Meneliti ‘Macaranga’, Eva Marliana Lulus Terbaik S-3 FST UNAIR UNAIR NEWS – Melihat kondisi wilayah di Kalimantan Timur yang endemik Malaria, maka bertepatan dengan tugas studi S-3 dari beasiswa PPDN (Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri) Kemenristek Dikti, Eva Marliana mengangkat topik tersebut menjadi bahan disertasinya. Disertasi itu kemudian menunjang Dr. Eva Marliana lulus sebagai wisudawan terbaik S-3 Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga (UNAIR) dengan IPK 3.96, nyaris sempurna. Mayoritas penduduk suku Dayak di Kaltim masih memanfaatkan sumber daya alam sebagai obat tradisional. Karenanya topik disertasinya ini bertujuan untuk mengembangkan potensi daerah Kaltim melalui tumbuhan Macaranga sebagai obat herbal. Disertasi Eva itu berjudul “Hubungan Struktur Senyawa Flavonoid Macaranga Kalimantan terhadap Aktivitas Antioksidan dan Antiplasmodial”. IPK yang tinggi tersebut diakui tak lepas dari kerja keras dan kedisiplinan yang ia bangun sehari-hari. Apalagi budaya ilmiah dan kerja keras itu sudah tertanam kuat di FST UNAIR. Hal inilah yang ingin ia adopsi dan terapkan di Universitas Mulawarman, tempat Eva bekerja. “Semangat mahasiswa dan dosen menjadi motivasi dalam kuliah ini. Mahasiswa disini pantang menyerah walau beban tugasnya tiada henti,” jelas ibu dua anak ini. Sebagai seorang ibu, ia harus mampu untuk memberi motivasi dan menjadi sosok inspirator dalam pembentukan karakter bagi anaknya. Selain itu, motivasi terbesar yang ia peroleh yaitu keinginan untuk memberikan kado terindah kepada kedua orang tuanya. Sebab, kata Eva, orang tuanya berharap putrinya ini
dapat menyelesaikan pendidikan setinggi-tingginya, walau kedua orang tua itu hanya lulusan Sekolah Dasar. Eva terlahir dari keluarga militer. Tentu, karakter disiplin tertanam sejak kecil. Ia telah banyak melahirkan berbagai prestasi sejak SD, misalnya selalu menjadi juara kelas sejak SD hingga SMA. Selain itu aktif dalam ekstra kurikuler Pramuka, menjadi Ketua OSIS di SMP, Pelajar Teladan SMP seKotamadya Padang, Juara atletik lari 100 m dan 200 m mewakili Kota Padang di tingkat Provinsi Sumatera Barat. Ia juga pernah dijuluki sebagai “Eva kecil si komandan upacara”. Selain menjadi akademisi di UNMUL, tugas seorang ibu dan isteri merupakan tugas utama yang wajib dilaksanakan. Setiap Jumat, ia harus pulang dari Samarinda ke Nganjuk, dan satu bulan sekali harus ke Malang. Aktivitas ini rutin ia lakukan demi terkontrolnya pendidikan kedua anaknya. (*) Penulis: Disih Sugianti Editor: Binti Quryatul Masruroh
Peternakan Bisa Berkembang, Tapi… UNAIR NEWS – Salah satu penyebab peternakan di Indonesia kurang berkembang adalah manajemen pengelolaan yang masih tradisional. Hal itu disampaikan oleh dosen Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga Dr. Trilas Sardjito, drh., M.Si, saat diwawancarai oleh tim UNAIR NEWS. Manajemen pengelolaan tradisional yang dimaksud adalah rencana-rencana untuk mengembangkan peternakan, misalnya pengembangbiakan, nutrisi makanan, dan pengetahuan peternak.
