbidang Pendukung Usaha Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pembinaan dan pengembangan kemitraan penyedia jasa konstruksi antar klasifikasi dan kualifikasi, penyiapan bahan pembinaan terhadap akses peralatan dan material, serta akses modal usaha dan sistem penjaminan. b. Bidang Regulasi dan Perizinan Mempunyai tugas melaksanakan penyiapan pembinaan di bidang regulasi usaha dan perizinan. Dalam melaksanakan tugasnya Bidang regulasi dan perizinan menyelenggarakan fungsi: -
Pengembangan produk pengaturan konstruksi, klasifikasi dan kualifikasi usaha jasa konstruksi
-
Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi produk-produk pengaturan lembaga
-
Pelaksanaan penyiapan pembinaan dan bantuan teknik perizinan usaha jasa konstruksi
-
Pelaksanaan administrasi perizinan penyedia jasa konstruksi asing
-
Pelaksanaan pengembangan sistem informasi pembinaan jasa konstruksi nasional Bidang Sarana Regulasi dan Perizinan terdiri dari:
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
10
1. Subbidang Regulasi Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pengembangan produk pengaturan konstruksi, pengaturan klasifikasi dan kuailfikasi usaha jasa konstruksi, serta pemantauan dan evaluasi produk-produk pengaturan lembaga. 2. Subbidang Pendukung Perizinan Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pembinaan dan bantuan teknik perizinan usaha jasa konstruksi, pelaksanaan administrasi perizinan penyedia jasa konstruksi asing, pemantauan dan evaluasi perizinan usaha jasa konstruksi, pelaksanaan pengembangan sistem informasi pembinaan jasa konstruksi nasional dan sosialisasi sistem informasi pembina jasa konstruksi nasional. c. Bidang Kelembagaan Mempunyai tugas melaksanakan penyiapan pembinaan kelembagaan pengembangan jasa konstruksi. Dalam melaksanakan tugasnya, Bidang Kelembagaan menyelenggarakan fungsi: -
Penyiapan pembinaan tata laksana dan kinerja kelembagaan jasa konstruksi
-
Penyiapan pembinaan kelembagaan unsur-unsur masyarakat jasa konstruksi
-
Pengembangan kerja sama dan koordinasi antar instansi terkait pembinaan kelembagaan jasa konstruksi
-
Penyiapan pembinaan kinerja Sekretariat Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi
-
Pengembangan kinerja kelembagaan penyedia jasa konstruksi (badan usaha dan tenaga kerja) Bidang Kelembagaan terdiri dari:
1. Subbidang Tata Laksana Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pembinaan kelembagaan unsur-unsur masyarakat jasa konstruksi, fasilitasi pelaksanaan Forum Jasa Konstruksi Nasional dan bantuan teknik Forum Jasa Konstruksi Daerah, pengembangan organisasi dan tata laksana Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional dan Daerah, serta pengembangan kerjasama dan koordinasi antar instansi terkait pembinaan kelembagaan jasa konstruksi. 2. Subbidang Kinerja Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan tugas Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional dan Daerah, penyiapan baha npembinaan kinerja sekretariat Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional, pelaksanaan pengawasan Kinerja Unit Sertifikasi Badan Usaha Jasa Konstruksi dan Tenaga Kerja, serta pelaksanaan pengembangan kinerja kelembagaan penyedia jasa konstruksi (badan usaha dan tenaga kerja).
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
11
d. Sub Bagian Tata Usaha Mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, perlengkapan, rumah tangga, administrasi barang milik negara, dan tata persuratan serta kearsipan pusat. e. Kelompok Jabatan Fungsional Mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. f.
Satker Kesekretariatan LPJK Mempunyai tugas Fasilitasi tugas-tugas Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK), khususnya pada pelaksanaan tugas-tugas lembaga sesuai dengan Peraturan Perundang yang berlaku, yaitu tugas-tugas berupa; -
Mendorong Penelitian dan Pengembangan Jasa Konstruksi
-
Menyelenggarakan Pendidikan dan Pelatihan Jasa Konstruksi
-
Registrasi tenaga kerja konstruksi, meliputi klasifikasi, kualifikasi dan sertifikasi keterampilan dan keahlian kerja
-
Registrasi Badan Usaha Jasa Konstruksi
-
Mendorong dan meningkatkan peran arbitrase, mediasi, dan penilai ahli di bidang Jasa Konstruksi
STRUKTUR ORGANISASI Untuk mendukung tugas pokok dan fungsi Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan – Badan Pembinaan Konstruksi, saat ini terdapat 60 personil: (struktur organisasi terlampir)
1.2 KONDISI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN Implementasi kebijakan pembinaan jasa konstruksi selama 8 tahun terakhir, dalam konteks mikro (tata kelola kepemerintahan yang baik), konteks messo (usaha dan pengusahaan konstruksi), serta konteks makro (kerjasama, persaingan global dan liberalisasi jasa konstruksi) belum mencapai sasaran sebagaimana diamanatkan dalam UU 18/1999. Dalam konteks makro, sektor konstruksi nasional berhasil menempati urutan ke enam dari sembilan sektor utama penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Pada tahun 2009, PDB yang disumbangkan oleh sektor konstruksi tercatat sebesar Rp. 555 trilyun, yang merupakan 9,9% dari PDB nasional. Sementara itu, tenaga kerja yang dapat diserap pada tahun 2009 tercatat berjumlah 5,439 juta orang atau 5,3% dari tenaga kerja nasional dengan tingkat produktivitas 13 orang per milyar rupiah (atas dasar harga berlaku).
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
12
Sampai dengan tahun 2009, tercatat sejumlah 145.260 badan usaha konstruksi. Peningkatan jumlah badan usaha tersebut ternyata belum diikuti dengan peningkatan kualifikasi dan kinerjanya. Hal ini tercermin pada mutu produk, ketepatan waktu pelaksanaan, dan efisiensi pemanfaatan sumber daya manusia, modal, serta teknologi dalam penyelenggaraan jasa konstruksi yang belum sesuai dengan yang diharapkan. Kondisi tersebut di antaranya disebabkan oleh persyaratan usaha serta persyaratan kualifikasi tenaga kerja terampil dan ahli yang belum diatur sebagaimana mestinya untuk mewujudkan badan usaha konstruksi yang profesional dan dapat diandalkan. Dengan tingkat kualifikasi dan kinerja tersebut, pada umumnya pangsa pasar pekerjaan konstruksi yang berteknologi tinggi belum sepenuhnya dapat dikuasai oleh usaha jasa konstruksi nasional. Dari seluruh pangsa pasar jasa konstruksi Indonesia (100%), hanya 40% yang dikuasai oleh pelaku jasa konstruksi nasional yang jumlahnya 90 %, sedangkan 60% lainnya dikuasai oleh pelaku jasa konstruksi asing yang jumlahnya hanya 10 %.
Kesadaran hukum dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi masih perlu
ditingkatkan, termasuk kepatuhan para pihak, yakni pengguna jasa dan penyedia jasa, dalam pemenuhan kewajibannya serta pemenuhan terhadap ketentuan yang terkait dengan aspek keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan, agar dapat mewujudkan bangunan yang berkualitas dan mampu berfungsi sebagaimana yang direncanakan.Bidang jasa konstruksi saat ini masih menghadapi berbagai permasalahan seputar lemahnya penguasaan teknologi, sulitnya akses ke permodalan, serta masih kerap terjadi kegagalan bangunan, kegagalan konstruksi, dan mutu konstruksi yang belum sesuai standar. Sementara itu, Undangundang No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi masih dipandang secara sempit sebagai undang-undang bidang pekerjaan umum. Sehingga, pembinaan jasa konstruksi lebih dianggap sebagai bagian dari tanggungjawab Kementerian Pekerjaan Umum dan bukan menjadi tanggungjawab semua instansi terkait. Asosiasi jasa konstruksi, hingga saat ini masih disibukkan oleh proses sertifikasi para anggotanya yang sering penuh dengan konflik kepentingan pribadi dan kelompok. Sehingga, asosiasi jasa konstruksi belum dapat berperan sebagai motor penggerak peningkatan kompetensi dan daya saing para anggotanya.Sementara itu, Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) sebagai representasi dari masyarakat jasa konstruksi dalam pengembangan jasa konstruksi belum dapat melaksanakan seluruh tugas yang diamanahkan dalam UndangUndang Jasa Konstruksi (UUJK) Nomor 18 Tahun 1999. Sebagian besar dari sumber daya yang ada masih terfokus pada penyelenggaraan registerasi badan usaha dan tenaga kerja konstruksi. Pelaksanaan tugas-tugas lain, yaitu penelitian dan pengembangan jasa konstruksi, pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi serta arbitrase dan mediasi masih sangat terbatas. Di samping itu, forum jasa konstruksi yang diselenggarakan secara rutin setiap tahun belum berjalan dengan efektif dan produktif dalam menyiapkan rekomendasi kebijakan pembinaan dan pengembangan jasa konstruksi. Meskipun pelaksanaannya senantiasa diperbaiki dari tahun ke tahun, Ppenyelenggaraan forum jasa konstruksi masih terbatas pada pemenuhan aspek adimistrasi dan prosedural serta masih menjadi ajang pelampiasan perbedaan kepentingan yang mencolok di antara pemangku kepentingan.
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
13
Di sisi lain, pengembangan sumber daya manusia (SDM) konstruksi melalui pelatihan berbasis kompetensi masih menghadapi berbagai keterbatasan, di antaranya terkait dengan ketersediaan sarana dan prasarana, standar kompetensi kerja, modul pelatihan, standar uji, serta tenaga pelatih yang berkompetensi. Nota kesepahaman antara Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian tTenaga Kerja dan Transmigrasi, dan LPJK tentang penyelenggaraan pelatihan konstruksi serta pencanangan Gerakan Nasional Pelatihan Konstruksi (GNPK) diharapkan dapat menggalang sumber daya yang tersedia di tiap-tiap instansi terkait guna mengatasi kendala yang dihadapi. Melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994, Indonesia telah meratifikasi berdirinya World Trade Organization (WTO) dan menjadi anggota dari 153 negara anggota yang tercatat di WTO. Indonesia juga telah meratifikasi ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) melalui Keppres Nomor 88 Tahun 1995. Seluruh kesepakatan dalam perundingan WTO dan AFAS bersifat menngikat. Oleh karena itu Indonesia harus senantiasa aktif dalam setiap perundingan liberalisasi jasa, termasuk jasa konstruksi yang diselenggarakan oleh WTO maupun ASEAN serta forum perundingan liberalisasi regional lainnya. Liberalisasi jasa konstruksi akan menjadi ancaman sekaligus peluang untuk perluasan pangsa pasar jasa konstruksi di luar negeri. Kualitas pelayanan infrastruktur yang ada saat ini tidak memadai untuk mempertahankan pertumbuhan dan daya saing ekonomi yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena realisasi investasi infrastruktur hanya mencapai kurang dari setengah kebutuhan yang diperlukan. Kapasitas fiscal tidak memungkinkan untuk mencukupi kebutuhan dana pembangunan infrastruktur, bahkan hanya mampu menyumbangkan 1% dari PDB padahal dana yang diperlukan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 5% dari PDB. TANTANGAN DAN ISU STRATEGIS SUB BIDANG JASA KONSTRUKSI Ketersediaan infrastruktur yang berkualitas merupakan salah satu faktor penentu daya tarik suatu kawasan/wilayah, di samping faktor kualitas lingkungan hidup, image, dan masyarakat (budaya). Sementara itu, kinerja infrastruktur merupakan faktor kunci dalam menentukan daya saing global, selain kinerja ekonomi makro, efisiensi pemerintah, dan efisiensi usaha. Dalam hal daya saing global tersebut, maka World Competitiveness Yearbook 2009 menempatkan Indonesia pada ranking 54 dari 134
negara, di mana
ketersediaan infrastruktur yang tidak memadai (peringkat 84 dengan nilai 3,2) merupakan penyumbang ketiga sebagai faktor problematik dalam melakukan usaha setelah akses pendanaan (25,1 %), birokrasi pemerintah yang tidak efisen (18,5%), dan ketidak tersediaan pasokan infrastruktur (11,4 %)1. Dengan demikian, tantangan pembangunan infrastruktur ke depan adalah bagaimana untuk terus meningkatkan ketersediaan infrastruktur berkualitas dan kinerjanya semakin dapat diandalkan agar daya tarik dan daya saing Indonesia dalam konteks global dapat membaik. Salah satu isu strategis yang dihadapi adalah bagaimana pembangunan infrastruktur dapat membantu mengatasi besarnya kesenjangan antar-kawasan nusantara : antara Kawasan Barat Indonesia (Kabarin) dengan Kawasan Timur Indonesia (Katimin), antara Pulau Jawa dan pulau-pulau lainnya, antara kawasan 1
http://www.weforum.org/pdf/GCR09/GCR20092010fullreport.pdf
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
14
perkotaan dan kawasan perdesaan, antara kota Jakarta dan kota-kota lainnya. fenomena yang terkait adalah urbanisasi yang cukup tinggi dengan laju antara 1% hingga 1,5% per tahun akibat tingginya mobilitas penduduk. Secara teoritik, kota merupakan mesin pertumbuhan ekonomi (the engine of economic growth), sehingga proses pengembangan wilayah terjadi karena adanya perkembangan kota sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, yang lalu diikuti dengan penyebaran pertumbuhan ekonomi di kawasan sekitarnya. Diperkirakan dalam 20 hingga 25 tahun ke depan jumlah penduduk perkotaan di Indonesia akan mencapai 50 65% (Pustra, 2007), dan pada akhir tahun 2014 jumlah penduduk perkotaan diperkirakan mencapai 53 – 54%. Tingkat urbanisasi yang relatif tinggi belum disertai oleh kemampuan untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur yang disebabkan oleh pertumbuhan penduduk oleh urbanisasi tersebut maupun “backlog” yang telah ada sebelumnya. Demikian juga ketersediaan infrastruktur belum merata ke semua golongan masyarakat, terutama masyarakat miskin. Tantangan lainnya adalah berkaitan dengan penyelenggaraan otonomi daerah, dimana sejak bergulirnya era reformasi 1 (satu) dekade yang silam, maka telah terjadi pemekaran wilayah dengan adanya 7 (tujuh) provinsi baru, 135 kabupaten baru, dan 31 kota baru. Dengan demikian hingga saat ini di seluruh wilayah Nusantara terdapat 33 provinsi, 399 kabupaten dan 98 kota. (Sumber Data : Ditjen Otonomi Daerah Depdagri, Juni 2009).2 Masih adanya kemiskinan absolut yang tinggi (35 juta jiwa atau 15,4% dari total jumlah penduduk pada tahun 2008) dan rendahnya ketersediaan lapangan kerja (9,2 juta jiwa pengangguran terbuka atau 8,5% dari total jumlah usia produktif pada tahun 2008) menjadi bagian yang juga harus diperhatikan dalam penyelenggaraan infrastruktur pekerjaan umum. Pelayanan infrastruktur dasar di Indonesia saat ini kondisinya relatif tertinggal dibandingkan beberapa negara Asia lainnya. Pengelolaan infrastruktur ke-PU-an selama 10 tahun terakhir belum dikelola secara baik seperti ditunjukkan oleh pendanaan infrastruktur yang masih underinvestment (< 2% PDB). Anggaran pemeliharaan terbatas, demand lebih besar dari supply terutama untuk daerah cepat tumbuh, dan Standar Pelayanan Minimum (SPM) belum sepenuhnya terimplementasi. Sementara di sisi lain kesepakatan MDGs untuk memenuhi sasaran mutu pelayanan infrastruktur terutama penyediaan air bersih dan sanitasi untuk masyarakat berpenghasilan rendah sudah tidak bisa ditunda lagi. Selain itu, tidak dapat diabaikan pula berbagai kesepakatan pembangunan infratruktur bersama, seperti pada kesepakatan kerjasama ekonomi regional: APEC, AFTA, BIMP-EAGA, IMT-GT, SIJORI, Program ASEAN Highway, dan Asia Railway yang akan menuntut upaya sungguh-sungguh dari segenap pelaku pembangunan infrastruktur ke-PUan. Karena itu upaya untuk memobilisasi berbagai sumber pembiayaan perlu terus diupayakan dengan mengembangkan skema pembiayaan melalui kerja sama pemerintah-swasta (KPS), bank, dan dari lembaga non bank khusus infrastruktur, serta dana preservasi jalan. Secara khusus, tantangan pembangunan sub bidang jasa konstruksi dalam mendukung pemenuhan pembangunan infrastruktur di atas dapat diuraikan sebagai berikut. 2
http://www.depdagri.go.id/basis-data/2010/01/28/daftar-provinsi
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
15
-
Badan Pembinaan Konstruksi (BP Konstruksi) Kementerian PU menerima mandat sebagai pembina jasa konstruksi nasional untuk memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Tantangan ke depan, pemerintah perlu terus meningkatkan pembinaan jasa konstruksi baik dalam bentuk pengaturan, pemberdayaan, maupun pengawasan sesuai lingkup pembinaan yang telah diuraikan di muka, sejalan dengan meningkatnya perhatian dan harapan berbagai pihak terhadap jasa konstruksi.
-
Pembinaan jasa konstruksi selama ini dipersepsikan secara sempit sebagai bagian dari tugas Kementerian PU semata dan belum menjadi tanggung jawab semua pihak sesuai tugas dan kewenangannya.
-
Meningkatnya perhatian pemerintah daerah terhadap pembinaan jasa konstruksi sebagai tindak lanjut Surat Edaran Mendagri No. 601/2006 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi di Daerah dengan membentuk Tim Pembina yang mengkoordinasikan pembinaan jasa konstruksi daerah dan pengalokasian APBD untuk pembinaan jasa konstruksi perlu mendapat apresiasi yang positif. Namun sayangnya unit struktural pembina jasa konstruksi daerah yang telah terbentuk belum seluruhnya efektif. Hal ini terjadi di antaranya karena PP 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah tidak secara eksplisit menyebutkan bahwa pembinaan jasa konstruksi termasuk dalam rumpun urusan pekerjaan umum. Selain itu, petunjuk teknis mengenai pembentukan unit struktural pembina jasa konstruksi di daerah belum tersedia dan Tim Pembina jasa konstruksi di tingkat pusat sesuai PP 30/2000 yang bertugas untuk mengkoordinasikan pembinaan jasa konstruksi antar Kementerian dan Lembaga terkait belum terbentuk.
