PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA MENJADI PERANTARA DALAM MENYERAHKAN NARKOTIKA (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 1862/Pid.Sus/2015/PN.MDN) JURNAL Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dan Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh : NATALI MASITA 120200467 DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA MENJADI PERANTARA DALAM MENYERAHKAN NARKOTIKA (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 1862/Pid.Sus/2015/PN.MDN) JURNAL Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dan Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh : NATALI MASITA 120200467 DEPARTEMEN HUKUM PIDANA Disetujui Oleh : PENGANGGUNG JAWAB
DR. M. HAMDAN, SH.M.H NIP: 195703261986011001 EDITOR
PROF.Dr.MADIASA ABLISAR, SH.M.S NIP: 1961040881986011002
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016
ABSTRAKSI Natali Masita1 Prof. Dr. Madiasa Ablisar, S.H., MS2 Dr. Mahmud Mulyadi, S.H., M.Hum3 Dalam penulisan skripsi ini, penulis membahas mengenai penegakan hukum terhadap tindak pidana menjadi perantara dalam menyerahkan narkotika. Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku perantara narkotika ini merupakan salah satu bagian dari kejahatan narkotika yang akhir-akhir ini semakin berkembang. Berbagai cara dilakukan oleh para mafia narkoba, misalnya merekrut kalangankalangan menengah ke bawah untuk menyampaikan barang haram ini sampai ke tangan si pembeli, lalu kemudian memberi upah sebagai imbalannya. Adapula yang terpaksa untuk melakukan tugas ini karena diberi ancaman oleh para mafia. Adapun yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana perkembangan perundang-undangan mengenai narkotika di Indonesia dan bagaimana persesuaian undang-undang tersebut melihat perkembangan zaman dari dahulu sampai sekarang, serta bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap kurir narkotika berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini yaitu metode pendekatan penelitian yuridis normatif. Metode yuridis normatif dimana penelitian ini meneliti dengan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi buku-buku serta norma-norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan, azas-azas hukum, kaedah hukum dan sistematika hukum dan juga mengkaji ketentuan peraturan perundang-undangan dan bahan hukum lainnya. Peredaran gelap narkotika yang menjadikan kurir sebagai pekerja yang mengedarkan dan menyerahkan narkotika merupakan tindak pidana yang serius. Adapun hasil penelitian ini adalah penerapan Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 agar lebih efektif maka diperlukan campur tangan orang tua, lingkungan yang sehat, pemerintah dan juga iman yang taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa ditengah-tengah godaan kejahatan duniawi. Penyelesaian kasus tindak pidana menjadi perantara dalam menyerahkan narkotika telah dapat diamati melalui adanya kasus yang masuk ke Pengadilan Negeri Medan yang dalam putusannya, hakim menjatuhkan pidana penjara sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Narkotika. Hal itu menjelaskan bahwa penjatuhan pidana tersebut sesuai dengan pertanggungjawaban terdakwa atas perbuatannya.
1
Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Sumatera Utara 3 Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Sumatera Utara 2
ABSTRACTION Natali Masita4 Prof. Dr. Madiasa Ablisar, S.H., MS5 Dr. Mahmud Mulyadi, S.H., M.Hum6 In writing this essay, the author discusses the laww enforcement against narcotics intermediary is one part of a narcotics crime that is growing lately. Various methods are used by the drug mafia, for example, to recruit among the middle to bottom to deliver the illicit goods into the hands of the purchaser, and then reward in return. Those that were forced to perform this task because given the treats by the mafia. While that which is discussed in this paper is how the development of the laws regarding narcotics in Indonesia and how the legislation rapprochement saw the development of ancient times to the present, and how the application of criminal sanctions against drug couriers by Law Number 35 of 2009. The research methods used in this paper is a normative juridical method research approach. Method normative where the study was examined by the literature or secondary data which include books as well as norms of law contained in the laws and regulations, principles of law, legal norms and systematic legal and also reviewing the provisions of the laws and regulations and material other laws. Illicit trafficking that makes the courier as workers distribute narcotics and submit a serious criminal offense. As for the results of this research is the application of Law Number 35 of 2009 in order to be effective it is necessary to intervene parents, a healthy environment, government and faith piety to God Almighty in the middle of the earthly temptations of evil. Settlement of criminal cases be an intermediary in handing of narcotics have been observed though the cases that go to court field in his ruling, the judge handed down imprisonment in accordance with the provisions of the narcotics laws. It is clear that the criminal punishment according to the defendant accountable for his actions.
