Kementerian Kajian Strategi BEM FH UNAIR Adakan Diskusi Publik UNAIR NEWS – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Airlangga kembali menyelenggarakan acara yang melibatkan kalangan luas. Melalui Kementerian Kajian Strategis BEM FH UNAIR menggelar diskusi publik yang bertajuk “Menelusuri Peran dan Kinerja DPR dalam Pemberantasan Korupsi”, Selasa (4/4). Acara yang dilaksanakan di Ruang 303 Gedung A Fakultas Hukum UNAIR ini dihadiri tidak kurang dari 200 mahasiswa baik dari dalam maupun luar FH UNAIR. Selain itu, panitia juga menyediakan video conference bagi peserta yang berada diluar Surabaya dan tidak memungkinkan untuk hadir secara langsung seperti Universitas Bengkulu(Bengkulu), Universitas Andalas (Padang), Universitas Syiah Kuala (Banda aceh), Universitas Brawijaya (Malang), Tanjung Pura, Jambi, dan Universitas Sebelas Maret (Surakarta). Para pembicara yang dihadirkan adalah Alexander Marwata selaku Wakil Ketua KPK, Ruhut Poltak Sitompul, S.H. selaku anggota DPR Periode 2009-2016, Dr. Herlambang Perdana Wirataman, S.H.,M.A selaku Akademisi, dan Ketua Pusat Studi Hak Asasi Manusia (HRLS) FH UNAIR, serta turut hadir Zainudin Elzein selaku Penggiat Anti Korupsi. Pemaparan pertama disampaikan oleh Alexander Marwata. Alex mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh KPK sudah sangat efektif, sehingga pemerintah tidak perlu melakukan revisi Undang-Undang KPK. “Selain itu, upaya revisi UU KPK yang dilakukan pada saat ini akan berdampak sistematis terhadap pemberantasan korupsi,” terangnya.
melemahnya
gerakan
Selanjutnya, giliran Ruhut yang ikut memperkuat pemaparan dari Alex. Ruhut menegaskan bahwa KPK merupakan badan yang dapat dipercaya untuk memberantas korupsi. “Kalaupun ada yang perlu direvsi, maka revisi seharusnya memberatkan pelaku, bukan melemahkan KPK,” jelas Ruhut. Dilanjutkan dengan pemaparan Herlambang sebagai pembicara ketiga. Dosen pengampu mata kulih Hukum Tata Negara ini menjelaskan bahwa desain tata negara saat ini semakin memperbanyak peluang untuk melakukan tindak korupsi. “Good governance yang ada bukan memperkecil korupsi tetapi justru mengembangkan korupsi,” tutur Herlambang. Pemaparan terakhir disampaikan oleh Zainudin. Ia mengatakan bahwa korupsi di Indonesia didominasi dari sektor dan jasa. Memberantas korupsi merupakan kewajiban setiap masyarakat karena korupsi merupakan salah satu kejahatan. Diskusi public yang dimoderatori oleh salah satu dosen Departemen Pidana sekaligus sekretaris Center for Anti Corruption & Criminal Policy Iqbal Felisiano S.H.,LL.M ini mendapat respon positif dari para peserta. Banyak peserta yang berperan aktif dalam diskusi kali ini dengan melayangkan berbagai pertanyaan maupun pernyataan kepara para narasumber. Penulis : Pradita Desyanti Editor
: Nuri Hermawan
KPK Tunggu Peran Kampus dalam
Mengawal Agenda Antikorupsi UNAIR NEWS – Dalam Sidang Universitas sebagai puncak Dies Natalis Universitas Airlangga ke-62 yang jatuh pada 10 November 2016, Kamis kemarin, antara lain diisi dengan orasi ilmiah yang disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M. Syarif, Ph.D. Dalam orasi yang disampaikan di Aula Garuda Mukti, Gedung Pusat Manajemen UNAIR di Kampus C Mulyorejo itu, ditegaskan oleh Laode bahwa di dunia ini korupsi bukanlah hal baru. Bahkan di Indonesia, perihal korupsi ini sudah diingatkan sejak Wakil Presiden RI pertana, Moh. Hatta. “Wapres kita pada tahun 1961 dulu sudah mengingatkan bahwa korupsi jangan jadi budaya di Indonesia. Semoga kita bisa terlepas dari belenggu itu,” kata pria asal Makassar itu. Pada orasi yang berjudul “Optimalisasi Peran Perguruan Tinggi Mengawal Agenda Antikorupsi”, alumnus Universitas Hasanuddin Makassar ini menjelaskan beragam korupsi yang terjadi di Indonesia, mulai dari jenis suap, pengadaan barang dan jasa, penyalahgunaan kekuasaan dan keuangan negara, pungutan liar, hingga pencucian uang. Ironisnya, ditegaskan bahwa para pelaku korupsi itu pada umumnya mereka yang sudah pernah mengenyam pendidikan tinggi. “Jadi, korupsi itu bukan soal urusan kekurangan uang. Banyak koruptor itu bukan orang miskin. Mereka bahkan sudah pernah kuliah. Tapi itulah godaan,” tandasnya. Perihal
