BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. KAJIAN PUSTAKA 1. TEORI AGENSI Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan di dalam teori agensi (agency theory) bahwa perusahaan merupakan kumpulan kontrak (nexus of contract) antara pemilik sumber daya ekonomis (principal) dan manajer (agent) yang mengurus penggunaan dan pengendalian sumber daya tersebut. Menurut Meisser, et al., (2006:7) hubungan keagenan ini mengakibatkan dua permasalahan yaitu : (a) terjadinya informasi asimetris (information asymmetry), dimana manajemen secara umum memiliki lebih banyak informasi mengenai posisi keuangan yang sebenarya dan posisi operasi entitas dari pemilik; dan (b) terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest) akibat ketidak samaan tujuan, dimana manajemen tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan pemilik. Menurut Eisenhard (1989), teori keagenan dilandasi oleh 3 (tiga) buah asumsi yaitu : a. Asumsi tentang sifat manusia
9 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
10
Asumsi tentang sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat untuk mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai risiko (risk aversion) b. Asumsi tentang keorganisasian Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria produktivitas, dan adanya Asymmetric Information (AI) antara prinsipal dan agen. c. Asumsi tentang informasi. asumsi tentang informasi adalah bahwa informasi dipandang sebagai barang komoditi yang bisa diperjual belikan. Inti dari Agency Theory atau teori keagenan adalah pendesainan kontrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen dalam hal terjadi konflik kepentingan (Scott, 1997). Berdasarkan hal tersebut dalam penyaluran kredit dimana bank menjadi agen dalam menyalurkan kredit dan pemilik bank adalah sebagai principal kadang memiliki konflik kepentingan dalam hal alokasi kredit dimana pemilik memiliki kepentingan mendapatkan return yang maksimal dan manajemen memiliki kepentingan lain dalam hal alokasi penyaluran kredit dan dengan data dan informasi yang ada dapat dianalisa pengaruh variable-variabel dalam penyaluran kredit dalam sektor UMKM apakah terdapat penyaluran kredit yang maksimal terhadap sektor UMKM sesuai kepentingan pemilik oleh karena itu perlu didesain
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
11
kontrak yang mengakomodasi kepentingan pemilik dan telah disepakati dengan manajemen. 2. BANK `
Para ahli dalam bidang perbankan memberikan definisi mengenai bank yang
berbeda-beda, tetapi mempunyai tujuan yang sama. Menurut Darmawi (2011:27), bank adalah perusahaan yang kegiatan pokoknya adalah menghimpun uang dari masyarakat dan memberikan kredit kepada masyarakat. Menurut undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah “badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”(Kasmir,2014) Dijelaskan dalam UU Pokok perbankan nomor 7 tahun 1992 dan ditegaskan lagi dengan keluarnya undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 maka jenis perbankan terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan adalah umum, dalam arti dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Begitu pula dengan wilayah operasinya dapat dilakukan diseluruh wilayah. Bank umum sering juga disebut bank
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
12
komersil (commercial bank). (Kasmir,2012) Kegiatan usaha yang dapat dilaksanakan oleh Bank Umum: 1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. 2. Memberikan kredit. 3. Menerbitkan surat pengakuan utang. 4. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya: 5. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah. 6. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya. 7. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan antar pihak ketiga. 8. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga. 9. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak. 10. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
13
11. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat. 12. Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 13. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu Bank Umum dapat pula: 1. Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 3. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, dan 4. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
14
