9
BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A.
Kajian Pustaka
1.
Manajemen Operasional
1.1
Pengertian Manajemen Operasional Menurut Anoraga (2009) Manajemen operasional adalah seluruh aktivitas
untuk mengatur dan mengkoordinir faktor – faktor produksi secara efektif dan efisien untuk dapat menciptakan dan menambah nilai dan benefit dari produk (barang atau jasa) yang dihasilkan oleh sebuah organisasi. Sedangkan menurut Eddy Herjanto (2007) Manajemen operasi adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan pembuatan barang, jasa, dan kombinasinya, melalui proses transformasi dari sumber daya produksi menjadi keluaran yang diinginkan. 1.2
Fungsi Manajemen Operasional Di dalam suatu unit usaha dikenal adanya berbagai macam fungsi yang
saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya, diantaranya terdapat tiga fungsi pokok yang selalu yang dijumpai, yaitu : 1. Pemasaran (marketing) Yaitu merupakan ujung tombak dari unit usaha, sebab bagian ini langsung berkaitan dengan konsumen. Keterkaitan ini dimulai dari identifikasi kebutuhan konsumen (jenis dan jumlah) maupun pelayanan dan pengantaran produk ke tangan konsumen.
10
2. Keuangan (finance) yang bertanggung jawab atas perolehan dana guna pembiayaan aktifitas inti suatu usaha serta pengelolaan dana secara ekonomis sehingga kelangsungan dan perkembangan unit usaha dapat dipertahankan. 3. Produksi (Operation) yang merupakan penghasil dari produk atau jasa yang akan dipasarkan kepada konsumen. 2.
Manajemen Supply Chain
2.1
Pengertian Manajemen Supply Chain Terdapat sejumlah definsi dari rantai pasok dan hal ini dapat diuraikan
sebagai berikut : Chopra (2013) menyatakan rantai pasok terdiri dari semua pihak yang telibat baik secara langung maupun tidak langsung, dalam memenuhi kebutuhan dari konsumen. Rantai pasok tidak hanya meliputi manufaktur dan para pemasok, tetapi juga meliputi perusahaan pengangkutan, pergudangan, pengusaha retail, dan juga konsumen itu sendiri. Dalam setiap organisasi tersebut, seperti di dalam manufaktur, rantai pasok meliputi semua fungsi yang terlibat dalam menerima dan memenuhi keinginan dari konsumen. Fungsi-fungsi ini antara lain, pengembangan produk baru, pemasaran, operasi, distribusi, keungan, dan pelayanan konsumen. Levi (2009) menyatakan rantai pasok adalah sistem dari pemasok, manufaktur,
transportasi,
distributor,
dan
vendor
yang
eksis
untuk
mentrasnformasikan bahan mentah menjadi produk jadi dan bagian dari rantai
11
pasok yang berada setelah proses manufakturing dikenal dengan nama jaringan distribusi. Manajemen rantai pasok sangat peduli dengan integrasi yang efisien antara seluruh pihak yang terlibat di dalam rantai pasok sehingga dapat menghsilkan dan mendistribusi produk dan jasa dengan jumlah yang tepat, lokasi yang tepat, dan waktu yang tepat dalam rangka meminimasi total biaya sistem dan memenuhi tingkat pelayanan yang dibutuhkan oleh kosumen. Penekanan minimasi biaya ini tidak sederhana dan dapat dicapai dengan hanya meminimasi biaya transportasi atau mengurangi inventori; tetapi lebih dari itu, rantai pasok harus mencoba pendekatan sistem untuk meningkatkan keuntungannya (Levi, 2009). Dalam hal ini perlu adanya trade-off antara minimasi biaya transportasi dan mengurangi inventori untuk mencapai keuntungan secara sistem. 2.2
Poros Penggerak Supply Chain Untuk memahami bagaimana perusahaan dapat meningkatkan kinerja dari
rantai pasoknya dalam konteks responsiveness dan effectiveness, hal pertama yang harus dipahami adalah fungsi dari berbagai poros penggerak (driver) didalam rantai pasok. Secara rinci, dari rantai fungsi dari berbagai poros penggerang (driver) didalam rantai pasok dapat diuraikan sebagai berikut (Chopra, 2013) 1. Fasilitas Fasilitas merupakan lokasi fisik dari jaringan rantai pasok; tempat suatu produk di produksi, di rakit, atau difabrikasi. Terdapat dua tipe dari
12
