BAB 2 KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS
2.1
Kajian Teori Kajian teori dalam suatu penelitian merupakan uraian sistematis tentang teori
dan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan variabel yang diteliti. Kajian teori berisi tentang penjelasan terhadap variabel-variabel yang diteliti, melalui pendefinisian, dan uraian yang lengkap dan mendalam dari berbagai referensi, sehingga ruang lingkup, kedudukan dan prediksi terhadap hubungan antar variabel yang akan diteliti menjadi lebih jelas dan terarah (Sugiyono, 2007). Pada penelitian ini akan dijelaskan variabel komitmen organisasi, komunikasi atasan-bawahan, dan gaya kepemimpinan.
2.1.1 Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen merupakan sebuah proses yang berkesinambungan, dan tidak begitu saja terjadi, dan merupakan sebuah pengalaman individu ketika bergabung dalam organisasi. Komitmen organisasi membahas tentang perilaku karyawan di organisasi. Menurut Greenberg (2003), komitmen organisasi adalah sikap yang mencerminkan sejauh mana seseorang individu mengenal dan terikat pada organisasinya. Komitmen organisasi menurut Robbins dan Judge (2008) adalah sejauh mana seorang karyawan setuju dengan tujuan-tujuan organisasi dan keinginan untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut.
Komitmen organisasi
adalah tingkat di mana seorang karyawan percaya dan menerima tujuan organisasi dan keinginan untuk tinggal dengan organisasi. (Mathis, 2008). Griffin (2004), menyatakan bahwa komitmen organisasi adalah sikap yang mencerminkan sejauh mana seorang individu mengenal dan terikat pada organisasinya. Karyawan-karyawan yang merasa lebih berkomitmen pada organisasi memiliki kebiasaan-kebiasaan yang bisa diandalkan, berencana untuk tinggal lebih lama di dalam organisasi, dan mencurahkan lebih banyak upaya dalam bekerja.
6
7 2.1.1.1 Jenis-jenis Komitmen Organisasi Menurut Greenberg (2003) terdapat 3 bentuk komitmen organisasi yang berbeda-beda, yaitu : 1) Affective commitment, yaitu keinginan kuat seseorang untuk bekerja pada organisasi / perusahaaan disebabkan karena dia setuju dengan nilai-nilai dan tujuan-tujuan dasar organisasi. 2) Continuance commitment, yaitu keinginan kuat seseorang untuk tetap bekerja bagi organisasi / perusahaan disebabkan karena dia merasa perlu untuk mempertahankan pekerjaannya sekarang dan tidak mampu untuk keluar dari organisasi. 3) Normative commitment, yaitu keinginan kuat seseorang untuk tetap bekerja pada organisasi / perusahaan disebabkan karena dia merasa itu merupakan kewajibannya dan adanya tekanan dari orang lain. Seseorang yang memiliki jenis komitmen ini biasanya tidak ingin dianggap buruk oleh rekan kerjanya yang menyebabkan dia ingin tetap bekerja di organisasi.
2.1.1.2 Manfaat Komitmen Bagi Organisasi Menurut Greenberg (2003), beberapa perilaku seseorang yang mempunyai komitmen pada organisasi: 1) Karyawan yang mempunyai komitmen mempunyai kemungkinan lebih kecil untuk keluar dari perusahaan. Semakin besar komitmen karyaan kepada organisasi, maka semakin kecil kemungkinan mereka untuk berhenti dan memiliki tingkat kehadiran yang rendah. 2) Karyawan yang mempunyai komitmen bersedia untuk berkorban demi organisasinya. Karyawan yang mempunyai komitmen yang tinggi selain ingin tetap bekerja di organisasinya bersedia untuk berbagi dan membuat pengorbanan demi organisasinya untuk berkembang. Komitmen seperti ini yang paling dibutuhkan perusahaan karena di lingkungan global saat ini karyawan diharapkan bekerja dalam waktu yang lama. 2.1.1.3 Cara Membangun Komitmen Organisasi Berikut adalah cara organisasi dalam membangun komitmen pada organisasi. (Greenberg, 2003)
8 1. Make jobs interesting and give people responsibility: berikan karyawan pekerjaan yang menarik dan berikan tanggung jawab dan kesempatan bagi mereka untuk dapat diakui pekerjaannya. 2. Align the interests of the company with those of the employees: memberikan keuntungan tidak hanya pada perusahaan, tetapi juga pada karyawan. Misalnya biaya insentif untuk karyawan sebagai bonus karena perusahaan baru saja mendapatkan keuntungan. 3. Enthusiastically recruit new employees whose values closely match those of the organizations: dalam proses rekruitmen, semakin besar upaya perusahaan untuk membuat pelamar tertarik untuk bekerja di perusahaannya, maka semakin besar kontribusi yang diberikan calon karyawan dengan meningkatkan komitmennya di perusahaan. 4. Listen to your employees: suatu organisasi harus menunjukkan sikap terbuka kepada karyawan dan mendengarkan keluhan dan kesulitan apa yang dialami karyawan agar mereka merasa diperhatikan.
