Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
ISSN 2302-0180 pp. 66- 71
6 Pages
PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHATERHADAP MAKANANYANG MENGGUNAKAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN BERBAHAYA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Abidah1, Dahlan2, M. Jafar2 1)
Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh 2) Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Abstract: Food as a basic human need fulfillment is a fundamental right of every people of Indonesia must always enough time, safe, high quality, nutritious and varied affordable by purchasing power masyarakat.untuk achieve all that needs to be held a food system that protects both parties produce and consume the foods . A food product for up to the consumer does not occur directly but through the marketing channels that businesses or manufacturers . As a result of the industrialization process in the processing of food products that contain harmful ingredients that harm the consumer, both in terms of financial and non- financial loss even soul . Legal protection for consumers of food according to the law No. 18 of 2012 on food has not materialized as they should, due to lack of consumer knowledge regarding regulations governing food quality standards. So that consumers can not use their rights to obtain fair compensation from the manufacturer. Manufacturers attempt to realize the legal protection for consumers by way of producing food in accordance with the requirements established law with respect to food quality , production and distribution facilities as well as the condition of products on the market. Regarding the matter, in Article 19 point (1 ) of Law No. 8 of 1999 on the protection of consumers stated that businesses are responsible for providing compensation for damage, pollution, and loss of consumer or from consuming goods and or services produced or traded. Keywords : Liability, harmful food additives , consumer protection .
Abstrak: Makanan sebagai dasar kebutuhan manusia yang pemenuhannya merupakan hak asasi setiap rakyat Indonesia harus senantiasa tersedia cukup waktu, aman, bermutu, bergizi dan beragam dengan harga terjangkau oleh daya beli masyarakat. Akibat proses industrialisasi dalam memproses produk makanan yang mengandung bahan-bahan berbahaya yang merugikan pihak konsumen, baik dalam arti financial maupun non financial bahkan kerugian jiwa. Perlindungan hukum bagi konsumen makanan menurut undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang pangan belum terwujud sebagaimana mestinya, karena ketiadaan pengetahuan konsumen yang berkenaan dengan peraturan-peraturan yang mengatur standarisasi mutu makanan. Sehingga konsumen tidak dapat mempergunakan hak-haknya secara wajar untuk mendapatkan penggantian kerugian dari produsen.Upaya produsen mewujudkan perlindungan hukum bagi konsumen dengan jalan memproduksi makanan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan undang-undang dengan memperhatikan mutu pangan, sarana produksi dan distribusi serta kondisi produknya yang beredar di pasaran. Mengenai hal tersebut maka dalam pasal 19 angka (1) undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen disebutkan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Pasal 71 angka (1) Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang pangan dikatakan Setiap Orang yang terlibat dalam rantai Pangan wajib mengendalikan risiko bahaya pada Pangan, baik yang berasal dari bahan, peralatan, sarana produksi, maupun dari perseorangan sehingga Keamanan Pangan terjamin. Kata Kunci : Pertanggungjawaban, bahan tambahan pangan berbahaya, perlindungan konsumen.
Volume 2, No. 1, Agustus 2013
- 66
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala mengenai penggunaan bahan pengawet yang
PENDAHULUAN
Makanan atau yang biasa disebut pangan
sesuai standar.
merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam
Sesuai SK Menkes Rl No.722 Tahun 1988
kehidupan manusia, sehingga makanan menjadi
tentang Bahan Tambahan Makanan pada Pasal
hal yang sangat penting. Pengawet merupakan
1 angka 11 menyebutkan yang dimaksud
bagian dari bahan tambahan pangan yang
“bahan pengawet adalah bahan tambahan
digunakan pelaku usaha untuk mempertahankan
makanan yang mencegah atau menghambat
kualitas barangnya. Pengawetan juga dapat
fermentasi, pengasamanan atau peruraian lain
menghambat
terhadap
atau
memperlambat
proses
fermentasi, pengasaman atau penguraian yang
membentuk
yang
disebabkan
oleh
mikroorganisme.
disebabkan oleh mikroba. Untuk
makanan
Menurut Food and Drugs Administration manusia
yang
(FDA) hal-hal yang harus dipertimbangkan
berpotensi dan tangguh diperlukan pangan yang
mengenai pengawet makanan adalah tentang
bermutu dan aman dikonsumsi. Oleh sebab itu
keamanan pengawet tersebut, seperti yang
para produsen makanan harus memproduksi
disebutkan di bawah ini:
makanan yang memenuhi syarat tersebut Pada
Pasal
17
MENKES/PER/IX/1988
Nomor
722/
mempertimbangkan
jumlah
yang
mungkin
Menteri
dikonsumsi dalam produk makanan atau jumlah
Kesehatan tersebut melarang menggunakan
zat yang akan terbentuk dalam makanan dari
bahan tambahan makanan yang dimaksud pada
penggunaan pengawet, efek akumulasi dari
pasal 2 dalam hal :
pengawet dalam makanan dan potensi toksisitas
a.
b.
c.
