12
KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
Brand merupakan sebuah intangible asset yang sangat berharga dan lebih dari satu dasawarsa terakhir pengembangan brand menjadi prioritas utama bagi perusahaan (Hsu et al, 2013). Investor akan mempertahankan saham yang dipegang untuk perusahaan yang mempunyai reputasi baik dan performansi perusahaan yang baik dengan mengevaluasi indikator-indikator antara lain brand awareness, intensitas penelitian dan pengembangan, intensitas promosi dan profitabilitas. Brand value yang merupakan salah satu indikator performansi perusahaan, banyak dikaitkan dengan hubungannya dengan harga saham karena investor akan berusaha untuk mengamankan investasinya agar selalu mendapatkan laba dari kenaikan harga saham. Dalam bab ini dijabarkan kajian yang melandasi penelitian pengaruh pengumuman brand value dan pengaruh besar brand value terhadap harga saham termasuk variabel kontrol yang digunakan yaitu ukuran perusahaan. Selain itu akan dijabarkan kerangka penelitian, penelitian-penelitian yang pernah dilakukan dan hipotesis terhadap hasil penelitian.
3.1. Pasar Efisien (Efficient Market) Excess stock return adalah abnormal return di atas risk free rate atau index benchmark yang tepat. Teori ini menjelaskan return dengan asumsi Efficient Market Efficient Hypothesis (EMH) bersama-sama dengan rasionalitas investor. Sesuai dengan teori EMH, harga saham merefleksikan semua informasi dari aliran
13
kas yang diharapkan pemegang saham (Hsu et al. 2013; Elton et al, 2014). Pasar efisien dapat ditinjau dari ketersediaan informasinya saja atau dapat juga ditinjau dari kecanggihan pelaku pasar dalam mengambil keputusan berdasarkan analisis informasi yang tersedia. Pasar efisien berdasarkan ketersediaan informasi disebut dengan efisiensi pasar secara informasi (informationally efficient market). Sedangkan pasar efisien berdasarkan sudut kecanggihan pelaku pasar dalam mengambil keputusan disebut dengan efisiensi pasar secara keputusan (decisionally efficient market). Berdasarkan historis, EMH dibagi dalam 3 kategori, masing-masing didasarkan kepada tipe informasi. Ketiga kategori ini adalah efisiensi bentuk lemah (weak-form efficiency), efisiensi bentuk setengah kuat (semistrong-form efficiency) dan efisiensi bentuk kuat (strong-form efficiency). Pasar dikatakan dalam bentuk lemah jika harga-harga saham tercermin secara penuh (fully reflect) informasi masa lalu. Pengujian bentuk lemah (weakform test) adalah menguji apakah semua informasi yang berisi harga sebelumnya sepenuhnya memengaruhi harga saham saat ini. Bentuk efisiensi lemah ini berkaitan dengan teori acak (random-walk theory) yang menyatakan bahwa data dari masa lalu tidak berhubungan dengan nilai sekarang. Jika pasar efisien bentuk lemah, maka nilai-nilai masa lalu tidak dapat digunakan untuk memprediksi harga sekarang. Implikasinya adalah investor tidak dapat menggunakan informasi masa lalu untuk mendapatkan keuntungan yang tidak normal. Pasar dikatakan efisien setengah kuat jika harga-harga saham secara penuh (fully reflect) semua informasi yang dipublikasikan termasuk informasi yang berada di laporan-laporan keuangan perusahaan emiten. Pengujian bentuk setengah kuat
14
(semistrong-form test) adalah menguji apakah informasi yang dipublikasikan apakah sepenuhnya mempengaruhi harga saham saat ini. Implikasinya adalah tidak ada investor atau grup investor yang dapat menggunakan informasi yang dipublikasikan untuk mendapatkan abnormal return dalam waktu lama. Dan yang terakhir adalah pasar modal bentuk kuat yang merupakan tingkat efisiensi pasar paling tinggi. Pasar dikatakan efisiensi bentuk kuat jika harga-harga saham secara penuh mencerminkan (fully reflect) semua informasi yang tersedia termasuk informasi privat. Pengujian bentuk kuat (strong-form test) adalah pengujian EMH apakah semua informasi yang dipublikasikan maupun informasi privat sepenuhnya mempengaruhi harga saham dan apakah investor dapat mengambil kelebihan keuntungan (Elton et al. 2014). Implikasinya adalah tidak ada investor, meskipun dengan kemampuan superior, mampu memperoleh keuntungan tidak normal dengan menggunakan informasi yang relevan, baik historis, yang dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan. Klasifikasi di atas diperkenalkan oleh Fama pada tahun 1988. Dalam tinjauan baru-baru ini, Fama mengembangan definisi tipe efisiensi pasar. Fama mengubah klasifikasi weak-form test menjadi kategori yang lebih umum yaitu test of return predictable dimana menguji pola security return yang dapat diprediksi dari data historis. Klasifikasi semistrong-form test menjadi event studies atau studi peristiwa pengumuman (studies of announcements) (Elton et al. 2014). Dalam pasar klasifikasi strong-form test, menguji bagaimana setiap orang bisa mendapatkan keuntungan dengan pengolahan berbasis pengumuman sebagai informasi. Dalam pasar klasifikasi strong-form ini juga, tidak ada investor yang memiliki kemampuan lebih, karena tidak mungkin menentukan dengan tepat
15
bagaimana investor dapat memanfaatkan pengumuman untuk menetapkan nilai perusahaan.
