PENERAPAN SANKSI PIDANA SEBAGAI BENTUK PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA (Studi Kasus Putusan No. 80/Pid.B/2015.Pn.Skt)
JURNAL ILMIAH Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta Oleh : Nama
: ARDIAN FIRMANSYAH
NIM
: 11100084
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA 2016
1
ABSTRAKSI
Tujuan dari penelitian hukum ini adalah untuk mengkaji dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan tindak pidana kekerasan yang dilakukan secara bersamasama dan mengkaji faktor-faktor internal dalam diri hakim yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan bagi tindak pidana kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama. Pelanggaran terhadap peraturan-peraturan dan norma-norma yang berlaku semakin meningkat. Hal ini tampak dari banyaknya kasus-kasus kejahatan yang diberitakan di berbagai media, baik media cetak maupun media elektronik. Salah satu fenomena bentuk kejahatan yang paling sering terjadi, adalah tindakan kekerasan baik yang dilakukan perseorangan maupun yang dilakukan bersama-sama atau kelompok seperti tawuran pelajar yang sangat mengganggu ketertiban masyarakat bahkan dapat meresahkan masyarakat. Lokasi penelitian di Pengadilan Negeri Surakarta. Jenis penelitian yaitu pendekatan secara yuridis normatif. Sifat penelitian menggunakan deskriptif. Sumber data penelitian menggunakan data primer dan data sekunder.. Alat pengumpulan data menggunakan penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan.Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa putusan Pengadilan Negeri Surakarta No. 90/ Pid. B / 2014 / PN.Skt maka para terdakwa yaitu Terdakwa I. Yuda Ananda alias CB, Terdakwa II. Chalis Kus Achdiatma alias Chalis, Terdakwa III. Andri Saputra alias Gendon dan Terdakwa IV, Haryono alias Benjol terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama sehingga dijatuhi pidana penjara masing-masing selama 1 (satu) tahun, menetapkan lamanya para terdakwa berada dalam tahanan dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan dan menentukan para terdakwa tetap berada dalam tahanan. Faktor eksternal yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana kekerasan terdiri dari faktor yuridis yaitu keterangan saksi, keterangan terdakwa, petunjuk, pertimbangan menurut hukumnya dan petimbangan hal-hal yang meringankan dan memberatkan. Faktor internal hakim yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam perkara tindak pidana kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama adalah pengalaman dan profesionalitas hakim. Kata kunci : sanksi pidana, pertanggungjawaban pidana, penggelapan
2
A. Latar Belakang Masalah Kejahatan di dalam masyarakat berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat itu sendiri karena kejahatan merupakan produk dari masyarakat dan ini perlu ditanggulangi1. Hal ini mengingat bahwa kejahatan tidak akan dapat hilang dengan sendirinya, sebaliknya kasus pidana semakin sering terjadi dan yang paling dominan adalah jenis tindak pidana terhadap harta kekayaan, khususnya yang termasuk didalamnya adalah tindak pidana penggelapan. ”Bahwa kejahatan terhadap harta benda akan tampak meningkat di negara-negara sedang berkembang. Kenaikan ini sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi2 . Kejahatan dan pelanggaran merupakan suatu fenomena yang kompleks pemahaman dari berbagai sisi yang berbeda, sehingga komentar atau pendapat tentang suatu kejahatan dan pelanggaran seringkali berbeda satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, pembentuk aturan di negeri ini menitikberatkan pembuatan dan penerapan peraturan yang berlaku kepada tindakan kejahatankejahatan serta pelanggaran yang timbul terhadap ketertiban umum, tindak pidana kesusilaan, dan tindak pidana yang mengancam keamanan negara. Suatu perbuatan yang dibentuk menjadi kejahatan dan atau pelanggaran dirumuskan dalam undang-undang lantaran perbuatan itu dinilai oleh pembentuk undang-undang sebagai perbuatan yang membahayakan suatu kepentingan hukum. Dengan menetapkan larangan untuk melakukan suatu perbuatan dengan disertai ancaman atau sanksi pidana bagi barangsiapa yang melanggarnya atau bertindak melawan hukum, berarti undangundang telah memberikan perlindungan hukum atas kepentingan-kepentingan hukum tersebut. Perkembangan tindak kriminal seiring dengan perkembangan zaman semakin marak terjadi. Hal tersebut tidak lepas dari perkembangan zaman yang semakin canggih sehingga tidak menutup kemungkinan modus pelaku tindak kriminal itu sendiri semakin canggih pula, baik itu dari segi pemikiran (modus) maupun dari segi teknologi. Perkembangan tersebut sangatlah mempengaruhi berbagai pihak/oknum untuk melakukan berbagai cara dalam memenuhi keinginannya, yakni dengan menghalalkan segala cara yang berimbas pada kerugian yang akan diderita seseorang nantinya. Salah satu bentuk kerugian yang dialami dari seseorang yang 1 2
Kumanto Sunarto, 2000, Pengantar Sosiologi, Akademika Presindo, Jakarta, Hal 187. Soerjono Soekanto, 2005, Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali, Rajawali Press, Jakarta, Hal 2.
