III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pemikiran Pada dasarnya negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan y ang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya yakni melalui pemberian kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan pemerintahannya sendiri (otonomi daerah). Pernyataan ini telah ditegaskan dalam UUD 1945 Pasal 18, yang pada prinsipnya menyatakan bahwa pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang. Selama masa Orde Baru, harapan yang besar dari Pemerintah Daerah untuk dapat membangun daerah berdasarkan kemampuan dan kehendak daerah sendiri ternyata dirasakan semakin jauh dari kenyataan. Ketergantungan fiskal dan subsidi serta bantuan dari Pemerintah Pusat makin tinggi. Hal ini merupakan salah satu wujud kecilnya peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Krisis multidimensional yang melanda bangsa Indonesia telah mendorong timbulnya kesadaran baru untuk mengkaji kembali konsep desentralisasi dan otonomi daerah dalam arti sebenarnya. Penataan kembali atas sistem otonomi daerah ditujukan untuk menjamin terjadinya efisiensi, efektivitas, transparansi, akuntabilitas
dan
demokratisasi
nilai-nilai
kerakyatan
dalam
praktik
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Paradigma pembangunan nasional juga telah mengalami perubahan, yakni
dari
paradigma
pertumbuhan
menuju
paradigma
pemerataan
pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma tersebut
56
antara lain diwujudkan melalui penetapan kebijakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Pada intinya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 telah memberikan landasan yuridis bagi pelaksanaan desentralisasi secara menyeluru h yaitu desentralisasi politik, administrasi dan desentralisasi fiskal.
Hal-hal yang mendasar dari kedua undang -undang ini
adalah upaya untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, pengembangan prakarsa dan kreativitas serta peningkatan peran serta masyarakat . Saat ini tiaptiap daerah kabupaten dan kota mempunyai kewenangan yang utuh dan bulat untuk
merencanakan,
melaksanakan,
mengawasi,
mengendalikan
dan
mengevaluasi kebijakan-kebijakan daerah. Melalui peran serta masyarakat yang makin
besar,
kebijakan
desentralisasi
ini
dapat
mempengaruhi
kualitas
pemerintahan daerah. Menurut Mardiasmo (2002), salah satu perubahan kualitas pemerintahan adalah berkaitan dengan pergeseran orientasi pemerintah dari command and controll menjadi berorientasi pada tuntutan dan keb utuhan publik. Sehingga peran pemerintah dalam proses pembangunan daerah hanya sebagai stimulator, fasilitator, koordinator dan entrepreneur (wirausaha) Desentralisasi menyebabkan perubahan pada kelembagaan pemerintah daerah dan manajemen keuangan daerah. Perubahan kelembagaan itu meliputi perubahan pada institusi pemerintahan (organisasi) maupun regulasi dalam hal ini adalah perundang -undangan yang dibuat oleh pemerintah. Sedangkan perubahan manajemen keuangan daerah meliputi perubahan pada sisi penerimaan dan pengeluaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
57
Pada sisi penerimaan, desentralisasi memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah terhadap kebijakan pajak dan retribusi serta perubahan struktur dan besaran dana perimbangan yang diterima daerah. Pada sisi pengeluaran, desentralisasi memberikan keleluasaan bagi daerah untuk menentukan sendiri penggunaan dana perimbangan. Keleluasaan tersebut merupakan kebebasan menentukan komposisi pengeluaran rutin dan pembangunan berdasarkan prio ritas pembangunan daerahnya. Perubahan kelembagaan pemerintah daerah, selain diakibatkan oleh makin besarnya kewenangan pemerintah daerah juga terkait dengan tuntutan penciptaan good governance (kepemerintahan yang baik). Good governance merupakan suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha (World Bank, 1997 dalam Mardiasmo, 2002 ). Oleh sebab itu, perubahan kelembagaan pemerintah daerah akan berkaitan langsung dengan perbaikan sistem birokrasi. Perubahan
kelembagaan,
dari
sisi
organisasi
pemerintahan
akan
diarahkan untuk meningkatkan efisiensi pelayanan publik sehingga struktur organisasi yang dibentuk seharusnya mengikuti prinsip form follow function, artinya perangkat daerah dibentuk sesuai dengan tugas dan fungsi yang akan dijalankan. Dari segi regulasi, perundangan harus dibuat untuk memberikan arahan yang jelas bagi masing-masing perangkat daerah tentang tanggung jawab dan kewenangannya.
