ANALISIS PENJATUHAN PUTUSAN LEPAS DARI SEGALA TUNTUTAN HUKUM OLEH HAKIM PENGADILAN NEGERI SURABAYA NO. 3175/Pid.B/2010/PN.SBY TERHADAP KASUS ANAK YANG MELAKUKAN PEMBUNUHAN TERHADAP ANAK KANDUNGNYA
JURNAL
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
OLEH :
SILVIE YOELANDA PRATIWI 120200361
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016
ANALISIS PENJATUHAN PUTUSAN LEPAS DARI SEGALA TUNTUTAN HUKUM OLEH HAKIM PENGADILAN NEGERI SURABAYA NO. 3175/Pid.B/2010/PN.SBY TERHADAP KASUS ANAK YANG MELAKUKAN PEMBUNUHAN TERHADAP ANAK KANDUNGNYA
JURNAL
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
OLEH :
SILVIE YOELANDA PRATIWI 120200361
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
Mengetahui :
Penanggung Jawab
Dr. H.M. Hamdan. SH., M.H NIP. 195703261986011001 Editor
Dr. H.M. Hamdan. SH., M.H NIP. 195703261986011001
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016
ABSTRAK Silvie Yoelanda Pratiwi.*) Dr. H.M. Hamdan, SH, MH.**) Dr. Marlina, SH, M.Hum.***) Kejahatan yang marak terjadi dewasa ini ternyata tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa saja, anak pun bisa menjadi pelaku kejahatan. Ketika anak melakukan kejahatan dan telah terbukti melakukan tindak pidana, penjatuhan sanksi pidana pada anak tidak semata-mata untuk memberikan hukuman namun harus pula dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya. Memenuhi hal tersebut, mengarahkan kita untuk melihat lebih lanjut apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan lepas dari segala tuntutan hukum terhadap anak yang melakukan pembunuhan terhadap anak kandungnya pada putusan No.3175/Pid.B/2010/PN.SBY. Penelitian skripsi ini dilakukan dengan metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif dengan menggunakan jenis data sekunder. Penelitian ini bersifat deskriptif dan metode pengumpulan data dengan meneliti bahan pustaka yang terkait dengan permasalahan yang diteliti, baik itu bersumber dari buku, majalah, artikel, jurnal, dan media elektronik. Berdasarkan penelitian ini dapat diketahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van rechtsvervolging) adalah apabila yang didakwakan kepada terdakwa terbukti tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan suatu tindak pidana. Pertimbangan hakim yang lain adalah apabila terdapat keadaan-keadaan istimewa yang menyebabkan terdakwa tidak dapat dihukum. Berdasarkan kasus putusan No. 3175/Pid.B/2010/PN.SBY, hakim menjatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum dengan alasan yang tidak tergolong dalam alasan penghapus pidana, sehingga putusan yang dijatuhkan oleh hakim tersebut dinilai tidak tepat dan tidak memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang seharusnya dijatuhkan adalah sesuai dengan apa yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum dan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, pidana kurungan yang seharusnya diberikan kepada anak tersebut dikurangi ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana kurungan yang diancamkan pada tindak pidana yang bersangkutan bagi orang dewasa atau sekurang-kurangnya dijatuhi sanksi tindakan yaitu pidana pengawasan yang dilakukan oleh jaksa dan pembimbing kemasyarakatan. Selain itu, putusan tersebut tidak menjelaskan pasal-pasal alasan penghapus pidana yang menjadi dasar putusan, sehingga melanggar ketentuan Pasal 199 jo Pasal 197 KUHAP dan mengakibatkan putusan batal demi hukum *)
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ***) Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **)
ABSTRACT Silvie Yoelanda Pratiwi.*) Dr. H.M. Hamdan, SH, MH.**) Dr. Marlina, SH, M.Hum.***) Crime which is happening these days was not done by adults only, children can also be perpetrators. When a child committed a crime and has been convicted of doing criminal offenses, the imposition of criminal sanctions in children is not solely to impose penalties but must be considered as well as possible. Compliance with such requirements lead us to see further what is the consideration of the judges in imposing a free verdict from any lawsuits against children who murdered her own child in the verdict of No. 3175/Pid./2010/PN.SBY. This thesis research was conducted by the method of normative legal research which is descriptive using secondary data types. This research is descriptive and the methods of data collection by researching library materials related to the problem under study, whether it comes from books, magazines, articles, journals, and electronic media. Based on this research can be seen the basic considerations of the judges in imposing the free verdict from any lawsuits (ontslag van rechtsvervolging), is that if the act which is charged to the defendant proved but the act does not classified as a criminal offense. Another consideration of the judges is if there are special circumstances which led the defendant can not be convicted. Based on the case of the verdict No. 3175/Pid.B/2010/PN.SBY, the judges imposed a free verdict from any lawsuits with the reasons which are not classsified in the criminal eraser reason, so that the verdict, imposed by the judges is not accurate and does not satisfy the justice. The penalty should be convenient with what is charged by the public prosecutor and is also convenient with the provisions of Law No. 3 of 1997, imprisonment should be given to the child less ½ (half) from the maximum penalty of confinement threatened to the criminal acts concerned for adults or at least imposed by action penalty that is criminal supervision by the prosecutors and supervising community. In addition, the verdict does not explain the articles of the criminal eraser on which to base a verdict, thus violating the provisions of Article 199 of the Criminal Procedure Code in conjunction with Article 197 and inflicted the verdict become null and void.
*)
Student of Law Faculty of Universitas Sumatera Utara Supervisor I, Lecturer of Law Faculty of Universitas Sumatera Utara ***) Supervisor II, Lecturer of Law Faculty of Universitas Sumatera Utara **)
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara hukum, seyogyanya harus berperan dalam segala aspek kehidupan. Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Demi memenuhi kepentingan manusia tersebut maka hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum tersebut dapat dilakukan secara normal dan damai akan tetapi tidak menutup kemungkinan akan adanya pelanggaran hukum. Hukum yang telah dilanggar tersebut kemudian harus ditegakkan. Manusia merupakan serigala bagi manusia lain (homo homini lupus), selalu mementingkan diri sendiri dan tidak mementingkan orang lain1, maka tidak mustahil bagi manusia untuk tidak melakukan kejahatan baik itu disengaja maupun tidak disengaja dalam memenuhi kepentingan dirinya, sehingga perbuatan itu merugikan orang lain dan tidak jarang pula melanggar hukum yang kemudian disebut sebagai suatu tindak pidana. Salah satu tindak pidana yang dilakukan oleh masyarakat adalah tindak pidana pembunuhan. Pembunuhan adalah setiap perbuatan yang dengan sengaja merampas nyawa orang lain. Tindak pidana pembunuhan yang menjadi sasaran si pelaku adalah nyawa seseorang yang tidak dapat diganti dengan apapun, dan perampasan itu sangat bertentangan dengan Undang-Undang 1945 yang berbunyi : “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Salah satu masalah yang sering muncul di masyarakat adalah tindak pidana pembunuhan, tindak pidana pembunuhan adalah salah satu kejahatan terhadap nyawa seseorang dimana perbuatan tersebut sangat bertentangan dengan normanorma yang ada dalam masyarakat yaitu norma agama, adat istiadat, norma hukum dan juga pelanggaran terhadap hak asasi manusia, yaitu hak untuk hidup. Beberapa tahun belakangan ini sering terjadi fenomena sosial yang muncul di dalam masyarakat, dimana kejahatan (tindak pidana) pembunuhan tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, akan tetapi juga dilakukan oleh anak-anak baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Menurut KUHP, setiap perbuatan harus memiliki beberapa unsur agar dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana (kejahatan), yaitu : 1. 2. 3. 4.