2.1.2 Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan memiliki banyak definisi dalam konteksnya. Robbins dan Judge (2008) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang untuk memengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan oganisasi. Kepemimpinan adalah hubungan pengaruh antara pemimpin dan pengikut yang menginginkan perubahan nyata dan hasil yang mencerminkan tujuan bersama mereka (Daft, R.L, 2008). Berikut adalah beberapa definisi kepemimpinan menurut para ahli-ahli (Yukl, 2009) : 1. Menurut Hemphil dan Coons, kepemimpinan adalah perilaku individu yang mengarahkan aktivitas kelompok untuk mencapai sasaran bersama. 2. Menurut Burns, kepemimpinan dilaksanakan ketika seseorang memobilisasi sumber daya institusional, politis, psikologis, dan sumber-sumber lainnya untuk membangkitkan, melibatkan dan memenuhi motivasi pengikutnya. 3. Menurut Jacobs & Jaques, kepemimpinan adalah proses memberikan tujuan (arahan yang berarti) ke usaha kolektif, yang menyebabkan adanya usaha yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan.
9 4. Menurut E. H. Schein, kepemimpinan adalah kemampuan untuk bertindak di luar budaya untuk memulai proses perubahan evolusi agar menjadi lebih adaftif. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan memengaruhi orang lain dan tingkah laku bawahan atau kelompok untuk melakukan perubahan dan mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
2.1.2.1 Perilaku Kepemimpinan Efektif Menurut University of Michigan, ada tiga jenis perilaku kepemimpinan yang membedakan antara manajer yang efektif dengan manajer yang tidak efektif: perilaku
yang
berorientasi
tugas,
perilaku
yang
berorientasi
hubungan,
kepemimpinan partisipatif. (Yukl, 2009) 1. Perilaku yang Berorientasi Tugas. Manajer yang efektif tidak menggunakan usahanya dengan melakukan pekerjaan yang sama seperti para bawahannya. Sebaliknya, para manajer yang lebih efektif berkonsentrasi pada fungsifungsi yang berorientasi pada tugas seperti merencanakan dan mengatur pekerjaan,
mengoordinasikan
kegiatan
bawahan,
dan
menyediakan
keperluan. 2. Perilaku yang Berorientasi Hubungan. Bagi para manajer yang efektif, perilaku yang berorientasi tugas tidak terjadi dengan mengorbankan perhatian terhadap hubungan antarmanusia. Para manajer yang efektif lebih penuh perhatian, mendukung, dan membantu para bawahan. 3. Kepemimpinan Partisipatif. Para manajer yang efektif menggunakan lebih banyak supervisi kelompok daripada mengendalikan tiap bawahan sendirisendiri. Pertemuan berkelompok memudahkan partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan, memperbaiki komunikasi, mendorong kerjasama, dan memudahkan pemecahan konflik.
2.1.2.2 Faktor-Faktor Pada Efektivitas Kepemimpinan Menurut Yukl (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pemimpin adalah sebagai berikut: 1) Ciri, menekankan pada sifat pemimpin seperti kepribadian, motivasi, nilai, dan keterampilan.