fasilitas yaitu lokasi proses produksi dan lokasi gudang atau tempat penyimpanan. Keputusan tentang peran, lokasi, kapasitas, dan fleksibilitas dari suatu fasilitas akan memiliki dampak terhadap kinerja dari rantai pasok. Sebagai contoh, distributor dari suatu suku cadang otomotif yang dituntut untuk sangat responsif terhadap permintaan dari konsumen akan memiliki banyak fasilitas gudang yang berlokasi dekat dengan konsumen walaupun hal ini akan mengurangi tingkat efisiensi. Dalam kasus lain, distributor yang efisien akan memiliki sedikit gudang untuk meningkatkan efisiensi, walaupun hal ini akan menguragi tingkat responsiveness dari distributor tersebut. 2. Persediaan Di dalam rantai pasok, persediaan dapat dibedakan menjadi bahan baku, barang setengah jadi, dan barang jadi. Perubahan kebijakan dalam persediaan dapat merubah tigkat efisiensi dan tingkat responsiveness dari rantai pasok secara dramatis. Sebagai contoh, retail pakaian jadi dapat menjadi suatu retail yang sangat responsif jika dia menyimpan persediaan dalam jumlah banyak dan memuaskan kebutuhan konsumen dari persediaan tersebut. Namun demikian, jumlah persediaan yang banyak akan meningkatkan biaya operasional dari retail terebut yang pada akhirnya membuat retail tersebut kurang efisien. Dilain pihak, mengurangi jumlah persediaan akan membuat retail lebih efisien tetapi akan mengurangi tingkat responsiveness dari retail tersebut.
13
3. Transportasi Transportasi menyebabkan terjadinya pergerakan persediaan dari satu titik ke titik lainnya di dalam rantai pasok. Transportasi dapat terjadi dari sejumlah kombinasi moda dan rute, dan masing masing kombinasi moda dan rute tersebut akan memiliki kinerja yang berlainan satu sama lain. Pemilihan transportasi mempunyai dampak yang sangat besar terhadap tingkat efisiensi dan efektivitas dari rantai pasok. Sebagai contoh, sebuah perusahaan dapat mengirinkan barang-barangnya dengan menggunakan moda transportasi yang cepat seperti FedEx sehigga rantai pasok yang dimiliki oleh perusahaan tersebut mempunyai tingkat responsiveness yang tinggi. Namun demikian, pengiriman dengan menggunan FedEx akan menyebabkan rantai pasok terbebani dengan biaya yang tinggi. Alternatif lainnya, perusahaan dapat menggunakan moda transportasi yang lebih lambat untuk mengirimkan produknya; hal ini membuat rantai pasok yang dimiliki perusahaan efisien tetapi memiliki tingkat responsiveness yang terbatas. 4. Teknologi informasi Teknologi informasi terdiri atas data dan analisis tentang fasilitas, persediaan, transportasi, biaya, harga, dan konsumen dari rantai pasok. Informasi merupakan poros penggerak terbesar di rantai pasok karena informasi mempengaruhi secara langsung poros penggerak lainnya dari rantai pasok. Informasi memberikan manajemen kesempatan untuk menjadikan sebuah rantai pasok menjadi sangat responsif dan sangat
14
efisien.Sebagai contoh, dengan infomasi tentang pola permintaan dari konsumen, sebuah perusahan farmasi dapat memproduksi dan menyimpan obat-obatan untuk mengantisipasi berbagai permintaan dari konsumen, yang membuat rantai pasok yang dimilikinya menjadi sangat responsif karena konsumen senantiasa dapat menemukan obat-obatan yang mereka perlukan.Informasi tentang permintaan ini sekaligus membuat rantai pasok menjadi lebih efisien karena perusahaan farmasi dapat meramalkan dengan lebih baik jumlah permintaan dari konsumen dan hanya memproduksi sesuai dengan jumlah permintaan tersebut.Informasi juga dapat membuat rantai pasok menjadi lebih efisien dengan menyediakan manajer pilihan untuk melakukan pembelian, dimana perusahaan dapat memilih alternatif pemasok yang sesuai dengan kebutuhan mereka namun dengan harga yang paling murah. 5. Sourcing Sourcing adalah pemilihan siapa yang akan melakukan suatu aktivitas rantai pasok tertentu seperti produksi, penyimpanan, transportai, dan manajemen informasi. Pada tingkatan strategik, keputusan tentang sourcing akan menentukan aktivitas mana yang akan dilakukan oleh perusahaan dan aktivitas mana yang akan dilakukan oleh pihak ketiga. Keputusan tentang sourcing akan mempengaruhi tingkat responsivitas dan efisiensi dari rantai pasok. Flextronik, sebuah perusahaan kontrak manufaktur dibidang elektoronik, mempunyai keinginan untuk dapat menawarkan responsivitas sekaligus efektivitas kepada konsumennya.
