Nangis Saat Uji Program, Yuyun Agustina Lulus Terbaik FST UNAIR UNAIR NEWS – Yuyun Agustina berhasil menyelesaikan kuliahnya dengan sangat memuaskan. Bagaimana tidak, ia lulus dengan predikat wisudawan terbaik S-1 Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga. Yuyun menyelesaikan studinya pada program studi Statistika dengan IPK 3,77. ”Saya tidak menargetkan lulus dalam 3,5 tahun. Target saya cukup menyelesaikan kuliah tidak lebih dari waktu normal. Namun Allah membantu melancarkan pengerjaan skripsi saya, sehingga Alhamdulillah I have passed it,” katanya. Anak tunggal kelahiran Pacitan ini mengaku dirinya harus berjuang dalam menyelesaikan tugas akhir, terutama saat menghadapi dosen pembimbing. “Namanya mahasiswa akhir dan harus menyelesaikan skripsi, dan saya banyak mengeluh karena terasa berat. Kadang revisi berkali-kali, menunggu dosen berjam-jam. Itu terasa berat, tetapi enjoy sajalah,” imbuh Yuyun. Selain itu, perempuan yang pernah menjadi asisten dosen ini mengaku pernah menangis ketika menguji program. Kisahnya, saat membuat program dalam software (coding program), maka ia harus mengasah logika. Disini ia menangis saat programnya terusterusan error. ”Selain itu, kalau misal programnya sudah jadi, harus nunggu hasil running program berjam-jam dan baru bisa keluar outputnya. Jadi, ketika berhadapan dengan program harus ekstra sabar,” katanya. Yuyun berpesan agar para mahasiswa merencanakan hidupnya sematang mungkin dan rajin bergaul. “Rencanakan hidupmu,
evaluasi lingkungan dan pergaulanmu. Belajarlah untuk memikul tanggungjawab, terus belajar dan selalu ingat akan impianmu. Di depanmu, masih banyak kesempatan, jangan kalah sebelum berperang,” begitu pesan Yuyun. (*) Penulis: Achmad Janny Editor: Bambang Bes
Iskandar Dzulqornain Dibotak Tengah, Demi Prestasi
Rela Raih
UNAIR NEWS – Ada banyak motivasi untuk meraih segudang prestasi. Salah satunya adalah untuk membuat orang tua bangga atas capaian putra dan putrinya. Demikianlah yang dirasakan oleh Iskandar Dzulqornain, wisudawan berprestasi dari Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga tahun lulus periode Juli 2016. Semasa masih duduk dibangku SMA, ia mengaku selalu merepotkan kedua orang tuanya karena polahnya. Dari situlah, ia termotivasi untuk menjadi kebanggaan orang tua ketika lulus kuliah. “Aku dari SMP (sekolah menengah pertama) dan SMA (sekolah menengah atas) rasanya nakal banget, suka ngerepotin orang tua aja. Pengin gitu ya banggain orang tua,” ujar wisudawan dengan poin SKP (Sistem Kredit Prestasi) 2213 tersebut. Ia merasa berhasil membuat kedua orang tuanya bangga. Pasalnya, belasan prestasi di bidang Moot Court (peragaan peradilan semu) telah berhasil digenggamnya. Diantaranya
adalah, sebagai majelis hakim dan penasehat hukum terbaik, serta juara umum II dalam Kompetisi Peradilan Semu Nasional Piala Mutiara Djokosoetono di Universitas Indonesia tahun 2014. Selain itu, ia juga meraih berbagai peran dengan predikat terbaik di Internal Mooting Fakultas Hukum pada tahun 2015. “Mootcourt itu perlombaanaya anak hukum dengan sebuah peradilan semu. Jadi kita satu tim menyelesaikan kasus dan mendapatkan posisi dari panitia, terus sidang. Ada yang jadi hakim, pengacara, penuntut umum, saksi ahli, panitera, dan lainnya,” terang wisudawan kelahiran Surabaya, 27 Maret 1994 tersebut. “Kalau internal, lingkupnya cuma anak-anak FH UNAIR yang lomba. Kalau nasional, kita lomba bareng dengan fakultas hukum seindonesia. Waktu itu ada UI, Universitas Padjajaran, Universitas Diponegoro, Universitas Gadjah Mada, Universitas Hasanuddin, dan sebagainya,” imbuhnya. Wisudawan berprestasi dengan IPK 3,52 tersebut juga memiliki pengalaman unik saat mengikuti perlombaan. Di sebuah perlombaan peradilan semu, ia mengaku rela memangkas rambutnya dengan gaya nyeleneh demi mendalami peran yang ia peragakan. “Waktu perlombaan, saya kebagian jadi saksi. Demi totalitas biar menang, saya rela dibotak tengahnya doang, pinggirnya nggak. (Itu semua) demi pendalaman peran. Bisa dibayangin kan, waktu lomba dilihat orang banyak. Malu sih, tapi demi UNAIR juara, ya, cuek aja,” kenang wisudawan yang pernah menjadi Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa FH UNAIR periode 2015 tersebut. Iskandar menuturkan, menumpuknya prestasi yang ia raih karena diiringi oleh usaha yang keras. Dengan berbagai kompetisi yang ia ikuti, seringkali hal tersebut mengurangi waktu istirahatnya. Menurutnya, hal tersebut agar waktunya terisi dengan kegiatan yang produktif.
