BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN & HIPOTESIS
2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Hasibuan (2003), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien
membantu
terwujudnya
tujuan
perusahaan,
karyawan,
dan
masyarakat. Menurut Barry Cushway (1994:6) dalam Ardana, et al (2012), MSDM didefinisikan sebagai rangkaian strategi, proses dan aktivitas yang didesain untuk menunjang tujuan perusahaan dengan cara mengintegrasikan kebutuhan perusahaan dan individu. Dari
beberapa
definisikan
diatas
dapat
disimpulkan
bahwa,
Manajemen Sumber Daya Manusia adalah mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien untuk menunjang tujuan perusahaan. 2.1.1 Peranan Sumber Daya Manusia Menurut Ardana, et al. (2012:7) peranan SDM dapat dibedakan menjadi tiga, yakni sebagai berikut : 1. SDM pengemban misi perusahaan. Semua perusahaan memiliki visi dan misi, sasaran dan tujuan. Visi dan misi tidak akan tercapai tanpa diemban oleh SDM. Masalahnya terletak pada kemampuan SDM untuk mengemban misi tersebut dengan baik. 2. SDM
sebagai
pimpinan/manajer
perusahaan.
Pimpinan/manajer dalam perusahaan terbagi menjadi tiga tingkatan, yaitu manajer puncak, manajer menengah dan manajer tingkat bawah. Peranan pimpinan sangat penting dalam mencapai keberhasilan perusahaan, karena pimpinan
9
10 yang menentukan dan memegang kunci dalam setiap pengambilan keputusan. 3. SDM sebagai pekerja. Peranan pekerja sangat penting bagi perusahaan sehingga semua unsur yang ada didalamnya tidak akan berfungsi tanpa manusia. Semakin tinggi kedudukan seseorang semakin besar peranan dan tanggung jawabnya. Peranan dalam perusahaan akan optimal apabila memiliki kemampuan dan diberikan kesempatan. 2.1.2 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia Tujuan departemen MSDM menurut Ardana, et al. (2012:22) sebagai berikut: 1. Tujuan Sosial Kemasyarakatan, adalah dimaksudkan agar perusahaan
bertanggung
jawab
secara
sosial
terhadap
kebutuhan dan tantangan dari masyarakat. Perusahaan diharapkan dapat membantu kualitas kehidupan masyarakat dan membantu memecahkan masalah sosial. 2. Tujuan organisasional, adalah sasaran target formal yang dibuat untuk membantu perusahaan mencapai tujuannya. 3. Tujuan fungsional, adalah tujuan untuk mempertahankan kontribusi departemen SDM pada situasi dan kondisi yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. 4. Tujuan fungsional, adalah tujuan untuk mempertahankan kontribusi departemen SDM pada situasi dan kondisi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 5. Tujuan pribadi atau individu, adalah tujuan setiap anggota yang terlibat dalam perusahaan atau organisasi yang ingin dicapai melalui kegiatan yang dilaksanakannya, jika tujuan pribadi dan tujuan perusahaan tidak cocok atau tidak harmonis maka karyawan kemungkinan merasa tidak puas dalam bekerja.
11 2.2 Motivasi Kerja 2.2.1 Pengertian Motivasi Kerja. Menurut Wagner dan Hollenbeck (2009:81), seseorang yang termotivasi untuk bekerja akan terus ingin belajar mengetahui hal-hal baru untuk meningkatkan performa kerjanya. Menurut McCormick dalam Mangkunegara (2010:94) mengemukakan bahwa motivasi kerja sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja Menurut Ardian et al. (2012:193), motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Menurut Uno(2013: 72), motivasi kerja adalahdorongan dari dalam dan dari luar diri seseorang untuk melakukan sesuatu yangterlihat dari dimensi internal dan eksternal. Dari
kumpulan
definisi
mengenai
motivasi
diatas,
penulis
menyimpulkan bahwa motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja untuk meningkatkan performa kerja atau kinerjanya yang berasal dari dalam maupun luar dirinya. 2.2.2 Tujuan Motivasi Tujuan motivasi menurut Suwatno (2001:147) adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan 2. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan 3. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan 4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan 5. Mengefektifkan pengadaan karyawan 6. Meningkatkan loyalitas, krestivitas dan partisipasi karyawan 7. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan 8. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas – tugasnya
12 9. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat – alat dan bahan baku. Dari tujuan – tujuan motivasi diatas, dapat disimpulkan bahwa motivasi memiliki peranan bagi karyawan dalam kepuasan kerja maupun kinerja karyawan. 2.2.3 Teori Motivasi A. Teori Hierarki Kebutuhan Menurut Robbins dan Coulter (2012:431) teori hierarki kebutuhan ini dicetuskan oleh Abraham Maslow, ia menghipotesiskan bahwa di dalam diri manusia ada lima jenjang kebutuhan berikut : 1. Psikologis: antara lain rasa lapar, haus, perlindungan, seks dan kebutuhan jasmani lainnya 2. Keamanan: antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional 3. Sosial: mencakup kasih saying, rasa memiliki, diterima-baik, dan persahabatan. 4. Penghargaan: Mencakup rasa hormat internal seperti harga diri, otonomi dan prestasi, dan faktor hormat eksternal misalnya status, pengakuan, dan perhatian. 5. Aktualisasi-diri: dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu, mencakup pertumbuhan, dan pemenuhan diri.
