BAB 2 KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN RANCANGAN HIPOTESIS
2.1 Manajemen 2.1.1 Pengertian Manajemen Robbins dan Coulter (2010:7) mendefinisikan manajemen sebagai hal yang dilakukan oleh para manajer yang melibatkan aktivitas-aktivitas koordinasi dan pengawasan terhadap pekerjaan orang lain, sehingga pekerjaan tersebut dapat diselesaikan dengan efisien dan efektif. Maksud efisien disini yaitu mendapatkan sebesar-besarnya output dari sekecil-kecilnya input, sementara maksud dari efektif yaitu menjalankan aktivitas-aktivitas yang secara langsung membantu organisasi mencapai sasarannya.
2.1.2 Fungsi-fungsi Manajemen Fayol dalam Robbins dan Coulter (2010:9) pertama kali menggagas fungsifungsi dalam rangka mengelola pekerjaan orang lain di awal abad ke-20 dimana ia menyatakan bahwa setiap manajer menjalankan lima buah fungsi yaitu perencanaan (planning), penataan
(organizing), penugasan (commanding), pengkoordinasian
(coordinating) dan pengendalian (controlling). Tetapi dalam Robbins dan Coulter (2010:9) fungsi-fungsi itu telah dipadatkan menjadi empat buah fungsi yaitu perencanaan
(planning),
penataan
(organizing),
kepemimpinan
(leading)
dan
pengendalian (controlling). 1. Perencanaan (Planning) Organisasi dibentuk untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, maka seseorang harus mendefinisikan tujuan-tujuan
tersebut dan cara mencapainya. Dalam
menjalankan fungsi perencanaan, seorang manajer akan mendefinisikan sasaransasaran, menetapkan strategi untuk mencapai sasaran-sasaran itu, dan mengembangkan rencana kerja untuk memadukan dan mengkoordinasikan berbagai aktivitas menuju sasaran-sasaran tersebut.
13
14
2. Penataan (Organizing) Dalam fungsi ini, seorang manajer juga bertanggung jawab untuk merancang dan membentuk struktur kerja demi tercapainya sasaran-sasaran organisasi. Ketika seorang manajer menjalankan fungsi penataan, ia akan menentukan tugas-tugas apa yang harus diselesaikan, siapa-siapa yang akan melakukannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa harus melapor kepada siapa dan dimana dan kapan keputusan-keputusan harus diambil. 3. Kepimimpinan (Leading) Setiap organisasi terdiri dari orang-orang, dan tugas seorang manajer lah untuk bekerja bersama dan memanfaatkan bantuan orang-orang tersebut untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi. Dalam menjalankan fungsi kepemimpinan, manajer memotivasi para bawahannya, membantu menyelesaikan konflik di antara mereka, mengarahkan para individu atau kelompok-kelompok individu dalam bekerja, memilih metode komunikasi yang paling efektif, dan menangani beragam isu lainya yang berkaitan dengan perilaku karyawan. 4. Pengendalian (Controlling) Setelah sasaran-sasaran dan rencana kerja digariskan (fungsi perencanaan), tugas-tugas dan susunan struktural ditetapkan (fungsi penataan), dan orang-orang yang
dibutuhkan
telah
dipekerjakan,
dilatih
dan
dimotivasi
(fungsi
kepemimpinan), maka harus dilakukan suatu evaluasi untuk mengetahui sejauh mana segala sesuatunya telah berjalan sesuai rencana. Untuk memastikan sasaran-sasaran dapat dicapai dan pekerjaan-pekerjaan diselesaikan sebagaimana mestinya, seorang manajer harus mengawasi dan melakukan evaluasi kinerja.
2.2 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Beberapa pakar MSDM memberikan pandangan yang berbeda-beda mengenai MSDM. Schuler, Dowling, Smart dan Huber dalam Yuniarsih dan Suwatno (2008:2) menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia (SDM) adalah pengakuan akan pentingnya tenaga kerja organisasi sebagai sumber daya manusia yang vital berkontribusi terhadap tujuan organisasi, dan pemanfaatan beberapa fungsi dan kegiatan
15
untuk memastikan bahwa mereka digunakan secara efektif dan adil untuk kepentingan individu, organisasi dan masyarakat. Menurut De Cenzo dan Robbins dalam Yuniarsih dan Suwatno (2008:2) menjelaskan secara lebih mendetail mengenai MSDM. Mereka menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah bagian dari organisasi yang peduli dengan aspek orang atau sumber daya manusia dari posisi manajemen, termasuk merekrut, penyaringan, pelatihan, memberi reward dan melakukan penilaian. Selanjutnya menurut Mondy, Noe dan Premeaux dalam Yuniarsih dan Suwatno (2008:2) menyatakan bawa manajemen sumber daya manusia adalah pemanfaatan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan organisasi. Berdasarkan pengertian manajemen sumber daya manusia yang dikemukakan oleh para pakar tersebut, maka Yuniarsih dan Suwatno (2008:3) menyimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah serangkaian kegiatan pengelolaan sumber daya manusia yang memusatkan kepada praktek dan kebijakan, serta fungsi-fungsi manajemen untuk mencapai tujuan organisasi.
2.2.2 Fungsi Operasional Manajemen Sumber Daya Manusia Implementasi manajemen sumber daya manusia tergantung kepada fungsi operasional MSDM itu sendiri. Beberapa pakar menjelaskan fungsi MSDM secara berbeda. Mondy, Noe dan Premeaux dalam Yuniarsih dan Suwatno (2008:6) menyatakan bahwa fungsi manajemen sumber daya manusia meliputi lima fungsi area yaitu: 1. Human resources planning, recruitment and selection. 2. Human resources development. 3. Compensation and benefit. 4. Safety and health. 5. Employee and labor relation. Sedangkan menurut Dessler dalam Yuniarsih dan Suwatno (2008:6) mendefinisikan fungsi manajemen sumber daya manusia terdiri dari: 1. Recruitment and placement.