Pengelolaan yang masih tradisional itu diakibatkan oleh paradigma peternak yang memandang bahwa peternakan merupakan usaha sampingan atau sekadar investasi jangka pendek. Sehingga bukan tak mungkin peternakan itu berjalan tanpa perencanaan. “Pengelolaannya masih tradisional. Peternakannya belum sebagai usaha, tetapi masih sebatas tabungan saja. Itu yang nggak bisa. Misalnya, kalau anaknya mau nikah, maka sapi itu dijual. Itu yang bikin nggak bisa (berkembang),” tutur Trilas. Selain faktor paradigma, perkembangan peternakan juga dipengaruhi oleh ketersediaan pakan, terutama rumput dan konsentrat. Ketersediaan rumput bergantung pada musim, sementara harga konsentrat di Indonesia berkisar di angka enam ribu rupiah. Dibandingkan Tiongkok, harga konsentrat di Negeri Tirai Bambu dengan kualitas yang sama berada di angka Rp 2.500,00. Sedangkan, pemerintah tak memberi subsidi terhadap pakan ternak. Akibatnya, peternak hanya memberi pakan berupa rumput nirkonsentrat. Selanjutnya, selain paradigma dan pakan, faktor ketiga adalah pengetahuan yang dimiliki peternak. Menurut Trilas, pengetahuan peternak selama ini didapat secara turun temurun dari keluarga atau lingkungan sekitarnya yang terlebih dulu memelihara hewan ternak. Akibatnya, ilmu pengetahuan terbaru di bidang peternakan jarang didapat oleh para peternak tradisional. “Padahal sekarang kondisinya sudah tidak sama dengan kondisi leluhurnya. Berarti perlu kreasi, nah itu yang tidak tersampaikan ke peternak. Itu yang tahu adalah perguruan tinggi, tapi perguruan tinggi untuk turun juga susah karena butuh biaya. Kita turun kan berarti harus meninggalkan urusan akademis dan membutuhkan fasilitas. Kita sih siap saja dan tidak bisa kalau di sana hanya sehari karena harus berkelanjutan,” ujar ahli inseminasi buatan FKH UNAIR. Apabila pemerintah ingin mencapai swasembada pangan sebelum
tahun 2045, maka ketiga faktor itu perlu diperbaiki secara bersama oleh pemerintah, peternak, dan akademisi perguruan tinggi. Akibatnya, menurut Trilas, peternak bisa jadi tak memahami masa biakan hewan yang mereka ternakkan. “Kalau rata-rata hanya untuk sampingan, ya, mereka berpikir beranak atau tidak ya terserah. Yang penting diberi makan, ya, sudah. Peternak kita itu seperti itu,” tutur Trilas. (*) Penulis: Defrina Sukma S. Editor: Nuri Hermawan
AHSI Kerahkan Jejaring Internasional Menyongsong Target WCU UNAIR NEWS – Salah satu mimpi Universitas Airlangga adalah menjadi kampus bertaraf dunia. Hal itu ditangkap benar oleh Airlangga Health Science Institute (AHSI) yang juga siap bersaing di kancah global. Selama ini, Institute of Tropical Disease sebagai salah satu unit pendukung AHSI sudah berupaya keras untuk bisa melakukan riset berlevel internasional. Harapannya, dengan AHSI, riset dan publikasi internasional bisa tergenjot naik. “Ini merupakan kesempatan untuk saling melengkapi. Dengan terkoordinasinya unit-unit, kerjasama akan terasah dan tujuan dapat lebih mudah diraih,” kata Ketua ITD Prof. Maria Lucia Inge Lusida, M.Kes., Ph.D., dr., Sp.MK. Di
tempat
terpisah,
Sekretaris
AHSI
Dr.
Achmad
Chusnu
Romdhoni, dr., Sp.THT-KL (K) mengutarakan, di luar negeri, ada banyak lembaga atau institusi yang setara AHSI. Dengan lembaga semacam itulah AHSI bisa menjalin mitra. Yang otomatis, unitunit di bawahnya pun bisa ikut merajut kerjasama pula. Maka itu, kata lelaki yang biasa disapa Dhoni tersebut, keberadaan AHSI akan memudahkan riset dan publikasi internasional di ITD. Lebih lanjut, para sumber daya manusia yang ada di Rumah Sakit UNAIR-Rumah Sakit Penyakit Tropik Infeksi, dan Rumah Sakit Gigi dan Mulut pun sangat mungkin melakukan exchange ke luar negeri. Baik terkait penelitian, penambahan wawasan terkait layanan, juga sebagai media pendidikan dan pelatihan. Sejauh ini, AHSI sudah menggariskan banyak target penelitian dan publikasi. Baik di level nasional maupun internasional. Target-target itu selalu tercapai. Tinggal bagaimana mengembangkan dan melakukan hilirisasi pada penelitian dan penemuan yang sudah dibuat itu. “Yang jelas, kami ingin ikut memecahkan problem nasional, bahkan di ranah global. UNAIR wajib berpartisipasi. Karena, kampus ini memiliki modal yang mencukupi dan komponen penunjang yang memadai,” ujar Direktur AHSI Nasronudin, dr., Sp.PD-KPTI., FINASIM. (*)
Prof.