1
menjadi korban dari suatu kejahatan adalah kerugian dari segi harta kekayaan. Oleh karena itu untuk melindungi seseorang akan harta kekayaannya maka KUHP menempatkan perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian terhadap harta kekayaan sebagai kejahatan terhadap harta kekayaan yang diatur dalam Buku Ke-II KUHP. Diantara beberapa tindak pidana yang berhubungan dengan harta kekayaan dan benda terdapat suatu tindak pidana yang dikenal dengan istilah penggelapan dimana penyalahgunaan kepercayaan yang mendominasi sebagai unsur utama terjadinya tindak pidana ini. Kejahatan penggelapan diatur dalam KUHPidana dalam Pasal 372 (penggelapan biasa), Pasal 373 (penggelapan ringan), Pasal 374 dan Pasal 375 (penggelapan dengan pemberatan) dan Pasal 376 (penggelapan dalam keluarga). Pasal 372 KUHP yang dirumuskan sebagai berikut: “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya bukan atau sebagian adalah kepunyaan orang laintetapi ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”. Berdasarkan rumusan penggelapan sebagaimana tersebut di dalam Pasal tersebut, maka apabila ditelaah lebih lanjut rumusan tersebut terdiri dari unsur subjektif yaitu dengan sengaja dan unsur-unsur objektif yaitu barang siapa, menguasai secara melawan hukum, suatu benda, sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain dan berada padanya bukan karena kejahatan. Kendaraan bermotor merupakan sarana transportasi vital yang merupakan barang berharga yang semakin banyak pemiliknya maupun yang ingin memilikinya. Semakin banyak kendaraan bermotor tentu membawa konsekuensi yang semakin besar akan tantangan penggelapan terhadap kendaraan bermotor itu sendiri. Kejahatan penggelapan
kendaraan bermotor dipengaruhi adanya peluang dan
kemudahan karena hanya berdasarkan rasa percaya, misalnya seseorang meminjam kendaraan bermotor milik temannya dengan alasan tertentu sehingga sang pemilik tanpa ada rasa curiga meminjamkan kendaraan bermotor dimilikinya kepada temannya atau orang yang dipercaya tersebut. Pada saat ini sering terjadi kasus tindak pidana penggelapan kendaraan bermotor. Hasil dari penggelapan tersebut kemungkinan langsung di jual kepada orang lain atau digadaikan kepada orang lain. Peran pengadilan sangat berpengaruh
2
terhadap banyak sedikitnya tindak pidana penggelapan kendaraan bermotor, misalnya dalam penjatuhan hukuman bagi seorang pelaku penggelapan masih sangat ringan di bandingkan dengan ancaman hukuman di dalam KUHP.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan pemikiran di atas, maka penulis merumuskan masalah yang dibahas dalam penelitian antara lain: 1. Bagaimanakah penerapan pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan ? 2. Bagaimana konsekuensi yuridis pasal 372 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana pada tindak pidana penggelapan ?
C. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut : 1. Mengkaji penerapan pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan. 2. Mengkaji konsekuensi yuridis Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pada tindak pidana penggelapan.
D. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Penelitian bersifat deskriptif yaiatu menggambarkan tentang putusan hakim tentang tindak pidana penggelapan yang terjadi di Pengadilan Negeri Surakarta. Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan studi kepustakaan. Pengumpulan data dengan mempelajari, mengkaji buku-buku ilmiah, literaturliteratur, dan peraturan-peraturan yang ada kaitannya atau berhubungan dengan penelitian ini. Analisa data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif dengan model interaktif yaitu data yang terkumpul akan dianalisa melalui tiga tahapan, yaitu mereduksi data, menyajikan data, dan kemudian akantahap tersebut, sehingga data yang terkumpul berhubungan dengan data yang lainnya3. Di 3
HB. Sutopo, 2002, Pengantar Metodologi Penelitian, UNS Press. Surakarta, Hal 98
3
dalam penelitian kualitatif proses analisis biasanya dilakukan secara bersamaan dengan proses pelaksanaan pengumpulan data. Tiga komponen utama yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. E. Hasil Penelitian Dan Pembahasan 1. Penerapan Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penggelapan Pengadilan Negeri Surakarta merupakan Pengadilan Negeri yang berwenang untuk memutus perkara tindak pidana paenggelapan terhadap terdakwa DEDI ROSADI BIN SUTISNA yang terjadi di wilayah hukum Pengadilan Negeri Surakarta. Dalam kasus ini akan dianalisis tentang dasar penerapan pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan uang dan konsekuensi yuridis pasal 372 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana pada tindak pidana penggelapan. a. Dakwaan Penuntut Umum KESATU : Bahwa ia terdakwa DEDI ROSADI BIN SUTISNA pada hari Sabtu tanggal 7 Februari 2015 sekira jam 14.00 WIB atau setidak-tidak pada waktu waktu tertentu masih dalam bulan Februari tahun 2015 bertempat masih termasuk kost jalan Parang Cantel No.6 Mangkuyudan Rt.03, Purwosari, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, atau setidak-tidaknya pada suatu tempat tertentu yang masih termasuk dalam daerah hukum pengadilan Negeri Surakarta, Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu, martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapus piutang perbuatan tersebut dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut : Bahwa pada waktu dan tempat sebagaimana dakwaan tersebut, pada mulanya terdakwa berkenalan dengan ERLINDA DYAH KUSUMA (korban) lewat handphone pada saat di Solo Grand Mall pada sekitar bulan Februari 2015, selanjutnya terdakwa dengan bujuk rayu dan serangkaian kata-kata bohong berpura-pura menawarkan pekerjaan kepada saksi ERLINDA DYAH KUSUMA bahwa terdakwa mencarikan pekerjaan saksi ERLINDA DYAH 4
KUSUMA di sebuah pabrik di Cikarang. Bahwa atas bujuk rayu kata-kata kebohongan terdakwa tersebut maka saksi mau, kemudian terdakwa dengan tipu muslihat serangkaian kata bohong menyampaikan kepada saksi jika bekerja di pabrik tersebut harus dengan mencari persyaratan yaitu tes medical/pemeriksaan kesehatan, selanjutnya terdakwa berkomunikasi lewat HP jika akan diantarkan ke RS Moewardi Surakarta dan pada saat di RS.Moewardi tersebut saksi disuruh tunggu dulu dan tedakwa berpura-pura dengan kata-kata bohong menyampaikan kepada saksi jika dokter yang memeriksa tidak ada dan tutup, selanjutnya terdakwa kembali ke kost. Akhirnya setelah sampai di kost terdakwa dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan melakukan tipu muslihat berpura-pura meminjam kunci sepeda saksi untuk pinjam uang, tenyata terus terdakwa pergi membawa HONDA VARIO warna putih No.Pol. AD-4392-NV, Noka MH1JFH112EK293852 yang ditaksir seharga Rp.16.000.000.- (enam belas juta rupiah). Bahwa selanjutnya terdakwa membawa kabur sepeda motor tersebut sudah sampai di daerah Ciamis Jawa Barat untuk digadaikan di Sumedang Jawa Barat seharga Rp.3.000.000.- dan berhasil dikejar dan tertangkap oleh bapak saksi korban dan aparat pada hari kamis, tanggal 12 Februari 2015, akhirnya terdakwa dilaporkan ke aparat dan diproses secara hukum Perbuatan