16
2. Personnal planning and recruiting. 3. Employee testing and selection, interviewing candidate. 4. Training and development-training and developing employees. 5. Managing organizational renewal. 6. Appraising performance, managing career and fair treatment. Berdasarkan para pendapat ahli di atas, Yuniarsih dan Suwatno (2008:6) mengambil kesimpulan bahwa fungsi operasional manajemen sumber daya manusia meliputi 6 hal yaitu: 1. Perencanaan Tenaga Kerja Dengan adanya perencanaan tenaga kerja dimaksudkan ada upaya untuk merencanakan jumlah dan jenis tenaga kerja yang tepat untuk memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan guna mencapai tujuan organisasi. Fungsi ini terdiri dari analisis pekerjaan, rekrutmen, penempatan, sampai pada orientasi pekerjaan. 2. Pengembangan Tenaga Kerja Pengembangan tenaga kerja merupakan suatu kondisi yang menunjukan adanya peningkatan-peningkatan kualitas tenaga kerja sehingga dapat mengurangi ketergantungan organisasi untuk menarik karyawan baru. Adapan tujuan pengembangan sumber daya manusia diarahkan untuk mengubah sumber daya manusia yang potensial tersebut menjadi tenaga kerja yang produktif serta mampu dan terampil sehingga menjadi efektif dan efisien dalam mencapai tujuan organisasi. Pengembangan tenaga kerja dapat dilakukan dengan mengadakan pendidikan, pelatihan yang rutin, promosi dan mutasi. Pendidikan dan pelatihan dilakukan agar tenaga kerja dapat selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Promosi dapat digunakan untuk cara pengembangan tenaga kerja, karena promosi merupakan perpindahan karyawan ke jenjang yang lebih tinggi. Sementara mutasi adalah perpindahan karyawan dari satu unit ke unit yang lain tanpa merubah jenjang yang ada. Adanya mutasi diharapkan karyawan akan memiliki multi skill. 3. Penilaian Prestasi Kerja
17
Dengan adanya penilaian prestasi kerja, maka dapat diketahui karyawan yang mempunyai prestasi kerja yang baik maupun yang kurang baik. Hal ini akan berdampak pada pemberian kompensasi. 4. Pemberian Kompensasi Fungsi pemberian kompensasi meliputi kegiatan pemberian balas jasa kepada para karyawan. Kompensasi ini dapat berupa finansial maupun non-finansial. Kegiatan disini meliputi penentuan sistem kompensasi yang mampu mendorong prestasi karyawan dan juga menentukan besarnya kompensasi yang akan diterima oleh masing-masing pekerja secara adil. 5. Pemeliharaan Tenaga Kerja Ada dua aspek yang terlibat dalam pemeliharaan tenaga kerja yaitu aspek ekonomis dan aspek non ekonomis. Aspek ekonomis berhubungan dengan pemberian kompensasi yang berupa gaji dan bonus yang sebanding dengan hasil kerjanya. Aspek non ekonomis berupa adanya jaminan kesehatan, kesejahteraan, keamanan serta kenyamanan dalam bekerja. Adanya kegiatan pemeliharaan tenaga kerja yang memadai akan memperkecil adanya konflik antara tenaga kerja dengan pemberi kerja. Dalam pemeliharaan sumber daya manusia ada beberapa yang perlu dikaji antara lain tentang kepuasan kerja karyawan, pengelolaan konflik, motivasi karyawan dan komunikasi yang terjadi dalam organisasi. 6. Pemberhentian Pemberhentian adalah fungsi operatif terakhir manajemen sumber daya manusia. Fungsi pemberhentian harus mendapat perhatian yang serius karena telah diatur oleh undang-undang dan mengikat bagi perusahaan maupun karyawan. Istilah pemberhentian atau separation adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari organisasi (perusahaan) yang disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan organisasi, pensiun, atau sebab-sebab lain yang diatur oleh undang-undang.
18
2.3 Remunerasi 2.3.1 Pengertian Remunerasi Penerapan remunerasi di dalam perusahaan tidak dapat diabaikan begitu saja karena remunerasi terkait langsung dengan pencapaian tujuan perusahaan. Penerapan remunerasi yang baik tentunya akan menciptakan kepuasan kerja, motivasi kerja karyawan dan lain sebagainya yang tentu saja akan sangat berpengaruh terhadap kinerja dan komitmen karyawan yang pada akhirnya akan sangat berdampak positif pada kinerja perusahaan. Remunerasi yang rendah tidak dapat dipertanggungjawabkan, baik dilihat dari sisi kemanusiaan maupun dari sisi kelangsungan hidup perusahaan. Karena itu, perlu adanya pemahaman bagaimana remunerasi dapat dikembangkan dan disesuaikan berdasarkan kesepakatan melalui beberapa pendekatan. Sebelumnya perlu diketahui tentang pengertian remunerasi itu sendiri. Menurut Henderson (1994:494) mendefinisikan yaitu bahwa “Remuneration is a term used by the Securities and Exchange Commission (SEC) to indentify specific compensation components. These include salary, fee, commissions, bonuses, stock and property payments, executive insurance, personal benefits, pensions or retirement plans, annuities, deffered compensation plans, short- and long-term incentive plans, stock purchase plans, and profit sharing and thrift plans”. Definisi lain tentang remunerasi yang dikemukakan oleh Poels (2003:9) “Remuneration is the process which takes place after functions have been ranked and through which a salary structure will be establish”. Dalam konteks reformasi birokrasi, remunerasi diartikan sebagai penataan kembali sistem penggajian. Terminologi lain dari remunerasi adalah kompensasi. Berdasarkan beberapa definisi yang dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa remunerasi atau kompensasi pada intinya mengartikan hal yang sama dimana remunerasi atau kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima oleh pekerja baik dalam bentuk finansial maupun non finansial sebagai balas jasa atas kontribusi yang diberikannya kepada organisasi dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Dan dikarenakan remunerasi memiliki arti yang sama dengan
