Ketua dan Wakil Ketua BEM UNAIR Periode 2017 Telah Ditetapkan UNAIR NEWS – Setelah melewati sidang pemilihan yang cukup lama, Majelis Perwakilan Mahasiswa (MPM) Universitas Airlangga menetapkan ketua dan wakil ketua BEM periode 2017-2018 pada Jumat (17/3). Mereka adalah Anang Fajrul Ukhwaluddin sebagai ketua, dan Rinaldi Yoga Tamara sebagai wakil ketua. Anang Fajrul Ukhwaluddin merupakan mahasiswa Program Studi Ilmu Politik (FISIP, 2013) sedangkan Rinaldi Yoga Tamara merupakan mahasiswa Program Studi Ekonomi Islam (FEB, 2013). Keputusan ini diambil setelah melewati persidangan yang cukup alot jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Melalui tiga misi unggulannya yaitu bersinergi, bergerak dan berprestasi, pasangan Anang-Rinaldi akan menjajaki tahun 2017. “Sebanyak tiga dari tujuh poin misi utama kami yaitu sinergitas, pergerakan, dan prestasi inilah yang nantinya akan mendasari kami untuk mengemban amanah satu tahun ke depan. Semoga itu semua dapat membawa dampak positif bagi mahasiswa UNAIR maupun almamater,” jelas Anang, Ketua BEM UNAIR terpilih. Sebelumnya, sidang yang dilakukan MPM memakan waktu cukup lama. Seperti pada Jumat (10/3) pembahasan tata tertib sidang dan pemilihan, Sabtu (11/3) penyampaian hasil penjaringan suara disetiap fakultas dan pembahasan fit and proper test 1 dan 2, safari kampus dan Uji Masyarakat Kampus (UMK), Minggu (12/3) penguatan dan pelemahan calon dan sidang. Ketiga kandidat memiliki motto bervariasi. Seperti Harmoni Airlangga sebagai motto paslon 1, Kerja Bersama sebagai motto paslon 2, dan AYO Airlangga sebagai motto paslon 3. Namun,
ketiganya memiliki misi yang sama, yakni pergerakan. Tentunya, pergerakan yang mereka inginkan ialah pergerakan mahasiswa yang strategis untuk memotori UNAIR menuju World Class University. “Semoga apa yang di katakan oleh pasangan calon terpilih pada saat Fit and Proper Test, UMK, dan serangkaian acara PPK dapat direalisasikan untuk membawa ORMAWA UNAIR ke arah yang lebih baik lagi,” ujar Raditya Pratama, Ketua Panitia Pemilihan Kampus (PPK) tahun 2017. (*) Penulis : Disih Sugianti Editor
: Binti Q. Masruroh
LP4M Diskusikan Redesain Program Kuliah Kerja Nyata UNAIR NEWS – Universitas Airlangga melalui Lembaga Pengabdian, Pendidikan, Pelatihan dan Pengembangan Masyarakat (LP4M) berupaya memperbaiki sistem Kuliah Kerja Nyata Belajar Bersama Masyarakat (KKN-BBM) yang telah berjalan selama ini. Upaya perbaikan sistem tersebut dilakukan dengan menggelar Focus Group Discussion Redesign KKN-BBM UNAIR, Kamis (23/3). FGD bertempat di ruang Borobudur, Hotel Garden Palace, Surabaya, dengan membahas beberapa usulan. Untuk mematangkan hasil diskusi, LP4M mengundang Prof. DR. Haryono Suyono selaku pembina Yayasan Anugerah Kencana Buana. Dalam paparannya, Prof. Haryono mengenalkan model pemetaan pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan. Selain itu, ia juga menganjurkan agar UNAIR bisa menerapkan model pengabdian
