S2 Ilmu Linguistik UNAIR, Prodi Baru yang Siap Beradu UNAIR NEWS – Program Studi S-2 Ilmu Linguistik merupakan salah satu prodi yang berada di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga. Prodi yang baru meluluskan dua angkatan tersebut mulai menerima mahasiswa baru sejak tahun 2013. Meski demikian, prodi yang baru seumur jagung ini sudah mengantongi nilai akreditasi B. Ditemui di meja kerjanya, Dr. Ni Wayan Sartini M.Hum., selaku koordinator prodi S-2 Ilmu Linguistik menjelaskan bahwa prodi yang dipimpinnya tersebut memiliki beberapa perbedaan dibanding dengan keilmuan yang sama di perguruan tinggi yang lain. Keilmuan di prodi ini, katanya, menjadikan linguistik budaya sebagai salah satu kekuatannya. “Kita memiliki ciri linguistik kebudayaan karena kita berada pada di lingkungan FIB jadi arah analisis dan penelitian diarahkan ke budaya,” jelasnya. Doktor lulusan Universitas Udayana Bali tersebut juga menegaskan, meski bahasan keilmuan mengarah ke linguistik budaya, dasar dari keilmuan linguistik tidak serta merta dikesampingkan. Ciri linguistik budaya sendiri, bagi perempuan yang akrab disapa Wayan tersebut merupakan cara untuk mengarahkan anak didiknya lebih mahir dalam menganalisis linguistik budaya, terlebih pada kajian budaya urban. “Mahasiswa juga boleh menganalisis yang lain, tapi ini ciri kami, linguistik budaya yang mengarah ke budaya urban,” terang Wayan. Selain linguistik budaya, prodi S-2 Ilmu Linguistik UNAIR mempunyai keunggulan yakni menganalisis melalui linguistik korpus. Baginya, linguistik korpus merupakan nilai lebih yang dimiliki S-2 Ilmu Linguistik UNAIR. Linguistik korpus dianggap
sebagai salah satu cara untuk menguatkan bahwa ilmu linguistik bisa diterapkan dalam keilmuan yang lain seperti psikologi dan sosiologi. “Linguistik ini bisa menjadi alat untuk semua penelitian, misal mau mengkaji psikologi atau sosiologi linguistik, cirinya tetap di linguistik budaya alatnya di korpus,” tambah Wayan. Mengenai prospek lulusan, Wayan juga menjelaskan bahwa lulusan S-2 Ilmu Linguistik UNAIR sudah merambah ke banyak profesi, mulai dosen, penerjemah, media, guru, periklanan, bahkan Wayan juga menegaskan bahwa tidak bisa dipungkiri, ke depan keilmuan linguistik bisa merambah ke dunia forensik, teknologi, politik, dan kesehatan. “Kita juga akan mengembangkan beragam model mata kuliah yang tepat seperti apa. Itu kami lakukan terus dengan mengundang alumni dan mitra untuk memberikan masukan kira-kira mata kuliah ini akan diarahkan ke mana,” imbuhnya. Menambahkan pernyataan Wayan, salah satu dosen S-2 Ilmu Linguistik UNAIR Viqi Ardaniah, M.A. Linguistics., mengungkapkan bahwa prodi tempatnya mengajar tersebut juga memiliki satu keunggulan yang tidak banyak dimiliki program master di UNAIR, yakni adanya himpunan mahasiswa. “Keunggulan selanjutnya kita memiliki Hima, meski kami masih sangat baru. Fungsi Hima itu sendiri selain untuk memelopori berbagai kegiatan juga untuk koordinasi penerbitan jurnaljurnal,” terang Viqi. (*) Penulis: Nuri Hermawan Editor: Defrina Sukma S
Memaknai Adegan Absurd Teater Gapus “Ternyata, hari ini sudah tidak ada matahari!” Demikian kalimat pembuka yang dilantangkan salah seorang aktor dalam pementasan Teater Gapus, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga, berjudul “Kalamambung”. Kalamambung dibuka dengan musik dramatis yang menggema. Diikuti sorot lampu kemerahan lantas menampakkan sesosok aktor yang berperan sebagai Waktu. Waktu bergerak menyesuaikan tempo musik menuju sebuah properti berbentuk piramida dan kapal. Tak lama, dua aktor lain muncul dari dalam buntalan kain yang sebelumnya digelindingkan Waktu. Kedua aktor mengisi ruang-ruang kosong panggung dengan berbagai mimik dan gestur disertai dialog berat dan filosofis. Sepanjang cerita, penonton disuguhi dengan adegan-adegan absurd. Cerita dimulai ketika aktor satu memperagakan adegan menelepon menggunakan bata, memakan roti berbentuk bata, menggumam pada diri sendiri, sampai pada adegan klimaks di mana aktor dua menghancurkan tumpukan bata dan akhirnya menggelepar. “Kalamambung” diakhiri dengan dialog antara aktor satu dan dua diikuti gerakan serta tarian sebelum lampu padam dan musik berhenti. “Pertunjukan Kalamambung di sini dimaksudkan sebagai sebuah keadaan di mana manusia terlahap oleh waktu, maka manusia boleh memilih antara menjadi budak atau mati. Properti piramida yang berujung lancip di atas panggung diartikan sebagai konsep ketuhanan, sedangkan perahu adalah waktu yang terus bergulir,” tutur Yusniar selaku sutradara dari Kalamambung.