“Kurangi tidur deh. Waktunya dibuat untuk yang lebih produktif. Tapi tetap tahu batasan tubuh kita sendiri dong. Yakinlah tidak ada yang sia-sia, karena hasil tidak akan mengkhianati usaha,” seru Iskandar yang bercita-cita menjadi Hakim Agung tersebut. (*) Penulis : Dilan Salsabila Editor : Defrina Sukma S.
Terbantu Pengemudi Ojek, Nadia Jadi Lulusan Terbaik S2 FKp UNAIR NEWS – Keterbatasan dalam sarana transportasi dan tidak memiliki SIM (Surat Ijin Mengemudi) bukan menjadi kendala bagi Nadia Rohmatul Laili, M.Kep untuk menyelesaikan studinya di program Magister (S-2) Fakultas Keperawatan (FKp) Universitas Airlangga. Malah, pada wisuda September 2016 ini, ia terpilih sebagai wisudawan terbaik dengan IPK 3,98. Dengan tersediaan aplikasi ojek online mempermudah baginya untuk berkeliling mengambil data penelitian di semua Puskesmas di Surabaya. Ia butuh waktu tujuh minggu untuk ambil data itu. Lalu Nadia mencari pengemudi ojek yang mau mengantarkan untuk waktu berbulan-bulan itu. Seorang driver ojek online menerima tawaran itu, jadilah ia partner Nadia untuk antar-jemput saat ia pooling data. “Saya serahkan daftar Puskesmas se-Surabaya beserta alamatnya, dia yang menentukan Puskesmas mana dulu yang harus dituju. Malah kadang ia mengingatkan bahwa saya ada janji dengan kepala Puskesmas tertentu, hari apa jam berapa. Jadi selain
dapat driver, saya serasa punya asisten penelitian,” katanya. Terkait tesisnya, Nadia mengangkat penelitian berjudul “Perilaku Perawat dalam Penerapan Edukasi Diabetes Mellitus berbasis Theory of Planned Behavior”. Ia mengulas mengenai tindakan penerapan edukasi Diabetes Mellitus oleh perawat Puskesmas se-Kota Surabaya yang berjumlah 62 Puskesmas ini. Usaha dan kerja keras itu akhirnya membuahkan hasil memuaskan. Ia meraih nilai A untuk tesisnya. Gadis asal Sidoarjo ini mengaku bahwa niat, komitmen, dan disiplin pada dirinya merupakan hal yang penting untuk meraih hasil yang memuaskan ini. “Tiap ada tugas kuliah atau ujian, saya selalu membuat janji dengan diri saya: kapan harus mengerjakan, harus belajar, dan bagaimana harus mengerjakan,” katanya. Atas predikat wisudawan terbaik ini, Nadia merasa senang karena mampu membahagiakan orang tuanya. Ia bercita-cita untuk menjadi seorang akademisi, sehingga dirinya tetap fokus pada penelitian Diabetes Mellitus (DM) seperti yang ia tekuni ketika kuliah S-I. “Saya berterima kasih kepada orang tua, para dosen, dan teman-teman yang sudah memotivasi dan membantu mengerjakan tesis ini. Saya juga berterimakasih kepada tukang ojek itu, karena mau saya ajak curhat dan diskusi masalah tesis meskipun nggak ada background keperawatan,” katanya bangga. (*) Penulis: Faridah Hariani Editor: Dilan Salsabila
Dodik Harnadi Kolaborasikan
Doa dan Usaha UNAIR NEWS – Tinggal dan besar di desa tidak membuat Dodik patah semangat untuk terus menempuh pendidikan. Pria yang sudah menikah dengan Irawati, S.HI., ini merupakan anak desa yang dilahirkan dari keluarga petani di Bondowoso. Sejak menempuh pendidikan tingkat menengah, ia sudah dikenalkan dengan dunia pondok pesantren, tepatnya pada 1999-2005 ketika masih berada di Madrasyah Tsanawiyah (MTs) hingga Madrasyah Aliyah (MA). “Bagi saya pesantren banyak memberikan