15
Flexronik mencoba untuk membuat fasilitas produksinya di Amerika Serikat, dengan tetap mempertahankan keberadaan dari sejumlah fasilitas produksinya di negara-negara berbiaya rendah.Flextronik berharap dapat menjadi sumber yang efisien bagi semua konsumen dengan menggunakan kombinasi tersebut. 6. Harga Harga menentukan seberapa banyak perusahaan dapat memberikan harga pada barang dan jasa yang dihasilkannya yang membuat barang dan jasa tersebut tersedia di dalam rantai pasok. Harga akan mempengaruhi perilaku
dari
pembeli
barang
dan
jasa,
dan
selanjutnya
akan
mempengaruhi kinerja dari rantai pasok. Sebagai contoh, jika perusahan transportasi menawarkan harga yang berbeda-beda berdasarkan pada lead time yang diberikan kepada konsumen, maka akan sangat mungkin bahwa konsumen yang sangat mementingkan efisinsi akan melakukan pemesanan diawal dan konsumen yang sangat mementingkan responsivitas akan menunggu dan melakukan pemesanan di akhir waktu sebelum produk tersebut benar-benar perlu untuk dikirimkan. 3.
Manajemen Logistik
3.1
Pengertian Manajemen Logistik Manajemen Logistik merupakan bagian proses Supply Chain yang
berfungsi untuk merencanakan, melaksanakan, mengendalikan keefisienan dan keefektifan aliran dan penyimpanan barang, pelayanan dan informasi terkait dari titik permulaan (point of-origin) hingga titik konsumsi (point of-consumption)
16
dalam tujuannya untuk memenuhi kebutuhan para pelanggan Amin Widjaja Tunggal (2010). 3.2
Ativitas Logistik Adapun aktivitas-aktivitas utama logistik menurut Miranda dan Amin
Widjaja Tunggal (2007) yaitu: a. Customer Service (Pelayanan Pelanggan) b. Demand Forecasting (Peramalan Permintaan) c. Inventory Management (Manajemen Persediaan) d. Logistics Communication (Komunikasi Logistik) e. Material Handling (Penanganan Material) f. Order Processing (Proses Pemesanan) g. Packaging (Pengemasan) h. Dukungan komponen dan jasa i. Pemilihan lokasi dan gudang j. Procurement/Purchasing k. Reverse Logistics l. Transportasi m. Gudang dan Penyimpanan
17
4. Ekspor dan Impor 4.1 Pengertian Ekspor Pengertian ekspor yaitu perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dalam keluar wilayah Pabean suatu Negara ke Negara lain dengan memenuhi ketentuan yang berlaku Djauhari Ahsjar (2007). Sedangkan menurut Tjarsim Adisasmita (2007) Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. 4.2 Pengertian Impor Pengertian impor menurut Djauhari Ahsjar (2007) yaitu memasukkan barang dari luar negeri kedalam wilayah Pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Sedangkan menurut Andi Susilo (2008) secara harafiah impor bisa diartikan sebagai kegiatan memasukkan barang dari suatu negara (luar negeri) ke dalam wilayah pabean negara lain. Hal ini berarti melibatkan 2 (dua) negara berbeda dan juga peraturan serta perundangundangan. 5.