korupsi
yang
banyak
dilakukan
oleh
orang
yang
berpendidikan, alumnus Fakultas Hukum UNHAS ini mengingatkan pentingnya peran perguruan tinggi (terutama negeri/PTN) sedapat mungkin bisa mengawal agenda antikorupsi, sejak dini. ”PTN harus bisa lebih cepat dalam mengantisipasi perkembangan zaman, termasuk modus baru korupsi. Kita punya Tri Dharma Perguruan Tinggi. Ini yang saya sayangkan, di kampus-kampus
sangat sedikit yang membahas tentang korupsi,” paparnya. Laode M Syarif juga mengingatkan bahwa peran PTN agar sekurang-kurangnya bisa melakukan empat hal dalam mengawal agenda anti korupsi. Empat hal itu adalah, sebagai pusat penelitian anti korupsi, pool of expert, pusat pergerakan antikorupsi, dan pusat pengajaran antikorupsi. “Sejatinya KPK berharap ada keberpihakan dari kalangan PTN dalam antikorupsi ini,” tandasnya. Bentuk peran PTN itu, Laode menjelaskan, haruslah dimulai dari PTN itu sendiri. Misalnya dengan memberikan pengajaran antikorupsi sebagai mata kuliah. Ini yang masih jarang. Selain itu, penting juga untuk menginisiasi kegiatan mahasiwa yang berlandaskan integritas dan mendorong kampanye antikorupsi. “Tapi sebelum itu PTN harus berbenah terlebih dahulu. Agar tidak ditertawakan orang lain. PTN juga harus menjaga marwah dirinya untuk menjadi teladan dan guru bagi anak negeri,” pungkas pria yang mengaku murid Baharuddin Lopa, tokoh penggerak anti-korupsi itu. (*) Penulis: Nuri Hermawan Editor : Bambang Bes
Mewujudkan Indonesia Berkeadilan, Misi Utama 62 Tahun UNAIR UNAIR NEWS – Kamis, 10 November 2016, Universitas Airlangga genap berusia 62 tahun. Perayaan Hari Jadi UNAIR ke-62 tahun ini diperingati dalam bingkai tema “62 Tahun Universitas
Airlangga untuk Indonesia Adil dan Beradab”. Sebagai puncak acara, UNAIR mengadakan orasi ilmiah yang diikuti oleh pejabat pemerintahan, sivitas akademika, dan masyarakat umum. Di ulang tahun UNAIR yang ke-62 tahun, Rektor Prof. Dr. M. Nasih, S.E., M.T., Ak, mengajak seluruh pihak untuk melakukan refleksi dan menguatkan sinergi agar keberadaan sivitas akademika UNAIR bisa memberikan lebih banyak manfaat bagi rakyat Indonesia. Diharapkan, sivitas akademika, baik seluruh mahasiswa dan dosen, bisa mengatasi berbagai persoalan di Indonesia yang masih dilingkupi ketimpangan di segala lini. “Aspek-aspek keadilan menjadi misi utama UNAIR 62 tahun ini,” tandas Rektor UNAIR. “UNAIR harus berkontribusi dalam menegakkan Indonesia yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyatnya,” imbuhnya. “Tanpa keadilan, persatuan akan sulit dilaksanakan. Tanpa keberadaban, permusyawaratan juga akan sulit diciptakan. Keadilan dan keberadaban menjadi syarat untuk NKRI harga mati,” seru Prof. Nasih. Sidang Dies Natalis UNAIR ke-62 tahun dihadiri oleh dua pejabat pemerintahan yakni Menteri Pertanian RI Andi Amran, dan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode M. Syarif. Masing-masing orator memaparkan kinerja dan harapan di masingmasing institusi yang dipimpin. Dalam sambutannya, Mentan RI menyampaikan tentang ketahanan pangan nasional. Selama dua tahun, pihaknya mencoba untuk mengurai benang kusut di bidang ketahanan pangan selama ini. Benang kusut yang dimaksud adalah birokrasi, sumber daya manusia, dan kegiatan ekspor impor. “Harus dilakukan secara berkesinambungan kita buat grand kebijakan hingga tahun 2045. Harus diselesaikan satu per satu. Bila perlu, kita harus menjadi lumbung pangan dunia,” tutur Andi.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode M. Syarif saat memberikan orasinya. (Foto: UNAIR NEWS) Wakil Ketua KPK RI Laode, dalam orasinya, berharap kajian akademisi perguruan tinggi di bidang keadilan dan korupsi bisa meningkat. Dengan demikian, perguruan tinggi seharusnya bisa menjadi sumber inovasi untuk pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal lainnya yang diharapkan Laode adalah memasukkan kurikulum tentang nilai-nilai antikorupsi di perkuliahan. Menurut Laode, perguruan tinggi harus bisa menjadi sumber pencegahan korupsi dan menjadi teladan bagi warga negara. “Dalam penegakan antikorupsi, perguruan tinggi harus menjaga marwah dirinya sebagai teladan dan guru anak negeri,” tegas Wakil Ketua KPK RI. Usai orasi ilmiah, acara dilanjutkan dengan penandatanganan kerja sama antara Sekjen Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko, Direktur Eksekutif Internasional NGO Forum On Indonesia Development (INFID) Sugeng Bahagijo dengan
Rektor UNAIR. Kerja sama itu berkaitan dengan pengembangan sistem penanganan konflik kepentingan di UNAIR. Selain itu, UNAIR juga memberikan penghargaan kepada sivitas akademika dan alumni yang berprestasi. Kategori penghargaan yang diberikan adalah dosen berprestasi, koordinator program studi berprestasi, tenaga kependidikan berprestasi, mahasiswa berprestasi, dan alumni berprestasi. Penghargaan alumni berprestasi diterima oleh Muchaiyan, alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNAIR. Sebelumnya, Muchaiyan berhasil menyandang predikat Tenaga Kesehatan Berprestasi Tingkat Nasional tahun 2016 dari Kementerian Kesehatan. Ketua Majelis Wali Amanat UNAIR Sudi Silalahi yang juga hadir dalam sidang universitas berharap, UNAIR tetap menjadi kawah candradimuka yang banyak menorehkan tinta emas di masa depan. (*) Penulis: Dilan Salsabila, Nuri Hermawan Editor : Defrina Sukma S
Pejabat UNAIR Laporkan Harta Kekayaan ke KPK UNAIR NEWS – Setiap pejabat negara wajib melaporkan harta kekayaan yang dimiliki kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Pelaporan itu merupakan bentuk transparansi dan akuntabilitas pejabat kepada publik. Formulir laporan itu wajib disetorkan paling lambat dua bulan pasca pelantikan jabatan dan wajib diperbarui setiap dua tahun sekali dalam masa jabatan.
Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum. Sebagai wujud transparansi dan akuntabilitas publik, pimpinan Universitas Airlangga sedang menyusun laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN). Batas akhir pengumpulan laporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tanggal 15 Maret 2016. Dari kalangan UNAIR, pejabat yang wajib melaporkan harta kekayaannya adalah rektor, wakil rektor, direktur, kepala subdirektorat, ketua pusat/lembaga/badan, dekan, wakil dekan, kepala departemen, dan koordinator program studi. Pada tanggal 23 Februari 2016, Rektor UNAIR memimpin dan memberikan arahan tentang pengisian formulir LHKPN. Ia mengingatkan tentang kewajiban jajaran pimpinan untuk mengisi formulir LHKPN demi transparasi dan akuntabilitas terhadap publik. Direktur Sumber Daya Manusia UNAIR, Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum, mengungkapkan ada dua jenis formulir yang diisi oleh penyelenggara negara. Namun, masing-masing formulir itu berbeda peruntukannya. Formulir A diisi oleh pejabat pada masa nol tahun menjabat (maksimal dua bulan pascapelantikan), sedangkan formulir B diisi untuk memperbarui data tersebut setiap dua tahun sekali atau sewaktu-waktu diminta KPK melakukan pengisian.
“Deadline pengisian pada tanggal 29 Februari 2016 ini, dan akan kami kirim ke KPK pada tanggal 15 Maret 2016,” tutur Purnawan. Dalam formulir tersebut data-data yang harus diisi antara lain data pribadi, data keluarga, harta kekayaan, uang tunai, deposito, giro, utang, piutang, dan surat kuasa. Tentunya, pengisian data-data dilampiri dengan bukti-bukti valid. (*) Penulis: Defrina Sukma S
Pusat Anti Korupsi FH UNAIR Adakan Diskusi Revisi UU KPK UNAIR NEWS – Peneliti Pusat Antikorupsi dan Kebijakan Hukum Pidana atau ‘Center for Anti-Corruption and Criminal Policy (CACCP)’ Fakultas Hukum Universitas Airlangga mengadakan diskusi mengenai ‘Revisi UU KPK, Menguatkan KPK atau Melemahkan KPK’ pada hari Kamis (18/2) di Ruang Coffee Morning FH UNAIR. Diskusi ini merupakan kerjasama CACCP dengan Transparency International Indonesia (TII) dan Malang Corruption Watch (WCW) untuk menyikapi permasalahan mengenai revisi UU KPK. Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak lepas dari dukungan publik yang ingin memberantas korupsi di Indonesia. Akan tetapi, upaya pelemahan KPK telah banyak dilakukan dalam berbagai upaya. Upaya Revisi UU KPK beberapa kali sempat diajukan oleh DPR dan pemerintah. Poin-poin revisi pula sejatinya berkutat pada substansi seperti pembatasan penyadapan, status penyelidik dan penyidik, yang menghilangkan kekhususan dari KPK.
Poin-poin yang terdapat pada revisi UU KPK memuat peran besar institusi luar KPK yang berpotensi mengintervensi independensi dan kualitas kerja KPK. Pertama, dewan pengawas yang fungsinya bahkan mencakup perizinan sadap dan sita. Kedua, menguatnya peran polisi, baik sebagai pihak yang berhak melakukan pendidikan kepada penyidik dan penyelidik Polri hingga ditempatkan sebagai pengawas KPK. (Pasal 12 A-12E, 37A-37D, 38, 47 draft Revisi UU KPK) Iqbal Felisiano, SH., LL.M, dari Pusat Kajian Anti Korupsi FH UNAIR menyatakan bahwa revisi undang-undang KPK tidak perlu dilakukan. Ia beralasan bahwa revisi tersebut justru melemahkan KPK seperti halnya dalam pembatasan kewenangan penyidikan KPK. Iqbal juga mempertanyakan pentingnya revisi UU KPK. “Revisi UU KPK bertentangan dengan strategi pemberantasan korupsi KPK yang justru melemahkan KPK baik dari struktur dan administrasi dalam KPK,” ungkap Iqbal yang juga dosen FH UNAIR. Dalam diskusi ini turut hadir pula akademisi dan praktisi hukum dari berbagai lembaga seperti; LBH Surabaya, SEPAHAM, PUSHAM Surabaya, AJI Surabaya, Jaringan Gusdurian Jawa Timur, KONTRAS Surabaya, CMARs Surabaya, Parliament Watch, GERDY Suroboyo, Malang Corruption Watch, FLAC Surabaya, dan SPAK Surabaya. Dalam diskusi ini pula, turut dinyatakan pernyataan sikap koalisi masyarakat Jawa Timur dalam tiga poin penting sebagai berikut; (1) Revisi UU KPK yang sekarang merupakan upaya pelemahan KPK; (2) Mendesak DPR RI untuk menghentikan revisi Undang-Undang KPK; (3) Mendesak Presiden menghentikan revisi Undang-Undang KPK dengan segala upaya sebagai wujud komitmen Presiden dalam pemberantasan korupsi sebagaimana tertuang dalam Nawa Cita.(*) Penulis: Ahalla Tsauro