4
Students of the Department of Criminal Law Faculty of Law, University of North Sumatera Supervisor I and Lecturer of The Faculty of Law University of North Sumatera 6 Supervisor II and Lecturer of The Faculty of Law University of North Sumatera 5
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Natali Masita
NIM
: 120200467
Judul Skripsi
: PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA MENJADI PERANTARA DALAM MENYERAHKAN NARKOTIKA (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 1862/Pi.Sus/2015/PN.MDN)
Dengan ini menyatakan : 1. Skripsi yang saya tulis ini adalah benar tidak merupakan jiplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain. 2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut adalah jiplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya. Demikian pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya tanpa paksaan atau tekanan dari pihak manapun.
Medan, Agustus 2016
Natali Masita 120200467
A. PENDAHULUAN Kasus narkotika di Indonesia sedang berada di level yang sangat mengkhawatirkan. Sebagaimana kita ketahui juga penggunaan narkotika ini juga memiliki dampak yang dapat merusak generasi muda Indonesia dan merusak keadaan ekonomi negara karena transaksinya diketahui besar dan berasal dari luar negeri bahkan terkadang melibatkan pihak-pihak penguasa yang ikut ambil bagian dari hasil yang sudah bisa diperkirakan mencapai jutaan bahkan ratusan juta rupiah.7 Istilah narkotika ini juga tidak asing lagi bagi masyarakat karena diketahui sudah begitu banyak media elektronik dan media cetak yang memberitakan mengenai penggunaan narkotika dan bagaimana akibat dari penggunaannya juga tidak jarang diberitakan bagaimana zat terlarang tersebut bisa beredar di kalangan masyarakat.8 Masalah penyalahgunaan narkotika mempunyai tingkat bahaya yang kompleks. Penggunaan narkotika dapat merusak pola kehidupan keluarga, masyarakat bahkan kehidupan anak remaja baik di sekolah maupun dibangku perkuliahan yang mengancam kelangsungan hidup generasi zaman sekarang serta masa depan mereka dan masa depan bangsa. Di zaman sekarang ini, narkotika merupakan musuh terbesar negara karena penggunaannya yang tidak mengenal usia baik tua maupun muda. Namun, usia muda dianggap paling rentan dan strategis oleh pedagang gelap narkotika. 7
Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, (Jakarta : Penerbit Djambatan, 2007), cetakan ketiga, hlm. 2. 8 AR. Sujono, Bony Daniel, Komentar dan Pembahasan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, (Jakarta : Sinar Grafika, 2011), cetakan pertama, hlm. 1.