pelajaran penting, nilai-nilai organisasi, leadership, keilmuan jurnalistik, kemandirian, dan masih banyak lagi,” paparnya. Pemilik nama lengkap Dodik Harnadi ini, menjadi salah satu lulusan wisudawan terbaik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) dengan nilai IPK 3,82 dan mendapatkan gelar Master Sosiologi (M.Sosio). Tesis yang menjadi prasyaratnya mendepatkan gelar tersebut berjudul Living Lawdan Mekanisme Resistensi atas UU Perlindungan Anak di Kabupaten Bondowoso “Ketertarikan saya kepada sosiologi hukum semakin memuncak setelah berkenalan dengan beberapa tulisan Prof. Soetadyo dibidang sosiologi hukum,” jelas pria yang masih aktif di salah satu organisasi masyarakat Islam ini. Lebih jelasnya, Dodik bercerita tentang isi dari tesisnya yang berangkat dari realitas sosial masyarakat Bondowoso. Ketika masyarakat setempat masih meletakkan praktik pemberian sanksi fisik dalam mendidik anak-anak maupun para murid, dari hal tersebut seharusnya pihak yang terlibat harus mampu mendiagnosa hal ini secara tepat agar penegakan hukum tidak semata-mata tekstual. Penyusunan tesis ini tuturnya tidak menemui kendala berarti. “Intinya saya memaknai tesis saya ini sebagai kolaborasi doa dan usaha, tanpa keduanya penelitian ini tidak akan berhasil,”
tegas Dodik. Dalam proses penyusunan tesisnya menurut ia sudah mencapai target waktu yang ditargetkan oleh lembaga yang memberikan ia biaya kuliah, yaitu Lembaga Pengelolal Dana Pendidikan (LPDP). Selain itu, dengan dorongan dari ibu dan ayahnya yang ketika itu masuk ICU di RSU Situbondo, Dodik melaksanakan ujian tesis dengan lancar. Ketika ditanya pengalaman lainnya, Dodik bercerita tentang bagaimana perjuangannya sebagai anak kos yang pergi ke kampus harus terbiasa naik angkot dengan keadaan sesak dan panas. “Maklum tempat kos saya cukup jauh sementara saya tidak membawa alat transportasi roda dua selama kuliah,” ungkapnya. Warna-warni
orang-orang
Surabaya
dimanfaatkannya
untuk
mengenal lebih banyak karakteristik masing-masing orang yang ia jumpai di angkot, sehingga kemudian pria yang juga hobi menulis ini terbiasa naik angkot dan mendapatkan manfaatnya. “Saya bisa tahu banyak rute angkot Surabaya daripada mereka yang sudah lama di Surabaya,” pungkasnya. (*) Penulis : Achmad Janni Editor : Nuri Hermawan
Berkah Belajar Hingga Larut, Dita Widiyanti Lulus Terbaik S-2 FST UNAIR NEWS : Pengambilan bidang studi pada saat menempuh studi S-2 biasanya tidak jauh dari bidang studi saat S-1. Namun yang
dilakukan Dita Widiyanti Sawitri ini agak berbeda. Perempuan kelahrian Surabaya ini menempuh bidang studi Biologi murni untuk jenjang S-2, yang berbeda dengan S-1 yang berbasis pada pendidkan. “Ini merupakan hal baru yang sangat menantang bagi saya,” ujar Dita. Namun justru pada studinya di S-2 ini justru Dita berhasil meraih predikat sebagai wisudawan terbaik jenjang S-2 Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga, yang lulus dengan IPK 3,93. Dalam melakukan penelitian untuk tesisnya, Dita mengaku sebagai perjuangan yang cukup berliku. Diantaranya keputusannya untuk menikah di usia muda, sehingga penelitian tesisnya sempat tertunda sementara. Awalnya penelitian ini ditargetkan selesai dalam waktu kurang dari