TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR DITINJAU DARI ASPEK PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK (Studi Analisis Putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe No. 60/Pid.B/2013/PN-LSM dan No 117/Pid.B/2013/PN-LSM)
JURNAL
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh
FACHRUL RAZI 1000200185 DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014
ABSTRAK TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR DITINJAU DARI ASPEK PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK (Studi Analisis Putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe No. 60/Pid.B/2013/PN-LSM dan No 117/Pid.B/2013/PN-LSM) Fachrul Razi* ** Dr. Madiasa Ablisar, SH, MS *** Rafiqoh Lubis, SH, M.Hum Anak yang melakukan pelanggaran hukum atau melakukan tindakan kriminal sangat dipengaruhi beberapa faktor lain di luar diri anak seperti pergaulan, pendidikan, teman bermain dan sebagainya, karena tindak pidana yang dilakukan oleh anak pada umumnya adalah merupakan proses meniru ataupun terpengaruh tindakan negatif dari orang dewasa atau orang disekitarnya. Permasalahan dalam penelitian ini adalah faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya Tindak Pidana Pencabulan yang dilakukan oleh Anak. Bagaimana Penyelesaian tindak pidana pencabulan yang dilakukan anak dalam Putusan Pengadilan di Analisis dari Aspek Perlindungan terhadap Anak. Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundangundangan dan putusan pengadilan. Faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya Tindak Pidana Pencabulan yang dilakukan oleh Anak, faktor interinsik yaitu faktor intelegensia, faktor usia, faktor kelamin sedangkan faktor eksterinsik yaitu faktor rumah tangga, faktor pedidikan dan sekolah, faktor pergaulan anak serta faktor mass media. Penyelesaian tindak pidana pencabulan yang dilakukan anak dalam Putusan Pengadilan di analisis dari Aspek Perlindungan terhadap Anak. Perlindungan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dilaksanakan melalui: Perlakuan atas anak secara menusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak, Penyediaan Petugas Pendamping sejak dini, Penyediaan sarana dan prasarana khusus, Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak, Pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hokum, Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orangtua atau keluarga dan Perlindungan dari pemberian identitas melalui media masa untuk menghindari labelisasi Kata Kunci : Tindak Pidana Pencabulan yang Dilakukan oleh Anak
* ** ***
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
ABSTRACT CRIME MOLESTATION PERFORMED BY CHILDREN UNDER THE AGE VIEWED FROM THE ASPECT OF PROTECTING CHILDREN (Study Analysis of District Court Lhokseumawe No. 60/Pid.B/2013/PN-LSM dan No 117/Pid.B/2013/PN-LSM) Fachrul Razi* Dr. Madiasa Ablisar, SH, MS** Rafiqoh Lubis, SH, M.Hum*** Children who are breaking the law or committing a crime is influenced several other factors outside of the child such as relationships, education, playmate and so on, because of criminal offenses committed by children in general is a process of imitating or negatively affected by the actions of adults or people around it. Problems in this study are the factors that influence the occurrence of the Crime of sexual abuse committed by the Son. How Settlement of criminal acts committed sexual abuse of children in the Court's Decision in the analysis of aspects of the Protection of Children. Types of research conducted in this study is a normative legal research. Normative legal research is a research method that refers to the legal norms contained in legislation and court rulings. Factors that influence the occurrence of the Crime of sexual abuse committed by the Son, intrinsic factors that intelligence factors, age, sex factor while extrinsic factors are factors of household, education and school factors, factors child relationships and the mass media factor. Completion of the crime of child sexual abuse committed in the Court's Decision in the analysis of aspects of the Protection of Children. Special protection to children in conflict with the law implemented through: The treatment of children is more human in accordance with the dignity and rights of the child, Supply Officer Companion early, provision of special facilities and infrastructure, imposition of appropriate sanctions for the best interests of the child, Monitoring and continuous recording to the development of children in conflict with the law, granting bail to maintain a relationship with a parent or family and Protection of giving identity through mass media to avoid labeling. Keywords: Crime sexual abuse conducted by Children
* ** ***
Students of the Faculty of Law, University of North Sumatra Supervisor I Supervisor II
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dalam konteks Indonesia, anak adalah penerus cita-cita perjuangan suatu bangsa. Selain itu, anak merupakan harapan orang tua, harapan bangsa dan negara yang akan melanjutkan tongkat estafet pembangunan serta memiliki peran strategis, mempunyai ciri atau sifat khusus yang akan menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Oleh karena itu, setiap anak harus mendapatkan pembinaan sejak dini, anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial. Terlebih lagi bahwa masa kanak-kanak merupakan periode pembentukan watak, kepribadian dan karakter diri seorang manusia, agar kehidupan mereka memiliki kekuatan dan kemampuan serta berdiri tegar dalam meniti kehidupan1 Persoalan kejahatan kemudian menjadi problem serius yang dihadapi oleh setiap bangsa dan negara didunia ini, karena kejahatan pasti menimbulkan korban. Masalah kejahatan tetap menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat yang kemungkinan munculnya sering kali tidak dapat diduga atau tiba-tiba saja terjadi disuatu lingkungan dan komunitas yang sebelumnya tidak pernah diprediksi akan timbul suatu kejahatan. Siapa saja dapat menjadi korban kejahatan namun pada umumnya adalah perempuan dan anak karena berdasarkan fisik mereka lebih lemah dari pelaku yang pada umumnya laki-laki. Masyarakat perlu lebih jeli dan peka terhadap lingkungan. Perlu disadari bahwa kejahatan dapat dilakukan oleh siapapun dan terhadap siapapun. Setiap orang dapat menjadi sasaran kejahatan, baik itu orang dewasa maupun anak di bawah umur. Maraknya kejahatan kesusilaan dewasa ini berkenaan dengan biasanya berbentuk pencabulan baik yang dilakukan oleh sepasang orang dewasa atau sesama orang dewasa maupun sesama anak dibawah umur. Pelaku kejahatan tersebut merasa bahwa anak-anak di
1
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2008, hal., 1.