58
Perubahan manajemen keuangan dan anggaran daerah memegang peranan penting dalam mempengaruhi kinerja perekonomian daerah. Anggaran daerah merupakan alat kebijakan fiskal pemerintah daerah yang digunakan untuk mendorong, memfasilitasi dan mengkoordinasikan kegiatan ekonomi masyarakat sehingga dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi. Berbagai perubahan yang terjadi dari adanya kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi pada akhirnya ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, menciptakan kehidupan demokrasi yang semakin baik, keadilan dan pemerataan, menciptakan hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah maupun antar daerah serta memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat
(social
welfare).
Secara
teoritis,
peningkatan
kesejahteraan masyarakat ini didasarkan atas argumen bahwa desentralisasi akan meningkatkan efisiensi dalam mengalokasikan sumberdaya daerah karena keputusan tentang pengeluaran dibuat pada tingkat pemerintahan yang lebih dekat dengan masyarakat akan lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat tersebut (Ebel dan Yilmaz, 2001). Melalui pelaksanaan desentralisasi, pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk menciptakan lingkungan bisnis yang nyaman bagi pelaku ekonomi
dengan
memberikan
berbagai
insentif
yang
ditujukan
untuk
meningkatkan investasi daerah. Desentralisasi juga memungkinkan bagi daerah untuk mengalokasikan sebagian besar penerimaannya kepada sektor-sektor perekonomian daerah yang memiliki keunggulan komparatif (Damuri dan Amri, 2003). Kabupaten
Pasuruan
sebagai
salah
satu
kabupaten/kota
yang
memperoleh otonomi penuh setelah diterapkannya Undang-Undang No. 22
59
Tahun 1999 dan Undang -Undang No. 25 Tahun 1999 seyogyanya akan mengalami perubahan -perubahan mendasar pada pemerintahan daerah dan manajemen
keuangan
daerah.
Kedua
undang-undang
ini
memberikan
kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus daerahnya seseuai dengan aspirasi masyarakat setempat. Organisasi Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan yang meliputi struktur, tugas dan tanggung jawab akan mengalami penyesuaian seiring dengan meningkatnya kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat. Kewenangan baru inilah yang seharusnya menjadi salah satu dasar bagi penyusunan organisasi pemerintahan daerah termasuk penetapan perangkat daerah yang akan melaksanakan tugas-tugas tersebut. Penyusunan organisasi juga akan diikuti dengan penyusunan peraturan -peraturan baru yang mengatur tata kerja lembaga-lembaga daerah. Restrukturisasi kelembagaan daerah diarahkan pada terwujudnya
perangkat
daerah
yang
responsif
terhadap
tuntutan
penyelenggaraan pembangunan daerah, terutama dalam melayani kepentingan masyarakat secara efektif dan efisien. Oleh sebab itu kelembagaan Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan yang baru seharusnya mampu memberikan pelayanan yang bercirikan lebih cepat, lebih murah dan lebih baik (faster, cheaper and better). Dari sisi manajemen keuangan daerah, kebijakan atas anggaran daerah (kebijakan fiskal) yang meliputi sumber-sumber penerimaan daerah dan pengalokasian atas pengeluaran daerah merupakan instrumen penting bagi Pemerintah
Daerah
kabupaten
Pasuruan
dalam
meningkatkan
kinerja
perekonomian daerah. Desentralisasi fiskal akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi melalui dua cara: (1) desentralisasi fiskal dapat meningkatkan investasi
60
daerah
yang
akan
meningkatkan
stok modal
sehingga
mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi, dan (2) desentralisasi fiskal meningkatkan efisiensi alokasi sumberdaya karena pemerintah daerah memiliki keunggulan informasi tentang kebutuhan lokal sehingga dapat mendistibusikan barang publik dan jasa y ang peka terhadap kondisi ekonomi lokal. Pengaruh