10 2) Keyakinan dan Optimisme. 3) Keterampilan dan keahlian. 4) Perilaku, sikap manajer dalam menggunakan waktunya dan pola aktivitas, tanggung jawab dan fungsi spesifik dari pekerjaan. 5) Integritas dan etika. 6) Taktik pengaruh. 7) Sifat pengikut.
2.1.2.3 Karakteristik Pemimpin Efektif Menurut Greenberg (2003), karakteristik yang dimiliki oleh seorang pemimpin yang efektif yaitu: 1) Drive. Keinginan yang kuat dan ambisi pemimpin dalam mencapai serangkaian tujuan organisasi. 2) Honesty and Integrity. Pemimpin yang dapat dipercaya, dapat diandalkan dan terbuka dalam segala pendapat. 3) Leadership motivation. Pemimpin yang memiliki keinginan kuat mempengaruhi seseorang untuk mencapai tujuan bersama. 4) Self-confidence. Pemimpin yang percaya pada kemampuannya sendiri. 5) Cognitive ability. Pemimpin yang mampu mengintegrasikan dan menyaring sejumlah informasi. 6) Knowledge of the business. Pemimpin yang memiliki pengetahuan perkembangan industri dan teknik yang dibutuhkan. 7) Creativity. Pemimpin yang idenya terus mengalir. 8) Flexibility. Pemimpin yang mampu memenuhi kebutuhan karyawan dan beradaptasi pada situasi.
2.1.2.4 Dimensi Gaya Kepemimpinan Menurut Ohio State University, terdapat dua dimensi dari perilaku pemimpin. Dimensi tersebut adalah sebagai berikut. (Robbins dan Judge, 2008) 1) Initiating structure, sejauh mana seorang pemimpin mendefinisikan serta menentukan peran-peran para bawahan dalam rangka merancang dan memenuhi tujuan di area pertanggungjawabannya. Gaya ini menekankan pengarahan kegiatan pekerja dalam tim ataupun individu lewat
11 perencanaan, pengkomunikasian, penjadwalan, penugasan pekerjaan, penekanan deadline. 2) Consideration, yaitu sejauh mana pemimpin punya hubungan dengan bawahan yang dicirikan oleh sikap saling percaya, menghargai gagasan pekerja, dan empati atas perasaan mereka. Gaya ini menekankan pada pemuasan
kebutuhan
menyediakan
waktu
psikologis untuk
pekerja.
mendengar,
Pemimpin
umumnya
berkeinginan
melakukan
perubahan nasib pekerja, mengupayakan kesejahteraan pribadi para pekerja, bersahabat, dan mudah didekati.
2.1.2.5 Pengertian Komunikasi Menurut Robbins dan Judge (2008), proses komunikasi merupakan langkahlangkah di antara komunikator dan komunikan yang akan menghasilkan suatu makna dan pemahaman. Terdapat arus komunikasi, yaitu sebagai berikut : 1)
Komunikasi ke atas, merupakan pesan yang dikirim dari tingkat yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi misalnya komunikasi dari bawahan ke atasan.
2)
Komunikasi ke bawah, merupakan pesan yang dikirim dari tingkat yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah misalnya komunikasi antara atasan ke bawahan
2.1.2.6 Komunikasi Interpersonal Atasan dan bawahan dapat berkomunikasi dengan berbagai cara, yaitu dengan cara sebagai berikut : (Robbins dan Judge, 2008) 1)
Oral Communication. Komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang saling bertatap muka secara langsung. Keuntungan dari komunikasi oral adalah respon yang lebih cepat baik antara atasan maupun bawahan.
2)
Written Communication. Komunikasi yang dilakukan dengan perantara tulisan tanpa adanya pembicaraan secara langsung dengan menggunakan bahasa yang singkat, jelas, dan dapat dimengerti oleh penerima.
3)
Nonverbal Communication. Komunikasi non-verbal adalah proses penyampaian pesan-pesan oleh seseorang yang dilakukan tidak dengan katakata atau bahasa verbal. Contoh komunikasi nonverbal ialah menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah, intonasi, gaya berbicara.