Adanya perbuatan manusia. Perbuatan tersebut memenuhi rumusan-rumusan dalam Undang-Undang. Bersifat melawan hukum. Orang yang berbuat kesalahan harus dapat dipertanggungjawabkan.2 1
Leden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyidikan dan Penyelidikan), Jakarta: Sinar Grafika, 2011, hal. 22. 2 Adami Chazawi, Pengantar Hukum Pidana Bag 1, Jakarta: Grafindo, 2002, hal 80.
Seorang anak yang sudah terbukti melakukan perbuatan pidana (kejahatan), maka secara sah oleh hukum ia harus mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut, namun pertanggungjawaban pidana yang dihadapi tidak sama dengan pertanggungjawaban pidana bagi orang dewasa, apalagi mengingat bahwa anak merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa, sehingga dalam menangani tindak pidana yang dilakukan oleh anak harus benar-benar memperhatikan kepentingan dan masa depan anak. Pasal 103 KUHP masih membenarkan adanya perbuatan lain yang menurut Undang-Undang selain KUHP dapat dipidana sepanjang UndangUndang itu berkaitan dengan masalah anak dan tidak bertentangan dengan ketentuan KUHP (lex specialis derogat legi generali). Pasal 103 KUHP menjelaskan: “Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh Undang-Undang ditentukan lain”.3 Pasal 103 KUHP membenarkan untuk memberlakukan Undang-Undang lain di luar KUHP yang berkaitan dengan masalah anak seperti ketentuan hukum yang diatur dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak4, di dalam Undang-Undang ini mengatur pembedaan perlakuan di dalam hukum acara maupun ancaman pemidanaannya. Hakim anak menduduki peran yang sangat penting dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Hakim menentukan apakah terdakwa anak secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan Jaksa Penuntut Umum atau tidak, jika secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah, apakah anak tersebut layak dijatuhi pidana atau tindakan. Sewaktu dijatuhi pidana, apa jenisnya dan seberapa berat ukurannya. Sewaktu dijatuhi tindakan, maka tindakan apa yang layak dijatuhkan. Putusan pengadilan tersebut sangat berpengaruh pada kehidupan anak dan kesejahterannya, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, oleh karena itu, Hakim anak wajib memperhatikan aspek kesejahteraan anak yang merupakan orientasi utama dari perlindungan hukum dalam hukum pidana anak. 5 Sebuah kasus yang telah diputus oleh Hakim Pengadilan Negeri Surabaya, putusan No. 3175/Pid.B/2010/PN.SBY ditemukan bahwa terdakwa yang diketahui bernama Arofah Diah Irmawati, seorang anak berusia 15 tahun 6 bulan telah diperkosa oleh pacarnya yang mengakibatkan terdakwa hamil. Setelah 9 bulan 3
R. Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003, hal. 77. 4 Berdasarkan asas lex posterior derogat legi priori bahwa Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak telah dicabut dan digantikan dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 5 Sri Sutatiek, Mencari Hakim Anak Yang Ideal, Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2015, hal. 1.
kemudian, terdakwa akhirnya melahirkan anaknya, karena panik dan takut diketahui oleh orang tuanya, keesokan harinya terdakwa membunuh bayi tersebut di sekolahnya. Terdakwa Arofah Diah Irmawati terbukti bersalah melakukan tindak pidana “melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan atau penganiayaan terhadap anak” yang diatur dalam Pasal 80 ayat (3) dan (4) UndangUndang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Berikut uraian Pasal 80 ayat (3) yang berbunyi: “Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)”. Pasal 80 ayat (4) berbunyi: “Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya”. Hakim Pengadilan Negeri Surabaya memutuskan untuk memberikan putusan lepas dari segala tuntutan hukum terhadap anak selaku terdakwa pembunuhan tersebut meskipun telah terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap anak kandungnya sendiri. Putusan tersebut juga bertentangan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum, untuk mengetahui apakah yang menjadi alasan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya dalam memberikan putusan lepas dari segala tuntutan hukum terhadap kasus Putusan Nomor 3175/Pid.B/2010/PN.SBY, oleh karena itu akan dikaji ke dalam skripsi dengan judul: ANALISIS PENJATUHAN PUTUSAN LEPAS DARI SEGALA TUNTUTAN HUKUM OLEH HAKIM PENGADILAN NEGERI SURABAYA NO. 3175/Pid.B/2010/PN.SBY TERHADAP KASUS ANAK YANG MELAKUKAN PEMBUNUHAN TERHADAP ANAK KANDUNGNYA. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah yang menjadi alasan Hakim menjatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum dalam perkara nomor 3175/Pid.B/2010/PN.SBY? 2. Apakah putusan lepas dari segala tuntutan hukum dalam perkara nomor 3175/Pid.B/2010/PN.SBY, sudah sesuai dengan hukum yang berlaku? II. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
A. Spesifikasi Penelitian Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan penelitian hukum yuridis-normatif. Pada penelitian hukum yuridis-normatif yang diteliti hanya bahan pustaka atau data sekunder yang mencakup bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang bertujuan secara khusus untuk : 1. Penelitian terhadap identifikasi hukum, dan 2. Penelitian terhadap efektivitas hukum. 6 Penelitian hukum ini bersifat deskriptif yaitu penelitian ini dilakukan dengan cara menemukan hukum in concreto bagaimana pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan bebas dari segala tuntutan hukum dalam perkara nomor 3175/Pid.B/2010/PN.SBY. B. Data Penelitian Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh.7 Data penelitian ini dikumpulkan melalui penelusuran kepustakaan (library research) untuk memperoleh bahan hukum primer, bahan hukum sekundar, serta bahan hukum tersier.8 Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder, dimana data yang diperoleh secara tidak langsung. 1.
Bahan hukum primer
Mencakup peraturan perundang-undangan terkait dengan topik masalah yang dibahas9, yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Kitab UndangUndang Hukum Pidana, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 3175/Pid.B/2010/PN.SBY. 2.
Bahan hukum sekunder
Bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer meliputi buku-buku teks, bahan-bahan hukum yang bersumber dari literatur-literatur, jurnal ilmiah, kamus hukum, komentar atas putusan pengadilan yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.10 3.