bawah umur dapat menjadi salah satu sasaran untuk menyalurkan hasrat seksualnya. Pencabulan yang dilakukan terhadap sesama anak di bawah umur tentunya akan berdampak pada psikologis maupun perkembangan lainnya terhadap anak tersebut terutama bagi korban. Dampak psikologis pada anak-anak akan melahirkan trauma berkepanjangan yang kemudian dapat melahirkan sikap tidak sehat, seperti minder, takut yang berlebihan, perkembangan jiwa terganggu, dan akhirnya berakibat pada keterbelakangan mental. Keadaan tersebut kemungkinan dapat menjadi suatu kenangan buruk bagi anak korban pencabulan tersebut. Angka kasus pencabulan di Indonesia tinggi dan setiap tahun mengalami kenaikan cukup signifikan, hampir setiap hari bila kita melihat dan mendengarkan baik melalui media cetak maupun elektronik. Pelakunyapun beragam, mulai dari kakek-kakek hingga tetangganya sendiri. Dari banyak kasus yang berhasil terungkap, biasanya pelakunya orang dekat atau dikenal korbannya, bahkan tak sedikit orang tua mencabuli anak kandungnya sendiri. Pelaku memanfaatkan kedekatan dan kepercayaan keluarga untuk memuluskan niat jahatnya. Berdasarkan data diketahui kasus pencabulan terhadap anak meningkat 200% dalam kurun waktu 2012-2013. diperkirakan tiga tahun belakangan angka kasus pencabulan membengkak dua kali lipat.2 Berdasarkan data Polres Lhokseumawe, diketahui kasus pencabulan anak dalam kurun waktu 2010-2013 mengalami naik turun. Tahun 2010 ada 10 kasus, tahun 2011 ada 6 kasus, tahun 2012 ada 16 kasus. Sedangkan pada tahun 2013 kasus pencabulan anak ada 4 kasus. Salah satu contoh kasus, yang terjadi pada Nurul Makfira binti Muhammad Cut yang telah dicabuli tetangganya sendiri yakni Muhammad Rian bin M. Daud pada tanggal 02 Februari 2013 sekira pukul 20.00 Wib atau setidaktidaknya pada suatu waktu dalam bulan Februari 2013, bertempat dipinggir jalan Desa Crum Kecamatan Muara Kota Lokseumawe dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk anak, yakni saksi korban Nurul
2
Harian Kompas terbitan tanggal 7 Oktober 2013
Makfira binti Muhammad Cut berusia 12 tahun 7 bulan melakukan pencabulan dengannya atau dengan orang lain.3 Menurut Van Apeldoorn, hukum ditegakkan dengan tujuan mengatur tata tertib masyarakat secara damai dan adil. Perdamaian di antara manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan manusia tertentu, kehornatan, kemerdekaan, jiwa, harta, dan sebagainya terhadap yang merugikan.4 Semakin meningkatnya kriminalitas di Indonesia berakibat timbulnya berbagai macam modus operandi dalam terjadinya tindak pidana. Disamping itu, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang hukum pidana menyebabkan seseorang menjadi korban terjadinya perbuatan pidana, atau seseorang. 5 Perlindungan terhadap anak pada suatu masyarakat bangsa, merupakan tolak ukur perabadan bangsa tersebut, karenanya wajib diusahakan sesuai dengan kemampuan nusa dan bangsa. Kegiatan perlindungan anak meruapakan suatu tindakan hukum yang berakibat hukum6 Berdasarkan uraian di atas maka judul dalam penulisan skripsi ini adalah Tindak Pidana Pencabulan yang Dilakukan oleh Anak Dibawah Umur Ditinjau dari Aspek Perlindungan Terhadap Anak (Studi Analisis Putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe No. 60/Pid.B/2013/PN-LSM dan No 117/Pid.B/2013/PNLSM) B. Perumusan Masalah Adapun di dalam setiap pelaksanaan penelitian penting diuraikan rumusan masalah, karena dengan demikian dapat diketahui pembatasan dari pelaksanaan penelitian dan juga pembahasan yang akan dilakukan 1. Faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya Tindak Pidana Pencabulan yang dilakukan oleh Anak?