12 2.1.2.7 Komponen-Komponen Komunikasi Ada beberapa komponen atau unsur komunikasi yang dikenal, yaitu sebagai berikut (Rosmawaty, 2010) : 1. Source atau sumber atau encoder 2. Communicator atau komunikator atau sender atau pengirim pesan 3. Communican yaitu penerima pesan 4. Message (informasi), yaitu berupa pesan, berita yang disampaikan 5. Channel, media atau saluran informasi 6. Effect, yaitu pengaruh atau dampak dari informasi tersebut 7. Feedback, yaitu umpan balik atau tanggapan terhadap informasi tersebut 8. Noise, gangguan atau hambatan dalam berkomunikasi
2.1.2.8 Pengertian Komunikasi Atasan-Bawahan Komunikasi supervisor-subordinate atau komunikasi antara atasan dengan bawahan merupakan hal yang sangat penting di dalam organisasi. Setiap manusia akan membutuhkan komunikasi dengan masyarakat atau kelompok untuk berinteraksi. Di dalam kelompok/organisasi itu selalu terdapat bentuk kepemimpinan yang merupakan masalah penting untuk kelangsungan hidup kelompok, yang terdiri dari komunikasi pemimpin dan bawahan/karyawan. Komunikasi atasan bawahan dalam sebuah organisasi memiliki pengertian yaitu informasi mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada mereka yang berotoritas lebih rendah (Pace & Faules, 2003 dalam Hamdi, 2012). Komunikasi ke bawah menunjukkan arus pesan yang mengalir dari para atasan atau para pemimpin kepada bawahannya. Kebanyakan komunikasi ke bawahan digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan yang berkenaan dengan pengarahan, tujuan, disiplin, perintah, pertanyaan dan kebijakan umum. Tujuan komunikasi ke bawah adalah untuk menyampaikan tujuan, untuk merubah sikap, membentuk pendapat, mengurangi ketakutan dan kecurigaan yang timbul karena salah informasi, mencegah kesalahpahaman karena kurang informasi dan mempersiapkan anggota organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan. Persoalan utama dalam komunikasi atasan bawahan adalah sejauh mana komunikasi atasan dan bawahan dapat berjalan dengan efektif atau tidak. Apabila hasil yang didapat sama dengan tujuan yang diharapkan maka hasil komunikasi dinyatakan efektif, jika hasil yang didapatkan lebih besar dari tujuan yang
13 diharapkan maka komunikasi dapat dikatakan sangat efektif, tetapi apabila hasil yang didapatkan lebih kecil dari tujuan yang diharapkan, maka dapat dikatakan bahwa komunikasi tidak atau kurang efektif. Komunikasi disebut efektif apabila penerima menginterpretasikan pesan yang diterimanya sebagaimana dimaksudkan oleh pengirim (Thoha, 2010). Komunikasi yang efektif dapat dilihat pada faktor berikut ini (Thoha, 2010): 1) Keterbukaan, dalam penyampaian informasi, keterbukaan informasi yang diberikan atasan ke bawahannya sangat penting, kurangnya sifat terbuka antara pimpinan dan karyawan akan menyebabkan pemblokan atau tidak mau menyampaikan pesan dan gangguan dalam pesan, 2) Kepercayaan pada pesan tulisan, atasan cenderung menggunakan penyampaian informasi menggunakan pesan tertulis seperti buletin, booklet dibanding penyampaian informasi melalui tatap muka langsung, 3) Ketepatan waktu, atasan seharusnya menyampaikan informasi kepada bawahan pada saat yang tepat, 4) Penyaringan, informasi yang disampaikan seharusnya jelas dan akurat dan sehingga bawahan dapat menyaring informasi tersebut dengan benar.