3.2. Teori Pensinyalan (Signaling Theory) Konsep signaling pertama kali dipelajari dalam konteks fungsi dan pasar produk oleh Akerlof dan Arrow yang kemudian dikembangkan menjadi teori keseimbangan sinyal oleh Spence pada tahun 1973, yang mengatakan bahwa perusahaan yang bagus dapat membedakan dirinya dari perusahaan yang buruk dengan mengirimkan tanda terkait dengan performansinya ke pasar modal. Sinyal tersebut disebut kredibel hanya jika perusahaan yang buruk tidak dapat meniru mengirimkan sinyal yang sama yang dikirimkan oleh perusahaan yang bagus (Zhao et al, 2004). Teori pensinyalan juga dikembangkan oleh Ross pada tahun 1977, yaitu menyatakan bahwa pihak eksekutif perusahaan memiliki informasi lebih baik mengenai perusahaannya akan terdorong untuk menyampaikan informasi tersebut kepada calon investor agar harga saham perusahaannya meningkat. Signaling theory menekankan kepada pentingnya informasi yang dikeluarkan perusahaan terhadap keputusan investasi pihak diluar perusahaan. Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi pada hakekatnya menyediakan keterangan, catatan atau gambaran baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan. Informasi yang lengkap, relevan, akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai analisis untuk mengambil keputusan investasi. Madden et al. (2006) berdasarkan hipotesis pada beberapa hasil penelitian
16
sebelumnya menunjukkan bahwa strategi pengembangan brand akan menciptakan nilai bagi pemegang saham yang dinyatakan dalam return di atas rata-rata. Branding yang memberikan nilai finansial seharusnya mempunyai dampak positif terhadap harga saham. Stock return akan meningkat ketika brand value digunakan sebagai pembobotan portfolio, signaling terhadap pentingnya nominal brand value ditetapkan oleh lembaga independen (Hsu et al., 2013), dalam penelitian ini menggunakan Brand Finance. Madden et al. (2006) selanjutnya mengatakan bahwa estimasi brand value akan memberikan informasi tambahan terkait performansi perusahaan yang kemungkinan sangat berguna dalam membuat keputusan investasi.
3.3. Studi Peristiwa (Event Study) Pada awalnya, studi peristiwa (event study) ini digunakan untuk mengukur efisiensi suatu market yaitu untuk mengetahui seberapa cepat informasi memengaruhi harga saham. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa harga saham bereaksi dengan cepat terhadap pengumuman sehingga menerima bahwa informasi secara cepat memengaruhi harga saham dan menggunakan event studies ini untuk menentukan apakah informasi terefleksi dalam harga saham (Elton et al. 2014). Terdapat tiga kriteria agar sebuah informasi memiliki dampak yang signifikan terhadap harga saham yaitu informasi tidak boleh diketahui sebelumnya, pasar harus yakin bahwa informasi dapat diandalkan dan pasar harus percaya bahwa pemberi informasi akan memberikan informasi yang benar. Tujuan event study adalah untuk mengukur hubungan antara suatu peristiwa yang mempengaruhi sekuritas dan return dari sekuritas tersebut. Peristiwa tersebut
17
meliputi peristiwa ekonomi maupun peristiwa non ekonomi untuk mengetahui ada tidaknya abnormal return yang diperoleh investor. Jika peristiwa tersebut mengandung informasi, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada saat pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Reaksi pasar tersebut ditunjukkan dengan adanya perubahan harga atau dengan menggunakan abnormal return. Jika memberikan abnormal return, maka dapat dikatakan bahwa pengumuman brand value tersebut memiliki kandungan informasi. Sebaliknya jika tidak memiliki kandungan informasi, maka tidak akan memberikan abnormal return kepada pasar. 3.3.1. Normal Return, Abnormal Return dan Expected Return Brigham dan Ehrhardt (2011) mengatakan bahwa return adalah mengukur performansi finansial dari sebuah investasi. Demikian pula menurut Hartono (2013), return merupakan hasil yang diperoleh dari kegiatan investasi. Return dibedakan menjadi dua, yaitu return realisasi dan expected return. Return realisasi adalah return yang terjadi sesungguhnya. Return realisasi ini penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan. Return realisasi ini juga digunakan sebagai dasar penentuan expected return. Expected return adalah return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa yang akan datang. Expected return muncul karena adanya ketidakpastian perolehan return dimasa yang akan datang yang akan diperoleh investor. (Hartono, 2013). Stock return relative dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut: P
Stock Return = ππ(P t ) ........................................................................ (3.1) t-1