“Perjamuan” absurd Tak kalah dari pentas pertama, Gapus menyuguhkan pentas absurd kedua bertajuk “Perjamuan” yang hanya mengandalkan properti sederhana perabotan seperti kursi dan meja lengkap dengan hidangan makanan seperti gambaran suasana pesta. Pertunjukan dibuka oleh tiga aktor bernama Doh, Kuh, dan Lah yang saling bergandengan di bawah sorot lampu merah temaram. Ketiganya melakukan tarian sederhana tanpa melepaskan pegangan tangan satu sama lain. Adegan selanjutnya menunjukkan keadaan pesta. Ketiga aktor sedang berembuk tentang bencana yang dilihat Lah melalui mimpi. Doh dan Kuh tidak percaya dan berusaha menghentikan omong kosong Lah yang mulai merusak kesenangan pesta. Lah secara tiba-tiba menggeser tempat duduk dari lingkar pesta, lalu lampu padam dengan cepat. Perlahan, sorot lampu muncul dan menampakkan ketiga aktor memperagakan ketakutan dan kesakitan melalui bermacam-macam gestur. Selanjutnya, Doh dan
Kuh menyerbu Lah sampai mati. Pertunjukan diakhiri dengan adegan Doh dan Kuh yang menggotong Lah di atas pundak menuju meja perjamuan sebelum lampu perlahan meredup dan padam. Sama seperti “Kalamambung”, “Perjamuan” lebih menitikberatkan alur pertunjukan yang absurd. Obrolan-obrolan serta gestur yang ditampilkan kedua pertunjukan ini memerlukan pemaknaan lebih mendalam. Teater Gapus sendiri dikenal sebagai komunitas teater yang lebih menonjolkan pertunjukan surealis daripada realis, sehingga tidak heran bila pementasan ke-118 dan 119 ini memiliki alur yang melampaui batas-batas konvensional panggung realis. “Respon pertama bagi orang awam adalah takjub. Tapi ketika ditanya tentang makna secara keseluruhan, nihil. Mereka yang memang bukan orang teater akan kesulitan mengartikan. Namun beginilah Gapus, tetap berpegang pada pendirian, lebih banyak menyuguhkan pertunjukan secara non-realis,” pungkas Riswan selaku sutradara “Perjamuan” sekaligus Kepala Rumah Tangga Teater Gapus. Kedua pementasan itu diselenggarakan di Ruang Siti Parwati FIB UNAIR, Sabtu (17/12). Pementasan itu menandai Hari Jadi Teater Gapus ke-27. Penulis: Lovita Martafabella Editor: Defrina Sukma S
Reuni Alumni Ilmu Sejarah: Presentasi Paper untuk
Tingkatkan Kemajuan Akademik UNAIR NEWS – Ikatan Keluarga Alumni Ilmu Sejarah atau biasa disebut IKA Ilmu Sejarah Universitas Airlangga mengadakan Konferensi Nasional pada Minggu (18/12). Konferensi yang berlangsung di Ruang Siti Parwati, Fakultas Ilmu Budaya, UNAIR ini merupakan forum kajian akademisi alumni dengan menghadirkan para alumni sebagai pembicara dalam forum. “Kegiatan IKA Ilmu Sejarah tidak hanya bersifat hiburan semata seperti acara musik dan jalan sehat saja, tetapi juga ingin memberikan kontribusi lebih bagi kemajuan akademik dan pengembangan ilmu sejarah sehingga dapat bermanfaat bagi bangsa dan negara,” ujar Ketua IKA Ilmu Sejarah Adrian Perkasa. Acara yang berawal dari chat grub Whatapp Alumni Ilmu Sejarah ini dilaksanakan sebagai langkah konkret agar persatuan alumni semakin kuat. Pada konferensi ini, 10 paper terpilih dikaji dalam forum. Kesepuluh paper berasal dari beragam topik kajian sejarah yang diajukan oleh para alumni. Kesepuluh paper tersebut yaitu Kekerasan Dengan Isu Dukun Santet di Banyuwangi Tahun 1998-1999 (Latif Khusairi), Komunitas Orang India di Surabaya (Reyna, Syarifah, Olivia), Aktivitas Illegal Perekrutan Kuli Deli di Depot Surabaya 1900-1932 (Khasan K. Ma’sum), Hutan yang Dijual: Investasi Sektor Industri Kehutanan Pada Masa Orde Baru (Ryan Pratama), Kajian Historis Administrasi Negara ke Administrasi Publik (Nur Fathin L.), Lemkari Jawa Timur 1972-1981 dan Pertemuan Musik Surabaya 1957-2006 (Pramita D. Rosalia). Dari kesepuluh judul, terdapat satu judul yang mencuri perhatian hadirin karena memiliki kajian yang unik dan dibawakan secara kelompok. Paper tersebut berjudul Komunitas Orang-orang India di Surabaya yang dibawakan oleh Reyna Aisyah, Syarifah Majid, dan Olivia D. Santoso dengan bersumber