-
Asosiasi konstruksi juga masih lebih cenderung mengutamakan kepentingan-kepentingan jangka pendek kelompok masing-masing, sementara forum jasa konstruksi belum efektif dalam menumbuhkembangkan usaha jasa konstruksi nasional serta memberi masukan bagi Pemerintah dalam menyelenggarakan pembinaan jasa konstruksi.
-
Memperkuat pasar konstruksi dan meningkatkan profesionalisme industri konstruksi. Termasuk perlunya memperkuat para pelaku usaha konstruksi kecil dan menengah antara lain yang disebabkan oleh lemahnya penguasaan teknologi dan akses permodalan Badan Usaha Jasa Konstruksi.
-
Masih seringnya terjadi kegagalan bangunan dan mutu konstruksi yang tidak sesuai standar teknis yang di antaranya disebabkan oleh lemahnya pengawasan dan belum konsistennya penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi (SMK3 Konstruksi) serta Sistem Manajemen Mutu Konstruksi (SMM Konstruksi) yang belum berjalan secara konsisten.
-
Berbagai kebijakan percepatan investasi swasta beserta dukungan Pemerintah yang dapat disediakan belum berjalan efektif.
-
Dari sekitar 145 ribu kontraktor di Indonesia hampir semuanya memperebutkan 40% pangsa pasar jasa konstruksi nasional yang umumnya disediakan pemerintah (APBN dan APBD). Sedangkan 60% pasar jasa konstruksi Indonesia lainnya, justru dikuasai oleh kontraktor asing terutama di sektor migas. Sementara itu permintaan keterlibatan badan usaha/tenaga kerja konstruksi Indonesia di luar negeri terus meningkat.
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
16
-
Masih belum dimilikinya data base peralatan dan material konstruksi di tiap-tiap provinsi secara lengkap.
-
Sumber Daya Manusia (SDM) jasa konstruksi masih menghadapi permasalahan pada proses sertifikasi yang masih kurang obyektif dan mahal, sehingga langsung atau tidak langsung menyebabkan tenaga ahli dan tenaga terampil bidang konstruksi masih jauh dari cukup yang di antaranya disebabkan oleh pelaksanaan assessment sertifikasi belum sesuai ketentuan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).
-
Berbagai kebutuhan dana investasi infrastruktur yang harus dipenuhi dari investasi swasta (financing gap sebesar Rp 978 Triliun).
-
Berbagai potensi sumber pendanaan investasi infrastruktur belum dimanfaatkan secara maksimal. Sedangkan isu-isu strategis sub bidang jasa konstruksi dalam mendukung pemenuhan pembangunan
infrastruktur di atas dapat diuraikan sebagai berikut. -
Meningkatkan kompetensi SDM konstruksi Indonesia dalam skala nasional maupun skala internasional. Kementerian Pekerjaan Umum perlu melakukan pelatihan berbasis kompetensi yang mengacu pada standar kompetensi internasional bagi lulusan perguruan tinggi yang akan bekerja di sektor konstruksi sehingga lulusannya memiliki kompetensi berstandar internasional.
-
Meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) jasa konstruksi menuju tenaga ahli dan tenaga terampil bidang konstruksi yang berdaya saing tinggi sesuai SKKNI.
-
Meningkatkan kualitas prasarana dan sarana pelatihan mengacu pada kebutuhan pelatihan berbasis kompetensi (kondisi prasarana dan sarana pelatihan saat ini sangat jauh tertinggal dibandingkan beberapa negara tetangga).
-
Meningkatkan kualitas lembaga pelatihan dan lembaga uji/sertifikasi dalam proses pelatihan dan sertifikasi, dengan pengembangan sarana dan prasarana pelatihan dan pendampingan instruktur dan asesor yang berkualitas.
-
Penerapan konsep sustainable/green construction yang merupakan proses konstruksi yang menggunakan metode/konsep serta bahan bangunan yang tepat, efisien, dan ramah lingkungan di bidang pembangunan konstruksi dalam rangka merespon pemanasan global.
-
Lemahnya akses permodalan Badan Usaha Jasa Konstruksi dan belum adanya lembaga pertanggungan untuk memberikan prioritas, pelayanan, kemudahan, dan akses dalam memperoleh jaminan pertanggungan risiko.
-
Praktik-praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) dalam industri konstruksi nasional dan perilaku bisnis jasa konstruksi masih menjadi sorotan publik sampai saat ini. Kondisi ini telah membuat persaingan di industri konstruksi belum sepenuhnya berdasarkan kompetensi dan profesionalisme, tetapi lebih berdasarkan pada kemampuan negosiasi atau lobby, sehingga menyebabkan kualitas konstruksi tidak sesuai dengan yang diharapkan.
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
17
-
Pasar jasa konstruksi nasional masih terdistorsi akibat ketidakseimbangan antara supply dan demand. Oleh karena itu perlu upaya pembinaan perusahaan jasa konstruksi melalui penerapan kualifikasi/klasifikasi persyaratan kemampuan dalam pendirian badan usaha jasa konstruksi.
-
Liberalisasi perdagangan jasa konstruksi merupakan suatu proses yang sedang berjalan dan tidak perlu diperdebatkan apakah Indonesia siap atau tidak siap. Yang lebih penting adalah menyiapkan penyedia jasa konstruksi yang berdaya saing tinggi, baik di pasar domestik, maupun di pasar internasional.
-
Otonomi daerah sebagai instrumen desentralisasi akan menjadi pendorong perdagangan jasa konstruksi nasional dengan diterapkannya kebijakan penanaman modal langsung ke daerah.
-
Pengarusutamaan gender dalam proses pelaksanaan kegiatan subbidang jasa konstruksi, baik dari segi akses, kontrol, partisipasi, maupun manfaatnya.
-
Perlunya berbagai inovasi pola pembiayaan investasi infrastruktur, khususnya infrastruktur pekerjaan umum.
-
Perlunya mempertajam kebijakan dukungan Pemerintah dalam kerangka Public Private Partnership (PPP) agar kebijakan yang ada dapat berjalan efektif.
-
Perlunya mendorong dan memfasilitasi pemanfaatan sumber-sumber pendanaan investasi infrastruktur yang tersedia. LINGKUNGAN STRATEGIS a. Kekuatan (Strength) Berdasarkan kondisi pada akhir tahun 2012, beberapa kekuatan yang dimiliki Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut: 1. Tugas pokok dan fungsi Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan sudah cukup jelas dengan adanya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 08/PRT/M/2010 tanggal 8 Juli 2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum. 2. Latar belakang personil yang beragam dari teknik sipil, teknik Industri, manajemen, ekonomi, ilmu pemerintah, hukum dan sosial dengan 1 orang berpendidikan S3, 13 orang berpendidikan S2, dan 32 orang S1. Keragaman latar belakang pendidikan merupakan sinergi karena untuk melaksanakan tugas dan fungsi Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan dibutuhkan berbagai bidang disiplin ilmu. 3. Adanya penambahan staf untuk mengisi kekurangan SDM yang ada sehingga diharapkan bisa meningkatkan kinerja dalam melaksanakan tugas dan fungsi Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan.
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
18
4. Prasarana dan sarana untuk pejabat struktural cukup memadai; Seluruh pejabat struktural sampai Eselon IV memiliki alat pengolah data (unit komputer) masing-masing; sebagian besar staf juga sudah memiliki alat pengolah data dan meja kursi masing-masing. 5. Pengalaman para pejabat struktural cukup baik, rata-rata berasal dari satminkal teknis (Ditjen SDA, Bina Marga, Cipta Karya, Perkim, LPJK, dan BSP) sehingga memberikan dinamika dan peluang koordinasi serta networking yang baik. 6. Memiliki mandat tugas pembinaan jasa konstruksi sesuai UU No. 18/1999 dan PP No. 4/2010, PP No. 4/2010, PP 59/2010, dan PP No. 30/2000, UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, PP No. 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; 7. Tugas pokok dan fungsi BP Konstruksi sudah cukup jelas dengan adanya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 8/PRT/M/2010 tanggal 17 Juni 2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum, 8. Motivasi kerja dan upaya untuk meningkatkan kapasitas karyawan cukup tinggi. 9. Staf Badan Pembinaan Konstruksi dikenal sebagai staf yang memiliki wawasan luas. 10. Tersedianya anggaran pembinaan jasa konstruksi yang memadai; 11. Sudah ada konsep road map pembinaan dan pengembangan jakon; 12. Terbentuknya balai pelatihan jasa konstruksi di beberapa wilayah di Indonesia sehingga mengakomodir pembinaan jasa konstruksi secara optimal 13. Tersedianya media Informasi Sistem Pembinaan Jasa Konstruksi (SIPJAKI)
b. Kelemahan (Weakness) 1. Belum semua staf mendapat fasilitas alat pengolah data yang sesuai dengan standar kebutuhan kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan. 2. Masih perlu ditingkatkan kinerja unit-unit di lingkungan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan sebagai satu kesatuan tim; 3. Budaya kerja dalam bentuk nilai-nilai strategis ”Bersama KITA Membangun” belum tersosialisasi dan tertanam secara baik dalam perilaku kerja sehari-hari. 4. Masih adanya staf yang kinerjanya di bawah standar; 5. Orientasi kerja staf masih belum sepenuhnya didasarkan pada pencapaian sasaran tugas Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan; 6. Pejabat struktural (Eselon IV – Eselon II) dan staff senior yang akan pensiun.
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
19
7. Kemungkinan promosi bagi jabatan yang ditinggalkan oleh pejabat yang pensiun atau mutasi diisi dari luar BP KONSTRUKSI sehingga berpengaruh terhadap motivasi kerja; 8. Belum lengkapnya pengaturan (juknis) pembinaan jakon daerah; 9. Kurangnya pemantauan dan evaluasi (monev) serta penegakan hukum jasa konstruksi; 10. Belum lengkapnya data base pembinaan jasa konstruksi; 11. Rendahnya pembinaan daya saing badan usaha dan tenaga kerja konstruksi; 12. Staf junior belum memiliki kapasitas untuk pembinaan jasa konstruksi daerah, 13. Masih perlu pelaksanaan pembinaan konstruksi di luar bidang PU untuk ditingkatkan.
c. Kesempatan (Opportunity) 1. Terbitnya Undang-Undang
Nomor 18/1999 tentang Jasa Konstruksi (UUJK) dan peraturan
pelaksanaannya sebagai landasan hukum pengaturan Jasa konstruksi yang terencana, terarah, terpadu, dan menyeluruh. UUJK adalah modal utama bagi Pemerintah untuk mengembangkan industri jasa konstruksi menuju tertib usaha, tertib penyelenggaraan, dan peningkatan kompetensi stakeholder jasa konstruksi. 2. Terbitnya Surat Edaran Mendagri nomor: 601/476/SJ tanggal 13 Maret 2006 perihal Penyelenggaraan Jasa Konstruksi di Daerah SE Mendagri memberikan payung hukum bagi pembina jasa konstruksi pusat untuk bersamasama dengan pemerintah daerah dalam melakukan pembinaan konstruksi di seluruh wilayah Indonesia sampai tingkat kabupaten/kota. 3. Terbitnya Peraturan Pemerintah No. 4/2010 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 28/2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi dan Konstruksi dan Peraturan Pemerintah No. 92/2010 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah No. 28/2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi. Adanya perubahan PP 28/2000 akan mempengaruhi sistem kerja pembinaan usaha jasa konstruksi dan Lembaga. Peraturan Pemerintah No. 4/2010 dan Peraturan Pemerintah No. 92/2010 akan mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap pengaturan usaha dan peran masyarakat seperti klasifikasi dan kualifikasi usaha, lembaga. Adanya pengaturan yang baru memungkinkan pemerintah untuk melakukan perubahan pada berbagai aspek usaha jasa konstruksi seperti masalah proses sertifikasi yang lebih bertanggung jawab, proses IUJK yang lebih terpantau, dan lain sebagainya. 4. Terbitnya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10/PRT/M/2010 tentang Tata Cara Pemilihan Pengurus, Masa Bakti, Tugas Pokok dan Fungsi, Serta Mekanisme Kerja Lembaga
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
20
Pengembangan Jasa Konstruksi dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2010 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 10/PRT/M/2010 Tentang Tata Cara Pemilihan Pengurus, Masa Bakti, Tugas Pokok dan Fungsi, serta Mekanisme Kerja Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi. Dengan terbitnya Permen PU No. 10 tahun 2010 dan Permen PU No. 24 tahun 2010 sebagai turunan dari Peraturan Pemerintah tahun 2010, Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi memiliki kejelasan dalam mekanisme kerja serta tugas pokok dan fungsinya di dalam upaya pengembangan jasa konstruksi di Indonesia. 5. Terbentuknya unit-unit kerja pembina jasa konstruksi daerah yang berada dibawah manajemen Departemen Dalam Negeri Terbentuknya unit-unit kerja pembina jasa konstruksi daerah dibawah Departemen Dalam Negeri akan memungkinkan pembinaan jasa konstruksi lintas sektor, dan tidak terbatas pada bidang kePU-an saja. 6. Tersedianya dana pembinaan dalam bentuk APBN dan APBD serta dana dari pihak lain yang tidak mengikat akan membantu kelancaran pembinaan jasa konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Tupoksi. 7. Meningkatnya Dukungan DPR serta perhatian pemda terhadap pembinaan jakon; 8. Permintaan keterlibatan badan usaha/ tenaga kerja konstruksi di luar negeri; 9. Pengaturan kesetaraan kompetensi keahlian di tingkat ASEAN (ACPE); 10. Tahun 2020 liberalisasi perdagangan dan jasa berlaku penuh yang akan memperluas wilayah usaha; 11. Banyaknya program pendidikan dan kursus peningkatan kapasitas (capacity building) yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Konstruksi, Kementerian PU dan Kementerian terkait lainnya maupun Lembaga Donor Internasional/ Multilateral. 12. Kepercayaan lembaga masyarakat jasa konstruksi (LPJK, Asosiasi Jasa Konstruksi, Badan Usaha Jasa Konstruksi, Kementerian PU dan Kementerian terkait lainnya) terhadap Badan Pembinaan Konstruksi dalam rangka mengkoordinasikan upaya-upaya mewujudkan usaha jakons yang profesional, efisien dan berdaya saing. 13. Kepercayaan lembaga/ forum kerjasama internasional dalam perundingan kerjasama/ liberalisasi internasional bidang konstruksi. 14. Komitmen Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat untuk memberantas KKN di segala bidang, termasuk jasa konstruksi; 15. Stabilitas makroekonomi semakin membaik; 16. Adanya lembaga ombudsman persaingan usaha (KPPU);
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
21
17. Terbukanya penanaman modal asing secara langsung; 18. Terbukanya akses informasi melalui teknologi informasi dan komunikasi; 19. Peningkatan mutu pendidikan tinggi; 20. Pelaksanaan reformasi total; 21. Kampanye penerapan good governance and good corporate governance; 22. investasi infrastruktur padat tenaga kerja (membuka lapangan kerja); 23. Perluasan pelayanan publik melalui desentralisasi; 24. Pembangunan berkelanjutan (sustainaible development) dalam sektor konstruksi (green construction); d. Ancaman (Threat) 1. Masuknya penyedia jasa konstruksi asing yang memiliki berbagai keunggulan dari segi kemampuan modal, SDM, peralatan dan bahan. Pasar cenderung memilih produsen yang akan menyediakan produk akhir yang sesuai dengan ekspektasi konsumennya. Apabila kemampuan penyedia jasa konstruksi nasional tidak meningkat dan masih berada di bawah kemampuan penyedia jasa konstruksi asing, maka pasar akan cenderung memilih penyedia jasa konstruksi asing. 2. Semakin gencarnya tuntutan dari negara asing kepada Indonesia untuk mengurangi barrier to entry sektor industri jasa konstruksi sebagai wujud komitmen liberalisasi perdagangan. Semakin banyak penyedia jasa konstruksi asing yang masuk ke pasar jasa konstruksi Indonesia, semakin sedikit “market share” yang dapat diperebutkan oleh penyedia jasa konstruksi nasional. Respon Pemerintah Republik Indonesia terhadap tuntutan ini harus melihat kesiapan kondisi/kemampuan penyedia jasa konstruksi nasional serta iklim usaha industri-industri di Indonesia. 3. Masih minimnya koordinasi program kegiatan antar instansi pembina jasa konstruksi Arus informasi yang kurang lancar merupakan kendala utama untuk menyelaraskan programprogram pembinaan dan pelaksanaan tugas pembina jasa konstruksi antar pusat dan daerah. Satu-satunya cara untuk mengatasi hambatan ini adalah dengan memperlancar dan meningkatkan kemudahan perolehan informasi. Sistem informasi berbasis internet dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk meminimalisasikan masalah. 4. Masih minimnya pengetahuan pembina jasa konstruksi di tingkat daerah akan pemahaman tentang pelaksanaan tugas-tugas pembinaan jasa konstruksi Dari hasil pemantauan kegiatan-kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan pada tahuntahun anggaran sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pembina jasa konstruksi di daerah masih memandang bahwa permasalahan jasa konstruksi hanya sebatas pada masalah proses pengadaan dan hubungan antara penyedia jasa dan pemerintah sebagai pengguna jasa,
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
22
serta sertifikasi penyedia jasa konstruksi (badan usaha dan tenaga kerja konstruksi)i. Selain itu pelaksanaan pembinaan jasa konstruksi belum merambah sektor swasta. 5. Tingginya pertumbuhan badan usaha jasa konstruksi tidak diiringi dengan kualitas kinerja 6. Terbatasnya SDM Pemerintah dari segi kualitas dan kuantitas Disamping masalah kualitas, jumlah pembina jasa konstruksi dirasakan jauh dari cukup untuk dapat menjalankan tugas pembinaan dengan baik. Sebagai ilustrasi, pemantauan IUJK untuk proyek-proyek swasta sangat sulit dilakukan oleh Pemerintah mengingat luasnya wilayah Indonesia. 7. Perubahan struktur organisasi akibat dinamika organisasi Kementerian Pekerjaan Umum dan dinamika politik nasional; 8. Pengaruh penyedia barang/ jasa yang memberi peluang terjadinya KKN; 9. Perubahan tatanan organisasi di tingkat propinsi/kab./kota pasca PP 41/2007 yang menyebabkan berkurang/hilangnya unit struktural Pembina konstruksi daerah; 10. Penolakan keterlibatan Pemerintah oleh oknum asosiasi perusahaan/profesi jasa konstruksi; 11. Penguasaan asing atas manajemen, teknologi, dan peralatan konstruksi yang lebih baik; 12. Rendahnya koordinasi antar instansi pembina jasa konstruksi; 13. Penyelenggaraan jasa konstruksi sektor swasta belum mengimplementasikan pengaturan jasa konstruksi secara penuh; 14. Resesi ekonomi global; 15. Remunerasi beberapa sektor lain lebih menarik; 16. Dominasi penyelenggaraan konstruksi oleh badan usaha asing; 17. Masih ada penyedia barang/ jasa yang berkinerja di bawah standar 18. Kompensasi bagi sebagian staf (golongan II) belum memenuhi standar minimal kebutuhan fisik minimum (KFM) hidup berkeluarga. 19. Kompensasi bagi sebagian staf (golongan III) belum memenuhi standar minimal hidup berkeluarga yang berkualitas (Quality of Life). 20. Penguasaan informasi oleh badan usaha asing lebih baik dibandingkan pelaku industri konstruksi Indonesia (asimetri informasi); 21. Daya saing industri negara lain umumnya lebih tinggi 22. Teknologi baru yang belum banyak dikuasai industri konstruksi nasional 23. Akses ke sumber permodalan belum kondusif. 24. Euphoria desentralisasi pemerintahan di tingkat provinsi dan kab./kota; 25. Persaingan antar negara semakin tinggi 26. Prosedur pengadaan infrastruktur dengan dana PHLN masih tergantung donor asing 27. Tuntutan global dan masyarakat dunia akan mutu konstruksi
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
23
ANALISA LINGKUNGAN STRATEGIS Analisa Internal Tugas pokok dan fungsi Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan sebagaimana tertera dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 08/PRT/M/2010, memerlukan keahlian manajerial dari berbagai disiplin ilmu mulai dari sipil, ekonomi, manajemen, hukum, dan sosial/kepemerintahan. Bila dihubungkan dengan ketersediaan SDM, Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan telah memiliki personil dengan latar belakang disiplin-disiplin ilmu tersebut. Untuk pengembangan karir dan kompetensi, penempatan SDM idealnya adalah menurut kesesuaian antara tugas dan pengalaman/latar belakang pendidikan/keahlian. Namun sejauh ini hal tersebut masih sulit dilakukan mengingat keterbatasan jumlah SDM. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kesinambungan kegiatan dari tahun ke tahun. Selain bertujuan untuk mencapai sasaran 5 tahunan Badan Pembinaan Konstruksi, kesinambungan kegiatan akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan dan keahlian personil Pusat. Melihat kondisi Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan sampai dengan akhir TA 2012, perlu adanya pembagian tugas harian yang lebih proporsional. Beban kerja pada setiap personil seharusnya seimbang antara kualitas dan kuantitas dengan melihat kemampuan bidang, tingkat pendidikan, dan pengalaman. Selain itu kaderisasi dan transfer pengetahuan dari staf-staf yang lebih senior sangat diperlukan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan sebagian tanggung jawab pelaksanaan kegiatan kepada staf-staf yang tergolong baru dengan tetap dilakukan pengawasan dari staf yang lebih senior, sehingga setiap kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan dapat dijadikan training ground para personilnya. Analisa External Pembina Terbitnya SE Mendagri nomor 601 memberikan payung hukum bagi pembina jasa konstruksi pusat untuk bersama-sama dengan pemerintah daerah untuk melakukan pembinaan konstruksi di seluruh wilayah Indonesia sampai tingkat kabupaten/kota. Terbentuknya unit-unit kerja pembina jasa konstruksi daerah dibawah Departemen Dalam Negeri akan memungkinkan pembinaan jasa konstruksi lintas sektor, dan tidak terbatas pada bidang ke-pu-an saja. Namun dalam implementasinya masih dijumpai berbagai kendala. Salah satu kendala utama adalah kurang lancarnya arus informasi yang menghambat usaha penyelarasan program-program pembinaan dan pelaksanaan tugas pembina jasa konstruksi antar pusat dan daerah. Satu-satunya cara untuk mengatasi hambatan ini adalah dengan memperlancar dan meningkatkan kemudahan perolehan informasi. Sistem informasi berbasis internet dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk meminimalisasikan masalah.