setahun, namun keputusannya untuk menikah dahulu menjadi salah satu penyebab molornya watu penelitian. “Perjuangan lain ya belajarnya saya lakukan hingga larut malam. Belajar di kos-kosan hingga larut malam, kemudian saya pulang tetapi juga tidak bisa tidur. Jadi pukul 05.00 saya kembali lagi ke kos teman saya hingga ujian tiba,” kata Dita. Putri kedua dari dua bersaudara ini berhasil meraih titel S-2 nya berkat tesis “Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Aktivitas Bakteri Indigens Potensial untuk Degradasi Limbah Industri Farmasi yang Mengandung Pelarut Organik”, dan berhasil dipertahankan. Penelitian ini antara lain membahas bidang mikrobiologi dengan melakukan isolas, karakterisasi dan uji aktivitas dari bakteri indigenus yang ada pada libah industri farmasi berupa lumpur aktif untuk dimanfaatkan dalam degradasi libah industry farmasi yang mengandung pelarut organik. ”Jadi hasil yang diperoeh dari penelitan ini berupa isolat bakteri indigenus potensial yang memiliki kemampuan untuk melaukan degradasi limbah industri farmasi, sehingga bakteri tersebut dapat digunakan dalam pengolahan limbah Industri
farmasi,” kata cewek berhobi masak ini. Di akhir wawancara, Dita juga menyempatkan berbagi pengalaman untuk mahasiswa yang menempuh tugas akhir. ”Untuk teman-teman yang menempuh tugas akhir, rencanakan waktu penelitian dengan baik, minimalisir kesalahan ketika menjalankan tugas akhir itu, terutama saat bekerja di laboratorium, dan perbanyak membaca dan jangan malu bertanya,” kata Dita. (*) Penulis: Akhmad Janni Editor : Bambang Bes
Tak Ada Aktivitas yang Tak melibatkan Hukum Kontrak UNAIR NEWS – “Sebenarnya, tidak ada satu aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhannya tanpa melibatkan hukum kontrak. 24 jam pasti menggunakan hukum kontrak.” Begitulah pernyataan pakar hukum kontrak dan hukum jaminan Prof. Dr. Agus Yudha Hernoko, S.H., M.H., ketika diwawancarai tentang kepakarannya. “Saya menekuni ilmu ini karena semua aspek dalam kehidupan tidak bisa dilepaskan dari yang namanya hukum kontrak. Anda makan, kan sebelumnya melakukan transaksi jual beli, itu sudah bentuk praktik dari hukum kontrak,” jelas dosen Departemen Hukum Perdata, Fakultas Hukum, Universitas Airlangga. Keahlian pada kedua bidang hukum tersebut dibuktikan melalui publikasi penelitiannya di antaranya berjudul Pengikatan Jual Beli dan Pembebanan Jaminan Satuan Rumah Susun pada tahun 1996, Pengembangan Kontrak “Win-Win” di Dunia Bisnis Tahun 2000, Prinsip-prinsip Negosiasi dalam Kontrak Bisnis tahun 2003, Azas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial tahun
2008, dan Pergeseran Asas-Asas Hukum Kontrak tahun 2014. “Tak hanya karya ilmiah sebenarnya, saya juga aktif dalam berbagai asosiasi, seperti menjadi anggota Unit Perancangan Hukum dan Kontrak Bisnis FH UNAIR dan Wakil Ketua Tim Telaah Perjanjian Alih Material (material transfer agreement/MTA) Universitas Airlangga,” terang Agus yang lahir di Madiun, 19 April 1965. Tak berhenti di situ, Agus juga mengabdikan ilmunya yang dimilikinya kepada masyarakat. Saat ini, Agus telah menerbitkan tiga buku dan menjadi saksi ahli dalam beberapa kasus yang melibatkan persengketaan di bidang kontrak dan jaminan. “Keilmuan ini juga saya sumbangsihkan ke dalam berbagai pengabdian, di antaranya sebagai saksi ahli dalam berbagai perkara, misal sebagai saksi ahli di pengadilan negeri dan menjadi narasumber dalam gelar perkara yang dilakukan pihak penegak hukum,” pungkas Agus yang menyelesaikan pendidikan sarjana hingga doktornya di UNAIR. (*) Penulis: Nuri Hermawan Editor: Defrina Sukma S