Narkotika dan psikotropika adalah zat yang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu kesehatan. Penggunaan kedua zat tersebut harus sepengetahuan dokter atau pihak yang berwenang, sebab efek setelah mengkonsumsinya bisa membuat orang ketagihan. Tetapi penggunaan zat ini sudah diluar batas. Angka orang yang ketagihan zat narkotika ini pun sudah sangat meningkat. Permintaan terhadap narkoba di pasar gelap pun sudah semakin besar pula. Bahkan tidak jarang orang menjual jasanya untuk menjadi perantara (kurir) untuk mengahantarkan zat terlarang tersebut sampai ke tangan si pemesan.9 Kasus sebagai perantara narkotika inilah yang akan penulis bahas dibab-bab berikutnya. Dalam pemberitaan media massa, seringkali terdengar bagaimana orang yang menggunakan narkotika ditemukan sudah meregang nyawa dalam penggunaan dosisnya yang berlebihan (over dosis). Terdengar pula bagaimana seorang anak tega menghabisi nyawa orang tuanya hanya karena tidak diberi uang padahal sang orang tua mungkin tidak menyadari kalau si anak adalah pecandu narkotika. Sungguh sebuah pengaruh luar biasa dari bahaya penggunaan narkotika yang perlu untuk ditanggulangi lebih komprehensif.10 Keberadaan Undang-Undang Narkotika yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang merupakan perubahan dengan amandemen dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, merupakan suatu upaya politik hukum pemerintah Indonesia dalam penanggulangan tindak pidana narkotika. Pembentukan Undang-Undang diharapkan dapat menanggulangi 9
Gatot Supramono, Op.cit., hlm. XIV AR. Sujono & Bony Daniel, Op.cit., hlm.2
10
peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika dengan menggunakan sarana hukum pidana / penal.11 Situasi ketidakadilan atau kegagalan mewujudkan keadilan melalui hukum menjadi salah satu titik problem yang harus segera ditangani dan negara harus sudah memiliki kertas biru atau blue print untuk dapat mewujudkan seperti apa yang dicita-citakan pendiri bangsa ini, namun mental dan moral yang merusak serta sikap mengabaikan atau tidak hormat terhadap sistem hukum dan tujuan hukum dari pada bangsa Indonesia yang memiliki tatanan hukum yang baik, sebagai gambaran bahwa penegakan hukum merupakan karakter atau jati diri bangsa Indonesia sesuai apa yang terkandung dalam isi dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.12 Artidjo Alkostar sebagai Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung RI mengungkapkan bahwa penegakan hukum merupakan kewibawaan suatu negara. Apabila penegakan hukum di suatu negara tidak bisa diciptakan maka kewibawaan negara tersebut pun runtuh.13 Dunia hukum di Indonesia tengah mendapat sorotan yang amat tajam dari seluruh lapisan masyarakat, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Dari sekian banyak bidang hukum, dapat dikatakan bahwa hukum pidana menempati peringkat pertama yang bukan saja mendapat sorotan tetapi juga celaan yang luar biasa dibandingkan dengan bidang hukum lainnya. Bidang hukum pidana merupakan bidang hukum yang paling mudah untuk dijadikan indikator apakah 11
H. Siswanto. S, Politik Hukum Dalam Undang-Undang Narkotika Nomor 35 tahun 2009, (Jakarta : Rineka Cipta, 2012), hlm. 60 12 http://randyrinaldi.blogspot.co.id/2013/11/bagaimana-kondisi-hukum-danpenegakan.html, diakses pada 9 April 2016. 13 Ibid.
reformasi hukum yang dijalankan di Indonesia sudah berjalan dengan baik atau belum.14 Kondisi hukum di Indonesia saat ini lebih sering menuai kritik daripada pujian. Berbagai kritik diarahkan baik yang berkaitan dengan penegakan hukum, kesadaran hukum, kualitas hukum, ketidakjelasan berbagai hukum yang berkaitan dengan proses berlangsungnya hukum dan juga lemahnya penerapan berbagai peraturan. Kritik begitu sering dilontarkan berkaitan dengan penegakan hukum di Indonesia. Kebanyakan masyarakat kita akan bicara bahwa hukum di Indonesia itu dapat dibeli, yang mempunyai jabatan, nama dan kekuasaan, yang punya uang banyak pasti aman dari gangguan hukum walau aturan negara dilanggar. Ada pengakuan di masyarakat bahwa karena hukum dapat dibeli maka aparat penegak hukum tidak dapat diharapkan untuk melakukan penegakan hukum secara menyeluruh dan adil. Sejauh ini, hukum tidak saja dijalankan sebagai rutinitas belaka tetapi juga dipermainkan seperti barang dagangan. Hukum yang seharusnya menjadi alat pembaharuan masyarakat, telah berubah menjadi semacam mesin pembunuh karena didorong oleh perangkat hukum yang moratmarit.15 Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, yang hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu, sesuai dengan aspirasi masyarakat. Mereka harus dapat berkomunikasi dan mendapatkan pengertian dari golongan
14
sasaran
(masyarakat),
disamping
mampu
membawakan
atau
Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum, (Yogyakarta : Genta Publishing, 2009), cetakan kedua, hlm. vii. 15 http://randyrinaldi.blogspot.co.id/2013/11/bagaimana-kondisi-hukum-danpenegakan.html, diakses pada 9 April 2016
menjalankan peranan yang dapat diterima oleh mereka. Selain itu, maka golongan panutan harus dapat memanfaatkan unsur-unsur pola tradisional tertentu, sehingga menggairahkan partispasi dari golongan sasaran atau masyarakat luas. Golongan panutan juga harus dapat memilih waktu dan lingkungan yang tepat di dalam memperkenalkan norma-norma atau kaidah-kaidah hukum yang baru serta memberikan keteladanan yang baik.16 Penegak hukum juga harus melakukan tindakan ketat di dalam wilayah Indonesia. Dari studi kasus yang penulis lakukan, penulis mengambil kasus yang dilakukan oleh Kepolisian Resor Kota Medan, yaitu mengenai penangkapan kurir itu sendiri. Terdakwa Muliadi alias Mulia, warga Dusun Blang Raya, Aceh, diadili Pengadilan Negeri Medan, dengan dakwaan kepemilikan 96 gram Narkotika jenis sabu sesuai dengan 112 dan 114 Undang-Undang tentang Narkotika. Menurut Kelly Wahyudi saksi 1 dari Polresta Medan, terdakwa disuruh temannya yaitu Marzuki Hamid untuk memesan Narkotika sebanyak 100 gram kepada teman yang lain bernama Naja dan kemudian Terdakwa disuruh oleh Marzuki Hamid ke Jalan Gajah Mada untuk bertemu Naja yang kemudian menyerahkan narkotika tersebut untuk diserahkan lagi kepada Marzuki Hamid di Jalan Asrama Pondok Kelapa Kelurahan Sei Sikambing C-II Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan tepatnya di Hotel Antara II Kamar 208, dimana pada saat itu saksi Kelly Wahyudi dan 4 anggota Polresta Medan lainnya sudah berada disitu untuk melakukan penangkapan Terdakwa karena sedang melakukan jebakan dimana sebelumnya saksi Marzuki Hamid telah lebih dahulu ditangkap dan atas
16
Satjipto Rahardjo, Op.cit., hlm. 10.
informasi Marzuki Hamid bahwa Narkotika yang diperolehnya adalah dari Terdakwa sehingga saksi Kelly Wahyudi menyuruh saksi Marzuki Hamid untuk kembali memesan Narkotika jenis sabu kepada Terdakwa. Terdakwa kemudian di hukum penjara 7 (tujuh) tahun dan denda sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dalam Persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Medan, pada Hari Kamis tanggal 17 September 2015. Dalam amar putusannya, majelis hakim yang diketuai Supomo mengatakan, bahwa Terdakwa Muliadi alias Mulia telah terbukti melakukan perbuatan tanpa hak menjadi perantara dalam jual beli narkotika golongan I bukan tanaman yang beratnya melebihi 5 gram sesuai Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Bahwa sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Terdakwa Muliadi alias Mulia warga Dusun Blang raya Desa Teupin Breuh Aceh Timur, umur 31 tahun, berjenis kelamin laki-laki, hukuman 9 (sembilan) tahun penjara potong masa tahanan yang telah dijalani dan denda sebesar Rp. 1.000.000.000,(satu milyar rupiah) subsidair 3 bulan. Sesuai dengan kasus diatas, peredaran narkotika sudah meluas bahkan hampir ke pelosok negeri, hal ini tidak terlepas dari peran kurir itu sendiri. Berarti, kurir sangat dibutuhkan oleh para gembong narkoba untuk melancarkan bisnis pemasokan barang haramnya. Dari uraian latar belakang diatas, sebagaimana yang telah penulis paparkan, maka faktor inilah yang telah melatarbelakangi penulis untuk mengangkatnya menjadi topik pembahasan dalam penulisan skripsi dengan judul
“Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Menjadi Perantara Menyerahkan Narkotika (Studi Putusan No. 1862/Pid.Sus/2015/PN.MDN)”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan berbagai masalah yang berhubungan dengan penegakan hukum terhadap narkotika di Indonesia, yang diajukan sebagai pokok kajian penulisan skripsi ini penulis rumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana perkembangan Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika di Indonesia? 2. Bagaimana penegakan hukum terhadap tindak pidana yang menjadi perantara dalam menyerahkan narkotika berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika? C. . Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Dimana metode pendekatan Yuridis dalam penelitian ini yaitu dengan meneliti bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi buku-buku serta Norma-Norma Hukum yang terdapat pada peraturan Perundang-Undangan, Asas-Asas Hukum, Kaedah Hukum, dan Sistematika Hukum serta mengkaji ketentuan Perundang-Undangan, dan bahan-bahan hukum lainnya.17 Pendekatan normatif yaitu pendekatan yang memandang hukum sebagai doktrin atau seperangkat aturan yang bersifat normatif (law in book). Pendekatan 17
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Bayu Media Publishing, 2005), hlm.29.