19
kompensasi dan terbatasnya teori yang membahas mengenai remunerasi, maka penggunaan istilah kompensasi yang dimaksudkan yaitu sama dengan remunerasi. 2.3.2 Tujuan Kompensasi Menurut Hasibuan (2009:120) tujuan pemberian kompensasi adalah sebagai berikut: 1. Ikatan Kerja Sama Dengan pemberian kompensasi akan terjalin ikatan kerja sama formal antara perusahaan dengan karyawan. Karyawan harus mengerjakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya, sedangkan perusahaan wajib membayar kompensasi sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. 2. Kepuasan Kerja Dengan kompensasi, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status sosial, dan kebutuhan lainnya sehingga memperoleh kepuasan kerja. 3. Pengadaan Yang Efektif Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang qualifed untuk perusahaan akan lebih mudah. 4. Motivasi Jika kompensasi yang diberikan cukup besar, perusahaan akan dengan mudah memotivasi para karyawan. 5. Stabilitas Karyawan Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta kompetitif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turnover yang relatif kecil. 6. Disiplin Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka diharapkan disiplin karyawan semakin baik. Mereka akan menyadari serta mentaati peraturanperaturan yang berlaku. 7. Pengaruh Serikat Buruh Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya. 8. Pengaruh Pemerintah
20
Jika program kompensasi sesuai dengan undang-undang tenaga kerja yang berlaku (seperti batas upah minimum) maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan. 2.3.3 Tipe-tipe Kompensasi Menurut Mathis (2010:416) tipe-tipe kompensasi terdiri dari:
Tabel 2.1 Komponen Kompensasi COMPENSATION INDIRECT
DIRECT Base Pay
Benefits
9. Wages
•
Medical insurance
10. Salaries
•
Paid time off
•
Retirement pensions
•
Worker’s compensations
Variable Pay •
Bonuses
•
Incentives
•
Stock Options Sumber: Mathis (2010:417)
1. Base Pay Base pay adalah kompensasi utama/dasar yang diterima oleh karyawan yang biasanya diberikan dalam bentuk gaji atau upah. Banyak organisasi menggunakan dua cara distribusi base pay. Pertama, membayar karyawan per jam adalah cara yang paling umum dari cara pembayaran base pay berdasarkan waktu. Karyawan yang dibayar per jam dikatakan menerima upah, dimana pembayaran langsung dihitung pada jumlah waktu bekerja. Sedangkan untuk karyawan yang mendapatkan pembayaran konsisten dalam periode tertentu, misalkan per bulan, dikatakan bahwa ia menerima gaji. 2. Variable Pay
21
Tipe lain dari pembayaran langsung adalah variable pay, yang merupakan pemberian kompensasi yang terhubung langsung ke prestasi dan kinerja karyawan. Jenis yang paling umum dari variable pay untuk sebagian besar karyawan adalah bonus dan program insentif. Untuk para eksekutif, adalah umum untuk memiliki imbalan jangka panjang seperti opsi saham. 3. Benefit Dengan kompensasi tidak langsung, karyawan menerima nilai nyata dari penghargaan tanpa menerima pembayaran. Benefit adalah pembayaran secara tidak langsung, seperti asuransi kesehatan, cuti, atau program pensiun, diberikan kepada karyawan atau sekelompok pekerja sebagai bagian dari keanggotaan organisasi. 2.3.4 Asas Kompensasi Menurut Hasibuan (2009:122), program kompensasi harus ditetapkan atas asas adil dan layak serta dengan memperhatikan undang-undang tenaga kerja yang berlaku. Prinsip adil dan layak harus mendapat perhatian sebaik- baiknya agar balas jasa yang akan diberikan merangsang motivasi dan kepuasan kerja karyawan. 1. Asas Adil Besarnya kompensasi yang dibayar kepada setiap karyawan harus disesuaikan dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, risiko pekerjaan, tangung jawab, dan jabatan pekerja. Pengertian adil disini bukan berarti setiap karyawan menerima kompensasi yang sama besarnya. Asas adil menjadi dasar penilaian, perlakuan, dan pemberian hadiah atau hukuman bagi setiap karyawan. Dengan asas adil akan tercipta suasana kerjasama yang baik, semangat kerja, disiplin, loyalitas, dan stabilitas karyawan akan lebih baik. 2. Asas Layak Kompensasi yang diterima karyawan dapat memenuhi kebutuhanya pada tingkat yang ideal dan sesuai dengan kemampuan perusahan. Tolak ukur yang layak adalah relatif, penetapan besarnya kompensasi didasarkan atas batas upah minimum pemerintah melalui undang-undang tenaga kerja yang berlaku.