Kembangkan ’Personal Branding’, Djoko Soelistya Lulus Terbaik S-3
Pascasarjana UNAIR UNAIR NEWS – Meraih predikat sebagai wisudawan terbaik bukan hal baru bagi Dr. Djoko Soelistya, Ir., M.M. Sebelum yang sekarang ini, ia pernah menyabet predikat yang sama ketika menempuh studi diploma di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. “Tentunya senang dan bersyukur menjadi wisudawan terbaik. Artinya, usaha yang telah saya lakukan ini tidak sia-sia,” tutur Dr. Djoko Soelistya, Ir., MM., yang lulus Program Doktor dari prodi Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga. Ia lulus dengan IPK 3,90. Dalam disertasinya, Djoko mengangkat topik tentang penurunan komitmen suatu perusahaan. Hal ini dirasa penting karena pasca remunerasi ditingkatkan, pegawai menjadi malas. Penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja seseorang tidak hanya bergantung pada insentif, tetapi juga komitmen. Saat menempuh kuliah program Doktor, ia juga mengajar mahasiswa S-1 dan S-2 di Universitas WR Supratman Surabaya. Sehingga Djoko, yang juga sebagai General Manager PT Maspion Industrial Estate tahun 2013-2016 itu, membagi waktunya sebagai praktisi dan pengajar. “Waktu pagi saya banyak di Maspion, sedangkan sorenya mengajar mahasiswa,” katanya. Ia memiliki motivasi yang berbeda dalam melanjutkan pendidikan hingga jenjang tertinggi ini. Saat kuliah program Master, Djoko didorong akan kebutuhan mengelola perusahaan yang diabdi. Sedangkan motivasinya untuk kembali ke kampus telah mendorong dirinya untuk melanjutkan kuliah lagi. “Setelah menjadi praktisi, saya ingin back to campus (kembali ke perguruan tinggi). Saya ingin kembali mengabdi dan membagi pengetahuan kepada para mahasiswa. Kesenangan hati ketika
sedang mengajar mahasiswa, itu tak dapat dibohongi. Itu kebahagiaan tersendiri yang tidak ternilai dengan materi,” imbuhnya. Djoko berpegang pada tiga prinsip dalam menjalani hidup ini, yakni mendengar, merenung, dan berusaha yang terbaik. Karena itu ia berpesan sedapat mungkin setiap orang itu mengembangkan personal branding. Sebab baginya, personal branding adalah marketing jangka panjang kehidupan manusia. ”Personal brand yang baik akan menunjukkan siapa orang itu. Misalnya, orang lain mengenalmu karena suatu ciri khas kepintaran, pengetahuan, atau fisik,” tutur Dr. Djoko Soelistya. (*) Penulis: Siti Nur Umami Editor: Defrina Sukma Satiti
Hobi Bernyanyi, Mahasiswa Komunikasi Torehkan Belasan Prestasi UNAIR NEWS – Fadhilah Intan Pramita Sari, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga, berhasil menembus posisi sembilan besar dalam ajang menyanyi bergengsi tingkat nasional, Rising Star, yang digelar salah satu stasiun televisi swasta. Meskipun tak menjadi pemenang, gadis kelahiran 20 April 1998 ini bisa membuktikan bahwa dirinya berani mencoba dan tak takut gagal dalam kompetisi. Mengikuti ajang Rising Star membawa pengalaman tersendiri bagi Fadhilah. Selain dituntut untuk memiliki mental yang kuat dan