masyarakat yang berbasis pembangunan berkelanjutan. “Ada tiga target utama dalam pembangunan berkelanjutan. Yakni target mengentaskan kemiskinan, menghapuskan kelaparan, dan mempersempit kesenjangan,” tegasnya. Dalam paparannya selanjutnya, Prof. Haryono juga menegaskan pentingnya pengabdian dengan tetap memelihara dan menyelamatkan lingkungan serta sumber daya alam. Selain itu, upaya pemerintah dalam memberikan dana desa yang sangat besar, semestinya bisa menjadi salah satu fokus pemberdayaan pada saat KKN berlangsung. “Harusnya program KKN bisa bersinergi dengan kegiatan desa dari dana desa yang ada. Alangkah indahnya jika bisa demikian,” tandasnya. “Mahasiswa bisa terlibat dalam rembuk desa dan membantu membuat pemetaan potensi di desa tempat KKN,” imbuhnya. Dalam kesempatan berbeda, ketua LP4M UNAIR Prof. Dr. H. Jusuf Irianto, Drs., M.Com., mengatakan, diskusi ini dilangsungkan guna mengembangkan format KKN-BBM UNAIR tanpa harus mengubah nilai yang sudah lama digunakan oleh UNAIR. “Kami akan mendesain KKN-BBM yang lebih efektif. Semoga KKNBBM ini bisa memberikan sumbangsih pembangunan yang berkelanjutan,” jelasnya. Wakil Rektor I UNAIR Prof. Djoko Santoso, dr., Ph.D., Sp.PD., K-GH., FINASIM., yang hadir dalam acara menuturkan, KKN-BBM merupakan sebuah model dari bentuk praktik dalam kelas. Baginya, melalui KKN-BBM dapat terbentuk kader masa depan yang berkualitas. “Tujuan dari semua ini bisa membuat masyarakat lebih mandiri. Indikatornya adalah ketika masyarakat sudah bisa memandu dirinya sendiri dalam menghadapi sebuah masalah,” paparnya. (*)
Penulis : Nuri Hermawan Editor
: Binti Q. Masruroh
Rektor: Mutu Institusi Pendidikan Dilihat dari Kualitas Lulusan UNAIR NEWS – Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga melantik sebanyak 120 orang dokter spesialis baru di Aula FK UNAIR, Kamis (22/3). Dalam kesempatan ini, Rektor UNAIR Prof. Dr. H. Mohammad Nasih MT., SE., Ak., CMA., turut menyaksikan jalannya prosesi penyerahan ijazah dokter spesialis. Di hadapan para lulusan, Prof. Nasih menyampaikan bahwa baik buruknya perguruan tinggi atau institusi dilihat dari kualitas lulusannya, reputasi serta cara masyarakat dunia menilai. Maka dari itu, kunci pencapaian ada pada upaya meningkatkan employer reputation. “Kami berharap FK UNAIR menjadi yang terbaik, paling tidak masuk 100 terbaik dunia, ini tantangan bagi kita,” ungkapnya. Dalam meningkatkan reputasi, peran alumni dinilai sangat berpengaruh. Namun dari pengamatan Prof. Nasih sejauh ini, lulusan UNAIR dinilai kurang berani dalam menonjolkan keUNAIR-annya. “Jika lulusan kita ‘melempem’ dan tidak memunculkan ke-UNAIR-annya, saya khawatir nama UNAIR di tahun 2020 tidak akan bisa bersanding dengan institusi terbaik dunia. Nama UNAIR tidak dapat terlacak di peta dunia,” ungkapnya. Dunia
kedokteran
adalah
dunia
pengabdian.
Prof.
