Langganan Juara Mawapres, Yusuf Azmi Lulus Terbaik FK UNAIR UNAIR NEWS – Modal penting menjadi dokter yang ideal, ternyata tak cukup hanya dengan mengandalkan kepandaian. Pemahaman ini selaras dengan apa yang menjadi keyakinan Yusuf Azmi, wisudawan terbaik S-1 Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Sebagai calon dokter, ia tidak melulu mengejar kualitas nilai IPK. Disela-sela kesibukan belajar, ia masih menyempatkan diri untuk kembangkan soft skill. “Target saya selama kuliah tidak hanya terfokus pada IPK. Ada beberapa hal lain seperti kompetisi ilmiah, organisasi dan soft skills lain yang ingin saya kembangkan,” ungkap laki-laki kelahiran Sragen, Agustus 1994 yang lulus dengan IPK sebesar 3.64. Menurutnya, setiap pengalaman selama belajar di FK mempunyai kesan yang berbeda. Seperti pengalaman melihat dan belajar dengan cadaver, memperoleh pengalaman unik menjadi observer di dalam kamar operasi atau asisten sirkumsisi ketika mengikuti bakti sosial. Belum lagi pengalaman menegangkan ketika menghadapi ujian praktikum lab mapun keterampilan medik dengan pasien simulasi. Meskipun disibukkan dengan berbagai tugas, Yusuf masih menyempatkan terjun ke berbagai kegiatan organisasi kemahasiswaan dan mengikuti berbagai kompetisi ilmiah. Ia pernah meraih juara I kompetisi ilmiah tingkat nasional seperti Temilnas (Temu Ilmiah Nasional) 2014, finalis di kompetisi ilmiah tingkat internasional seperti EAMSC (East Asian Medical Students’ Conference) Taiwan 2016, dan beberapa prestasi lainnya. Selama kuliah 3,5 tahun, ia berhasil memperoleh juara I
seleksi Mahasiswa Berprestasi (Mawapres) tingkat FK selama tiga tahun berturut-turut sejak tahun 2014 hingga 2016. Pada saat mewakili fakultas ke tingkat universitas, Yusuf berhasil menjadi juara I seleksi mawapres tingkat UNAIR tiga tahun berturut-turut. “Menjuarai seleksi mawapres merupakan salah satu main goal saya dalam menempuh studi di fakultas kedokteran,” ungkap penghobi traveling ini yang berencana melanjutkan studi pendidikan dokter spesialis bidang Ilmu Penyakit Dalam, citacitanya. Inilah alasan mengapa ia meneliti hubungan profil pasien terhadap komplikasi kronik mikrovaskuler pada pasien diabetes melitus tipe 2, yang mempunyai hubungan erat dengan ilmu penyakit dalam sebagai topik pada tugas akhirnya ini. (*) Penulis: Sefya Hayu Isti Editor: Binti Q. Masruroh
Kegigihan Antarkan Intan Vallentien Jadi Wisudawan Berprestasi FKG UNAIR UNAIR NEWS – Intan Vallentien Dwi Hariati yang akrab disapa Vallent, punya segudang pengalaman menarik tentang perjuangannya saat mengikuti lomba. Salah satunya ia harus menghemat biaya. ”Untuk ngakali biaya yang keluar saat lomba, ya harus serba ekstra. Dulu saya pernah tidur di lobi hotel dan restoran cepat saji. Untuk menghemat makan, saya sering beli satu
makanan dibagi berdua dengan teman,” tutur Dwi, peraih IPK 3,64 ini. Kegigihan dan usaha ekstra perempuan kelahiran Tuban ini telah mengantarkannya meraih prestasi sebagai wisudawan berprestasi Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Airlangga. Ia punya seabrek prestasi yang pernah diraih saat menjadi mahasiswa. “Prestasi yang saya dapat seluruhnya dari lomba karya tulis ilmiah, seperti juara I Scientific World of Research Dentistry 2015 kategori Research di Bali, juara III Jakarta Islamic Scientific Forum (JISFO) 2014 kategori Literature Review di Jakarta. Kemudian juara Poster Presenter South East Asia Association for Dental Education 2016 di Vietnam,” jelas