2.1.3 Penelitian Terdahulu Berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang menunjukkan adanya pengaruh komunikasi atasan-bawahan dan gaya kepemimpinan terhadap komitmen organisasi : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Shabnam Handi dan Mahmoud Rajablu (2012) yang berjudul “Effect of Supervisor-Subordinate Communication and Leadership Style on Organizational Commitment of Nurses in Health Care Setting”. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa pengaruh gaya kepemimpinan consideration berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi. Hal ini dapat dilihat dari penelitian tersebut dimana dua tipe kepemimpinan consideration (high and low) mempunyai hubungan yang signifikan dengan komunikasi atasan bawahan dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap komitmen afektif. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Opolot Julius Samuel (2008) yang berjudul “Leadership Behavior, Organisational Commitment, Job Satisfaction and Service Quality in Commercial Banks in Uganda”. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif
14 dan signifikan antara gaya pemimpin consideration dengan komitmen organisasi. Saat pemimpin memberikan perhatian kepada karyawan dan memenuhi harapan karyawan, karyawan akan merasakan kepuasan yang dapat berpengaruh pada komitmen karyawan yang tinggi untuk berkontribusi lebih pada perusahaan. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Zoran Susanj dan Ana Jakopec (2012) yang berjudul “Fairness Perceptions and Job Satisfaction as Mediators of the Relationship between Leadership Style and Organizational Commitment”.
Pada
penelitian
ini
menunjukkan
bahwa
gaya
kepemimpinan berhubungan positif dan mempunyai pengaruh yang baik langsung maupun tidak langsung terhadap komitmen organisasi artinya pemimpin mampu meningkatkan komitmen di antara bawahanbawahannya. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Ijaz Ahmad Tatlah, Zulfiqar Ali, dan Muhammad Saeed (2011) yang berjudul “Leadership Behavior and Organizational Commitment”. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa terdapat hubungan positif dan pengaruh signifikan antara perilaku pemimpin dengan komitmen organisasi. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa dimensi consideration merupakan gaya kepemimpinan yang sangat bernilai di organisasi. 5. Penelitian yang dilakukan oleh Pan Jing-zhou, Zhou Xiao-Xue, dan Zhou Xia-qing (2009) yang berjudul “The role of leadership between the
employees and the organization: a bridge or a ravine?”. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa LMX (Leader-Member Exchange) memiliki pengaruh yang positif pada komitmen afektif organisasi. Pemimpin yang memiliki hubungan dan komunikasi yang baik dengan bawahannya, akan membuat bawahannya merasa berada pada kelompok “in-group” yang membuat
bawahan memiliki rasa kepercayaan kepada pemimpin
sehingga meningkatkan komitmen organisasi. 2.2
Kerangka Pemikiran Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting (Sugiyono, 2005). Menurut hubungan antar variabel terdapat empat macam
15 variabel dalam penelitian yaitu variabel independen atau variabel bebas (X), variabel dependen atau variabel terikat (Y), variabel moderator dan variabel intervening (Sugiyono, 2012). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independennya adalah Komunikasi Atasan-Bawahan, dan yang menjadi variabel dependen adalah Komitmen Organisasi dengan variabel moderatornya yaitu Gaya Kepemimpinan. Kerangka pemikiran pada penelitian ini dapat digambarkan seperti gambar 2.1:
Komunikasi AtasanBawahan
Komitmen Organisasi
Gaya Kepemimpinan
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
2.3
Rancangan Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara atas masalah penelitian karena
masih harus dibuktikan kebenarannya. Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, hipotesis penelitian ini ditetapkan sebagai berikut:
2.3.1 Komunikasi Atasan-Bawahan dan Komitmen Organisasi Komitmen organisasi adalah salah satu faktor penting
dalam membahas
perilaku komunikasi pada organisasi. Kekuatan hubungan atasan-bawahan dapat memprediksi hasil yang signifikan seperti kinerja dan komitmen organisasi yang lebih kuat (Liden, Wayne, dan Sparrowe, 2000;Schriesheim, Castro, dan Cogliser, 1999, dalam Hamdi, 2012). Hubungan atasan-bawahan memiliki potensi dalam mengidentifikasi beberapa perilaku atasan yang dapat meningkatkan persepsi bawahan mengenai hubungan tersebut (Johlke dan Duhan, 2001, dalam Hamdi, 2012) .
