BAB 2 KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Teori
2.1.1 Manajemen Menurut Stephen P. Robbins dan Mary Coulter (2010:7), “Manajemen adalah aktivitas kerja yang melibatkan koordinasi dan pengawasan terhadap pekerjaan orang lain, sehingga pekerjaan tersebut dapat diselesaikan secara efisien dan efektif.” Sedangkan menurut Mary Parker Follet seperti yang dikutip oleh Ismail Solihin (2009:3), menyatakan bahwa pada dasarnya manajemen adalah “The art of getting things done through people”, yang artinya adalah seni atau cara menyelesaikan sesuatu melalui orang lain. Tidak berbeda jauh dari teori – teori sebelumnya, George R. Terry dan Leslie W. Rue (2012:1) pun mengatakan bahwa, “Manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orangorang kearah tujuan – tujuan organisasional atau maksud – maksud yang nyata.” Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah ilmu dan seni tentang proses mengelola dan mengatur sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan tertentu secara efektif dan efisien.
2.1.2 Budaya Organisasi Griffin
dan
Moorhead
(2010:468)
dalam
bukunya
yang
berjudul
“Organizational Behavior”, mendefinisikan budaya organisasi sebagai “The set of shared values that helps the organization’s employees understand which actions are considered acceptable and which are unacceptable”. Dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa budaya organisasi adalah satu set nilai-nilai yang membantu karyawan memahami tindakan mana yang bisa dan tidak bisa diterima. Selain itu dalam bukunya, Griffin dan Moorhead juga mengutip beberapa pengertian budaya organisasi menurut para ahli seperti Hofstede dan Schein. Dikutip bahwa Hofstede mendefinisikan budaya organisasi sebagai “The collective programming of the mind”, yang artinya pemrograman kolektif pikiran. Sedangkan Schein mendefinisikan budaya organisasi sebagai “The pattern of basic assumptions that a given group has invented, discovered, or developed in learning to cope with its problems of external adaptation and internal integration”, yang artinya pola asumsi 7
8 dasar yang telah diciptakan, ditemukan, atau dikembangkan oleh kelompok tertentu dalam belajar untuk mengatasi masalahnya terhadap adaptasi eksternal dan integrasi internal. Dari beberapa pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah pola dan nilai-nilai yang dianut anggota organisasi yang mendefinisikan perilaku dan sikap apa yang pantas atau tidak pantas untuk dilakukan dan untuk menentukan apa yang penting bagi anggota – anggota organisasi. Selanjutnya Hofstede et.al (2012:69) mengelompokkan budaya organisasi kedalam 6 (enam) dimensi. Keenam dimensi budaya organisasi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Process Oriented versus Result Oriented 2. Employee Oriented versus Job Oriented 3. Parochial versus Proffesional 4. Open System versus Close System 5. Loose Control versus Tight Control 6. Normative versus Pragmatic
Process Oriented versus Result Oriented menekankan pada organisasi yang berorientasi proses dengan organisasi yang berorientasi pada hasil. Budaya organisasi yang berorientasi pada proses, tampak dari perilaku para anggota organisasi yang mematuhi ketentuan-ketentuan, prosedur, dan kebijakan yang telah ditentukan oleh organisasi. Pada sisi lain, organisasi dengan budaya orientasi hasil, perhatian organisasi lebih ditujukan pada hasil ketimbang proses, sehingga seringkali organisasi tidak memedulikan bagaimana proses dilakukan tetapi yang penting hasilnya cepat didapat. Organisasi dengan budaya berorientasi hasil lebih dinamis dibandingkan dengan organisasi dengan budaya berorientasi proses. Dimensi budaya organisasi yang Employee Oriented versus Job Oriented menekankan pada organisasi yang berorientasi pegawai dengan organisasi yang berorientasi pekerjaan. Budaya organisasi yang berorientasi pegawai artinya organisasi tersebut mendahulukan kepentingan dan kebutuhan pegawai dibandingkan pekerjaaan. sedangkan budaya organisasi berorientasi pekerjaan beranggapan bahwa pekerjaan adalah yang terpenting. Pekerjaan harus selalu didahulukan. Dimensi ketiga budaya organisasi adalah Parochial versus Proffesional. Pada budaya organisasi Parochial, tingkat ketergantungan karyawan pada atasan dan pada
9 organisasi cenderung sangat tinggi. Sebaliknya, pada budaya Proffesional tingkat ketergantungan karyawan pada organisasi cenderung rendah karena alasan organisasi merekrut mereka adalah semata-mata karena kompetensi yang mereka miliki. Dimensi keempat budaya organisasi adalah Open System versus Close System yang menjelaskan penerapan budaya terbuka dan tertutup pada lingkungannya. Dengan budaya sistem terbuka, maka organisasi menjadi lebih terbuka dan responsif atas perubahan dan mendorong terjadinya learning organization. Sedangkan pada budaya sistem tertutup dijelaskan bahwa organisasi seakan-akan sebuah mesin yang bekerja mengikuti pola yang sudah ada tanpa banyak melakukan perubahan. Dimensi kelima budaya organisasi adalah Loose Control versus Tight Control. Budaya organisasi yang serba longgar berdampak pada ketidakdisiplinan karyawan dan organisasi. Sebaliknya pada organisasi dengan budaya yang ketat menjelaskan bahwa organisasi menerapkan aturan-aturan organisasi secara ketat dan kaku. Penyimpangan terhadap aturan sangat tidak ditolerir. Dimensi keenam budaya organisasi adalah Normative versus Pragmatic yang menjelaskan orientasi organisasi terhadap konsumen. Pada budaya pragmatis, konsumen adalah segalanya. Aturan dan prosedur dapat saja dilanggar jika hal tersebut menghambat pencapaian hasil dan pemenuhan kebutuhan konsumen. Sedangkan organisasi dengan budaya normatif menjelaskan bahwa organisasi mempunyai tanggung jawab moral untuk menjaga aturan-aturan tersebut.