Bahan hukum tersier
6
Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, Palu: Sinar Grafika Umum, 2009, hal. 12. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm.172 8 Sumaidi Suryabrata, Metode Penelitian (Jakarta: Raja Grafindo, 2004), hlm. 39. 9 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986, hal. 52. 10 Ibid. 7
Bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, kamus besar Bahasa Indonesia, ensiklopedia, surat kabar, tabloid dan artikel-artikel dari internet yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas dalam penulisan ini. 11 C. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan bahan hukum yang mendukung dan berkaitan dengan pemaparan penulisan skripsi ini adalah dengan melakukan studi dokumen dan studi kepustakaan. Studi kepustaaan dalam penelitian ini adalah mencari landasan teoritis dan permasalahan penelitian. 12 Studi kepustakaan yang dilakukan dalam penelitian ini ialah pengumpulan data penelitian melalui penelitian kepustakaan dengan mempelajari literaturliteratur yang berhubungan dengan rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Studi dokumen adalah alat pengumpulan bahan hukum yang dilakukan melalui bahan hukum tertulis. Studi dokumen ini digunakan untuk mendapatkan landasan teori dengan mengkaji dan mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen, laporan, arsip dan hasil penelitian lainnya berhubungan dengan masalah yang diteliti. D. Analisa Data Sesuai dengan jenis data yang deskriptif maka digunakan analisis data kualitatif dengan alasan : (1) data yang terkumpul berupa kalimat-kalimat pernyataan, (2) data yang terkumpul merupakan informasi, (3) hubungan antara variabel tidak dapat diukur dengan angka.13 III.
HASIL PENELITIAN
ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NOMOR 3175/Pid.B/2010/PN.SBY A. Kasus Posisi Terdakwa dalam kasus ini bernama Arofah Diah Irmawati binti Suharyadi, terdakwa adalah seorang pelajar kelas X-5 SMAN 12 Benowo Surabaya berusia 15 tahun 6 bulan. Berawal dari terdakwa Arofah Diah Irmawati binti Suharyadi kenal dengan Rahmat (belum tertangkap) sejak bulan Oktober 2009 sewaktu terdakwa masih sekolah di SMP Negeri 26 Banjar Sugihan Surabaya hingga pada awal bulan November 2009 Rahmat menghubungi terdakwa untuk bertemu dan mengancam terdakwa, karena Rahmat mempunyai foto yang akan disebarkan di sekolah, terdakwa merasa takut kemudian terdakwa menemui Rahmat dan kemudian diajak ke sebuah rumah yang diketahui bahwa rumah tersebut rumah 11
Ibid. Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 41. 13 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004, hal. 92. 12
orang tua Rahmat kemudian Rahmat memaksa dan mengajak ke lantai 2 dan setelah sampai di lantai 2 ternyata Rahmat telah menyajikan minuman seperti teh satu gelas dan setelah diminum rasanya aneh tidak seperti teh biasa dan setelah diminum terdakwa merasa pusing dan tidak sadarkan diri, kemudian setelah sadar terdakwa sudah berada di tempat tidur Rahmat dan berikutnya pada pertengahan bulan Desember 2009 di rumah Rahmat terdakwa disetubuhi lagi oleh Rahmat sebanyak dua kali. Setelah kejadian tersebut terdakwa merasa hamil sejak bulan Desember 2009 dan terdakwa sudah tidak menstruasi lagi selama dua bulan yaitu bulan November dan Desember 2009. Setelah mengetahui dirinya hamil, langsung memberitahu kepada Rahmat, ternyata Rahmat meminta terdakwa untuk menggugurkan kandungan tersebut, namun terdakwa tidak mau dan kedua orang tua terdakwa yaitu Juma’yah dan Suharyadi tidak pernah diberi tahu tentang kehamilan terdakwa tersebut. Ibu terdakwa yaitu Juma’yah sempat bertanya kepada terdakwa “apakah kamu hamil” dan dijawab terdakwa “tidak, bahwa saya gemuk” dan selama hamil terdakwa tidak pernah memberitahukan kepada kedua orang tuanya karena takut jika dimarahi dan tidak bisa melanjutkan sekolah lagi sehingga tidak bisa meraih cita-citanya, karena terdakwa takut kepada orang tua, dan masih berstatus sebagai pelajar dan telah hamil diluar nikah karena diperkosa hingga kandungan terdakwa semakin tua kurang lebih 9 bulan. Tanggal 21 Juli 2010 sekitar jam 23.00 WIB terdakwa merasakan perutnya mulas dan merasa seperti mau buang air besar kemudian terdakwa pergi ke kamar mandi. Saat terdakwa melepas celana dalam kemudian terdakwa jongkok di closet, tetapi ternyata terdakwa tidak bisa buang air besar kemudian terdakwa berdiri dan sampai dilantai kemudian tiba-tiba dari alat vital terdakwa keluar kepala bayi seorang bayi laki-laki dengan posisi kepala keluar terlebih dahulu dan kepalanya jatuh terbentur ke lantai kamar mandi, selanjutnya 15 menit kemudian ari-ari bayi juga keluar setelah bayi keluar. Terdakwa kaget, kemudian terdakwa duduk selonjor dilantai dengan masih merasa sakit pada perut dan alat vital sehingga membiarkan bayi tersebut dilantai. Terdakwa melihat nafas bayi masih tersengal-sengal dan setelah bayi tersebut diam kemudian terdakwa keluar kamar mandi untuk mengambil baju yang sudah tidak terpakai lagi di lemari, kemudian kembali lagi ke kamar mandi dan memotong ari-ari dengan cara menarik dengan tangan hingga putus kemudian ariari tersebut terdakwa masukkan ke lubang WC selanjutnya terdakwa membersihkan bayi tersebut dengan pakaian yang tidak terpakai tersebut. Saat terdakwa membersihkan bayi tersebut bayi sudah tidak menangis lagi tetapi nafasnya tersengal-sengal dan setelah terdakwa membersihkan bayi kemudian terdakwa menaruhnya disamping closet dan selanjutnya terdakwa membersihkan diri dan membersihkan lantai dari sisa-sisa darah yang ada di lantai agar tidak diketahui oleh orang tuanya, selanjutnya terdakwa memakaikan kain pada bayinya dan terdakwa membawa bayi tersebut dikamar terdakwa dan menidurkan di samping terdakwa.