B. Teori Kebutuhan McClelland Menurut Robbins dan Coulter (2012:432) teori kebutuhan McClelland ini berfokus pada tiga kebutuhanyaitu : •
Kebutuhan akan prestasi: Dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, berusaha keras untuk sukses.
•
Kebutuhan akan kekuasan: Kebutuhan untuk membuat orang lain berprilaku dalam suatu cara yang orang-orang itu tidak akan berprilaku demikian.
•
Kebutuhan akan afiliasi: Hasrat untuk hubungan antarpribadi yang ramah dan akrab.
13 David McClelland menekankan bahwa teori jenjang kebutuhan sudah ada dalam diri seseorang sejak ia lahir, maka David McClelland dalam teorinya menekankan bahwa kebutuhan seseorang itu terbentuk melalui proses belajar dan diperoleh dari interaksinya dengan lingkungan. David McClelland percaya bahwa lingkungan berperan sekali terhadap setiap macam kebutuhan, lebih lanjut ia mengukapkan bahwa aktivitas belajar dan latihan di masa dini yang lalu memberi dampak serta memodifikasi kebutuhan yang ada dalam diri seseorang.
C. Dua Faktor Teori Menurut Edy Sutrisno (2009), Herzberg mengemukakan dua faktor motivasi yang berhubungan dengan kepuasan antara lain : •
Faktor pemeliharaan (hygiene factor), merupakan faktor yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang terjadi terus menerus sehingga akan kembali ketitik nol jika sudah terpenuhi. Faktor ini meliputi gaji, kondisi kerja fisik, kepastian pekerjaan supervise yang menyenangkan, mobil dinas, rumah dinas, dan tunjangan lainnya. Hilangnya faktor ini akan menimbulkan ketidakpuasaan dan absennya karyawan., bahkan dapat menyebabkan karyawan keluar.
•
Faktor pemuas (motivation factor), faktor ini disebut juga motivator yang merupakan faktor pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri orang bersangkutan (intrinsik). Faktor ini meliputi kepuasan kerja, prestasi yang diraih, peluang untuk maju, pengakuan orang lain, kemungkinan perkembangan karir, dan tanggung jawab. Faktor ini menyangkut kebutuhan psikologis seseorang akan perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan.
2.2.4 Dimensi Motivasi Kerja Menurut Uno (2009:73), dimensi dan indikator motivasi kerja dapat dikelompokkan sebagai berikut :
14 1. Motivasi Internal a. Tanggung jawab dalam melaksanakan tugas b. Melaksanakan tugas dengan target yang jelas c. Memiliki tujuan yang jelas dan wewenang d. Ada umpan balik atas hasil pekerjaannya e. Memiliki rasa senang dalam bekerja f. Selalu berusaha mengungguli orang lain g. Diutamakan prestasi dari apa yang dikerjakannya 2. Motivasi Eksternal a. Selalu berusaha memenuhi kebutuhan hidup dan kebutuhan kerjanya b. Senang memperoleh pujian dari apa yang dikerjakannya c. Bekerja dengan memperoleh insentif d. Bekerja dengan harapan ingin memperoleh perhatian dari teman dan atasan 2.2.5 Hubungan Motivasi Dengan Kinerja Menurut Munandar (2006:324), Kinerja (Performances) adalah hasil dari interaksi antara motivasi kerja, kemampuan (Abilities), dan peluang (opportunities). 1. Bila motivasi kerja rendah, maka kinerjanya akan rendah pula meskipun kemampuannya ada dan baik, serta peluangnya pun tersedia. 2. Sebaliknya, jika motivasi kerjanya tinggi, namun peluang untuk menggunakan kemampuan-kemampuannya tidak ada atau tidak diberikan, kinerjanya juga akan rendah. 3. Jika motivasi kerjanya tinggi, peluang ada, namun karena keahliannya tidak pernah ditingkatkan lagi, kinerjanya juga tidak akan tinggi.