2.1.3 Gaya Kepemimpinan Dalam kajian ini, peneliti akan membahas gaya kepemimpinan dari Daniel Goleman yang direview oleh Andrew Singfield (2012). Menurut Goleman, pemimpin
yang
baik
adalah
pemimpin
yang
fleksibel
dengan
gaya
kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan haruslah disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang sedang terjadi karena gaya kepemimpinan adalah pola khas dari perilaku yang ditunjukkan oleh pemimpin saat berhadapan dengan anggota kelompok dan berasal dari berbagai kompetensi kecerdasan emosi. Untuk itu dibutuhkan kemampuan dalam mengelola kecerdasan emosi. Goleman mengelompokkan gaya kepemimpinan berdasarkan kecerdasan emosi kedalam 6 tipe yaitu : 1. Coercive Style Pendekatan "Do what I say" ini dapat sangat efektif dalam perputaran situasi, bencana alam, atau ketika bekerja dengan karyawan bermasalah. Tapi dalam
10 kebanyakan
situasi,
kepemimpinan
koersif
menghambat
fleksibilitas
organisasi dan meredam motivasi karyawan. 2. Visionary Style Pemimpin mengambil pendekatan "Come with me": Pemimpin menyatakan tujuan secara keseluruhan, tetapi memberi orang kebebasan untuk memilih cara mereka sendiri mencapainya. Gaya ini bekerja baik terutama ketika bisnis sedang sulit. Tapi hal ini kurang efektif ketika pemimpin bekerja sama dengan tim ahli yang lebih berpengalaman dari dia. 3. Affiliative Style Ciri dari afiliatif adalah mengutamakan sikap "People come first". Gaya ini sangat berguna untuk membangun harmoni tim atau meningkatkan semangat. Tapi fokus pada pujian dapat memungkinkan kinerja yang buruk lewat begitu saja tanpa dikoreksi. Selain itu pemimpin afiliatif jarang menawarkan nasihat, sehingga sering meninggalkan karyawan dalam kebingungan. 4. Democratic Style Dampak gaya ini pada iklim organisasi adalah tidak setinggi yang dibayangkan. Dengan memberikan pekerja suara dalam keputusan, pemimpin demokratis membangun fleksibilitas dan tanggung jawab serta bantuan bagi organisasi untuk menghasilkan ide-ide segar. Tapi kadang harga yang harus dibayar adalah seringnya pertemuan berkepanjangan yang tak pernah selesai dan karyawan mengalami kebingungan seperti tanpa pimpinan atau arahan. 5. Pacesetting Style Seorang pemimpin yang menetapkan standar kinerja yang tinggi dan mencontohkan diri sendiri memiliki dampak yang sangat positif pada karyawan yang memiliki motivasi diri dan sangat kompeten. Tapi karyawan lain cenderung merasa kewalahan oleh tuntutan seorang pemimpin akan keunggulan dan membenci kecenderungannya untuk mengambil alih situasi. 6. Coaching Style Gaya ini lebih berfokus pada pengembangan pribadi dari pada tugas langsung yang berhubungan dengan pekerjaan. Gaya ini bekerja dengan baik ketika karyawan sudah menyadari kelemahan mereka dan ingin meningkatkannya, tetapi tidak akan bekerja bila nyatanya karyawan menentang untuk merubah cara mereka.