pantang menyerah, ia mengaku, ajang Rising Star juga mengajarkan para kontestan untuk bersaing secara sehat. Melalui UNAIR News gadis yang pernah tergabung menjadi guru pengajar Alquran Metode Ummi ini bertutur kisah tentang proses karantina di Jakarta. “Harus menerima tantangan. Harus bisa ‘memakan’ semua lagu, karena tidak semua lagu yang diberikan itu yang kita mau. Saya juga harus bisa kontrol teknik vokal, nggak boleh nervous (gugup), harus jaga sikap juga karena selalu disorot media,” ujar gadis yang ingin berkarir di industri hiburan ini. Saat ini, Fadhilah telah dikontrak oleh salah satu manajemen artis. Untuk itu, ia berusaha membagi waktu kuliah di FISIP UNAIR, dan rutinitasnya yang lain. Di samping itu, ia mengunggah video ke kanal YouTube miliknya saat menyanyikan ulang lagu-lagu musisi lain. Ia juga kerap menerima tawaran bernyanyi di berbagai acara, dan mengikuti beberapa audisi bintang iklan. Selain itu, mahasiswa semester dua ini juga sedang membuat sebuah lagu. Gadis yang menyukai aliran musik pop semi klasik ini berharap, Rising Star dan berbagai kesibukan di bidang tarik suara yang ia tekuni, menjadi pengalaman positif bagi proses perjalanan karirnya. “Ingin bisa terus belajar untuk menjadi lebih baik lagi. Berharap bisa menjadi penyanyi yang one and only dan memorable,” ungkap gadis yang memilih Lea Salonga dan Sarah Brightman sebagai penyanyi favorit. Di luar aktivitas bernyanyi, Fadhillah juga gemar bermain piano, biola, dan menari balet. “Kalau suka nulis puisi enggak. Kalau bikin lagu, iya. Tapi iseng aja, sih,” ucapnya sambil tertawa. Gadis berkerudung ini tak sepi dari prestasi. Alumnus SMA AlHikmah Surabaya ini pernah menang beberapa penghargaan seperti
Graduate Beijing Dance Academy tahun 2014, Gold Award Advanced Vocal Performance in Star Quarto Music tahun 2014, juara I Winner Symphony of The World Music Competition tahun 2015, dan juara I Youth Music Competition from London College of Music tahun 2015. Tak berhenti di situ, pada tahun 2016, ia menjadi pemenang favorit Smesco Idol tahun 2016, dan Finalis Top 9 National Singing Competition Catharina W. Leimena (2016). Penulis: Binti Q. Masruroh Editor: Defrina Sukma S
Prestasi Sejak SMA, Indah Lutfiya Lulus Terbaik S-1 FKM UNAIR UNAIR NEWS – Selain disebut sebagai kota metropolitan, Surabaya juga merupakan penyumbang jumlah remaja terbanyak nomor dua di Jawa Timur. Namun dengan fakta tersebut, ternyata upaya promosi kesehatan (Promkes) reproduksi remaja belum dilakukan secara optimal. Kebanyakan Promkes saat ini lebih difokuskan pada balita. Sehingga salah satu dampaknya, sebanyak 46,7% remaja tidak siap dengan menarche (saat pertama menstruasi) dan ini berdampak pada vulva hygiene yang buruk. Topik itulah yang diangkat menjadi skripsi oleh Indah Lutfiya, wisudawan terbaik S-1 Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga. Ia berhasil merampungkan studi dengan meraih IPK 3,88. Perempuan asal Jombang ini mengaku, keberhasilannya menjadi wisudawan terbaik ini tak lepas dari sikap disiplin yang ia lakukan dalam menjalani rangkaian kegiatan perkuliahan.
