Ilhami Ginang P, Lulus Terbaik S-2 FH UNAIR dengan IPK 4,0 UNAIR NEWS – Siapa bilang kuliah sambil bekerja menjadi penghalang bagi seseorang untuk meraih prestasi? Tidak benar. Ilhami Ginang Pratidina sudah membuktikan hal itu dan meraih prestasi di bidang pendidikan. Pasalnya, setelah berhasil menjadi wisudawan terbaik saat menyelesaikan studi S-1 di Fakultas Hukum Universitas Airlangga, beberapa tahun lalu, sekarang ini prestasi yang sangat membanggakan itu dapat kembali digapai oleh perempuan kelahiran Magetan, 31 Juli 1992 ini. Ginang, sapaan karibnya, dalam gelaran wisuda UNAIR periode Maret 2017 ini kembali dinobatkan sebagai wisudawan terbaik jenjang studi S-2. Ia lulus dari Program Studi Kenotariatan FH UNAIR ini dengan nilai IPK sempurna, yakni 4,00. Guna menunjang kelulusannya yang sempurna itu, Ginang menulis tesis yang linear dengan tema skripsinya saat studi S-1 dulu. Judul tesisnya itu ”Keabsahan Perjanjian Elektronik Melalui Agen Elektronik dalam Sistem Hukum Kontrak Indonesia”. Salama menjalani studi di Program Magister itu, Ginang bekerja sebagai paralegal di KJD Law Firm sejak tahun 2014. Untuk menunjang karirnya itu, Ginang sering mengikuti seminar maupun pelatihan seperti Pendidikan Khusus Professi Advokat (tahun 2014), Pelatihan Advokasi dan Social Justice (tahun 2013), serta Seminar Nasional Perburuhan (tahun 2012). “Studi S-2 saya itu dapat dikatakan penuh dengan perjuangan. Mengingat saya kerja di sebuah kantor firma hukum yang pada praktiknya memang tidak memiliki jam kerja, sehingga kendala terbesar jelas masalah manajemen waktu dan stamina, bagi saya sendiri,” tuturnya.
Ditanya apa progress setelah menyelesaikan S-2 ini? Dikatakan Ginang bahwa ia berencana mengajukan beasiswa untuk melanjutkan studi di jenjang Doktoral (S-3). Selain itu ia juga mengajukan tawaran untuk mengajar di suatu perguruan tinggi di sela waktunya yang ada. “Bagi rekan-rekan yang menempuh studi di S-2, baik yang sambil bekerja maupun yang tidak dijalani sambil bekerja, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Semua itu hanya soal pola piker kita saja. Maka selalulah berpikir positif dan bangunlah karakter yang kuat, sehingga dapat menyelesaikan studi itu dengan baik dan dapat bermanfaat untuk sesama,” demikian ginang ketika dimintai sarannya untuk adik tingkatnya. (*)
Penulis: Pradita Desyanti Editor: Binti Quryatul M
Dari Medspin, Nadhya Jadi Dokter, Orin Soroti Disabilitas UNAIR NEWS – Gara-gara sering sering mengikuti perlombaan/olimpiade di bidang biologi, hingga suatu kesempatan mengikuti Medical Science and Application Competition (Medspin) yang diadakan FK UNAIR, akhirnya Nadhya Nur Fitri benar-benar menjadi seorang dokter. Tidak hanya sekedar itu, ia sekaligus menjadi wisudawan terbaik jenjang sarjana (S1) Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga pada wisuda Maret 2016 lalu.
”Sulit menjelaskannya mengapa saya jadi dokter, sebab sejak kecil saya tak bercita-cita menjadi dokter,” kata Nadhya.
Nadhya Nur Fitri wisudawan terbaik jenjang sarjana (S1) Fakultas Kedokteran (Foto: Istimewa) Awalnya, ketika di SMP dan SMA sering ikut lomba dan olimpiade bidang biologi, sampai tahun 2011 berkesempatan mengikuti ajang bergengsi FK UNAIR, yaitu Medspin. Disinilah awal Nadhya membangun angan-angan kuatnya ingin menjadi dokter. Kisahnya, saat Medspin itu panitia membuat simulasi dengan meminta setiap peserta seakan menjadi dokter, termasuk wajib mencari tahu permasalahan kesehatan yang dialami oleh pasien peraga. “Kami melakukan anamnesis (pengumpulan informasi tentang riwayat pasien oleh dokter), pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan melakukan interpretasi temuan. Saya mulai tertarik, ternyata dokter itu seperti detektif. Dokter harus mengasah kompetensi, care, dan compassionate. Kesempatan melayani dan membantu orang lain itulah yang menjadi drive (pemicu) terbesar saya untuk ingin menjadi dokter,” tegas arek Malang ini.