Nasih
berharap, para dokter spesialis baru berani menampilkan hasil kerja yang optimal dalam pengabdiannya kepada masyarakat. Ketika pada akhirnya masyarakat dapat merasakan buah pengabdian dari para dokter FK UNAIR ini, dengan begitu dunia akan mengenal keunggulan UNAIR. Sementara itu, menanggapi Perpres Nomor 4 tahun 2017 yang mengatur soal wajib kerja dokter spesialis, Dekan FK UNAIR Prof. Dr. Soetojo, dr, SpU (K) berharap, para lulusan dokter spesialis ini serius untuk mengabdikan diri di wilayah terpencil. Mengingat penyebaran dokter spesialis di Indonesia belum merata dan masih terpusat di kota-kota besar, maka diberlakukannya peraturan tersebut bertujuan untuk mempercepat pemerataan tenaga kesehatan, terutama dokter spesialis, di daerah perbatasan, terluar, dan tertinggal. Karena wajib, maka semua dokter spesialis harus mengikuti program ini tanpa terkecuali. Jika tidak mengikuti program tersebut, akan dikenakan sanksi. “Bagi dokter spesialis yang tidak mengikuti program ini, maka sanksinya Surat Tanda Registrasi (STR) yang bisa digunakan untuk praktik hanya di keluarkan satu saja, harusnya dapat tiga. Akibatnya dokter tersebut hanya bisa praktik di rumah sakit yang ditentukan oleh Kemenkes,” ungkapnya. Untuk lokasi penempatan, tersedia 144 rumah sakit yang diusulkan sebagai lokasi penempatan wajib kerja dokter spesialis. “Masa kerja minimal 1 tahun. FK UNAIR kebagian wilayah jawa Timur, Maluku dan Papua Barat,” ungkapnya. Prof Soetojo menghimbau, lulusan dokter spesialis yangn baru saja dilantik ini untuk segera mendaftarkan diri. “Kami harap, meskipun para dokter spesialis ini sudah lulus dan bekerja, kalian tetap aktif mempublikasi penelitian atau laporan kasus untuk meningkatkan intensitas publikasi. Dengan begitu, dukungan alumni untuk pencapaian World Class University tetap
tersambung,” ungkapnya. Penulis: Sefya Hayu Editor: Nuri Hermawan
Berbekal Surat Tanda Registrasi, Lulusan Pengobat Tradisional Siap Hadapi Dunia Kerja UNAIR NEWS – Sebanyak 157 mahasiswa program studi D-3 Pengobat Tradisional (Battra), Fakultas Vokasi, Universitas Airlangga berhasil mendapatkan surat tanda registrasi (STR). Artinya, mereka telah diijinkan untuk melakukan praktik terhadap pasien. Penyerahan
STR
kepada
lulusan
dilangsungkan
di
Kantor
Manajemen UNAIR, Kamis (23/3). Sekadar informasi, penyerahan STR ini merupakan kali pertama bagi prodi D-3 Battra UNAIR sejak tahun 2005. Rektor UNAIR, Prof. Dr. Mohammad Nasih, menyampaikan apresiasinya terhadap para ahli madya Battra. Terbitnya STR merupakan petanda bahwa profesionalisme harus dijaga sebaik mungkin. “Surat tanda registrasi ini bisa dijadikan sebagai rujukan ketika Anda memasuki dunia kerja. Apalagi, prodi Pengobat Tradisional tak banyak ditemukan di perguruan tinggi lainnya,” tandas Nasih.