16 Kualitas komunikasi yang rendah antara atasan dan bawahan adalah penyebab menurunnya keterikatan karyawan pada perusahaan dan meningkatnya keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi. Begitu juga sebaliknya, kualitas komunikasi antara atasan dan bawahan dan perasaan keterikatan karyawan pada organisasi akan berada di tingkat maksimum ketika atasan lebih perhatian. Oleh karena itu, perilaku yang baik dari para atasan akan menghasilkan ikatan yang kuat dari karyawan dan meningkatkan komitmen afektif mereka. H1 : Ada pengaruh yang positif antara Komunikasi Atasan-Bawahan terhadap Komitmen Organisasi
2.3.2 Gaya Kepemimpinan dan Komitmen Organisasi Kepemimpinan telah digambarkan sebagai alat motivasi yang dapat digunakan untuk mempengaruhi orang lain mencapai tujuan tertentu. Diharapkan dengan adanya keterlibatan para pemimpin yang suportif terhadap bawahan mereka dapat mempengaruhi rasa kewajiban dari bawahan untuk tetap berkomitmen pada organisasi (Anis, Kashif-ur-Rehman, Ijaz-Ur-Rehman, Khan, & Humayoun dalam Hamdi, 2012). Untuk menggambarkan perasaan dan pikiran karyawan dalam sebuah organisasi, ada dua dimensi yang dikembangkan oleh Meyer dan Allen (1984) dalam Hamdi, 2012 yaitu terdiri dari affective commitment (berdasarkan pada perasaan positif dan keterikatan karyawan pada organisasi) dan continuuance commitment. Penelitian sebelumnya tentang kepemimpinan telah menemukan bahwa hubungan antara dua variabel kepemimpinan (initiating structure dan consideration) dan komitmen organisasi bervariasi di seluruh konteks organisasi, sudah diketahui bahwa ada hubungan positif antara consideration (perhatian) pemimpin pada rumah sakit dengan komitmen dalam rumah sakit, dimana initiating structure berhubungan positif dengan komitmen antara karyawan di pemerintah kota. H2 : Ada pengaruh yang positif antara Gaya Kepemimpinan terhadap Komitmen Organisasi.
17 2.3.3 Komunikasi Atasan-Bawahan, Gaya Kepemimpinan, Komitmen Organisasi Komunikasi interpersonal atasan-bawahan adalah salah satu bidang utama komunikasi organisasi dan pemahaman yang tepat harus ditanamkan antara atasan dan bawahan (Schwandt & Marquardt dalam Hamdi, 2012) Salah satu penelitian mengenai kepemimpinan yang signifikan yang berkembang setelah Perang Dunia II dipimpin oleh Edwin Fleishman dan rekanrekannya di Ohio State University (OSU). Penelitian itu mengegmbangkan teori dua faktor kepemimpinan, initiating structure dan consideration (perhatian). Perhatian mengacu pada hubungan antar kelompok, dan kecenderungan untuk membentuk pola yang baik dan saluran komunikasi dan initiating structure untuk mendefinisikan cara menyelesaikan suatu pekerjaan. Perhatian termasuk dalam perilaku seperti persahabatan, saling percaya, saling menghormati, dan komunikasi antara atasan dan bawahan (Fleishman, 1973; Stogdill, 1963 dalam Hamdi, 2012). Seorang pemimpin dengan tingkat perhatian yang tinggi mendukung komunikasi yang terbuka dan partisipasi. Hasil penelitian di sebuah rumah sakit non-federal di Amerika Serikat tenggara ditujukan untuk meningkatkan tingkat komitmen dengan meningkatkan komunikasi antara atasan dan bawahan. Komunikasi yang memiliki kualitas rendah antara atasan dan bawahan adalah penyebab berkurangnya keterikatan karyawan kepada organisasi yang menyebabkan komitmen organisasi menurun. H3
: Ada pengaruh yang positif antara Komunikasi Atasan-Bawahan terhadap Komitmen Organisasi dengan Gaya Kepemimpinan sebagai variabel moderator.