dimana Pt adalah harga saham periode sekarang sedangkan Pt-1 adalah harga saham
18
periode sebelumnya (Hartono, 2010). Untuk mengevaluasi dampak suatu peristiwa terhadap harga saham maka diperlukan pengukuran abnormal return (AR). Pengumuman yang memiliki kandungan informasi akan memberikan abnormal return kepada pasar. Sebaliknya, pengumuman yang tidak memberikan kandungan informasi tidak akan memberikan abnormal return terhadap pasar. Untuk kejadian pengumuman brand value, Dutordoir et al. (2014) mendefinisikan abnormal return sebagai stock return pasca pengumuman brand value dikurangi dengan normal return pada waktu yang sama. Sedangkan normal return adalah return yang diharapkan ketika tidak terjadi pengumuman brand value. Abnormal Return untuk suatu perusahaan dapat dituliskan dengan rumus berikut: ARit = Rit - E(Rit |π
ππ‘ ) ........................................................................... (3.2) dimana ARit adalah abnormal return perusahaan ke-i pada hari ke t, π
ππ‘ adalah return perusahaan ke-i pada hari ke t dan πΈ(π
ππ‘ |π
ππ‘ ) adalah normal return perusahaan ke-i pada hari ke t (Dutordoir et al., 2014). Hartono (2013) menyatakan bahwa expected return atau normal return dapat dihitung dengan menggunakan tiga model estimasi yaitu Mean-adjusted Model, Market Model atau Market-adjusted Model. Mean-adjusted Model mengasumsikan bahwa ekspektasi bernilai konstan yang sama dengan rata-rata return realisasi sebelumnya selama periode estimasi. Sedangkan Market Model menghitung expected return menggunakan 2 tahap penghitungan yaitu menggunakan data realisasi selama periode estimasi kemudian
19
menghitung expected return pada di periode pengamatan. Model terakhir yaitu market-adjusted model adalah untuk mengestimasi return suatu sekuritas adalah return index pasar pada saat tersebut. Dalam penelitian ini, expected return dihitung dengan menggunakan market model karena model ini banyak digunakan dalam penelitian-penelitian event study (Dutordoir et al., 2014). Perhitungan expected return dengan menggunakan market model dibentuk dengan menggunakan teknik regresi OLS (Ordinary Least Square) dengan persamaan sebagai berikut: π
π,π‘ = πΌπ + π½π . π
ππ‘ + ππ,π‘ ..................................................................... (3.3) dimana π
ππ‘ adalah return perusahaan ke-i pada hari ke t pada periode estimasi, πΌπ adalah intercept perusahaan ke-i, π½π adalah koefisien slope yang merupakan beta dari perusahaan ke-i, π
ππ‘ merupakan return index pasar selama periode estimasi, dalam hal ini index pasar yang digunakan adalah index pasar per sektor sesuai dengan kategori pasar perusahaan ke-i tersebut dan ππ,π‘ adalah kesalahan residu perusahaan ke-i pada hari ke-t selama periode estimasi. 3.3.2. Cumulative Abnormal Return (CAR) Cumulative Abnormal Return merupakan penjumlahan dari abnormal return pada sejumlah Ο periode abnormal return. Rumus CAR dapat dituliskan sebagai berikut: πΆπ΄π
ππ = βππ‘=1 π΄π
ππ‘ .............................................................................. (3.4) 3.3.3. Pengujian Statistik terhadap Abnormal Return Pengujian terhadap abnormal return mempunyai tujuan untuk melihat signifikansi abnormal return yang ada pada periode pengamatan. Signifikansi yang
20
dimaksud adalah abnormal return tersebut secara statistik signifikan tidak sama dengan nol yaitu positif untuk kabar baik dan negatif untuk kabar buruk. Pengujian yang dilakukan adalah dengan t-statistik. Untuk menghitung t-statistik digunakan rumus:
π‘π π‘ππ‘βπ‘ =
Μ
Μ
Μ
Μ
π‘ π΄π
................................................................................. (3.5) Μ
Μ
Μ
Μ
π‘ ] π[π΄π
dimana :
Μ
Μ
Μ
Μ
π΄π
π‘ = βπ π=1 π΄π
π,π‘ ............................................................................. (3.6) dan π
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
2
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
π‘ ] = ββπ=1[π΄π
π,π‘β π΄π
π‘] . π[π΄π
πβ1
1 βπ
.................................................. (3.7)
π΄π
i,t adalah abnormal return perusahaan ke-i dan pada waktu ke-t, Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
AR t adalah rataΜ
Μ
Μ
Μ
Μ
t ] adalah rata abnormal return dari sejumlah perusahaan yang diteliti, Ο[AR kesalahan standar estimasi secara cross-section dan N adalah jumlah perusahaan yang diamati. Hasil t-statistik (t-hitung) yang diperoleh dari perhitungan tersebut di atas kemudian dibandingkan dengan nilai kritis t-tabel untuk mengetahui level signifikansi. Apabila t-hitung lebih besar dari nilai kritis maka hipotesa null ditolak (signifikan pada level Ξ±) dan apabila sebaliknya maka hipotesa null tidak dapat ditolak (tidak signifikan pada level Ξ±).