Dekan Fakultas Vokasi, Prof. Dr. Widi Hidayat, mengatakan prodi Battra UNAIR memiliki keunggulan yang tidak dimiliki perguruan tinggi lainnya. Pengobat tradisional lulusan UNAIR mempelajari empat kompetensi. “Mulai dari akupunktur, akupresur, herbal, dan nutrisi. Kalau di tempat lain, mereka hanya memiliki satu kompetensi. Hal ini yang membedakan dengan prodi sejenis di tempat lain sebagai kelebihan menghadapi dunia kerja,” terang Widi. Koordinator prodi D-3 Battra, Prof. Dr. Suhariningsih, mengatakan bahwa alumni Battra UNAIR telah bekerja di 36 puskesmas Kota Surabaya yang telah memiliki Poli Battra. Berdasarkan data tahun 2015, sebanyak 70 persen, ahli Battra bekerja sesuai bidangnya, yaitu jasa pelayanan kesehatan. Selain di pelayanan, mereka berkiprah di pemerintahan, dan wirausaha. “Persebarannya, mayoritas di Jawa Timur sebesar 95,83 persen. Bagi alumni sebelumnya jika ingin mendapatkan STR, tentu harus ujian kompetensi dari empat kompetensi di Battra,” terang Suharingsih. Sejak lebih dari satu dekade yang lalu, sebanyak 231 ahli madya Battra telah lulus dari UNAIR. Mereka banyak dibekali dengan keahlian penting demi memenuhi kebutuhan masyarakat. “Seperti yang telah saya jalani untuk program terapi dalam bakti sosial yang rutin dilakukan di Gereja Marinus Yohanes, Kenjeran. Keahlian yang saya dapatkan dari Battra UNAIR akan membantu meningkatkan skill saya,” tutur Dian, alumnus Battra UNAIR. Penulis: Helmy Rafsanjani Editor: Defrina Sukma S
Rumah Sakit di Vietnam Tawarkan Kerjasama Dengan FK UNAIR UNAIR NEWS – Beberapa waktu lalu, Asra Al Fauzi, M.D., Ph.D, FICS, IFAANS dan dr Achmad Fahmi Ba’abud SpBS dari Surabaya Neuroscience Institute (SNeI) Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RSUD Dr. Soetomo Surabaya berkunjung ke sejumlah rumah sakit di Vietnam. Dalam lawatannya, Asra dan Fahmi menyaksikan perkembangan pelayanan kedokteran di negara dengan jumlah penduduk terbanyak kedua di Asia Tenggara setelah Indonesia itu. Rumah Sakit Viet Duc dan Rumah Sakit Francais de Hanoi di Vietnam menjadi salah satu lokasi kunjungan tim SNel selama beberapa hari. Dalam agenda lawatan itu, Asra maupun Fahmi banyak melakukan diskusi medis bahkan perbincangan mengenai wacana kerjasama ‘mutualisme’ dengan sejumlah rumah sakit di sana. Rencana kerjasama antara kedua belah pihak ini juga terbentuk atas ide dari rumah sakit terkait. Minimnya tenaga dokter bedah saraf, serta tingginya tuntutan rumah sakit untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan yang optimal, mendorong sejumlah rumah sakit di Vietnam segera melakukan kerjasama dengan FK UNAIR. Tentu, hal ini berbeda dengan apa yang sudah ditempuh oleh FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo. “Banyak sekali problem kesehatan di Vietnam. Kami tidak punya dokter dengan spesialisasi tertentu,” ujar dr Dai Ha Deputi Departemen Bedah Saraf RS Viet Duc kala itu. Beberapa spesialisasi yang cukup ‘langka’ di Vietnam adalah
bidang bedah saraf endovaskuler dan neurofungsional. Mengingat minimnya tenaga dokter spesialis di sana, maka dua kasus ini lebih sering ditangani oleh dokter bedah saraf biasa, seperti kasus parkinson dan gangguan pergerakan lain. “Yang jelas, Vietnam sangat tertarik belajar ke Indonesia. Kami ingin mengirim dokter untuk belajar neurofungsional ke Indonesia,’’ tambahnya. Mereka belum mampu menggunakan deep brain stimulation (DBS) atau alat khusus yang ditanam di otak untuk mengurangi movement disorder. Hal ini berbeda dengan Indonesia yang sudah menjadi pionir dalam menangani kasus parkinson di tingkat Asia Tenggara. Kerjasama ‘Mutualisme’ Asra berharap, langkah kerja sama FK UNAIR dengan Vietnam dapat menghasilkan kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak, terlebih lagi bagi Indonesia di masa mendatang. Diantaranya