Dr.
Penulis: Rio F. Rachman Editor: Defrina Sukma S
Inilah Pertolongan Pertama pada Orang yang Mendadak
Pingsan UNAIR NEWS – Keadaan gawat darurat yang mengancam nyawa bisa terjadi sewaktu-waktu, tak pandang kelompok maupun tempat. Oleh karena itu, siapapun –termasuk masyarakat awam– hendaknya mengetahui dan bisa melakukan bantuan hidup dasar (BHD) atau basic life support (BLS). BHD merupakan pertolongan pertama pada pasien dalam kondisi tidak sadar. Kondisi ini bisa menimpa pasien yang mengalami kecelakaan, serangan jantung, komplikasi penyakit, maupun keadaan lainnya kesadaran.
yang
mengakibatkan
pasien
kehilangan
Menurut dokter spesialis anestesiologi dan reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Prananda Surya Airlangga, M.Kes., dr., Sp.An (K), ada dua langkah yang sebaiknya dilakukan oleh masyarakat awam untuk menyelamatkan nyawa dalam kondisi gawat darurat. Berikut langkah-langkah yang perlu diketahui oleh masyarakat awam dalam memberikan BHD kepada pasien: 1. Cek kondisi pernapasan Untuk mengetahui apakah dia tersebut sadar atau tidak, sebaiknya cek terlebih dahulu hela pernapasan pasien. Para penolong bisa menaruh jari telunjuk di lubang hidung penderita untuk mengetahui kondisi pernapasan. 2. Cari bala pertolongan Apabila pasien memang tidak bernapas, maka si penolong disarankan mencari bala pertolongan. Si penolong bisa mengaktifkan alarm bahaya, atau sekadar berteriak minta tolong kepada orang-orang sekitar. Selain itu, segera hubungi petugas medis atau fasilitas kesehatan. “Salah
satu
langkah
awalnya
adalah
minta
tolong
atau
mengaktifkan alarm bahaya sehingga orang lain juga bisa membantu. Ketika ada orang yang tidak sadar maka kita minta tolong. Mari kita tolong orang itu bersama-sama, jadi nggak bisa sendirian,” tutur dokter Prananda. 3. Lakukan pijat jantung Bila memang pasien diketahui tidak bernapas, maka segera lakukan pijat jantung. Pijat jantung dilakukan semampunya oleh si penolong. Apabila si penolong tidak sendiri, maka pijat jantung bisa dilakukan secara bergantian dengan orang lain. “Kita bantu dia untuk menjadi sedikit lebih sadar atau sadar. Sehingga, jantung kembali berdenyut. Harapannya, mampu memompa agar paru-paru mendapatkan oksigen, dipompa ke jantung, jantung kembali berdenyut sehingga sirkulasi dalam tubuh kembali berjalan, sehingga otak dan segala macam mendapatkan aliran darah,” tutur dokter yang juga penggagas BLS Community Surabaya itu. Selain itu, bila dimungkinkan, pijat jantung terus dilakukan sampai tenaga medis datang untuk menolong korban. (*) Penulis : Defrina Sukma S. Editor : Binti Q. Masruroh
Manfaatkan Ilmu, Alumnus UNAIR Raup Puluhan Juta Tanpa Modal Sepeser pun UNAIR NEWS – Muda, berani, dan sarat akan prestasi menggambarkan kesuksesan sosok Dewi Arum Muqqadimah. Di usianya yang baru menginjak 24 tahun, Alumnus Manajemen
Pemasaran Universitas Airlangga angkatan 2010 ini memberanikan diri untuk memulai usaha tanpa modal uang sepeser pun. Berlatar belakang keluarga yang gemar merajut, Dewi berinisiatif untuk mencoba memasarkan produk hasil karya tantenya, berupa barang – barang rajutan yang kebetulan sudah banyak tersedia di rumahnya. Saat masih menjadi mahasiswa baru di UNAIR, Dewi memanfaatkan fitur Broadcast Message BBM dan mulai gencar memasarkan dagangan dari mulut ke mulut. Tak lama kemudian, respon positif berdatangan atas produk rajutan yang ia pasarkan. Banyak pesanan yang ia terima