Untuk
Peraturan
Keamanan suatu pengawet makanan harus
penggunaan
yang dapat terjadi dari pengawet jika dicerna
bahan yang salah atau yang tidak me
oleh manusia atau hewan, termasuk potensi
menuhi persyaratan.
menyebabkan kanker.
Untuk
menyembunyikan
menyembunyikan
kerja
Salah satu bahan pengawet makanan yang
bertentangan dengan cara produksi yang
berbahaya adalah formalin. Kasus penggunaan
baik untuk makanan.
formalin untuk pengawet mie, tahu dan ikan
Untuk
menyembunyikan
cara
kerusakan
asin banyak dibicarakan
di media massa,
makanan.
setelah aparat Badan POM di beberapa daerah
Beberapa hal yang membawa dampak ini
memeriksa dan meneliti sampel makanan di
antara lain
masih adanya bahan tambahan
atas
sebagian
besar
mengandung
bahan
pangan berbahaya yang dipergunakan pelaku
formalin. Beberapa pemberitaan baik media
usaha, kurangnya pengetahuan pelaku usaha itu
cetak maupun TV juga menyajikan berita
sendiri serta dampak buruk bahan pengawet
proses pengawetan ikan asin dengan bahan
mengakibatkan
formalin.
67 -
diperlukannya
pengetahuan
Volume 2, No. 1, Agustus 2013
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Dampak pemberitaan yang sangat luas dari
Pendekatan
yang
digunakan
dalam
kasus penggunaan formalin pada beberapa jenis
penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris.
makanan
Yaitu
ini
adalah
turunnya
omzet
penelitian
yang
dilakukan
dengan
produsen/nelayan maupun toko-toko/warung,
caramelalui penelitian lapangan dan penelitian
penjual makanan mie/tahu/ikan asin, karena
kepustakaan di Wilayah Hukum Pengadilan
masyarakat luas menjadi ragu atau takut untuk
Negeri Banda Aceh. Penelitian lapangan yaitu
berbelanja atau mengkonsumsi atau makan
penelitian yang dilakukan dengan mendatangi
bahan makanan tadi, dan membahayakan
objek dengan mewawancarai responden dan
masyarakat luas yang mengkonsumsinya.
informan. Sedangkan penelitian kepustakaan
Konsumen
di
Indonesia
terdiri
dari
adalah
penelitian yang dilakukan
berbagai lapisan masyarakat, sehingga tidak
mempelajari
semuanya
akibat
dokumen, buku-buku karya ilmiah pendapat
mengkonsumsi makanan atau produk lain yang
sarjana, artikel-artikel dari majalah atau koran,
mengandung bahan pengawet berbahaya.
juga data yang diperoleh melalui situs internet,
mengerti
Bahan
tentang
pengawet
kepustakaan,
dibutuhkan
khususnya perundang-undangan dan buku-buku
mikroorganisme
pustaka yang berkaitan dengan kepolisian.
ataupun mencegah proses peluruhan yang
Kemudian data-data tersebut diolah secara
terjadi sesuai dengan pertambahan waktu, agar
kualitatif.
untuk mencegah
memang
bahan-bahan
dengan
aktivitas
kualitas makanan senantiasa terjaga sesuai dengan harapan konsumen.
hukum
penelitian bagi
tentang
konsumen
penggunaan
ini
menggunakan
metode deskriptif analisis, yang bertujuan
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dilakukan
Dalam
perlindungan
dengan
judul:
untukmenggambarkan,
menginventarisasikan,
dan menganalisis teori-teori dan peraturanperaturan
yang
berhubungan
dengan
”Pertanggungjawaban Pelaku Usaha terhadap
permasalahan dalam penelitian ini. Dalam
Makanan yang Menggunakan Bahan Tambahan
penelitian ini, data diperoleh dari Bahan hukum
Pangan Berbahaya Ditinjau dari Undang-
primer berupa peraturan perundang-undangan,
undang
yakni
Nomor
8
Tahun
1999
tentang
KUHPerdata
dan
Undang-Undang
Perlindungan Konsumen.