ASEAN Economic Community (Departemen Perdagangan RI, Menuju ASEAN Economic Community 2015) Integrasi ekonomi merupakan langkah penting bagi pencapaian ASEAN
Eonomic Community (AEC) yang berdaya saing dan berperan aktif dalam
18
ekonomi global. Sedangkan momentum menuju terwujudnya AEC 2015 tentunya tidak lepas dari peranan dari ASEAN sebagai organisasi regional sebagai “kendaraan” untuk mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu sebelum membahas lebih lanjut tentang AEC itu sendiri, maka kita akan mengawali tentang sejarah ASEAN dan sejarah lahirnya konsep AEC 2015. 5.1
Sejarah Pembentukan ASEAN Sejak dulu, secara geopolitik dan geoekonomi, kawasan Asia Tenggara
memiliki nilai yang sangat strategis. Namun sebelum ASEAN didirikan, berbagai konflik kepentingan juga pernah terjadi diantara sesama negara-negara Asia Tenggara. Dilatar belakangi oleh hal itu, negara-negara Asia Tenggara menyadari perlunya dibentuk kerjasama untuk meredakan rasa saling curiga dan membangun rasa saling percaya, serta mendorong kerjasama pembangunan kawasan. Pada bulan Agustus tahun 1967, lima Menteri Luar Negeri yang berasal dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand mengadakan pertemuan di Bangkok yang menghasilkan rancangan Joint Declaration, yang pada intinya mengatur tentang kerjasama regional di kawasan tersebut. Sebagai puncak dari pertemuan tersebut, maka pada tanggal 8 Agustus 1967 ditanda tangani Deklarasi ASEAN atau dikenal sebagai Deklarasi Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri Malaysia dan paara Menteri Luar Negeri dari Indonesia, Filipina, Singapura dan Thailand. Brunei Darussalam kemudian bergabungpada tanggal 8 Januari 1984, Vietnam pada tanggal 28 Juli
19
1995, Lao PDR dan Myanmar pada tanggal 23 Juli 1997, dan Kamboja pada tanggal 30 April 1999.1 Tujuan dibentuknya ASEAN seperti yang tercantum dalam Deklarasi Bangkok adalah unuk : 1. Mempercepat
pertumbuhan
ekonomi,
kemajuan
sosial
serta
pengembangan kebudayaan di kawasan inni melalui usaha bersama alam semangat kesamaan dan persahabatan untuk memperkokoh landasan sebuah masyarakat bangsa-bangsa Asia Tenggara yang sejahtera dan damai; 2. Meningkatkan
perdamaian
dan
stabilitas
regional
dengan
jalan
menghormati keadilan dan tertib hukum di dalam hubungan antar negaranegara di kawasan ini serta memauhi prinsip-prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa; 3. Meningkatkan kerjasama yang aktif dan saling membantu dalam masalahmasalah yang menjadi kepentingan bersama di bidang-bidang ekonomi, sosial, teknik, ilmu pengetahuan dan administrasi; 4. Saling memberikan bantuan dalam bentuk sarana-sarana pelatihan dan penelitian
dalam
bidang-bidang
pendidikan,
profesi,
teknik
dan
administrasi; 5. Bekerjasama secara lebih efektif guna meningkatkan pemanfaatan pertanian dan industri mereka, memperluas perdagangan dan pengkajian
20
masalah-masalah komoditi internasional, memperbaiki sarana-sarana pengangkutan dan komunikasi, serta meningkatkan taraf hidup rakyat mereka; 6. Memajukan pengkajian mengenai Asia Tenggara, dan; 7. Memelihara kerjasama yang erat dan berguna dengan berbagai organisasi internasional dan regional yang mempunyai tujuan serupa, dan untuk menjajagi segala kemungkinan untuk saling bekerjasama secara erat diantara mereka sendiri. 5.2
Kesepakatan-kesepakatan Ekonomi ASEAN Sejak awal pembentukannya, ASEAN secara intensif menyepakati
berbagai kesepakatan dalam bidang ekonomi. Diawali dengan kesepakatan Preferential Tariff Arrangement (PTA) pada tahun 1977. Kesepakatan yang cukup menonjol dan menjadi cikal bakal visi pembentukan ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015 adalah disepakatinya Common Effective Preferential Tariff – ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA) pada tahun 1992 dengan target implementasi semula tahun 2008, kemudian dipercepat menjadi tahun 2003 dan 2002 untuk ASEAN-6. Pada tahun 1995 ASEAN memasukkan bidang