penelitian lapangan dan data pustaka. “Tema ini bersumber dari tugas mata kuliah Etnografi dan sayang bila dilewatkan untuk tidak dikaji secara historis,” ujar Syarifah. Data yang dipaparkan dalam makalah mereka mendapat pujian dari peserta dan keynote speaker Dr. Sarkawi, S.S., M.Hum yang merupakan dosen Ilmu Sejarah UNAIR.
Foto Bersama Pembicara Konferensi Nasional IKA Ilmu Sejarah dengan Dosen Ilmu Sejarah UNAIR (Foto: Istimewa) Meskipun dibalut dengan kegiatan konferensi, acara terasa berkesan karena dihadiri oleh puluhan alumni Ilmu Sejarah UNAIR yang berasal dari berbagai daerah, seperti Yogyakarta, Aceh, dan Madura. Acara ini menjadi ajang temu kangen, mempererat tali silaturahmi, sekaligus menghilangkan rasa canggung yang biasanya muncul antar alumni yang berbeda angkatan. Forum yang berlangsung sejak pukul 09.00 WIB hingga pukul
15.00 WIB tersebut sekaligus memberikan ruang bagi alumni yang memiliki pemikiran, ide dan gagasan untuk kemajuan ilmu sejarah dan juga upaya kontribusi ilmu sejarah untuk membangun bangsa dan negara. Subandi Rianto., S.Hum yang menjadi salah satu pengajar di Sekolah Alam Yogyakarta mengusulkan pembuatan komik dan buku saku bertema sejarah. Hal ini karena lebih efektif dalam menyampaikan materi sejarah, namun tetap dengan cara yang menyenangkan bagi anak-anak. Di sela-sela acara, para peserta Konferensi Nasional IKA Ilmu Sejarah diajak oleh panitia untuk berkeliling menyambangi ruangan Museum Sejarah & Budaya UNAIR yang baru diresmikan tanggal 1 Desember 2016 lalu. Antusias IKA Ilmu Sejarah semakin meningkat saat Ikhsan Rosyid yang juga dosen Departemen Ilmu Sejarah menyampaikan keinginannya untuk merealisasikan hasil konferensi IKA Ilmu Sejarah menjadi buku bungai rampai dalam waktu dekat. Respon positif juga dilontarkan oleh Ketua Departemen Ilmu Sejarah, Gayung Kasuma, yang melihat kegiatan-kegiatan IKA Ilmu Sejarah yang semakin beragam, konkret, dan memiliki nilai manfaat selain hanya hiburan. (*) Penulis : Yudi Wulung Editor : Binti Q. Masruroh
3 Prodi di UNAIR Siap Akreditasi Tingkat ASEAN UNAIR NEWS – Berbagai upaya terus digalakkan oleh Universitas Airlangga untuk mencapai target menuju 500 kampus kelas dunia
di tahun 2020. Salah satunya yakni dengan meningkatkan jumlah Program Studi (Prodi) yang mendapatkan akreditasi. Kali ini tim akreditasi ASEAN University Network (AUN) siap untuk menilai perkembangan tiga prodi di UNAIR. Tiga prodi yang diakreditasi yaitu Manajemen, Ilmu Kesehatan Masyarakat, dan Sastra Inggris. Akreditasi tingkat ASEAN tersebut akan berlangsung selama tiga hari, mulai tanggal 20 hingga 22 Desember 2016. Acara pembukaan yang dilangsungkan di Ruang 301 Gedung Kahuripan, pada Selasa (20/12) dihadiri oleh Rektor UNAIR Prof. Dr. Moh. Nasih, SE., MT., Ak., CMA. bersama jajaran pejabat di lingkungan kantor manajemen dan fakultas di lingkungan UNAIR. Di hadapan para asesor, Prof. Nasih menyatakan bahwa akreditasi AUN ini menjadi sebuah kehormatan besar bagi UNAIR. Pasalnya, tidak semua perguruan tinggi memiliki kesempatan untuk dinilai oleh AUN. Guru Besar FEB UNAIR tersebut juga menambahkan bahwa hingga saat ini, ada enam prodi tingkat S1 di UNAIR yang telah diakreditasi oleh AUN. Keenam prodi tersebut yakni Pendidikan Dokter, Ilmu Hukum, Pendidikan Dokter Hewan, Pendidikan