dengan berbagai macam permintaan bentuk dan model rajutan seperti tas, sarung handphone (case), tempat pensil bahkan sepatu. Untuk branding, Dewi memilih nama “My Knitted Indonesia”. Di awal pemasaran, Dewi masih sangat minim pengalaman dan pengetahuan tentang manajemen. Ia pun merasa kesulitan untuk menjual produknya ke pasar dagang. Selain itu, ia juga kesulitan dalam mengelola keuangan. Kendati demikian, ia tetap mencoba mengelola sendiri keuangan dari hasil omzet yang ia dapatkan untuk menambah jumlah produksi. Manfaatkan kuliah Berkesempatan menjadi mahasiswa Manajemen Pemasaran UNAIR tidak di sia-siakan oleh Dewi, ia banyak mendapat ilmu tentang manajemen keuangan, salah satunya adalah strategi pemasaran yang ia gunakan untuk memasarkan produknya. Tak hanya itu, di setiap mata kuliahnya yang memuat mengenai presentasi produk, Dewi dengan bangga selalu mempresentasikan produk rajutannya, sekaligus untuk memperkenalkan produk rajutannya kepada teman-teman maupun dosennya. Selain itu, Dewi juga gemar mengikuti kompetisi Business Plan yang diadakan antar universitas di berbagai wilayah. “Kami pernah sekelompok waktu kuliah mengikuti business plan
di Yogyakarta dan semua dibiayai kampus. Alhamdulillah, kami peringkat ke-empat tingkat nasional,” tutur Dewi saat di wawancarai di Radio Unair. Strategi pemasaran yang ia gunakan untuk mengenalkan produknya juga melalui pameran – pameran atau bazar yang diselenggarakan di dalam kampus maupun di luar kampus. Dewi selalu mengikuti pameran usaha kecil menengah di beberapa wilayah di Indonesia sebagai ajang untuk pengenalan produknya. Hasilnya, produk My Knitted Indonesia sudah tersebar di seluruh Indonesia. “Justru kebanyakan orang – orang luar Jawa yang suka dengan produk rajutan ini. Karena kata mereka ini sangat unik dan indah, makannya produk saya ramai terbeli di daerah luar Jawa sampai mereka rela menunggu untuk mendapatkan produk saya,” tandasnya. Lambat laun menjalani bisnis dengan berkuliah, Dewi mulai tergesit ide membuat sepatu rajut untuk orang dewasa. Mulanya, produk sepatu rajut yang ia produksi dikhususkan untuk anak – anak dan balita saja. Setelah mengobservasi beberapa tempat pembuatan sepatu dan mendapat ilmu dari ahlinya, Dewi mulai membuat produk sepatu rajut untuk dewasa dengan berbagai macam model. Dan sepatu rajutnya ini menjadi produk Best Selling di antara produknya yang lain. Terkait prestasi, Dewi pernah mencapai peringkat ketiga di ajang wirausaha muda pemula berprestasi tingkat Jawa Timur (Jatim) oleh Dispora Jatim. Di tahun 2012, My Knitted Indonesia pernah dianugerahi Best Development Product Expo UNAIR dan peringkat lima besar Bussiness Plan Competition yang diadakan UII Yogyakarta. Masih banyak lagi prestasi yang sudah diukir Dewi untuk Produk Rajutannya tersebut. Melalui kerja kerasnya, ia mampu menghasilkan omzet mencapai 20 juta per bulan. Dewi juga memiliki workshop rajut di daerah Ketintang Surabaya dan juga toko offline di ITC Mega Grosir Surabaya. Bahkan, ia juga sudah mendaftarkan My Knitted
Indonesia pada Hak Paten Merk untuk SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) dan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Ke depan, ia berharap produknya bisa berkembang menjadi perusahaan besar yang tersebar di seluruh Indonesia. Karena ia yakin, keunikan dari produk rajutannya memiliki nilai jual yang tinggi.(*) Penulis : Faridah Hari Editor : Dilan Salsabila