jasa
dalam
kesepakatan
kerjasamanya
yang
ditandai
dengan
ditandatanganinya AFAS, selanjutnya tahun 1998 disepakati pula kerjasama dalam bidang investasi AIA. Pada tahun 1997, para Kepala Negara ASEAN menyepakati ASEAN Vision 2020 yaitu mewujudkan kawasan yang stabil, makmur dan berdaya saing tinggi dengan
21
pembangunan ekonomi yang merata yang ditandai dengan penurunan tingkat kemiskinan dan perbedaan sosial ekonomi (ASEAN Summit, Kuala Lumpur, Desember 1997). Kemudian pada tahun 2003, kembali pada pertemuan Kepala Negara ASEAN disepakati 3 pilar untuk mewujudkan ASEAN Vision 2020 yang dipercepat menjadi 2015 yaitu : (1) ASEAN Economic Community, (2) ASEAN Political-Security Community, (3) ASEAN Socio-Cultural Community (ASEAN Summit, Bali, Oktober 2003). Pada bulan Januari 2007, para Kepala Negara sepakat mempercept pencapaian AEC dari tahun 2020 menjadi tahun 2015. Pada tahun yang sama ditandatangani ASEAN Charter and AEC Blueprint, ASEAN-China FTA (Services), dan ASEAN-Korea FTA (Services). 5.3
Proses Menuju Kesepakatan ASEAN Economic Community Pada Konferensi Tingkat Tinggi KTT ke-2 ASEAN tanggal 15 Desember
1997 di Kuala Lumpur, Malaysia, para pemimpin ASEAN mengesahkan Visi ASEAN 2020 dengan tujuan antara lain sebagai berikut : 1. Menciptakan Kawasan Ekonomi ASEAN yang stabil, makmur dan memiliki daya saing tinggi yang ditandai dengan arus lalu lintas barang, jasa-jasa dan investasi yang bebas, arus lalu lintas modal yang lebih bebas, pembangunan ekonomi yang merata serta mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi. 2. Mempercepat liberalisasi perdagangan di bidang jasa.
22
3. Meningkatkan pergerakan tenaga professional dan jasa lainnya secara bebas di kawasan. Bali Concord II Krisis keuangan dan ekonomi yang terjadi di kawasan Asia Tenggara pada periode 1997-1998 memicu kesadaran negara-negara ASEAN mengenai pentingnya peningkatan dan penguatan kerjasama intra kawasan. ASEAN Economic Community merupakan konsep yang mulai digunakan dalam Declaration of ASEAN Concord II (Bali Concord II), di Bali, bulan Oktober 2003. Kemudian ASEAN baru mengadopsi Bali Concord II pada KTT ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003 yang menyetujui pembentukan ASEAN Community. Pembentukan Komunitas ASEAN ini merupakan bagian dari upaya ASEAN untuk lebih mempererat integrasi ASEAN. Selain itu, juga merupakan upaya ASEAN untuk menyesuaikan cara pandang agar dapat lebih terbuka dalam membahas permasalahan domestik yang berdampak kepada kawasan tanpa meninggalkan prinsip-prinsip utama ASEAN yaitu saling menghormati (mutual respect), tidak mencampuri urusan dalam negeri (non-interfence), konsensus, dialog dan konsultasi. Pada tanggal 13 Januari 2007 dalam KTT ke-12 di Cebu, Filipina, para Pemimpin ASEAN juga menyepakati percepatan pembentukan ASEAN Economic Community dari tahun 2020 menjadi tahun 2015 dalam rangka memperkuat daya saing ASEAN dalam menghadapi kompetisi global.
23
AEC Blueprint merupakan pedoman bagi negara-negara anggota ASEAN untuk mencapai AEC 2015 yang ditanda tangani tanggal 20 November 2007. AEC Blueprint memuat empat pilar utama, yaitu : 1. ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen aliran bebas barang, jasa, dan investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas; 2. ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi yang tinggi dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual pengembangan infrastruktur, perpajakan dan e-commerse; 3. ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untuk negara-negara Kamboja, Myanmar, Laos, dan Vietnam, dan; 4. ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global. Dari keempat pilar tersebut, saat ini pilar pertama yang masih menjadi perhatian utama ASEAN. Oleh karenanya pilar tersebut akan dibahas secara komprehensif.