22
2.3.5 Konsep Kompensasi 3P Konsep 3P yakni Pay for Positon, Pay for Person/Competence, dan Pay for Performance atau dalam istilah Bahasa Indonesia di kenal dengan konsep 3K yakni Kedudukan, Kompetensi, dan Kinerja (Antariksa, 2009). Konsep ini lahir dari ketidakpuasan sistem kompensasi dimana dalam sistem tersebut titik beratnya masih bertumpu pada pay for positon. Hal ini membuat implementasinya di lapangan terkadang membingungkan dan tidak mampu memuaskan berbagai pihak terutama bagi mereka yang merasa mempunyai kontribusi yang besar pada perusahan. a. Pay for Person Pay for Person adalah jumlah uang yang diberikan kepada pekerja bergantung kepada keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh karyawan, misalnya, karyawan itu memiliki keahlian khusus sehingga mendapatkan tunjangan khusus. Hal tersebut biasanya dilakukan untuk memberikan fasilitas kepada talentatalenta khusus supaya betah bekerja di perusahaan tersebut dan tidak pindah. Untuk bisa menerapkan hal ini, tentu saja perusahaan harus mendefinisikan dulu apa-apa saja yang termasuk keahlian khusus. Harus ada standar atau definisi yang jelas mengenai apa saja yang termasuk dalam talenta atau keahlian khusus. b. Pay for Position Pay for Position adalah jumlah uang yang diberikan kepada karyawan bergantung kepada posisi dan jabatan. Besaran jumlah gaji pada posisi dan jabatan ini tentu telah dihitung dengan rumus-rumus tertentu dan biasanya berupa gaji pokok serta tunjangan-tunjangan tertentu untuk posisi dan jabatan tersebut. c. Pay for Performance Pay for Performance adalah besaran uang yang diberikan kepada karyawan bergantung kepada prestasi atau kinerja setiap individu, biasanya berbentuk bonus prestasi. Dalam menjalankan konsep ini sebaiknya perusahaan membuat metode perhitungan yang jelas. Misalnya, untuk menentukan standar penggajian di setiap posisi atau jabatan, perusahaan harus mempergunakan indikator-
23
indikator yang spesifik, misalnya kompetensi yang dipersyaratkan, tingkat risiko kerja, besarnya tanggung jawab, dan sebagainya. 2.3.6 Determinan Kompensasi Penentuan kompensasi finansial individu menurut Mondy (2010:6) ditentukan oleh beberapa faktor yaitu : organisasi, pasar tenaga kerja, pekerjaan itu sendiri, dan karyawan. Gambar 2.1. menguraikan lebih rinci faktor-faktor penentu kompensasi finansial individu. Dengan demikian penentuan kompensasi tidak hanya memperhatikan satu faktor saja yang sering diambil organisasi yaitu kebijakan kompensasi dan kemampuan membayarnya. Tetapi juga memperhatikan faktor yang ada di lingkungan sekitar organisasi.
The Job Job Evaluation
The Labor Market Compensations Survey Cost of Living Labor Unions Government Legislation
JOB PRICING
The Organization Compensation Policies Ability to Pay
Gambar 2.1 Determinan Kompensasi Sumber : Mondy & Noe (1993:445)
The Employee Competency Performance Seniority Experience Membership in Organization Potential Political Infuence Luck
24
1. Organisasi (The Organization) a. Kebijakan Kompensasi Penetapan besaran kompensasi disesuaikan dengan kebijakan kompensasi yang sudah dibuat oleh perusahaan. Besaran, struktur penggajian mengikuti kebijakan kompensasi perusahaan. b. Ability to Pay Kompensasi yang diberikan disesuaikan dengan keadaan dan kesanggupan perusahaan dalam menggaji karyawannya. Hal ini terutama disesuaikan dengan kondisi keuangan perusahaan. 2. Pasar Tenaga Kerja (The Labor Market) a. Survei Kompensasi Survei kompensasi adalah alat untuk memperoleh data mengenai jumlah yang dibayar perusahaan-perusahaan lain untuk pekerjaan atau kelas pekerjaan tertentu dalam pasar tenaga kerja tertentu. Survei tersebut bisa dibeli, dialihdayakan ke perusahaan konsultan atau dilaksanakan oleh organisasi itu sendiri. Organisasi menggunakan survei karena terdapat dua alasan dasar, yaitu pertama, untuk mengidentifikasi posisi relatifnya terhadap pesaing yang dipilih dalam pasar tenaga kerja dan kedua, memberikan input dalam menyusun anggaran dan struktur kompensasi. b. Biaya Hidup Faktor yang mempengaruhi biaya hidup yang harus diperhatikan dalam pemberian kompensasi yaitu inflasi. c. Serikat Pekerja Serikat pekerja biasanya melakukan perundingan bersama antara pihak manajemen. Hal yang dibicarakan yaitu mengenai upah, jam kerja, serta ketentuan dan persyaratan kerja lainnya. d. Peraturan Pemerintah 3. Pekerjaan (The Job) a. Evaluasi Pekerjaan
25
Evaluasi pekerjaan adalah proses menentukan nilai relatif sebuah pekerjaan dalam kaitannya dengan pekerjaan lainnya. Tujuan utama evaluasi pekerjaan adalah menghilangkan ketidakadilan bayaran internal yang disebabkan struktur bayaran yang tidak logis.
4. Karyawan (The Employee) a. Senioritas Senioritas adalah lama waktu seorang karyawan bergabung dengan perusahaan, divisi, departemen atau pekerjaan. b. Pengalaman c. Keanggotaan Organisasi d. Potensi e. Pengaruh Politik f. Keberuntungan
2.4 Job Satisfaction 2.4.1 Pengertian Job Satisfaction Colquitt, Lepine dan Wesson (2013:96) mendefinisikan job satisfaction sebagai keadaan emosi yang menyenangkan yang dihasilkan dari penilaian pekerjaan atau pengalaman pekerjaan seseorang. Dengan kata lain, hal tersebut menunjukan apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh karyawan mengenai pekerjaan mereka. Karyawan dengan job satisfaction yang tinggi merasakan perasaan yang positif saat mereka berpikir mengenai tugas mereka. Namun sebaliknya, karyawan dengan job satisfaction yang rendah merasakan perasaan yang negatif saat mereka berpikir mengenai tugas mereka. Menurut Robbins dan Judge (2012:107), job satisfaction merupakan suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakter-karakter pekerjaan tersebut. Senada dengan Kreitner dan Kinicki (2010:170), mendefinisikan job satisfaction sebagai
tanggapan afektif atau emosional terhadap berbagai segi dari pekerjaan
26
seseorang. Definisi ini menjelaskan bahwa job satisfaction bukanlah suatu konsep tunggal. Lebih dari itu bahwa seseorang dapat merasa puas dengan salah satu aspek dari pekerjaannya dan juga sekaligus merasa tidak puas dengan satu atau lebih aspek lain dari pekerjaan mereka. Dalam pandangan yang hampir sama, Nelson and Quick (2006) menyatakan bahwa job satisfaction adalah suatu kondisi emosional yang positif dan menyenangkan sebagai hasil dari penilaian pekerjan atau pengalaman pekerjaan seseorang. Selanjutnya menurut Hasibuan (2007), job satisfaction adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Dan dari beberapa definisi job satisfaction yang telah dijelaskan oleh para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa job satisfaction adalah adalah perasaan emosional menyenangkan/positif yang dirasakan oleh seorang karyawan atas apa yang ia kerjakan atau atas apa yang ia rasakan terhadap pekerjaannya itu sendiri.