Keesokan harinya yaitu pada hari Kamis tanggal 22 Juli 2010 sekira jam 05.45 terdakwa membawa bayinya dengan dimasukkan/dibungkus tas kresek warna hitam setelah itu terdakwa masukkan lagi ke dalam tas sekolah kemudian terdakwa membawa tas sekolah tersebut dan berangkat ke sekolah dengan diantar adiknya ketika terdakwa sampai di sekolah sekitar pukul 05.45 WIB, sebelum pelajaran dimulai terdakwa keliling sekolah untuk mengetahui lokasi aman untuk membuang bayi, selanjutnya terdakwa menuju ke gudang sekolah, di dalam gudang tersebut terdakwa melihat ada kardus kosong bekas kertas bola dunia warna biru kemudian terdakwa mengeluarkan bayi tersebut dari tas sekolah dan tas kresek warna hitam dan terdakwa memasukkan/menaruh bayi tersebut di kardus, melihat bayi tersebut masih bisa bernafas tetapi tersengal-sengal dan tangannya masih bergerak kemudian terdakwa melihat adanya bekas kabel di samping kardus lalu terdakwa mengambilnya dan menjerat leher bayi tersebut dengan bekas kabel hingga tidak bernafas lagi, kemudian terdakwa meninggalkan bayinya di dalam kardus di balik triplex yang ada di gudang dekat kamar mandi/toilet guru dan karyawan SMAN 12 Benowo Surabaya. Pada hari Senin tanggal 26 Juli 2010 sekira jam 05.45 di SMAN 12 Benowo Surabaya telah ditemukan bayi dalam keadaan sudah menjadi mayat dengan leher terlilit kulit kabel, dimasukkan ke dalam kardus warna biru di dalam gudang dekat kamar mandi/toilet guru dan semua karyawan SMAN 12 Surabaya. Selanjutnya pihak sekolah memerintahkan semua murid perempuan untuk melakukan pemeriksaan Post Natal Kare (pemeriksaan setelah melahirkan) oleh dokter dan bidan, kemudian Sri Katemi selaku Bidan RSU Bunda Jl. Raya Kandangan No. 23-24 Surabaya yang melakukan pemeriksaan Post Natal Kare terhadap semua siswi SMAN 12 Benowo Surabaya. Saat terdakwa Arofa Diah Irmawati dilakukan pemeriksaan Post Natal Kare oleh Sri Katemi, ditemukannya tanda-tanda habis melahirkan berupa: 1. Perut masih teraba keras; 2. Pemeriksaan buah dada ditemukan keluar ASI; 3. Alat vital ditemukan bekas luka robek tanda orang melahirkan; 4. Celana dalam yang dipakai ditemukan darah bekas nifas yang berbau (lochea); selanjutnya terdakwa dibawa ke kantor Polisi untuk diproses lebih lanjut. Berdasarkan visum et repertum Jenazah No. KF : 10.615 dari RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang dibuat dan ditandatangani oleh Dr. Evi Diana Fitri pada instalasi kedoktean Forensik dan Medikolegal RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang melakukan pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam pada tanggal 26 Juli 2010 dengan hasil pemeriksaan dengan kesimpulan sebagai berikut: Jenazah laki-laki, berusia sekitar 1 (satu) hari, panjang badan 53 (lima puluh tiga) sentimeter, berat badan 3 (tiga) kilogram, panjang tali pusar 51 (lima puluh satu) sentimeter. Pada jenazah ditemukan : 1. Jenazah dalam keadaan membusuk lanjut; 2. Jenazah terlilt kulit kabel pada bagian leher;
3. Bentuk kepala bulat tidak simetris, pada bagian atas kulit lebih lembek dan mengelupas sehingga terlihat tulang tengkorak, pada bagian belakang kepala, tulang tengkorak terbuka dan sebagian jaringan otak mencair keluar. Kulit pipi kiri terbuka akibat proses pembusukan yang lebih cepat dari bagian lain; 4. Kulit kepala sebelah kiri sampai pipi sebelah kiri dan dada kiri berwarna kemerahan. Ditemukan alur jeratan pada leher, pada bagian dalam leher ditemukan pendarhan bawah kulit; 5. Tali pusat tidak terawat dengan baik; Pada pemeriksaan dalam ditemukan : 1. Pada tulang tengkorak ditemukan ubun-ubun besar dan kecil belum menutup dan sendi antara tulang tengkorak belum menutup; 2. Otak sudah membubur akibat proses pembusukan lanjut; 3. Organ rongga dada dan rongga perut sulit dievaluasi karena proses pembusukan lanjut; 4. Pendarahan dibawah kulit leher; 5. Paru-paru sudah membusuk lanjut; Setelah ditemukan tanda bekas jeratan pada leher akan tetapi sebab kematian sulit untuk ditemukan karena proses pembusukan lanjut. Bayi cukup bulan (bisa hidup) tetapi paru-paru sudah membusuk sehingga tidak dapat ditentukan pernah bernapas atau tidak. B. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Surat dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana karena berdasarkan dakwaan itulah pemeriksaan di persidangan dilakukan. Hakim tidak dapat menjatuhkan pidana diluar batas-batas dakwaan. Hal-hal yang diuraikan dalam dakwaan dapat dilihat dari Pasal 143 KUHAP. 14 Jaksa Penuntut Umum mengajukan dakwaan dengan surat dakwaan, sebagai berikut : 1. Dakwaan Kesatu Primair : Melanggar Pasal 338 KUHP Subsidair : Melanggar Pasal 342 KUHP Lebih Subsidair : Melanggar Pasal 341 KUHP 2. Dakwaan Kedua Melanggar Pasal 80 ayat 3 dan 4 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Bentuk dakwaan ini adalah dakwaan gabungan15, disebut juga bentuk multiple, yaitu surat dakwaan yang disusun berupa rangkaian dari beberapa 14
Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983, hal.167. 15 Surat dakwaan ini meupakan gabungan antara dakwaan primair-subsidair dan alternatif. Surat Dakwaan subsidair di dalamnya dirumuskan beberapa tindak pidana secara berlapis dimulai dari delik yang paling berat ancaman pidannya sampai dengan yang paling ringan dan Surat
dakwaan atau gabungan beberapa dakwaan sekaligus. Dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut ini adalah gabungan dari dakwaan primair-subsidair dan alternatif, Berdasarkan Pasal 141 KUHAP, dakwaan yang berbentuk gabungan digunakan apabila dalam waktu yang bersamaan atau hampir bersamaan, penuntut umum menerima beberapa berkas perkara dalam hal : 1. Beberapa tindak pidana dilakukan oleh seorang yang sama dan kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap penggabungannya. 2. Beberapa tindak pidana yang bersangkut-paut satu dengan yang lain. 3. Beberapa tindak pidana tidak bersangkut-paut satu dengan yang lain, akan tetapi yang satu dengan yang lain itu ada hbungannya yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan. 16 C. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada kasus Nomor 3175/Pid.B/2010/PN.SBY, yang pada pokoknya meminta kepada Majelis Hakim untuk : 1. Menyatakan terdakwa Arofah Diah Irmawati binti Suharyadi terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana di dakwakan dalam dakwaan Kedua. 2. Menyatakan terdakwa Arofah Diah Irmawati binti Suharyadi terbukti bersalah melakukan tindak pidana “melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan atau penganiayaan terhadap anak dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati apabila yang melakukan penganiayaan orang tuanya” sebagaimana diatur melanggar Pasal 80 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam dakwaan kedua. 3. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Arofah Diah Irmawati binti Suharyadi dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan membayar denda sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan. 4. Menyatakan barang bukti berupa : a. 1 (satu) buah tas sekolah motif kotak warna biru; b. 1 (satu) potong celana dalam perempuan warna merah muda; c. 1 (satu) buah kardus bekas merek bola dunia warna biru; d. 1 (satu) potong kulit kabel warna putih panjang 50 (lima puluh) cm; e. dirampas untuk dimusnahkan. 5. Menetapkan agar terdakwa dibebani biaya perkara sebesar Rp. 5.000,(lima ribu rupiah).