Apoteker, Biologi, dan Kimia. “UNAIR telah merencanakan bahwa nantinya lebih banyak program S1 yang akan diakreditasi oleh AUN. Sehingga lebih banyak prodi yang akan diakui secara internasional di kawasan ASEAN,” jelas Prof. Nasih. “Dengan ini saya harap nantinya akan membawa beberapa dampak terutama untuk peringkat UNAIR di tingkat internasional,” imbuhnya. Ditemui seusai acara pembukaan, salah satu asesor dari University of Santo Tomas Filipina Dr. Patricia Empeleo mengungkapkan, kali ini pihaknya sangat memberikan apresiasi dengan berlangsungnya akreditasi AUN di UNAIR. “UNAIR telah menyiapkan dengan baik untuk penilaian AUN ini, dan selamat atas pencapaiannya selama ini. UNAIR sudah berada
di langkah yang tepat,” ungkapnya. Hal senada diungkapkan oleh salah satu asesor dari Srinakharinwirot University Thailand Prof. Dr. Kunyada Anuwong. Baginya, UNAIR telah memiliki berbagai keunggulan, utamanya dalam nilai berbagai akreditasi yang telah dilakukan UNAIR selama ini. “Saya melihat kalau UNAIR sudah dapat nilai tinggi dalam penilaian MBA QA. Tidak banyak universitas yang saya lihat di dunia ini punya nilai yang tinggi,” jelasnya. Mewakili prodi yang diakreditasi, Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM UNAIR Corie Indria Prasasti, S.KM., M.Kes, mengungkapkan, dengan adanya akreditasi AUN ini prodi yang dipimpinnya tersebut bisa terus berkembang lebih baik. Baginya, dengan peningkatan kualitas prodi, hal itu akan berdampak pada kualitas mahasiswa dan lulusan yang akan terjun di dunia kerja. Disinggung mengenai target skor yang didapat, Corie pun optimis bisa mencapai angka yang baik. “Semoga bisa dapat skor 5, atau mendekati itu,” pungkasnya. (*) Penulis: Nuri Hermawan Editor: Dilan Salsabila
Sebarkan Sastra Lisan, Eggy Fajar Andalas Lulus Terbaik S2 FIB UNAIR UNAIR NEWS – Di awal masa perkuliahan, Eggy Fajar Andalas sempat menghadapi “shock” dengan mata kuliah di Program
Magister Kajian Sastra dan Budaya FIB Universitas Airlangga. Pasalnya, dalam perkuliahan terhitung jarang membahas mengenai bidang yang ia gemari: sastra lisan. Keadaan itu membuat Eggy harus belajar sendiri melalui beberapa bacaan. Karena kegemarannya menelisik sastra lisan, ia merelakan waktu tidurnya untuk membaca buku-buku yang membahas sastra lisan. Berkat kerja kerasnya itu, Eggy Fajar Andalan, SS., M.Hum berhasil meraih predikat wisudawan terbaik pada periode Wisuda Desember 2016. Dalam tesis yang berjudul “Sastra Lisan Lakon Lahire Panji pada Pertunjukan Wayang Topeng Malang Padepokan Mangun Dharma”, Eggy mengulas mengenai Cerita Panji yang disebarkan secara lisan dan saat ini tetap hidup di kalangan masyarakat maupun seni pertunjukan tradisional. “Oleh karenanya, penelitian saya berfokus membahas mengenai Cerita Panji lisan dalam pertunjukan Wayang Topeng Malangan, karena pertunjukan tersebut merupakan salah satu sarana tradisi untuk melestarikan, menyimpan, dan merekam Cerita Panji,” jelas Eggy. Meskipun harus mencari dan belajar sendiri tentang sastra lisan, tak membuatnya patah arang untuk tetap menyelesaikan tesisnya. Kegemarannya membaca buku-buku sastra lisan, membuat Eggy mudah untuk mencari referensi untuk data dalam tesisnya. “Bagi saya membaca merupakan sebuah investasi. Kumpulan pengetahuan yang telah kita baca akan berguna, meski tidak saat itu juga, tapi di kemudian hari,” katanya. Di lingkup keluarganya, Eggy merupakan salah satu anak yang tergolong beda. Ia selalu memiliki nilai pas-pasan dibanding dengan saudara yang lain. Orang tuanya sempat khawatir akan masa depannya, tapi hal itu kini bisa dipatahkan dengan prestasi Egy menjadi lulus terbaik dengan IPK 3.90. “Saya percaya bahwa kesuksesan tidak ditakdirkan untuk seseorang yang ber-IQ tinggi, tetapi kemauan dan kerja keras merupakan faktor pembeda antara satu individu dengan individu
yang lain dalam kesuksesan,” paparnya. Hal yang terpenting yang membuatnya termotivasi menjalani kuliah ialah kedua orang tuanya. Eggy mengaku semangatnya timbul ketika melihat senyum kedua orang tuanya. “Melalui halhal sederhana yang saya lakukan, seperti memasang foto mereka di layar laptop, menyimpan fotonya di dompet saya, dan menempelnya di dinding kamar kos, menjadikan saya terpacu saat rasa malas menghampiri saya untuk belajar dan berkarya. Ya dengan melihat foto mereka,” terangnya. Selain membaca, Eggy juga gemar menulis. Ia menuangkan pemikirannya mengenai sastra lisan ini dalam sebuah buku. Buku tersebut kini sudah masuk percetakan di sebuah penerbit dan siap dipasarkan tahun 2017 mendatang.(*) Penulis : Faridah Hari Editor : Nuri Hermawan.
Berkah Suka Nonton Film Jepang, Ronintya Wisudawan Terbaik S-1 FIB UNAIR UNAIR NEWS – Kecintaan terhadap hal-hal yang beraroma Jepang sudah dilakoni Ronintya Ikaputeri sejak di bangku SMA. Jadi tidak heran jika ia memilih jurusan Sastra Jepang saat kuliah di Universitas Airlangga. Berawal dari kuliah yang sesuai passion-nya itu, Puteri selalu mendapat nilai Indeks Prestasi (IP) yang baik. Padahal, ia mengaku tak punya tips khusus untuk bisa meraih IP bagus hingga mendapat predikat wisudawan terbaik dengan IPK 3,89.
“Saya kalau belajar sering SKS (sistem kebut semalam), terus ya sering latihan kanji dan kalau grammar dengan sering membaca dan mengingat-ingat materinya, biar tidak gampang lupa,” ujar Puteri. Perihal belajar, ia punya cara tersendiri. Salah satuntya dengan menyalurkan hobi menonton drama Jepang. Ia menggunakan hobinya itu sebagai ajang belajar. Dari drama-drama yang ia tonton, Puteri sering mendapat kosakata baru. “Jadi kalau nonton drama ya jangan dilihat aktor gantengnya saja, tapi juga belajar pola-pola kalimat yang ada dalam percakapan drama. Terus, kalo liat siaran TV Jepang, kan suka ada tulisan Jepang-nya, jadi saya suka hafalan kanji ya dari situ,” jelasnya. Baginya, kepandaiannya dalam Sastra Jepang tidak serta-merta berjalan mulus. Sering juga menemui hal-hal sulit untuk dikerjakan. Contohnya ketika akan menulis skripsi, lalu Puteri kesulitan mencari objek penelitian hingga akhirnya bingung harus melakukan apa. Di saat bingung itu ia memutuskan untuk menonton drama Jepang yang berjudul “Dokushin Kizoku” untuk menghilangkan kepenatannya. Tak disangka, dari drama itu akhirnya ia mendapat inspirasi untuk membuat skripsi yang mengulas fenomena Hikonka (orang yang tidak menikah) pada aktor dalam drama tersebut. “Kebetulan nemu drama ini, setelah lihat sampai episode terakhir, saya sadar ternyata drama ini bisa jadi objek skripsi. Kebetulan juga nyambung dengan minat studi saya yaitu budaya. Otomatis di minat ini juga belajar mengenai kehidupan sosial masyarakat Jepang, apalagi saat ini banyak permasalahan sosial yang terjadi di Jepang, salah satunya fenomena hikonka itu,” jelas Puteri. Ahasil, semua kerja keras Puteri selama kuliah terbayar dengan predikat wisudawan terbaik untuk wisuda periode Desember 2016. Puteri berharap setelah menyelesaikan kuliahnya ini bisa
mendapat pekerjaan yang sesuai dengan ilmunya. “Cita-cita saya bisa kerja yang berhubungan sama Jepang. Jadi guru bahasa Jepang atau bisa bekerja di perusahaan Jepang. Selain itu saya suka travelling, kalau sudah kerja pengen nabung agar bisa keliling luar negeri,” ujarnya mengakhiri. (*) Penulis: Fafa Hariani Editor: Nuri hermawan