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
24
Dari hasil pemantauan kegiatan-kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan pada tahun-tahun anggaran sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pembina jasa konstruksi di daerah masih memandang bahwa permasalahan jasa konstruksi hanya sebatas pada masalah proses pengadaan dan hubungan antara penyedia jasa dan pemerintah sebagai pengguna jasa, serta sertifikasi penyedia jasa konstruksi (badan usaha dan tenaga kerja konstruksi). Selain itu pelaksanaan pembinaan jasa konstruksi belum merambah sektor swasta. Disamping masalah kualitas, jumlah pembina jasa konstruksi dirasakan jauh dari cukup untuk dapat menjalankan tugas pembinaan dengan baik. Sebagai ilustrasi, pemantauan IUJK untuk proyek-proyek swasta sangat sulit dilakukan oleh Pemerintah mengingat luasnya wilayah Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 4/2010 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 28/2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi dan Peraturan Pemerintah No. 92/2010 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah No. 28/2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi akan mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap pengaturan usaha dan peran masyarakat seperti klasifikasi dan kualifikasi usaha, lembaga. Adanya pengaturan yang baru memungkinkan pemerintah untuk melakukan perubahan pada berbagai aspek usaha jasa konstruksi seperti masalah proses sertifikasi yang lebih bertanggung jawab, proses IUJK yang lebih terpantau, dan lain sebagainya. Sebagai ilustrasi, khusus untuk pengaturan peran masyarakat, perubahan yang akan dilakukan terhadap struktur organisasi dan kepengurusan LPJK akan memberikan kesempatan kepada Pemerintah untuk memperbaiki kinerja Lembaga. Penyedia Jasa Sebagaimana kita maklumi, pasar cenderung memilih produsen yang mampu menyediakan produk akhir yang sesuai dengan ekspektasi konsumennya. Apabila kemampuan penyedia jasa konstruksi nasional tidak meningkat dan masih berada di bawah kemampuan penyedia jasa konstruksi asing, maka pasar akan cenderung memilih penyedia jasa konstruksi asing. Oleh karena itu upaya pemerintah meningkatkan daya saing penyedia jasa konstruksi nasional merupakan hal yang sangat penting, dan upaya pembinaan tersebut harus menyentuh berbagai aspek daya saing penyedia jasa konstruksi. Semakin banyak penyedia jasa konstruksi asing yang masuk ke pasar jasa konstruksi Indonesia, semakin sedikit “market share” yang dapat diperebutkan oleh penyedia jasa konstruksi nasional. Respon Pemerintah Republik Indonesia terhadap tuntutan ini harus melihat kesiapan kondisi/kemampuan penyedia jasa konstruksi nasional serta iklim usaha industri-industri di Indonesia. Melihat kondisi sekarang, dan sulitnya membendung masuknya perusahaan jasa konstruksi asing, pemerintah harus dapat menerapkan
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
25
regulasi yang mendorong terwujudnya transfer of knowledge dari penyedia jasa konstruksi asing kepada penyedia jasa konstruksi nasional, serta memberikan manfaat untuk perkuatan modal dan perluasan kesempatan kerja bagi penyedia jasa konstruksi nasional. Selain itu masuknya penyedia jasa konstruksi asing harus dimanfaatkan sebagai pendorong peningkatan kinerja badan usaha jasa konstruksi nasional sebagai akibat terjadinya persaingan memperebutkan “market share” jasa konstruksi. Pengguna Jasa Pengguna Jasa dalam hal ini adalah Pemerintah dengan dana APBN dan APBD nya serta sektor dari swasta perlu mendapat perhatian terkait penyelenggaraan jasa konstruksi di Indonesia. Menyikapi bahwasanya penggguna jasa pada sektor konstruksi tidak hanya berasal dari Kementerian Pekerjaan Umum saja, tetapi juga terdapat kementerian sektor terkait jasa konstruksi lainya, seperti Kementerian ESDM, Perhubungan, Pendidikan, dan kementeraian terkait lainnya. Untuk tingkat provinsi sendiri pengguna jasa berasal dari dinas pekerjaan umum provinsi dan dinas terkait sektor konstruksi lainnya. Dan diluar itu semua ada pengguna jasa yang dananya berasal dari sektor swasta. Dengan sudut pandang seperti ini sudah seharusnya Badan Pembinaan Konstruksi dan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi dapat berperan aktif dan nyata dalam rangka menciptakan usaha jasa konstruksi yang handal, kokoh, serta berdaya saing tinggi, dengan harapan sektor jasa konstruksi kedepannya dapat memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan di Indonesia. Dalam mewujudkan usaha jasa konstruksi yang kokoh, handal dan berdaya saing tinggi, saat ini perlu kiranya disadari serta dilaksanakan secara nyata, antara lain; perwujudan kesetaraan hak dan kewajiban antara pengguna dan penyedia jasa,
Sikap mentaati seluruh peraturan yang berlaku terkait jasa
konstruksi, Tertib penyelenggaraan jasa konstruksi dari berbagai aspek sehingga dapat diwujudkan kualitas produk jasa konstruksi yang handal dan dapat dipertanggungjawabkan. 1.3 RENCANA STRATEGIS 1.3.1 Visi Visi Kementerian Pekerjaan Umum “Tersedianya
Infrastruktur
Pekerjaan
Umum
dan
Permukiman
yang
Andal
untuk Mendukung Indonesia Sejahtera 2025” Visi Badan Pembinaan Konstruksi “Keunggulan dan Kemandirian Konstruksi Indonesia Dalam Rangka Penyediaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Permukiman yang Andal untuk Mendukung Indonesia Sejahtera 2025”.
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
26
1.3.2 Misi Misi Kementerian Pekerjaan Umum: a.
Mewujudkan penataan ruang sebagai acuan matra spasial dari pembangunan nasional dan daerah serta keterpaduan pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman berbasis penataan ruang dalam rangka pembangunan berkelanjutan.
b.
Menyelenggarakan pengelolaan SDA secara efektif dan optimal untuk meningkatkan kelestarian fungsi dan keberlanjutan pemanfaatan SDA serta mengurangi resiko daya rusak air.
c.
Meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas wilayah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan penyediaan jaringan jalan yang andal, terpadu dan berkelanjutan.
d.
Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman yang layak huni dan produktif melalui pembinaan dan fasilitasi pengembangan infrastruktur permukiman yang terpadu, andal dan berkelanjutan.
e.
Menyelenggarakan industri konstruksi yang kompetitif dengan menjamin adanya keterpaduan pengelolaan sektor konstruksi, proses penyelenggaraan konstruksi yang baik dan menjadikan pelaku sektor konstruksi tumbuh dan berkembang.
f.
Menyelenggarakan Penelitian dan Pengembangan serta Penerapan: IPTEK, norma, standar, pedoman, manual dan/atau kriteria pendukung infrastruktur PU dan permukiman.
g.
Menyelenggarakan dukungan manajemen fungsional dan sumber daya yang akuntabel dan kompeten, terintegrasi serta inovatif dengan menerapkan prinsip-prinsip good governance.
h.
Meminimalkan penyimpangan dan praktik-praktik KKN di lingkungan Kementerian PU dengan meningkatkan kualitas pemeriksaan dan pengawasan profesional.
Misi Badan Pembinaan Konstruksi: i. Mengintegrasikan pengelolaan sektor konstruksi nasional, ii. Mewujudkan tatakelola proses penyelenggaraan konstruksi yang baik, iii. Menjadikan pelaku sektor konstruksi tumbuh dan berkembang. 1.3.3 Tujuan dan Sasaran Tujuan Badan Pembinaan Konstruksi ; a. Meningkatkan peran serta masyarakat di bidang jasa konstruksi. b. Meningkatkan kepatuhan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku, c. Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur Usaha dan Kelembagaan yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi;
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
27
d. Menjadikan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi tertib sehingga menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, e. Mewujudkan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas. Tujuan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan adalah Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur Usaha dan Kelembagaan yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi. Sasaran Badan Pembinaan Konstruksi Sasaran strategis Kementerian PU dalam periode 2010-2014 yang terkait dengan Badan Pembinaan Konstruksi (BPKons) adalah:
“Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan SDM aparatur dan jasa konstruksi serta penelitian dan pengembangan bidang pekerjaan umum dan permukiman untuk meningkatkan kinerja pelayanan bidang pekerjaan umum dan jasa konstruksi”, sebagai upaya mewujudkan kemampuan pemerintah daerah dan stakeholders jasa konstruksi serta masyarakat untuk mendukung tercapainya penguasaan pangsa pasar domestik oleh pelaku konstruksi nasional serta pengurangan jumlah dan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan akibat kegagalan konstruksi/bangunan melalui peningkatan sistem pembinaan teknis dan usaha jasa konstruksi Sasaran Utama Badan Pembinaan Konstruksi adalah: Meningkatnya kapasitas dan kinerja pembina jasa konstruksi Pusat dan daerah, dengan Indikator kinerja: Indeks pembinaan jasa konstruksi nasional dan daerah meningkat dari rata-rata 40 poin menjadi rata-rata 60 poin. Tujuan-tujuan yang telah disebutkan di muka, dicapai melalui sasaran antara sebagai berikut: 1.
Tujuan 1: Meningkatkan peran serta masyarakat di bidang jasa konstruksi dan dicapai melalui sasaran antara: Meningkatnya kapasitas kelembagaan, SDM, dan kebijakan pembinaan jasa konstruksi pusat dan daerah dengan Indikator kinerja outcome: a.
Persentase tingkat kepuasan pelanggan Sekretariat atas penyelenggaraan pelayanan teknis dan administrasi pembinaan jasa konstruksi, dari 60% menjadi 80%.
b.
Jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang terbina sesuai dengan peraturan perundangundangan, dari 15 provinsi menjadi 33 provinsi dan dari 50-an kabupaten/kota menjadi 330 kabupaten/kota.
2.
Tujuan 2: Meningkatkan kepatuhan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan dicapai melalui sasaran antara: Meningkatnya penerapan norma, standar, pedoman, dan kriteria bidang jasa konstruksi yang responsif gender dan lingkungan, dengan Indikator kinerja outcome:
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
28
a. Persentase peningkatan efektifitas pelaksanaan perundang-undangan bidang jasa konstruksi melalui diseminasi/sosialisasi, revisi/penyempurnaan peraturan perundang-undangan sebesar 80% dan 15 NSPK. 3.
Tujuan 3: Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha konstruksi yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi dan dicapai melalui sasaran antara: Meningkatnya pencapaian kondisi struktur usaha konstruksi yang kokoh, andal, dan berdaya saing tinggi, dengan Indikator kinerja outcome: a. Jumlah produk regulasi di bidang usaha jasa konstruksi sebanyak 5 NSPK. b. Meningkatnya kabupaten/kota yang memiliki Perda IUJK dari 30% menjadi 40% c. Meningkatnya jumlah penanggung jawab teknik badan usaha jasa konstruksi dari 5000 menjadi 8000 PJT. d. Terbentuknya kepengurusan LPJK sesuai dengan Peraturan Perundangan yang berlaku sebanyak 33 provinsi dan 1 nasional. e. Persentase kenaikan investasi infrastruktur, 10 % tiap tahun. f.
Persentase tingkat penguasaan pangsa pasar domestik oleh pelaku konstruksi nasional, dari 40 % menjadi 60 %.
g. Peningkatan daya saing industri konstruksi nasional dalam skala global sebesar 5 poin. h. Jumlah dukungan kebijakan dalam membangun iklim investasi bidang infrastruktur; sejumlah 5 NSPK. 4.
Tujuan 4: Mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sehingga menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban dan dicapai melalui sasaran antara: Meningkatnya penyelesaian sengketa dan kasus hukum bidang jasa konstruksi, dengan Indikator kinerja outcome: a. Persentase tingkat akuntabilitas dan kepercayaan masyarakat atas pengadaan barang/jasa konstruksi; dari 60 % menjadi 80 %. b. Persentase tingkat penyelesaian tuntutan masyarakat pemakai dan pemanfaat produk konstruksi; dari 60 % menjadi 80 %.
5.
Tujuan 5: Mewujudkan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas; dan dicapai melalui sasaran antara: 1) Hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas, dengan Indikator kinerja outcome: a. Persentase pengurangan jumlah dan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan akibat kegagalan konstruksi/bangunan sebesar 10%.
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
29
2) Meningkatnya kapasitas SDM penyedia/pengguna dan masyarakat jasa konstruksi dengan Indikator kinerja outcome: a. Rasio pemerintah daerah provinsi yang mampu menyelenggarakan pelatihan konstruksi berbasis kompetensi dari total provinsi (5 dari 33 provinsi) b. Peningkatan pertumbuhan tenaga ahli sektor konstruksi yang terlatih sebesar 2,5% c. Peningkatan pertumbuhan tenaga kerja terampil sektor konstruksi yang terlatih sebesar 3% 1.3.4 Kebijakan, Program, dan Kegiatan 1.3.4.1 Kebijakan Kebijakan pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh yang berwenang untuk dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk dalam pengembangan ataupun pelaksanaan program/kegiatan guna tercapainya kelancaran dan keterpaduan dalam perwujudan sasaran, tujuan, serta visi dan misi Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan. Peraturan
Perundang-undangan
yang
memayungi
dan
menjadi
landasan yuridis
penyelenggaraan kegiatan-kegiatan di Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan diantaranya :
Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi;
Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi;
Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi;
Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi;
Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 2010 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi;
Peraturan Pemerintah No. 92/2010 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah No. 28/2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi;
Peraturan Pemerintah Nomor 59 tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi;
Keputusan Presiden RI Nomor 72/M Tahun 2005 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Pejabat Eselon I di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum;
Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Negara Republik Indonesia;
Peraturan Presiden RI Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementrian Negara Republik Indonesia;
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
30
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah;
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 02/PRT/M/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2010 – 2014;
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 08/PRT/M/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum
Permen PU No.04/PRT/M/2011 tentang Pedoman Persyaratan Pemberian Izin Usaha Jasa Konstruksi Nasional
Permen PU No.05/PRT/M/2011 tentang Pedoman Persyaratan Pemberian Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing
Permen PU No.08/PRT/M/2011 tentang Pembagian Subklasifikasi Dan Subkualifikasi Usaha Jasa Konstruksi
Strategi Untuk mencapai hasil yang optimal dalam melaksanakan kebijakan, dalam rangka mencapai tujuan, serta visi dan misi organisasi, maka perlu ditetapkan strategi-strategi yang akan digunakan dalam implementasi program-program kegiatan. Strategi-strategi Pusat Pembinaan Usaha dan kelembagaan adalah sebagai berikut : 1.