3. KREDIT DAN KREDIT UMKM Kebutuhan yang dimiliki manusia selalu meningkat, sedangkan kemampuan dan alat untuk memenuhinya sifatnya terbatas. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan tersebut, seseorang dapat dibantu dimudahkan untuk memenuhinya yaitu dengan jalan dibantu dari aspek permodalannya dalam bentuk kredit. Dalam buku manajemen perbankan (Kasmir,2012) Menurut asal mulanya, kata kredit berasal dari kata credere yang artinya adalah kepercayaan, maksudnya adalah apabila seseorang memperoleh kredit, berarti mereka memperoleh kepercayaan. Sementara itu bagi si pemberi kredit artinya memberikan kepercayaan kepada seseorang bahwa uang yang dipinjamkan pasti kembali. Menurut undang undang perbankan nomor 10 tahun 1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kredit merupakan sejumlah nominal tertentu yang dipercayakan kepada pihak lain dengan penangguhan waktu tertentu yang dalam pembayarannya akan disertakan adanya tambahan berupa bunga sebagai kompensasi atas risiko yang ditanggung oleh pihak yang memberikan pinjaman. Bahwa didalam pemberian kredit, unsure kepercayaan adalah hal yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
15
sangat mendasar yang menciptakan kesepakatan antara pihak yang memberikan kredit dan pihak yang menerima kredit untuk dapat melaksanakan hak dan kewajiban yang telah disepakati, baik dari jangka waktu peminjaman sampai masa pengembalian kredit serta imbalan yang diperoleh pemberi pinjaman sebagai risiko yang ditanggung jika terjadi pelanggaran atas kesepakatan yang telah dibuat. Maka unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian kredit adalah sebagai berikut (Kasmir, 2004) : 1. Kepercayaan Kepercayaan yaitu keyakinan pemberi kredit yang diberikan akan benarbenar diterima kembali di masa yang akan datang. 2. Kesepakatan Kesepakatan ini terjadi antara pihak pemberi kredit dan penerima kredit yang dituangkan dalam suatu perjanjian yang berisi hak dan kewajiban masingmasing pihak. 3. Jangka Waktu Setiap kredit yang diberikan pasti memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
16
4. Risiko Penyebab tidak tertagih sebenarnya dikarenakan adanya suatu tenggang waktu pengembalian (jangka waktu). Semakin panjang jangka waktu suatu kredit semakin besar risikonya demikian pula sebaliknya. Risiko ini menjadi tanggungan perusahaan, baik risiko yang disengaja oleh nasabah yang lalai, maupun risiko yang tidak disengaja. 5. Balas Jasa Balas jasa merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa tersebut yang kita kenal dengan nama bunga. Pemberian kredit untuk usaha Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) diatur dalam peraturan bank Indonesia Nomor 14/22/PBI/2012 tentang pemberian kredit atau pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Kredit UMKM adalah kredit atau pembiayaan yang diberikan kepada pelaku usaha yang memenuhi kriteria Usaha Mikro,Kecil, dan Menengah. Kriteria UMKM adalah sebagai berikut (Totok Budisanto,2014). o Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro, yaitu:
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
17
1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau 2) Memiliki
hasil
penjualan tahunan paling banyak Rp.
300.000.000,00 (tiga ratus juga rupiah). o Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian, baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil, yaitu: 1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.00,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah ) tidak termasuk bangunan tempat usaha; atau 2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000 ( dua milyar lima ratus juta rupiah). o Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian, baik langsung maupun tidak langsung
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
18
dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan, yaitu: 1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah( sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan yang tempat usaha; atau 2) Memiliki
hasil
penjualan
tahunan
lebih
dari
Rp
2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) Kredit kepada usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan kredit dengan karakteristik yang berbeda dengan kredit kepada usaha besar dan korporasi. Pada saat ini, bank yang lebih memiliki pengalaman dan komitmen untuk memberikan kredit kepada usaha mikro,kecil, dan menengah adalah Bank Perkreditan Rakyat serta beberapa bank umum saja. Karakteristik kredit kepada usaha mikro,kecil dan menengah ini secara umum adalah (Totok budisantoso, 2014): 1) Memerlukan persyaratan penyerahan agunan yang lebih lunak Usaha mikro,kecil dan menengah biasanya akan mengalami kesulitan untuk menyerahkan agunan tambahan. Agunan yang paling mungkin untuk dijadikan jaminan hanyalah agunan utama, atau objek yang dibiayai dengan fasilitas kredit. Agunan utama ini bukanlah agunan yang secure bagi pihak
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
19