2.4.2 Penyebab Job Satisfaction Setiap ahli memiliki pendapatnya masing-masing mengenai faktor apa saja yang mempengaruhi job satisfaction. Menurut Robbins dan Judge (2012:110), penyebab job satisfaction yaitu pekerjaan itu sendiri (work itself), bayaran (pay), kenaikan jabatan (promotion), pengawasan (supervision) dan rekan kerja (co-workers). Hal yang senada juga dikemukakan oleh Colquitt, Lepine dan Wesson (2013:98) mengenai value-perceipt theory yang memperdebatkan bahwa job satisfaction bergantung kepada apakah karyawan merasa jika pekerjaan mereka menyediakan dan menawarkan hal yang memiliki nilai untuk karyawan.
Value-perceipt theory juga menunjukan bahwa
sebaiknya mengevaluasi job satisfaction sesuai dengan aspek tertentu yaitu pay satisfaction, promotion satisfaction, supervision satisfaction, coworker satisfaction dan satisfaction with the work itself.
27
Gambar 2.2 Correlations Between Satisfaction Facets and Overall Job Satisfaction Sumber: Colquitt, Lepine, Wesson (2013:101) 1. Pekerjaan Itu Sendiri (Work Itself) Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri merupakan sumber utama job satisfaction, dimana pekerjaan memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab. Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang menantang, pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk maju menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai betapa baiknya mereka bekerja. 2. Bayaran (Pay) Mengacu pada perasaan karyawan tentang gaji mereka, termasuk apakah itu layak, aman, dan memadai. Pay satisfaction didasarkan pada perbandingan gaji yang karyawan inginkan dengan pembayaran yang mereka terima. Meskipun memberikan lebih banyak uang hasilnya selalu lebih baik, tetapi sebagian besar karyawan memiliki dasar pertimbangan bayaran yang mereka inginkan pada tugas pekerjaan mereka dan bayaran yang diberikan kepada rekan yang tugas pekerjaan nya sebanding dengan mereka. 3. Kenaikan Jabatan (Promotion) Mengacu pada perasaan karyawan tentang kebijakan promosi perusahaan dan eksekusi nya, termasuk apakah promosi dilakukan secara sering, adil, dan berdasarkan kemampuan karyawan. Tidak seperti
gaji, beberapa karyawan
mungkin tidak ingin sering dipromosikan karena promosi tentu saja membawa tanggung jawab lebih berat dan peningkatan jam kerja. Namun, banyak
28
karyawan menghargai promosi karena promosi memberikan mereka kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, upah yang lebih baik, dan lebih prestis. Seorang karyawan yang merasakan bahwa kesempatan promosi terbuka bagi mereka akan mempengaruhi tingkat job satisfaction karyawan tersebut. 4. Atasan (Supervision) Mencerminkan perasaan karyawan tentang atasan mereka, termasuk apakah atasan mereka kompeten, sopan, dan seorang komunikator yang baik. Sebagian besar karyawan mengajukan dua pertanyaan "bisakah mereka membantu saya mencapai hal-hal yang saya hargai?" dan "apakah mereka menyenangkan?". Pertanyaan pertama bergantung pada apakah pengawas memberikan reward untuk kinerja yang baik, membantu karyawan mendapatkan sumber daya yang diperlukan dan melindungi karyawan dari gangguan yang tidak perlu. Pertanyaan kedua bergantung pada apakah pengawas memiliki kepribadian yang baik, serta nilai-nilai dan keyakinan yang sama dengan filosofi karyawan. 5. Rekan Kerja (Co-Workers) Mengacu pada perasaan karyawan tentang rekan-rekan kerja mereka, termasuk apakah rekan kerja cerdas, bertanggung jawab, membantu, menyenangkan dan menarik. Karyawan mengajukan pertanyaan yang sama tentang rekan kerja mereka seperti yang mereka lakukan kepada supervisor mereka "dapatkah mereka membantu saya melakukan pekerjaan saya? "dan "apakah saya menikmati saat berada di sekitar mereka?". Pertanyaan pertama sangat penting karena kebanyakan dari kita mengandalkan, sampai batas tertentu, pada rekan kerja kami saat melakukan tugas-tugas pekerjaan. Pertanyaan kedua adalah juga penting karena kita menghabiskan banyak waktu dengan rekan kerja seperti yang kita lakukan dengan anggota keluarga kita sendiri. Rekan kerja yang menyenangkan dapat membuat minggu kerja terasa lebih cepat, sedangkan rekan kerja yang tidak sopan dan mengganggu dapat membuat bahkan satu hari tampak seperti sebuah keabadian. Sedangkan menurut Kreitner dan Kinicki (2010:171) terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya job satisfaction yaitu:
29
1. Need Fulfillment (Pemenuhan Kebutuhan) Model ini mengajukan bahwa kepuasan ditentukan pekerjaan yang
tingkatan karakteristik
memungkinkan kesempatan pada individu untuk memenuhi