Kuliah Tamu Jurnalistik, Sinergikan Teori dengan Praktisi UNAIR NEWS – Melibatkan praktisi secara langsung dalam pembelajaran akan memberikan pengetahuan yang lebih mendalam kepada mahasiswa. Hal itulah yang dilakukan oleh Departemen Sastra Indonesia Universitas Airlangga dalam kuliah tamu yang bertajuk “Kiat Menulis Opini di Media Massa”. Acara yang dilaksanakan di Aula Siti Parwati pada Rabu (7/12), dibuka langsung oleh Wakil Dekan I FIB UNAIR Puji Karyanto, M.Hum. Dalam sambutannya, Puji menyampaikan bahwa kegiatan tersebut merupakan bagian dari departemen untuk meningkatan kualitas mahasiswa dalam memahami jurnalistik lebih dalam dan langsung kepada pelakunya. “Dengan kuliah ini saya harap akan banyak hal yang dibagi untuk mengenalkan mahasiswa dengan dunia jurnalistik,” harap Puji. Hadir sebagai moderator kuliah tersebut Prof. Ida Bagus Putera
Manuaba, M.Hum. menyampaikan bahwa ia ingin mata kuliah yang diampunya bisa dipraktikan langsung oleh mahasiswa. Selain itu, Guru Besar pertama FIB UNAIR tersebut juga berharap bahwa dengan mendatangkan praktisi di tengah mahasiswa bisa menambah gairah menulis anak didiknya. “Kami harapkan dengan ini mahasiswa bisa lebih produktif dengan pengalaman langsung di lapangan,” ujarnya. Pemateri pertama yang memaparkan mengenai penulisan opini, Agus Muttaqin menyampaikan beberapa hal mengenai karakter penulisan opini dan cara menyusun kerangka penulisan opini. Redaktur artikel opini pada harian Jawa Pos tersebut juga menegaskan bahwa hal terpenting dalam teknik menulis opini di media adalah bahasa yang komunikatif, ringkas, dan tidak bertele-tele. “Kecenderungan pembaca kini adalah membaca tulisan yang tidak panjang, enak dibaca, dan gampang dicerna,” ulasnya. Selanjutnya, pemateri kedua yakni Frido Sri Adawina. Alumni Sastra Indonesia yang kini berprofesi sebagai editor bahasa harian Jawa Pos menjelaskan, sebagai editor bahasa pada media massa harus mengetahui kebutuhan pembaca. Baginya, bahasa koran yang baik adalah bahasa yang membuat pembaca senang. “Untuk bahasa koran yang baik adalah bikin pembaca senang. Dengan senang pembaca akan dapat menyerap informasi yang ada dalam berita itu,” paparnya. (*) Penulis: Nuri Hermawan Editor: Faridah Hari
Cak Kartolo Meriahkan Dies Natalis FIB UNAIR ke-18 Nuntut ilmu iku ga ono watese, digawe ngeladepno pikiran. Kadang-kadang ngelumpokno dunyo iso enteke, yen numpuk ilmu gawe selawase. (Menuntut ilmu itu tidak ada batasnya, digunakan untuk mempertajam fikiran. Kadang-kadang menumpuk harta bisa habis, tetapi menumpuk ilmu berguna untuk selamanya) Kito iki bangsa Indonesia, ojok sampek ngelalekno sejarahe bangsa kito, lan kudu diluruhi karo kaum mudo. (Kita adalah bangsa Indonesia, jangan sampai melupakan sejarah bangsa kita, dan harus dipelajari oleh para kaum muda) Belajar boso asing iku penting gawe komunikasi. Tapi ojo sampe ngelalekno bosone dewe. (Belajar bahasa asing itu penting untuk berkomunikasi. Tetapi jangan sampai melupakan bahasan sendiri) Monolog itulah yang membuka pertunjukan dari pelawak sekaligus seniman ludruk kenamaan Kartolo, di hall Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Airlangga, Jumat (2/12). Suasana riuh menyelimuti pertunjukan yang digelar dalam rangka peringatan Dies Natalis FIB ke-18. Dengan dagelan khasnya, Kartolo atau yang lebih karib disapa Cak Kartolo sukses mengocok perut penonton yang terdiri dari dosen, tenaga pendidikan, dan mahasiswa. Di sela-sela hiburan dagelan yang lucu, tidak lupa seniman senior ludruk Jawa Timur itu mengucapkan selamat ulang tahun kepada FIB UNAIR yang disampaikan dengan bahasa khas Jawa Timuran.