bidang pendidikan dan penelitian. “Beberapa rumah sakit di Vietnam berencana akan mengadakan fellowship program dengan FK UNAIR. Ini menunjukkan bahwa kita mampu membawa nama Indonesia di kancah internasional. Sudah saatnya kita go international,” katanya Asra ditemui UNAIR NEWS Senin (20/3). Selain bertukar pengetahuan, FK UNAIR juga berkesempatan mengirim ‘dokternya’ ke sana dan hadir sebagai visiting professor di berbagai rumah sakit di Vietnam. “Dalam proses transfer knowledge, kalau tidak bisa datang langsung maka kita bisa manfaatkan teknologi telekonfereni. Dalam jangka panjang, Vietnam menjadi pangsa pasar kita,” ujar Asra. Bahkan Asra menambahkan, tidak menutup kemungkinan pasien dari Vietnam dapat ditangani di Surabaya. Melalui kerjasama ini,
dokter dari Indonesia juga dapat berkesempatan bekerja di Vietnam. “L’Hopital Francais de Hanoi menawari para dokter di Indonesia untuk bekerja di Vietnam. Tidak ada syarat harus bisa berbahasa lokal,” ungkapnya. Selain itu, bidang penelitian di Vietnam juga akan menjadi ‘bidikan’ kerja sama. Sebut saja penelitian di bidang stem cell atau sel punca yang selama ini sudah sering dilakukan di Universitas Airlangga-RSUD dr Soetomo. Di Surabaya, antrean pasien layanan stem cell sudah mencapai tiga bulan dengan jumlah pasien empat orang per hari. FK UNAIR sudah banyak bergerak melayani pasien stem cell. Sementara rumah sakit di Hanoi baru sebatas melakukan penelitiannya saja. “Kami sangat kagum. Anda (FK UNAIR, -red) telah melakukan banyak hal. Kami tunggu risetnya untuk dipublikasikan,’’ ujar Presiden Asosiasi Neurologi Hanoi sekaligus Kepala Departemen Neurologi RS Bach Mai Prof Le Van Thinh Ph.D. Sementara itu, Lucien Blanchard General Manager RS Francais de Hanoi mengungkapkan, pihaknya akan terus berusaha menambah fasilitas. Saat ini dibangun gedung baru dengan tujuh lantai. Beberapa lahan di sekitar rumah sakit sudah tertutup seng. Bahkan diperkirakan dalam dua tahun ke depan pasca selesainya pembangunan, rumah sakit tersebut otomatis membutuhkan banyak dokter. “Saya akan sangat membuka diri kalau dokter Indonesia mau bekerja di sini,” tegas Blanchard. Pasca pertemuan tersebut, tim dokter dari Indonesia akan diundang untuk menghadiri konferensi dokter bedah se-ASEAN di Hanoi pada akhir tahun mendatang. Dari situlah, kerja sama dan kolaborasi dunia medis antara Vietnam dan Indonesia akan dilanjutkan. (*) Penulis : Sefya Hayu
Editor
: Binti Q. Masruroh
Mahasiswa Prodi Perpustakaan Menang One Pride MMA TV One UNAIR NEWS – Santoso, mahasiswa yang tergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Jujitsu Universitas Airlangga berhasil memenangkan kompetisi bergengsi One Pride Indonesian Mixed Martial Arts (MMA) di kelas 52 kg. Acara yang diselenggarakan di Jakarta (18/3) itu diikuti oleh 40 peserta dari beragam daerah di Indonesia. Sebagian besar dari mereka, berasal dari akademi non perguruan tinggi. Kompetisi tersebut terbagi dalam beberapa kategori/kelas, diantaranya kelas 52 kg, 60 kg, dan 77 kg. Mahasiswa Program Studi D-3 Perpustakaan ini mengaku, untuk mengikuti ajang bergengsi tersebut ia harus mengikuti berbagai seleksi. Setidaknya ada tiga tahapan seleksi yang diikuti Santoso. Pertama seleksi di Surabaya, kedua seleksi di Solo, dan terakhir audisi di Jakarta. “Di Surabaya saya dapat grade C, begitu pula di Solo. Namun saya tidak patah semangat untuk merealisasikan impian saya. Sebelum audisi di Jakarta saya berlatih lagi dengan keras dan memperbaiki teknik saya dalam pukulan, tendangan, bantingan dan kuncian. Dan Alhamdulillah saya mendapatkan grade B,” ujar Santoso ditemui UNAIR NEWS, Selasa (21/3). Latihan persiapan pertandingan diakui Santoso sangat berat. Sehari-hari ia berlatih dengan gerakan-gerakan jogging, skipping, dan latihan teknik pukulan.