3
Berkas Perkara No. Polisi: BP/243/XII/2013/reskrim, Polres Lokseumawe Chainur Arrasjid, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2001, hal 40 5 Hukum Pidana Replik, Deplik, Justicie, http://yuhendrablog. Wordpress.Com/ 2008/04/08/hukum pidana, diakses pada tanggal 1 April 2014 6 Abdul Hakim G. Nusantara, Hukum dan Hak-Hak Anak, disunting oleh Mulyana W. Kusumah, Jakarta: Rajawali, 1986, hal 23 4
2. Bagaimana Penyelesaian tindak pidana pencabulan yang dilakukan anak dalam Putusan Pengadilan di Analisis dari Aspek Perlindungan terhadap Anak? C. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundangundangan dan putusan pengadilan,7 yang berkaitan dengan Tindak Pidana Pencabulan Yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah Umur Ditinjau Dari Aspek Perlindungan Terhadap Anak (Studi Analisis Putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe dan No. 60/Pid.B/2013/PN-LSM dan No 117/Pid.B/2013/PNLSM) 2. Spesifikasi Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, artinya bahwa penelitian ini, menggambarkan, menelaah dan menjelaskan secara analitis tindak pidana pencabulan. Pendekatan penelitian ini adalah penelitian hukum normatif,8 yaitu dimaksudkan sebagai pendekatan terhadap masalah dengan melihat dari segi peraturan-peraturan yang berlaku oleh karena itu dilakukan penelitian kepustakaan. Pada penelitian hukum, bahan pustaka merupakan data dasar yang dalam penelitian digolongkan sebagai data sekunder. 9 3. Sumber data Data penelitian ini didapatkan melalui studi kepustakaan, yakni dengan melakukan pengumpulan referensi yang berkaitan dengan obyek penelitian yang meliputi data sekunder yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori 7
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Raja Grafindo Persada,2004, hal 14. 8 Soerjono Soekamto dan Sri Mamudji, Peranan dan Penggunaan Perpustakaan Di dalam Penelitian Hukum, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999, hal.3 9 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Sebagaimana dikutip dari Seojono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Rajawali Press, 1990, hal. 41.
dan informasi serta pemikiran konseptual dari penelitian pendahulu baik berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya. Data sekunder terdiri dari: 1. Bahan hukum primer, antara lain: a. Norma atau kaedah dasar b.
Peraturan dasar landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini diantaranya adalah Kitab Undang-undang Hukum Pidana, UndangUndang No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.
2. Bahan hukum sekunder berupa buku yang berkaitan dengan tindak pidana tindak pidana pencabulan, hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini. 3. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer, sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah dan jurnal ilmiah, serta bahan-bahan di luar bidang hukum yang relevan dan dapat 44
dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian. 3. Alat Pengumpul Data Penulisan skripsi ini, digunakan metode pengumpulan data untuk memperoleh data dan informasi yaitu melalui metode penelitian kepustakaan (Library Research) dan metode penelitian lapangan (field research). Metode penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan menelaah berbagai bahan pustaka yang berhubungan dengan kasus dalam penelitian ini. 4. Analisis data Seluruh data yang sudah diperoleh dan dikumpulkan selanjutnya akan ditelaah dan dianalisis secara kualitatif. Analisis kualitatif ini dilakukan dengan cara pemilihan Pasal-pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang tindak pidana pencabulan, kemudian membuat sistematika dari pasal-pasal
tersebut sehingga akan menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Data yang dianalisis secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian yang sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data, selanjutnya semua data diseleksi dan diolah kemudian dianalisis secara deskriptif sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian dalam skripsi ini.
II.