terdawa
DEDI
ROSADI
BIN
SUTISNA
tersebut
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 378 KUHP ATAU KEDUA : Bahwa ia terdakwa DEDI ROSADI BIN SUTISNA pada hari Sabtu tanggal 7 Februari 2015 sekira jam 14.00 EIB atau setidak-tidak pada waktu waktu tertentu masih dalam bulan Februari tahun 2015 bertempat masih termasuk kost jalan Parang Cantel No. 6 Mangkuyudan Rt. 03, Purwosari, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, atau setidak-tidaknya pada suatu tempat tertentu yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Surakarta, Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu, martabat palsu, dengan
5
tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapus piutang perbuatan tersebut dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut : Bahwa pada waktu dan tempat sebagaimana dakwaan tersebut, pada mulanya terdakwa berkenalan dengan ERLINDA DYAH KUSUMA (korban) lewat handphone pada saat di Solo Grand Mall pada sekitar bulan Februari 2015, selanjutnya terdakwa dengan bujuk rayu dan serangkaian kata-kata bohong berpura-pura menawarkan pekerjaan kepada saksi ERLINDA DYAH KUSUMA bahwa terdakwa mencarikan pekerjaan saksi ERLINDA DYAH KUSUMA di sebuaah pabrik di cikarang. Bahwa atas bujuk rayu kata-kata kebohongan terdakwa tersebut maka saksi mau, kemudian terdakwa dengan tipu muslihat serangkaian kata bohong menyampaikan kepada saksi jika bekerja di pabrik tersebut harus dengan mencari persyaratan yaitu tes medical/pemeriksaan kesehatan, selanjutnya terdakwa berkomunikasi lewat hp jika akan diantarkan ke RS,Mouwardi Surakarta dan pada saat di RS. Moewardi tersebut saksi disuruh tunggu dulu dan tedakwa berpura-pura dengan kata-kata bohong menyampaikan kepada saksi jika dokter yang memeriksa tidak ada dan tutup, selanjutnya terdakwa kembali ke kost. Akhirnya setelah sampai dikost terdakwa dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan melakukan tipu muslihat berpura-pura meminjam kunci sepeda saksi untuk pinjam uang, tenyata terus terdakwa pergi membawa HONDA VARIO warna putih No.Pol. AD-4392-NV, Noka MH1JFH112EK293852 yang ditaksir seharga Rp.16.000.000.- (enam belas juta rupiah). Bahwa selanjutnya terdakwa membawa kabur sepeda motor tersebut sudah sampai di daerah Ciamis Jawa Barat untuk digadaikan di Sumedang Jawa Barat seharga Rp.3.000.000.- (tiga juta rupiah) dan berhasil dikejar dan tertangkap oleh bapak saksi korban dan aparat pada hari Kamis, tanggal 12 Februari 2015, akhirnya terdakwa dilaporkan ke aparat dan diproses secara hukum Perbuatan
terdawa
DEDI
ROSADI
BIN
SUTISNA
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 372 KUHP
6
tersebut
b. Tuntutan Penuntut Umum 1) Menyatakan terdakwa DEDI ROSADI BIN SUTISNA terbukti bersalah melakukan tindak pidana “penggelapan” sebagaimana yang diatur dalam pasal 372 KUHAP 2) Menjatuhkan pidana oleh karenanya dengan pidana penjara 1 (satu) tahun, 6 (enam) bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah tetap ditahan 3) Menyatakan bukti berupa : 1 (satu) unit sepeda motor Honda vario No.Pol. AD-4382-NV dikembalikan kepada saksi korban ERLINDA DYAH KUSUMA 4) Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp.2000. (dua ribu rupiah) c.