Mengurangi hambatan pembinaan jasa konstruksi yang disebabkan oleh kesulitan koordinasi antar instansi Pemerintah dengan cara membuka kerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri untuk pelaksanaan pembinaan di daerah-daerah. Disamping itu perlu juga kiranya peningkatan konsolidasi dengan kementerian lain terkait jasa konstruksi dalam upaya peningkatan peran pembinaan jasa konstruksi baik untuk tingkat nasional maupun provinsi.
2.
Melakukan pemberdayaan dalam rangka peningkatan kompetensi pembina jasa konstruksi, terutama setelah terbentukan tim pembina jasa konstruksi sesuai dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 601/476/SJ tanggal 13 Maret 2006 perihal Penyelenggaraan Jasa Konstruksi di Daerah.
3.
Dengan dikeluarkannya SK Menteri Pekerjaan Umum No. 531/KPTS/M/010 Tentang Pembentukan Tim Pembina Jasa Konstruksi Nasional, sehingga upaya penyelenggaraan pembinaan jasa konstruksi dapat dilakukan secara sistematis, konsisten, efektif dan efisien.
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
31
4.
Mencari masukan-masukan mengenai masalah jasa konstruksi untuk mengembangkan peraturan pelaksana Undang-Undang Jasa Konstruksi agar lebih merefleksikan amanat Undang-Undang Jasa Konstruksi
5.
Kesiapan penyedia jasa konstruksi nasional untuk dijadikan dasar penentuan kebijakan pembukaan pasar asing dalam proses perundingan liberalisasi perdagangan jasa konstruksi
6.
Memperkuat infrastruktur kelembagaan pembina jasa konstruksi di Pemerintahan dan masyarakat jasa konstruksi
7.
Mengembangkan usaha jasa konstruksi nasional melalui pembinaan dengan meningkatkan kompetensi Penanggung Jawab Teknik Badan Usaha
8.
Meningkatkan efisiensi usaha jasa konstruksi (permodalan, penjaminan, standarisasi peralatan dan bahan)
9.
Pembinaan sumber daya, kelembagaan pembina jasa konstruksi provinsi serta dukungan iklim usaha yang kondusif bagi pengembangan industri konstruksi nasional, termasuk liberalisasi perdagangan sektor konstruksi
10. Mengefektifkan Forum Masyarakat Jasa Konstruksi untuk memberdayakan masyarakat dalam memberikan masukan untuk kebijakan pembinaan jasa konstruksi oleh Pemerintah dan Lembaga 11. Mengarahkan dan memfasilitasi penyelenggaraan peran masyarakat jasa konstruksi sesuai amanat Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa konstruksi,
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi, dan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2010 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi dengan tetap menitikberatkan pada asas manfaat dan keadilan bagi seluruh stakeholder Jasa Konstruksi. 12. Perlunya upaya peningkatan pembinaan terhadap LPJK sebagai wadah masyarakat jasa konstruksi dalam mengembangkan jasa konstruksi di Indonesia. 13. Mengembangkan mekanisme fasilitasi, pelayanan teknis dan administratif yang efektif, efisien dan terpadu melalui kerjasama dan koordinasi antar Satminkal Kementerian PU, Kementerian/LPND serta lembaga lainnya yang terkait dengan pengembangan jasa konstruksi. 14. Meningkatkan pembinaan konstruksi secara transparan dan terbuka dengan melibatkan masyarakat
dan
meningkatkan
peran
Pemerintah
Daerah
dalam
bentuk
dekonsentrasi/tugas pembantuan. 15. Meningkatkan pembinaan usaha konstruksi nasional yang kompetitif, profesional dan berdaya saing tinggi di tingkat nasional maupun internasional.
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
32
16. Meningkatkan penerapan teknologi konstruksi, penggunaan bahan dan peralatan konstruksi domestik dalam sistem penyelenggaraan konstruksi berkelanjutan yang menjamin kehandalan konstruksi dan ramah lingkungan. 17. Meningkatkan dukungan terhadap terciptanya iklim usaha yang kondusif melalui koordinasi antar sektor termasuk dukungan permodalan dan penjaminan. 1.3.4.2 PROGRAM Program yang dikelola oleh Badan Pembinaan Konstruksi adalah PROGRAM PEMBINAAN KONSTRUKSI dengan indikator kinerja outcome program yaitu: meningkatnya kapasitas dan kinerja pembina jasa konstruksi Pusat dan daerah yang diukur dari: Meningkatnya indeks pembinaan jasa konstruksi nasional dan daerah (indeks 2009 sebesar 40 poin, target indeks 2014 sebesar 60 poin) 1.3.4.3 KEGIATAN Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan bertanggung jawab atas kegiatan Pembinaan Usaha dan Kelembagaan. Indikator kinerja utama output kegiatan adalah: Peningkatan pangsa pasar jasa konstruksi nasional dan internasional oleh pengusaha jasa konstruksi nasional yang diukur dari: 1) Jumlah Pembinaan manajemen usaha, 2) Jumlah Pembinaan sarana pendukung usaha, 3) Jumlah Pembinaan regulasi usaha dan kelembagaan, 4) Jumlah Pembinaan perizinan usaha, 5) Jumlah Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi Pusat. 6) Jumlah Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi daerah. 7) Jumlah Pembinaan tatalaksana kelembagaan; 8) Jumlah Pembinaan kinerja kelembagaan; 9) Jumlah Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pembinaan usaha dan kelembagaan 10) Jumlah NSPK pembinaan dan pengembangan usaha dan kelembagaan 11) Jumlah Produk kajian, pembinaan usaha dan kelembagaan 12) Jumlah Layanan Perkantoran 13) Jumlah Pengadaan Sarana dan Prasarana BP Konstruksi
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
33
BAB II RENCANA KINERJA TAHUNAN DAN PERJANJIAN KINERJA Sebagai langkah-langkah mencapai visi dan menjalankan misi Badan Pembinaan Konstruksi yang unggul dan berdaya saing tinggi, Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan perlu menetapkan strategi dalam kerangka membangun konstruksi Indonesia yang handal, profesional, dan mandiri. Strategi pembinaan disektor konstruksi perlu dilakukan secara taktis dan sinergis demi efisiensi pelaksanaan tugas-tugas pembinaan jasa konstruksi. Strategi yang dilakukan adalah untuk memastikan bahwa konstruksi Indonesia akan berkelanjutan dalam memberikan layanan kepada masyarakat. Hal ini dibutuhkan untuk mencapai konstruksi Indonesia yang handal dan kokoh serta mampu menghasilkan produk yang berkualitas, bermanfaat dan berkelanjutan. Pertumbuhan dan perkembangan konstruksi Indonesia juga akan menjadi modalitas bagi kemandirian konstruksi Indonesia. Disamping itu, Badan Pembinaan Konstruksi juga harus mewujudkan penyelenggaraan konstruksi dengan tatakelola yang baik agar seluruh rantai suplai sektor konstruksi mampu menghadirkan efisiensi, produktifitas, keseimbangan dan keadilan. Selanjutnya, Badan Pembinaan Konstruksi juga harus mengintegrasikan pengelolaan sektor konstruksi nasional secara berkesinambungan agar konstruksi Indonesia kokoh dan handal dalam merespon perubahan global. Bab ini akan memaparkan secara lengkap perencanaan strategi Pusat Pembinan Usaha dan Kelembagaan yang merupakan penjabaran langkah-langkah yang harus diambil dalam rangka mewujudkan visi dan misi Badan Pembinaan Konstruksi.
2.1
RENCANA KINERJA TAHUNAN Sesuai dengan Renstra Badan Pembinaan Konstruksi 2010 – 2014 Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan memiliki kegiatan Pembinaan Usaha dan Kelembagaan Rencana Kinerja Tahunan Rencana Kinerja Tahunan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan adalah berdasarkan TUPOKSI sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 08/PRT/M/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum. Rencana kinerja disusun berdasarkan visi, misi serta sasaran, baik itu sasaran secara umum Badan pembinaan Konstruksi maupun sasaran sesuai dengan tujuan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan itu sendiri. Muatan Rencana Kinerja Tahunan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan adalah sebagaimana tertuang dalam form RKT (Rencana Kinerja Tahunan).
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
34
RENCANA KINERJA TAHUNAN PUSAT PEMBINAAN USAHA DAN KELEMBAGAAN (OUTCOME)
Sasaran Strategis Meningkatnya Kapasitas dan Kinerja Pembina Jasa Konstruksi Pusat dan Daerah
Indikator Output
Target Output
Jumlah produk regulasi di bidang usaha jasa konstruksi
1 NSPK
Persentase kabupaten/kota yang memiliki Perda IUJK
2%
Kepengurusan LPJK sesuai dengan Peraturan Perundangan yang berlaku Jumlah penanggung jawab teknik badan usaha jasa konstruksi yang terlatih/terberdayakan
NA 600 Orang
RENCANA KINERJA TAHUNAN PUSAT PEMBINAAN USAHA DAN KELEMBAGAAN (OUTPUT)
Sasaran Strategis
Meningkatnya Kapasitas dan Kinerja Pembina Jasa Konstruksi Pusat dan Daerah
Indikator Output
Target Output
Jumlah Pembinaan manajemen usaha
14 Laporan
Jumlah Pembinaan sarana pendukung usaha
6 Laporan
Jumlah Pembinaan regulasi usaha dan kelembagaan
5 Laporan
Jumlah Pembinaan perizinan usaha
11 Laporan
Jumlah Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi Pusat
1 Laporan
Jumlah Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi daerah
33 Laporan
Jumlah Pembinaan tatalaksana kelembagaan
2 Laporan
Jumlah Pembinaan kinerja kelembagaan
7 Laporan
Jumlah Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pembinaan usaha dan kelembagaan Jumlah NSPK pembinaan dan pengembangan usaha dan kelembagaan
3 Laporan 1 NSPK
Jumlah Produk kajian, pembinaan usaha dan kelembagaan
8 Rekomendasi
Jumlah Pengadaan Sarana dan Prasarana BP Konstruksi
27 Unit
Jumlah Sistem Pelaporan secara elektronik
1 Laporan
Jumlah Kendaraan Bermotor
4 Unit
Jumlah Perangkat Pengolah data dan Komunikasi
25 Unit
Jumlah bLayanan Perkantoran
12 Bulan
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
35
2.2
PERJANJIAN KINERJA PENETAPAN KINERJA PUSAT PEMBINAAN USAHA DAN KELEMBAGAAN (OUTCOME) Sasaran Strategis Meningkatnya Kapasitas dan Kinerja Pembina Jasa Konstruksi Pusat dan Daerah
Indikator Output
Target Output
Jumlah produk regulasi di bidang usaha jasa konstruksi
1 NSPK
Persentase kabupaten/kota yang memiliki Perda IUJK
2%
Kepengurusan LPJK sesuai dengan Peraturan Perundangan yang berlaku Jumlah penanggung jawab teknik badan usaha jasa konstruksi yang terlatih/terberdayakan
NA 600 Orang
PENETAPAN KINERJA PUSAT PEMBINAAN USAHA DAN KELEMBAGAAN (OUTPUT)
Sasaran Strategis
Meningkatnya Kapasitas dan Kinerja Pembina Jasa Konstruksi Pusat dan Daerah
Indikator Output
Target Output
Jumlah Pembinaan manajemen usaha
14 Laporan
Jumlah Pembinaan sarana pendukung usaha
6 Laporan
Jumlah Pembinaan regulasi usaha dan kelembagaan
5 Laporan
Jumlah Pembinaan perizinan usaha
11 Laporan
Jumlah Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi Pusat
1 Laporan
Jumlah Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi daerah
33 Laporan
Jumlah Pembinaan tatalaksana kelembagaan
2 Laporan
Jumlah Pembinaan kinerja kelembagaan
7 Laporan
Jumlah Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pembinaan usaha dan kelembagaan Jumlah NSPK pembinaan dan pengembangan usaha dan kelembagaan
3 Laporan 1 NSPK
Jumlah Produk kajian, pembinaan usaha dan kelembagaan
8 Rekomendasi
Jumlah Pengadaan Sarana dan Prasarana BP Konstruksi
27 Unit
Jumlah Sistem Pelaporan secara elektronik
1 Laporan
Jumlah Kendaraan Bermotor
4 Unit
Jumlah Perangkat Pengolah data dan Komunikasi
25 Unit
Jumlah bLayanan Perkantoran
12 Bulan
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
36
2.2.1.1
Output Pembinaan manajemen usaha Kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan untuk mendukung Output Pembinaan manajemen usaha adalah Pemberdayaan dan TOT Penanggung Jawab Teknik Badan Usaha dan Kinerja Proyek Konstruksi Kegiatan Pemberdayaan dan TOT Penanggung Jawab Teknik Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Kecil serta kegiatan Pemberdayaan Penanggung Jawab Teknik Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Non Kecil bertujuan meningkatkan upaya pemberian bantuan secara langsung kepada BUJK Kecil sebagai implementasi tugas pembinaan oleh Pemerintah serta dapat Mendukung upaya peningkatan profesionalisme badan usaha jasa konstruksi dan tenaga kerja konstruksi di Indonesia, disamping itu diharapkan juga dapat mendatangkan manfaat bagi Pelaksana Konstruksi golongan kecil, menengah dan besar dalam meningkatkan kemampuan dan kompetensinya melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan Penanggung Jawab Teknik
yang dimilikinya serta mewujudkan tingkat kompetensi Badan Usaha
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Jasa Konstruksi. Kegiatan Kinerja Proyek Konstruksi bertujuan Mendukung upaya peningkatan profesionalisme badan usaha jasa konstruksi dan
tenaga kerja konstruksi di
Indonesia,serta Memberikan dorongan kepada pelaku konstruksi nasional agar lebih dapat meningkatkan kapabilitas dan kompetensi yang dimilikinya sehingga dapat menghasilkan produk konstruksi yang lebih handal, disamping itu juga mendorong badan usaha jasa konstruksi agar dapat terus mengembangkan kinerjanya dilapangan. 2.2.1.2
Output Pembinaan sarana pendukung usaha Kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan untuk mendukung Output Pembinaan Pembinaan sarana pendukung usaha adalah Forum Pendukungan Usaha Jasa Konstruksi. Kegiatan ini bertujuan untuk mempertemukan pihak pemangku kepentingan yang berkaitan langsung dengan jasa konstruksi nasional guna terciptanya sinergi antara pihak-pihak tersebut dalam pembangunan sektor konstruksi Nasional Peningkatan akses permodalan usaha konstruksi. adapun permasalahan yang menjadi topik dalam Forum Pendukungan Usaha Jasa Konstruksi tahun 2012 adalah Peningkatan kualitas data statistik sektor konstruksi nasional, Peningkatan pemahaman konsep Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) dalam permbangunan Infrastruktur, Peningkatan aspek pemanfaatan peralatan jasa konstruksi, dukungan suplai material jasa konstruksi, dukungan permodalan serta penjaminan sektor jasa konstrukisi.
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
37
2.2.1.3
Output Pembinaan regulasi usaha dan kelembagaan Kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan untuk mendukung Output Pembinaan regulasi usaha dan kelembagaan adalah Bimbingan Teknis Percepatan Penerbitan Perda IUJK dan Pengaturan dan Pengawasan Jasa Konstruksi. Kegiatan Bimbingan Teknis Percepatan Penerbitan Perda IUJK bertujuan untuk bertujuan untuk mendorong Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk dapat menerbitkan Peraturan Daerah tentang IUJK yang didalamnya juga mengatur mekanisme pengawasan jasa konstruksi. Sedangkan kegiatan Pengaturan dan Pengawasan Jasa Konstruksi berupa pemantauan serta evaluasi terhadap pelaksanan kebijakan nasional serta peraturanperaturan yang ada sehingga dapat mengikuti dinamika perkembangan jasa konstruksi saat ini dan melakukan pengawasan terhadap pembinaan yang dilakukan Tim Pembina Jasa Konstruksi di dalam pelaksanaan tugasnya.
2.2.1.4
Output Pembinaan perizinan usaha Kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan untuk mendukung Output Pembinaan perizinan usaha adalah Monitoring dan Evaluasi Tertib Perizinan Usaha Jasa Konstruksi, Monitoring Dan Evaluasi Kegiatan BUJKA dan SIPJAKI. Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Tertib Perizinan Usaha Jasa Konstruksi bertujuan untuk Tujuan dari kegiatan ini adalah agar pelaksanaan penerbitan IUJK di tingkat
kabupaten/kota dapat sesuai dengan Peraturan Menteri PU Nomor 04 Tahun 2011 dan agar setiap proyek pekerjaan konstruksi dilaksanakan kepada Badan Usaha yang mampu sesuai dengan IUJK yang dimiliki. Kegiatan Monitoring Dan Evaluasi Kegiatan BUJKA adalah Melakukan evaluasi terhadap pelaksanan kebijakan nasional serta peraturan-peraturan yang ada dan Melakukan pengawasan terhadap kegiatan badan usaha jasa konstruksi asing (BUJKA) yang bekerjasama dengan badan usaha jasa konstruksi nasional. Tujuan kegiatan ini adalah Mewujudkan tertib pelaksanaan kebijakan nasional dan peraturan Perundang-undangan terkait jasa konstruksi yang melibatkan badan usaha jasa konstruksi lokal dan asing. Sedangkan Kegiatan SIPJAKI bertujuan untuk
menciptakan Sistem Informasi
Pembinaan Jasa Konstruksi yang handal,koprehensif dan terintegrasi, dan tujuannya adalah seluruh elemen Masyarakat Jasa Konstruksi dapat mengakses seluruh informasi yang dibutuhkan dalam pembinaan jasa konstruksi.