kebutuhannya. 2. Discrepancies (Perbedaan) Model ini menyatakan bahwa kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan yang diperoleh individu dari pekerjaan. Apabila harapan lebih besar daripada apa yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya diperkirakan individu akan puas apabila mereka menerima manfaat diatas harapan. 3. Value Attainment (Pencapaian Nilai) Gagasan value attainment adalah bahwa kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting. 4. Equity (Keadilan) Dalam model ini dimaksudkan bahwa kepuasan meru-pakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja. Kepuasan merupakan hasil dari persepsi orang bahwa perbandingan antara hasil kerja dan inputnya relatif lebih menguntungkan dibandingkan dengan perbandingan antara keluaran dan masukkan pekerjaan lainnya. 5. Dispositional/Genetic Components (Komponen Genetik) Beberapa rekan kerja atau teman tampak puas terhadap variasi lingkungan kerja, sedangkan lainnya kelihatan tidak puas. Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Model menyiratkan perbedaan individu hanya mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja seperti halnya karakteristik lingkungan pekerja. 2.4.3 Hubungan dan Akibat Utama dari Job Satisfaction Menurut Kreitner dan Kinicki (2014:172), ada delapan hubungan utama job satisfaction yaitu sebagai berikut:
30
1. Motivasi (Motivation) Karyawan yang merasakan kepuasan kerja yang tinggi tentu saja akan semakin termotivasi untuk bekerja lebih giat. Hal ini tentu saja sangat menguntungkan perusahaan. Dengan adanya penelitian bahwa ada hubungan positif antara motivasi dan kepuasan kerja, para manajer bisa meningkatkan motivasi pegawai melalui berbagai cara untuk meningkatkan kepuasan kerja. 2. Keterlibatan Pekerjaan (Job Involvement) Keterlibatan pekerjaan menunjukan tingkatan dimana seseorang terlibat secara pribadi dengan pekerjaannya. Sebuah meta-analisis dari beberapa penelitian yang berbeda menunjukan bahwa keterlibatan pekerjaan memiliki hubungan yang cukup kuat dengan kepuasan kerja. Para manajer juga didorong untuk menguatkan lingkungan kerja yang menyenangkan demi mendorong keterlibatan pekerjaan karyawan. 3. Perilaku Keanggotaan Organisasi (Organizational Citizenship Behaviour) Terdiri atas perilaku-perilaku karyawan di luar pekerjaan mereka. Contohnya adalah
mengeluarkan
pernyataan
konstruktif
mengenai
departemen,
pengungkapan minat pribadi dalam pekerjaan orang lain, saran-saran untuk peningkatan, pelatihan karyawan baru, semangat, ketepatan waktu dalam kehadiran dan lain-lain. Penelitian menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan dan cukup positif antara perilaku keanggotaan organisasi dan kepuasan kerja. 4. Ketidakhadiran (Abseenteim) Penelitian menunjukan bahwa kepuasan kerja dan ketidakhadiran memiliki hubungan negatif yang lemah. Oleh karena itu, para manajer tidak akan mungkin bisa mewujudkan penurunn yang signifikan dalam ketidakhadiran dengan meningkatkan kepuasan kerja. 5. Kognisi Penarikan (Cognition Withdrawal) Walaupun beberapa orang berhenti bekerja karena menuruti kata hati atau kemarahan, sebagian besar karyawan mengambil berbagai pertimbangan mengenai apakah mereka harus berhenti atau tidak. Kognisi penarikan menyampaikan proses pemikiran ini dengan menunjukan keseluruhan pemikiran
31
dan perasaan seseorang mengenai keputusannya untuk berhenti bekerja. Kepuasan kerja diyakini sebagai salah satu faktor yang signifikan yang menyebabkan seseorang berpikir untuk berhenti bekerja. 6. Perputaran (Turnover) Perputaran merupakan hal yang penting bagi perusahaan karena dapat mengacaukan kontinuitas perusahaan dan sangat merugikan. Kepuasan kerja memiliki hubungan yang cukup negatif dengan perputaran karyawan. Dengan kekuatan hubungan ini, manajer disarankan untuk mencoba mengurangi perputaran karyawan dengan meningkatkan kepuasan kerja. 7. Stres (Stress) Stres dapat memiliki dampak-dampak yang sangat negatif pada perilaku organisasi. Penilitian menunjukan bahwa stres yang dirasakan memiliki hubungan negatif yang kuat dengan kepuasan kerja. Diharapkan para manajer mau berusaha mengurangi dampak negatif dari stres dengan meningkatkan kepuasan kerja. 8. Kinerja Pekerjaan (Job Performance) Penelitian menunjukan bahwa hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja pekerjaan positif. 2.4.4 Respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja Ada konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Gambar 2.3 menunjukan empat respons ketidakpuasan kerja yang berbeda satu sama lain dengan dua dimensi yaitu konstruktif/destruktif dan aktif/pasif. Berikut merupakan respon terhadap ketidak puasan kerja menurut Robbins dan Judge (2012:112):
32
Gambar 2.3 Respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja Sumber: Robbins, Judge (2012:115) 1. Keluar (Exit) Perilaku yang ditujukan untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri. 2. Aspirasi (Voice) Secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja. 3. Kesetiaan (Loyalty) Secara pasif tetapi optimistis menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman ekstenal dan mepercayai organisasi dan manajemennya untuk melakukan hal yang benar. 4. Pengabaian (Neglect) Secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus-menerus, kurangnya usaha dan meningkatnya angka kesalahan.