15 2.3 Kepuasan Kerja 2.3.1 Pengertian Kepuasan Kerja Menurut Mathis (2003), kepuasan kerja adalah hasil emosional positif yang dinyatakan dari evaluasi suatu pengalaman kerja. Ketidakpuasan kerja muncul saat yang diharapkan tidak bertemu. Menurut Lloyd & Leslie (2006), kepuasan kerja adalah sikap karyawan secara umum terhadap suatu pekerjaan. Sistem penghargaan yang diberikan organisasi memiliki dampak yang signifikan terhadap tingkat kepuasan kerja karyawan. Sedangkan mengemukakan
Handoko kepuasan
(1992)
kerja
dalam
adalah
Sutrisno
keadaan
(2013:75)
emosional
yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi para karyawan memandang pekerjaan mereka. Dari definisi diatas, maka penulis menarik kesimpulan bahwa definisi kepuasan kerja adalah pandangan menyenangkan atau tidak menyenangkan dari karyawan terhadap suatu pekerjaan. 2.3.2 Teori Kepuasan Kerja Menurut Rivai (2008:375-376), bahwa terdapat tiga teori tentang kepuasan kerja yang cukup dikenal, antara lain: 1. Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy theory) Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara
sesuatu
yang
seharusnya
dengan
kenyataan
yang
dirasakan. Sehingga apabila kepuasannya diperoleh melebihi dari yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi, sehingga terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang positif. Kepuasan kerja seseorang tergantung pada selisih antara sesuatu yang dianggap akan didapatkan dengan apa yang dicapai. 2. Teori Keadilan (Equity theory)
16 Teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung pada ada atau tidaknya keadilan (equity) dalam suatu situasi khususnya situasi kerja. Menurut teori ini komponen utama dalam teori keadilan adalah input, hasil, keadilan dan ketidakadilan. Input adalah faktor bernilai bagi karyawan yang dianggap mendukung pekerjaannya, seperti pendidikan, pengalaman, kecakapan, jumlah tugas dan peralatan atau perlengkapan yang dipergunakan untuk melaksanakan pekerjaannya. Hasilnya adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh seorang karyawan yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti: upah / gaji, keuntungan sampingan, symbol, status, penghargaan dan kesempatan untuk berhasil atau aktualisasi diri. Sedangkan orang selalu membandingkan dapat berupa seseorang di perusahaan yang sama, atau di tempat lain atau bisa pula dengan dirinya di masa lalu. Menurut teori ini, setiap karyawan akan membandingkan rasio input hasil dirinya dengan rasio input hasil orang lain. Bila perbandingan itu dianggap
cukup
adil,
maka
karyawan
akan merasa puas. Bila
perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan bisa menimbulkan kepuasan, tetapi
bisa
pula
tidak.
Tetapi
bila perbandingan itu tidak
seimbang akan timbul ketidakpuasan. 3. Teori dua faktor (Two factor theory) Menurut teori ini kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja itu merupakan hal yang berbeda. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu bukan suatu variabel yang kontinu. Teori ini merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi dua kelompok yaitu satisfies atau motivator dan dissatisfies. Satisfies ialah faktor-faktor atau situasi yang dibutuhkan sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari: pekerjaan yang menarik, penuh
tantangan,
ada
kesempatan
untuk
berprestasi,
kesempatan
dan memperoleh penghargaan dan promosi. Terpenuhinya faktor tersebut akan menimbulkan kepuasan, namun tidak terpenuhinya faktor ini tidak selalu mengakibatkan ketidakpuasan. Dissatisfies (hygiene factors) adalah faktor-faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari: gaji/upah, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja dan status.