Sekolah Pascasarjana Kumpulkan Dana Rp13 Juta untuk Korban Banjir Bima UNAIR NEWS – Beratnya duka warga terdampak banjir Bima mengetuk pintu-pintu kepedulian. Bermula dari hati yang terketuk melihat warga terdampak Bima, Himpunan Mahasiswa Sekolah Pascasarjana (HIMASEPA) Universitas Airlangga mengadakan Konser Amal Live Musik Akustik untuk menggalang dana. Kegiatan ini merupakan puncak dari penggalangan dana banjir Bima, Selasa (3/1). Penggalangan dana dilakukan melalui donasi transfer, manual, dan konser amal. Dari hasil penggalangan dana, telah terkumpul donasi sebanyak Rp13.930.828,00 dan 35 kardus pakaian layak pakai yang siap dikirim. Dimas Agung Trisliatanto selaku Ketua HIMASEPA mengatakan, proses penggalangan dana ini sudah dilakukan sejak akhir tahun lalu, tepatnya 26 Desember 2016, dan bekerjasama dengan universitas lain.
“Mulai tanggal 26 Desember 2016, seluruh panitia mengadakan rapat untuk kegiatan ini. Tidak menunggu lama, kami langsung melakukan aksi penggalangan. Kerja sama tidak hanya intra kampus, melainkan dengan universitas lain, salah satunya Insititut Teknologi Sepuluh Nopember,” jelas Dimas.
Prof Dr Sri Iswati SE., M.Si.,Ak membawakan lagu simponi yang indah dalam Konser Amal Live Musik Akustik untuk penggalangan dana banjir Bima. (Foto: Siti Nur Umami) Satu orang akan membawa satu perubahan, tapi bersama-sama akan membawa banyak perubahan. Ungkapan itu disampaikan Direktur Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Sri Iswati SE., M.Si., Ak., yang turut hadir dalam acara musik akustik. “Kepedulian bersama akan memberi manfaat banyak untuk korban banjir Bima,” tuturnya. Alunan musik menggema di lobi depan gedung sekolah pascasarjana. Lagu cinta terbaik menjadi pembuka Konser Amal Live Musik Akustik. Tidak hanya mahasiswa yang menikmati, tetapi jajaran pimpinan dan pegawai turut meramaikan suasana.
Prof. Sri membawakan lagu berjudul Simfoni yang Indah sembari mendorong para penonton untuk berderma. Tak hanya itu, mahasiswa Pascasarjana pun turut menyumbangkan suaranya. Mulai dari lagu-lagu mancanegara seperti Love Yourself milik Justin Bieber hingga lagu bergenre pop lokal, seperti lagu Dia dari Anji dengan diiringi petikan gitar. Selanjutnya, hasil penggalangan dana itu akan segera disumbangkan kepada para warga terdampak banjir. Dimas menambahkan, pihaknya saat ini tengah berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Bima terkait penyaluran bantuan. (*) Penulis : Siti Nur Umami Editor: Defrina Sukma S
Wisudawan Terbaik S2 FKH, Diyah Jalani Studi S1-S2 Cukup Lima Tahun UNAIR NEWS – Diyah Ayu Candra, drh., M.Vet, terhitung cepat dalam merampungkan studinya di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Ia berhasil menyelesaikan studi profesi dan Program Master-nya dalam waktu satu setengah tahun saja. Dan akhirnya, Diyah dinobatkan sebagai wisudawan terbaik S-2 FKH UNAIR dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,93. “Pada saat semester I dan II, saya mengikuti program Pendidikan Profesi Dokter Hewan. Jadi ibaratnya saya melakukan double degree antara program Profesi dan S-2 sampai akhir Maret 2016,” ujar Diyah. Dengan waktu yang relatif singkat itu, tentu, alumnus SMA