3.4. Nilai Perusahaan (Firm Value) Nilai perusahaan (firm value) sangat penting artinya bagi perusahaan tersebut karena nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti oleh tingginya
21
kemakmuran pemegang saham. Kekayaan pemegang saham dan perusahaan dipresentasikan oleh harga pasar dari saham yang merupakan cerminan dari keputusan investasi (Mahendra, 2011). Nilai perusahaan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai nilai pasar (market value). Semakin tinggi nilai perusahaan maka semakin besar kemakmuran yang diterima oleh pemegang saham (pemilik perusahaan). Bagi perusahaan yang menerbitkan saham di pasar modal, harga saham yang diperjualbelikan di bursa merupakan indikator nilai perusahaan. Menurut Brigham dan Ehrhardt (2011), pemegang saham biasa adalah pemilik perusahaan dan karenanya mereka memiliki hak dan priviledge tertentu. Pemegang saham biasa memiliki hak untuk memilih direksi yang pada gilirannya akan memilih orang-orang yang akan mengelola perusahaan. Tujuan utama semua pengelola perusahaan atau manajer adalah memaksimalkan nilai perusahaan dan memaksimalkan kekayaan pemegang saham, dalam hal ini berarti memaksimalkan harga saham perusahaan. Untuk mencapai tujuan ini, semua manajer harus memahami bagaimana mengorganisasikan perusahaan, bagaimana pasar uang beroperasi, bagaimana suku bunga ditentukan, bagaimana sistem pajak beroperasi dan bagaimana data akuntansi digunakan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan. Manajer harus membuat keputusan investasi dan pembiayaan perusahaan yang dirancang untuk memaksimalkan harga saham perusahaan. Meskipun tindakan manajerial (faktor fundamental) memengaruhi nilai saham perusahaan namun harga saham juga dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal seperti kendala hukum, tingkat umum aktivitas ekonomi, hukum pajak, suku bunga dan kondisi
22
pasar saham (Brigham dan Ehrhardt, 2011). Hasil keputusan strategis yang dikendalikan oleh manajemen yang memengaruhi harga saham perusahaan adalah arus kas yang dibayarkan kepada pemegang saham, penetapan waktu arus kas dan risiko. Pada pasar efisien, harga saham perusahaan atau valuasi perusahaan selalu merefleksikan semua informasi yang tersedia bagi investor dan investor potensial. Demikian juga sebaliknya, harga saham perusahaan merefleksikan persepsi investor terhadap laba (earning) saat ini dan yang akan datang dari semua aset, baik yang tangible aset maupun intangible asset. Tangible asset termasuk properti, peralatan dan aset lancar seperti inventori dan investasi. Sedangkan intangible asset antara lain paten, hasil R&D maupun brand equity. (Kirk et al. 2012). 3.4.1. Nilai Pasar (Market Value) dan Hubungannya dengan Harga Saham Harga pasar merupakan hal yang mudah diketahui karena harga pasar merupakan harga saham pada pasar yang sedang berlangsung. Jika harga pasar dikalikan dengan jumlah saham yang diterbitkan (outstanding shares) maka akan didapatkan nilai pasar atau market value. Menurut Ross et al. (2010) formulasi Nilai Pasar dapat dituliskan sebagai berikut: ππππππ‘ ππππ’π = π»ππππ πππ π πβππ Γ π½π’πππβ π πβππ πππππππ .. (3.8) Nilai pasar merupakan nilai yang sangat berharga bagi pemilik saham / investor. Nilai ini merupakan return bagi investor jika saham yang dimiliki akan dibeli oleh investor lain. Sesuai dengan hasil penelitian Eryigit dan Eryigit (2014), hubungan antara market capitalization dan stock return adalah signifikan dan positif. Sehingga harga per saham pada saat tertentu merupakan pembagian dari market value dibagi dengan jumlah saham beredar.
23
3.4.2. Ukuran Perusahaan dan Hubungannya dengan Harga Saham Ukuran perusahaan mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap nilai perusahaan suatu perusahaan. Dalam hal ukuran perusahaan dilihat dari total aset yang dimiliki oleh perusahaan, yang dapat dipergunakan untuk kegiatan operasi perusahaan. Jika perusahaan memiliki total aset yang besar, pihak manajemen lebih leluasa dalam mempergunakan aset yang ada di perusahaan tersebut. Jika dilihat dari sisi manajemen, kemudahan yang dimilikinya dalam mengendalikan perusahaan akan meningkatkan nilai perusahaan. Menurut Kumar dan Sehgal (2004), ukuran perusahaan akan memengaruhi return saham. Oleh karena itu, perusahaan yang kecil harus terlihat jauh lebih baik dan signifikan dibandingkan dengan perusahaan besar. Hal tersebut dikarenakan perusahaan kecil relatif diabaikan oleh investor, perusahaan kecil jarang dijadikan obyek penelitian, menunjukkan likuiditas yang kecil dan memiliki resiko di bawah perkiraan, memiliki konsentrasi kepemilikan manajemen, tidak memiliki operasi diversifikasi dan memiliki manajemen yang lemah, kurang berkomitmen pada pelanggan, perputaran tenaga kerja yang tinggi, teknologi yang buruk dan lain sebagainya. Ukuran perusahaan dapat didekati dengan melihat besarnya kapitalisasi pasar, besarnya total aset, nilai perusahaan (enterprise value) atau penjualan bersih. Dalam penelitian ini, pendekatan ukuran perusahaan menggunakan besarnya total aset karena untuk membandingkan pengaruh aset intangible (brand value) dan total aset tangible (tercantum di laporan keuangan perusahaan) terhadap harga saham. Dalam beberapa penelitian, didapatkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham (Laily, 2013; Christianto, 2014).