PEMBAHASAN
A. Analisis Putusan dalam Tindak Pidana Pencabulan dari Aspek Perlindungan Terhadap Anak 1. Posisi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe Nomor : 60/Pid. B/2013/PN-LSM Tanggal 29 Juli 2013 a. Kasus Posisi Terdakwa Muhammad Rian Bin M. Daud pada hari Sabtu tanggal 02 bulan Pebruari tahun 2013 sekira pukul 20.00 Wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Pebruari tahun 2013, bertempat di pinggiran jalan Desa Blang Crum Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe atau setidak-tidaknya pada suatu tempat dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Lhokseumawe, dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak, yakni saksi korban Nurul Makfira Binti Muhammad Cut berusia 12 (dua belas) tahun dan 7 (tujuh) bulan, melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, yang dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut : Pada hari dan tanggal yang tidak dapat ditentukan lagi dengan pasti, sekitar pertengahan bulan Januari tahun 2013, terdakwa menghubungi saksi Nurul Makfira Binti Muhammad Cut dan mengajak saksi Nurul untuk melakukan hubungan badan (bersetubuh) dengan terdakwa. Karena saksi Nurul menolak maka terdakwa membujuk saksi Nurul, pada pokoknya dengan kata-kata “bila saksi Nurul mau melakukan hubungan badan dengan terdakwa berarti saksi Nurul punya rasa cinta dengan terdakwa, tetapi bila saksi Nurul menolak ajakan
terdakwa berarti saksi Nurul tidak tulus mencintai terdakwa”. Disamping itu terdakwa sering mengisi pulsa ke handphone milik saksi Nurul, dan terdakwa ada memberikan hadiah berupa kalung fantasi, serta terdakwa juga berjanji pasti akan bertanggung jawab terhadap apa yang telah dilakukan kepada saksi Nurul, dengan menikahi saksi Nurul kelak. Atas bujuk rayu terdakwa tersebut, saksi Nurul terpengaruh dan bersedia untuk melakukan hubungan badan dengan terdakwa. Pada hari sabtu tanggal 02 Pebruari 2013 sekira pukul 19.30 Wib atau sekitar waktu tersebut terdakwa menjemput saksi Nurul Makfira Binti Muhammad Cut ditempat tinggal saksi, Lorong I Dusun Darussalam Desa Pusong Lama Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe. b. Dakwaan Dakwaan Pertama Primari Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 287 ayat (1) KUHPidana Subsidair Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 82 Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 290 ayat (2) KUHPidana c. Fakta Hukum Bahwa ia terdakwa Muhammad Rian bin M. Daud pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut dalam dakwaan pertama primari, dengan sengaja melakukan kekerasn atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak, yakni saksi korban Nurul Makfira binti Muhammad Cut berusia 12 (dua belas) tahun 7 (tujuh) bulan, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, yang dilakukan terdakwa dengan cara : Pada hari dan tanggal yang tidak dapat ditentukan lagi dengan pasti, sekitar pertengahan bulan Januari tahun 2013, terdakwa menghubungi saksi Nurul Makfira Binti Muhammad Cut dan mengajak saksi Nurul untuk melakukan
hubungan badan (bersetubuh) dengan terdakwa. Karena saksi Nurul menolak maka terdakwa membujuk saksi Nurul, pada pokoknya dengan kata-kata “bila saksi Nurul mau melakukan hubungan badan terdakwa berarti saksi Nurul punya rasa cinta dengan terdakwa, tetapi bila saksi Nurul menolak ajakan terdakwa berarti saksi Nurul tidak tulus mencintai terdakwa”. Disampng itu terdakwa sering mengisi pulsa ke handphone milik saksi Nurul, dan terdakwa ada memberikan hadiah berupa kalung fantasi, serta terdakwa juga berjanji pasti akan bertanggung jawab terhadap aoa yang dilakukan kepada saksi Nurul, dengan menikahi saksi Nurul kelak. Atas bujuk rayu terdakwa tersebut, saksi Nurul terpengaruh dan bersedia untuk melakukan hubungan badan dengan terdakwa. Pada hari sabtu tanggal 02 Pebruari 2013 sekira pukul 19.30 Wib atau sekitar waktu tersebut terdakwa menjemput saksi Nurul Makfira Binti Muhammad Cut di tempat tinggal saksi, Lorong I Dusun Darussalam Desa Pusong Lama Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe. Kemudian, dengan sepeda motor, terdakwa membawa saksi Nurul ke Wilayah Kecamatan Muara Dua, tepatnya dipinggiran Jalan Desa Blang Crum Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe. d. Tuntutan Penuntut umum menyusun dakwaannya dalam bentuk kombinasi, maka hakim akan mempertimbangkan terlebih dahulu dakwaan pertama primari, yang unsur-unsurnya sebagai berikut : 1) Setiap orang ; 2) Dengan sengaja ; 3) Melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk ; 4) Anak ; 5) Melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain ; e. Putusan Hakim Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahn 2002 Tentang Perlindungan Anak serta peraturan lainnya berkenaan dengan perkara ini ;
Mengadili : 1. Menyatakan terdakwa Muhammad Rian M. Daud sesuai dengan identitas tersebut tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan pidana sebagaimana dalam dakwaan pertama sunsidair ; 2. Membebaskan terdakwa oleh karena itu dari dakwaan pertama primari ; 3. Menyatakan tedakwa Muhammad Rian M. Daud sesuai dengan identitas tersebut, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan pidana “pencabulan terhadap anak “ sebagaimana di maksud dalam dakwaan pertama subsidair ; 4. Menetapkan barang bukti berupa : a. 1 (satu) helai kemeja perempuan lengan panjang warna ungu ; b. 1 (satu) helai celana panjang kain perempuan warna coklet ; c. 1 (satu) helai miniset warna hiyam ; d. 1 (satu) helai celana dalam perempuan warna orange ; Dikembalikan kepada saksi Nurul Makfira Binti Muhammad Cut ; 5. Membebankan terdakwa untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp.2.000,- (dua ribu rupiah) ; f. Analisis Kasus Anak sebagai individu yang belum dewasa perlu mendapatkan perlindungan hukum (legal protection) agar terjamin kepentingannya sebagai anggota masyarakat. Masalah penegakan hak-hak anak dan hukum anak, pada dasarnya sama dengan masalah penegakan hukum secara keseluruhan. Oleh karena itu, masalah pengimplementasian hukum anak harus benar-benar terjaga dan dilaksanakan dengan sebaik mungkin. Pada hakekatnya prinsip dasar dan tata cara persidangan perkara anak dalam praktik di Pengadilan Negeri Lhokseumawe mengacu pada ketentuan Pasal 55- Pasal 59 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, ketentuanketentuan KUHAP, pedoman pelaksanaan KUHAP, dan peraturan-peraturan lainnya.
