KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran
Tingginya angka morbiditas dan mortalitas anak merupakan akibat panjang dari rendahnya imunitas yang dapat disebabkan karena kurangnya pembentukan IgG. Salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas antara lain karena defisiensi zat gizi mikro. Defisiensi zat gizi mikro pada anak-anak, khususnya defisiensi zat besi dan vitamin A berakibat pada kerusakan sistem imun dan penyebab terhambatnya pertumbuhan anak. Defisiensi vitamin A dapat menurunkan respons antibodi termasuk IgG (Kinoshita et al., 1991; Pasatiempo et al., 1990; Lavasa et al., 1988; dan Gershwin et al., 1984; Krishnan et al., 1974), dan produksi antibodi (Suskind, 1984 dan Ross, 1992). Defisiensi vitamin A berpengaruh pada kerusakan membran epithel dan mempercepat kerusakan mukosa (Tomkins dan Watson, 1993), yakni penyebab peradangan sehingga mengurangi dan melemahkan mekanisme pertahanan dengan cara merusak permukaan epithel. Perusakan epithel seperti di kulit (Squamous epithelium), permukaan mukosa paru-paru, gastrointestinal, dan genitourinari. Permukaan epithel tersebut merupakan garis pertahanan pertama untuk melawan infeksi, jasad renik, ataupun benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Berbagai studi yang telah dilakukan oleh Malaba et al., (2005), Cusick et al., (2005), Beaten et al., (2004), Villamor et al., (2002), dan High et al., (2002), mengindikasikan bahwa sel epitel merupakan komponen integral dari suatu jaringan komunikasi yang melibatkan interaksi antara sel epitel, mikroba, sel-sel imun, dan inflamatori host. Sel epitel pada permukaan mukosa berperan dalam menimbulkan dan menghantarkan sinyal antara mikroba pathogen, baik yang invasif maupun non invasif dengan sel-sel yang terdapat di dalam mukosa atau yang berdekatan dengan mukosa. Defisiensi vitamin A menyebabkan rendahnya resistensi terhadap kolonisasi dan invasi terhadap pathogen (Tomkins dan Watson, 1993). Demikian juga defisiensi zat besi berpengaruh terhadap penurunan infeksi cacing (Gopaldas, 2005), menurunkan respons imunitas seluler, yakni penurunan pada organ limfoid
34 (Candra, 1992). Penurunan imunitas dapat menstimulasi pertumbuhan pathogen. Dengan pertumbuhan pathogen yang cepat dan pertahanan tubuh yang menurun mengakibatkan keseimbangan tubuh terganggu sehingga anak mudah terkena infeksi. Keseimbangan antara virulensi pathogen dan pertahanan tubuh menentukan tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit infeksi. Infeksi secara langsung berpengaruh pada status gizi dan akhirnya berpengaruh terhadap perubahan kebiasaan makan, antara lain terjadinya penurunan nafsu makan dan gangguan absorpsi sehingga intik zat gizi menjadi rendah. Salah satu cara menurunkan defisiensi zat gizi mikro dan penyakit infeksi dengan meningkatkan status gizi dan antibodi. Pemberian biskuit fortifikasi kepada anak balita diharapkan dapat memberikan sumbangan gizi yang memadai terhadap konsumsi harian anak, apabila daya akseptabilitas anak terhadap biskuit fortifikasi tinggi. Artinya, anak mampu menerima, mau dan suka mengkonsumsi biskuit tersebut. Akseptabilitas biskuit dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi keluarga, pengetahuan gizi ibu, dan kandungan gizi biskuit itu sendiri. Tingginya akseptabilitas terhadap biskuit diharap dapat meningkatkan kualitas konsumsi pangan anak. Kualitas makanan yang memadai akan berpengaruh terhadap peningkatan intik gizi, peningkatan konsentrasi Hb, serum ferritin, dan retinol. Peningkatan konsentrasi Hb, serum ferritin, dan
retinol dapat
meningkatkan status gizi. Dengan status gizi yang baik, maka dapat meningkatkan respons imun anak melalui pembentukan IgG. Keterkaitan respons imun, status gizi dan fortifikasi biskuit disajikan pada Gambar 8. Dengan mengacu pada berbagai pustaka yang ada dapat digambarkan bahwa kekebalan terhadap penyakit melibatkan antibodi. Antibodi tersebut pada umumnya merupakan tipe Imunoglobulin G. Untuk meningkatkan pembentukan antibodi dapat diperoleh melalui booster DPT. Dengan dimasukkannya antigen ke dalam tubuh seseorang akan terbentuk serokonversi. Serokonversi akan mencapai maksimum yang bersifat protektif bila kadar IgG dalam serum mencapai 0,1 IU/ml. Hal ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor endogen dan eksogen dari kehidupan seseorang. Dengan landasan tersebut meskipun seseorang telah mendapatkan pemberian booster DPT akan memberikan hasil titer IgG terbentuk
35 yang berlainan tergantung pada umur, riwayat penyakit, dan status gizi seseorang. Respons Imun (Peningkatan Imunoglobulin G)
Outcome Status Gizi Anak
Output
Proses
Infeksi dan penyakit
Konsentrasi Hb, Serum Ferritin, dan Retinol Intik Vitamin A dan Fe
Intik Konsumsi Anak
Sosial Ekonomi
Pola Asuh Makan Input
Biskuit Fortifikasi
Pengetahuan Gizi Ibu
Gambar 8. Keterkaitan Biskuit Fortifikasi, Status gizi, dan Imunitas Penanganan masalah defisiensi gizi mikro perlu dilakukan dengan tepat dan cepat karena defisiensi gizi mikro sebagai penyebab terbesar penyakit infeksi akan sangat berpengaruh terhadap mekanisme pertahanan tubuh. Apabila terjadi penurunan sistem imunitas dan antibodi akibat defisiensi gizi mikro, maka seseorang mudah terserang infeksi. Penyakit-penyakit tersebut dapat dicegah dengan meningkatkan imunitas anak. Respons imunitas akan meningkat apabila anak memiliki status gizi yang baik. Gizi yang baik dapat merubah kehidupan anak, meningkatkan pertumbuhan fisik dan perkembangan mental, melindungi kesehatan, dan meletakkan fondasi untuk masa depan dan produktivitas anak. Pengaruh intervensi terhadap peningkatan respons imun dapat dilihat dari kadar imunoglobulin G (IgG) total.