bank karena biasanya tidak dapat dipasarkan, nilainya tidak stabil, dan sulit sekali dikendalikan kepemilikannya. 2) Memerlukan metode monitoring kredit yang khusus Usaha mikro,kecil dan menengah biasanya memiliki keterbatasan dalam kemampuan administratif, pencatatan dan perencanaan. Sebagai contoh, laporan keuangan adalah sesuatu yang jarang bisa ditemukan dalam usaha mikro. Hal-hal tersebut cenderung menyebabkan pihak bank perlu merancang suatu metode monitoring sendiri yang tidak dapat disamakan dengan usaha skala menengah dan besar yang lebih terorganisasi. Kegiatan monitoring ini berarti
memerlukan
keterampilan
khusus
dari
pejabat
bank
untuk
menjembatani karakter usaha kecil yang sering kali kurang bankable dengan kebutuhan bank untuk selalu memiliki informasi tentang kondisi usaha debitur dan fasilitas kreditnya. 3) Cenderung menimbulkan biaya pelayanan kredit yan relatif lebih tinggi Kenyataan karakteristik pada butir 1 dan 2 diatas, pada akhirnya cenderung menimbulkan biaya pelayanan kredit per nilai kredit tersalur yang relatif lebih tinggi, demikian juga biaya kredit perdebitur juga menjadi relatif tinggi. 4) Memerlukan persyaratan persetujuan kredit yang lebih sederhana Keterbatasan akses informasi, biaya aplikasi kredit dibandingkan nilai kredit yang relatif besar, dan mungkin juga karena keterbatasan tingkat pendidikan calon debitur menyebabkan proses pengajuan dan persetujuan kredit menjadi lebih sederhana dan cepat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
20
Prosedur pemberian kredit menurut Kasmir (2007:113) adalah : 1. Pengajuan berkas-berkas. 2. Penyelidikan berkas pinjaman. 3. Wawancara ke I. 4. Pemeriksaan lapangan (on the spot). 5. Wawancara ke II. 6. Keputusan kredit. 7. Penandatanganan kredit atau perjanjian lainnya. 8. Realisasi kredit. 9. Penyaluran atau penarikan. Penjelasan dari prosedur pemberian kredit adalah : 1. Pengajuan berkas-berkas. Dalam hal ini pemohon kredit yang dituangkan dalam suatu proposal kemudian dilampirkan dengan berkas-berkas lainnya yang dibutuhkan. 2.Penyelidikan berkas pinjaman. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah berkas yang diajukan sudah lengkap sesuai dengan persyaratan dan sudah benar. 3.Wawancara ke I. Merupakan penyelidikan kepada calon peminjam dengan langsung
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
21
berhadapan dengan calon peminjam, untuk menyakini apakah berkasberkas tersebut sesuai dan lengkap seperti dengan yang bank inginkan. 4.Pemeriksaan lapangan (tempat). Merupakan kegiatan pemeriksaan lapangan dengan meninjau berbagai objek dijadikan usaha atau jaminan, sehingga apa yang kita lihat dilapangan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. 5.Wawancara ke II. Merupakan kegiatan perbaikan berkas jika mungkin ada kekurangankekurangan pada saat setelah dilakukan on the spot dilapangan. 6.Keputusan kredit. Menentukan apakah kredit akan diberikan atau ditolak, jika diterima maka diprinsipkan administrasinya bagi kredit yang ditolak maka hendaknya dikirim surat penolakan sesuai dengan alasannya masing-masing. 7.Penandatanganan kredit atau perjanjian lainnya. Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari keputusan kredit, maka sebelum kredit dicairkan maka terlebih dahulu calon nasabah mendatang akad kredit mengikat jaminan dengan hipotik dan surat perjanjian atau pernyataan yang dianggap perlu. 8.Realisasi kredit. Diberikan setelah pendatanganan surat-surat yang diperlukan dengan membuka rekening giro atau tabungan dibank yang bersangkutan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
22
9.Penyaluran atau penarikan. Pencairan atau pengembalian uang dari rekening sebagai realisasi dari pemberian kredit dan dapat diambil ketentuan dan tujuan kredit. 4. CAPITAL ADEQUACY RATIO (CAR) Dalam melakukan penyaluran kredit ,sebaiknya manajemen memperhatikan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan penilaian tingkat kesehatan bank (Pandia, 2012:173). Salah satu penilaian tingkat kesehatan bank adalah CAR (Capital Adequacy Ratio). Bagi bank, modal menjadi faktor yang penting untuk pengembangan usaha dan menjaga kemungkinan timbulnya risiko, salah satu risiko yang mungkin timbul adalah risiko kredit macet. CAR menunjukkan kecukupan modal bank dalam menanggung risiko yang mungkin timbul akibat aktivitas operasional bank (Sari, 2013). Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio permodalan yang menunjukkan kemampuan bank dalam menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian dana yang diakibatkan oleh kegiatan operasi bank (Ali, 2004). Semakin tinggi CAR maka semakin besar pula sumber daya finansial yang dapat digunakan untuk mengantisipasi potensi kerugian yang diakibatkan oleh penyaluran kredit. Dengan kata lain besarnya nilai CAR akan meningkatkan kepercayaan diri perbankan dalam menyalurkan kredit. Dengan CAR diatas 20%, perbankan bisa memacu pertumbuhan kredit hingga 20 - 25 persen setahun (Wibowo,2009).