Dakwaan Alternatif urat dakwaan yang tindak pidananya masing-masing dirumuskan secara saling mengecualikan dan memberikan pilihan kepada pengadilan untuk menentukan dakwaan mana yang paling tepat untuk dipertanggungjawabkan oleh terdakwa sehubungan dengan tindak pidana. 16 R. Soenarto Soerodibroto, op.cit., hal. 415.
D. Pertimbangan Hakim Pertimbangan Hakim terhadap tuntutan pidana Penuntut Umum dalam Putusan Hakim pada pokoknya sebagai berikut: 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Menimbang bahwa atas surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum tersebut, terdakwa Arofah Dian Irmawati melalui Penasehat Hukumnya telah mengajukan Pledoi (Pembelaan) tertanggal 30 Maret 2011 yang berpendapat pada pokoknya bahwa jelas apa yang dilakukan oleh Terdakwa Anak bukanlah perbuatan pidana atau bukan perbuatan sebagaimana yang dimaksud oleh Jaksa Penuntut Umum, oleh karena itu demi hukum terdakwa harus dinyatakan bebas dari segala tuntutan atau setidaknya putusan tindakan dengan di kembalikan kepada orang tua. Menimbang bahwa agar seseorang dapat dihukum karena terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan Penuntut Umum terhadap diri terdakwa, maka perbuatan terdakwa tersebut harus memenuhi semua unsur dari pasal yang didakwakan. Menimbang bahwa Pasal 80 ayat (3) dan (4) Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengandung unsur-unsur sebagai berikut : a) Unsur “setiap orang” b) Unsur “melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekersaan atau penganiayaan terhadap anak dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati”. c) Unsur “apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya”. Menimbang bahwa oleh unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam dakwaan kedua telah terbukti secara sah dan meyakinkan maka terhadap dakwaan selebihnya tidak perlu dibuktikan lebih lanjut. Menimbang bahwa meskipun dakwaan atas diri terdakwa tersebut telah terbukti, akan tetapi Hakim Pengadilan Negeri perlu meninjau terhadap motivasi perbuatan terdakwa yang telah menghilangkan nyawa anaknya tersebut, apakah secara hukum dapat dipertanggungjawabkan kepada terdakwa. Menimbang bahwa akibat kejadian tersebut, terdakwa mengalami gangguan kejiwaan yang hebat dan saat itu terdakwa tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan kecuali dalam pikirannya yang khas seorang anak, terdakwa ingin segera melepaskan diri dari himpitan masalah yang sangat berat tersebut tanpa dapat mempertimbangkan akibat perbuatannya tersebut. Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Hakim berpendapat bahwa perbuatan terdakwa tersebut di landasi adanya beberapa keadaan yang membuatnya frustasi akibat masalah orang tuanya, dimana ibunya yang sedang dirundung kesedihan akibat di tinggal kawin lagi oleh ayahnya, sedangkan ayahnya bernama Suharyadi telah beberapa waktu tidak pulang ke rumah, kemudian lelaki yang membuatnya hamil tidak bersedia mempertanggungjawabkan perbuatannya, sehingga dengan beberapa faktor tersebut terdakwa telah nekat menghilangkan nyawa anaknya sendiri.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Menimbang bahwa terkait dengan perbuatan terdakwa telah melampirkan hasil analisa dari Psikologi Sholikunhayah yang menyimpulkan bahwa terdakwa diketahui mengalami stress/depresi berat tanggal 16 Agustus 2010. Menimbang bahwa berkaitan dengan pembelaan Penasihat Hukum terdakwa yang menyatakan bahwa terdakwa sesungguhnya adalah korban dari seseorang bernama Rahmat yang sampai saat ini masih buron, dimana terdakwa adalah sebagai korban dari seorang dewasa dengan unsur paksaan dan ancaman, terhadap pembelaan tersebut, Hakim akan melihat referensi guna menetapkan bahwa apakah benar terdakwa adalah sebagai korban dengan unsur paksaan dan ancaman. Menimbang bahwa menurut pandangan Arif Gosita, juga pendapat sama dari Muladi sebagaimana disitir dalam buku Urgensi Perlindungan Korban dan Kejahatan, antara Norma dan Realita, Dikdik M. Arief Mansur dan Elisaris Gultom, Rajawali Pers, korban adalah mereka yang menderita jasmani dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan hak azasi pihak yang dirugikan. Menimbang bahwa tipologi korban dalam perkembangan ilmu victimologi, selain mengajak masyarakat untuk lebih memperhatikan posisi korban, juga memilah jenis korban menurut keadaan dan status korban antara lain dapat disebutkan Biological Victims Socially Weak Victims, yaitu mereka yang secara fisik dan kedudukan sosial memiliki kelemahan yang menyebabkan ia potensial menjadi korban, antara lain anak-anak merupakan orang-orang yang mudah menjadi korban, dalam hal ini tidak dapat dipersalahkan, melainkan masyarakatlah yang harus bertanggung jawab. Menimbang bahwa sebagaimana telah terbukti bahwa terdakwa adalah seorang anak yang berusia 15 tahun, ketika terdakwa menanyakan apakah Rahmat telah menyetubuhi terdakwa, pertanyaan tersebut telah dibenarkannya. Menimbang bahwa atas fakta tersebut, Hakim menilai bahwa terdakwa dipandang sebagai korban yang tidak mempunyai andil kesalahan atas kejadian yang mengakibatkan terdakwa hamil, oleh karena faktor diluar dirinya dalam hal ini pihak Rahmat yang menghendakinya. Menimbang bahwa dengan berdasarkan pertimbangan diatas, maka sangat tidak adil jika terhadap terdakwa harus dibebani keadaan yang mempersalahkan atas perbuatannya dan harus dijatuhi pidana. Menimbang bahwa berdasarkan uraian tersebut, Hakim menetapkan keadaan terdakwa, meskipun terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan akan tetapi perbuatan tersebut tidak dapat dipertanggungjwabkan kepadanya oleh karena adanya faktor-faktor yang menyebabkan kehamilannya bukan dikehendaki terdakwa, melainkan dari perbuatan diluar kehendaknya, sehingga perbuatan terdakwa yang telah menghilangkan nyawa bayinya tersebut bukan merupakan perbuatan pidana, sehingga karenanya kepada terdakwa harus dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum (onstlag van alle rechtsvervolging).