17 Faktor ini diperlukan untuk memenuhi dorongan biologis serta kebutuhan dasar karyawan. Jika tidak terpenuhi faktor ini, karyawan tidak akan puas. Namun, jika besarnya faktor ini memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut, karyawan tidak akan kecewa meskipun puas. 2.3.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Menurut Munandar (2006), banyak faktor yang telah diteliti sebagai faktor yang mungkin menentukan kepuasan yaitu : 1.
Ciri-ciri instrinsik pekerjaan
Menurut Locke dalam Munandar (2006:357), ciri – ciri instrinsik dari pekerjaan yang menentukan kepuasan kerja adalah keragaman, kesulitan, jumlah pekerjaan, tanggung jawab, otonomi kendali terhadap metode kerja, kemajemukan, dan kreativitas. Ada satu unsur yang dapat dijumpai pada ciri – ciri instrinsik dari pekerjaan diatas, yaitu tingkat tantangan mental. Konsep tantangan yang sesuai merupakan konsep yang penting. Pekerjaan yang menuntut kecakapan lebih tinggi daripada yang dimiliki tenaga kerja, atau tuntutan pribadi tidak dapat dipenuhi tenaga kerja akan menimbulkan frustasi dan akhirnya ketidakpuasan kerja. 2. Gaji penghasilan, imbalan yang dirasakan adil (Equitable reward) Theriault
dalam
Munandar
A.S
(2006:360),
kepuasan
kerja
merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan – harapan tenaga kerja dan bagaimana gaji diberikan. 3. Penyeliaan Locke dalam Munandar A.S (2006:361), memberikan kerangka kerja teoritis untuk memahami kepuasan tenaga kerja dengan penyeliaan. Ia menemukenali dua jenis dari hubungan atasan bawahan ; pertama, hubungan fungsional dan keseluruhan (entity). Hubungan fungsional mercerminkan sejauh mana penyelia membantu tenaga kerja,untuk memuaskan nilai – nilaiyang menantang penting bagi tenaga kerja. Kedua, hubungan
18 keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai – nilai yang serupa. 4. Rekan – rekan sejawat yang menunjang Didalam kelompok kerja dimana parapekerjanya harus bekerja sebagai satu tim, kepuasan kerja mereka dapat timbul karena kebutuhan – kebutuhan tingkat tinggi mereka (kebutuhan harga diri, kebutuhan aktualisasi diri) dapat dipenuhi dan mempunyai dampak pada motivasi kerja mereka. 5. Kondisi kerja yang menunjang Kondisi kerja harus memperhatikan prinsip – prinsip organisasi dalam kondisi kerja seperti kebutuhan – kebutuhan fisik dipenuhi dan memuaskan tenaga kerja. 2.3.4 Korelasi Kepuasan Kerja Menurut Kreitner dan Kinicki dalam Wibowo (2007:505), terdapat hubungan antara kepuasan kerja dengan variabel yang dapat bersifat positif maupun negatif. Kekuatan hubungan mempunyai rentang dari lemah sampai kuat. Beberapa korelasi kepuasan kerja adalah sebagai berikut : a. Organizational Commitment (Komitmen Organisasi) Komitmen organisasional merupakan tingkatan dimana individu mengidentifikasi dengan organisasi dan mempunyai komtmen terhadap tujuannya. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan kuat antara komitmen organisasi dan kepuasan. Manajer disarankan meningkatkan kepuasan kerja dengan maksud untuk menimbulkan tingkat komitmen yang lebih tinggi. Selanjutnya, komitmen yang lebih tinggi dapat memfasilitasi produktifitas yang tinggi. b. Absenteeism (Kemangkiran) Kemangkiran merupakan hal mahal dan manajer secara tetap mencari cara untuk menguranginya. Satu rekomendasi telah meningkatkan kepuasan
19 kerja. Apabila rekomendasinya sah, akan terdapat korelasi negatif yang kuat antara kepuasan dan kemangkiran. Dengan kata lain, apabila kepuasan meningkat, kemangkiran akan turun. Penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan terdapat hubungan negative yang lemah antara kepuasan dan kemangkiran. c.