Barang Bukti Barang bukti tindak pidana penggelapan yang dilakukan oleh Terdakwa adalah 1 (satu) unit SPM Merk HONDA Type Vario CW F1, tahun 2014, warna putih-biru, Nopol : AD-4382-NV, Noka : MH1JFH112EK293852, Nosin ; JFH1E-1294222, atas nama MARGONO HADI KUSUMO alamat : Keron, Rt.02, Rw.04, Delanggu, Delanggu, Klaten;
d. Pertimbangan hakim mengenai hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa Hakim
sebelum
mempertimbangkan
hal-hal
menjatuhkan yang
pidana
memberatkan
terlebih dan
hal-hal
dahulu yang
meringankan terdakwa dalam hal pemidanaan yang dijatuhkan. Hal ini memang sudah ditentukan dalam Pasal 193 ayat (1) KUHAP yang menyebutkan putusan pemidanaan memuat keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa, yaitu sebagai berikut : 1) Hal – hal yang memberatkan : a) Terdakwa telah merugikan kepada saksi korban b) Terdakwa telah meresahkan kepada saksi korban 2) Hal – hal yang meringankan : a) Terdakwa mengaku berterus terang sehingga tidak mempersulit jalannya persidangan
7
b) Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya e. Putusan Hakim Menimbang, bahwa karena terdakwa ditahan dengan penahanan yang sah menurut hukum maka sesuai pasal 22 ayat (4) KUHAP maka terhadap penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa haruslah dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan kepadanya Menimbang, bahwa karena tidak ada alasan untuk mengeluarkan terdakwa dari tahanan, maka diperintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan Menimbang, bahwa tentang barang bukti berupa 1 (satu) unit SPM merk HONDA type Vario CW F1, Tahun 2014, warna putih-biru, Nopol: AD-4382-NV, Noka : MH1JFH112EK293852, Nosin : JFH1E-1294222, atas nama MARGONO HADI KUSUMO alamat : Keron Rt.02, Rw.04,Delanggu,Klaten dikembalikan kepada yang berhak melalui saksi korban ERLINDA DYAH KUSUMA Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa telah dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana, maka berdasarkan pasal 222 KUHAP kepada terdakwa haruslah dibebankan untuk membayar biaya perkara yang besarnya ditentukan dalam amar putusan ini Mengingat pasal 372 KUHP, Undang undang No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP serta peraturan lain yang berhubungan dengan perkara tersebut : MENGADILI 1) Menyatakan terdakwa DEDI ROSADI BIN SUTISNA, sebagaimana tersebut diatas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana PENGGELAPAN 2) Menjatuhkan pidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 3) Menetapkan lamanya terdakwa ditangkap dan ditahan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan kepadanya 4) Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan
8
5) Menetapkan barang bukti berupa : 1 (satu) unit SPM merk HONDA type Vario CW F1, Tahun 2014, warna putih-biru, Nopol: AD-4382-NV, Noka : MH1JFH112EK293852, Nosin : JFH1E-1294222, atas nama MARGONO HADI KUSUMO alamat : Keron Rt.02, Rw.04, Delanggu, Klaten dikembalikan kepada yang berhak melalui saksi korban ERLINDA DYAH KUSUMA 6) Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp.2000,- (dua ribu rupiah) Analisis : Pada perkara tindak pidana penggelapan ini terdakwa dijerat Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan yang berbunyi bahwa: “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”. Tindak pidana penggelapan dapat terjadi dengan berbagai modus operandi, biasanya yang siring terjadi adalah awalnya meminjam suatu benda yang pada akhirnya benda tersebut dijual atau digadaikan kepada orang lain. Tindak pidana yang terjadi dalam kasus ini menurut peneliti tergolong