perempuan kelahiran 11 September 1996 ini. Dari sederet prestasi tersebut, bagi Vallent, kompetisi JISFO tahun 2014 memberikan pengalaman yang paling berkesan. Meski ia tak meraih juara pertama, Vallent menjelaskan bahwa kompetisi tersebut memberikan banyak pelajaran hidup. ”Topik yang saya angkat ini mengharuskan saya dan teman-teman terjun langsung ke Panti Werdha tempat para lanjut usia (lansia). Dari eyang-eyang di sana itu saya banyak sekali mendapatkan pelajaran hidup. Saat melihat fakta kebersihan rongga mulut para lansia, saya tak hanya ingin mencari metode yang tepat atau untuk menang ajang ilmiah, namun benar-benar ingin meningkatkan kualitas hidup mereka,” tutur Vallent mengakhiri percakapan. (*) Penulis: Nuri Hermawan Editor: Defrina
Cita-cita Apotek ’Plus’ Motivasi Silvy Lulus Terbaik Farmasi UNAIR UNAIR NEWS – Maraknya penyakit yang membutuhkan pengobatan secara intensif seperti kanker, mengangkat Silvy Juliana, S.Farm., dinobatkan sebagai wisudawan terbaik Fakultas Farmasi Universitas Airlangga. Ia lulus dengan IPK 3,76. Melakukan penelitian berjudul “Identifikasi Steroid Dan Triterpen dalam Kultur Kalus Solanum Mammosum”, targetnya untuk menambah produksi asam betulinat pada kultur Kalus S. Mammosum yang dapat dijadikan alternatif pengobatan kanker. Proses riset ini tidak serta-merta berjalan mulus. Batas akhir skripsi yang sempat membuatnya menangis akibat hasil penelitian yang kurang memuaskan, tak menyurutkan semangat Silvy untuk terus meneliti. Ia sempat pesimis dan takut mengecewakan dosen pembimbing dan orang tuanya jika hasil penelitian yang ia lakukan tidak memuaskan, bahkan gagal. “Jadi tidak terfikir menjadi yang terbaik dalam wisuda ini, tetapi selalu saya berikan yang terbaik selama saya kuliah di UNAIR. Ada yang saya sesalkan, setiap melihat hasil studi di tiap semester, saya selalu mendapatkan IPS nyaris 4,00. Terkadang ada satu mata kuliah yang tidak jadi dapat A, waktu itu mata kuliah yang hanya 2 SKS. Lalu yang terakhir mata kuliah yang hanya 1 SKS, rasanya geregetan,” katanya. Menjadi istri seorang konsultan pajak, Silvy sering membantu mengurus tugas suami disela kuliahnya. Menjadi mahasiswa sekaligus ibu rumah tangga menjadi tantangan tersendiri bagi wanita kelahiran 1994 ini. Ia mengaku lebih termotivasi melakukan kegiatan di perkuliahan dan mewujudkan impiannya mendirikan sebuah apotek. “Selain kuliah saya juga membantu mengurus pajak bersama
suami, meski demikian nantinya saya ingin mendirikan apotek “plus” yang ada tempat cek gula darah, tensi darah, kolesterol yang mudah dijangkau orang-orang di sekitar saya, supaya banyak di sekitar saya terhindar dari penyakit-penyakit kronis tersebut,” katanya. (*) Penulis: Disih Sugianti Editor: Nuri Hermawan
Cukup 7 Semester, Natasha Audina Lulus Terbaik S-1 FIB UNAIR UNAIR NEWS – Natasha Audina Siregar, S.Hum terhitung cepat dalam merampungkan studinya di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga. Sasa, panggilan akrabnya, berhasil menyelesaikan studi S-1 hanya tujuh semester. Sudah lulus cepat, berhasil mendapat gelar wisudawan terbaik S-1 FIB UNAIR pula. Itulah Sasa yang meraih IPK 3,89. Mulanya, Putri sulung dari dua bersaudara ini mengaku bahwa program studi Sastra Inggris bukanlah pilihan pertamanya. Dulu ia lebih jatuh hati pada program studi Hubungan Internasional (HI). Namun takdir berkata lain. Hasil seleksi yang diikuti kala itu menempatkannya di prodi Sastra Inggris. “Awalnya saya sangat ingin masuk HI karena punyai cita-cita bekerja di kedutaan. Namun Tuhan memberinya lain. Ini yang terbaik dariNya. Mama juga ridho di prodi Sasing,” ujarnya. Gadis berkacamata ini mengatakan, tidak ada trik khusus untuk bisa mendapatkan IPK yang tinggi. Hanya saja ketika berada di kelas, ia selalu mendengarkan dosen yang sedang mengajar dan