Suasana meriah menyelimutiperingatan Dies Natalis FIB UNAIR ke-18 yang mengundang seniman ludruk Jawa Timur Cak Kartolo (Foto : Istimewa) Pada kesempatan itu, Cak Kartolo mengajak dua kadep FIB yaitu Gayung Kasuma selaku kadep Ilmu Sejarah dan Dwi Handayani selaku kadep Sastra Indonesia untuk maju kedepan bersama dirinya. Suasana seketika riuh dengan gelak tawa ketika mantan Dekan FIB tahun 1999-2003 Prof. Wahjoedi dan Wakil Dekan I Puji Karyanto dapat mengimbangi dagelan-dagelan Cak Kartolo. Acara siang itu, ditutup dengan pemotongan tumpeng oleh Diah Ariani Arimbi., Ph.D bersama Ketua Panitia Dies Natalis FIB 2016 Tita Rismayanti. Suasana kekeluargaan semakin erat terasa ketika digelar acara makan siang dan foto bersama dengan semua penonton yang hadir. Diundangnya Cak Kartolo sebagai pengisi acara kali ini, merupakan bagian dari upaya melestarikan kesenian tradisional. Selain itu, kehadiran Cak Kartolo diharapkan dapat menambah wawasan mahasiswa tentang kesenian dan hiburan khas Jawa Timur. Hal yang lebih penting adalah, stand up comedy Jawa
Timuran ala Cak Kartolo ini tidak hanya mementingkan aspek kelucuan semata, tetapi ada pesan moral yang disisipkan kepada penonton melalui dagelannya. Selain acaradegelanbersama Cak Kartolo, rangkaian Dies Natalis FIB diisi dengan Kirab Budaya dan Dekan Cup. Diharapkan, kemeriahan Dies Natalis FIB ke-18 dapat menyemarakkan beragam acara bersifat kebudayaan di UNAIR. (*) Penulis : Ikhsan Rasyid dan Yudi Wulung Editor : Binti Q. Masruroh
Menggali Wacana Adat Samin
Masyarakat
UNAIR NEWS – Mengajak mahasiswa untukbelajar di lapangan memang akan memberikan nilai lebih. Selain mengetahui kondisi yang sesungguhnya, teori yang diajarkan di ruang kelas pun dapat secara langsung dipahami. Hal itulah yang dilakukan oleh Dr. Sri Wiryanti Budi Utami, M.Si. Dosen Departemen Sastra Indonesia UNAIR tersebut mengajak mahasiswanya Praktik Kuliah Lapangan (PKL) ke masyarakat adat Samin. Bertempat di masyarakat adat Samin yang ada di Dusun Jepang, Desa Margomulyo, Bojonegoro, dosen yang mengampu mata kuliah Analisis Wacana tersebut mengajak mahasiswanya untuk menggali wacana lokal yang ada di masyarakat Samin Bojonegoro pada hari Sabtu,(3/12)hingga Minggu, (4/12). “Di dusun ini, sudah banyak tamu asing yang datang ke sini, mulai Belanda, Jepang, dari Afrika juga. Makanya, kalian orang Indonesia harus menggali lebih dalam wacana Samin yang ada di sini,” terang Wiryanti saat memberikan sambutan pembukaan.