ini dilakukan melalui upaya pengkajian atau penelitian hukum kepustakaan. Dalam hal ini, penulis menganalisis asas-asas hukum, norma-norma hukum dan pendapat para sarjana.18 2. Data dan Sumber Data Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder dimana adapun yang dimaksud dengan data sekunder adalah data yang tidak diperoleh dari sumber yang pertama, melainkan data yang diperoleh dari bahan pustaka. Seperti data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian laporan, buku harian, surat kabar, makalah, dan lain sebagainya. Di dalam penulisan data sekunder yang digunakan berupa : a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat atau yang membuat orang taat pada hukum seperti peraturan perundang-undangan, dan putusan hakim.19 Bahan hukum yang digunakan penulis yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder diartikan sebagai bahan hukum yang tidak mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum primer yang merupakan hasil olahan pendapat atau pikiran para pakar atau ahli yang mempelajari suatu bidang tertentu secara khusus yang akan memberikan suatu petunjuk kemana
18
http://duniainformatikaindonesia.blogspot.co.id, diakses pada 4 Mei 2016. https://lawmetha.wordpress.com/2011/05/19/metode-penelitian-hukum-normatif.html diakses pada 9 April 2016 19
penelitian akan mengarah. Yang dimaksudkan dengan bahan sekunder disini adalah doktrin-doktrin yang ada di dalam buku, jurnal hukum, dan internet. Bahan hukum sekunder penelitian ini juga berupa putusan yang diperoleh dari Pengadilan Negeri Medan, Provinsi Sumatera Utara yang berkaitan dengan narkotika dan kurir narkotika. 20 c. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan pemahaman dan pengertian atas bahan hukum lainnya. Bahan hukum yang tersier dari penelitian ini yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum.21 4. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dari penulisan ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan pemahaman yang selanjutnya akan dimasukkan dalam penelitian ini berupa teori-teori, doktrin, karya ilmiah, majalah, peraturan perundang-undangan dan lainnya, yang berkaitan dengan penelitian ini. Penelitian kepustakaan (studi kepustakaan) adalah tekhnik pengumpulan data dengan cara membaca, memahami dan mempelajari serta mencatat data yang diperoleh. 5. Analisis Data Data dianalisis secara kualitatif berpedoman kepada peraturan perundangundangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif yuridis, dengan mengadakan 20 21
Ibid. Ibid.