24
3.5. Konsep Brand Dalam subbab ini akan dibahas konsep yang terkait dengan brand, dimulai dari penjelasan definisi intangible asset, brand, brand equity dan dilanjutkan dengan pembahasan brand value. Kemudian pembahasan akan dilanjutkan dengan pembahasan keterkaitannya brand dengan nilai bagi shareholder (Vesanen, 2011). 3.5.1. Definisi Intangible Asset Menurut definisi Applying International Financial Reporting Standard, asset didefinisikan sebagai sumber yang dikontrol oleh perusahaan sebagai hasil usaha yang telah dilakukan dan dari sumber tersebut memberikan keuntungan ekonomi di masa yang akan datang. Keuntungan ekonomi tersebut adalah potensi dari sumber daya tersebut baik langsung maupun tidak langsung akan mengalir ke perusahaan sebagai aset kas atau aset setara kas. Intangible asset didefinisikan sebagai aset non-finansial tanpa bentuk fisik yang digunakan dalam produksi atau penjualan barang atau jasa atau untuk disewakan atau untuk keperluan administrasi yang dapat diidentifikasi dan dikontrol oleh perusahaan sebagai hasil usaha yang telah dilakukan dan dari aset tersebut memberikan keuntungan ekonomis di masa yang akan datang. Ada beberapa hal yang masuk dalam kategori intangible asset antara lain brand, nama surat kabar, software komputer, lisensi dan franchise, paten, formula, model, desain dan prototype (Chareonsuk, 2006). Intangible asset mengalami pertumbuhan dengan cepat. Pada tahun 1978, intangible asset hanya memiliki porsi 5% dari seluruh aset perusahaan. Namun pada tahun 2006 menjadi 78% dari total aset. Namun masih banyak organisasi publik maupun swasta mencoba untuk menggabungkan nilai dari intangible asset
25
ini (Chareonsuk, 2006). Menurut Damodaran (2006), cara paling mudah untuk menilai intangible asset adalah melekatkan pada produk yang menghasilkan aliran kas. Aset ini biasanya mempunyai umur yang terbatas, dimana arus kas harus diperhitungkan. Akan tetapi secara kualitatif tidak berbeda dengan tangible asset yang menghasilkan arus kas yang terbatas pula. Salah satu contoh intangible asset adalah brand. Nilai pasar dari saham tampak sebagai ukuran yang sangat akurat dari tangible dan intangible asset suatu perusahaan (Hsu et al. 2013). Edmans (2011) berpendapat bahwa intangible asset hanya memengaruhi harga saham ketika diterjemahkan menjadi sesuatu yang dapat diukur. 3.5.2. Sudut Pandang Akuntansi tentang Intangible Asset Menurut Penman dan May (2009), banyak peneliti yang mengatakan bahwa tidak memasukkan intangible asset dalam neraca merupakan suatu kekurangan yang cukup besar. Dengan demikian diharapkan akuntan dapat memasukkan aset penting seperti brand, rantai distribusi, ilmu pengetahuan, sumber daya manusia dan modal perusahaan yang memberikan nilai lebih besar dibandingkan tangible asset pada laporan neraca. Namun pendapat Penman dan May (2009) menyatakan bahwa intangible asset sangat spekulatif, sehingga akuntan diharapkan kembali kepada saran fundamentalis bahwa jangan menempatkan spekulasi dalam laporan keuangan. Akuntan tidak memiliki kompetensi dalam menangani hal-hal yang bersifat spekulasi. Laporan keuangan tidak hanya neraca namun juga ada laporan rugi laba. Saran dari Penman dan May (2009) adalah akuntansi dari intangible asset harus
26
didekati dengan pendekatan yang berbeda dari pendekatan tangible asset. 3.5.3. Brand dalam Resource-Based View (RBV) Resource-based view (RBV) adalah model untuk melihat sumber daya sebagai kunci untuk meningkatkan performansi perusahaan. RBV merupakan pendekatan yang muncul pada tahun 1980 dan 1990-an. Menurut David (2011), pendekatan RBV dalam keunggulan kompetitif adalah pendekatan yang berpendapat bahwa sumber daya internal lebih penting bagi perusahaan daripada faktor eksternal dalam pencapaian dan mempertahankan keunggulan bersaing. Menurut pendukung RBV, lebih layak mengeksplorasi peluang eksternal dengan memanfaatkan sumber daya yang ada dari pada mencoba memperoleh kemampuan baru untuk setiap peluang eksternal yang berbeda. Dalam model RBV, sumber daya diberikan peran utama untuk membantu perusahaan dalam mencapai kinerja perusahaan yang lebih baik. Sumber daya yang dimanfaatkan adalah sumber daya tangible dan sumber daya intangible (David, 2011). Sumber daya tangible adalah sumber daya yang berwujud yang menjadi total aset yang dapat dibeli di pasar. Sumber daya intangible adalah sumber daya yang dimiliki perusahaan namun tidak berwujud. Brand termasuk intangible asset yang dibangun dalam jangka waktu lama dan tidak dapat dibeli di pasar. Intangible asset ini biasanya berada di dalam perusahaan dan menjadi sumber utama dalam keunggulan bersaing. 3.5.4. Definisi Brand Menurut The American Marketing Association, brand merupakan nama, istilah, tanda, simbol, desain atau kombinasi dari elemen tersebut yang dibuat sebagai identifikasi barang atau layanan dari suatu perusahaan yang membedakan
27