Semasa kuliah pun Nadhya meraih beberapa prestasi, baik di tingkat nasional maupun internasional. Misalnya ketika bersama timnya dengan proposal Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM) ”Edukasi dan Kontrol Gizi Seimbang untuk Anak Autis di Komunitas Anak Autis di Surabaya” meraih Medali Perak pada PIMNAS XXVII di Universitas Diponegoro Semarang tahun 2014. Kemudian Februari 2015 bersama timnya meraih Runner Up di ajang Siriraj International Medical Microbiology, Parasitology and Immunology Competition (SIMPIC) yang diselenggarakan Fakultas Kedokteran Siriraj Hospital, Mahidol University, Bangkok, Thailand. Di kompetisi itu Nadhya juga memperoleh medali perak pada kategori kompetisi individu. Wisudawan peraih IPK 3,73 ini dalam skripsinya meneliti hubungan antara penggunaan antibiotic dengan infeksi oleh sebuah galur bakteri yang resisten terhadap antibiotik, yakni bakteri penghasil Extended-Spectrum Beta-Lactamase (ESBL). ESBL adalah enzim yang dihasilkan oleh bakteri Gram-Negatif tertentu dan dapat mengaktifkan antibiotik golongan betalactam yang sering digunakan. ”Dewasa ini antibiotik digunakan dengan amat tidak rasional, tentu saja ini sangat membahayakan,” kata Nadhya, yang setelah lulus nanti belum yakin apa akan menjadi klinisi, peneliti, atau bekerja di Non-Government Organization (NGO). Baginya semua itu menarik, karena itu ia masih akan menimbang-nimbang, sedang bidang yang ingin ditekuni adalah mikrobiologi atau penyakit tropik & infeksi. (*) Orin Meluangkan Perhatian untuk Disabilitas
Orin Annahriyah Syukria wisudawan terbaik S1, Fakultas Kesehatan Masyarakat Istimewa)
(Foto:
SEDANGKAN Orin Annahriyah Syukria, meskipun tidak lulus tepat waktu tetapi ia bisa menyandang predikat wisudawan terbaik S1, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga. Ia berhasil lulus setelah menempuh studi selama sembilan semester dengan IPK 3,52. Dalam penelitian skripsinya, Orin menggambarkan mengenai kondisi akses kesehatan anak penyandang disabilitas, khususnya di Puskesmas-puskesmas di Surabaya. “Tema skripsi saya tentang akses kesehatan anak penyandang disabilitas, karena ini merupakan permasalahan global dan agenda kerja WHO (World Health Organization). Namun perhatian terhadap masalah aksesibilitas anak penyandang disabilitas ini masih kurang,” kata Orin. Semasa kuliah di prodi Kesehatan Masyarakat, Orin dan kawankawannya aktif mengajukan proposal program kreativitas mahasiswa (PKM) tahun 2014. Ia juga pernah menjadi ketua tim PKMM dengan judul “Pelatihan Pembuatan Nasoy (Nata de Soya) dari Whey (limbah tahu) di Desa Meduretno, Kecamatan Papar, Kabupaten Kediri, sebagai Salah Satu Upaya Penyelamatan
Lingkungan.” Kemudian sejak tahun 2011 sudah aktif mengikuti ajang PKM, kemudian juga PKM-P (Penelitian). Dengan aktif mengikuti PKM ia mengaku banyak mendapat manfaat dan pengalaman. Ditanya kiat-kiatnya untuk menjadi wisudawan terbaik, Orin hanya mengatur waktunya secara baik. Ia berusaha menyelesaikan tugas-tugas kuliahnya lebih awal dan bergabung dengan komunitas yang tepat. Selain itu selalu berkonsultasi dengan orang tua sebelum mengikuti kegiatan di luar perkuliahan, tujuannya agar orang tua memahami kegiatannya dan mendorong kita mempertanggungjawabkan pilihan yang telah diambil itu, kata gadis asal Kediri ini. (*) Penulis: Sefya Hayu Istighfaricha & Binti Q. Masruroh. Editor: Bambang Bes