penelitian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menghubungkan data. Bahan tersebut kemudian dijadikan bahan masukan untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini. Bahan sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan, sedangkan metode induktif dilakukan dengan menerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik skripsi ini sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang dirumuskan. D. HASIL PENELITIAN 1. Perkembangan Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika di Indonesia
Pada zaman masa penjajahan Belanda kebiasaan penyalahgunaan obat bius dan candu sudah mulai terasa membahayakan masyarakat, pemakainya terutama masyarakat golongan menengah. Oleh sebab itu, pada zaman tersebut pemerintah Hindia-Belanda mengeluarkan V.M.O Staatblad 1927 No. 278 jo No. 536, yaitu peraturan yang mengatur tentang obat bius dan candu. Sesuai dengan ketentuan Pasal 131 I.S., yaitu peraturan tentang obat bius yang berlaku di Belanda. Gubernur Jenderal dengan persetujuan Raad van Indien, mengeluarkan Staatblad 1927 No. 278 jo No. 536 tentang Verdovende Midellen Ordonantie yang diterjemahkan dengan Undang-Undang Obat Bius. Undang-
Undang tersebut adalah untuk mempersatukan dalam satu undang-undang tentang ketentuan mengenai candu dan obat-obatan bius lainnya.22 Hal-hal yang menjadi pertimbangan digantinya Vervonde Midellen Ordonantie adalah sehubungan dengan perkembangan lalu lintas dan alat-alat perhubungan
dan
pengangkutan
modern
yang
menyebabkan
cepatnya
penyebaran/pemasukan narkotika ke Indonesia. Ditambah lagi dengan kemajuan di bidang pembuatan obat-obatan, ternyata tidak cukup memadai bila tetap memakai undang-undang tersebut. Dalam Vervonde Midellen Ordonantie hanya mengatur tentang perdagangan dan penggunaan narkotika. Narkotika tidak saja diperlukan dalam dunia pengobatan, tetapi juga dalam penelitian untuk tujuan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Untuk itu dibuka kemungkinan untuk mengimpor narkotika dan mengekspor obat-obatan yang mengandung narkotika, menanam, memelihara Papaver, Koka dan Ganja. Keadaan yang seperti inilah yang akhirnya menimbulkan keharusan untuk membuat undang-undang baru khusus tentang narkotika. Atas problema demikian, lahirlah Undang-Undang No. 9 Tahun 1976 yang kemudian disempurnakan lagi dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 pada tanggal 1 September 1997. Lembaran Negara RI No. 67, tambahan Lembaran Negara RI No. 3698 Tahun 1997.23 Dalam perkembangannya, kejahatan narkotika sudah semakin canggih, sehingga ditemukan adanya kelemahan-kelemahan dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976. Untuk itu, dilakukan revisi terhadap Undang-Undang tersebut 22
Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, (Bandung : Penerbit Mandar Maju, 2003) cetakan pertama, hlm. 163 23 Ibid hlm. 58
dengan melahirkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika. Kurang lebih sepuluh tahun Undang-Undang nomor 22 Tahun 1997 diberlakukan, ditemukan adanya kenyataan bahwa organisasi sindikat peredaran gelap narkotika sudah beroperasi dengan semakin canggih. Organisasi ini memiliki modal yang besar, teknologi tinggi, manajemen yang sangat rahasia, mobilitas tinggi, tegas dan kejam
terhadap anggota atau orang yang mengancam eksistensi
organisasinya, serta bekerja dengan berbagai macam modus operandinya. Kecanggihan ini membutuhkan aturan yang sangat fleksibel dan menutup berbagai kelemahan aturan yang menjadi entry point dari sindikat yang canggih ini.24 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan situasi dan kondisi yang berkembang untuk menanggulangi dan memberantas tindak pidana narkotika, akhirnya dicabut dan diganti dengan Undang-Undang nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, tanggal 12 Oktober 2009. Undang-Undang ini memberikan peningkatan upaya pemberantasan peredaran gelap narkotika dan penyalahgunaannya.25 Tindak pidana narkotika tidak lagi dilakukan secara perseorangan, melainkan melibatkan banyak orang yang secara bersama-sama, bahkan merupakan satu sindikat yang terorganisasi dengan jaringan yang luas yang
24
Akhyar Ari Gayo, Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika, (Yogyakarta : Penerbit Azza Grafika dan P3DI Setjen DPR RI, 2014), cetakan pertama, hlm.73 25 Ibid.
bekerja secara rapi dan sangat rahasia baik di tingkat nasional maupun internasional. 26 a. Ketentuan Hukum Terhadap Tindak Pidana Menjadi Perantara Narkotika Secara Tanpa Hak dan Melawan Hukum Pasal 35 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juga mengatur mengenai peredaran narkotika yang isinya “Peredaran Narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan narkotika, baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan maupun pemindahtanganan, untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi”. 1. Perantara dalam transaksi Narkotika Golongan I. Sanksi pidananya : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah)
dan
paling
banyak
Rp.