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
38
2.2.1.5
Output Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi Pusat Kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan untuk mendukung Output Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi Pusat terdapat pada dua Satker, yakni Satker Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan dan Pada Satker Kesekretariatan LPJK. Pada satker PPUK terdapat kegiatan Surveilen Unit Sertifikasi. Sedangkan pada satker Kesekretaritan LPJK terdapat kegiatan adalah Peningkatan Kompetensi Tenaga IT LPJKN/LPJKD, TOT Admin SIKI.Net BU & TK LPJKN/LPJKD, Penyempurnaan dan Pengembangan Sistem dan Update IT LPJKN/LPJKD, Penyusunan Instrumen Monitoring dan Evaluasi Lembaga, Peningkatan Pemberdayaan SDM Sekretariat Bapel Nasional/Daerah, Fasilitasi Kegiatan MRA, AFAS dan Asia Construct, Sosialisasi Pembentukan Unit Sertifikasi, Workshop Norma-norma LPJKN dan Fasilitasi Pembentukan Unit Sertifikasi dimana kesemua kegiatan ini dilakukan agar Pemerintah dapat melakukan fungsi kontrol terhadap pelaksanaan tugas-tugas Lembaga tingkat Nasional dan terhadap fungsi pembinaan oleh asosiasi di tingkat pusat di bidang jasa konstruksi.
2.2.1.6
Output Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi daerah Kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan untuk mendukung Output Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi daerah terdapat pada dua Satker, yakni Satker Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan dan Pada Satker Kesekretariatan LPJK. Pada satker PPUK terdapat kegiatan Surveilen Lembaga dan Asosiasi Daerah. Sedangkan pada satker Kesekretaritan LPJK terdapat kegiatan Rapat Koordinasi LPJK Nasional dan Daerah, Fasilitasi Manajemen Operasional Badan Pelaksana Nasional, Fasilitasi Manajemen Operasional Badan Pelaksana Daerah dimana seluruh kegiatan dimaksud agar Pemerintah dapat melakukan fungsi kontrol terhadap pelaksanaan tugastugas Lembaga tingkat Provinsi dan terhadap fungsi pembinaan oleh asosiasi di tingkat daerah di bidang jasa konstruksi
2.2.1.7
Output Pembinaan tatalaksana kelembagaan Kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan untuk mendukung Output Pembinaan tatalaksana kelembagaan adalah Penyelenggaraan Forum Jasa Konstruksi Nasional dan Fasilitasi Pembentukan Unit Sertifikasi Badan Usaha Nasional dan Tenaga Kerja Nasional.
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
39
Kegiatan Penyelenggaraan Forum Jasa Konstruksi Nasional merupakan amanah yang dituangkan secara eksplisit oleh Undang-Undang Nomor 18/1999 Pasal 31. Mengingat keterbatasan kemampuan dan jangkauan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi dalam menghimpun seluruh masyarakat jasa konstruksi untuk menuangkan aspirasinya. 2.2.1.8
Output kinerja kelembagaan Kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan untuk mendukung Output kinerja kelembagaan adalah Pelatihan Asesor Badan Usaha. Tujuan dilakukan kegiatan pelatihan asesor badan usaha adalah untuk menciptakan instruktur asesor dan asesor kemampuan badan usaha yang kompeten. Sehingga dengan terciptanya asesor kemampuan badan usaha yang memiliki kompetensi, maka diharapkan dalam penentuan klasifikasi dan kualifikasi badan usaha dapat lebih akuntabel.
2.2.1.9
Output Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pembinaan usaha dan kelembagaan Kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan untuk mendukung Output Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pembinaan usaha dan kelembagaan adalah Tatalaksana Pembinaan Usaha dan Kelembagaan. Kegiatan Tatalaksana Pembinaan Usaha dan Kelembagaan ini akan memfasilitasi fungsi manajemen pembinaan tersebut dari aspek perencanaan, pemantauan dan evaluasi guna memberikan dukungan yang optimal dalam penyelenggaraan kegiatan pembinaan, utamanya mekanisme kerja dan kewenangan pembina jasa konstruksi tingkat provinsi, kabupaten/kota khususnya daerah-daerah pemekaran baru. Kegiatan Tatalaksana Pembinaan Usaha Konstruksi merupakan salah satu TUPOKSI Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan dalam melaksanakan pembinaan aspek manajerial usaha konstruksi yang dilaksanakan secara swakelola melalui dua pendekatan: a. fasilitasi fungsi manajemen pembinaan jasa konstruksi terutama dari aspek perencanaan, pelaksanaan pembinaan, pemantauan dan evaluasi, guna memberikan dukungan yang optimal terhadap mekanisme kerja usaha jasa konstruksi b. fasilitasi pembina jasa konstruksi di tingkat daerah provinsi dan kabupaten/kota
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
40
2.2.1.10 Output NSPK pembinaan dan pengembangan usaha dan kelembagaan Kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan untuk mendukung Output NSPK pembinaan dan pengembangan usaha dan kelembagaan adalah Penyusunan Peraturan – Peraturan Terkait jasa konstruksi. Kegiatan ini bermaksud Melakukan evaluasi terhadap pelaksanan kebijakan nasional serta peraturan-peraturan yang ada sehingga dapat mengikuti dinamika perkembangan jasa konstruksi saat ini dan melakukan pengawasan terhadap pembinaan yang dilakukan Tim Pembina Jasa Konstruksi di dalam pelaksanaan tugasnya. Melakukan pembahasan dan penyusunan produk statuter untuk mendukung pelaksanaan PP 04/2010 yang dalam hal ini dibatasi hanya untuk substansi terkait usaha dan peran masyarakat jasa konstruksi. sedangkan Tujuan Kegiatan ini menghasilkan produk hukum terkait jasa konstruksi misalnya : Peraturan Menteri, Pedoman Pelaksanaan, dll. 2.2.1.11 Output Produk kajian, pembinaan usaha dan kelembagaan Kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan untuk mendukung Output Produk kajian, pembinaan usaha dan kelembagaan adalah berupa paket kontraktual dan paket swakelola, yaitu ; i. Kajian Struktur dan Perilaku Resiko Proyek Konstruksi di Indonesia ii. Studi Struktur Biaya Proyek Konstruksi di Indonesia iii. Studi Produktivitas Kontraktor Nasional dalam Pelaksanaan Proyek Konstruksi di Indonesia iv.
Pemetaan Pendayagunaan Tenaga Kerja Bersertifikat oleh Badan Usaha Jasa Konstruksi
v. Pengukuran Indikator Kepuasan Pelanggan terhadap Manajemen Proyek Konstruksi Nasional dan Asing vi. Pemetaan Lingkup dan Kinerja Inovasi dalam Industri Konstruksi Nasional vii. Penilaian Kontribusi Industri Konstruksi dalam Penanggulangan Bencana viii. Pengukuran Kinerja Badan Usaha Jasa Konstruksi dalam Menerapkan Keselamatan Konstruksi Indikator Kinerja Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan bertanggung jawab atas kegiatan Pembinaan Usaha dan Kelembagaan. Indikator kinerja utama output kegiatan adalah: Peningkatan pangsa pasar jasa konstruksi nasional dan internasional oleh pengusaha jasa konstruksi nasional yang diukur dari: 1) Jumlah Pembinaan manajemen usaha,
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
41
2) Jumlah Pembinaan sarana pendukung usaha, 3) Jumlah Pembinaan regulasi usaha dan kelembagaan, 4) Jumlah Pembinaan perizinan usaha, 5) Jumlah Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi Pusat. 6) Jumlah Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi daerah. 7) Jumlah Pembinaan tatalaksana kelembagaan; 8) Jumlah Pembinaan kinerja kelembagaan; 9) Jumlah Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pembinaan usaha dan kelembagaan 10) Jumlah NSPK pembinaan dan pengembangan usaha dan kelembagaan 11) Jumlah Produk kajian, pembinaan usaha dan kelembagaan 12) Jumlah Layanan Perkantoran 13) Jumlah Pengadaan Sarana dan Prasarana BP Konstruksi Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan sesuai dengan tujuannya, yaitu: Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha konstruksi yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi dan dicapai melalui sasaran antara: Meningkatnya pencapaian kondisi struktur usaha konstruksi yang kokoh, andal, dan berdaya saing tinggi, dengan Indikator kinerja outcome: a. Jumlah produk regulasi di bidang usaha jasa konstruksi sebanyak 5 NSPK. (dalam proses review renstra menjadi 16 NSPK) b. Meningkatnya kabupaten/kota yang memiliki Perda IUJK dari 30% menjadi 40% c. Meningkatnya jumlah penanggung jawab teknik badan usaha jasa konstruksi dari 5000 menjadi 8000 PJT. d. Terbentuknya kepengurusan LPJK sesuai dengan Peraturan Perundangan yang berlaku sebanyak 33 provinsi dan 1 nasional. Dalam menunjang outcome serta output yang terukur, Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan pada tahun anggaran 2012 ini melakukan kegiatan-kegiatan (sub-output), yaitu ;
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
42
Tabel 2.1 Kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan TA 2012, Pada Satker Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan Output
Kegiatan (Sub-Output) Pemberdayaan dan TOT PJT Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Kecil
Pembinaan Manajemen Usaha
Pemberdayaan PJT Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Non Kecil Kinerja Proyek Konstruksi
Pembinaan sarana pendukung usaha,
Forum Pendukungan Usaha Jasa Konstruksi Bimbingan Teknis Percepatan Penerbitan Perda IUJK
Pembinaan regulasi usaha dan kelembagaan,
Pengaturan dan Pengawasan Jasa Konstruksi Monitoring dan Evaluasi Tertib Perizinan Usaha Jasa Konstruksi
Pembinaan perizinan usaha,
Monitoring Dan Evaluasi Kegiatan BUJKA SIPJAKI
Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi Pusat.
NA
Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi daerah.
Surveilen Lembaga dan Asosiasi Daerah
Pembinaan tatalaksana kelembagaan;
Forum Jasa Konstruksi Nasional
Pembinaan kinerja kelembagaan;
Pelatihan Asesor Badan Usaha
Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pembinaan usaha dan kelembagaan
Tatalaksana Pembinaan Usaha dan Kelembagaan
NSPK pembinaan dan pengembangan usaha dan kelembagaan
Penyusunan Peraturan – Peraturan Terkait jasa konstruksi
Kajian Struktur dan Perilaku Resiko Proyek Konstruksi di Indonesia Produk kajian, pembinaan usaha dan kelembagaan
Studi Struktur Biaya Proyek Konstruksi di Indonesia Studi Produktivitas Kontraktor Nasional dalam Pelaksanaan Proyek Konstruksi di Indonesia
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
43
Tabel 2.2 Kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan TA 2012, Pada Satker Kesekretariatan LPJK
Output
Kegiatan (Sub-Output)
Peningkatan Kompetensi Tenaga IT LPJKN/LPJKD TOT Admin SIKI.Net BU & TK LPJKN/LPJKD Penyempurnaan dan Pengembangan Sistem dan Update IT LPJKN/LPJKD Penyusunan Instrumen Monitoring dan Evaluasi Lembaga Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi Pusat.
Peningkatan Pemberdayaan SDM Sekretariat Bapel Nasional/Daerah Fasilitasi Kegiatan MRA, AFAS dan Asia Construct Sosialisasi Pembentukan Unit Sertifikasi Workshop Norma-norma LPJKN Fasilitasi Pembentukan Unit Sertifikasi Rapat Koordinasi LPJK Nasional dan Daerah
Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi daerah.
Fasilitasi Manajemen Operasional Badan Pelaksana Nasional Fasilitasi Manajemen Operasional Badan Pelaksana Daerah
Produk kajian, pembinaan usaha dan kelembagaan
Pemetaan Pendayagunaan Tenaga Kerja Bersertifikat oleh Badan Usaha Jasa Konstruksi Pengukuran Indikator Kepuasan Pelanggan Terhadap Manajemen Proyek Konstruksi Pemetaan Lingkup dan Kinerja Inovasi Dalam Industri Konstruksi Nasional Penilaian Kontribusi Industri Konstruksi dalam Penanggulangan Bencana Pengukuran Kinerja Badan Usaha Jasa Konstruksi dalam Menerapkan Keselamatan Konstruksi
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
44
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA PUSAT PEMBINAAN USAHA DAN KELEMBAGAAN Salah satu prinsip good governance adalah akuntabilitas yang merupakan wujud pertanggungjawaban instansi pemerintah kepada publik pada umumnya dan pemberi delegasi pada khususnya. Akuntabilitas kinerja perlu diketahui dan dievaluasi untuk mendapatkan umpan balik yang akan digunakan untuk peningkatan kinerja pada waktu yang akan datang. Bentuk akuntabilitas kinerja dapat dilihat dari tahap awal berupa perencanaan strategik yang mencerminkan perwujudan visi dan misi, perencanaan kinerja dan penetapan indikator-indikatornya, serta evaluasi atas hasil kerja yang telah direalisasikan. 3.1 EVALUASI DAN ANALISIS KINERJA Capaian Kinerja Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan tahun anggaran 2012 adalah sebagai berikut ; 3.1.1
Output Pembinaan manajemen usaha Kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan untuk mendukung Output Pembinaan manajemen usaha adalah ; 1. Pemberdayaan dan TOT PJT Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Kecil Pagu kegiatan Pemberdayaan dan TOT Penanggung Jawab Teknik Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Kecil sebesar Rp1.960.110.000,- dan realisasi penyerapannya sebesar Rp. 1.880.516.000,Pelaksanaan kegiatan ini berupa review materi PJT kualifikasi kecil, pemberdayaan PJT di 6 Provinsi, dan 2 kali pelaksanaan ToT PJT kualifikasi kecil di jakarta. Keluaran dari kegiatan ini adalah : a) Jumlah Penanggung Jawab Teknik Badan Usaha sebanyak 285 Orang Penanggung Jawab Teknik b) Jumlah Trainer Pemberdayaan Penanggung Jawab Teknik Badan Usaha sebanyak 40 orang 2. Kinerja Proyek Konstruksi Pagu kegiatan Kinerja Proyek Konstruksi sebesar Rp 747.125.000,- dan
Realisasi
penyerapannya sebesar Rp. 704.231.600,Keluaran dari kegiatan ini adalah : Keluaran berupa Penghargaan kepada badan usaha jasa konstruksi dengan kinerja terbaik dari menteri pekerjaan umum dan advertorial pada surat kabar nasional, berdasarkan 4 kategori
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
45
1) Kategori Pelaksanaan Bangunan gedung kurang dari 8 lantai, PT. Hutama Karya (Persero) pada Proyek Alila Villas Bintan 2) Kategori Pelaksanaan Bangunan gedung lebih dari 8 lantai, PT. Total Bangun Persada, Tbk pada Proyek Gedung Kampus UMN (Universitas Multimedia Nusantara) 3) Kategori Pelaksanaan Bangunan Sipil (Jalan/Jembatan), PT. Wijaya Karya-Jaya konstruksi KSO pada Proyek Pembangunan Jalan Layang Non Tol Kampung Melayu-Tanah Abang Paket Casablanca 4) Kategori Pelaksanaan Bangunan Sipil Prasarana Sumber Daya Air, PT. Adhi Karya (Persero) Tbk pada Proyek ICB Civil Work Construction of Spilway (Package I) Countermeasure For Sediment in Wonogiri Multipurpose Dam Reservoir. JICA loan IP 552 3. Pemberdayaan PJT Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Non Kecil Pagu kegiatan Pemberdayaan dan TOT Penanggung Jawab Teknik Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Kecil sebesar Rp 1.369.181.000,- dan realisasi penyerapannya sebesar Rp. 1.287.121.350,Pelaksanaan kegiatan ini berupa review materi PJT kualifikasi Non kecil dan pemberdayaan PJT di 7 Provinsi. Keluaran dari kegiatan ini adalah : a) Jumlah Penanggung Jawab Teknik Badan Usaha Jasa Konstruksi kualifikasi non kecil sebanyak 291 Orang Penanggung Jawab Teknik 3.1.2
Output Pembinaan sarana pendukung usaha Kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan untuk mendukung Output Pembinaan Pembinaan sarana pendukung usaha adalah Forum Pendukungan Usaha Jasa Konstruksi. Pagu kegiatan ini sebesar Rp 1.720.018.000,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp. 1.591.895.000,Pelaksanaan kegiatan ini berupa ; -
Forum secara regional provinsi yang mempertemukan pemangku kepentingan sektor konstruksi untuk membahas Permasalahan serta dukungan yang dibutuhkan terkait:
a. Peningkatan akses permodalan usaha konstruksi. b. Peningkatan akses penjaminan usaha jasa konstruksi. c. Peningkatan pemahaman konsep Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) dalam permbangunan Infrastruktur. d. Peningkatan aspek pemanfaatan peralatan jasa konstruksi
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
46
-
Seminar dan Lokakarya dalam rangka membangun Struktur Industri Konstruksi Nasional yang Kokoh dan Menunjang Pemerataan Kesempatan Kerja bagi Seluruh Pelaku Jasa Konstruksi
Keluaran dari kegiatan ini adalah terbentuknya POKJA Penyusunan Paket Kebijakan Industri Konstruksi ; a. Restrukturisasi Industri Konstruksi, b. Perkuatan Rantai Pasok Konstruksi, c. Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil & Menengah Konstruksi, d. Revitalisasi Nilai SDM Konstruksi 3.1.3
Output Pembinaan regulasi usaha dan kelembagaan Kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan untuk mendukung Output Pembinaan regulasi usaha dan kelembagaan adalah : 1. Bimbingan Teknis Percepatan Penerbitan Perda IUJK. Pagu kegiatan ini sebesar Rp. 1.835.077.000,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp. 1.760.179.300,Kegiatan ini dilakukan secara regional di empat provinsi (Lampung, Surabaya, NTB, Jakarta) dengan peserta dari kab/kota. Keluaran dari kegiatan ini adalah jumlah kab/kota yang memiliki perda IUJK yang sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 04 Tahun 2011 tentang Pedoman Persyaratan Pemberian Izin Uaha Jasa Konstruksi Nasional sebanyak 4 kab/kota 2. Pengaturan dan Pengawasan Jasa Konstruksi Pagu kegiatan ini sebesar Rp. 1.394.389.000,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp. 1.250.526.998,Pelaksanaan kegiatan ini mengingat urgenitas terhadap Perlunya meningkatkan pemahaman masyarakat jasa konstruksi terhadap pengaturan baru yang telah terbit terkait jasa konstruksi, selain itu sebagai upaya pengaturan penerbitan IUJK di tingkat kabupaten/kota agar dapat segera terlaksana dan sesuai dengan PERMEN PU Nomor 04 Tahun 2011 Keluaran kegiatan ini diharapkan masyarakat jasa konstruksi dapat memahami produk –produk pengaturan jasa konstruksi sehingga pelaksanaan kegiatan konstruksi dapat berjalan sesuai dengan kebijakan dan aturan yang berlaku.
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
47
3.1.4
Output Pembinaan perizinan usaha Kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan untuk mendukung Output Pembinaan perizinan usaha adalah 1. Monitoring dan Evaluasi Tertib Perizinan Usaha Jasa Konstruksi . Pagu kegiatan ini sebesar Rp. 184.575.000,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp. 178.026.200,Keluaran dari kegiatan ini adalah : Kegiatan Monev IUJK ini dilakukan untuk mengevaluasi tertib penerbitan IUJK di tingkat kabupaten/kota apakah sudah sesuai dengan PERMEN PU Nomor 04 Tahun 2011 2. Monitoring Dan Evaluasi Kegiatan BUJKA . Pagu kegiatan ini sebesar Rp. 601.907.000,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp. 289.417.000,Kegiatan monev ini dilakukan dengan meninjau proyek secara langsung yang dilakukan badan usaha asing yang bekerja di Indonesia. Keluaran
dari kegiatan ini adalah tertib pelaksanaan kebijakan nasional dan peraturan
Perundang-undangan terkait jasa konstruksi yang melibatkan badan usaha jasa konstruksi asing Serta untuk memastikan BUJKA Perwakilan Asing menjalankan kewajibannya sesuai amanat dari Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/2011. 3. Sistem Informasi Pembina Jasa Konstruksi Pagu sebesar Rp. 1.480.166.000,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp. 1.424.824.000,Keluaran dari kegiatan ini adalah Terberdayakannya Administrator Sistem Informasi Pembina Jasa Konstruksi dengan peserta Kabupaten/Kota dari seluruh provinsi di Indonesia sebanyak 128 (3 Angkatan) orang dari 66 kabupaten/kota di Indonesia. Selain itu pada tahun 2012 juga dilaksanakan ToT sebanyak 3 angkatan yang menghasilkan 25 orang Trainer 3.1.5
Output Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi Pusat Pada output ini pelaksanaan kegiataannya terdapat pada dua satker, yaitu satker Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan dan Satker Kesekretariatan LPJK. Kegiatan Pada Satker Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan untuk mendukung Output Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi Pusat adalah Surveilen Unit Sertifikasi, dikarenakan dengan pertimbangan Unit Sertifikasi belum dapat terbentuk untuk tahun anggaran
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
48
2012 ini baik untuk tingkat nasional maupun untuk tingkat provinsi dan adanya pemotongan pagu kementerian untuk penghematan anggaran, maka kegiatan Surveilen Unit Sertifikasi ini tidak dilaksanakan (dilakukan pemotongan anggaran). Tidak dilaksanakannya kegiatan ini tidak berarti mengurangi output sasaran dari kinerja pusat pembinaan usaha dan kelambagaan, karena pada dasarnya output Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi Pusat juga dilaksanakan leh Satker Kesekretariatan LPJK. Kegiatan Pada Satker Kesekretariatan LPJK untuk mendukung Output Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi Pusat adalah 1. Peningkatan Kompetensi Tenaga IT LPJKN/LPJKD Pagu kegiatan ini sebesar Rp 394.825.000,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp. 390.324.000,Adapun pelaksanaan kegiatan ini adalah pelaksanaan Workshop Peningkatan Kompetensi admin IT Bapel LPJK Nasional dan LPJK Provinsi yang diikuti sejumlah 102 orang peserta yang berasal dari 2 admin Bapel Nasional, Direktur Ekseskutif Bapel Nasional, 2 admin Bapel Provinsi dan 1 Manajer Eksekutif Bapel Provinsi 2. TOT Admin SIKI.Net Badan Usaha dan Tenaga Kerja LPJKN/Daerah Pagu kegiatan ini sebesar Rp 353.850.000,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp. 339.475.000,Adapun pelaksanaan kegiatan ini adalah pelaksanaan Workshop bagi Admin SIKI.Net yang diikuti sejumlah 99 orang peserta yang berasal dari perwakilan 3 orang tiap provinsi 3. Penyempurnaan dan Pengembangan Sistem dan Update IT LPJKN/Daerah Pagu kegiatan ini sebesar Rp 459.492.000,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp. 441.726.000,Adapun pelaksanaan kegiatan ini adalah penyempurnaan aplikasi Sistem Informasi Konstruksi Indonesia (SIKI) . Pada kegiatan ini menggunakan Tenaga Ahli Perseorangan sebanyak 4 orang selama 5 bulan . Selain itu juga dilakukan FGD sebanyak dua kali pelaksanan. Aplikasi siki yang dikembangkan ini sudah mengakomodasi dan disesuaikan dengan Peraturan Menteri 08 / 2011 mengenai subklasifikasi dan subkualifikasi . 4. Penyusunan Instrument Monitoring dan Evaluasi Lembaga Pagu kegiatan ini sebesar Rp 149.055.000,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp. 145.255.000,-
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
49
Adapun pelaksanaan kegiatan ini adalah pelaksanan konsinyering mengenai juknis monitoring evaluasi lembaga serta pelaksanaan konsinyering pembentukan komite lisensi. 5. Peningkatan Pemberdayaan SDM Sekretariat Bapel Nasional/Daerah Pagu kegiatan ini sebesar Rp 665.712.500,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp. 664.412.500,Adapun pelaksanaan kegiatan ini Peningkatan Kapasitas SDM Bapel dalam bidang Keuangan, adapun pelaksanan kegiatan ini setiap angkatannya diikuti oleh 40 orang peserta. Selain itu juga dilakukan fasilitasi pelatihan dalam rangka Peningkatan Kapasitas SDM Bapel dalam bidang Akuntansi yang tiap angkatannya diikuti sebanyak 40 orang peserta. Dan Pelatihan Peningkatan Kapasitas SDM Bapel dalam bidang Persuratan yang diikuti sebanyak 40 orang peserta. 6. Fasilitasi Kegiatan MRA, AFAS, dan Asia Construct Pagu kegiatan ini sebesar Rp 228.135.000,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp. 228.135.000,Adapun pelaksanaan kegiatan ini berupa fasilitasi, diantaranya FGD dalam rangka persiapan mengikuti kegiatan Asia Construct di Singapura, Fasilitasi delegasi untuk mengikuti kegiatan Asia Construct di Singapura . Selain itu juga dilakukan FGD dalam rangka persiapan study banding sebagai langkah awal mempersiapkan Asia Construct pada tahun 2013 sebagai host . 7. Sosialisasi Pembentukan Unit Sertifikasi Pagu kegiatan ini sebesar Rp 443.277.500,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp. 412.512.500,Adapun pelaksanaan kegiatan ini Sosialisasi secara regional provinsi mengenai pembentukan Unit sertifikasi (petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis) 8. Workshop Norma-norma LPJK Nasional Pagu kegiatan ini sebesar Rp 1.367.527.000,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp. 1.273.182.500,Adapun pelaksanaan kegiatan ini Konsinyering-konsinyering mengenai peraturan lembaga yang menunjang tugas pokok lembaga dalam menyusun kebijakan lembaga dalam memajukan usaha jasa konstruksi serta fasilitasi berupa Forum komunikasi publik sebagai sarana dengar pendapat hasil dari konsinyering peraturan lembaga pada forum kelompok unsur.
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
50
9. Fasilitasi Pembentukan Unit Sertifikasi Pagu kegiatan ini sebesar Rp 542.510.000,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp. 446.316.000,Adapun pelaksanaan kegiatan ini adalah fasilitasi Rapat Kelompok Unsur (RKU) Tim Pembentuk Unsur Pengarah Unit Sertifikasi Badan Usaha & Unit Sertifikasi Tenaga Kerja Nasional. Selain itu juga pada tahun 2012 ini sudah difasilitasi RKU Tim Pembentuk Unsur Pengarah USBU & USTK untuk tingkat Provinsi : a) Bali b) NTB c) Kepulauan Riau d) Sulawesi Tenggara e) Sumatera Utara f)
Sumatera Barat
g) Jawa Tengah h) DKI Jakarta
3.1.6
i)
Jawa Barat
j)
Sulawesi Tengah
Output Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi daerah Pada output ini pelaksanaan kegiataannya terdapat pada dua satker, yaitu satker Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan dan Satker Kesekretariatan LPJK. Kegiatan Pada Satker Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan untuk mendukung Output Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi Daerah adalah Surveilen Lembaga Dan Asosiasi Daerah Pagu kegiatan ini sebesar Rp 854.186.000,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp. 826.917.700,Keluaran dari kegiatan ini adalah : 1.
Hasil kuisioner pencapaian kinerja Lembaga tingkat provinsi dan Asosiasi di tingkat daerah.
2.
Pengumpulan hasil kuisioner dan meresume menjadi laporan kinerja Lembaga tingkat provinsi dan Asosiasi di tingkat daerah
3.
Evaluasi laporan kinerja Lembaga tingkat provinsi.
4.
Evaluasi kinerja Asosiasi di tingkat daerah.
5.
Kesepakatan rencana tindakan oleh Lembaga tingkat provinsi dan Asosiasi di tingkat daerah sebagai tindak lanjut dari FGD.
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
51
Kegiatan Pada Satker Kesekretariatan LPJK untuk mendukung Output Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi Daerah adalah 1. Rapat Koordinasi Nasional LPJK Nasional dan Daerah Pagu kegiatan ini sebesar Rp 1.652.116.000,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp. 1.643.704.600,Adapun pelaksanaan kegiatan ini dalam rangka Rapat koordinasi antar Pengurus Lembaga seluruh Indonesia yang diwakili 3 orang pengurus setiap provinsi dan dihadiri seluruh pengurus lembaga Nasional. Kegiatan ini dilaksanakan 2 kali
dalam setahun, pada tahun 2012 ini
diselenggarakan di D.I. Yogyakarta dan DKI Jakarta. Keluaran kegiatan ini adalah terkait fasilitasi pemenuhan 5 tugas pokok lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi 2. Fasilitasi Manajemen Operasional Badan Pelaksana Nasional Pagu kegiatan ini sebesar Rp 6.359.406.000,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp. 4.844.419.800,Adapun pelaksanaan kegiatan ini dalam rangka Fasilitasi Manajeman Operasional BApel LPJK diantaranya adalah melaksanakan RKU dan Fit & Proper Test provinsi tersisa yang tidak dapat terlaksana di tahun 2011, yakni pada provinsi jawa timur dan Sulawesi Tenggara. Melaksanakan leveling pengurus lembaga dengan tujuan untuk menyamakan persepsi mengenai tugas pokok pengurus lembaga. Selain itu dengan berkoordinasi dengan satker Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan dan Instansi lain terkait pembentukan asesor, pada kegiatan fasilitasi manajemen Bapel LPJK ini juga dilakukan kegiatan Pelatihan Asesor Badan Usaha Dan Pelatihan Asesor Kemampuan Tenaga Kerja. 3. Fasilitasi Manajemen Operasional Badan Pelaksana Daerah Pagu kegiatan ini sebesar Rp 4.956.942.000,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp. 4.912.607.310,Adapun pelaksanaan kegiatan ini dalam rangka Fasilitasi Manajeman Operasional Bapel LPJK diantaranya adalah melaksanakan Fasilitasi Sosialisasi tata peraturan jasa konstruksi khususnya tata peraturan terkait Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi, Fasilitasi pemberdayaan PJT Badan Usaha Kualifikasi Kecil di 8 provinsi, dimana pada kegiatan ini berkoordinasi dengan Bidang Pengembangan Usaha Pada Satker Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan, serta Fasilitasi Penelitian dan Pengembangan 14 Provinsi sebagai salah satu tupoksi Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi.
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
52
3.1.7
Output Pembinaan tatalaksana kelembagaan Kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan untuk mendukung Output Pembinaan Tatalaksana Kelembagaan adalah Penyelenggaraan Forum Jasa Konstruksi Nasional. Pagu kegiatan ini sebesar Rp 592.050.000,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp. 575.636.000,Keluaran dari kegiatan ini adalah : Rumusan aspirasi dari masing-masing unsur masyarakat jasa konstruksi (7 unsur) selanjutnya dirangkum menjadi rumusan aspirasi umum masyarakat jasa konstruksi sebagai acuan untuk menumbuhkembangkan jasa konstruksi di Indonesia.
3.1.8
Output kinerja kelembagaan Kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan untuk mendukung Output kinerja kelembagaan adalah Pelatihan Asesor Badan Usaha. Pagu kegiatan ini sebesar Rp 1.502.880.000,- dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp. 1.469.162.700,Kegiatan ini dilakukan dengan memberikan pelatihan terhadap calon asesor . Sehingga dengan terciptanya asesor kemampuan badan usaha yang memiliki kompetensi, maka diharapkan dalam penentuan klasifikasi dan kualifikasi badan usaha dapat lebih akuntabel.
Keluaran dari kegiatan ini adalah jumlah Asesor badan usaha jasa konstruksi yang kredibel dan kompeten. Adapun pada tahun 2012 ini telah dilakukan kegiatan asesor badan usaha sebanyak 1 angkatan yang menghasilkan 28 Asesor dan telah dilakukan RCC Asesor 4 Angkatan yang menghasilkan 123 lulus. 3.1.9
Output Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pembinaan usaha dan kelembagaan Kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan untuk mendukung Output Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pembinaan usaha dan kelembagaan adalah Tatalaksana Pembinaan Usaha dan Kelembagaan. Pagu kegiatan ini sebesar Rp 700.518.000,- dan
Realisasi
penyerapannya sebesar Rp. 683.762.500,Kegiatan ini dilakukan dalam rangka fungsi manajemen pembinaan jasa konstruksi terutama dari aspek perencanaan, pelaksanaan pembinaan, pemantauan dan evaluasi, guna memberikan dukungan yang optimal terhadap mekanisme kerja usaha dan kelembagaan jasa konstruksi. Kegiatan yang dilakukan berupa evaluasi dan rencana kerja pusat pembinaan usaha dan kelembagaan, Penyusunan SMM Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan, Kegiatan terkait
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
53
Peningkatan kapabilitas dan kompetni SDM, Kegiatan penyusunan stándar Kompetensi dan jabatan serta kegiatan dalam rangka menunjang Reformasi birokrasi Kementerian Pekerjaan Umum. 3.1.10
Output NSPK pembinaan dan pengembangan usaha dan kelembagaan Kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan untuk mendukung Output NSPK pembinaan dan pengembangan usaha dan kelembagaan adalah Penyusunan Peraturan – Peraturan Terkait jasa konstruksi. Pagu kegiatan Penyusunan Peraturan – Peraturan Terkait jasa konstruksi. sebesar Rp 279.920.000 dan Realisasi penyerapannya sebesar Rp. 263.945.000,Keluaran dari kegiatan ini adalah Tersusunnya peraturan-peraturan terkait jasa konstruksi dan/atau peraturan-peraturan lain sesuai perkembangan
dan kebutuhan. Pada tahun 2012 ini telah
diterbitkan NSPK ; 1.
Permen PU No.08/PRT/M/2012 tentang Petunjuk Teknis Pembentukan Unit Sertifikasi Dan Pemberian Lisensi
2. Surat Edaran Menteri PU No. 10/SE/M/2012 tentang Pemberlakuan Sertifikat Badan Usaha (SBU), Sertifikat Keahlian (SKA) dan Sertifikat Keterampilan (SKT) Pada Pelaksanaan Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi serta Kualifikasi Penyedia Jasa Konstruksi untuk Tahun Anggaran 2013 3. Keputusan Menteri PU No. 383/KPTS/M/2012 tentang Pembentukan Tim Penyusun Pengaturan / Kebijakan Struktur Industri Konstruksi Nasional Capaian Kinerja Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan tahun anggaran 2012 jika dibandingkan dengan Kinerja tahun sebelumnya (2011) adalah sebagai berikut ; a. Secara umum dari sub-output / paket kegiatan yang dilakukan tidak banyak perbedaan, seluruh kegiatan sesuai dengan TUPOKSI Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan b. Terkait dengan sasaran (outcome) Pusat Pembinaan Usaha Kelembagaan, I. Kabupaten/kota yang memiliki Perda IUJK dari 30% menjadi 40%, sampai dengan akhir tahun 2012, Kabupaten kota yang memiliki Perda IUJK sesuai dengan Permen PU No.04/PRT/M/2011 tentang Pedoman Persyaratan Pemberian Izin Usaha Jasa Konstruksi Nasional sebanyak 4 kab/kota. II. Produk regulasi di bidang usaha jasa konstruksi pada tahun 2010 sebanyak 3 NSPK, pada tahun 2011 sebanyak 10 NSPK, dan pada tahun 2012 sebanyak 3 NSPK ; a) Permen PU No.08/PRT/M/2012 tentang Petunjuk Teknis Pembentukan Unit Sertifikasi Dan Pemberian Lisensi
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
54
b) Surat Edaran Menteri PU No. 10/SE/M/2012 tentang Pemberlakuan Sertifikat Badan Usaha (SBU), Sertifikat Keahlian (SKA) dan Sertifikat Keterampilan (SKT) Pada Pelaksanaan Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi serta Kualifikasi Penyedia Jasa Konstruksi untuk Tahun Anggaran 2013 c) Keputusan Menteri PU No. 383/KPTS/M/2012 tentang Pembentukan Tim Penyusun Pengaturan / Kebijakan Struktur Industri Konstruksi Nasional III. Terbentuknya kepengurusan LPJK sesuai dengan Peraturan Perundangan yang berlaku (UU 18 tahun 1999, PP 92 tahun 2010 dan Permen 24 tahun 2010) sebanyak 33 provinsi dan 1 nasional. Sampai dengan akhir tahun 2012 telah terbentuk kepengurusan LPJK Nasional dan 33 LPJK Tingkat Provinsi. IV. Jumlah penanggung jawab teknik badan usaha jasa konstruksi tahun 2011 yang diberdayakan sebanyak kurang lebih 1100 PJT sedangkan pada tahun 2012 telah diberdayakan penanggung jawab teknik badan usaha jasa konstruksi sebanyak kuranag lebih 900 PJT. Penurunan Jumlah PJT ini dikarenakan berkurangnya anggaran untuk kegiatan Pemberdayaan Penanggung Jawab Teknik, namun dialihkan untuk kegiatan Training of Trainer (ToT) yang bertujuan untuk mencetak para Trainer Penanggung Jawab Teknik Badan Usaha. Pada Tahun 2010 telah diberdayakan sebanyak 30 Trainer, pada tahun 2011 telah diberdayakan sebanyak 80 Trainer, dan pada tahun 2012 ini telah diberdayakan sebanyak 40 Trainer Pencapaian Sasaran (outcome) Tabel 3.1 Pencapaian Sasaran sampai dengan TA 2012 yang Terkait Langsung dengan TUPOKSI Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan No
Sasaran
% Pencapaian
Analisa
100 %
Pada tahun anggaran 2012 ini telah terbit 3 NSPK, diantaranya yaitu ; 4. Permen PU No.08/PRT/M/2012 tentang Petunjuk Teknis Pembentukan Unit Sertifikasi Dan Pemberian Lisensi 5. Surat Edaran Menteri PU No. 10/SE/M/2012 tentang Pemberlakuan
Meningkatnya Kapasitas dan Kinerja Pembina Jasa Konstruksi Pusat dan Daerah dan dicapai
melalui sasaran antara: Meningkatnya pencapaian kondisi struktur usaha konstruksi yang kokoh, andal, dan berdaya saing tinggi, dengan Indikator kinerja outcome
1.
Produk regulasi di bidang usaha jasa konstruksi sebanyak 5 NSPK. (dalam prosesreviuw renstra menjadi 16 NSPK) (Untuk tahun anggaran 2012 ditargetkan 1 NSPK)
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
55
Sertifikat Badan Usaha (SBU), Sertifikat Keahlian (SKA) dan Sertifikat Keterampilan (SKT) Pada Pelaksanaan Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi serta Kualifikasi Penyedia Jasa Konstruksi untuk Tahun Anggaran 2013 6. Keputusan Menteri PU No. 383/KPTS/M/2012 tentang Pembentukan Tim Penyusun Pengaturan / Kebijakan Struktur Industri Konstruksi Nasional
2.
Meningkatnya kabupaten/kota yang memiliki Perda IUJK dari 30% menjadi 40%
N/A
Untuk mencapai sasaran ini Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan telah melakukan berbagai kegiatan yang diharapkan dapat berkontribusi untuk mencapai target sasaran. Kegiatan tersebut antara lain penyelenggaraan Fasilitasi FJKN/FJKD, Bintek Percepatan Penerbitan Perda IUJK, SIPJAKI, dan Fasilitasi Pengaturan Pengawasan Jasa Konstruksi. Sampai dengan akhir tahun 2012, Kabupaten kota yang memiliki Perda IUJK sesuai dengan Permen PU No.04/PRT/M/2011 tentang Pedoman Persyaratan Pemberian Izin Usaha Jasa Konstruksi Nasional sebanyak 4 kab/kota. Dalam kurun waktu 2004-2010, Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan telah memberdayakan kurang lebih 5725 orang PJT.
3.
Meningkatnya jumlah penanggung jawab teknik badan usaha jasa konstruksi dari 5000 menjadi 8000 PJT.
100 %
(untuk tahun 2010 ditargetkan 600 PJT Badan Usaha)
4.
Terbentuknya kepengurusan LPJK sesuai dengan Peraturan Perundangan yang berlaku sebanyak 33 provinsi dan 1 nasional.
100 %
Terberdayakannya Penanggung Jawab Teknik (PJT) badan usaha tidak secara langsung berkorelasi dengan peningkatan kinerja penyedia jasa. Namun melalui kegiatan pemberdayaan PJT, diharapkan PJT dapat meningkatkan kinerja badan usahanya. Pada tahun anggaran 2012 ini telah terberdayakan sebanyak 900 orang Penanggung Jawab Teknik Badan Usaha dan 40 Trainer PJT Sampai dengan akhir tahun 2012 telah terbentuk kepengurusan LPJK Nasional dan 33 LPJK Tingkat Provinsi
Kinerja Kegiatan (output)
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
56
Secara keseluruhan kinerja kegiatan Pusat Pembinaan usaha dan Kelembagaan pada TA 2012 dapat dilihat pada tabel 3.2 dan 3.3 Tabel 3.2 Pencapaian Kinerja Pelaksanaan Kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan TA 2012, Pada Satker Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan Output
Pembinaan Manajemen Usaha
Target Kinerja (Fisik)
Pencapaian Kinerja (Fisik)
% Pencapaian Kinerja (Fisik)
14 Laporan
14 Laporan
100%
6 Laporan
6 Laporan
100%
5 Laporan
5 Laporan
100%
11 Laporan
11 Laporan
100%
Surveilen Unit Sertifikasi
1 Laporan
Penghematan APBN
NA
Surveilen Lembaga dan Asosiasi Daerah
33 Laporan
33 Laporan
100%
Forum Jasa Konstruksi Nasional
2 Laporan
2 Laporan
100%
Pelatihan Asesor Badan Usaha
7 Laporan
7 Laporan
100%
Tatalaksana Pembinaan Usaha dan Kelembagaan
3 Laporan
3 Laporan
100%
Penyusunan Peraturan – Peraturan Terkait jasa konstruksi
1 NSPK
1 NSPK
100%
Kegiatan (Sub-Output) Pemberdayaan dan TOT PJT Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Kecil Pemberdayaan PJT Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Non Kecil Kinerja Proyek Konstruksi
Pembinaan sarana pendukung usaha, Pembinaan regulasi usaha dan kelembagaan,
Pembinaan perizinan usaha,
Forum Pendukungan Usaha Jasa Konstruksi Bimbingan Teknis Percepatan Penerbitan Perda IUJK Pengaturan dan Pengawasan Jasa Konstruksi Monitoring dan Evaluasi Tertib Perizinan Usaha Jasa Konstruksi Monitoring Dan Evaluasi Kegiatan BUJKA SIPJAKI
Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi Pusat. Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi daerah. Pembinaan tatalaksana kelembagaan; Pembinaan kinerja kelembagaan; Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pembinaan usaha dan kelembagaan NSPK pembinaan dan pengembangan usaha dan kelembagaan
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
57
Produk kajian, pembinaan usaha dan kelembagaan
Kajian Struktur dan Perilaku Resiko Proyek Konstruksi di Indonesia Studi Struktur Biaya Proyek Konstruksi di Indonesia Studi Produktivitas Kontraktor Nasional dalam Pelaksanaan Proyek Konstruksi di Indonesia
3 Rekomendasi
3 Rekomendasi
100%
Tabel 3.3 Pencapaian Kinerja Pelaksanaan Kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan TA 2012, Pada Satker Kesekretariatan LPJK
Output
Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi Pusat.
Kegiatan (Sub-Output) Peningkatan Kompetensi Tenaga IT LPJKN/LPJKD TOT Admin SIKI.Net BU & TK LPJKN/LPJKD Penyempurnaan dan Pengembangan Sistem dan Update IT LPJKN/LPJKD Penyusunan Instrumen Monitoring dan Evaluasi Lembaga Peningkatan Pemberdayaan SDM Sekretariat Bapel Nasional/Daerah Fasilitasi Kegiatan MRA, AFAS dan Asia Construct
Target Kinerja (Fisik)
Pencapaian Kinerja (Fisik)
% Pencapaian Kinerja (Fisik)
1 Laporan
1 Laporan
98,25%
33 Laporan
33 Laporan
100%
5 rekomendasi
5 rekomendasi
100%
Sosialisasi Pembentukan US Workshop Norma-norma LPJKN Fasilitasi Pembentukan US
Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi daerah.
Produk kajian, pembinaan usaha dan kelembagaan
Rapat Koordinasi LPJK Nasional dan Daerah Fasilitasi Manajemen Operasional Badan Pelaksana Nasional Fasilitasi Manajemen Operasional Badan Pelaksana Daerah Pemetaan Pendayagunaan Tenaga Kerja Bersertifikat oleh Badan Usaha Jasa Konstruksi
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
58
Pengukuran Indikator Kepuasan Pelanggan Terhadap Manajemen Proyek Konstruksi Pemetaan Lingkup dan Kinerja Inovasi Dalam Industri Konstruksi Nasional Penilaian Kontribusi Industri Konstruksi dalam Penanggulangan Bencana Pengukuran Kinerja Badan Usaha Jasa Konstruksi dalam Menerapkan Keselamatan Konstruksi
Evaluasi kinerja dilakukan dengan membandingkan antara target kinerja kegiatan dengan realisasi kinerja kegiatan. Evaluasi bertujuan agar diketahui pencapaian realisasi, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam rangka pencapaian misi, agar dapat dinilai dan dipelajari guna perbaikan pelaksanaan program/ kegiatan di masa yang akan datang. Perhitungan evaluasi kinerja Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan untuk TA 2012 dapat dilihat pada formulir PKK. Pencapaian kinerja secara Fisik seluruh kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan pada TA 2012 adalah sebesar ± 98 %, Pengukuran pencapaian kinerja secara fisik dilakukan dengan mengukur kinerja output fisik pelaksanaan pekerjaan, seperti jumlah penyelenggaraan, jumlah provinsi yang menjadi objek kegiatan, dan bentuk-bentuk pencapaian fisik lainnya. Pencapaian kinerja Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan antara lain dapat dicapai dengan perencanaan yang komprehensif pada awal tahun anggaran dengan mempertimbangkan kemampuan SDM internal Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan. Secara umum target output (kegiatan) dan outcome (sasaran) Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan terealisasi seluruhnya, hanya ada beberapa klarifikasi terkait beberapa output dimana pada output tersebut digunakan oleh 2 satker pada pusat pembinaan usaha dan kelembagaan, yaitu satker Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan dan Satker Kesekretariatan LPJK. Selain itu juga ada kegiatan yang terlihat overlapping, namun pada dasarnya kegiatan tersebut saling melengkapi demi sasaran yang telah diperjanjikan sebelumnya. Berikut ini penjelasannya;
1) Adanya pemotongan Anggaran dalam rangka penghematan a. Pada Satker Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan Kegiatan Surveilen Unit Sertifikasi tidak dilaksankan, hal ini juga dengan pertimbangan bahwasanya sampai dengan akhir tahun 2012 Unit
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
59
Sertifikasi baik untuk nasional dan untuk tingkat provinsi belum terbentuk. Selain itu juga dilakukan penghematan dengan tujuan capaian kegiatan yang lebih optimal. b. Pada Satker Kesekretariatan LPJK terdapat beberapa penghematan anggaran demi pelaksaan capaian kegiatan yang lebih optimal. 2) Pada Tahun Anggaran 2012 Kagiatan Asesor Badan Usaha dilakukan oleh satker PPUK dan Satker Kesekretariatan LPJK, untuk satker PPUK yang difasilitasi adalah untuk kegiatan RCC Asesor Badan Usaha, sedangkan untuk kegiatan Asesor Badan Usaha dilakukan oleh Satker Kesekretariatan LPJK. 3) Kegiatan Pemberdayaan PJT Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Kecil dilakukan oleh Satker Pembinaan Usaha dan Kelembagaan sebagai kewajiban dalam rangka pemenuhan TUPOKSI pada bidang pengembangan usaha, sedangkan Kegiatan tersebut juga dilakukan oleh kesekretariatan LPJK dalam rangka dukungan fasilitasi pelatihan di daerah. Pada saat pelaksanaan dilakukan koordinasi sehingga tidak terjadi tumpang tindih antar kegiatan yang dilakukan oleh kedua satker tersebut.
4) Pada output Jumlah NSPK pembinaan dan pengembangan usaha dan Kelembagaan, targetnya adalah 1 NSPK, dan sampai dengan akhir tahun 2012 terealisasi 3 NSPK bidang jasa konstruksi, yaitu; a. Permen PU No.08/PRT/M/2012 tentang Petunjuk Teknis Pembentukan Unit Sertifikasi Dan Pemberian Lisensi b. Surat Edaran Menteri PU No. 10/SE/M/2012 tentang Pemberlakuan Sertifikat Badan Usaha (SBU), Sertifikat Keahlian (SKA) dan Sertifikat Keterampilan (SKT) Pada Pelaksanaan Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi serta Kualifikasi Penyedia Jasa Konstruksi untuk Tahun Anggaran 2013 c. Keputusan Menteri PU No. 383/KPTS/M/2012 tentang Pembentukan Tim Penyusun Pengaturan / Kebijakan Struktur Industri Konstruksi Nasional
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
60
Tabel 3.4 Pencapaian Kinerja Pelaksanaan Kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan s.d 2012, terhadap target 5 tahun (s.d 2014) OUTPUT/ SUBOUTPUT
PENCAPAIAN
NO.
1
Pencapaian S.D. 2012
Target 2013
Target 2014
Pencapaian S.D. 2014
TARGET RENSTRA s/d 2014
Uraian
2010
2011
2012
2
3
4
5
6
7
9
10
11
1
Jumlah Pembinaan manajemen usaha,
5
8
14
26
16
10
52
33
2
Jumlah Pembinaan sarana pendukung usaha,
2
7
6
15
6
12
33
33
3
Jumlah Pembinaan regulasi usaha dan kelembagaan,
2
14
5
21
6
6
33
25
4
Jumlah Pembinaan perizinan usaha,
2
2
11
15
20
10
45
33
5
Jumlah Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi Pusat.
1
1
1
3
1
1
5
5
6
Jumlah Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi daerah.
2
33
33
68
33
33
134
134
7
Jumlah Pembinaan tatalaksana kelembagaan;
5
4
2
11
5
17
33
33
8
Jumlah Pembinaan kinerja kelembagaan;
2
7
7
16
4
13
33
33
9
Jumlah Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pembinaan usaha dan kelembagaan
1
2
3
6
5
5
16
10
10
Jumlah NSPK pembinaan dan pengembangan usaha dan kelembagaan
1
10
2
13
1
2
16
16
11
Jumlah Produk kajian, pembinaan usaha dan kelembagaan
3
8
8
19
7
7
33
30
12
Jumlah Layanan Perkantoran
12
12
12
36
12
12
60
60
Capaian Kinerja Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan Sampai dengan TA 2012 sebagaimana terlihat pada tabel 3.4 secara umum masih sesuai dengan kinerja output yang direncanakan dalam renstra Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan. Pencapaian sampai dengan 2014 jika sesuai dengan perencanaan maka diharapkan tidak ada output yang kurang atau lebih rendah dari target output yang tertuang dalam renstra Pusat Pembinaan
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
61
Usaha dan Kelembagaan, bahkan pada beberpa output terdapat capaian yang melebihi target, hal ini dikarenakan upaya optimalisasi kegiatan sehingga dapat meningkatkan capaian kinerja output yang telah direncanakan.
3.2 EVALUASI DAN ANALISIS ANGGARAN Tabel 3.4 Pencapaian Kinerja Keuangan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan TA 2012, Pada Satker Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan Pagu
Penyerapan
% Pencapaian Kinerja (Keuangan)
1.960.110.000
1.880.516.000
95.04%
1.369.181.000
1.287.121.350
92.19%
747.125.000
704.231.600
94.26%
1.720.018.000
1.591.895.000
92.55%
1.835.077.000
1.760.179.300
95.92%
1.394.389.000
1.250.526.998
89.68%
184.575.000
178.026.200
96.48%
601.907.000
289.417.000
48.08%
SIPJAKI
1.480.166.000
1.424.824.000
96.26%
Surveilen Unit Sertifikasi
Penghematan APBN
NA
NA
Surveilen Lembaga dan Asosiasi Daerah
854.186.000
826.917.700
96.81%
Forum Jasa Konstruksi Nasional
592.050.000
575.636.000
97.06%
Pelatihan Asesor Badan Usaha
1.502.880.000
1.469.162.700
97.76%
Tatalaksana Pembinaan Usaha dan Kelembagaan
700.518.000
683.762.500
97.61%
Penyusunan Peraturan – Peraturan Terkait jasa konstruksi
279.920.000
263.945.000
94.29%
Output
Kegiatan (Sub-Output)
Pembinaan Manajemen Usaha
Pemberdayaan dan TOT PJT Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Kecil Pemberdayaan PJT Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Non Kecil Kinerja Proyek Konstruksi
Pembinaan sarana pendukung usaha, Pembinaan regulasi usaha dan kelembagaan,
Pembinaan perizinan usaha,
Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi Pusat. Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi daerah. Pembinaan tatalaksana kelembagaan; Pembinaan kinerja kelembagaan; Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pembinaan usaha dan kelembagaan NSPK pembinaan dan pengembangan usaha dan
Forum Pendukungan Usaha Jasa Konstruksi Bimbingan Teknis Percepatan Penerbitan Perda IUJK Pengaturan dan Pengawasan Jasa Konstruksi Monitoring dan Evaluasi Tertib Perizinan Usaha Jasa Konstruksi Monitoring Dan Evaluasi Kegiatan BUJKA
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
62
kelembagaan Produk kajian, pembinaan usaha dan kelembagaan
Kajian Struktur dan Perilaku Resiko Proyek Konstruksi di Indonesia Studi Struktur Biaya Proyek Konstruksi di Indonesia Studi Produktivitas Kontraktor Nasional dalam Pelaksanaan Proyek Konstruksi di Indonesia
1.792.097.000
1.792.097.000
100 %
Tabel 3.5 Pencapaian Kinerja Keuangan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan TA 2012, Pada Satker Kesekretariatan LPJK Output
Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi Pusat.
Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi daerah.