terkadang berdiskusi. Belajarpun, Sasa hanya saat menjelang ujian, karena itu dirasa lebih mudah. “Setiap orang pasti memiliki metode belajar berbeda-beda. Kalau saya lebih suka belajar satu hari sebelum ujian, karena itu lebih baik dan mudah masuk ilmunya,” ungkap Sasa. Di bagian akhir percakapan, Sasa menjelaskan keinginannya yang terpendam hingga kini adalah bekerja seusai mendapatkan gelarnya. Ia berkeinginan menambah pengalamannya dengan berkumpul bersama banyak orang. “Saat saya kuliah, saya jarang sekali ikut organisasi atau pun suatu kepanitiaan. Otomatis pengalaman saya masih minim. Maka dari itu, saya ingin bekerja terlebih dahulu untuk menambah pengalaman. Saya ingin cari beasiswa S-2, dan hanya orang yang punya pengalaman banyak yang punya peluang besar lolos beasiswa. Dan saya ingin itu,” pungkasnya. (*) Penulis: Ainul Fitriyah Editor: Nuri Hermawan
Raih Medali di PON, Tommy Wisudawan Berprestasi Fakultas Vokasi UNAIR NEWS – Keberhasilannya dalam menyabet medali perunggu pada Pekan Olahraga Nasional (PON) ke XIX di Jawa Barat adalah sebuah kebanggaan tersendiri bagi Tommy Arif Nugroho. Atas prestasi itulah, ia dinobatkan sebagai wisudawan berprestasi Fakultas Vokasi periode wisuda Maret 2017. “Awalnya saya tidak tertarik untuk mengikuti PON, karena saya
bingung bagaimana mengatur jadwal kuliah. Ternyata, saya diberikan kesempatan pelatih PON untuk seleksi, dan masuk dalam skuat team PON,” ujar Tommy. Tommy mengaku bersyukur dan bangga atas segala prestasi yang ia dapat semasa menempuh studi D-3 Perpajakan, Fakultas Vokasi, Universitas Airlangga. Meskipun ia aktif di cabang olahraga futsal ini, ia mampu membuktikan bahwa kuliah adalah tanggung jawab yang paling utama. Ia lulus dengan indeks prestasi kumulatif sebesar 3,16. Lelaki kelahiran Surabaya ini menyadari, ia cukup sulit membagi waktu kuliah sekaligus aktif menekuni passion. Ia harus pandai mengatur jadwal antara keduanya. Apalagi, kesibukannya sebagai atlet membuat Tommy seringkali harus ke luar kota. “Yang
jelas
saya
memprioritaskan
akademik
dan
sambil
menjalankan passion atau hobi. Memang sulit untuk mengatur keduanya. Saat ada pertandingan luar kota, pastinya kuliah saya terbengkalai. Tapi saat selesai pertandingan baru saya mencari teman untuk mentutori matakuliah yang saya tertinggal,” imbuh lelaki kelahiran 28 Agustus 1994. Pengorbanan waktunya berbuah manis. Sederet prestasi yang pernah diraih Tommy semasa kuliah antara lain juara III Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional Jawa Timur tahun 2014, juara III Liga Mahasiswa Nasional tahun 2014, juara III PON Jatim tahun 2016, Best Player Liga Mahasiswa Nusantara tahun 2016, Juara I Liga Mahasiswa Nusantara tahun 2016, Juara III Piala Emas Futsal Indonesia tahun 2016, dan masih banyak lagi. Tommy bersyukur, meskipun aktivitasnya padat sebagai atlet, namun ia tak kesulitan meminta izin tidak masuk kuliah. “Alhamdulillah pihak UNAIR juga memperlancar urusan perizinan,” tambahnya. Ibu, keluarga, dan teman-teman adalah orang-orang yang berjasa dalam segala prestasi yang diraih Tommy. Ia mengatakan,