“Saya latihan setiap jam 5 pagi sebelum kuliah, jogging atau lari pagi sejauh 5 km. Sore harinya jogging ditambah skipping 25 menit, dan melatih teknik pukulan, bayangan dan boxing,” ujar Santoso. One Pride Indonesia MMA merupakan event bergengsi tempat bertemunya petarung-petarung di Indonesia. Ajang yang diselenggarakan tiap tahun ini tak hentinya menyedot banyak atlet untuk unjuk kemampuan beladiri. “Yang pasti saya senang dan bangga. Semoga selalu bisa membanggakan orang tua dan UKM Universitas Airlangga,” ungkapnya. (*) Penulis : Akhmad Janni Editor
: Binti Q. Masruroh
Potensi Tiga Paska Kampus
Sektor
Dunia
“DIAKUI atau tidak, hampir sebagian besar pandangan mengatakan bahwa tujuan perkuliahan adalah untuk mencetak tenaga kerja yang terampil dan kompeten” (Yanfaune Ade) Sebagai pembuka pada tulisan ini penulis ingin memperkecil lingkupannya tentang bagaimana identitas mahasiswa, terutama jurusan kedokteran dan medical dalam memaksimalkan potensinya paska kampus. Bagi penulis, niat seorang calon mahasiswa untuk berkuliah: apakah untuk menjadi calon tenaga kerja, calon peneliti, atau bahkan bukan keduanya. Namun ada pertanyaan yang hadir ketika membahas niat tersebut. Apakah kita sudah memilih dan
memaksimalkan dengan tepat tentang tempat yang kita pilih? Sebelum menuju kesana, penulis akan menjelaskan basic dari dunia kerja terlebih dahulu. Di dalam dunia medical, terdapat dua komponen besar yang menjadi tolok ukur keberhasilan pelaku kesehatan. Yaitu, terdiagnosa oleh penyakit apa, dan bagaimana pengobatannya. Kedua poin ini menjadi syarat mutlak dalam menempuh dunia praktisi. Tahapan ini bisa ditempuh ketika sudah menempuh pendidikan profesi. Menurut Dr. M. Sohibul Iman, sarjana dan calon sarjana harus mampu bernalar global solutif dalam memberdayakan Indonesia kelak. Menurutnya, ranah mahasiswa paska dunia kampus terbagi menjadi tiga sektor, yaitu sektor publik, sektor privat, dan sektor ketiga. Berangkat
dari
sektor
privat,
sektor
ini
mempunyai
fleksibilitas dan tingkat keleluasaan lebih besar. Privat lebih dikenal dengan sektor swasta, yang bergelut di bidang perekonomian, mulai dari bidang produksi hingga distribusi barang dan jasa. Contoh sektor privat ini adalah perusahaan, UKM, koperasi, dan wiraswasta mandiri. Sedangkan di dunia pemerintahan dan sektor publik, komponennya adalah pengambilan suatu kebijakan. Publik menyerupai kinerja pemerintah dalam keputusannya. Ambillah contoh zoonosis. Misalkan bagaimana menekan angka zoonosis di suatu wilayah, bagaimana proses terjadinya penyebaran zoonosis, berapa penaksiran kerugian terhadap kejadian itu, siapa pihak yang sebaiknya bertanggung jawab, dan poin besar membedakannya adalah peran serta potensi kebijakan yang dapat dimaksimalkan demi mendukung suatu wilayah bebas dari penyakit zoonosis. Berbeda lainnya dengan sektor ketiga. Sektor ini sering dikaitkan dengan NGO (Non Goverment Organization) atau sebuah instansi atau lembaga yang bergerak dinamis karena berlandasan nonprofit. Sektor ini berfokus pada pengembangan masyarakat