terhadap produk atau layanan kompetitor. Kevin Keller mengatakan bahwa yang membedakan brand dengan komoditi yang tidak memiliki brand adalah persepsi pelanggan dan perasaan terhadap atribut produk dan bagaimana performansinya (Kottler, 2003). Pada intinya bagaimana sebuah brand dapat tertanam di benak pelanggan. Kotler (2003) menyatakan, aspek yang paling abadi dari sebuah brand adalah nilai-nilai, budaya dan kepribadian. Hal ini dapat dianggap sebagai βbrand DNAβ yaitu gagasan yang paling dalam dari sebuah brand. (Kotler, 2003) Brand bagi perusahaan memberikan sejumlah nilai kepada perusahaan tersebut. Brand merupakan aset yang terlintas dalam pikiran ketika berbicara tentang intangible asset. Brand menyumbangkan sebagian besar dari nilai perusahaan produk konsumen dan standard akuntansi di berbagai negara telah mengharuskan perusahaan untuk menilai brand. (Damodaran, 2006). 3.5.5. Brand Equity Brand equity merupakan nilai berdasarkan persepsi pelanggan, ingatan pelanggan, asosiasi, perasaaan tentang brand. (De Oliviera dan Luce (2012). Menurut Kim (2008), ada beberapa definisi brand equity yang dikemukakan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Definisi dari peneliti-peneliti sebelumnya adalah sebagai berikut: a. Aaker mengatakan bahwa brand equity adalah satu set aset brand dan kewajiban yang berkaitan dengan sebuah brand, baik nama maupun simbol yang dapat menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh produk atau jasa kepada perusahaan maupun kepada pelanggan. b. Blackstone mendefinisikan brand equity adalah sebagai nilai brand dan makna brand, dimana makna brand menyiratkan keunggulan brand, kepribadian dan
28
nilai brand. Sedangkan brand value merupakan hasil dari pengelolaan brand tersebut. c. Keller mendefinisikan brand equity sebagai efek pembeda dari pengetahuan brand pada respon pelanggan terhadap pemasaran brand. d. Tiwari mendefinisikan brand equity sebagai kesatuan persepsi, pengetahuan dan perilaku pelanggan yang menciptakan demand dan/atau harga premium untuk brand tersebut, dengan kata lain brand merupakan harga bagi pelanggan. Dari definisi yang dikemukakan oleh para peneliti tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa brand equity merupakan nilai atau harga brand bagi pelanggan. Langkah awal untuk membangun corporate brand equity adalah untuk meyakinkan pelanggan dengan baik agar menyadari adanya brand tersebut. Brand equity memberikan nilai bagi pelanggan dengan memperbaiki interpretasi, meningkatkan kepercayaan untuk memutuskan membeli dan meningkatkan tingkat kepuasan. Brand equity bagi perusahaan memberikan perbaikan pada efisiensi dan efektifitas program marketing, harga dan keuntungan, brand extension, meningkatkan perdagangan maupun keunggulan bersaing (Kim, 2008). Ada dua alasan mempelajari brand equity. Yang pertama adalah untuk memperkirakan nilai dari sebuah brand untuk kepentingan akuntansi dan keperluan merger. Sedangkan yang kedua adalah untuk membentuk strategi untuk meningkatkan produktivitas pemasaran. (Dingemanse, 2014) 3.5.6. Brand Value Menurut Tiwari (2007), brand value dan brand equity merupakan dua hal yang berbeda. Brand value merupakan NPV (Net Present Value) dari aliran kas masa depan dari sebuah brand dikurangi dari NPV dengan produk / korporasi
29
sejenis yang tidak memiliki brand atau dengan kata lain brand value merupakan harga bagi perusahaan dan pemegang saham sedangkan brand equity yang telah dijelaskan di atas secara singkat dapat dikatakan bahwa brand equity adalah harga bagi pelanggan. Penghitungan brand value sangat bermanfaat namun kegiatan pengukuran brand value itu sendiri tidak akan membuat brand menjadi lebih bernilai atau menjadi lebih berisiko. 3.5.7. Metoda Pengukuran Brand Value Pengukuran brand yang biasa dilakukan adalah dengan menggunakan parameter harga, retensi pelanggan, meningkatnya distribusi barang retail dan ketahanan bersaing dengan kompetitor. Metoda valuasi brand untuk meningkatkan keuntungan finansial yang ditambahkan untuk perusahaan. (Ukiwe, 2009) Pengukuran di atas akan baik digunakan untuk brand produk, namun dengan pendekatan yang berbeda dapat diterapkan untuk brand perusahaan. Brand perusahaan lebih melekat pada reputasi organisasi dan bisa terjadi pada orang-orang yang didalamnya, kelompok atau unit yang tidak memiliki dampak tidak langsung pada brand yang diukur. Faktor-faktor tersebut tidak perlu meningkatkan aliran kas jangka pendek, sebagaimana tipe pengukuran keberhasilan brand. Namun faktorfaktor yang memengaruhi corporate brand value tetap memiliki dampak yang besar pada keberhasilan organisasi secara keseluruhan di masa akan datang (Ukiwe, 2009). Pengukuran yang dilakukan oleh Brand Finance dapat dijelaskan berikut ini. Pengukuran tersebut dilakukan menggunakan metoda Royalty Relief dimana menentukan nilai dari sebuah perusahaan yang akan dibayar lisensi brand yang
30
dimilikinya. Pendekatan ini melibatkan perkiraan revenue yang akan datang dari brand tersebut dan menghitung harga royalty yang akan dikenakan ketika menggunakan brand tersebut. Proses tersebut adalah sebagai berikut: a. Menghitung brand strength pada skala 0 β 100 dengan menggunakan balance scorecard dengan sejumlah atribut misalnya hubungan emosional, performansi finansial dan keberlanjutan diantara brand yang lain. Score ini dikenal dengan Brand Strength Index (BSI). b. Menentukan besar rentang nilai royalti untuk masing-masing sektor. Hal ini dilakukan dengan melakukan pembandingan lisensi yang dimiliki oleh Brand Finance dan database online lainnya. c. Menghitung royalty rate. Brand strength score diterapkan pada kisaran royalty rate sampai pada tingkatan royalty. Sebagai contoh, jika rentang royalty rate suatu sektor adalah 1 β 5% dan sebuah brand memiliki brand strength score 75 dari 100, maka royalty rate untuk brand tersebut adalah 4%. d. Menentukan brand specific revenue dengan memperkirakan proporsi dari pendapatan perusahaan induk yang disebabkan setiap brand dan sektor tertentu. e. Menentukan proyeksi pendapatan dari brand tersebut menggunakan fungsi revenue historis, perkiraan analisis modal dan tingkat pertumbuhan ekonomi. f. Mengimplementasikan royalty rate pada proyeksi pendapatan untuk diturunkan penggunaan biaya royalty penggunaan brand. g. Prediksi royalti merupakan NPV sebelum pajak yang merupakan pemasukan dimasa datang dari brand. Brand Finance menggunakan pendekatan The Royalty Relief dengan beberapa alasan sebagai berikut:
31
a. Lebih disukai oleh otoritas pajak dan pengadilan karena penghitungan brand value dengan mengacu pada transaksi pihak ketiga yang didokumentasikan. b. Dapat dilakukan berdasarkan informasi keuangan yang telah di publikasi. c. Sesuai dengan persyaratan International Valuation Standards Authority dan ISO 10668 untuk menentukan nilai pasar wajar dari brand. Proses penilaian brand value di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1. Metoda Pengukuran Brand Sumber: Website Brand Finance, http://brandirectory.com/methodology
3.6. Hubungan Brand Value dengan Harga Saham Sampai saat ini, dalam ilmu marketing, penelitian tentang brand memiliki fokus utama dengan meneliti bagaimana brand equity memengaruhi perilaku konsumer. Sebaliknya, sedikit penelitian yang menggali hubungan brand dengan finansial, hukum dan dampak sosial (Vesanen, 2011). Brand akan menciptakan nilai bagi pemegang saham yang tertuang dalam bentuk return di atas rata-rata (Madden et al., 2006). Stock return akan meningkat
32
ketika brand value digunakan sebagai pembobotan portfolio, signaling terhadap pentingnya nominal brand value ditetapkan oleh lembaga independen (Hsu et al., 2013). Peningkatan stock return ini akibat dari perubahan harga saham. Brand value juga merupakan salah satu indikator kunci bagi investor. Brand value seharusnya menjadi salah satu alat yang penting bagi manajemen perusahaan untuk mengevaluasi performansi dan resiko perusahaan (Hsu et al., 2013). Dalam beberapa penelitian diperoleh hasil bahwa hubungan antara brand value dan harga saham adalah positif dan signifikan. (Kirk et al, 2012; Hsu et al., 2013)
3.7. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang pengaruh brand value terhadap performansi finansial telah dilakukan oleh beberapa peneliti di luar negeri. Pengujian dilakukan terhadap brand global misalnya Coca-Cola, Microsoft, Apple dan lain sebagainya. Penelitian event study terhadap pengumuman brand value maupun penelitian pengaruh brand value terhadap harga saham atau return saham yang pernah dilakukan tampak pada Tabel 3.1. Semua penelitian tersebut dilakukan di luar Indonesia dan kebanyakan dilakukan pada perusahaan dengan brand global. Penelitian yang dilakukan bahkan sudah memperhitungkan variabel moderasi dan pengelompokan industri untuk menguji adanya perbedaan perilaku investor dalam menyikapi hasil survei brand value. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa brand value berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham atau return saham. Demikian pula dengan penelitian tentang respon pasar terhadap brand value, pengumuman brand value direspon dengan cukup cepat dan signifikan.
Peneliti & Tahun Marie Dutordoir Frank H. Verbeeten and Dominique De Beijer (2014)
Feng Jui Hsu, Tsai Yi Wang, Mu Yen Chen (2013)
Johny K. Johansson, Claudiu Dimofte, SanalMazvancheryl (2012)
Natalie Mizik, Robert Jacobson
Collen P. Kirk, Ipshita Ray dan Berry Wilson (2012)
No 1.
2.
3.
4.
5.
The impact of Brand Value on Firm Evaluation: The Moderating Influence of Firm Type (Jurnal)
The Performance of Global Brands in the 2008 Financial Crisis: A Test of Two Brand Value Measures (Jurnal) The Financial Value Impact of Perceptual Brand Attributes (Jurnal)
Judul Penelitian Stock Price Reactions to Brand Value Annaoucement: Magnitude and Moderator (Jurnal) The Impact of Brand Value on Financial Performance (Jurnal)
Untuk mengetahui brand asset metric yang mana yang memberikan tambahan informasi yang menjelaskan stock return Untuk menguji efek gabungan promosi dan brand value terhadap harga saham
Mengetahui bagaimana nasib brand yang terkuat di AS selama krisis 2008
Tujuan Menguji pengaruh pengumuman brand value terhadap abnormal Stock Return dengan beberapa variabel moderator Menguji pengaruh brand value terhadap CAR dan BHAR
Independen: Brand Value, EPS, Book Value Dependent: Stock Price
Stock Return dan brand asset value
Stock Return
Independen: Brand Value; Dependen: CAR dan BHAR
Variabel Independen:Brand Value Dependen: Stock Return
Data panel
Stock return respons model
Stock return response model
Data Panel
Model Data Panel
Brand Value berhubungan positif dan berpengaruh signifikan terhadap harga saham
Berpengaruh positif dan signifikan
Brand Value berpengaruh positif terhadap performansi saham. Analisa Secara statistik ada perbedaan antara CAR dan BHAR Brand Value berpengaruh positif dan signifikan
Hasil Pengumuman brand value memengaruhi secara signifikan terhadap abnormal stock return.