Nomor 18
METODE PENELITIAN
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Perlindungan
Tahun 2012 tentang Pangan dan
Konsumen.
Bahan
hukum
untuk
sekunder berupa buku bacaan yang relevan
menggunakan bahan pengawet.Dan Upaya
dengan penelitian ini.Sedangkan Bahan hukum
hukum yang ditempuh oleh konsumen terhadap
tertier berupa Kamus Hukum dan Kamus
pelaku
Bahasa
Faktor
penyebab
usaha
yang
pengawet makanan.
pelaku
usaha
menggunakan
bahan
Indonesia.Selanjutnya
data
yang
terkumpul di analisa secara kualitatif. Volume 2, No. 1, Agustus 2013
- 68
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala kecil menengah (SKM).Masalah ekonomi juga
HASIL PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan Beberapa
menjadi faktor penyebab pelaku usaha. Praktik
faktor yang mendorong pedagang menggunakan
yang salah semacam ini dialkukan oleh
bahan
pengusaha
produsen dan pengelola pangan yang tidak
menggunakan bahan itu karena lebih praktis,
bertanggung jawab dan tidak memperhatikan
efisien
faktor yang ditimbulkan, atau dapat juga karena
kimia
dan
menggunakan
ilegal
yaitu:
lebih
murah
dibandingkan
bahan
penolong
legal
dan
ketidaktahuan produsen pangan baik mengenai
kurangnya pengetahuan pelaku bisnis usaha
sifat-sifat maupun keamanan bahan kimia
tentang bahan kimia formalin khususnya skala
tersebut.
kecil menengah (SKM). Upaya hukum yang
Kedua, Penanggulangan agar makanan
dapat ditempuh apabila timbul sengketa atau
yang aman tersedia secara memadai, perlu
permasalahan antara konsumen dan pelaku
diwujudkan suatu sistem makanan yang mampu
usaha, untuk melakukan penyelesaian sengketa
memberikan perlindungan kepada masyarakat
tersebut dapat dilakukan melalui dua cara
yang mengonsumsi makanan tersebut sehingga
yaitu : Penyelesaian Sengketa di Peradilan
makanan yang diedarkan tidak menimbulkan
Umum dan Penyelesaian Sengketa di Luar,
kerugian serta aman bagi kesehatan. Keadaan
Penyelesaian ini dapat dilakukan melalui cara-
yang menimbulkan kerugian tersebut sering kali
cara
menyudutkan
Konsultasi,
Negosiasi,
Mediasi,
Konsiliasi, dan Penilaian Ahli.
mengakibatkan
konsumen timbulnya
tersebut, sengketa
atau
permasalahan antara konsumen dan pelaku KESIMPULAN DAN SARAN
usaha, untuk melakukan penyelesaian sengketa
Kesimpulan
tersebut dapat dilakukan melalui dua cara
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan dan di rekomendasikan saran-saran
yaitu : a. Penyelesaian
Sengketa
di
Peradilan
Umum, Yakni Sengketa konsumen disini
sebagai berikut : yang
dibatasi pada sengketa perdata, masuknya
mendorong pedagang menggunakan bahan
suatu perkara ke pengadilan harus melalui
kimia ilegal yaitu,:Secara teknis pengusaha
beberapa prosedur yang didahului dengan
menggunakan bahan itu karena lebih praktis
pendaftaran surat gugatan di kepaniteraan
dan efisien dibandingkan menggunakan bahan
perkara perdata di pengadilan negeri.