33
2.5 Turnover Intention 2.5.1 Pengertian Turnover Intention Arti intention adalah niat atau keinginan yang timbul pada individu untuk melakukan sesuatu. Sementara turnover menurut Supriyanto dalam Ridlo (2012:5) adalah proporsi jumlah anggota organisasi yang secara sukarela (voluntary) dan tidak (non-voluntary) meninggalkan organisasi dalam kurun waktu tertentu. Berdasarkan pengertian di atas, turnover intention menurut Tet dan Meyer dalam Ridlo (2012:16) dapat diartikan sebagai niat karyawan untuk meninggalkan organisasi secara sadar dan hasrat disengaja dari karyawan untuk meninggalkan organisasi. Sedangkan menurut Martin dalam Ridlo (2012:16) intention to leave adalah tingkat keinginan karyawan atau niat untuk meninggalkan organisasi. Selanjutnya menurut Harnoto (2002:2) menyatakan “turnover intentions adalah kadar atau intensitas dari keinginan untuk keluar dari perusahaan, banyak alasan yang menyebabkan timbulnya turnover intention ini dan diantaranya adalah keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik”. Turnover intention didefinisikan sebagai refleksi (subyektif) dari probabilitas bahwa seseorang akan pindah kerja dalam jangka waktu tertentu dan merupakan awal dari actual turnover menurut Poza dan Henneberger dalam Perez (2008:14). Menurut Muchinsky (2003:85), tentang employee turnover, terdapat hubungan antara kepuasaan dan berhenti bekerja. Hubungan itu dimulai dengan adanya pikiran untuk berhenti bekerja (thinking of quitting). Usaha- usaha untuk mencari pekerjaan baru, berintensi untuk berhenti bekerja atau tetap bertahan dan yang terakhir adalah memutuskan berhenti bekerja. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa turnover intention adalah keinginan karyawan untuk berpindah pekerjaan dari satu tempat ke tempat lainnya karena berbagai macam alasan. Berbagai literatur meneliti hubungan turnover yang aktual dengan turnover intention. Misalnya menurut Mobley, Hom & Griffeth dalam Perez (2008:14) turnover yang sebenarnya dan turnover intention diukur secara terpisah. Namun menurut
34
penelitian, turnover yang sebenarnya meningkat seiring dengan meningkatnya turnover intention. Menurut Perez (2008:14), hasil studi yang berbeda menyatakan adanya signifikansi tinggi dari turnover intention dalam menyelidiki perilaku turnover individu. Dalam studi Henneberger dan Sousa-Poza dalam Perez (2008:14) menyimpulkan bahwa keputusan karyawan untuk pindah bekerja merupakan keputusan jangka pendek. Tidak semua karyawan yang memiliki keinginan untuk pindah bekerja, benar-benar pindah bekerja. Sebaliknya, karyawan yang tidak memiliki niat untuk berpindah, justru benar-benar melakukan perpindahan yang sebenarnya. 2.5.2 Indikasi Turnover Intention Menurut Harnoto (2002:2), indikasi dari turnover intention bermacam-macam yaitu ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain (1) absensi yang meningkat, (2) mulai malas kerja, (3) adanya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja, (4) keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan. 1. Absensi yang meningkat Karyawan yang memiliki niat dan berkeinginan untuk pindah kerja, biasanya ditandai dengan absensi yang semakin meningkat. Selain itu, tingkat tanggung jawab karyawan dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya. 2. Mulai malas bekerja Karyawan yang memiliki niat dan berkinginan untuk pindah kerja, akan lebih malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya yang dipandang oleh karyawan tersebut lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan bersangkutan. 3. Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan seringdilakukan karyawan yang memiliki niat dan berkeinginan untuk pindah bekerja. Karyawan lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya. 4. Peningkatan protes terhadap atasan
35
Karyawan yang memiliki niat dan berkinginan untuk melakukan pindah kerja, lebih sering melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan. 2.5.3 Faktor Determinan Turnover Intention Menurut Perez (2008:35), determinan dari turnover intention akan dikategorikan menjadi tiga kelompok yang berbeda yaitu faktor psikologis, ekonomi dan demografi.
Tabel 2.2 Determinan Turnover Intention Faktor Psikologis
Faktor Ekonomi
Kontrak psikologis
Faktor Demografis Usia
Kepuasan kerja
Peluang eksternal
Komitmen Organisasi
Company size
Masa jabatan
Job Insecurity Sumber: (Perez 2008) 2.5.3.1 Faktor Psikologis Menurut Perez (2008:36) faktor psikologis mengacu pada proses mental dan perilaku karyawan, seperti ekspektasi, orientasi, kepuasan kerja, komitmen organisasi, keterlibatan kerja, dan lain lain. Menurut Mueller dan Harga dalam Perez (2008:36) konseptualisasi turnover secara psikologis berkaitan dengan faktor-faktor yang dipengaruhi oleh emosi, sikap atau persepsi karyawan. Menurut Perez (2008:36), faktor psikologis terdiri dari: 1. Psychological Contract atau Kontrak Psikologis mengacu pada keyakinan individu mengenai syarat dan ketentuan perjanjian timbal balik antara seseorang dan pihak lain. Menurut Brinkmann dan Stapf dalam Perez (2008:36), konsep kontrak psikologis didasarkan pada wawasan, bahwa motivasi karyawan dan tingkat kinerja mereka harus dipelihara oleh organisasi melalui insentif dan
36
penghargaan. Kontrak psikologis berisi semua harapan timbal yang balik tidak terungkapkan, harapan dan keinginan karyawan atau atasan dan merupakan perjanjian tambahan yang tidak dirumuskan dalam pekerjaan yang tidak terikat sah dalam sebuah kontrak. Jika seorang karyawan tidak mampu membawa perubahan apapun, maka ketidakpuasan kerja akan terjadi dan kemudian akan merusak kontrak psikologis. Menurut Brinkmann dan Stapf dalam Perez (2008:38), landasan dari kontrak psikologis yaitu dari social exchange theory, yang mengasumsikan bahwa perilaku manusia dikendalikan oleh maksimalisasi utilitas individu. Manusia berusaha untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan biaya. Jika karyawan merasakan kontrak psikologis tidak berjalan seperti semestinya, maka turnover intention akan lebih tinggi. 2. Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah keadaan emosional menyenangkan yang dihasilkan dari penilaian pekerjaan seseorang dalam mencapai atau memfasilitasi pencapaian nilai pekerjaannya Kepuasan kerja menjadi keterikatan afektif seseorang. Hal ini dikonseptualisasikan
sebagai
respon
afektif
dan
emosional.
Kepuasan
didefinisikan sebagai sejauh mana karyawan memiliki orientasi afektif yang positif terhadap pekerjaan oleh organisasi. Orientasi afektif negatif terhadap organisasi akan muncul ketika karyawan tidak puas. Kepuasaan kerja mencakup otonomi, pay satisfaction, participation, fleksibilitas pekerjaan, job design dan supervisory support. 3. Komitmen Organisasi Mowday dan Steers dalam Perez (2008:41) mendefinisikan komitmen sebagai kekuatan relatif dari individu dalam identifikasi dengan dan keterlibatan dalam organisasi tertentu. Komitmen dapat dilihat sebagai loyalitas dalam sebuah organisasi atau suatu pekerjaan. Meyer dan Allen mengkonsepkan komitmen dalam tiga keadaan psikologis yang berbeda yang mempengaruhi apakah karyawan akan tetap atau meninggalkan organisasi (Lee et al, 2003:597). o Komitmen Afektif
37
Keterikatan emosional terhadap organisasi. o Komitmen Berkelanjutan Kesadaran akan besarnya biaya jika ia meninggalkan organisasi. o Komitmen Normatif Kewajiban yang dirasakan untuk tetap dengan organisasi.