Turnover (Perputaran)
Perputaran sangat penting bagi manajer karena mengganggu kontinuitas organisasi dan sangat mahal. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara kepuasan dan perputaran. Manajer disarankan untuk mengurangi perputaran dengan meningkatkan kepuasan kerja. d. Perceived Stress (Perasaan Stress) Stress dapat berpengaruh negatif terhadap perilaku organisasi dan kesehatan individu. Stress secara positif berhubungan dengan kemangkiran, perputaran, sakit jantung, dan virus. Penelitian menunjukkan adanya hubungan negatif kuat antara perasaan stress dengan kepuasan kerja. Disarankan manajer berusaha mengurangi dampak negatif stress dengan memperbaiki kepuasan kerja. e. Job Performance (Prestasi Kerja) Kontroversi terbesar dalam penelitian organisasi adalah tentang hubungan antara kepuasan dengan prestasi kerja atau kinerja, ada yang menyatakan bahwa kepuasan memengaruhi prestasi kerja sangat tinggi, sedangkan lainnya berpendapat bahwa prestasi kerja memengaruhi kepuasan. Penelitian untuk menghapuskan kontroversi tersebut menunjukan bahwa terdapat hubungan positif rendah antara kepuasan dan kinerja. 2.3.5 Dimensi Kepuasan Kerja Luthans (2006), menyatakan lima dimensi kepuasan kerja yaitu : 1. Pekerjaan itu sendiri
20 Dalam hal dimana pekerjaan memberikan tugas yang menarik, kesempatan untukbelajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab. 2. Gaji Sejumlah upah yang diterima dan tingkat dimana hal ini bisa dipandang sebagai hal dianggap pantas dibandingkan dengan orang lain dalam organisasi. 3. Kesempatan promosi Kesempatan untuk maju dalam organisasi. 4. Pengawasan Kemampuan penyelia untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku. 5. Rekan Kerja Tingkat dimana rekan kerja pandai secara teknis dan mendukung secara sosial. 2.4 Kinerja Karyawan Menurut Mangkunegara (2005), kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualiitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Mathis dan Jackson (2006), kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi komtribusi kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik untuk individu maupun kelompok menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi. Menurut Rivai (2010), kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.
21 Dari beberapa definisi kinerja diatas, dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas dan kuantitas yang berkontribusi terhadap perusahaan. 2.4.1 Pengukuran Kinerja Menurut pendapat Mathis dan Jackson (2006), pengukuran kinerja adalah proses mengevaluasi seberapa baik karyawan melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut pada karyawan. 2.4.2 Tujuan Pengukuran Kinerja Menurut Mahmudi (2010:14), pengukuran kinerja merupakan bagian terpenting dari proses pengendalian manajemen baik organisasi publik maupun swasta. Tujuan dilakukan pengukuran kinerja adalah : •
Mengetahui
tingkat
Menyediakan
sarana
Memperbaiki
kinerja
ketercapaian tujuan orgnisasi • pembelajaran pegawai • periode berikutnya •
Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pengambilan keputusan, pemberian reward dan punishment
•
Memotivasi karyawan
2.4.3 Dimensi Kinerja Menurut Simamora (dalam Mangkunegara, 2009: 14), terdapat 3 dimensi kinerja antara lain : 1.Dimensi atribut individu (Kemampuan, Keahlian, Latar belakang) 2.Dimensi upaya kerja (Persepsi, Attitude, Personality, Pembelajaran, Motivasi)
22 3.Dimensi dukungan organisasi (Sumber daya, Kepemimpinan, Penghargaan, Struktur organisasi)
2.5 Kerangka Pemikiran
Motivasi Kerja
Kepuasan Kerja
Kinerja Karyawan
(X)
(Y)
(Z)
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran 2.6 Hipotesis Berdasarkan permasalahan yang ada pada bab 1 dan kerangka pemikiran tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : Untuk T-1 Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Motivasi Keja terhadap Kepuasan Kerja pada PT. Bank Mandiri Tbk. Divisi Corporate Banking Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Motivasi Kerja terhadap Kepuasan Kerja pada PT. Bank Mandiri Tbk. Divisi Corporate Banking Untuk T-2 Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Bank Mandiri Tbk. Divisi Corporate Banking Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Bank Mandiri Tbk. Divisi Corporate Banking Untuk T-3
23 Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Bank Mandiri Tbk. Divisi Corporate Banking Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Bank Mandiri Tbk. Divisi Corporate Banking Untuk T-4 Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Motivasi Kerja terhadap Kepuasan Kerja serta dampaknya pada Kinerja Karyawan PT. Bank Mandiri Tbk. Divisi Corporate Banking Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Motivasi Kerja terhadap Kepuasan Kerja serta dampaknya pada Kinerja Karyawan PT. Bank Mandiri Tbk. Divisi Corporate Banking
24