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
23
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor: 14/18/PBI/2012 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum, bank wajib menyediakan modal minimum yang dihitung dengan menggunakan rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) atau biasa yang disebut juga dengan Capital Adequacy Ratio (CAR), yang rinciannya adalah sebagai berikut : 1. Sebesar 8% (delapan persen) dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk Bank dengan profil risiko peringkat 1 (satu). 2. Sebesar 9% (sembilan persen) sampai dengan kurang dari 10% (sepuluh persen) dari ATMR untuk Bank dengan profil risiko peringkat 2 (dua). 3. Sebesar 10% (sepuluh persen) sampai dengan kurang dari 11% (sebelas persen) dari ATMR untuk Bank dengan profil risiko peringkat 3 (tiga). 4. Sebesar 11% (sebelas persen) sampai dengan 14% (empat belas persen) dari ATMR untuk Bank dengan profil risiko peringkat 4 (empat) atau peringkat 5 (lima). Menurut surat edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 CAR dirumuskan sebagai berikut :
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
24
5. Loan to Deposit Ratio (LDR) Irmayanto (2001), suatu lembaga keuangan dinyatakan liquid apabila lembaga keuangan tersebut dapat memenuhi kewajiban hutang, dapat membayar kembali semua deposan serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan tanpa terjadi penangguhan. Salah satu cara untuk mengetahui likuiditas lembaga keuangan adalah dengan melihat LDR. LDR adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diperoleh oleh bank. Loan Deposit Ratio (LDR) tersebut dapat menilai seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Dengan kata lain, seberapa penuh pemberian kredit kepada nasabah kredit dapat mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang telah digunakan oleh bank untuk memberikan kredit. Amilia dan Herdiningtyas (2005) Loan Deposit Ratio (LDR) digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank dengan cara membagi jumlah kredit dengan jumlah dana. Loan Deposit Ratio (LDR) merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan suatu bank dalam menyediakan dana kepada debiturnya dengan modal yang dimiliki
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
25
oleh bank maupun dana yang dapat dikumpulkan dari masyarakat. Ketentuan LDR menurut Bank Indonesia adalah maksimum 110% (Achmad dan Kusno, 2003). Semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah yang diperlukan untuk membiayai kredit menjadi semakin besar. Rasio ini juga merupakan indikator kerawanan dan kemampuan dari suatu bank. Sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari Loan Deposit Ratio (LDR) suatu bank adalah sekitar 80%. Namun batas toleransi berkisar antara 85% dan 100%. Agus Sawir (2001), dalam membicarakan masalah LDR maka yang perlu diketahui adalah tujuan penting dari perhitungan LDR. Tujuan perhitungan LDR adalah untuk mengetahui serta menilai sampai berapa jauh suatu bank memiliki kondisi sehat dalam menjalankan operasi atau kegiatan usahanya. Dengan kata lain LDR digunakan sebagai suatu indikator untuk mengetahui tingkat kerawanan suatu bank. Asumsi yang dipegang teguh sampai saat ini dalam praktek perbankan di Indonesia yaitu pemberian kredit bank hendaknya tidak dibiayai dengan dana jangka pendek seperti call money. Argumentasi yang mendasari pemikiran itu adalah pemberian dana dalam bentuk pinjaman berjangka waktu yang panjang atau lama dan tidak dapat ditarik sewaktu-waktu serta mungkin tidak dilunasi oleh debitur.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
26