Negeri 2 Sidoarjo ini harus pandai-pandai memanfaatkan waktu, mengingat tanggungjawab perkuliahan yang tak sedikit. Diluar kegiatan kuliah ia juga memiliki pekerjaan sampingan: menjadi guru les privat untuk murid SD, SMP, dan SMA. “Saya ingin melatih rasa percaya diri saya dalam hal mengajar sekaligus mengamalkan ilmu. Kebetulan, saya juga bercita-cita menjadi dosen,” tutur perempuan asal “Kota Udang” ini. Perjuangannya dalam merampungkan studi cukup berliku. Ia rela waktu istirahatnya hanya sekitar tiga jam, karena dipotong pengerjaan tesis. Ia berusaha semaksimal mungkin mengerjakan revisi tesis yang diberikan dosen pembimbing dan pengujinya. “Saya berusaha untuk mengerjakan revisi tesis semaksimal mungkin. Semua yang disarankan dosen pembimbing dan penguji, saya kerjakan sebaik mungkin, karena beliau lebih berpengalaman. Saya rela tidur sehari hanya tiga jam untuk menyelesaikan revisi agar cepat selesai. Semua seakan sudah menjadi makanan sehari-hari. Jadi saya ambil hikmahnya, mungkin Allah memberi cobaan seperti itu untuk melatih kesabaran saya,” kata Diyah. Dalam penelitiannya berjudul “Hubungan Sistem Manajemen Produksi terhadap Kelayakan Usaha Peternakan Sapi Perah Anggota Koperasi Susu Sidoarjo”, ia meneliti tentang pola usaha peternakan rakyat. Menurutnya, banyaknya kegagalan peternak sapi perah disebabkan oleh pengelolaan dan manajemen. Kedepan, setelah studi S-2, ia ingin mencapai cita-citanya sebagai dosen. Ia juga ingin bisa terjun ke dunia kewirausahaan dengan mengolah susu sapi perah menjadi produk olahan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Diyah membagi tipsnya suksesnya kepada mahasiswa adik kelasnya. Mahasiswa harus fokus pada tujuan awal ketika memutuskan melanjutkan studi. Selain harus pandai-pandai mengatur waktu, juga harus memiliki rencana dan target yang jelas. “Buat rencana dan target yang jelas dan harus
berkomitmen untuk mencapai target tersebut tepat waktu,” kata wanita kelahiran Sidoarjo, 27 Mei 1993 ini. Dalam menjalani studi profesi dan S-2 yang hanya ditempuh 1,5 tahun, Diyah telah menyiapkan judul tesis sejak semester II. Ia melakukan sidang proposal tesis pada awal semester III. Apalagi penelitian yang dilakukan itu selesai sekitar dua bulan saja. “Alhamdulillah saya bisa mengikuti ujian tesis sebelum yudisium dilaksanakan,” katanya. (*) Penulis: Binti Q. Masruroh Editor: Defrina S. S.
Atik Qurrota A’yunin, Wakil Sekjen ISMKMI Itu Lulus Terbaik FKM UNAIR UNAIR NEWS – Persoalan masalah gizi balita di Jawa Timur masih banyak. Secara statistik telah mendekati angka cut off point sebagai masalah kesehatan masyarakat yang dianggap serius. Padahal status gizi merupakan salah satu faktor penentu kualitas sumber daya manusia (SDM). Di beberapa kota besar, diantaranya Surabaya, masalah gizi yang terkait dengan status ketahanan pangan, banyak ditemui di kantong-kantong pemukiman kumuh. Pemicunya, perilaku hidup sehat belum menjadi budaya. Topik itulah yang diangkat Atik Qurrota A’yunin Al Isyrofi dalam skripsinya. yang kemudian menunjang dirinya menjadi wisudawan terbaik S-1 Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga pada wisuda Desember 2016. Peraih IPK