besaran dana yang dikelola dan keleluasaan tersebut
merupakan faktor dari derajat desentralisasi fiskal suatu daerah. Makin tinggi penerimaan
fiskal
yang
bebas
pengalokasiannya
makin
tinggi
derajat
d esentralisasi fiskal yang dimiliki daerah. Demikian pula makin tinggi penerimaan fiskal diharapkan makin tepat pilihan infrastruktur sehingga makin tinggi insentif investasi yang diciptakan. Pada sisi lain, keleluasaan dalam mencari sumbersumber penerimaan terutama upaya peningkatan pajak dan retribusi justru bisa berpengaruh negatif terhadap investasi. Sementara itu sub sektor perkebunan di Kabupaten Pasuruan khususnya tanaman tebu, relatif potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu sub sektor andalan bagi perekonomian daerah. Pengembangan usahatani tebu dan industri gula memiliki peranan penting dalam meningkatkan perekonomian daerah melalui penciptaan nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja. Industri gula merupakan industri yang tergolong padat karya karena proses produksinya dari mulai pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan yaitu tebang dan angkut tebu membutuhkan tenaga kerja yang banyak. Penggunaan gula yang tidak hanya sebagai bahan pangan yang dikonsumsi langsung tetapi juga sebagai bahan baku bagi industri lain menyebabkan industri ini memiliki keterkaitan yang relatif besar dalam perekonomian daerah. Perbaikan kinerja
61
industri gula dapat mendorong peningkatan kinerja industri lain berbahan baku gula. Kesesuaian persyaratan tanam tanaman tebu dan adanya berbagai sarana pendukung pergulaan di Kabupaten Pasuruan merupakan modal utama bagi pemerintah daerah untuk memajukan industri gula. Melalui penerapan desentralisasi fiskal, keleluasaan Pemerintah Daerah dalam mengelola dan mengalokasikan pengeluaran anggaran daerah ditujukan untuk menciptakan berbagai insentif yang dapat meningkatkan kinerja industri gula. Pada akhirnya pelaksanaan otonomi daerah dengan perbaikan sistem kelembagaan daerah dan manajemen keuangan daerah akan menciptakan iklim y ang kondusif untuk menggiatkan kegiatan perekonomian khususnya pada industri gula sehingga meningkatkan kinerja industri gula di Kabupaten Pasuruan. Perbaikan kinerja industri gula ditunjukkan dengan meningkatnya nilai output, nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja oleh industri gula. Perbaikan kinerja industri ini secara langsung dan tidak langsung juga akan diikuti peningkatan kinerja perekonomian daerah Kabupaten Pasuruan secara keseluruhan. Kerangka pendekatan studi yang digunakan dalam penelitian ini digambarkan dalam diagram alur pada Gambar 2. 3.2. Hipotesis Berdasarkan uraian pada kerangka pendekatan studi di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut: 1.
Penerapan dan pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Pasuruan menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 telah memperbaiki sistem kelembagaan pemerintah daerah.
62
OTONOMI DAERAH: UU No. 22 Tahun 1999 UU No. 25 Tahun 1999
DESENTRALISASI FISKAL
Keuangan Daerah APBD Kab . Pasuruan
Pemerintahan Daerah Kabupaten Pasuruan
Institusi
Sumber Penerimaan dan Aloksai Anggaran
Regulasi
Kinerja Sektor Industri Gula
Analisis Deskriptif
Analisis Tabel I-O Keterkaitan Pengganda
Kinerja Perekonomian Daerah
Implikasi Kebijakan
Gam bar 2.
Diagram Alur Kerangka Pendekatan Studi
63
2.
Setelah penerapan kedua undang-undang tersebut, hubungan (fungsional dan koordinasi) antar lembaga yang membawahi industri gula menjadi lebih baik.
3.
Penerapan otonomi daerah memberikan dampak positif bagi peningkatan nilai produksi, nilai tambah dan penciptaan kesempatan kerja pada industri gula di Kabupaten Pasuruan.