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).” (Pasal 114 ayat (1) UU Narkotika)
26
“Permasalahan Narkotika di Indonesia”,http://peterrchandradinata.blogspot.com/2009/, diakses pada tanggal 29 Mei 2016.
2. Perantara dalam Jual Beli Narkotika Golongan I dalam Bentuk Tanaman yang beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman yang beratnya melebihi 5 (lima) gram. Sanksi pidana : Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, beli,
membeli, menjadi perantara dalam jual
menukar,
menyerahkan,
atau
menerima
Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5(lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). (Pasal 114 ayat (2) UU Narkotika) 2. Penegakan hukum terhadap tindak pidana yang menjadi perantara dalam menyerahkan narkotika berdasarkan UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009 Penegakan hukum dalam tindak pidana yang menjadi perantara dalam menyerahkan narkotika berdasarkan Undang-Undang nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika, diatur dalam Pasal 114 ayat (1) dan (2) yang rumusannya sebagai berikut: Pasal 114 (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi
perantara dalam
jual beli,
menukar,
atau
meyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar,
menyerahkan,
atau
menerima
Narkotika
Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh)
tahun
dan
pidana
denda
maksimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 112 ayat 2 Undang-Undang nomor 35 Tahun 2009 yang berkaitan dengan kasus ini, dengan bunyi rumusan sebagai berikut: Pasal 112 (2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika Golongan I bukan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). 3. Analisis Studi Putusan No. 1862/Pid.Sus/2015/PN.MDN Salah satu kasus tindak pidana menjadi perantara dalam menyerahkan narkotika adalah perkara Nomor 1862/pid.Sus/2015/PN.MDN atas nama terdakwa Muliadi alias Mulia yang melakukan tindak pidana tersebut. Muliadi alias Mulia disebut sebagai terdakwa didasarkan pada Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009, dimana terdakwa Muliadi alias Mulia dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Terdakwa Muliadi alias Mulia didakwa oleh jaksa Penuntut Umum dengan dakwaan yang disusun secara subsidairitas, yang mana dakwaan primairnya adalah melanggar pasal 114 ayat (2) dan dakwaan subsidairnya yaitu melanggar Pasal 112 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009.
Jika memperhatikan fakta-fakta yuridis yang ada tersebut diatas, maka telah diperoleh keyakinan bahwa perbuatan Terdakwa tersebut telah memenuhi unsur-unsur 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia tentang Narkotika yang menjadi dasar dakwaan Penuntut Umum, sehingga dengan demikian oleh karena perbuatan terdakwa telah memenuhi semua unsur dalam pasal tersebut yang didakwakan, dan disamping itu ditemukan tidak adanya alasan pembenar terhadap perbuatan Terdakwa maupun adanya alasan pemaaf terhadap diri Terdakwa, sehingga dengan demikian terhadap Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana seperti apa yang telah didakwakan oleh Penuntut Umum kepadanya dan kepada Terdakwa harus dijatuhi pidana penjara yang setimpal dengan perbuatannya. E. PENUTUP Kesimpulan 1. Peraturan perundang-undangan tentang narkotika pertama kali dibuat oleh Belanda pada tahun 1927 yaitu Ordonansi Obat Bius (Verdoovende Middelen Ordonnantie Stbl. 1927 No. 278 Jo. No. 536). Peraturan ini hanya mengatur tentang penggunaan candu dan obat bius. Pada tahun 1976 dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 Tentang Narkotika. Isi dari Undang-Undang ini antara lain tentang peredaran gelap, rehabilitasi pecandu, dan peranan dokter dalam menangani pasien candu. Perkembangan zaman
mendapat
celah dari kelemahan-kelemahan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976. Lalu pemerintah merevisi lagi hingga lahirlah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997, yang memuat
antara lain sanksi pidana yang lebih berat untuk para pelaku bahkan sampai kepada hukuman mati. Perkembangan kemajuan teknologi, khususnya bagian komunikasi dan transportasi, membuat para pelaku penyalahgunaan narkotika ini semakin beragam dan semakin canggih. Jaringan peredarannya yang sudah melewati batas negara kemudian menyebabkan
diadakannya
penyesuaian
dengan
Undang-Undang
Narkotika, yang melahirkan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.Undang-Undang ini mengatur mengenai perjanjian kerjasama, baik bilateral, regional, bahkan internasional. Semua pelaku penyalahguna narkotika darimana pun asalnya, baik dalam ataupun luar negeri bila tertangkap di wilayah Indonesia, maka akan dijatuhi hukuman yang berlaku di Indonesia. 2. Pertanggungjawaban pidana terhadap orang yang tanpa hak menjadi perantara dalam jual beli narkotika golongan I bukan tanaman yang beratnya
melebihi
5
gram
dalam
perkara
Register
No.