“Kunci utama yang harus dilakukan dalam mencetak keberhasilan ini yaitu harus membuat timeline kegiatan dan membuat rencana target dalam hidup. Selain itu kita harus fokus dan konsisten dengan timeline yang sudah kita buat. Kalaupun di tengah jalan rencana itu tidak tercapai, kita harus memikirkan planning lain, sehingga tidak stagnan di tengah jalan,” katanya. Baginya, kenikmatan hidup yang diberikan oleh Tuhan senantiasa menjadikannya sebagai pribadi yang pandai bersyukur. Bersama Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) MAPANZA dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKM, Indah belajar bahwa sebagai seorang terpelajar sebisa mungkin bisa memberikan manfaat bagi orang lain. “Never stop to learn and share your life by giving to each other” begitu motto Indah saat terjun di masyarakat. Selama menjadi mahasiswa, ia tak merasa canggung untuk membaur dan sharing dengan komunitas ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS), berdiskusi dengan waria atau gay, menelisik panti rehabilitasi NAPZA, dan berbincang dengan anak jalanan yang tergabung dalam komunitas Save Street Children (SSC). Beragam kegiatan itu menjadi memori manis dalam catatan Indah saat di bangku kuliah. Padatnya kegiatannya juga tak menyurutkan semangatnya dalam berkarya. Dibalik sukses itu, ternyata saat menempuh sekolah di SMA dulu, Indah juga sering meraih prestasi. Diantaranya pernah memperoleh Juara II Kelas Paralel se-SMAN III Jombang, Juara II Cerdas Cermat lomba UKS se-Kabupaten Jombang tahun 2010. Tahun 2014 lolos Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKM-M) yang membahas tentang kusta yang didanai DIKTI. (*) Penulis: Disih Sugianti Editor: Binti Q. Masruroh
Kembangkan Obat Baru untuk Atasi Bakteri MRSA UNAIR NEWS – Predikat sebagai seorang ayah tak menyurutkan William Sayogo untuk menyelesaikan program magister. Terbukti, ia berhasil menyelesaikan pendidikan dengan menyandang gelar wisudawan terbaik. Tantangan terbesar baginya selama kuliah S-2 adalah mengatur waktu antara kuliah, pekerjaan, dan keluarga. “Tentu itu bagian dari risiko, misalnya perhatian terhadap pekembangan anak yang berkurang. Namun setelah saya jalani semua, akan ada jalan keluar ya walaupun harus berpikir keras,” kata William yang juga dosen di sebuah universitas ini. Dosen muda ini mengambil judul tesis “Potensi Dalethyne+ terhadap Peningkatan Epitelisasi dan Penurunan Ekspresi Tumor Necrosis Faktor-α pada Luka di Kulit Rattus novergicus yang Diinfeksikan Bakteri Methilillin Resistant Staphylococus Aureus (MRSA)”. Penelitiannya dilatarbelakangi oleh resistensi bakteri terhadap sejumlah jenis antibiotik. Akibatnya, angka kesakitan dan angka kematian pasien yang terinfeksi bakteri cenderung meningkat. Salah satu bakteri yang mampu menimbulkan resistensi terhadap beberapa antibiotik adalah MRSA. Bakteri ini juga merupakan bakteri penyebab infeksi pada kulit yang mengalami luka. Oleh karena itu diperlukan obat alternatif yang mampu membunuh MRSA. Lulusan program studi S-2 Imunologi ini meneliti obat baru Dalethyne+ yang diekstrak dari minyak zaitun.
“Saya meneliti tentang obat baru Dalethyne+ yang diekstrak dari minyak zaitun. Kesimpulannya, obat baru ini dapat membunuh bakteri MRSA dan mempercepat proses penyembuhan luka pada kulit tikus yang terinfeksi MRSA,” tegas William. Bagi William, keberhasilan yang ia raih tak lepas dari peran keluarga. Baginya, keluarga menjadi penyemangat untuk terus bekerja. “Doa, nasihat, dan semangat tercurahkan pada keluarga,” ucap William. Ia lantas berpesan agar anaknya serta generasi penerus dapat memiliki jiwa kompetitif untuk mengembangkan intelektualitas dalam diri. (*) Penulis : Helmy Rafsanjani Editor : Defrina Sukma S.