dukungan kerabat dan doa yang senantiasa ia panjatkan merupakan kekuatan untuk meraih segala cita dan harapan. “Tetap jalani saja apa yang ada di depan. Yakin dan selalu libatkan Allah dalam segala hal. Melalui restu orangtua, insya Allah di mudahkan semuanya,” pesan Tommy yang juga menggawangi Unit Kegiatan Mahasiswa Futsal UNAIR. (*) Penulis: Binti Q. Masruroh Editor: Defrina S. Satiti
Teliti Ikan Teri, Tecky Indriana Lulus Terbaik S-3 FK UNAIR UNAIR NEWS – Kandungan nutrisi pada ikan memang tidak diragukan. Selain kaya kandungan lemak, ikan juga mengandung unsur penting lainnya seperti protein, vitamin, dan mineral. Jika selama ini ikan salmon selalu dielu-elukan sebagai “ikan super” karena sarat nutrisi, lalu bagaimana dengan ikan teri? Baru-baru ini kandungan nutrisi pada ikan teri membawa benefit tersendiri dalam dunia kedokteran gigi. Dr. Tecky Indriana, drg., Mkes, dalam disertasinya ia membuktikan bahwa kandungan gizi pada ikan teri terbukti dapat meningkatkan proses pembentukan tulang atau osteogenesis. Wisudawan terbaik S-3 Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga ini berhasil lulus dengan IPK 3.93. Tecky memulai penelitian berangkat dari permasalahan yang sering ditemuinya di meja praktik. Pada saat mengerjakan pasien ortodonti, sering menemukan bahwa gigi yang sudah
ditata dalam lengkungnya secara benar, diakhir perawatan, gigi yang sudah rapi tadi bergeser ke tempat semula atau istilahnya relaps. Ini menjadi masalah buat dokter gigi dan bagi pasien sendiri. Ia melakukan penelitian memakai model hewan coba yang di beri alat ortodonti untuk menggerakkan giginya dan diberi makanan tambahan ikan teri. Ikan teri yang digunakan dalam bentuk bubuk kering ikan, jadi diproses dari ikan teri segar kemudian dibuat bubuk. Hasilnya ternyata ikan teri dapat meningkatkan proses osteogenesis. “Penelitian ini belum sampai menyimpulkan dapat mencegah relaps, namun sudah dapat dipastikan bahwa ikan teri bisa menjadi bahan alternatif kalsium yang dapat digunakan, karena dari hasil penelitian ini dapat meningkatkan percepatan proses pembentukan tulang,” jelasnya. Perempuan kelahiran Banyuwangi 26 Nopember 1968 ini berencana kembali melanjutkan hasil penelitian ini. “Karena apa yang saya teliti ini masih sangat awal. Selain itu supaya bisa lebih banyak mengungkap misteri si kecil imut teri yang selama ini diremehkan orang sebagai makanan orang pinggiran,” kata ibu dari Beryl Alovan Ragasso ini. (*) Penulis: Sefya Hayu Istighfaricha Editor: Binti Quryatul Masruroh
Teliti Sastra, Ghanesya Hari Murti Wisudawan Terbaik S-2
FIB UNAIR UNAIR NEWS – “UNAIR seperti laboratorium eksperimen”. Itulah pendapat Ghanesya Hari Murti, S.S., M.Hum., menggambarkan kampus tercintanya. Ia berhasil menyelesaikan program Master tepat waktu dan dinobatkan sebagai wisudawan terbaik S-2 FIB UNAIR dengan raihan IPK yang memuaskan, yaitu 3,92. Selain itu, selama studi di UNAIR Ghanesya juga pernah mendalami keilmuannya di Malaya University. “Pada tahun 2015 saya mendapatkan kesempatan untuk bisa belajar lebih dalam lagi mengenai gender di negeri Jiran, Malaya University dengan mengambil mata kuliah gender dan politik. Pengalaman membawa saya bisa bertukar pikiran dengan mahasiswa di seluruh dunia seperti Jerman, Swiss, dan negara lainnya”, terang Ghanesya. Perihal tesis, dengan semangatnya yang gigih, penggila gagasan Gilles Deleuze ini mampu merampungkan tesisnya dalam waktu yang tidak lama. Tesis yang ia tulis berjudul Nilai Tawar Sastra Dystopia: Deterritorialisasi pada Novel Hunger