11 2.1.4 Kinerja Perusahaan Menurut Mahsum (2009) dalam Sembiring (2012), “Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning”. Selanjutnya, Bernardin dan Russel pada Ruky (2006) seperti yang dikutip oleh Sembiring (2012), memberikan definisi tentang kinerja sebagai berikut: “Performance is defined as the record of outcomes produced on a specific job function or activity during a specified time period”, yang artinya “Kinerja didefinisikan sebagai catatan atas hasil yang diproduksi pada fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama periode waktu tertentu”. Sedangkan menurut Sembiring (2012), “kinerja adalah tingkat pencapaian kebijakan/program/kegiatan dengan menggunakan sejumlah sumber daya dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya”. Dari beberapa pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja perusahaan adalah suatu tingkat pencapaian atas pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan guna mencapai tujuan organisasi/perusahaan. Selain itu dalam bukunya yang berjudul “Budaya dan Kinerja Organisasi (Perspektif Organisasi Pemerintah)”, Sembiring (2012) menyatakan bahwa mengukur keberhasilan sektor publik/pemerintah tidaklah semudah mengukur kesuksesan sektor swasta (private). Pengukuran kinerja organisasi sektor swasta (private) cenderung orientasi pada pencapaian keuntungan (profit). Untuk mengukur kinerja sektor publik berbeda dengan sektor swasta (private) karena sektor publik tidak berorientasi pada profit. Sembiring menyatakan bahwa terdapat beberapa dimensi yang memengaruhi kinerja organisasi pemerintah seperti halnya PDAM, diantaranya: a. Beban Tugas Beban tugas tidak setiap hari ada di suatu unit organisasi sehingga muncul peluang untuk bersantai atau menganggur. Pegawai yang menganggur akan mengganggu pelaksanaan tugas pegawai lain, yang pada akhirnya berdampak pada pencapaian kinerja organisasi. b. Paradigma Bekerja Paradigma bekerja di lingkungan pegawai seperti “bekerja atau tidak bekerja yang penting awal bulan terima gaji penuh” tidak akan mendukung
12 pencapaian kinerja organisasi pemerintah. Selain itu, paradigma bahwa tidak ada pesaing dalam bekerja berdampak pada sikap pegawai yang tidak mau berubah serta tidak mau bekerja keras. c. Unsur 3P (Personalia, Pembiayaan dan Prasarana dan Sarana) Keterbatasan unsur 3P juga turut berpengaruh pada pencapaian kinerja organisasi pemerintah. Jumlah dan kualitas pegawai yang tidak sesuai dengan kebutuhan akan menurunkan kinerja organisasi. Tugas-tugas dan kewenangan yang begitu luas diberikan oleh atasan tetapi tidak diikuti oleh pemberian anggaran atau pembiayaan yang cukup, juga akan berdampak pada kinerja organisasi pemerintah. Selain itu, prasarana seperti jalan dan jembatan untuk transportasi, jaringan irigasi, gedung, pasar, dan lain-lain turut berdampak dalam pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. Proses distribusi kepada konsumen dapat terhambat bila terdapat keterbatasan jalur transportasi. Demikian pula keterbatasan dalam jumlah dan kualitas sarana angkutan, mesin-mesin, dan peralatan kerja dapat memengaruhi kinerja organisasi pemerintah dalam menghasilkan barang dan jasa untuk masyarakat. d. Niat dan Kemauan Bekerja Keras Niat dan kemauan bekerja keras pegawai merupakan faktor penting dalam mewujudkan kinerja organisasi pemerintah. Para pegawai yang memiliki tingkat pendidikan, pengetahuan, serta keterampilan yang tinggi , namun tidak mempunyai niat atau komitmen serta kemauan bekerja keras, maka kebijakan yang telah ditetapkan tidak akan terimplementasikan dengan baik dan masyarakat tidak akan terlayani sesuai kebutuhannya.
Tujuan pengukuran kinerja organisasi sektor publik dikemukan oleh Mahmudi (2007) dalam Sembiring (2012) sebagai berikut: -
Mengetahui tingkat pencapaian tujuan organisasi
-
Menyediakan sarana pembelajaran pegawai
-
Memperbaiki kinerja periode berikutnya
-
Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan pemberian reward dan punishment
-
Memotivasi pegawai
-
Menciptakan akuntabilitas publik
13 2.1.5 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu merupakan penelitian yang pernah dilakukan pihak lain, yaitu tentang penelitian yang serupa yang memiliki tujuan yang sama dengan yang dinyatakan dalam judul penelitian. Alasan diuraikan penelitian terdahulu adalah untuk originalitas penelitian, membedakan dengan penelitian yang akan/sedang dilakukan, dan sebagai alat bantu dalam menyusun kerangka pemikiran serta sebagai alat untuk memperkuat pernyataan masalah. Berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan budaya organisasi, gaya kepemimpinan, dan kinerja perusahaan.
Tabel 2. 1 Kajian Penelitian Terdahulu Objek
No.
Judul
Pengarang
1.