Bank-bank yang menggunakan call money sebagai sumber dana pinjaman akan dihadapkan pada risiko yang cukup tinggi jika terjadi pengetatan likuiditas sebagaimana yang terjadi tahun 1990. Itu berarti dengan LDR, dapat diketahui sampai seberapa besar ketergantungan bank terhadap jangka pendek yang berisiko tinggi serta dapat mengancam posisi likuiditas bank yang bersangkutan. Dalam kaitan ini, kerawanan posisi LDR dari suatu bank tidak hanya ditentukan oleh penggunaan dana jangka pendek sebagai sumber pembiayaan pinjaman jangka panjang, tetapi juga ikut ditentukan oleh struktur dana pihak ketiga bank yang bersangkutan. Sebagai contoh, jika dana deposito pada suatu bank dalam jumlah relatif besar hanya dimiliki oleh seorang atau beberapa orang tertentu, hal ini dapat membahayakan posisi likuiditas bank tersebut, sekalipun LDR bank yang bersangkutan di bawah 100%. Besarnya Loan Deposit Ratio (LDR) dinyatakan dalam rumus sebagai berikut : LDR =
Kredit merupakan total kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidaktermasuk antar bank). Dana pihak ketiga giro, tabungan dan deposito (tidaktermasuk antar bank). 6. Non Performing Loan (NPL)
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
27
Kelancaran debitur dalam membayar kewajibannya, yaitu pokok angsuran dan bunga, adalah sebuah keharusan. Karena bank merupakan lembaga intermediasi perbankan yang tugasnya menampung dan menyalurkan dana dari dan ke masyarakat. Sehingga pembayaran kredit oleh debitur merupakan sebuah keharusan agar kegiatan operasional bank tetap dapat berjalan dengan lancar. Apabila terjadi banyak penunggakan pembayaran kredit oleh debitur maka berarti bank tidak bisa mendapatkan kembali modal yang telah dikeluarkannya, dan hal ini tentu saja dapat mempengaruhi tingkat kesehatan bank dan bisa berefek pada penurunan tingkat kepercayaan masyarakat. Tingkat kesehatan bank merupakan hal yang penting yang harus diusahakan oleh manajemen bank. Pengelola bank diharuskan memantau keadaan kualitas aktiva produktif yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kesehatannya (Harlen Butar-butar dan Aris Budi Setyawan). Penilaian terhadap kualitas aktiva produktif didasarkan pada tingkat kolektibilitas kreditnya. Penggolongan kolektibilitas aktiva produktif sampai sejauh ini hanya terbatas pada kredit yang diberikan. Ukuran utamanya adalah ketepatan pembayaran kembali pokok dan bunga serta kemampuan debitur baik ditinjau dari usaha maupun nilai agunan kredit yang bersangkutan (Syahyunan, 2002). Bank sendiri sudah memiliki kriteria dalam memberi penilaian dan menggolongkan kemampuan debitur, dalam mengembalikan pembayaran pokok atau
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
28
angsuran dan bunga sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati, yang diatur dalam Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia Nomor 31/147/KEP/DIR tahun 1998. Dalam surat keputusan tersebut kredit digolongkan menjadi lima, yaitu lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet. Tingkat
kolektibilitas
kredit
yang dianggap bermasalah
dan
dapat
mengganggu kegiatan operasional adalah kredit macet atau dikenal dengan Non Performing Loan (NPL) yang mana merupakan persentase kredit bermasalah (dengan kriteria kurang lancar, diragukan dan macet terhadap total kredit yang disalurkan). NPL ini dapat juga diartikan sebagai pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan baik akibat faktor kesengajaan yang dilakukan oleh debitur maupun factor ketidaksengajaan yang berasal dari faktor luar (Meydianawathi, 2006). Rasio Non Performing Loan (NPL) ini dapat diformulasikan sebagai berikut :
Komponen kredit bermasalah di atas merupakan kredit yang kolektibilitasnya digolongkan ke dalam tingkat kurang lancar, diragukan, dan macet. Bank yang mengalami peningkatan penyaluran kredit akan memiliki kemungkinan adanya Non Performing Loan yang meningkat sejalan dengan beban. Hal tersebut tentu saja akan mempengaruhi pertumbuhan modal bank. Selain besarnya beban operasional dan meningkatnya NPL yang dapat mempengaruhi pertumbuhan modal, terdapat faktor lain yang mempengaruhi jumlah
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
29