Dalam putusan pidana Nomor: 60/Pid.B/2013/PN-LSM Tanggal 29 Juli 2013, terdakwa dan korban sama-sama masih dalam kategori anak dibawah umur, dimana terdakwa baru berumur 17 tahun dan korban dan korban baru berumur 12 tahun 7 bulan, hal ini merujuk pada ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, menyebutkan: “Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.” Kemudian dalam ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, menyebutkan: “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.” Analisa terhadap Putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe tersebut dalam perspektif perlindungan anak, maka dapat disimpulkan bahwa terdakwa sebagai anak nakal yang melakukan tindak pidana sebagaimana putusan Nomor: 60/Pid.B/2013/PN-LSM Tanggal 29 Juli 2013, ditemukan fakta hukum bahwa dalam perkara terdakwa, Hakim dalam mengambil keputusan lebih terfokus pada hasil pemeriksaan didepan sidang pengadilan. Hakim berdasarkan kenyataan yang diperoleh selama persidangan dalam perkara terdakwa, hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat melepaskan terdakwa dari pertanggungjawaban pidana. Hakim berkesimpulan
bahwa
perbuatan
yang
dilakukan
terdakwa
harus
di
pertanggungjawabkan kepadanya mengingat terdakwa mampu bertanggung jawab maka terdakwa dinyatakan bersalah atas tindak pidana yang didakwakan (pencabulan terhadap anak). Selain itu dalam mengambil keputusannya hakim berdasarkan adanya fakta hukum yang ditemukan bahwa orangtua pelaku dan orang tua korban sudah ada perdamaian untuk menikahkan terdakwa dan korban. Sebelum memberi keputusan hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Dalam perkara terdakwa hal-hal yang memberatkan adalah: a.Perbuatan terdakwa dapat merusak masa depan korban. Sedangkan hal-hal yang meringankan adalah : 1. Terdakwa mengakui dan menyesali kesalahannya.
2. Terdakwa masih anak-anak yang membutuhkan perhatian orang tuanya dan masih mempunyai masa depan. 3. Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan. 4. Terdakwa masih berusia muda yang masih dapat dibina. 5. Terdakwa masih berstatus pelajar (SMA-X) aktif. 6. Telah ada perdamaian antara pihak keluarga terdakwa dan pihak keluarga korban. 7. Terdakwa belum pernah dihukum. Namun dalam pertimbangan hukumnya sebelum menjatuhkan pidana terhadap terdakwa sebagai anak nakal yang melakukan tindak pidana, hakim hanya mengacu pada ketentuan Pasal 23 dan Pasal 24 Undang-Undang Nomor: 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak dan Undang-Undang Nomor: 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yaitu hanya berupa tindakan dan pernyaratan dengan menitik beratkan pada hukum pidana pengawasan: Dalam pokok pertimbangan hukumnya hakim menyebutkan: terhadap terdakwa yang masih merupakan anak dibawah umur yang sedang bermasalah dengan hukum, sesuai dengan ketentuan Undang- Undang Nomor: 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, maka terhadap anak dapat dilakukan perlindungan dan penempatan dalam Rumah Tahanan Anak Namun oleh karena di Lembaga Permasyarakatan Lhokseumawe tidak ada tersedia ruangan khusus bagi penempatan anak nakal, dan apabila digabungkan dengan tahanan dewasa, dikhawatirkan dapat mempengaruhi perkembangan jiwa dan tingkah laku anak kearah yang lebih negatif, maka sudah sepatutnya terhadap terdakwa tersebut dapat dijatuhi pidana berupa tindakan dengan persyaratan. Padahal dalam seluruh pertimbangan hukumnya, hakim harus melihat pula berbagai aspek dalam hukum pidana, yaitu: dengan bertitik tolak kepada aspek yuridis, aspek keadilan bagi terdakwa dan kultur masyarakat pada umumnya, aspek kejiwaan dan atau psikologis terdakwa, aspek agamis dan atau religius, dimana terdakwa tinggal dan dibesarkan, maka uraian sebagaimana konteks diatas haruslah mempertimbangkan aspek dan dimensi Legal justice, Moral Justice dan Social Justice atau lebih tegasnya lagi putusan dan pertimbangan dari hakim harus
mempertimbangkan dimensi teoretis, Normatif dan praktik antara das sollen dengan das sein. 2. Posisi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe Nomor : 117/Pid. B/2013/PN-LSM tanggal 9 September 2013 a. Kasus Posisi Terdakwa Apif Harjian Ade Yunari pada hari Minggu tanggal 23 Juni 2013 sekira pukul 17.15 wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Juni 2013, bertempat di belakang rumah korban Nurul Asyifa Binti Yudo Handoko yakni di Asrama I Korem 001 Lilawangsa Desa Kampung Jawa Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Lhokseumawe atau berwenang memeriksa dan mengadili, dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk anak yaitu terhadap korban Nurul Asyifa Binti Yudo Handoko (masih
berumur
5
(lima)
tahun
sebagaimana
Kartu
Keluarga
No.