Exploring the
Osaro
Bisnit unit
Dengan kesesuaian
Relationship
Mgbere
dan
antara budaya
between
perusahaan
organisasi yang
Organizational
yang lebih
positif dan gaya
Culture, Leadership
tua
kepemimpinan yang
2.
Penelitian
Hasil Penelitian
Styles and
cocok di organisasi,
Corporate
keberhasilan abadi
Performance: An
dalam kinerja bisnis
Overview
dapat dicapai.
The Effects of
Muafi
196 pegawai
Hasil konfigurasi
Alignment
Muafi
perusahaan
dan pendekatan
jasa
kontingensi
Competitive Strategy, Culture,
menjelaskan bahwa
and Role Behavior
ada keselarasan
on Organizational
antara strategi
Performance in
kompetitif dan
Service Firms
unsur kontingensi seperti budaya organisasi dan peran perilaku.
14 Objek
No.
Judul
Pengarang
3.
The Relationship
Daniel I.
194 manajer
Meskipun memiliki
between
Prajogo dan
menengah
pengaruh signifikan
Multidimensional
Christopher
dan senior
dari budaya
Organizational
M.
dari
terhadap kinerja,
Culture and
McDermott
perusahaan –
organisasi budaya
perusahaan
dalam dirinya
Australia
sendiri tidak cukup
Performance
Penelitian
Hasil Penelitian
untuk menjelaskan perbedaan kinerja perusahaan komprehensif. Ada berbagai faktor organisasi lainnya yang tidak ditangkap dalam penelitian ini yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja, termasuk ukuran perusahaan, status teknologi, pengaruh keuangan, pengaruh operasi, diversifikasi, dan dinamisme lingkungan. 4.
Leadership Styles,
Dr. Nazir A 217 pegawai
Organizational
Nazir, Dr
Culture &
Mushtaq A
Perceived
Lone, Dr.
perusahaan jasa di Oman
Studi ini menemukan bahwa ada hubungan independen yang
15
No.
Objek
Judul
Pengarang
Performance in
Parveez A
signifikan antara
Service Sector: An
Shah, dan
gaya kepemimpinan
Empirical
Syed
dengan kinerja
Assesment
Mohammad
organisasi serta
Azeem
budaya perusahaan
Penelitian
Hasil Penelitian
dengan kinerja organisasi 5.
Impact of Leadership Style on
Ojokuku R.
60 karyawan
M, Odetayo Bank Nigeria
Studi ini menemukan bahwa
Organizational
T. A dan
dimensi gaya
Performance: A
Sajuyigbe
kepemimpinan
Case Study of
A. S
secara bersama-
Nigerian Banks
sama daapat memprediksi kinerja organisasi
6.
Impact of
Fakhar
Literature
Studi ini enemukan
Organizational
Shahzad,
mengenai
bahwa budaya
Culture on
Rana Adeel
organisasi
organisasi memiliki
Organizational
Luqman,
dampak yang
Performance: An
Ayesha
mendalam pada
Overview
Rashid
berbagai proses
Khan, dan
organisasi,
Lalarukh
karyawan dan
Shabbir
prestasi perusahaan
Sumber: Penulis, 2013
16 2.2
Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber: Penulis, 2013
2.3
Hipotesis Menurut Sekaran (2007), hipotesis bisa didefinisikan sebagai hubungan yang
diperkirakan secara logis diantara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pertanyaan yang dapat diuji. Hubungan tersebut dapat diperkirakan berdasarkan jaringan asosiasi yang dapat ditetapkan dalam kerangkan teoritirs yang dirumuskan untuk studi penelitian. Dengan menguji hipotesis dan menegaskan perkiraan hubungan, diharapkan bahwa solusi dapat ditemukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Berikut ialah hipotesis yang peneliti rancang dalam penelitian ini: Tujuan 1
: Mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja perusahaan pada PDAM Tirta Mayang Kota Jambi
H0
: Budaya organisasi tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan
17 pada PDAM Tirta Mayang Kota Jambi H1
: Budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja perusahaan pada PDAM Tirta Mayang Kota Jambi
Tujuan 2
: Mengetahui
pengaruh
gaya
kepemimpinan
terhadap
kinerja
perusahaan pada PDAM Tirta Mayang Kota Jambi H0
: Gaya kepemimpinan tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan pada PDAM Tirta Mayang Kota Jambi
H1
: Gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan pada PDAM Tirta Mayang Kota Jambi
Tujuan 3
: Mengetahui pengaruh budaya organisasi dan gaya kepemimpinan terhadap kinerja perusahaan pada PDAM Tirta Mayang Kota Jambi
H0
: Budaya organisasi dan gaya kepemimpinan tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan pada PDAM Tirta Mayang Kota Jambi
H1
: Budaya organisasi dan gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan pada PDAM Tirta Mayang Kota Jambi