16. Menimbang bahwa terhadap keadaan terdakwa tersebut harus pula di rehabilitasi dengan : mengembalikan hak, kedudukan, kemampuan serta martabatnya. 17. Menimbang bahwa ongkos perkara yang timbul dalam perkara ini harus di bebankan kepada negara. Berdasarkan fakta hukum bahwa unsur subjektif dan unsur objektif sudah terpenuhi, yaitu melawan hukum, dengan maksud dan tujuan tertentu. Unsur objektif yang terkandung dalam kasus tersebut yaitu “melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan atau penganiayaan terhadap anak dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati apabila yang melakukan penganiayaan orang tuanya” sebagaimana diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 80 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perbuatan terdakwa dikualifikasikan sebagai tindak pidana “melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan atau penganiayaan terhadap anak dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati apabila yang melakukan penganiayaan orang tuanya” yang terkandung dalam Pasal 80 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002. Sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum menyatakan bahwa terdakwa Arofah Diah Irmawati telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tersebut di atas dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan membayar den da sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan. Sesuai dengan fakta-fakta hukum yang ada seperti keterangan saksi Mochammad Kaselan dan Muchamad Amin telah menemukan seorang mayat bayi laki-laki di gudang sekolah SMAN 12 Benowo Surabaya, atas kejadian tersebut dilakukan pemeriksaan post natal kare terhadap seluruh siswi dan berdasarkan keterangan saksi Sri Katemi telah ditemukan tanda-tanda bekas melahirkan pada siswi yang bernama Arofah Diah Irmawati binti Suharyadi. Berdasarkan keterangan terdakwa sendiri mengakui perbuatannya. Berdasarkan keterangan saksi ahli. Berdasarkan keterangan saksi a de charge, Mega menyatakan bahwa benar saksi berpacaran dengan Rahmat dan tidak mengetahui jika terdakwa hamil dan Saksi Psikolog Sholikhun Nihayah menyatakan bahwa terdakwa mengalami depresi/stres berat namun berdasarkan keterangan saksi ahli Pol Sket/214/VIII/2010 Rumkit RS Bhayangkara H.S Samsoeri Mertojoso menyatakan bahwa terdakwa hanya mengalami gangguan penyesuaian dan depresi ringan. Berdasarkan alat bukti surat visum et repertum Jenazah KF : 10.615 RSUD Dr. Soetomo Surabaya telah ditemukannya jenazah bayi laki-laki berusia 1 hari. Berdasarkan alat bukti petunjuk bahwa ada persesuaian antara keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa, alat bukti surat dan barang bukti sehingga diperoleh petunjuk bahwa terdakwa melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan atau penganiayaan terhadap anak dalam hal anak sebagaimana dimaksud anak tersebut mati dan yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya. Hakim dalam amar putusannya yang pada pokoknya menyatakan sebagai berikut :
1. Perbuatan terdakwa bukan perbuatan pidana atau sebagaimana yang dimaksud oleh Jaksa Penuntut Umum. 2. Perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur Pasal 80 ayat (3) dan (4) yaitu “unsur setiap orang”, “melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan atau penganiayaan terhadap anak yang mengakibatkan mati”, “unsur yang melakukan orang tuanya” telah terbukti. 3. Terdakwa mengalami gangguan kejiwaan yang hebat, mengalami stress/depresi berat dikarenakan beberapa faktor sehingga tidak tahu apa yang harus dilakukan saat melahirkan seorang bayi. 4. Terdakwa merupakan anak berusia 15 tahun. 5. Terdakwa merupakan korban yang tidak punya andil kesalahan yang menyebabkan terdakwa hamil, oleh karena faktor di luar dirinya yaitu diperkosa oleh Rahmat. 6. Terdakwa terbukti bersalah seperti yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum, akan tetapi perbuatan tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya oleh karena adanya faktor-faktor yang menyebabkan kehamilannya bukan dikehendaki terdakwa, melainkan dari perbuatan diluar kehendaknya, sehingga perbuatan terdakwa yang telah menghilangkan nyawa bayinya tersebut bukan merupakan perbuatan pidana, sehingga karenanya kepada terdakwa harus dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum (onstlag van alle rechtsvervolging). Berdasarkan fakta hukum dimulai dari barang bukti, keterangan saksi, bahwa terhadap putusan Hakim tersebut, penulis tidak setuju terhadap penjatuhan putusan lepas dari segala tuntutan hukum yang dijatuhkan oleh Hakim terhadap terdakwa melalui Pasal 80 ayat (3) dan (4) Undang-Undang No. 23 Tahun 2002, karena seharusnya putusan lepas dari segala tuntutan hukum dijatuhkan apabila perbuatan yang dilakukan terdakwa bukan dianggap suatu tindak pidana sedangkan perbuatan terdakwa telah terbukti melanggar setiap unsur Pasal 80 ayat (3) dan (4) dan pertimbangan-pertimbangan majelis Hakim tersebut tidak termasuk ke dalam alasan-alasan penghapus pidana baik alasan pembenar maupun alasan pemaaf yang akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Keadaan stres atau depresi berat tidak bisa dijadikan sebagai alasan untuk memberikan pengecualian kepada setiap orang untuk bebas melakukan tindak pidana kecuali orang tersebut memang mengalami cacat kejiwaannya atau terganggu karena penyakit seperti yang dirumuskan di dalam Pasal 44 KUHP, sedangkan terdakwa dalam hal ini masih dalam keadaan sempurna akalnya dan dapat berpikir dengan baik untuk tidak melakukan tindak pidana, hanya saja sedang dalam keadaan stres berat akibat permasalahan yang dipikulnya sendirian, namun apabila hal ini dijadikan alasan penghapus pidana oleh Hakim, maka akan banyak kejahatan-kejahatan lainnya yang dapat membahayakan orang lain namun tidak dipidana karena alasan tersebut. 2. Terdakwa merupakan anak berusia 15 tahun. Hakim dalam menjatuhkan pemidanaan terhadap terdakwa yang masih anak-anak yang tahap perkembangan nalar maupun pikirannya masih rendah maka harus dipertimbangkan. Pemidanaan yang diberikan haruslah berdasarkan nilai-nilai
yang memberi pembelajaran bagi masa depan anak. Pemidanaan yang dianggap lebih baik bukan bermaksud untuk memberikan pembalasan namun semata-mata untuk memperbaiki si anak tersebut agar tidak mengulangi kembali tindakan yang melanggar norma-norma hukum, maka memang sudah seharusnya Hakim memberikan peringanan pidana terhadap anak meskipun terdakwa telah terbukti melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan atau penganiayaan terhadap anak sebagaimana yang dimaksud anak tersebut mati dan yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya akan tetapi terdakwa masih berusia 15 tahun, yang mana berdasarkan UndangUndang No. 3 Tahun 1997, anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin, maka dari itu terdakwa tetap dikategorikan sebagai seorang anak karena kehamilannya bukan hasil dari sebuah perkawinan. Namun, sebagai salah satu penegakan hukum, usaha perlindungan anak untuk mendidik anak maka tindakan hukum harus dijalankan tanpa mengabaikan tegaknya keadilan. 