dalam tindak pidana kejahatan biasa. Untuk mengatasi atau menanggulangi masalah penggelapan kendaraan bermotor roda dua yaitu dengan tegas memberlakukan hukum positif yang ada. Untuk penegakan hukum positif yang seobyektif mungkin dibutuhkan perangkat atau penegak hukum yang mempunyai naluri keadilan hakiki. Maraknya kasus penggelapan kendaraan bermotor roda dua dipengaruhi adanya peluang dan kemudahan karena hanya ada rasa percaya. Biasanya hasil dari penggelapan tersebut kemungkinan langsung dijual ke penadah atau digadaikan kepada orang lain. Faktor ekonomi merupakan faktor utama yang menjadi penyebab meningkatnya tindak pidana penggelapan yang sering terjadi, biaya hidup yang semakin mahal dan tingkat pengangguran yang semakin
9
meningkat menyebabkan seorang nekat untuk melakukan apa saja demi memenuhi kebutuhan hidup termasuk melakukan tindak pidana penggelapan. Salah satu perangkat hukum yang ada di Indonesia adalah “Hakim” dan hakim adalah sebagai satu-satunya penegak hukum yang menjaga gawang terakhir keadilan. Dan hakim pula sebagai salah satu komponen dari penegak hukum yang berwenang untuk mengadili yaitu menerima, memeriksa dan memutuskan perkara pidana berdasarkan azas bebas, jujur dan tidak memihak di sidang pengadilan. Dalam memutuskan suatu perkara, hakim berpedoman dan di batasi oleh undang-undang. Di samping itu juga di tuntut oleh perasaan hukumnya yaitu suatu keyakinan pribadi diri hakim tersebut berdasarkan dan mempertimbangkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana, khususnya tindak pidana penggelapan. Kewajiban hakim menurut Pasal 5 ayat (1) Undang-undang No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman adalah Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilainilai hukum dan 7 rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Pasal 8 ayat (2) Undang-undang No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang merumuskan bahwa dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa Sebelum putusan dijatuhkan, maka Majelis Hakim menimbang apakah ada alasan yang dapat menjadi dasar untuk menghapuskan pidana atas diri terdakwa, baik alasan pemaaf maupun alasan pembenar. Namun, pada perkara ini Majelis Hakim tidak menemukan dasar untuk menghapuskan pidana atas diri terdakwa.
Oleh
karena
itu
terdakwa
dinyatakan
harus
dapat
mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pada perkara ini putusan yang dijatuhkan Majelis Hakim kepada terdakwa lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Dalam kasus tindak pidana penggelapan Penuntut Umum menjatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun, 6 (enam) bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah tetap ditahan. Putusan hakim yang menjatuhkan putusan pidana penjara pada kasus penggelapan adalah pidana penjara selama 1 (satu) tahun. Putusan yang diambil oleh hakim tersebut masih di bawah hukuman maksimal yang ditetapkan dalam Pasal 372 KUHP, tetapi berdasarkan pertimbangan hakim bahwa Terdakwa
10
mengaku berterus terang sehingga tidak mempersulit jalannya persidangan dan Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya. Hal ini menurut peneliti bahwa hukuman yang diberikan sudah sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa, di mana menurut peneliti bahwa sepeda motor korban telah kembali. 