“Ini kita langsung datang ke sumber sejarah yang masih hidup, jadi maksimalkan kesempatan di sini,” tegasnya. Diterima di kediaman Harjo Kardi selaku keturunan ke empat dari Samin Surosentiko (pendiri ajaran Samin), sebanyak 120 mahasiswa langsung disuguhkan film mengenai masyarakat Samin. Selain itu, Harjo Kardi yang akrab disapa mbah Harjo tersebut memberikan sedikit wawasan pembuka mengenai pola perilaku masyarakat Samin. “Ini memang sudah menjadi kewajiban saya. Sudah banyak yang datang ke mari tanya-tanya mengenai Samin. Yang perlu diketahui bahwa Samin itu bukan tradisi, bukan agama, tapi perilaku,” paparnya. “Jika nanti dalam film yang diputar masih ada yang belum dipahami silakan tanya,” imbuhnya. Tercatat masyarakat Samin tersebar di berbagai daerah perbatasan antara Provinsi Jawa Tengah dan JawaTimur, yakni meliputi wilayah Kabupaten Blora, Ngawi, Bojonegoro, bahkan hingga Kabupaten Pati. Mbah Harjo dalam paparannya menjelaskan bahwa sejatinya Samin itu merupakan pola hidup yang diterapkan leluhurnya saat penjajahan Belanda. Namun, saat Indonesia sudah merdeka, nilai-nilai yang ada masih diteruskan hingga saat ini. “Samin itu berarti sama-sama. Dulu para leluhur percaya bahwa kita sama-sama Jawa, sama-sama dijajah, ya harus sama-sama melawan dengan cara yang tidak menyakiti,” jelasnya. Dalam pelaksanaan kuliah lapangan tersebut, mahasiswa juga ditugaskan untuk menggali beragam wacana yang ada di masyarakat Samin, mulai wacana politik, sikap berbahasa, demografi, hingga interaksi sosial. Wiryanti juga memberikan tantangan kepada mahasiswa untuk membuat kolosal tentang masyarakat Samin. “Jika ada mahasiswa sastra yang mau mengkolosalkan, akan kami dukung. Jadi biar tahufalsafah dan tuturannya untuk apa saja. Semoga kuliah lapangan ini bisa menjadi bekal dan wawasan
kalian ke depan sebagai mahasiswa sastra yang belajar bahasa dan budaya,” terangnya.(*) Penulis: Nuri Hermawan Editor: Dilan Salsabila
Museum Sejarah dan UNAIR Resmi Dibuka
Budaya
UNAIR NEWS – Museum Sejarah & Budaya UNAIR secara resmi dibuka Kamis (1/12). Diresmikannya Museum Sejarah & Budaya UNAIR ini menambah daftar museum yang ada di Universitas Airlangga. Museum resmi dibuka secara langsung oleh Wakil Rektor III Prof., Ir., Moch. Amin Alamsjah M.Si., Ph.D., dan Direktur Sumber Daya Manusia Dr. Purnawan Basundoro, M.Hum. Museum Sejarah & Budaya UNAIR ini dikelola oleh Departemen Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya (FIB), UNAIR, sebagai bagian dari pembelajaran akademik sekaligus wisata museum. Nama ‘Museum Sejarah & Budaya’ diambil karena sebagai identitas sekaligus mewakili koleksi-koleksi yang ada di dalam museum yang merupakan warisan benda-benda sejarah dan budaya. Dalam sambutanya, Prof Amin mengutip kata-kata Bung Karno ‘Jasmerah, Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah’. Karena di dalam sejarah, terdapat peristiwa masa lalu yang dapat diterapkan sebagai pembelajaran di masa kini. “Peresmian Museum Sejarah & Budaya ini mengingatkan kembali urgensi perkataan Presiden pertama RI Ir. Soekarno yaitu ‘Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah’ atau disingkat Jas Merah,” kata Prof Amin.
Wakil Rektor III Prof. Amin memberikan tumpeng pertama kepada dr. Haryadi Suparto (depan), disaksikan oleh Gayung Kasuma (Kadep. Ilmu Sejarah), Purnawan Basundoro (Direktur SDM), Samidi (Dosen Sejarah), Wayan (Ketua UP2D FIB) (Foto: Istimewa) “Pembelajaran dari sejarah masa lalu salah satunya diwakili dengan keberadaan museum. Oleh karena itu harapannya, museum ini dapat menjadi media pembelajaran kita bersama untuk menjadi manusia yang lebih baik,” tambahnya. Museum ini dibagi menjadi dua ruangan. Ruangan pertama berisi berbagai buku kuno dan arsip-arsip penting dalam penelitian sejarah. Bagian kedua berisi benda dan foto-foto lama yang merepresentasikan kegiatan sehari-hari manusia pada masa lalu, seperti proyektor kuno, keris, pedang, tombak, dan wayang. Sebagian besar koleksi disumbangkan oleh pengelola Museum Kesehatan Surabaya dr. Haryadi Suparto secara bertahap sejak tahun 2007. Museum yang terletak bersebelahan dengan ruang Departemen Ilmu Sejarah ini memiliki total koleksi benda kuno
sekitar 102 buah, arsip lebih dari 200 buah, dan beberapa jurnal serta majalah lama. Peresmian museum juga dihadiri segenap pimpinan dekanat, kasubbag, ketua prodi dan sekretaris prodi di lingkungan FIB. Dengan hadirnya Museum Sejarah & Budaya di FIB ini, sekaligus sebagai media pembelajaran utama mata kuliah Museologi. Sebelumnya di UNAIR, beberapa museum sudah lebih dulu berdiri, seperti Museum Etnografi (FISIP) dan Museum Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran (FK). Museum Sejarah & Budaya ini terbuka untuk umum, khususnya mahasiswa UNAIR sebagai media belajar alternatif selain dari perpustakaan dan ruang koleksi yang terdapat di setiap fakultas dan prodi. (*) Penulis : Ikhsan Rosyid dan Yudi Wulung Editor : Binti Q. Masruroh