3,84 ini menulis skripsi bertajuk “Hubungan Antara Pola Asuh dan Status Ketahanan Pangan Rumah Tangga dengan Status Gizi Balita (2-5 Tahun) pada Permukiman Kumuh di Kecamatan Bulak, Kota Surabaya.” Aktivis organisasi setingkat nasional yang padat kegiatan ini, dara kelahiran Gresik 18 Desember 1995, ini mampu menyelesaikan penelitiannya tepat waktu. Sebagai Wakil Sekjen Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI), cewek yang karib disapa Atik ini, harus pandai mengatur waktu antara tanggungjawab organisasi dengan penelitian. Saat itu ia harus “blusukan” di tengah terik matahari di bulan puasa yang cukup menguras tenaga. Keberhasilan Atik menyelesaikan penelitiannya itu, tentu saja tidak luput dari dukungan orang tua. Menurut penggemar traveling ini, orang tuanya merupakan sosok pekerja keras, jadi ia pun tidak ingin hanya duduk manis menikmati hasil kerja orang tua. “Saya juga harus bekerja lebih keras untuk mengatur dan menyesuaikan waktu. Namun, semua itu tidak saya rasakan berat, karena dukungan dari keluarga terutama orang tua, adik, dan dosen pembimbing yang begitu telaten, sabar dan perhatian, bahkan para sahabat ada yang ikut membantu turun ke lapangan,” ujar gadis gemar membaca ini. Kedepan, Atik berharap rekomendasi yang ia berikan berdasarkan hasil penelitiannya ini dapat diterapkan oleh stakeholder dan pemerintah daerah setempat. “Saya sangat berharap agar penelitian ini juga dapat dikembangkan dengan spektrum yang lebih luas dan lebih rinci,” katanya berharap. Pesannya kepada adik kelas mahasiswa UNAIR, bahwa kampus merupakan tempat untuk berlatih menuju medan tempur di lingkungan masyarakat. “Jadi jangan sampai Anda membesar di kampus, tetapi mengecil di masyarakat. Atau menjadi jagoan di kampus, tetapi jadi sandera di masyarakat. Kampus adalah
tempat berlatih, dan masyarakat adalah medan tempurnya. Manfaatkan itu!,” katanya tegas. (*) Penulis: Lovita Marta Fabella Editor: Dilan Salsabila.
Singkirkan Lawan Se-Jatim, UKM Tapak Suci UNAIR Raih Kemenangan UNAIR NEWS – UKM Tapak Suci UNAIR kembali menorehkan prestasi. Kali ini delegasi UKM Tapak Suci UNAIR berhasil mengantongi predikat Juara I di ajang “Invitasi eLKISI Open 2016”. Kompetisi ini digelar di Pondok Pesantren Elkisi Mojokerto Jawa Timur pada tanggal 24 – 28 Desember 2016. Kelima anggota Tapak Suci yang berlaga diantaranya Sarizqa Amalia Rasyida (Fakultas Vokasi), Kurnia Azizah (Fakultas Kedokteran Hewan), Sega Sagita Sari (Fakultas Ilmu Sosial dan Politik), Nur Choiriyah (Fakultas Sains dan Teknologi) dan Erma Purnawanti (Fakultas Sains dan Teknologi). Erma, salah seorang anggota mengatakan bahwa Anggota Tapak Suci yang akan berlaga di kompetisi tersebut sudah mempersiapkan para anggotanya untuk berlatih dan menguatkan mental. Selama latihan anggota Tapak Suci dilatih langsung oleh pelatih mereka yakni Elok Koestanto “Latihan yang sudah dipersiapkan selama ini adalah latihan fisik seperti jogging, teknik pertandingan, penguatan mental tiap individu dan juga kebutuhan administrasi,” ungkap Erma. Tim Tapak Suci UNAIR juga sempat mengalami kendala ketika
sebelum bertanding, diantaranya yakni persiapan latihan yang cukup singkat dan kesulitan membagi waktu antara kuliah dan latihan. “kendala pada saat itu adalah perasaan cemas ketika hari bertanding, karena lawan – lawannya cukup berat” tutur Erma Selain itu Erma juga menambahkan bahwa persiapan yang tidak boleh ditinggalkan yakni menjaga kestabilan berat badan untuk menjaga performa penampilan saat bertanding. (*) Penulis : Pradita Desyanti Editor : Faridah Hari
Diskusi Bersama Awali Tahun 2017 Rektor Universitas Airlangga Prof. Dr. M. Nasih, S.E., M.T., Ak, memberikan arahan kepada seluruh tenaga kependidikan dan pimpinan di lingkungan rektorat. Arahan disampaikan di Aula Garuda Mukti, Kantor Manajemen UNAIR, Selasa (3/1). [Best_Wordpress_Gallery id=”28″ gal_title=”AwalTahun2017″]