2. Konsekuensi Yuridis Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pada Tindak Pidana Penggelapan Semakin maju perkembangan zaman seiringan dengan itu juga kejahatan banyak bermunculan di negeri pertiwi ini dengan berbagai metode. Salah satu diantaranya adalah tindak pidana penggelapan (verduistering) sebagaimana yang diatur dalam Bab XXIV Pasal 372 sampai dengan Pasal 377 KUHP. Lamintang memiliki pendapat tentang arti penggelapan yang pada dasarnya sama dengan uraian Pasal 372 KUHP. Menurut Lamintang, tindak pidana penggelapan adalah penyalahgunaan hak atau penyalahgunaan kepercayaan oleh seorang yang mana kepercayaan tersebut diperolehnya tanpa adanya unsur melawan hukum30. Tindak pidana penggelapan tersebut merupakan tindak ’penyalahgunaan kepercayaan. Sebab, inti dari tindak pidana yang diatur dalam Bab XXIV tersebut adalah ‘’penyalahgunaan hak’’. Atau ‘’penyalahgunaan kepercayaan’’. Tindak pidana penggelapan sering terjadi di berbagai kalangan, mulai dari kalangan rendah hingga kalangan tinggi yang notabennya berpendidikan dan mengertia hukum atas tindakan tersebut, namun kejahatan ini tetap saja terjadi tidak hanya oleh masyarakat kecil bahkan seorang yang yang terpandang yang seharusnya menjadi panutan pun ikut terjerumus dalam kasus ini. Surat dakwaan atas nama Dedi Rosadi Bin Sutisna dengan Nomor Nomor : 80/Pid.B/2015/PN.Skt disusun secara dakwaan alternatif. Dakwaan kesatu perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana Pasal 378 KUHP, atau dakwaan kedua terdakwa diatur dan diancam pidana Pasal 372 KUHP. Pasal 372 KUHP menyatakan bahwa Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena
30
PAF. Lamintang. Op.Cit, hal 95
11
kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. Putusan hakim yang menjatuhkan putusan pidana penjara pada kasus penggelapan adalah pidana penjara selama 1 (satu) tahun. Hasil putusan tersebut menunjukkan bahwa putusan hakim tersebut di bawah hukuman maksimal dalam Pasal 372 KUHP, tetapi berdasarkan pertimbangan hakim bahwa Terdakwa mengaku berterus terang sehingga tidak mempersulit jalannya persidangan dan Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya. Hal ini menurut peneliti bahwa hukuman yang diberikan sudah sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa. Bentuk surat dakwaan alternatif adalah antara dakwaan yang satu dengan yang lain saling mengecualikan, atau one that subtitutes for another. Pengertian yang
diberikan
kepada
bentuk
dakwaan
yang
bersifat
alternatif.
Antara satu dakwaan dengan dakwaan yang lain tersirat perkataan “atau” yang memberi pilihan kepada hakim untuk menerapkan salah satu di antara dakwaandakwaan yang diajukan. Bersifat dan berbentuk alternative accusation atau alternative tenlastelegging dengan cara pemeriksaan: Memeriksa dahulu dakwaan secara keseluruhan, kemudian dari hasil pemeriksaan atas keseluruhan dakwaan, hakim memilih dan menentukan dakwaan mana yang tepat dan terbukti dipertanggungjawabkan kepada terdakwa. Tujuan yang hendak dicapai bentuk surat dakwaan alternatif adalah untuk menghindari pelaku terlepas atau terbebas dari pertanggungjawaban hukum pidana (crime liability) dan memberikan pilihan kepada hakim menerapkan hukum yang lebih tepat. Pasal 378 KUHP dan Pasal 372 KUHP itu pada dasarnya mirip khususnya tentang delik-delik kekayaan (vermogenst delicten). Ada juga yang menyebutnya sebagai delik yang berkaitan dengan harta benda, tetapi dalam Pasal 372 KUHP itu delik penggelapan sedangkan Pasal 378 KUHP itu delik kecurangan. Pasal 372 KUHP itu berada pada sub rumpun atau sub-kamar “penggelapan”, sedangkan Pasal 378 KUHP itu berada pada rumpun atau kamar “kecurangan”. Oleh karena itu, perbuatan pidana yang ada dalam Pasal 372 KUHP dengan Pasal 378 KUHP itu berbeda. Maka dakwaan yang tepat digunakan adalah jenis atau bentuk dakwaan alternatif.