24
5.4
Elemen Pasar Tunggal dan Berbasis Produksi Sebagai Salah Satu Pilar ASEAN Economic Community Untuk mewujudkan AEC 2015, seluruh negara ASEAN harus melakukan
liberalisasi perdagangan barng, jasa, investasi, tenaga kerja terampil secara bebas, sebagaimana digariskan dalam AEC Blueprint. Arus Bebas Barang Arus bebas barrang merupakan salah satu elemen utama AEC Blueprint dalam mewujudkan AEC dengan kekuatan pasar tunggal dan berbasis produksi. Komponen arus perdagangan bebas tersebut meliputi penurunan dan penghapusan tarif secara signifikan maupun penghapusan hambatan non-tarif sesuai skema AFTA. Disamping itu, perlu dilakukan peningkatan fasilitas perdagangan ASEAN seperti prosdur kepabeanan, melalui pembentukan dan penerapan ASEAN Single Window (ASW), serta mengevaluasi Skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT) Rules of Origin (ROO), maupun melakukan harmonisasi standard dan kesesuaian (standard and conformance). Untuk mewujudkan hal tersebut, Negara-negara Anggota ASEAN telah menyepakati ASEAN Trade in Goods Agreement ATIGA) pada pertemuan KTT ASEAN ke-14 tanggal 7 Februari 2009 di Chaan, Thailand. ATIGA
yang
diharapkan
mulai
berlaaku
efektif
180
hari
setelah
penandatanganannya pada tanggal 27 Februari 2009 bertujuan untuk : 1. Mewujudkan kawasan arus barang yang bebas sebagai salah satu prinsip untuk membentuk pasar tunggal dan basis produksi dalam AEC 215 yang dituangkan dalam AEC Blueprint;
25
2. Meminimalkan hambatan dan memperkuat kerjasama diiantara Negaranegara Anggota ASEAN; 3. Menurunkan biaya usaha; 4. Menciptaka perdagangan dan investasi dan efisiensi ekonomi; 5. Menciptakan pasar yang lebih besar dengan kesempatan dan skala ekonomi yang lebih besar untuk para pengusaha di Negara-negara Anggota ASEAN, dan; 6. Menciptakan kawasan investasi yang kompetitif. Disamping tujuan dan manfaat dari ATIGA tersebut, Indonesia juga akan menghadapi tantangan sebagai konsekuensi dari diterapkannya ketentuan arus barang bebas. Dengan semakin terintegrasinya pasar ASEAN, Indonesia harus meningkatkan daya saingnya dengan : 1. Menciptakan efisiensi, efektifitas, dan kualitas produksi; 2. Menciptakan iklim usaha yang kondusif dalam rangka meningkatkan daya saing; 3. Memperluas jaringan pemasaran 4. Meningkatkan kemampuan dalam penguasaan teknologi informasi dan komunikasi termasuk promosi pemasaran dan lobby Komitmen-komitmen Utama dalam ATIGA 1. Penurunan dan penghapusan tarif seluruh produk intra ASEAN, kecuali produk yang masuk dalam kategori Sensitive List (SL dan Highly Sensitive List (HSL), dilakukan sesuai jadwal dan komitmen yang telah
26
ditetapkan dalam petsetujuan CEPT-AFTA dan digariskan dalam the Roadmap for Integration of ASEAN (RIA). 2. Fasilitas yang diberikan dalam kerangka EPT hanya dapat dinikmati oleh produ-produk yang berasal dari Negara Anggota ASEAN, yang dibuktikan dengan Certificate Rules of Origin (Form D). Disamping itu, ROO juga bermanfaat
untuk
implementasi
kebijakan
“anti-dumping”
dan
“safeguard”; statistik perdagangan; penerapan prsyaratan “labelling” dan “marking”; dan pengadaan barang oleh pemerintah. 3. Penghapusan seluruh hambatan non-tarif. Untuk itu masing-masing Negara Anggota diminta untuk : a. Meningkatkan transparansi dengan mematuhi ASEAN Protocol on Notification Procedure; b. Menetapkan ASEAN surveillance Mechanism yang efektif; c. Tetap pada komitmen untuk standstill and roll-back; d. Menghapus hambatan non-tarif yang dilakukan melalui 3 tahap (ASEAN-5 : 2009,2010,2011, Filipina :2010,2011,2012, CMLV : 2013,2014,2015/2018) e. Meningkatkan transparansi NON-Tariff Measures (NTMs); f. Konsisten dengan International Best Practices. 4. Trade Facilitation Dengan adanya fasilitas perdagangan ini diharapkan akan tercipta suatu lingkungan yang konsisten, transparan dan dapat diprediksi bagi transaksi perdagangan internasional sehingga dapat meningkatkan perdagangan dan
27
kegiatan usaha termasuk usaha kecil dan menengah (UKM), serta menghemat waktu dan biaya transaksi. 5. Integrasi Kepabeanan Rencana Strategis Pegembangan Kepabeanan untuk periode 2005-2010 difokuskan pada : (a) pengintegrasian struktur kepabeanan, (b) modernisasi klasifikasi tarif, penilaian kepabeanan dan penentuan asal barang serta mengembangkan ASEAN e-Customs, (c) kelancaran proses kepabeanan, (d) penguatan kemampuan SDM, (e) peningkatan kerjasama dengan organisasi internasional terkait, (f) pengurangan perbedaan sistem dalam keepabeanan diantara Negara-negara ASEAN, dan (g) penerapan teknik pengelolaan resiko dan kontrol bebas audit (PCA) untuk trade facilitation. 6. ASEAN Single Window Merupakan sistem elektronik yang akan mengintegrasikan informasi berkaitan
dengan
proses
penanganan
dokumen
kepabeanan
dan
pengeluaran barang, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis
yang
meliputi
sistem
kepabeanan,
perijinan,
kepelabuhan/kebandarudaraan dan sistem lain yang terkait dengan proses penanganan dokumen kepabeanan dan pengeluaran barang. 7. Standard, Technical Regulation and Conformity Assessment Procedures Setiap Negara Anggota ASEAN diharapkan dapat menetapkan dan menerapkan ketentuan-ketentuan mengenai standar, peraturan teknis dan
28
prosedur penilaian kesesuaian yang diharapkan dapat mengurangi hambatan yang tidak diperlukan dalam membangun pasar tunggal dan basis produksi regional ASEAN. 8. Sanitary and Phytosanitary Measures Kebijakan SPS dimaksudkan untuk memfasilitasi perdagangan dengan melindungi kehidupan dan kesehatan manusia, hewan atau tumbuhan sesuai dengan prinsip yang ada dalam persetujuan SPS dalam WTO untuk mencapai komitmen-komitmen sebagaimana tercantum dalam ASEAN Economic Blueprint. 9. Trade Remedies Setiap Negara Aggota diberikan hak dan kewajiban untuk menerapkan kebijakan pemulihan perdagangan antara lain berupa anti-dumping, bea imbalan (terkait dengan subsidi) dan safeguard. 6.
Dwelling Time Import Container Dwelling Time adalah waktu yang dihitung mulai dari
suatu peti kemas (kontainer) dibongkar dan diangkat (unloading) dari kapal sampai peti kemas tersebut meninggalkan terminal melalui pintu utama (World Bank, 2011). Sedangkan standard internasional import container dwell time adalah lama waktu peti kemas (kontainer) berada di pelabuhan sebelum memulai perjalanan darat baik menggunakan truk atau kereta api (Nicoll, 2007).
29
DWELLING TIME
Gambar 2.1 Urutan Proses Impor Sumber : Bea Cukai Import container dwelling time memegang peranan penting karena berhubungan langsung dengan lama waktu yang harus dilalui oleh peti kemas saat masih berada di dalam terminal untuk menunggu proses dokumen, pembayaran dan proses Bea Cukai.
7.
Penelitian terdahulu
Penelitian tentang dwelling time di pelabuhan Tanjung priok dilakukan oleh Afif Artakusuma (2012) .Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi import container dwelling time di Pelabuhan Peti Kemas Jakarta International Container Terminal (JICT) Tanjung Priok baik secara keseluruhan maupun untuk masingmasing jalur barang yaitu jalur merah, kuning, hijau, MITA Non-Prioritas, dan MITA Prioritas dengan data sekunder yang didapatkan dari Laboratorium Rekayasa Transportasi ITB. Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa komponn pre-clearance memiliki kontribusi paling besar terhadap dwelling time pada bulan Januari & Februari 2012 dan dari hasil statistik dari kedua bulan tersebut, dapat disimpulkan bahwa peti kemas jalur hijau memiliki kontribusi paling besar terhadap import container dwelling time di Pelabuhan Peti Kemas
30
Jakarta International Container Terminal (JICT) Tanjung Priok, dengan total hampir separuh dari keseluruhan jumlah peti kemas yang ada di JICT.
Penelitian lainnya mengenai perusahaan multinasional terkait dengan ASEAN Economic Community dilakukan oleh Calista Helsa Karjono (2014). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kondisi lingkungan bisnis perusahaan, untuk mengetahui pengaruh kondisi lingkungan terhadap strategi yang digunakan perusahaan, untuk mengetahui strategi yang digunakan perusahaan dalam menjalankan bisnis dan meningkatkan pangsa pasarnya, dan untuk mengetahui sejauh mana dampak isu AEC terhadap operasi Uti Indonesia. Kesimpulan dari penelitian ini adalah (1) Logisitik Indonesia memiliki banyak kekurangan dan pemberlakuan AEC akan membawa dampak baik bagi logistik Indonesia. Kebijakan-kebijakan yang dibuat dalam AEC dapat membantu Indonesia dalam meningkatkan arus barang, jasa, dan memperbaiki kondisi yang berhubungan dengan logistik, mulai dari hhukum, infrastruktur, dan lain-lain; (2) Perubahan yang terjadi dengan diberlakukannya AEC akan mengubah sistem secara keseluruhan. Perubahan kebijakan dalam AEC akan mengubah sistem ekonomi menjadi lebihliberal dan tentunya juga akan mempengaruhi sosial budaya masyarakat. Kondisi sosial budaya masyarakat ini berubah sehubungan dengan diberlakukannya pasar tunggal dalam kawasan ASEAN yang akan semakin menyamakan kondisi pasar negara-negara ASEAN. Diberlakukannya AEC juga akan meningkatkan penggunaan serta penemuan teknologi di negaranegara ASEAN; (3) Bagi Uti, perubahan di atas membawa dampak tersendiri. Logistik, sebagai salah satu sektor yang diprioritaskan, tentunya akan lebih
31
diusahakan untuk bisa bertumbuh dan kondisi ini akan mendatangkan banyak pesaing baru, serta mendorong pemain lama untuk semakin agresif dalam menjalankan bisnisnya; (4) Perubahan yang ditimbulkan AEC juga akan membawa dampak lain, yaitu akan membuka peluang Uti dalam mendapatkan klien baru serta memungkinkan Uti untuk semakin memperbaiki citranya agar dapat menjadi pemimpin pasar freight forwarding di Indonesia; (5) Bagi Uti, peluang yang didapat dari pemberlakuan AEC tentnya akan membawa dampak baik bagi perusahaan. Akan tetapi, perusahaan tidak menampik bahwa belum ada persiapan khusus yang dibrlakukan menjelang pemberlakuan AEC karena belum adanya kejelasan mengenai peraturan baru di bidang logistik. Perusahaa hanya berusaha untuk memberikan yang terbaik mengingat persaingan yang semakin ketat; (6)Dalam usaha memenangkan persaingan, perusahaan menggunakan strategi
diferensiasi,
yaitu
memberikan
hubungan
baik
dengan
solusi
terkonstumisasi dan sistem IT yang dapat membantu kesluruhan logistik klien; (7) Untuk menghadapi AEC, perusahaan berusaha untuk melakukan yang terbaik dengan strategi yang telah ada dengan menawarkan teknologi yang lebih baik dan berusaha untuk memberikan harga yang semakin bersaing.
B.
Rerangka Pemikiran
Berdasarkan landasan teori dan kajian terhadap penelitian terdahulu, maka disusun suatu kerangka pemikiran teori mengenai penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini menggunakan AEC sebagai variabel moderator dengan dwelling
32
time sebagai variabel independent dan perkembangan bisnis sebagai variabel dependent. Adapun kerangka pemikiran tersebut adalah sebagai berikut :
Pelabuhan Tanjung Priok
Pre Clearance
Custom Clearance
Post Clearance
Dwelling Time
ASEAN Economic Community 2015
Perkembangan Bisnis PT. Denso Sales Indonesia
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Sumber : Data Diolah
C.
Hipotesis
Menurut Sugiyono (2014) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.
33
Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Panjangnya birokrasi, adanya penjaluran, dan infrastruktur yang kurang memadai merupakan faktor yang berpengaruh terhadap dwelling time di pelabuhan Tanjung Priok. 2. Dwelling time berpengaruh signifikan terhadap perkembangan bisnis di PT. Denso Sales Indonesia. 3. ASEAN Economic Community memoderasi pengaruh dwelling time di pelabuhan Tanjung Priok terhadap perkembangan bisnis di PT. Denso Sales Indonesia.