modal yaitu pembagian deviden yang tidak seimbang dengan laba ditahan karena modal bersih bank mencerminkan jumlah dana yang akan disalurkan kembali kepada masyarakat (Budiawan, 2008). 7. Hubungan Capital Adequacy Ratio (CAR) Terhadap Penyaluran Kredit UMKM Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio permodalan yang menunjukkan kemampuan bank dalam menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian dana yang diakibatkan oleh kegiatan operasi bank (Ali, 2004). Semakin tinggi CAR maka semakin besar pula sumber daya finansial yang dapat digunakan untuk keperluan pengembangan usaha dan mengantisipasi potensi kerugian yang diakibatkan oleh penyaluran kredit. Secara singkat bisa dikatakan besarnya nilai CAR akan meningkatkan kepercayaan diri perbankan dalam menyalurkan kredit. Dengan CAR diatas 20%, perbankan bisa memacu pertumbuhan kredit hingga 20% – 25% setahun (Wibowo, 2009). Kiat yang banyak ditempuh oleh bank untuk memperkuat CAR dalam rangka menggenjot ekspansi kredit pada tahun berikutnya adalah dengan penerbitan obligasi subordinasi (subdebt) dan right issue (Investor Daily, 2009). Menurut Soedarto (2004) dan Budiawan (2008), CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap kredit perbankan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
30
8. Hubungan Loan Deposit Ratio (LDR) terhadap Penyaluran Kredit UMKM. LDR adalah rasio keuangan perusahaan perbankan yang berhubungan dengan aspek likuiditas. LDR merupakan perbandingan antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima bank (Dendawijaya, 2001). Dengan kata lain, LDR digunakan untuk mengukur jumlah dana pihak ketiga yang disalurkan dalam bentuk kredit. Jika bank mempunyai LDR yang sangat tinggi, maka bank akan mempunyai risiko tidak tertagihnya pinjaman yang tinggi pada titik tertentu bank akan mengalami kerugian (Susilo,2000). Oleh karenanya Bank Indonesia telah menetapkan standar untuk LDR yaitu berkisar antara 85 % sampai dengan 93 %. 9. Hubungan Non Performing Loan (NPL) terhadap Penyaluran Kredit UMKM Non Performing Loan (NPL) merupakan rasio yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam meng-cover risiko kegagalan pengembalian kredit oleh debitur (Darmawan, 2004). NPL mencerminkan risiko kredit, semakin tinggi tingkat NPL maka semakin besar pula risiko kredit yang ditanggung oleh pihak bank (Ali, 2004). Keberadaan NPL dalam jumlah yang banyak memberikan kesulitan sekaligus menurunkan tingkat kesehatan bank yang bersangkutan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
31
Oleh sebab itu, bank dituntut untuk selalu menjaga kreditnya agar tidak masuk dalam golongan kredit bermasalah (NPL). Resiko yang dihadapi bank merupakan resiko tidak terbayarnya kredit yang disebut dengan default risk atau resiko kredit. Meskipun resiko kredit tidak dapat dihindarkan, maka harus diusahakan dalam tingkat yang wajar berkisar antara 3% -5% dari total kreditnya. Besarnya NPL menjadi salah satu penyebab sulitnya perbankan dalam menyalurkan kredit (Sentausa, 2009). Menurut Harmanta dan Ekananda (2005) dan Budiawan (2008) NPL berpengaruh negatif terhadap kredit perbankan. 10. Penelitian Terdahulu Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang mengangkat masalah penyaluran kredit ini, yaitu sebagai berikut :
Peneliti, Tahun Penelitian,dan Judul Penelitian Adnan, Ridwan dan Fildzah (2016) Pengaruh Ukuran Bank, Dana Pihak Ketiga, Capital Adequacy Ratio, dan Loan To Deposit Ratio Terhadap Penyaluran Kredit Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2015
Variabel Ukuran bank, Dana Pihak Ketiga, CAR, LDR, Penyaluran kredit
Metode Analisis analisis regresi linear berganda
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Hasil Penelitian Ukuran bank, dana pihak ketiga, capital adequacy ratio dan loan to deposit ratio, secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap penyaluran kredit pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2011-2015.