12
Dalam hal kesamaan uraian perbuatan antara dakwaan kesatu Pasal 378 KUHP dengan uraian perbuatan dalam dakwaan kedua Pasal 372 KUHP harus dihindari. Karena Pasal 378 KUHP dan Pasal 372 KUHP adalah 2 (dua) hal pasal yang berbeda unsur-unsurnya. Oleh karena itu, uraian perbuatannya juga pasti berbeda. Penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan pencurian dalam Pasal 362 KUHP. Hanya bedanya kalau dalam pencurian barang yang diambil untuk dimiliki itu belum berada dalam tangan pelaku, sedangkan dalam kejahatan penggelapan, barang yang dimiliki itu sudah berada dalam tangan si pelaku bukan karena kejahatan atau sudah dipercayakan kepadanya. Sedangkan dalam Pasal 378 KUHP tentang Penipuan hal yang menjadi khusus atau membedakan dengan pasal yang lain dalam KUHP adalah unsur “tipu muslihat atau rangkaian kebohongan” dan unsur “menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu barang kepadanya”. Berdasarkan hal tersebut maka Hakim telah tepat dalam menjatuhkan putusan dengan berdasarkan tindak pidana berdasarkan Pasal 372 KUHP, dimana dalam penggelapan, dimilikinya suatu benda oleh seseorang dilakukan dengan cara perbuatan yang sah (bukan karena kejahatan). Perbuatan dimilikinya barang itu dilakukan dengan kesadaran bahwa si pemberi dan penerima barang sama-sama menyadari perbuatan mereka, namun pada akhirnya dimilikinya benda tersebut oleh penerima barang dipandang sebagai perbuatan yang tidak dikehendaki (melawan hukum), sehingga secara yuridis penerapan dakwaan dari penuntut umum pada Pasal 372 KUHP di rasa tepat.
F. Kesimpulan 1. Penerapan pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan pada Terdakwa DEDI ROSADI BIN SUTISNA adalah pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan menetapkan lamanya terdakwa ditangkap dan ditahan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan kepadanya, barang bukti dikembalikan kepada yang berhak melalui saksi korban Erlinda Dyah Kusuma dan membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp.2000,- (dua ribu rupiah). 2. Konsekuensi yuridis Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pada tindak pidana penggelapan dalam kasus ini sudah tepat. Putusan hakim yang
13
menjatuhkan putusan pidana penjara pada kasus penggelapan berupa pidana penjara selama 1 (satu) tahun,
walaupun lebih rendah dari tuntutan Jaksa
Penuntut Umum. Hal ini berdasarkan pertimbangan hakim bahwa Terdakwa mengaku berterus terang sehingga tidak mempersulit jalannya persidangan dan Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya.
G. DAFTAR PUSTAKA Amir Ilyas. 2012. Asas-Asas Hukum Pidana. Makasar : Rangkang Education. Bambang Purnomo. 1987. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta : Ghalia Indonesia. Chairul Huda. 2006. Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan. Jakarta : Prenada Media. Djoko Prakoso. 1987. Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia. Yogyakarta : Liberty. E.Y.Kanter & S.R Sianturi. 2002. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya. Jakarta: Storia Grafika. HB. Sutopo. 2002. Pengantar Metodologi Penelitian. Surakarta : UNS Press. Kansil; C.S.T., Christin S.T. Kansil. 2000. Kamus Istilah Aneka Hukum. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Kumanto Sunarto. 2000. Pengantar Sosiologi. Jakarta : Akademika Presindo. Leden Marpaung. 2005. Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika. Moeljatno. 2002. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakata : Rineka Cipta. Natangsa. 2005. Filsafat Hukum. Semarang : Alumni. PAF. Lamintang. 1997. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung : Citra Aditya. Pipin Syarifin, 2008. Hukum Pidana di Indonesia. Bandung : Pustaka Setia. Rahmat Hakim. 2000. Hukum Pidana dalam Islam (Fiqih Jinayah). Bandung : Pustaka Setia. Roeslan Saleh. 1982. Pikiran-pikiran Tentang Pertanggungjawaban Pidana. Jakarta : Ghalia Indonesia.
14
____________. 1982. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. Jakarta : Aksara Baru.
Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penilitian Hukum. Jakarta : UI Press. _______________. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Press. SR Sianturi. 1996. Asas-asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapannya. Jakarta : Alumni. Tongat. 2006. Hukum Pidana Materiil. Malang : UMM Press. Topo Santoso. 2001. Menggagas Hukum Pidana Islam,; Penerapan Syariat Islam dalam Konteks Modernitas. Bandung : Asy Syaamil Press & Grafika. Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
15