1173010705070001 yang dikeluarkan tanggal 14 Juni 2013) untuk melakukan atau membiarkan melakukan perbuatan cabul. Perbuatan tersebut yang dilakukan terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut: Hari dan tempat sebagaimana diuraikan diatas, ketika terdakwa bersama adik kandung yakni saksi Seftian Nurrizki Bin Yudo Handoko sedang bermainmain sambil makan kentang goring karena korban ingin makan kentang goring tersebut lalu korban menghadiri terdakwa dan adik kandung korban dan mengambil kentang goreng tersebut lalu terdakwa membujuk korban dengan memberikan permen kepada korban sambil mengajak korban agar bermain kebelakang rumah, kalau korban bersama adik korban dan terdakwa menuju kebelakang rumah korban ketika sampai dibelakang rumah, terdakwa langsung membuka celana panjang dan celana dalam korban lalu terdakwa membuka celananya dan meyuruh korban menghisap kemaluaan korban lalu terdakwa menghisap kemaluan orban kemudian terdakwa memasukkan jari telunjuknya ke dalam kemaluan korban dan menyuruh korban untuk tidur diatas tanah lalu menindih dan mencium bibir korban lalu terdakwa terdakwa memasukkan
kemaluannya ke dalam vagina korban sedangkan korban merasa kesakitan dan menangis lalu terdakwa mengatakan kepada korban “diam jangan menangis” pada saat itu adik korban hanya melihat dan terdiam lalu terdakwa menyuruh adik kandung korban untuk pulang sedangkan terdakwa tetap menindih korban lalu abang kandung korban yakni saksi Arya Dwi Pangga Bin Yudo Handoko memanggil korban kemudian terdakwa memakai celananya dan mengatakan kepada korban “Syifa jangan bilang sama ayah dan mamak ya” pada saat itu korban hanya diam dan langsung pulang kerumahnya. b. Dakwaan Dakwaan tunggal yaitu Pasal 82 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak c. Fakta Hukum Bahwa sampai di belakang rumah terdakwa membuka celana saksi korban sampai batas lutut, pada saat terdakwa membuka celana saksi korban dalam keadaan duduk dan setelah itu terdakwa suruh tidur saksi korban, lalu terdakwa memasukkan jari telunjuknya kekemaluan saksi korban, bahwa akibat terdakwa memasukkan jari telunjuknya kekemaluan (vagina) saksi korban mengeluarkan darah dari kemaluannya karena kena kuku terdakwa, sehingga saksi korban menangis setelah melihat darah dari kemaluannya. Menimbang, bahwa terdakwa juga memasukkan kemaluannya kedalam vagina saksi korban, terdakwa juga menyuruh hisap kemaluan terdakwa pada saksi korban; Perlindungan anak merupakan suatu bidang pembangunan
nasional.
Melindungi anak adalah melindungi manusia dan melindungi manusia seutuhnya. Pemberian perlindungan kepada anak tidak hanya diberikan kepada anak yang menjadi korban tindak pidana, tetapi juga terhadap anak yang melakukan tindak pidana, sehingga dalam proses hukum apabila dalam pemberian putusan pidana seharusnya mempertimbangkan masa depan si anak yang melakukan tindak pidana, maupun anak sebagai korban tindak pidana. Perlindungan bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam UU 23 tahun 202 tentang Perlindungan Anak, yaitu perlindungan anak yang berkomlik dengan
hukum dan anak korban tindak pidana, merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat, baik sebagai pelaku tindak pidana maupun sebagai korban, anak harus dikawal untuk mendapatkan perlindungan hak-haknya; d. Tuntutan Pasal 5 ayat (1) undang – undang nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan bahwa Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa. (vide Pasal 8 ayat (2) Undang-undang nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman); Akibat perbuatan terdakwa, pada sekitar alat kelamin saksi korban mengeluarkan darah akibat luka lecet, sebagaimana visum et repertum luka Nomor .R/37/VI/VER/2013, tanggal 24 Juni 2013, dengan hasil pemeriksaan Umum tidak ada tanda-tanda kekerasan. Pemeriksaan khusus luka lecet pada pubis, pada selaput dara masih utuh, dengan kesimpulan liang senggama pada anak tersebut dalam batas-batas normal, dengan demikian unsure ini telah terpenuhi menurut hukum; Sebelum Majelis menetapkan pidananya kepada terdakwa, maka terlebih dahulu akan dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan pidana bagi terdakwa sebagai berikut: Hal-hal yang memberatkan: -
Perbuatan terdakwa dapat merusak masa depan saksi korban;
-
Terdakwa dengan saksi korban bertetangga seharusnya melindungi saksi korban ;
Hal yang meringankan: -
Terdakwa bersikap sopan di persidangan.
-
Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya sehingga memperlancar jalannya siding.
-
Terdakwa menyatakan penyesalannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya tersebut dimasa yang akan dating.
-
Terdakwa masih anak-anak dan berstatus pelajar aktif di sekolah SMU kelas I; Hakim dalam menjatuhkan pemindaan terhadap terdakwa yang masih
anak-anak yang tahap perkembangan nalar maupun pikirannya masih rendah, maka haruslah dipertimbangkan:”Kesalahan pembuat, Motif dan tujuan dilakukannya tindak pidana. Cara melakukan tindak pidana. Sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana. Pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat, dan Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan”. e. Putusan Hakim Mengingat Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahn 2002 Tentang Perlindungan Anak serta peraturan lainnya berkenaan dengan perkara ini ; Mengadili -
Menyatakan terdakwa Apif Harjian Bin Ade Yunapri, terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan perbuatan cabul;
-
Menghukum pula agar terdakwa membayar denda sebesar Rp. 30.000.000,0 (tiga puluh juta rupiah), apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan hukuman kurungan selama 1 (satu) bulan;
-
Memerintahkan barang bukti berupa: a. 1 (satu) buah baju kaos anak-anak berwarna pink bermotif boneka; b. 1(satu) buah celana dalam anak-anak dalam kondisi berdarah yang sudah mongering; c. 1 (satu) buah celana panjang anak-anak bahan kaos berwarna cream; Dikemabalikan kepada pemiliknya Saksi Korban Nurul Asyifa bin Yudo Handoko;
-
Membebani terdakwa untuk membayar perkara sebesar Rp. 5.000, (lima ribu rupiah); f. Analisis Putusan Akibat perbuatan terdakwa, pada sekitar alat kelamin saksi korban
mengeluarkan darah akibat luka lecet, sebagaimana visum et repertum luka Nomor .R/37/VI/VER/2013, tanggal 24 Juni 2013, dengan hasil pemeriksaan
Umum tidak ada tanda-tanda kekerasan. Pemeriksaan khusus luka lecet pada pubis, pada selaput dara masih utuh, dengan kesimpulan liang senggama pada anak tersebut dalam batas-batas normal, dengan demikian unsure ini telah terpenuhi menurut hukum; Sebelum Majelis menetapkan pidananya kepada terdakwa, maka terlebih dahulu akan dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan pidana bagi terdakwa sebagai berikut: Hal-hal yang memberatkan: a. Perbuatan terdakwa dapat merusak masa depan saksi korban; b. Terdakwa dengan saksi korban bertetangga seharusnya melindungi saksi korban ; Hal yang meringankan: 1. Terdakwa bersikap sopan di persidangan. 2. Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya sehingga memperlancar jalannya siding. 3. Terdakwa menyatakan penyesalannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya tersebut dimasa yang akan dating. 4. Terdakwa masih anak-anak dan berstatus pelajar aktif di sekolah SMU kelas I; Hakim dalam menjatuhkan pemindaan terhadap terdakwa yang masih anak-anak yang tahap perkembangan nalar maupun pikirannya masih rendah, maka haruslah dipertimbangkan:”Kesalahan pembuat, Motif dan tujuan dilakukannya tindak pidana. Cara melakukan tindak pidana. Sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana. Pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat, dan Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan”. Undang-undang No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, mengatur bahwa fungsi penjatuhan pidana bukanlah merupakan suatu pembalasan dendam dari Negara, melainkan sebagai upaya untuk sadar, demgam demikian menurut hukum unsure dengan sengaja telah terpenuhi secara sah dan menyakinkan menurut hukum;
Unsur melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk anak melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul”; Terdakwa dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 222 ayat 1 KUHP, kepada terdakwa harus pula dibebani untuk membayar biaya perkara yang besarnya akan ditentukan dalam amar putusan ini;Pasal-Pasal dari Undang-undang dan peraturan lain yang bersangkutan terutama Pasal 82 Undang-undang RI No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, dan regulasi hukum lainnya: 3.