3. Pertimbangan selanjutnya yaitu terdakwa merupakan korban dari orang dewasa dengan unsur paksaan dan ancaman, namun unsur paksaan dan ancaman tersebut tidak sesuai dengan alasan pemaaf yang terdapat dalam Pasal 48 KUHP dimana dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa daya paksa adalah keadaan dimana seseorang sedang dalam keadaan paksaan batin (psikis) maupun tekanan fisik yang tidak dapat dilawan sehingga tidak punya pilihan lain pada saat itu juga. Kenyataannya terdakwa pada saat dipaksa Rahmat untuk datang ke rumahnya dan diancam apabila tidak datang, dimana terdakwa sedang tidak dalam keadaan terpaksa dan masih dapat memikirkan cara lain untuk tidak datang ke rumah Rahmat dengan ancaman yang sedemikian rupa. 4. Pertimbangan majelis Hakim selanjutnya yang menyebabkan dijatuhkannya putusan lepas dari segala tuntutan hukum yaitu terdakwa tidak mempunyai andil kesalahan atas kejadian yang mengakibatkan terdakwa hamil. Keadaan tersebut tidak dapat dijadikan sebagai alasan penghapus pidana karena setelah terdakwa diperkosa oleh Rahmat pada bulan November, pada pertengahan bulan Desember setelah terdakwa diperkosa, terdakwa bersedia untuk disetubuhi lagi oleh Rahmat sebanyak 2 kali sehingga tidak dapat dipastikan terdakwa hamil karena diperkosa atau kehamilannya terjadi akibat persetubuhannya secara sukarela. Terdakwa hanya memberikan keterangan bahwa ia tidak mengalami menstruasi lagi sejak November dan Desember namun hal ini tidak diperkuat lagi dengan keterangan ahli/keterangan visum sehingga alasan Hakim tersebut kurang tepat. Tentang pertimbangan hukum dari Pengadilan Negeri Surabaya, menurut penulis tidak tepat. Hal-hal yang meringankan tersebut sebenarnya tidak seimbang dengan perbuatan yang dilakukan terdakwa yang melihat bahwa korban sendiri masih berumur 1 hari atau masih di bawah umur dimana implikasi dari perbuatan terdakwa tersebut merupakan sebuah pelanggaran terhadap hak-hak anak itu sendiri termasuk pula ke dalam pelanggaran hak asasi manusia.
Sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Perlindungan Anak, apabila seorang anak telah terbukti bersalah karena melakukan tindak pidana, Hakim dapat menjatuhkan satu diantara dua kemungkinan ialah menjatuhkan pidana atau menjatuhkan tindakan (Pasal 21). Mengenai pidana kurungan, dapat dijatuhkan kepada anak nakal paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana kurungan yang diancamkan pada tindak pidana yang bersangkuan bagi orang dewasa. Berlaku pula pada pidana denda yang dapat dijatuhkan ada anak, paling banyak ½ (satu perdua) dari maksimum pidana denda yang diancamkan pada tindak pidana yang bersangkutan bagi orang dewasa. 17 Hukum secara mutlak harus ditegakkan, maka sudah sepatutnya terdakwa dikenakan pidana, lagipula pemidanaan yang dilakukan sendiri berbeda dengan pidana yang dikenakan kepada orang dewasa, sudah ada pengaturan tersendiri yang disesuaikan terhadap pelaku pidana anak. Pemidanaan terhadap anak sah untuk dilakukan, namun harus dilakukan dengan pertimbangan yang sebaik-baiknya. Kasus ini, Hakim tidak tepat dalam menjatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum dimana keadaannya terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana dan berdasarkan keterangan yang diperoleh melalui saksi, ahli, terdakwa, maupun alat-alat bukti lainnya tidak ada yang dapat dijadikan alasan penghapus pidana, namun terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan hukum berdasarkan pertimbangan yang kurang tepat untuk dijadikan sebagai alasan pembenar ataupun alasan pemaaf. Mengingat mengenai teori tujuan pemidanaan dalam hukum pidana guna mencari alasan pembenar terhadap penjatuhan sanksi pidana, dapat ditentukan melalui 3 teori, yaitu: Teori absolut yaitu bahwa tindakan pembalasan di dalam penjatuhan pidana ditujukan pada penjahatnya adalah bahwa penjatuhan sanksi pidana terhadap anak pelaku tindak pidana bertujuan agar pelaku menyadari bahwa perbuatan yang dilakukan melanggar hukum yang berlaku dalam masyarakat, apabila anak pelaku tindak pidana pencurian hanya diberikan teguran atau nasihat maka berdasarkan teori ini hal tersebut tidak dapat membuat pelaku jera. Teori relatif adalah teori yang mencari dasar hukum pidana dalam menyelenggarakan tertib masyarakat dan akibatnya yaitu tujuan untuk prevensi terjadinya kejahatan. Teori gabungan adalah perpaduan antara teori absolut dan relatif, maka pertimbangan Hakim seharusnya sesuai teori tujuan pemidanaan. Hakim yang bijaksana adalah Hakim yang menjatuhkan putusan dengan memperhatikan hal yang meringankan dan memberatkan serta kesesuaiannya dengan teori tujuan pemidanaan demi terciptanya keadilan. 18
17
Adami Chazawi, op.cit., hal. 100-101. Rara Kristi Aditya Mutiaramadani, Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Sanksi Pidana Penjara Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pencurian Dengan Teori Pemidanaan (Studi di Pengadilan Negeri Mojokerto), Jurnal Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2014, hal. 13. 18
Hukuman yang seharusnya dijatuhkan adalah sesuai dengan apa yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum dan sesuai dengan ketentuan UndangUndang Nomor 3 Tahun 1997, maka pidana kurungan yang diberikan kepada anak tersebut dikurangi ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana kurungan yang diancamkan pada tindak pidana yang bersangkutan bagi orang dewasa atau sekurang-kurangnya dijatuhi sanksi tindakan yaitu pidana pengawasan yang dilakukan oleh jaksa dan pembimbing kemasyarakatan. Tentang bunyi putusan Pengadilan Negeri Surabaya yang melepaskan terdakwa Arofa Diah Irmawati dari segala tuntutan hukum dalam perkara ini menurut penulis tidak tepat. Alasannya dalam hal ini kesalahan pelaku/terdakwa yang dihapuskan (sebagai alasan pemaaf), tidak dibenarkan oleh pasal-pasal yang diatur di dalam KUHP. Selain itu, putusan Pengadilan Negeri Surabaya telah melanggar Pasal 199 jo Pasal 197 KUHAP. Pasal 199 KUHAP ayat (1) huruf b yang menyatakan “surat putusan bukan pemidanaan memuat pernyataan bahwa terdakwa diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, dengan menyebutkan alasan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar putusan.” Dimana dalam putusan Pengadilan Negeri Surabaya tersebut hanya merincikan alasan-alasan tanpa disertai pasal-pasal yang membenarkan alasan penghapus pidana atas perbuatan terdakwa, maka berdasarkan Pasal 197 ayat (2) yang berbunyi “tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e f, h, j, k dan l pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum”. Maka sudah sepatutnya putusan Pengadilan Negeri Surabaya No. 3175/Pid.B/2010/PN. SBY batal demi hukum. Walaupun pada dasarnya hakim bebas/tidak boleh diintervensi oleh pihak manapun untuk memutus suatu perkara, namun bukan berarti hakim boleh bertindak sewenang-wenang melainkan harus tetap berdasarkan tujuan perundangundangan yang berlaku, karena jika demikian perbedaan putusan bukannya dihindari malah semakin banyak putusan yang sama dengan perkara yang serupa karena adanya asas perkara yang sama/sejenis harus diputus serupa (similia simillibus) dan tentu tindak pidana seperti kasus yang serupa akan semakin meningkat dengan para pelaku yang masih berusia di bawah umur. IV.
PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah disampaikan dalam penulisan skripsi ini, maka dapat disimpulkan dalam uraian yang singkat dalam bab ini, sebagai berikut: 1. Dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van rechtsvervolging) pada putusan No. 3175/Pid.B/2010/PN.SBY, yaitu sebagai berikut : a. Terdakwa diketahui mengalami gangguan kejiwaan yang hebat, dan saat itu terdakwa tidak tahu lagi apa yang dilakukan kecuali dalam pikirannya yang
khas seorang anak, terdakwa ingin segala melepaskan diri dari himpitan masalah yang sangat berat tersebut, tanpa mempertimbangkan akibat dari perbuatannya. b. Terdakwa sesungguhnya adalah korban dari seorang dewasa dengan unsur paksaan dan ancaman. c. Terdakwa merupakan anak berusia 15 tahun. d. Terdakwa tidak mempunyai andil kesalahan atas kejadian yang mengakibatkan terdakwa hamil, oleh karena persetubuhan yang terjadi tidak dikehendakinya, akibat faktor diluar dirinya. 2. Putusan yang dijatuhkan oleh Hakim berdasarkan pertimbangan di atas, dinilai tidak tepat dan tidak memenuhi rasa keadilan, dikarenakan oleh: a. Terdakwa diketahui mengalami stres/depresi berat sehingga terdakwa tidak dapat mempertimbangkan akibat dari perbuatannya. Keadaan stres atau depresi berat tidak bisa dijadikan sebagai alasan untuk memberikan pengecualian kepada setiap orang untuk bebas melakukan tindak pidana kecuali orang tersebut memang mengalami cacat kejiwaannya atau terganggu karena penyakit seperti yang dirumuskan di dalam Pasal 44 KUHP. b. Pertimbangan selanjutnya yaitu terdakwa merupakan korban dari orang dewasa dengan unsur paksaan dan ancaman, namun unsur paksaan dan ancaman tersebut tidak sesuai dengan alasan pemaaf yang terdapat dalam Pasal 48 KUHP. c. Terdakwa tidak mempunyai andil kesalahan atas kejadian yang mengakibatkan terdakwa hamil. Padahal setelah terdakwa diperkosa, terdakwa bersedia untuk disetubuhi lagi oleh Rahmat sebanyak 2 kali sehingga tidak dapat dipastikan terdakwa hamil karena diperkosa atau kehamilannya terjadi akibat persetubuhannya secara sukarela. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, maka alasan tersebut tidak dapat dikategorikan ke dalam alasan penghapus pidana dan tidak dapat dijadikan dasar putusan yang mengakibatkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum. Tujuan pemidanaan untuk memberikan perlindungan bagi anak, mendidik anak dan memberikan efek jera bagi anak harus dilakukan tanpa mengabaikan tegaknya keadilan maka sanksi pidana yang dijatuhkan oleh Hakim adalah tidak tepat dan tidak akan memberikan efek jera bagi anak. Hukuman yang seharusnya dijatuhkan adalah sesuai dengan apa yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum dan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, maka pidana kurungan yang diberikan kepada anak tersebut dikurangi 1/2 (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana kurungan yang diancamkan pada tindak pidana yang bersangkutan bagi orang dewasa atau sekurang-kurangnya dijatuhi sanksi tindakan yaitu pidana pengawasan yang dilakukan oleh jaksa dan pembimbing kemasyarakatan. Disamping itu putusan Pengadilan Negeri Surabaya juga telah melanggar Pasal 199 jo Pasal 197 KUHAP. Sepatutnya putusan Pengadilan Negeri Surabaya
No. 3175/Pid.B/2010/PN. SBY adalah batal demi hukum untuk menghindari putusan yang sama pada kasus yang serupa dan menyebabkan semakin meningkatnya tindak pidana yang serupa khususnya pelaku yang berusia di bawah umur di kemudian hari. B. Saran Melalui skripsi ini beberapa saran yang terkait dengan penelitian dalam skripsi ini, antara lain: 1. Mengharapkan kepada segenap aparat penegak hukum khususnya Hakim dalam memutus perkara dengan putusan lepas dari segala tuntutan hukum harus benar-benar baik, cermat dan teliti berdasarkan hal-hal yang diterapkan dan diatur oleh Undang-Undang dan didukung oleh fakta-fakta yang ada dalam persidangan agar tidak menyebabkan putusan yang batal demi hukum. 2. Penjatuhan sanksi pidana terhadap anak, hendaknya Hakim bersikap semakin tegas agar efek jera dapat dirasakan terdakwa dan bukan saja sanksi yang diutamakan melainkan pembinaan serta bimbingan moral bagi terdakwa juga lebih ditingkatkan. Harapan yang ingin dicapai nantinya terkait putusan Hakim dalam menangani perkara anak senantiasa berkeadilan dan tindak pidana oleh anak dapat berkurang. DAFTAR PUSTAKA A.
Buku-buku Ali, Zainuddin. 2009. Metode Penelitian Hukum, Palu: Sinar Grafika Umum. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 2010. Chazawi, Adami. 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hamzah, Andi. 1983. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia. Marpaung, Leden. 1992. Proses Penanganan Perkara Pidana. Jakarta: Sinar Grafika. Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti. Soekanto, Soerdjono. 2005. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. Suryabrata, Sumaidi. Metode Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo, 2004. Sunggono, Bambang. 2003. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sutatiek, Sri. 2015. Mencari Hakim Anak Yang Ideal. Yogyakarta: Aswaja Pressindo. B.
Peraturan Perundang-Undangan Soerodibroto, R. Soenarto. 2003. KUHP dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
C.
Jurnal Rara Kristi Aditya Mutiaramadani. 2014. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Sanksi Pidana Penjara Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pencurian Dengan Teori Pemidanaan (Studi di Pengadilan Negeri Mojokerto). Jurnal Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.