Pertama,
Beberapa
faktor
penolong legal seperti es. Selain itu bahan
b. Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan
ilegal seperti formalin harganya lebih murah
, yakni Proses yang membutuhkan waktu
dibanding
yang
obat
pengawet
legal.Kedua,
lama,
kurangnya pengetahuan pelaku bisnis usaha
mengemuka
tentang bahan kimia formalin khususnya skala
alternatif,
69 -
Volume 2, No. 1, Agustus 2013
namun
alasan
dipilihnya yaitu
yang
penyelesaian
karena
ingin
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala meminimalisasi birokrasi perkara, biaya
penggunaan
dan waktu, sehingga lebih cepat dengan
makanannya.Penggunaan
biaya relatif lebih ringan, lebih dapat
diizinkan dan takaran yang benar, diharapkan
menjaga
harmonisasi
dapat
harmony)
dengan
perdamaian,
musyawarah
nonkonfrontatif
sosial
(social
mengembangkan
akan
dan
budaya
tetapi
tetap
pengawet
memberikan
terhadap
produk
pengawet
perlindungan
yang
terhadap
konsumen dan kemungkinan penggunaan zat yang mengandung bahaya. Ketiga,
Untuk
mencegah
keracunan
mempunyai kekuatan hukum sama seperti
pangan yang banyak ditemukan pada usaha jasa
pengadilan
perdamaian
boga dan makanan jajanan, instansi yang
tercapai maka perdamaian itu dibuat dalam
berwenang di tingkat daerah (dinas terkait)
sebuah akta, dimana kedua belah pihak
perlu
yang bersengketa harus mentaati perjanjian
pengawasan yang intensif. Perlu penyusunan
yang
program
biasa.
dibuat
apabila
dalam
akta
tersebut.
terus
melakukan
dan
kegiatan
pembinaan
serta
berkaitan
dengan
Penyelesaian ini dapat dilakukan melalui
keamanan pangan oleh dinas yang berwenang
cara-cara Konsultasi, Negosiasi, Mediasi,
di
Konsiliasi, dan Penilaian Ahli
penyuluhan/sosialisasi kepada masyarakat dan
daerah,
termasuk
program
usaha jasa boga. Keempat, Pemerintah baik di Pusat
Saran Pertama, Departemen
Departemen
Perindustrian,
Perdagangan,
Departemen
maupun daerah perlu selalu berkoordinasi melakukan
pengawasan
ketat
terutama
yang
terhadap
fungsinya perlu melakukan upaya yang terus
diproduksi oleh usaha kecil dan menengah
menerus untuk memberdayakan masyarakat
karena sangat rawan dari aspek keamanan
dengan
dan
pangan akibat mudah rusak dan mudah
perlindungan kepada konsumen dalam hal
terkontaminasi mikroba yang berbahaya. Juga
keamanan
pangan.
kesadaran
perlu dilakukan pengawasan yang lebih intensif
konsumen
akan
kewajibannya
secara periodik terhadap peredaran produk
termasuk di bidang keamanan pangan yang di-
pangan yang sudah kadaluarsa dan menyalahi
akibatkan masih kurangnya upaya pendidikan
peraturan;
pemahaman
Rendahnya hak
dan
konsumen oleh pemerintah.
pangan,
lebih
Pertanian dan Badan POM bertugas pokok dan
memberikan
produk
yang
Kelima, Menegakan hukum yang bertujuan
Kedua, Upaya produsen (pelaku usaha)
memberikan
efek
dalam memberikan perlindungan konsumen
pelanggaran
terhadap
sehubungan
berkaitan dengan pangan oleh pelaku usaha.
pengawet memenuhi
dengan pada
penggunaan
makanan,
ketentuan
adalah
tentang
bahan
jera
pada
kasus-kasus
ketentuan
berlaku
dengan
Keenam, Peran Lembaga Perlindungan
pengaturan
Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) Volume 2, No. 1, Agustus 2013
- 70
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala yang mendapat kewenangan melalui UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK); yakni turut mengawasi barang beredar di
pasar
bersama-sama
pemerintah
perlu
ditingkatkan dan disosialisasikan secara terus menerus dan Sementara fungsi peran dan BPSK selaku badan yang bertugas menyelesaikan sengketa konsumen termasuk sengketa akibat kerugian
mengkonsumsi
pangan
perlu
diefektifkan.
DAFTAR KEPUSTAKAAN Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Pengawet Alami Pengganti Formalin Sudah Ada Sejak Dulu, http: //www.depkes.go.id/index.Php?option=new s&task=viewarticle&sid=1511. Endrah, 2009. Kasus Tentang Perundangan Pangan.
71 -
Volume 2, No. 1, Agustus 2013
diakses 2 Agustus 2010, available From URL: http://endrah.blogspot.com. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor I Tahun 2002 Tentang Acara Gugatan Perwakilan. Posman Sibuea, Waspadai Makanan Berformalin, artikel Media Indonesia Online, www.media-indonesia.com, diakses tanggal 12 Desember 2007. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 100 Tahun 1992. Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Lembaran Negara republik Indonesia Nomor 99 Tahun 1996, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3656. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821. Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan.