PERTANGGUNGJAWABAN PETUGAS LEMBAGA PEMASYARAKATAN YANG MELAKUKAN KEKERASAN TERHADAP NARAPIDANA
ARTIKEL
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh: JONI SARI 0810012111085
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG 2015
No. Reg. 34/PID-02/I-2015 1
1
Pertanggungjawaban Petugas Lembaga Pemasyarakatan Yang Melakukan Kekerasan Terhadap Narapidana (Studi Lembaga Pemasyarakatan Klas II.B Lubuk Basung) Joni Sari1, Fitriati2, Syafridatati 1 1) Progam Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung Hatta 2) Progam Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Taman Siswa E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Correctional officers in providing disciplinary action or impose disciplinary punishment shall treat prisoners fairly and not act arbitrarily; and basing actions on disciplinary rules correctional Institution but in practice often occurs violence committed by prison officers to inmates. Issues to be discussed are: (1) How to Form accountability Prison officials who commit violence against inmates? (2) What obstacles prevent prison officers who commit violence against inmates? To answer the above problems, the authors conducted a study with juridical sociological research methods that use primary data in the form of interviews and observations, secondary data such as documents and crime statistics. The data obtained were analyzed qualitatively. From the results of this study concluded: (1) The form of accountability of prison staff is to get the sanctions through the stages Reprimand In Oral, written warning, Reports In Oral, Written Statements and Reports Processed In Criminal. (2) Constraints Institute correctional officers in the prevention of violence against inmates, namely human resources, individual character and Over Capacity. Keywords: Accountability, prisons, violence
sunyi paling lama 6 (enam) hari bagi
Latar Belakang Dalam
Pasal
47
Undang-Undang
Narapidana atau Anak Pidana; dan atau
Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Lembaga
menunda atau meniadakan hak tertentu
Pemasyarakatan menyebutkan bahwa Kepala
untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
Lembaga
peraturan
Pemasyarakatan
memberikan
tindakan
berwenang
disiplin
atau
Binaan
Pemasyarakatan
melanggar
peraturan
ketertiban
di
keamanan
lingkungan
yang
berlaku.
menjatuhkan hukuman disiplin terhadap Warga
perundang-undangan
Selanjutnya dalam Pasal 47 ayat (3)
yang
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995
dan
Tentang
Lembaga
menyebutkan
Lembaga bahwa
Pemasyarakatan Petugas
Pemasyarakatan yang dipimpinnya. Jenis
pemasyarakatan dalam memberikan tindakan
hukuman disiplinnya dapat berupa: tutupan
disiplin atau menjatuhkan hukuman disiplin 1
wajib
memperlakukan
Pemasyarakatan bertindak
secara
Warga adil
Binaan
dan
sewenang-wenang;
merupakan dokumen-dokumen resmi.
tidak
Publikasi
dan
tentang
hukum
meliputi
buku-buku teks, jurnal-jurnal hukum.
mendasarkan tindakannya pada peraturan
3. Teknik Pengumpulan Data
tata tertib Lembaga pemasyarakatan, namun
Di dalam teknik pengumpulan data,
dalam pelaksanaannya sering kali terjadi
penulis menggunakan alat pengumpulan data
kekerasan yang dilakukan petugas Lembaga
terdiri atas :
Pemasyarakatan terhadap narapidana.
a. Studi Dokumen dengan mempelajari kepustakaan atau literatur yang ada
Metode Penelitian Dalam penulisan ini, metode yang dipakai
sesuai
dengan ketentuan
kaitannya dengan permasalahan yang
yang
diteliti.
ditetapkan dalam metode penelitian hukum, sehingga
penulisan
ini
b. Wawancara
dapat
Merupakan
metode
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
pengumpulan data dengan melakukan
1. Jenis Penelitian
tanya jawab secara lisan dengan
Penelitian
yang
penulis
lakukan
responden.
Wawancara
dilakukan
menggunakan metode penelitian Hukum
secara terbuka dan semi terstruktur
Sosiologis. penelitian hukum sosiologis
dengan tujuan agar mendapatkan
merupakan
jawaban yang nyata.
penelitian
lapangan,
yaitu
penelitian yang langsung di lapangan untuk
4. Analisis Data
memperoleh data primer. Data primer adalah
Data yang diperoleh dari lapangan
data yang diperoleh lansung dari masyarakat
dikumpulkan, kemudian dianalisa secara
sebagai sumber pertama.
kualitatif, yakni suatu cara pengolahan data-
2. Jenis dan Sumber Data
data, dengan menguraikan data-data dalam
a. Data Primer
bentuk kalimat yang baik dan benar,
Data primer adalah data hasil
sehingga
mudah
dibaca
wawancara kepada Zalman selaku
diinterprestasikan,
Kepala Seksi Bimbingan Napi dan
kesimpulan dengan menggunakan metode
Anak Didik Lapas Klas IIB Lubuk
deduktif, metode deduktif adalah suatu cara
Basung yang mana data tersebut
penyimpulan dari hal-hal yang bersifat
dipergunakan sebagai data pendukung.
umum sehingga sampai pada hal-hal yang
b. Data Sekunder
bersifat khusus.
Data sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan 2
kemudian
dan dibuat
narapidana dalam bentuk kekerasan yang
Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Pertanggungjawaban Lembaga
Pemasyarakatan
Melakukan
dilakukan
Petugas
Kekerasan
oleh
Pemasyarakatan
Yang
petugas memang
Lembaga
masih
sering
terjadi di dalam Rutan. Tindak kekerasan ini
Terhadap
biasanya
Narapidana
terjadi
dalam
bentuk
tindak
Perbuatan kekerasan tidak harus selalu
kekerasan langsung yang diwujudkan dalam
dengan menggunakan atau secara fisik. Ia
bentuk tindak kekerasan fisik maupun psikis
bisa berupa sesuatu yang non fisik, yang
terhadap sesama narapidana.
psikologis, yang teologis, yang kultural,
Selanjutnya
Zalman
menjelaskan
yang sosial, yang ekonomis, yang struktural,
bahwa jika
terjadi
kekerasan terhadap
dari yang berwajib/ berkuasa, secara psikis,
narapidana
oleh
petugas
sampai pada yang bersifat naratif.
pemasyarakatan maka bentuk pertanggung
Bentuk dilakukan
kekerasan
di
Lembaga
yang
sering
jawabannya
terutama
lembaga
Kepala
Seksi
Pemasyarakatan
Bimbingan Napi dan Anak Didik dengan
adalah kekerasan terhadap warga binaan
pemberian sanksi terhadap petugas pelaku
pemasyarakatan baik berupa pemukulan
kekerasan
secara
melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:
fisik
psikologis.
maupun
tekanan
secara
kekerasan,
adalah
setiap
terhadap
narapidana
dengan
1. Teguran Secara Lisan
perbuatan yang dilakukan dengan sengaja,
Teguran
secara
dilakukan
penderitaan
jasmani
Bimbingan Napi dan Anak Didik
maupun rohani. mengancam atau memaksa
langsung kepada pihak-pihak yang
seseorang
bermasalah,
hebat,
baik
atau untuk suatu alasan yang
didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi,
yaitu
Kepala
ini
sehingga menimbulkan rasa sakit atau yang
oleh
lisan
Seksi
petugas
yang
diketahui melakukan kekerasan.
apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut
2. Teguran Secara Tertulis.
ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan
Upaya
penyelesaian
persetujuan atau sepengetahuan siapapun
dengan
dan atau pejabat publik (Pasal 1 ayat 4 UU
dilakukan
No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).
Bimbingan Napi dan Anak Didik
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan
oleh
Penulis
dengan
teguran oleh
secara
masalah
Kepala
tertulis Seksi
dalam masalah yang telah diberikan
Bapak
teguran secara lisan terhadap petugas
Zalman selaku Kepala Seksi Bimbingan
pelaku kekerasan terhadap narapidana.
Napi dan Anak Didik Lapas Klas IIB Lubuk Basung, bahwa pelanggaran hukum terhadap 3
3. Laporan Secara Lisan
2. Kendala-kendala
Laporan secara lisan dilakukan
Pemasyarakatan
Lembaga Dalam
Mencegah
oleh Kepala Seksi Bimbingan Napi dan
Petugas Yang Melakukan Kekerasan
Anak Didik kepada Kepala Lembaga
terhadap Narapidana
Pemasyarakatan,
laporan
dilakukan
karena
sebelumnya
seperti
lisan
Hak Asasi Manusia merupakan hak
upaya-upaya
esensial yang dimiliki oleh setiap manusia
teguran
lisan
sebagaimana yang tertuang dalam Magna
maupun tertulis tidak memberikan
Charta atau Deklarasi Universal Hak Asasi
perubahan.
Manusia. Dalam perjalanan sejarah untuk
4. Laporan Secara Tertulis.
mencegah
Dalam menghadapi masalah-
terus
berlangsungnya
pelanggaran-pelanggaran
PBB
kovenan
yang
masalah yang terjadi di dalam lembaga
menetapkan
pemasyarakatan terutama dalam kasus
berkaitan dengan perlindungan HAM seperti
kekerasan terhadap narapidana oleh
Kovenan Hak Sipil dan Politik, Kovenan
petugas lembaga pemasyarakatan maka
Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Konvensi
Kepala Seksi Bimbingan Napi dan
Hak Anak, Konvensi Menentang Penyiksaan
Anak
upaya
dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang
penyelesaian dengan laporan secara
Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan
tertulis
Martabat
Didik
kepada
melakukan
Kepala
Lembaga
Pemasyarakatan.
sejumlah
HAM,
Manusia,
Minimum
5. Diproses Secara Pidana
binaan
Standar
terhadap
Perlakuan
Narapidana/Warga
pemasyarakatan,
Konvensi
Inilah tahapan terakhir dari
Internasional Penghapusan Semua Bentuk
pertanggungjawaban petugas lembaga
Diskriminasi Rasial, Konvensi Internasional
pemasyarakatan
Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi
yang
melakukan
kekerasan terhadap narapidana, dimana
Terhadap
jika terbukti melakukan kekerasan
Beberapa instrument internasional tersebut
hingga menyebabkan luka-luka apalagi
telah diratifikasi ke dalam perundang-
sampai menimbulkan korban jiwa
undangan RI.
maka petugas lembaga pemasyarakatan
HAM
tersebut
dapat
langsung
diproses
Perempuan,
melekat
dan
pada
lain-lain.
diri
setiap
manusia tanpa memandang bulu, termasuk
dengan hukum yang berlaku yaitu
juga
bagi
narapidana/warga
hukum pidana.
pemasyarakatan. Standard Minimum Rules for Prisoners (SMR). Standar
binaan
Perlakuan
Minimum bagi Narapidana dan Warga 4
binaan pemasyarakatan menyatakan bahwa
petugas yang melakukan kekerasan terhadap
hak yang hilang daripada narapidana/warga
narapidana yaitu:
binaan pemasyarakatan hanyalah hak atas
1. Sumber Daya Manusia
kebebasan. Akan tetapi hak-hak lain yang
Sumber
daya
manusia
melekat pada dirinya harus tetap diberikan
merupakan
kendala
selama mereka menjalani masa pidana/masa
lembaga
pemasyarakatan
warga binaan pemasyarakatannya.
mencegah terjadinya kekerasan yang
Teori pemidanaan yang dari masa ke
pertama
bagi untuk
dilakukan oleh petugas karena tingkat
masa mengalami perubahan, pada masa kini
pendidikan
sudah tidak lagi berorientasi kepada tujuan
pemasyarakatan yang rata-rata setara
pembalasan/penjeraan
cenderung
sekolah menengah atas mempengaruhi
nilai-nilai
pemahaman
bertentangan
yang
dengan
sipir
lembaga
terhadap
hak-hak
kemanusiaan, melainkan lebih pada tata
narapidana serta tujuan dari lembaga
perlakuan yang bertujuan bukan saja agar
pemasyarakatan, sebab seringkali sipir
para terpidana bertobat dan tidak melakukan
masih beranggapan bahwa narapidana
tindak
merupakan
pidana
melindungi
lagi,
melainkan
masyarakat
dari
juga tindak
Sistem
Pemasyarakatan
sebagai
payung
Indonesia,
Hukum sistem
Dalam sisi karakter individu yang tidak baik yaitu dimana banyak
dan
HAM
petugas tidak memiliki jiwa pengayom
pemasyarakatan
dengan mudah terpancing emosi dan
menyelenggarakan
pemasyarakatan
agar
dapat
2. Karakter Individu
(berlaku sejak 27 April 1964). Departemen
yang
diperlakukan sewenang-wenang.
kejahatan. Tata perlakuan ini dilaksanakan berdasarkan
penjahat
sistem
narapidana
amarahnya sehingga meskipun secara
dapat
sumber
daya
manusia
atau
memperbaiki diri dan tidak mengulangi
pendidikannya tinggi namun secara
tindak pidana, sehingga narapidana dapat
karakter tidak membantu dalam arti
diterima
yang baik dalam pelaksanaan tugasnya
kembali
masyarakatnya,
dalam
kembali
aktif
lingkungan berperan
di lembaga pemasyarakatan.
dalam pembangunan serta hidup secara
Kedewasaan dan kematangan
wajar sebagai seorang warga negara. Maka
jajaran pemasyarakatan saat ini berjalan
dalam
lembaga
seiring dengan bergulirnya tuntutan
pemasyarakatan sebagai institusi memiliki
masyarakat akan kinerja pemerintahan
kendala-kendala dalam pencegahan terhadap
yang bersih, profesional dan akun tabel.
menjalankan
perannya
Perubahan dari sistem kepenjaraan ke 5
sistem
pemasyarakatan
membawa
menampung
hunian
narapidana
sesuai
dampak demokrasi pembinaan yang
dengan Keputusan Menteri Hukum dan Ham
mengedepankan
No. M. 03-PK.02.01. Tahun 1991 tanggal 12
penghormatan
dan
penegakan hak asasi para narapidana
Juni
serta
Di
Pemindahan Napi. Kelebihan kapasitas (over
yang
kapasitas) adalah salah satu faktor penyebab
manusiawi, demokrasi pembinaan juga
tindak kekerasan di dalam rutan atau lapas.
mengandung dampak negatif, yaitu
Karena itu untuk mengurangi jumlah maka
menurunnya
narapidana,
pemerintah melalui pembebasan bersyarat
narapidana kurang hormat (dalam arti
(PB), Cuti Menjelang Bebas (CMB), Cuti
menghargai petugas) dan petugas terlalu
Mengunjungi Keluarga (CMK), dan Cuti
berhati-hati dalam menindak narapidana
Bersyarat (CB).
demokratisasi
samping
pembinaan.
dampak
positif
disiplin
Tahun
1991
tentang
Petunjuk
yang melakukan pelanggaran karena
Secara umum pembebasan bersyarat,
adanya sangsi atasan terlalu berat dan
CMB, CMK dan CB adalah hak yang
tidak berjenjang.
diberikan kepada seorang narapidana untuk
3. Over Kapasitas
menjalani masa hukumannya di luar tembok
Kendala
bagi
lembaga
penjara. Dalam Peraturan Menteri Hukum
pemasyarakatan
dalam
mencegah
dan HAM Nomor M.2.PK.04-10 Tahun
terjadinya kekerasan oleh petugas tidak
2007
hanya datang dari diri petugas itu
Pelaksanaan
sendiri, namun juga dari aspek sarana
Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti
lembaga
yaitu
Bersyarat yang diperoleh Kompas, cuti
terjadinya kelebihan kapasitas sehingga
menjelang bebas adalah proses pembinaan di
seringkali
luar
pemasyarakatan
kekerasan
terhadap
tentang
Syarat
dan
Asimilasi
lembaga
Tata
Cara
Pembebasan
pemasyarakatan
bagi
narapidana diawali oleh banyaknya napi
narapidana yang telah menjalani 2/3 masa
di lembaga pemasyarakatan yang tidak
pidana, minimal sembilan bulan berkelakuan
sebanding dengan jumlah petugas yang
baik, besarnya cuti sama dengan remisi
kemudian dapat menimbulkan kesulitan
terakhir maksimal enam bulan.
dalam pengaturannya.
Syarat-syarat
dari
program
inipun
Upaya dalam mengurangi kelebihan
sangat jelas. Di samping telah menjalani 2/3
kapasitas (over kapasitas) pada Rutan atau
dari masa pidana dan berkelakuan baik akan
lapas adalah dengan pemindahan narapidana
diperoleh apabila ia tidak pernah melanggar
dari lapas yang over kapasitas ke lapas atau
tata
rutan yang masih memungkinkan untuk
misalnya 6
tertib
atau
pelanggaran
melakukan
tindak
disiplin, kekerasan
terhadap narapidana atau warga binaan
dapatlah
pemasyarakatan lainnya. Di samping syarat
pembinaan
berkelakuan baik, maka sang narapidana
terselenggara tanpa didukung suasana aman
juga harus menunjukkan kesadaran dan
dan tertib dalam LAPAS. Sebaliknya situasi
penyesalan atas kesalahan yang dia lakukan
aman dan tertib tidaklah dapat dipelihara dan
dan telah menunjukkan budi pekerti yang
dikembangkan apabila kegiatan pembinaan
baik.
tidak berlangsung di setiap Lapas, . Persyaratan substantif yang harus
dipenuhi
narapidana
tidak
bahwa
kegiatan
mungkin
dapat
Dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor
antaranya,
12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
berkelakuan baik selama menjalani pidana
disebutkan bahwa “Sistem Pemasyarakatan
dan sekurang-kurangnya untuk asimilasi
diselenggarakan dalam rangka membentuk
dalam
warga
enam
bulan
di
ditegaskan
terakhir,
untuk
binaan
(narapidana,
anak
didik
pembebasan bersyarat, dan cuti menjelang
pemasyarakatan dan klien pemasyarakatan)
bebas dalam waktu sembilan bulan terakhir,
agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari
dan cuti bersyarat dalam waktu enam bulan
kesalahan, memperbaiki diri dan tidak
terakhir tidak pernah mendapat hukuman
mengulangi tindak pidana sehingga dapat
disiplin Cuti bersyarat, menurut peraturan
diterima
tersebut, yaitu proses pembinaan di luar
masyarakat, dapat aktif berperan dalam
lembaga pemasyarakatan bagi narapidana
pembangunan
yang dipidana satu tahun ke bawah, minimal
sebagai warga yang baik dan bertanggung
telah menjalani 2/3 masa pidana, besarnya
jawab, oleh karena itu tepatlah ungkapan
cuti maksimal tiga bulan.
bahwa keamanan dan pembinaan ibarat dua
Berdasarkan pasal 1 angka 3 UU No.
tempat
untuk
oleh
dan
lingkungan
hidup
secara
wajar
sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan
12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan adalah
kembali
satu sama lain.
melaksanakan
Salah
satu
cara
agar
lembaga
pembinaan narapidana dan anak didik
pemasyarakatan aman dan damai serta
pemasyarakatan.
Sebagai
pembangunan
di
bidang
pembangunan
nasional
bagian
dari
terselenggaranya
hukum
dan
narapidana dengan baik sebagaimana yang
pada
umumnya,
diamanatkan
pembinaan
terhadap
undang-undang
maka
sebagaimana dimaklumi bersama situasi
dilakukanlah pengelolaan pengaduan dan
aman dan tertib merupakan persyaratan bagi
keluhan dari narapidana terkait kondisi
terselenggaranya
pembinaan
mereka di dalam lembaga pemasyarakatan
pembimbingan
warga
dan binaan
dengan
pemasyarakatan di LAPAS, dengan kata lain
maupun 7
memberikan dengan
kotak-kotak
langsung
saran
memberikan
pengaduan kepada petugas-petugas lembaga
ibu Yetisma Saini, S.H., M.H dan selaku
pemasyarakatan.
Penguji II (4) ibu Dr. Uning Pratimaratri,
Simpulan
S.H., M.H, selaku Penguji I, (5) Rianda,
Berdasarkan
uraian
yang
penulis
S.H., M.H, selaku Penguji III, (6) Keluarga
kemukakan pada bab yang terdahulu dan
tercinta yang selalu memberi dukungan
berdasarkan hasil penelitian yang penulis
moril maupun materi. (7) serta teman-teman
lakukan maka dapat dikemukakan beberapa
seperjuangan.
kesimpulan sebagai berikut: 1. Bentuk
pertanggungjawaban
DAFTAR PUSTAKA
petugas
A. Buku Buku:
lembaga pemasyarakatan adalah dengan
Ady
mendapatkan sanksi melalui tahapantahapan yaitu Teguran Secara Lisan, Teguran Secara Tertulis, Laporan Secara Lisan, Laporan Secara Tertulis dan
Suyatno, 2000, Himpunan Peraturan Perundang-undangan tentang Pemasyarakatan: Jakarta Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.
Diproses Secara Pidana. 2. Kendala-kendala Pemasyarakatan terhadap
Bambang Waluyo, 2004, Pidana Dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta
Lembaga dalam
petugas
pencegahan
yang
, 1996, Penelitian Hukum dalam Praktek; Sinar Gafika, Jakarta
melakukan
kekerasan terhadap Narapidana yaitu Bismar Siregar, 1983, Hukum Acara Pidana, Jakarta: Bina Cipta.
Sumber daya manusia, karakter individu dan Over Kapasitas.
CI.
Ucapan Terima Kasih Pada
kesempatan
ini
Harsono, 1986, Pembinaan Narapidana, Jakarta : UI Press.
penulis Didin Sudirman, 2007, Posisi Dan Revitalisasi Pemasyarakatan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Jakarta: Alnindra Dunia Perkasa.
mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak-pihak yang sudah membantu penulis selama menyelesaikan skripsi. Pihak-pihak yang dengan sabar membimbing dan selalu
Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Semarang: Badan Penerbit UNDIP, 2002, Cet. II.
memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi. Pihak tersebut adalah: (1) Ibu Dr. Fitriati, S.H., M.H, selaku Pembimbing I (2) Ibu
Syafridatati,
S.H.,
M.H
selaku
Pembimbing II, dan merangkap Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum, (3) 8
Romli Atmasasmita, Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi Jakarta: Mandar Maju, 1995.
Mega Prihartanti, Perananan Lembaga Pemasyarakatan Dalam Perspektif Kesatuan Konsep Sistem Peradilan Pidana, Skripsi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2006.
, 1998, Kemandirian Polri dan Penegakan HAM di Indonesia, Lokakarya.
Professional dan Kemandirian POLRI Tanggal 3-4 Agustus Di Hotel Horizon, Bandung.
, 1992, Teori dan Kapita selekta Krirninolog, Bandung: Eresco.
D. Sumber Lain Soedarto, 1981, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Alumni.
JE
Soedjono Dirdjososworo, 1994, Sinopsis Kriminologi Indonesia, Bandung: Mandar Maju. Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta.
Sahetapy, Penanggulangan Kekerasan Tanpa Kekerasan, http:// www. polarhome.com/pipe rmail/nasional m/2002September/000258.html.
Muzakky, Kejahatan Kekerasan, http://zakysme.blogdetik.com/ 2008/10/27/ Kejahatan Kekerasan, diakses tanggal 12 Februari 2014.
Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2001, Kriminologi, Jakarta: Rajawali Press, Jakarta.
http;// Lembaga Bantuan Hukum (Lbh) Padang, Mengungkap Tragedi Penyiksaan Di Lembaga Pemasyarakatan 6 September 2012, Diakses Tanggal 19 Nopember 2014
Yahya Harahap, 1993, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Jakarta: Pustaka Kartini B. Peraturan Perundang-undangan: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. C. Makalah atau Jurnal: Ichsan Nurhamka, Suhadi, dan Dwi Afrimetty, Pembinaan Keterampilan di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Cinere, Jurnal PPKN Unj Online, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013. 9