Perbandingan Antara Putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe Nomor: 60/Pid.B/2013/PN-LSM Tanggal 29 Juli 2013 dan Nomor 117 Pid.B/2013/PN-LSM Tanggal 03 September 2013 dengan Putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe Perlindungan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana membutuhkan
adanya kelengkapan aturan dan pemahaman serta kemampuan aparat penegak hukum dalm melaksanakan ketentuan dan juga perlunya dukungan dari masyarakat. Terhadap anak yang melakukan tindak pidana ini wajib dilakukan penelitian kemayarakatan (LITMAS) yuang dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan. Betapa perlunya Hakim memperhatikan hasil penelitian kemasyarakatan (litmas) oleh Pembimbing Kemasyarakatan untuk menjadi dasar penyusunan suatu putusannya setelah memperhatikan fakta hukum yang terungkap di persidangan. Itu sebabnya Pasal 59 ayat (2) undang-Undang Nomor Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, menegaskan “sebelum hakim menjatuhkan putusannya, wajib terlebih dahulu mempertimbangkan laporan litmas dari Pembimbing Kemasyarakatan,” hal ini memperlihatkan bahwa hasil litmas diperhatikan Hakim dalam pertimbangan putusannya Hakim seyogyanya benar-benar teliti dan mengetahui segala latar belakang anak sebelum sidang dilakukan. Hakim seharusnya tidak boleh keliru dalam menjatuhkan keputusan, karena putusan hakim sangat berarti dan sangat berpengaruh pada kehidupan anak yang bersangkutan dimasa depan. Hakim yang menangani perkara pidana anak sedapat mungkin mengambil tindakan yang tidak
memisahkan anak dari orang tuanya, atas pertimbangan bahwa rumah yang jelek lebih baik dari Lembaga Permasyarakatan Anak yng baik (a bad home is better than a good institution/prison). Dalam kajian terhadap Putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe Nomor: 117/Pid.B/2013/PN-LSM tanggal 02 Juli 2013 dan Putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe Nomor: 60/Pid.B/2013/pn-lsm Tanggal 29 Juli 2013, sebagai putusan atas tindak pidana yang dilakukan oleh anak dibawah umur atau anak nakal yang melakukan tindak pidana pencabulan. Sedangkan Putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe Nomor: 60/Pid. B/2013/PN-LSM tanggal 29 Juli 2013, menitik beratkan putusan terhadap terdakwa dalam hal: Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan, menetapkan bahwa pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali apabila dalam kurun waktu masa percobaan 1 (satu) tahun belum berakhir terdakwa telah dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana. III. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian bab-bab di atas dapat simpulkan sebagai berikut: 1. Faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya Tindak Pidana Pencabulan yang dilakukan oleh Anak, faktor interinsik yaitu faktor intelegensia, faktor usia, faktor kelamin sedangkan faktor eksterinsik yaitu faktor rumah tangga, faktor pedidikan dan sekolah, faktor pergaulan anak serta faktor mass media 2. Penyelesaian tindak pidana pencabulan yang dilakukan anak dalam Putusan Pengadilan di analisis dari Aspek Perlindungan terhadap Anak. Perlindungan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dilaksanakan melalui: Perlakuan atas anak secara menusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak, Penyediaan Petugas Pendamping sejak dini, Penyediaan sarana dan prasarana khusus, Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak.
B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut 1. Sebaiknya pemerintah, aparat penegak hukum, masyarakat, dan orang tua, lebih peka terhadap anak dan apa yang terjadi di sekitar mereka, sehingga bisa memantau perkembangan anak dan bisa mencegah anak kepada halhal yang akan merusak kepribadian dan masa depan mereka. 2. Diharapkan para hakim lebih jelih dalam mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa, ini berkaitan dengan nilai keadilan suatu putusan bagi semua pihak dan efek jerah dari putusan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Buku Arrasjid, Chainur, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2001, hal 40 Gultom, Maidin, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2008. Nusantara, Abdul Hakim G., Hukum dan Hak-Hak Anak, disunting oleh Mulyana W. Kusumah, Jakarta: Rajawali, 1986 Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Raja Grafindo Persada,2004. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Peranan dan Penggunaan Perpustakaan Di dalam Penelitian Hukum, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999. Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Sebagaimana dikutip dari Seojono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Rajawali Press, 1990 Internet/Koran Harian Kompas terbitan tanggal 7 Oktober 2013 Berkas Perkara No. Polisi: BP/243/XII/2013/reskrim, Polres Lokseumawe Hukum Pidana Replik, Deplik, Justicie, http://yuhendrablog. Wordpress.Com/ 2008/04/08/hukum pidana, diakses pada tanggal 1 April 2014