Tabel 3.1. Tabel Penelitian Event Study Dampak Pengumuman Brand Value yang Pernah Dilakukan
33
Tabel 3.1. Tabel Penelitian Event Study Dampak Pengumuman Brand Value yang Pernah Dilakukan
Peneliti & Tahun Canan Eryigit, Mehmet Eryigit (2014)
Pegah Rasti, Somaye Gharibvand (2013)
Virva Versanen (2011)
Thomas J. Madden, Frank Fehle, Susan Fournier
Alladin Ukiwe (2009)
No 6.
7.
8.
9.
10.
The influence of Brand value on selected Malaysianβs Cmpanies Book Value & Share Holder (Jurnal) Does the Stock Market Fully Value Intangible? Brand and Global Equity Prices (Tesis) Brands Matter: An Empirical Demonstration of the Creation of Shareholder Value Through Branding.(Jurnal) The Joint Impact of Brand Value and Advertising on Corporate Financial Performance & On Stock Return (Disertasi)
Judul Penelitian The Impact of Brand Value on Stock Price (Jurnal)
Untuk menguji efek gabungan promosi dan brand value terhadap ROA & Stock Return
Menguji hubungan antara brand portfolio dan stock return untuk lokasi yang berbeda yaitu Amerika Utara, Eropa dan Asia. Mengukur bagaimana pengaruh efek marketing terhadap hubungan branding dan shareholder value.
Menguji pengaruh brand value terhadap book value, EBIT dan Dividend Yield
Tujuan Menguji pengaruh brand value dengan book value, EPS dam Market Cap terhadap harga saham
Independen: Brand Value, Advertising Expenditure Dependent: ROA, Stock Return
Variabel Independen: Brand Value; Kontrol: Book Value, EPS, MC Dependen: Harga saham Independen: Brand Value; Dependen: Book Value, EBIT dan Dividend Yield Independen: Market Value, Brand value Dependen: Excess Return Independen: ukuran perusahaan. Dependen: Stock return
Data panel
Regresi linier
Univariate analysis dan Regresion analysis
Multiple regression
Model Data Panel
Brand yang kuat akan memberikan return kepada investor. Dalam memiliki saham perlu mempertimbangkan market share dan ukuran perusahaan. ROA dan Brand Value berhubungan positif, Brand Value dan advertising expenditure berhubungan positif
Untuk berbeda lokasi, hubungan antara brand dan stock return berbedabeda.
Brand Value memiliki pengaruh positif terhadap Book Value dan EBIT.
Hasil Brand Value berpangaruh signifikan terhadap harga saham dengan kapitalisasi pasar dan EPS.
Lanjutan Tabel 3.1. Tabel Penelitian Event Study Dampak Pengumuman Brand Value yang Pernah Dilakukan
34
35
3.8. Kerangka Pemikiran Brand merupakan intangible asset, melalui riset yang dilakukan oleh Brand Finance menjadikan brand sesuatu aset yang dapat dinilai / diukur dalam bentuk finansial. Dalam pasar efisien model setengah kuat, informasi brand value yang dipublikasikan dapat mengubah harapan investor terhadap NPV (Net Present Value) dari aliran kas perusahaan dimasa yang akan datang. Harapan investor ini tercermin dalam reaksi investor sehingga berdampak pada harga saham dan berujung pada return yang akan diterima investor. Dengan demikian pengumuman brand value ini diduga juga memiliki dampak signifikan terhadap return bagi investor untuk kondisi pasar di Indonesia. Namun ada kemungkinan pengumuman ini tidak berdampak signifikan apabila, pertama, investor kemungkinan sudah memperkirakan besar brand value sebelum diumumkan oleh majalah SWA. Yang kedua, apabila ternyata pasar tidak mempercayai pengumuman brand value tersebut dan yang terakhir adalah apabila ternyata investor ragu terhadap kejujuran hasil riset Brand Finance. Terkait dengan hal tersebut di atas, maka penelitian pengaruh brand value ini akan diteliti dengan dua bagian yaitu penelitian dampak pengumuman hasil riset brand value terhadap abnormal return yang diterima investor dengan menggunakan metoda event study dan uji pengaruh brand value terhadap harga saham perusahaan dengan menggunakan regresi. Penelitian pengaruh brand value terhadap harga saham ini menggunakan 3 variabel yaitu 1 variabel independen, 1 variabel kontrol dan 1 variabel dependen. Variabel indipenden yang digunakan adalah brand value (BRAND), variabel kontrol yang digunakan adalah ukuran perusahaan yang diproxikan dengan total
36
asset sedangkan variabel dependen yang digunakan adalah harga saham (market value per share). Adapun kerangka pemikiran untuk penelitian event study pengumuman brand value dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.2 Kerangka Berpikir Pengujian Event Study
Sedangkan kerangka pemikiran untuk penelitian pengaruh brand value terhadap harga saham dengan variabel kontrol yang digunakan adalah sebagai berikut:
Gambar 3.3 Kerangka Berpikir Pengaruh Brand Value terhadap Harga Saham 3.9. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis penelitian ini berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dan pemikiran logika dapat dituliskan
37
sebagai berikut: H1:
Diduga bahwa brand value mengandung informasi yang bermanfaat bagi investor sehingga akan direspon dengan cepat (pada H0) oleh pasar dalam bentuk abnormal return sesaat setelah pengumuman.
H2:
Diduga bahwa brand value secara individual berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham.
H3:
Diduga bahwa secara bersama-sama, brand value memiliki pengaruh yang lebih signifikan dibandingkan variabel kontrol ukuran perusahaan (asset per share) dalam memengaruhi harga saham.