Games, Maze Runer, dan Divergent. Alasan kritis yang ia jabarkan tentang mengambilan judul tersebut adalah keinginannya untuk membongkar pemisahan adanya karya sastra kanon dan popular yang dipengaruhi dengan sistem legitimasi. “Karya sastra itu bukan masalah what is means tapi yang penting what is does”, ujarnya Selama mengerjakan tesis, Ghanesya mengatakan tidak ada kesulitan apapun yang ia temukan, hanya saja pria kelahiran Jember ini mengaku butuh waktu yang lebih lama untuk membaca ruh teks dari literature yang ia miliki. “Satu satunya semesta paling bebas adalah ruang kelas karena hanya di dalam kelas segala kekuatan bertumpu pada kekuatan argument”, terangnya dengan meminjam kutipan dari Rocky Gerung. “Maka kampus dan kelas menghendaki gairah untuk terus
muda dan bereksperimentasi tanpa batas”, begituah quote penutup dari wisudwan terbaik 2017 ini. (*) Penulis: Ainul Fitriyah Editor: Nuri Hermawan
Atik Mariyanti Berprestasi Psikologi UNAIR
Wisudawan Fakultas
UNAIR NEWS – Atik Mariyanti merasa lega dan bangga ditetapkan sebagai wisudawan berprestasi Fakultas Psikologi, Universitas Airlangga. Beragam prestasi diperoleh gadis kelahiran Bojonegoro, 2 Oktober 1993 ini. Ia ditetapkan sebagai wisudawan berprestasi dengan perolehan SKP sebesar 1.537. Salah satu prestasi membanggakan yang diraih Atik adalah Juara II Lomba Debat Psikologi tingkat nasional yang diselenggarakan Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran, 17-18 Oktober 2015. Prestasi lain yang diraih Atik diantaranya Juara I Mahasiswa Berprestasi Fakultas Psikologi (FPsi) UNAIR, kelompok semester V (2014), Juara I Lomba Essai tingkat nasional oleh BEM UNAIR (2014), dan Juara II Lomba Desain Intervensi oleh FPsi Universitas Widya Mandala Surabaya (2015). “Akhirnya bisa menggenapi apa yang telah dicapai PUNOKAWAN sebelumnya. PUNOKAWAN itu kayak support grup yang lebih dari sekedar sahabat, aku dan tiga orang teman seangkatanku di FPsi. Kami saling menguatkan untuk mengukir prestasi,” ujar Atik bercerita tentang ketiga sahabatnya. Ketiga sahabat Atik yang lebih dulu diwisuda memperoleh
capaian serupa sebagai wisudawan terbaik dan berprestasi. Atik mengaku bangga atas capaian yang mereka bersama raih. Namun baginya, yang lebih membanggakan adalah proses dalam memperoleh beragam prestasi itu. “Bagiku sangat luar biasa. Tapi menurutku yang lebih membanggakan bukan hanya capaian prestasi, tapi bagaimana menjalani prosesnya,” tambah penerima beasiswa Bidikmisi tahun 2012 ini. Atik mengaku, kedua orang tua dan sahabat di PUNOKAWAN adalah orang-orang yang selalu menguatkannya dalam belajar dan berproses selama kuliah. Putri pasangan Patonah dan Subibit ini tak memiliki kendala besar dalam menyeimbangkan kegiatan akademik dan non-akademik. “Kuliah tidak hanya menyoal capaian akademik dalam bentuk angka, tetapi juga berkesempatan untuk meningkatkan kapasitas dan mengasah kemampuan yang kita miliki dari berbagai hal seperti menjadi bagian dari organisasi, perlombaan, pernah membuka usaha bisnis catering, dan kegiatan sosial,” ucap gadis yang telah menerbitkan tiga buku antologi ini. Karena kepeduliannya terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK), Atik memilih menyibukkan sebagai private teacher. Diantaranya menangani ABK. Ia juga bergabung jadi volunteer di sebuah yayasan ABK, dan volunteer kegiatan LSM yang mencarikan pekerjaan untuk orang dengan kebutuhan khusus.(*) Penulis: Binti Quryatul Masruroh Editor: Defrina Sukma Satiti.
Mega Indah, Debater yang Berhasil Jadi Wisudawan Berprestasi UNAIR NEWS – Tidak sia-sia pencapaian Mega Indah Permatasari selama kuliah S-1 dan menjadi aktivis di Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Perempuan kelahiran Kota Surabaya 22 tahun silam ini akhirnya terpilih sebagai wisudawan berprestasi dari Fakultas Hukum tempatnya belajar. Selama menjalani studi yang ditempuh sejak tahun 2013, tidak kurang dari 12 pengahargaan pernah diraihnya. Beberapa diantaranya yaitu Juara II Debat Nasional di Universitas Kristen Indonesia (tahun 2013), Juara I Kompetisi Debat Piala Soediman Kartohadiprodjo (tahun 2014), Juara II Kompetisi Debat Nasional Piala Mahkamah Konstitusi (tahun 2015). “Saat Juara I Lomba Debat Nasional Piala Soedirman Kartohahadiprojo itu aku masih junior banget. Tapi syukurlah bisa membawa pulang Juara I. Lomba itu juga yang mungkin mengantarkan namaku lebih dikenal dikalangan debaters nasional,” kenang mahasiswi yang lulus dengan IPK 3.74 itu. Selain
berprestasi,
Mega
juga
aktif
dalam
berbagai
kepanitiaan, mulai dari tingkat fakultas hingga universitas. Sebagian besar ia terlibat dalam kepanitiaan kegiatan debat. Meski banyak disibukkan dengan beragam kegiatan sejak mahasiswa baru hingga saat tugas akhir (skripsi), hal tersebut tidak menyebabkan studi Mega terhambat. ”Banyak kegiatan yang saya ikuti, namun juga tidak ada kendala yang berarti. Dari kecil saya memang sering sakit, ditambah lagi dengan kegiatan dan jadwal kuliah yang padat, jadi mengharuskan saya untuk bekerja keras mempertahankan IP yang bagus, sekaligus tetap berprestasi,” kata alumnus SMAN 16
Surabaya ini. Dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan Arm’s Leght Principle (ALP) dalam Pencegahan Praktik Abuse of Transfer Pricing oleh Perusahaan Multinasional di Indonesia”, Mega membahas mengenai permasalahan krusial perpajakan yang kurang terdengar, yakni transfer pricing. “Makanya itu ketika kuliah jangan sekedar kuliah saja. Cari kegiatan yang bermanfaat sebanyak mungkin. Contohnya ikut organisasi, magang kerja dan sebagainya. Kalau bisa semasa kuliah itu bikin kenangan yang nggak akan bisa dilupakan, sekaligus memperbanyak pengalaman,” imbuh Mega kepada Warta Airlangga. (*) Penulis: Pradita Desyanti Editor: Binti Q Masruroh
Niat yang Kuat Antar Yulia Wisudawan Berprestasi FEB UNAIR UNAIR NEWS – Keterbatasan ekonomi tak menjadi penghalang bagi wisudawan berprestasi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga, Yulia Wahyu Ningsih. “Atas izin Allah, saya diizinkan bisa menempuh pendidikan sampai tingkat perguruan tinggi yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan ketika saya masih kecil,” tutur Yulia, yang lulus Program Studi S-1 Ekonomi Islam ini. Sepanjang perjalanannya dalam menempuh pendidikan, orang tuanya di Nganjuk sering mengeluh kesulitan membiayai
pendidikannya. Ibunya harus menjadi pembantu rumah tangga, sementara ayahnya menjadi kuli panggul bawang merah di pasar sekitar sana. Tak hanya itu. Ia juga pernah menerima ejekan dari orang lain yang mengatakan bahwa dirinya tak akan mampu tamat Sekolah Menengah Pertama (SM). Namun, anggapan orang lain dan keterbatasan ekonomi itu berhasil ia patahkan. Yulia berhasil membuktikan dirinya mampu menyelesaikan pendidikan kuliah sarjana di UNAIR kurang dari empat tahun dengan raihan IPK 3,85. Di sisi lain, ia akui bahwa sering menghadapi permasalahan finansial. Sebagai mahasiswa Bidikmisi ia harus pandai menyiasati uang living cost yang sering terlambat datang. Ia mulai memutar otak untuk mencari rezeki dengan menjadi tutor pada bimbingan belajar, bekerja membantu berjualan di warung nasi pecel, dan berjualan jilbab. Selama berkuliah di UNAIR, jalan Yulia pun tak selalu lurus. Perempuan kelahiran 5 Juli 1995 ini sempat kesulitan menghadapi mata kuliah akuntansi, Bahasa Arab, Alqur’an dan hadis. Ia juga sempat tidak yakin dapat bertahan dan lulus dari jurusan Ekonomi Islam ini. ”Ini pilihan saya dan ini yang terbaik dari Allah, maka saya harus serius dan bertanggungjawab dengan pilihan ini,” kata wisudawan yang pernah meraih Juara III Business Case dalam Temu Ilmiah Nasional tersebut. Ditanya apa kiatnya untuk bisa bertahan dan berprestasi? Jawabnya, ia memegang teguh prinsip niatnya, sebagaimana Innamal a’malu binniyat, yaitu segala sesuatu tergantung niatnya. Bagi Yulia, membanggakan kedua orang tua adalah yang utama. Kedepan, ia akan berusaha memenuhi persyaratan beasiswa Lembaga Penyandang Dana Pendidikan jenjang Magister dan mengejar cita-citanya menjadi dosen. (*)
Penulis: Siti Nur Umami Editor: Defrina Sukma Satiti