4. Job Insecurity Hesselink et al. dalam Perez (2008:42) mendefinisikan Job Insecurity sebagai kekhawatiran pribadi tentang kelangsungan pekerjaan. Karyawan dapat merasa tidak aman meskipun tidak ada alasan untuk itu. Namun, ketidakamanan pekerjaan lebih dikenal mengenai ketidakpastian tentang pekerjaan di masa depan terkait dalam pengembangan pekerjaan dan diskontinuitas. 2.5.3.2 Faktor Ekonomi Para ekonom melihat keputusan karyawan, apakah dia ingin pergi atau stay di perusahaan, sebagai akibat dari penilaian biaya-manfaat secara rasional (Mueller & Harga, dalam Perez 2008:42). Ketika reward di tempat ia bekerja sama dengan di tempat kerja lainnya, maka karyawan akan memutuskan untuk tidak meninggalkan organisasi. Pandangan ekonomi menganalisis proses turnover lebih menekankan pada interaksi antara penentuan variable eksternal seperti gaji atau peluang. Berikut faktor-faktor ekonomi menurut Perez (2008:43): 1. Peluang Eksternal Peluang eksternal mengacu pada tersedianya alternatif, daya tarik dan pencapaian dari pekerjaan di lingkungan eksternal. Interaksi antara kekuatan penawaran dan permintaan ekonomi harus dipertimbangkan dalam mengukur peluang eksternal. Ketersediaan ini terutama tentang seberapa banyak peluang di luar organisasi. Daya tarik yang mengacu pada pay level dari peluang tersebut. Pencapaian didefinisikan sebagai kepemilikan keahlian yang dibutuhkan di dalam suatu pekerjaan. 2. Company Size
38
Selama fase resesi di pertengahan tahun sembilan puluhan, organisasi yang lebih kecil dihadapkan dengan tingkat turnover yang lebih tinggi, sedangkan organisasi yang lebih besar mampu mempertahankan karyawan mereka (Henneberger & Sousa-Poza, dalam Perez 2008:44). Banyak orang beranggapan bahwa perusahaan-perusahaan besar membayar gaji yang lebih tinggi, memiliki kesempatan promosi yang lebih (mobilitas internal vertikal dan horizontal) dan menawarkan keselamatan kerja yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil.
2.5.3.3 Faktor Demografis 1. Usia Faktor usia berkorelasi negatif dengan turnover intention (Henneberger & SouzaPoza, dalam Perez 2008:45). Orang yang lebih muda memiliki tahap percobaan pada awal kehidupan profesional mereka, sehingga lebih sering berpindah kerja. 2. Masa Jabatan Lamanya masa jabatan akan sangat terkait dengan kecenderungan untuk tetap dan tidak meninggalkan organisasi.
2.6 Kerangka Pemikiran Melalui penelitian ini dapat diketahui bagaimana pengaruh remunerasi terhadap job satisfaction dan dampaknya terhadap turnover intention. Kerangka pemikiran dari masalah yang ada digambarkan sebagai berikut:
39
Job Satisfaction (Y)
Remunerasi (X)
Turnover Intention (Z)
Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran Sumber : Penulis (2014)
2.7 Rancangan Hipotesis Menurut Sugiyono (2013:59), hipotesis didefinisikan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan penelitian masalah yang didasarkan atas teori yang relevan. Dalam penelitian terdapat dua macam hipotesis yaitu hipotesis nol adalah hipotesis yang menyatakan “tidak ada”, tidak ada perbedaan, tidak ada hubungan, tidak ada pengaruh. Sedangkan hipotesis alternatif adalah kebalikan dari hipotesis nol yang menyatakan
40
“ada”, ada perbedaan, ada hubungan, dan ada pengaruh. Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran di atas, maka dapat diajukan empat hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. T-1 : Untuk mengetahui pengaruh remunerasi terhadap job satisfaction pada PT Tugu Pratama Indonesia. H0 :
Tidak ada pengaruh signifikan remunerasi terhadap job satisfaction pada
PT Tugu Pratama Indonesia. Ha :
Ada pengaruh signifikan remunerasi terhadap job satisfaction pada PT
Tugu Pratama Indonesia. 2. T-2 : Untuk mengetahui pengaruh remunerasi terhadap turnover intention pada PT Tugu Pratama Indonesia. H0 :
Tidak ada pengaruh signifikan remunerasi terhadap turnover intention
pada PT Tugu Pratama Indonesia. Ha :
Ada pengaruh signifikan remunerasi terhadap turnover intention pada PT
Tugu Pratama Indonesia. 3. T-3 : Untuk mengetahui pengaruh job satisfaction terhadap turnover intention pada PT Tugu Pratama Indonesia. H0 :
Tidak ada pengaruh signifikan job satisfaction terhadap turnover
intention pada PT Tugu Pratama Indonesia. Ha ;
Ada pengaruh signifikan job satisfaction terhadap turnover intention pada
PT Tugu Pratama Indonesia. 4. T-4 : Untuk mengetahui pengaruh antara remunerasi terhadap turnover intention melalui job satisfaction pada PT Tugu Pratama Indonesia. H0 :
Tidak ada pengaruh signifikan antara remunerasi terhadap turnover
intention melalui job satisfaction pada PT Tugu Pratama Indonesia. Ha :
Ada pengaruh signifikan antara remunerasi terhadap turnover intention
melalui job satisfaction pada PT Tugu Pratama Indonesia.