36 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah digambarkan pada Gambar 8, maka dikemukakan hipotesis sebagai berikut: 1. Hipotesis pertama: Pemberian biskuit fortifikasi akan meningkatkan status vitamin A, status besi, dan status gizi anak balita; 2.
Hipotesis kedua: Makin baik status gizi mikro anak balita maka makin tinggi kadar Imunoglobulin G dan ini berarti makin baik respons imun anak balita Batasan Operasional
Efikasi : adalah kemanjuran biskuit fortifikasi yang dianjurkan dikonsumsi anak untuk meningkatkan status gizi antropometri, konsentrasi Hb, kadar ferritin (status besi), kadar retinol (status vitamin A), dan respons imun anak balita Biskuit : adalah produk makanan kering yang dibuat dengan bahan dasar tepung terigu, lemak, dan bahan lain dengan cara memanggangnya. Biskuit dalam penelitian ini berupa “biskuat energi” yang diproduksi oleh PT. Danone Biscuits Indonesia Biskuit Fortifikasi: adalah biskuit yang telah ditingkatkan mutu gizinya dengan menambahkan beberapa zat gizi mikro pada bahan makanan tersebut, Zat gizi mikro yang paling banyak ditambahkan yaitu vitamin A dan zat besi. Intervensi : pemberian makanan tambahan kepada anak balita berupa biskuit yang difortifikasi oleh beberapa zat gizi mikro. Anak dianjurkan mengkonsumsi biskuit sebanyak 54 gram (10 keping) perhari. Intervensi dilakukan selama 16 minggu Infeksi dan Penyakit: adalah kondisi kesehatan anak selama intervensi yang diamati secara seksama, penyakit apa saja dan lamanya yang pernah diderita anak sebelum dan sesudah penelitian, dinyatakan dalam skor morbidias. Pantauan kesehatan selalu dikontrol oleh dokter puskesmas dengan pemeriksaan 4 kali selama penelitian. Skor Morbiditas: adalah skor yang dihitung berdasarkan skor penyakit dikalikan dengan lama penyakit dengan memberi skor tinggi pada penyakit infeksi yang berdampak fatal. Penyakit yang tidak beresiko fatal seperti penyakit kulit, sariawan, dan mata diberi skor 10. Skor 50 untuk penyakit bronhitis, asma, dan ISPA. Skor 70 untuk penyakit campak dan 80 untuk diare dan muntaber yang dinilai beresiko fatal. Anak Balita: adalah anak usia 2-4 tahun dari orang tua yang kurang mampu yang diberikan intervensi biskuit selama 16 minggu
37 Fortifikan: adalah zat gizi yang ditambahkan pada biskuit yakni: vitamin A sebesar 243 mcg dan zat besi sebesar 4,32 mg. Penambahan vitamin A dan zat besi hampir mencapai 2/3 RDA. Status Gizi Antropometri: menggunakan indeks BB/TB, dilakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan anak balita secara langsung. Data hasil pengukuran tersebut digunakan untuk mene ntukan Z-skor. Konsumsi Pangan: adalah jumlah makanan yang masuk melalui mulut anak balita selama 2x24 jam, yang diukur dengan menggunakan “Recall” dengan mengacu pada kuesioner yang telah dipersiapkan. Hemoglobin (Hb) : adalah parameter dari status anemia anak yang diperoleh dari analisis darah. dengan metode Drabkins. Cut off point anemia pada anak < 11g/dL. Ferritin Serum (Fs) : adalah parameter dari status besi anak yang diperoleh dari analisis serum dengan metode IRMA (cut off point status besi adalah < 12 µg/L) Retinol Serum (Rs) : parameter dari status vitamin A anak yang diperoleh dari analisis serum dengan metode HPLC (cut off point status vitamin A adalah < 20 µg/dL) Respons Imun : dinilai dengan cara mengukur kadar imunoglobulin G (IgG) Total terhadap Tetanus di dalam serum setelah anak diberi stimulus antigenis yang cukup (booster DPT). Serum : diambil dari darah vena sebanyak 2 cc yang terdapat pada lengan “Vena Cubiti”. Darah dibiarkan beberapa saat di suhu ruangan agar tidak lisis, kemud ian disentrifugasi untuk mendapatkan serum sejumlah 1 cc. Imunitas : munculnya dan meningkatnya antibodi untuk mempertahankan daya tahan tubuh dengan cara melawan antigen yang masuk ke dalam tubuh. Munculnya respons imunitas dideteksi dengan adanya imunoglobulin G. Booster DPT : pemberian vaksin DPT ulang sebanyak 0,5 cc kepada anak balita setelah 6 bulan mendapatkan imunisasi. Booster diberikan untuk mendeteksi antibodi dengan kemunculan imunoglobulin G. Imunoglobulin G : komponen utama imunoglobulin dalam serum, kadarnya sekitar 75% dari semua imunoglobulin dalam serum. Imunoglobulin yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pengukuran titer IgG total dengan metode ELISA.