1862/Pid.Sus/2015/PN.MDN, menurut saya sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Kasus ini sudah memenuhi unsur-unsur pertanggungjawabnpidana yaitu dengan adanya kemampuan bertanggungjawab, adanya kesalahan yang dilakukan berupa kesengajaan oleh Terdakwa, dan tidak adanya alasan pemaaf untuk Terdakwa dimana Terdakwa dianggap telah turut serta merusak generasi bangsa dengan membantu menyebarkannya barang haram berupa Narkotika untuk sampai ke tangan pengguna dan Terdakwa telah
menghambat Program Pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas penyalahgunaan Narkotika. Terdakwa dituntut 9 (sembilan) tahun pidana penjara. Dalam kasus ini terdakwa dihukum pidana penjara 7 (tujuh) tahun pidana penjara setelah Majelis Hakim mempertimbangkan hal-hal yang patut dipertimbangkan baik untuk meringankan ataupun memberatkan Terdakwa. Saran Berdasarkan pernyataan di atas, penulis melihat masih ada hal-hal yang kurang. Adapun saran yang dapat penulis berikan untuk menanggulangi tindak pidana di bidang narkotika, yaitu : 1. Perlunya pembaharuan peraturan-peraturan yang dibuat pemerintah untuk menyesuaikan kejahatan-kejahatan yang semakin berkembang di zaman yang semakin canggih ini. 2. Perlunya penegakan hukum yang seadil-adilnya dalam kasus ini. Pemerintah yang belakangan ini juga sedang giat-giatnya memberantas predaran narkotika di kalangan masyarakat misalnya dengan membentuk suatu badan khusus yang menangani narkotika yaitu Badan Narkotika Nasional
(BNN).Kekurangefektifan
BNN
yang
dianggap
belum
mendekatkan diri kepada masyarakat, bisa dilakukan dengan cara-cara memberikan penyuluhan-penyuluhan di lembaga pendidikan, instansiinstansi, dengan cara-cara yang menarik perhatian.
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Ari, Akhyar Gayo, 2014. Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika.Cetakan Pertama, Yogyakarta: Azza Grafika Dan P3DI Stejen DPR RI. Ibrahim, Johnny. 2005. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum.Jakarta: Bayu Media Publishing Sasangka, Hari.2003. Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana. CetakanPertama, Bandung: Penerbit Mandar Maju. Siswanto, H. S. 2012. Politik Hukum Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Jakarta: Rineka Cipta. Sujono, AR dan Bony Daniel. 2011. Komentar Dan Pembahasan Undang UndangNomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.Jakarta: Sinar Grafika. Supramono, Gatot.2007.Hukum Narkoba Indonesia. Cetakan Ketiga, Jakarta: Penerbit Djambatan. Rahardjo, Satjipto.2009. Penegakan Hukum. Cetakan Kedua. Yogyakarta: Genta Publishing.
B. WEBSITE http://duniainformatikaindonesia.blogspot.co.id, diakses pada 4 Mei 2016. http://lawmetha.wordpress.com/2011/05/19/metode-penelitian-hukumnormatif.html, diakses pada 9 April 2016. http://peterchandradinata.blogspot.com/2009/permasalahan-narkotika-diindonesia.html, diakses pada29 Maret 2016. http://randyrinaldi.blogspot.co.id/2013/11/bagaimana-kondisi-hukum-danpenegakan.html, diakses pada 9 April 2016.