Produk kajian, pembinaan usaha dan kelembagaan
Pagu
Penyerapan
% Pencapaian Kinerja (Keuangan)
394.825.000
390.324.000
98.86%
353.850.000
339.475.000
95.94%
492.999.000
476.745.000
96.70%
149.055.000
145.255.000
97.45%
665.712.500
664.412.500
99.80%
228.135.000
228.135.000
100%
Sosialisasi Pembentukan US
443.277.500
412.512.500
93.05%
Workshop Norma-norma LPJKN
1.367.527.000
1.273.182.000
93.10%
Fasilitasi Pembentukan US
542.510.000
446.316.000
82.27%
1.652.116.000
1.643.704.600
99.49%
6.359.406.000
4.844.419.800
76.17%
4.956.942.000
4.912.607.310
99.11%
555.952.000
508.592.100
91.48%
Kegiatan (Sub-Output) Peningkatan Kompetensi Tenaga IT LPJKN/LPJKD TOT Admin SIKI.Net BU & TK LPJKN/LPJKD Penyempurnaan dan Pengembangan Sistem dan Update IT LPJKN/LPJKD Penyusunan Instrumen Monitoring dan Evaluasi Lembaga Peningkatan Pemberdayaan SDM Sekretariat Bapel Nasional/Daerah Fasilitasi Kegiatan MRA, AFAS dan Asia Construct
Rapat Koordinasi LPJK Nasional dan Daerah Fasilitasi Manajemen Operasional Badan Pelaksana Nasional Fasilitasi Manajemen Operasional Badan Pelaksana Daerah Pemetaan Pendayagunaan Tenaga Kerja Bersertifikat oleh Badan Usaha Jasa Konstruksi
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
63
Pengukuran Indikator Kepuasan Pelanggan Terhadap Manajemen Proyek Konstruksi Pemetaan Lingkup dan Kinerja Inovasi Dalam Industri Konstruksi Nasional Penilaian Kontribusi Industri Konstruksi dalam Penanggulangan Bencana Pengukuran Kinerja Badan Usaha Jasa Konstruksi dalam Menerapkan Keselamatan Konstruksi
455.892.000
420.184.000
92.17%
459.492.000
441.726.000
96.13%
485.532.000
443.593.200
91.36%
459.391.000
416.122.200
90.58%
Pencapaian kinerja secara keuangan seluruh kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan pada TA 2012 adalah sebesar ± 87,33 %. Pengukuran pencapaian kinerja secara keuangang dilakukan dengan mengukur kinerja penyerapan anggaran pada suatu kegiatan dimana hal ini juga terkait langsung dengan kondisi pelaksanaan pekerjaan di lapangan, seperti jumlah peserta yang hadir, biaya paket meeting, harga tiket pesawat, dan bentuk-bentuk penyerapan dari segi keuangan lainnya. Adapun alokasi dana yang tidak terserap bukan mengindikasikan target sasaran yang tidak tercapai, namun dikarenakan beberapa hal sebagai berikut; -
Penghematan belanja bahan (Optimalisasi penggunaan IKMN)
-
Penghematan belanja perjalanan dinas (harga tiket dibawah pagu)
-
Penghematan belanja barang non operasional (penyelenggaraan kegiatan diadakan di tempat dengan pagu yang lebih rendah)
-
Penghematan belanja konsultansi
-
Penghematan secara umum (sisa dana yang diblokir dan revisi anggaran untuk pemanfaatan)
ASPEK KEUANGAN Anggaran yang teralokasi untuk Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan pada Tahun Anggaran 2012 berasal dari satu kegiatan DIPA3, Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan dengan alokasi dana setelah penghematan APBN-P sebesar Rp. 43.024.358.000,- (Empat Puluh Tiga Milyar Dua Puluh Empat Juta Tiga Ratus Lima Puluh Delapan Ribu Rupiah). Anggaran yang terserap adalah sebesar Rp 37.576.784.357,- (Tiga Puluh Tujuh Milyar Lima Ratus Tujuh Puluh Enam Juta Tujuh Ratus Delapan Puluh Empat Ribu Tiga Ratus Lima Puluh Tujuh Rupiah) atau terserap sebesar ± 87,33%. 3
Nomenklatur DIPA untuk kegiatan adalah kumpulan dari beberapa Mata Anggaran Kegiatan (MAK), di mana masing-masing MAK ini dijabarkan kembali dalam beberapa paket kegiatan. Hal ini agak berbeda dengan nomenklatur LAKIP yang memberikan pengertian kegiatan sebagai penjabaran dari program. Secara sederhana, istilah kegiatan dalam LAKIP sepadan dengan paket kegiatan dalam DIPA.
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
64
Pelaksanaan kegiatan untuk mencapai sasaran Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan pada Tahun Anggaran 2012 ini terdapat beberapa kendala yang mengakibatkan anggaran ataupun pencapaian secara fisik tidak maksimal, namun dengan upaya tindak turun tangan serta koordinasi baik dari level pemututs kebijakan hingga ke level pelaksana, kendala tersebut dapat diatasi sehingga hasil yang dicapai pada akhir tahun anggaran dapat mencapai optimal serta dapat dipertanggungjawabkan Adapun dalam pelaksanaan kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan TA 2012 terdapat beberapa kendala, diantaraya ; •
Integrasi dan koordinasi antar para pelaku jasa konstruksi masih lemah salah satunya dikarenakan kurangnya informasi terkait dukungan dari supplier material, Peralatan, dukungan perbankan dan Penjaminan
•
Mempertemukan antar pihak2 yang berkepentingan untuk mempersatukan visi dan tujuan tidak mudah
•
Rekrutmen peserta pemberdayaan maupun sosialisasi yang kurang tepat
•
Waktu pelaksanaan pemberdayaan maupun sosialisasi yang kurang tepat
•
Kesiapan dukungan dari daerah
•
Terkait kegiatan yang bersifat Survey dan pengumpulan data butuh effort yang cukup tinggi
Menyikapi kendala-kendala yang dihadapi kedepannya Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan akan terus berupaya meningkatkan koordinasi dengan pihak terkait jasa konstruksi, karena pada dasarnya upaya pembinaan jasa konstruksi harus dilakukan oleh dan untuk semua sektor. Adapun upaya yang akan dilakukan kedepan dengan meningkatkan koordinasi dan dukungan baik itu koordinasi dengan Pusat-Pusat di BP Konstruksi, dukungan dari pemerintah daerah , Dukungan dari LPJK Nasional maupun LPJK Provinsi, serta dukungan dari Balai Pusbin KPK yang ada di daerah
3.3 HAL-HAL YANG MEMERLUKAN PERHATIAN UNTUK PENINGKATAN KINERJA 3.3.1
Pembinaan Usaha dan Peran Masyarakat 1. Pembinaan oleh Pemerintah baik Pusat dan Daerah harus dapat mengoptimalkan 5 fungsi Lembaga sebagaimana diamanatkan dalam UUJK. 2. Pembinaan dalam segi fasilitasi tugas-tugas Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK), khususnya pada pelaksanaan tugas-tugas lembaga sesuai dengan Peraturan Perundang yang berlaku, yaitu tugas-tugas berupa; -
Mendorong Penelitian dan Pengembangan Jasa Konstruksi
-
Menyelenggarakan Pendidikan dan Pelatihan Jasa Konstruksi
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
65
-
Registrasi tenaga kerja konstruksi, meliputi klasifikasi, kualifikasi dan sertifikasi keterampilan dan keahlian kerja
-
Registrasi Badan Usaha Jasa Konstruksi
-
Mendorong dan meningkatkan peran arbitrase, mediasi, dan penilai ahli di bidang Jasa Konstruksi
3. Kepengurusan Lembaga sebaiknya dapat dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan kinerja Lembaga dari aspek kompetensi SDM, struktur organisasi Lembaga, sumber dan kebijakan pembiayaan operasional, serta pengawasan yang lebih baik dari Pemerintah, karena secara tidak langsung akan mempengaruhi kinerja Pemerintah sebagai pembina jasa konstruksi sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 35 Undang-undang Jasa Konstruksi No. 18 Tahun 1999. 4. Mewujudkan kemitraan yang sinergis antara penyedia jasa yang berskala besar, menengah dan kecil, maupun yang berkualifikasi umum, spesialis, dan terampil, serta perlu diwujudkan ketertiban penyelenggaraan jasa konstruksi untuk menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dengan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban. 5. Perlunya peningkatan kapasitas para pejabat maupun staf pendukung di Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan. Secara bertahap dan berkesinambungan melalui paket kegiatan swakelola kiranya dapat dijadikan training ground dalam rangka mengoptimalkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri no. 08/PRT/M/2010. 6. Sebagai bagian dari fungsi pembinaan secara terintegrasi dan terkoordinasi, Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan telah membangun infrastruktur SDM pembina Jasa konstruksi dengan terbentuknya Tim Pembina Jasa Konstruksi ditingkat provinsi dan kabupaten/kota, bekerjasama dengan Departemen Dalam Negeri melalui Surat Menteri Dalam Negeri No. 601 tanggal 13 Maret 2006. Meskipun demikian dalam pelaksanaan pembinaan dan koordinasi tersebut masih belum secara keseluruhan provinsi maupun kabupaten/kota berjalan dengan baik sebagaimana diharapkan. Oleh karenanya sebagai salah satu langkah untuk dapat mengintegrasikan tugas pembinaan sebagaimana diamanatkan dalam PP. No. 30 Tahun 2000 Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan mambangun dan mengembangkan Sistim Informasi Jasa Konstruksi atau disingkat SIPJAKI sebagai media yang diharapkan dapat lebih cepat untuk optimalisasi tugas pembinaan dimaksud. 7. Sebagai upaya kesinambungan dari penetapan pengurus LPJK Nasional dan LPJK tingkat Provinsi yang sesuai dengan aturan pemerintah yang berlaku, sebagai tindak lanjut agar usaha jasa konstruksi dapat tetap berjalan sebagaimana mestinya, untuk itu perlu dilakukan pembinaan terhadap LPJK mengenai tugas, hak dan kewajibannya sebagai lembaga pengembangan jasa konstruksi. Selain itu juga perlu segera dilaksanakan pembentukan unit sertifikasi yang
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
66
kedepannya, unit sertifikasi ini merupakan suatu atribut penting dalam pelaksanaan usaha jasa konstruksi di Indonesia. 8. Pembinaan yang bersifat kontinuitas dan berkesinambungan terhadap badan usaha jasa konstruksi serta asosiasi, baik itu asosiasi badan usaha maupun profesi, dimana kedepannya badan usaha maupun profesi jasa konstruksi dapat menerapkan CPD (Continuous Profesional Development) untuk profesi dan CBD (Continuous Business Development) untuk badan uasaha dalam rangka meningkatkan kapabilitas serta kemampuannya baik itu dari segi skill maupun manajemennya. 3.3.2
Kelembagaan Pembina Jasa Konstruksi 1. Mendorong percepatan pembentukan unit pembina tingkat provinsi dan daerah kabupaten/kota bagi yang belum melaksanakan perintah Menteri Dalam Negeri tersebut di atas. Pemerintah provinsi perlu didorong untuk mensosialisasikan tugas-tugas pembinaan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota. 2. Dalam hal pemberdayaan pembina, disamping masalah-masalah kebijakan nasional, produkproduk hukum jasa konstruksi, sosialisasi tugas-tugas pembinaan lebih berfokus kepada masalah pelaksanaan teknis di lapangan, sehingga tugas-tugas pembinaan dapat lebih dipahami dan mudah dilaksanakan di daerah-daerah. 3. Belum efektifnya Tim Pembinaan Jasa Konstruksi di provinsi maupun di kabupeten/kota dari aspek koordinasi antar instansi didalamnya dalam rangka pembahasan penyelesaian permasalahpermasalahan terkait jasa konstruksi didaerah. 4. Unit Pembina Jasa Konstruksi, meskipun sudah terbentuk di provinsi atau di kabupaten/kota namun masih belum efektif dalam melaksanakan pembinaan jasa konstruksi didaerahnya dikarenakan masih minimnya anggaran yang dialokasikan pemerintah daerah untuk pembinaan jasa konstruksi 5. Izin Usaha Jasa Konstruksi sebagai instrumen pembinaan jasa konstruksi harus sesuai dengan Permen PU No.04/PRT/M/2011 tentang Pedoman Persyaratan Pemberian Izin Usaha Jasa Konstruksi Nasional.
3.3.3
Liberalisasi Perdagangan Jasa di sektor Konstruksi 1. Dengan dikeluarkannya Permen PU No.05/PRT/M/2011 tentang Pedoman Persyaratan Pemberian Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing pengganti Permen 28/2006 harus ditindaklanjuti dengan pengawasan yang optimal. Kehadiran BUJK asing harus dimanfaatkan untuk memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi penyedia jasa nasioanal melalui transfer of knowledge, capital and human resource sharing, dan kesempatan perluasan kerja.
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
67
Agar hal ini dapat berjalan, maka fokus utama Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan kedepan untuk masalah ini adalah melakukan pengawasan yang sistematis dan intensif terhadap pelaksanaan joint operation antara BUJK asing dengan penyedia jasa lokal. Bentuk pengawasan antara lain dapat dilakukan dengan persyaratan administrasi yang mewajibkan persyaratan melampirkan MoU joint operation pada setiap lelang baik pemerintah maupun swasta, pengawasan langsung ke lapangan, dan memberdayakan masyarakat dalam hal pengawasan. 2. Perkuatan institusi baik di jajaran Pemerintah maupun Swasta melalui Lembaga (LPJK) dan para Asosiasi Perusahaan serta Asosiasi Profesi perlu berbenah diri untuk menggalang konsep pembinaan anggotanya dengan meluncurkan berbagai perangkat dalam bentuk rencana strastegi secara nasional, keijakan, program dan kegiatan sebagai indikator kinerja institusi dimaksud sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Jasa Konstruksi berikut peraturan pelaksanaannya. 3.4 PENGHARGAAN PIHAK KE-3 KEPADA UNIT KERJA ESELON II Dalam rangka fasilitasi kegiatan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional dan Provinsi oleh Satker Kesekretarian LPJK dan dukungan penuh dari Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan. Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan menerima penghargaan dari pihak ketiga yaitu Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional. Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional, menyampaikan apresiasi dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Badan Pembinaan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dalam hal ini adalah Satker Kesekretarian LPJK Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan, yang telah banyak memfasilitasi dan memberikan dukungan kepada Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional dalam melaksanakan tugas lembaga yang meliputi ; 1. Melakukan dan mendorong penelitian dan pengembangan jasa konstruksi 2. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi 3. Melakukan registrasi tenaga kerja konstruksi, yang meliputi klasifikasi, kualifikasi dan sertifikasi keterampilan dan keahlian kerja 4. Melakukan registrasi badan usaha jasa konstruksi 5. Mendorong dan meningatkan peran arbitrase, mediasi, dan penilai ahli di bidang jasa konstruksi
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
68
BAB IV PENUTUP 4.1 TINJAUAN UMUM Dengan tersusunnya Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), yang merupakan perwujudan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan pada Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan, maka hasil evaluasi dapat disimpulkan bahwa: Realisasi anggaran untuk program kegiatan rutin dan kegiatan pembangunan telah terserap sebesar 87%. Secara umum pencapaian kinerja dari paket-paket kegiatan sudah dapat tercapai dengan baik, walaupun masih terdapat beberapa kekurangan yang terjadi. 4.2 SARAN TINDAK LANJUT Dari pelaksanaan kegiatan-kegiatan, maka terdapat beberapa hal-hal yang harus diperhatikan untuk mendapatkan hasil kinerja yang lebih baik pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dan menjadi prioritas adalah sebagai berikut: 1. Penerapan Permen PU No.05/PRT/M/2011 tentang Pedoman Persyaratan Pemberian Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing juga harus ditindaklanjuti dengan pengawasan terhadap Lembaga untuk masalah proses sertifikasi badan usaha jasa konstruksi asing. 2. Untuk masalah kemitraan, pengawasan harus difokuskan pada pelaksanaan joint operation. 3. Sosialisasi diselenggarakan/dilaksanakan lebih mendasar dengan bahasa yang mudah dipahami dan sampai kepada masalah yang bersifat teknis. 4. Sosialisasi harus berkelanjutan sesuai visi dan misi Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan dalam rangka Pembinaaan, sehingga diharapkan ketentuan-ketentuan dalam UUJK 18/1999, PP 28/2000, 29/2000, 30/2000, 4/2010, 92/2010, 59/2010, dan 92/2010 serta Perpres 70/2012 dapat dipahami secara merata. 5. Dengan telah diterbitkannya PP 04/2010 dan PP 92/2010, maka diperlukan upaya tindak lanjut untuk menghadapi implementasi dari Peraturan Pemerintah tersebut. 6. Pembinaan oleh Pemerintah harus dioptimalkan dalam bentuk pengaturan, pemberdayaan, maupun pengawasan sesuai lingkup pembinaan, sejalan dengan meningkatnya perhatian dan harapan berbagai pihak terhadap jasa konstruksi.
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
69
7. Penyamaan persepsi di lintas sektor dalam pembinaan usaha jasa konstruksi, agar pembinaan jasa konstruksi tidak dipersepsikan secara sempit sebagai bagian dari tugas Kementerian PU semata dan belum menjadi tanggung jawab semua pihak sesuai tugas dan kewenangannya. 8. Unit struktural pembina jasa konstruksi daerah dan tim pembina jasa konstruksi baik di tingkat pusat maupun didaerah harus efektif agar pembinaan sektor konstruksi dapat terkoordinasikan dengan baik. 9. Asosiasi konstruksi masih lebih cenderung mengutamakan kepentingan-kepentingan jangka pendek kelompok masing-masing, sementara forum jasa konstruksi belum efektif dalam menumbuhkembangkan usaha jasa konstruksi nasional. 10. Meningkatkan profesionalisme industri konstruksi. Termasuk perlunya memperkuat para pelaku usaha konstruksi kecil dan menengah. 11. Belum tersedianya database peralatan dan material konstruksi di tiap-tiap provinsi secara lengkap. 12. Bantuan Teknis Penyusunan PERDA IUJK harus dilaksanakan secara intensif dengan cara memberikan suatu standar PERDA penerbitan IUJK yang dapat langsung diadopsi oleh Pemerintah Kabupaten/Kota 13. Berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dalam hal mendorong agar tersedianya anggaran pembinaan jasa konstruksi yang memadai bagi Unit Pembina Jasa Konstruksi dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan dan program kerja terkait pembinaan jasa konstruksi. 14. Mendorong setiap daerah untuk secara intensif melaksanakan rapat Tim Pembina Jasa Konstruksi dalam rangka pembahasan masalah-masalah terkait jasa konstruksi yang bersifat lintas sektoral. 15. Sumber Daya Manusia (SDM) jasa konstruksi masih menghadapi permasalahan pada proses sertifikasi yang masih kurang obyektif dan mahal, sehingga langsung atau tidak langsung menyebabkan tenaga ahli dan tenaga terampil bidang konstruksi masih jauh dari cukup. 16. Adanya liberalisasi perdagangan di sektor jasa konstruksi.
LAKIP Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2012
70
LAMPIRAN