dengan tujuan tertentu. Arah geraknya pun cenderung lebih mulia, berisikan mereka yang ingin berkontribusi lebih melalui pelayanan masyarakat. Ketiga sektor tersebut bisa ditempuh dengan start dan pembekalan yang berbeda. Tentu, memilih untuk melanjutkan jenjang pendidikan lebih tinggi mampu menjadi batu loncatan terhadap sektor. Tetapi, apakah selama proses akademik berlangsung, pihak pertama diperkenalkan kemudian diarahkan kepada tiga sektor tersebut? Mari Kita Evaluasi. Penulis berasumsi pihak pertama sebagai mahasiswa adalah pihak innocent secara garis halus. Belum memahami secara mendalam terkait ketiga sektor itu, maka perubahannya dimulai dari sistem dan lingkungan. Sistem dan lingkungan diangkat dari proses selama 4 tahun kuliah plus co-assistent. Menyinggung dengan manusia dan sistem, maka secara teologis tidak akan lepas dari yang namanya pengkaderan. Pengkaderan mempunyai etiologi berbeda dengan mengajarkan. Mengkader harus memenuhi dua komponen, sumber daya manusia (SDM), dan proses mencapai tujuan. Di
dalam
perguruan
tinggi,
pengkaderan
dilalui
dengan
berberapa tahap. Sebut saja salah satunya masa orientasi pengenalan kampus. Penggiringan mahasiswa yang dibawa menuju dunia paska kampus kerap sekali tidak diarahkan untuk menjadi salah satu dari ketiga sektor tersebut, melainkan berorientasi terhadap satu-dua sektor. Hingga yang terburuk, mayoritas mahasiswa hingga akhir perkuliahannya belum menentukan sektor mana yang akan menjadi tombak hasil akhir dengan gelar sarjana. “Bergeraklah seperti BJ Habibie menemukan “Faktor Habibie”, menentukan dan menekuni suatu bidang di awal sebuah proses” Ternyata kesepahaman sektor di lingkungan kampus sendiri
menjadi ibarat grassland yang cenderung sama. Selama perkuliahan, sebagian besar ruang lingkup sektor sering diperkecil menjadi kurang terbuka. Hal ini tergolong positif. Tetapi jika semuanya diarahkan pada satu-dua sektor maka potensi jumlah mahasiswa kesehatan dengan kebutuhan masyarakat akan mengalami penyimpangan skala. Padahal sektor ketiga, dan sektor pemerintahan publik membutuhkan jauh lebih banyak dokter yang expert pada ranah bidangnya. Jangan sampai pihak luar dengan jurusan ilmu sosial yang sengaja dirancang orientasinya terhadap pejabat publik kelak menempatkan tahta kokoh besar hubungannya dengan kesehatan. Momentum ini tentu menyebabkan suatu perkara tidak akan selesai jika dikerjakan oleh bukan pakarnya. Lingkungan juga mempunyai pengaruh besar terhadap pengkaderan mahasiswa. Dosen dan saudara seprofesi ternyata menentukan keberlanjutan sektor pilihan. Belum lagi membahas gender. Lalu persaingan asing dengan negara berkompetensi jauh melebihi Indonesia. Oleh karena itu, ketiga sektor ini harus kembali ditanamkan pada masa pengkaderan hingga proses perkuliahan selesai. Ketiga sektor ini mempunyai peran sama penting, dan memaksimalkan potensi mahasiswa di jalur-jalur itu menjadi tugas bersama untuk mewujudkan Indonesia lebih baik dan bermartabat. (*) Editor: Bambang Bes (* Wahyu Hidayat, adalah penggiat kegiatan kemahasiswaan di Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga.
Menjadi Khalifah Terbaik di Hadapan Allah UNAIR NEWS – Allah menurunkan Alqur’an itu untuk memberikan pedoman, aturan, dan petunjuk kepada manusia tentang segala hal dalam hidup dan mengelola dunia ini, sehingga manusia tinggal menyesuaikan aturan itu dalam bidang pekerjaan masingmasing. Dalam petunjuk-NYA sudah pula disebutkan tanggungjwab kita, yaitu bukan hanya kepada pribadi tetapi juga kepada Sang Pemberi Amanah. ”Sebagai manusia, untuk itu mari kita berusaha menjadi khalifah terbaik di hadapan Allah,” demikian diserukan Ustadz Rifhan Halili dalam ceramahnya pada pengajian bulanan Universitas Airlangga yang dilaksanakan di Ruang Exellence With Morality Fakultas Psikologi, kampus B UNAIR, Rabu (22/3). Dalam tausiah bertema “Strategi Meningkatkan Kualitas Kerja dan Kualitas Hidup dengan Berpedoman pada Alqur’an dan Hadits” ini dihadiri 258 sivitas akademika UNAIR. Karena Allah sudah memberikan pedoman, aturan, dan petunjuk hidup, maka Allah pula mengawasi umat yang telah diberi amanah tersebut. Ini cara Allah agar bagaimana manusia menjalankan petunjuk-NYA. Untuk itu, kata Ustadz Rifhan, Allah mengawasi manusia melalui empat lapisan. Lapisan pertama, Allah mengawasi secara langsung. Lapisan kedua, Allah mengawasi dengan mengutus malaikat-malaikat-NYA. Lapis ketiga, Allah mengawasi dengan mengirim semua yang terlihat kepada kita (manusia). Wujud nyata itu adalah semua anggota tubuh kita, seperti yang termaktub dalam Surat Yasin ayat 65: “Al yauma nahtimu `alaa afwaahihim wa tukallimunaa aidiihim wa tasyhadu arjuluhum bimaa kaanuu yaksibuun” bahwa “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.”
”Jadi semua anggota tubuh kita nanti itu akan bersaksi kepada Allah. Sekarang ini anggota tubuh kita masih merekam segala yang kita lakukan,” lanjut Ustadz Rifhan. Lapisan yang keempat, Allah mengawasi dengan menyediakan sesuatu yang tampak jelas di depan kita: yaitu alam semesta. Sehingga kelak di hari pertimbangan, lingkungan di sekitar kita, tanah yang kita pijak, air yang kita pakai, tanaman di sekitar kita, semua memberi kesaksian tentang kita kepada Allah. Ini sesuai Firman Allah dalam Surat Az Zalzalah. Kerja Sebagai Ibadah Dalam kaitan dengan tema yang dikedepankan, Ustadz Rifhan mengajak kita untuk senantiasa mampu menggerakkan tubuh ini sebagai gerakan ibadah, termasuk ketika digunakan untuk bekerja menjalankan pekerjaan masing-masing. Baik itu dalam ibadah mahdhah (karena Allah dengan syariatnya) maupun ibadah ghairu mahdhah yaitu segala amalan yang diizinkan oleh Allah, misalnya belajar mencari ilmu, berdzikir, bekerja, tolongmenolong, dan berbuat baik lainnya. ”Berangkat bekerja, ke kantor, sebaiknya diniatkan untuk ibadah, karena melaksanakan pekerjaan dan berguna bagi orang lain serta mencari nafkah. Yang berdagang hendaknya juga tidak curang. Jadi mulai kita bangun tidur, melaksanakan aktivitas, akan makan, akan masuk kamar mandi, sampai kembali akan tidur lagi, pun ada doa-doa yang sudah diberikan,” katanya. Dengan semua gerak kita niatkan sebagai ibadah kepada Allah, maka hendaknya kita juga bisa memberikan yang terbaik. Kata Allah, manusia merupakan mahkluk yang terbaik di muka bumi, sehingga sudah seharusnya kepada Sang Pencipta kita juga memberikan yang terbaik. ”Itulah sebabnya, untuk menggapai sukses di akherat kelak, maka syaratnya harus sukses terlebih dahulu saat masih di dunia. Ibadahnya seperti apa, perilaku dan tabiatnya bagaimana, jadi sukses sebagai yang terbaik,” kata Ustadz
Rifhan Halili. (*)