32
Ida Ayu Meisthya Pratiwi& I Wayan Sudirman (2014) Variabel – Variabel Yang Berpengaruh Terhadap Penyaluran Kredit Modal Kerja Umkm Di Bali Periode 2002.I2013.I Greydi Normala Sari (2013) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Bank Umum Di Indonesia (Periode 2008.1 – 2012.2)
NPL, PDRB, dan ketidakpasti an makroekono mi
analisis regresi liniear berganda
NPL, PDRB, ketidakpastian makroeknomi, dan krisis global secara simultan berpengaruh signifikan terhadap penyaluran kredit modal kerja UMKM di Bali periode 2002.I-2013.I
kredit perbankan, DPK, CAR, NPL, BI Rate
OLS (Ordinary Least Square).
Hasil analisis data yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa secara simultan maupun secara parsial variable DPK, CAR, NPL, BI Rate berpengaruh signifikan terhadap penyaluran kredit Bank Umum di Indonesia
Nurul Fitria dan Raina Linda Sari (2012) Analisis Kebijakan Pemberian Kredit Dan Pengaruh Non Performing Loan Terhadap Loan To Deposit Ratio Pada Pt. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Cabang Rantau, Aceh Tamiang. ( Periode 2007-2011)
Kebijakan Analisis pemberian Regresi kredit, NPL, Sederhana LDR
Tingkat non performing loan berpengaruh signifikan terhadap loan to deposit ratio pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cab. Rantau, Aceh Tamiang, dilihat dari hasil analisis regresi sederhana, selama kurun waktu periode 2007-2011
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
33
Francisca dan Hasan Sakti Siregar (2008) Pengaruh Faktor Internal Bank Terhadap Volume Kredit Pada Bank Yang Go Public Di Indonesia Selama Periode (2005-2007)
Volume Regresi kredit,DPK, Berganda ROA, CAR, dan NPL
DPK dan ROA berpengaruh signifikan terhadap volume kredit. Sedangkan CAR dan NPL tidak berpengaruh signifikan terhadap volume kredit
B. Rerangka Pemikiran Penyaluran kredit UMKM diharapkan dapat membantu masalah permodalan yang dialami UMKM, UMKM sebagai darah ekonomi yang sustain terhadap gejolak keuangan baik domestic maupun internasional, terdapat naik turunnya perkembangan penyaluran kredit terhadap UMKM oleh karena itu peneliti mencari factor yang mempengaruhi penyaluran kredit terhadap UMKM dari segi penawaran kredit dari bank umum, beberapa dari faktor-faktor tersebut adalah Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan to Deposit Ratio (LDR), dan Non Performing Loan (NPL). Pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Prabowo (2014), Triasdini (2010), Soedarto (2004), dan Mahendra (2011) memiliki hasil bahwa CAR memiliki pengaruh yang positif terhadap KUR
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
34
Yuliana (2014) menyatakan rendahnya rasio LDR berarti menunjukkan rendahnya kredit yang disalurkan oleh bank.
Febrianto dan Muid (2013)
menunjukkan dalam penelitiannya bahwa LDR berpngaruh positif terhadap penyaluran kredit. Besarnya NPL menjadi salah satu penyebab sulitnya perbankan dalam menyalurkan kredit (Sentausa, 2009). Berdasarkan tinjauan pustaka dan fenomena serta mengacu terhadap penelitianpenelitian terdahulu yang relevan maka dapat ditarik sebuah kerangka pemikiran teoritis dari penelitian ini adalah : Rerangka Pemikiran Analisis
CAR (X1)
LDR (X2)
Penyaluran Kredit UMKM (Y)
NPL (X3)
C. Hipotesis Berdasarkan model pemikiran teoritis di atas, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H1 = CAR (Capital Adequacy Ratio) mempunyai pengaruh yang terhadap penyaluran kredit UMKM pada bank umum di Indonesia.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
35
H2 = LDR (Loan Deposit Ratio) mempunyai pengaruh yang terhadap penyaluran kredit UMKM pada bank umum di Indonesia. H3 = NPL (Non Performing Loan) mempunyai pengaruh yang terhadap penyaluran kredit UMKM pada bank umum di Indonesia. H4
= CAR,LDR dan NPL secara bersama mempunyai pengaruh terhadap
Penyaluran kredit UMKM pada bank umum di Indonesia.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z