BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh mengkonsumsi babi guling terhadap penuaan pembuluh darah. Daging babi dapat mempercepat proses penuaan tersebut sedangkan bumbu dapat menghambatnya. Terjadinya penuaan diukur dari akibat dari penuaan pembuluh darah yaitu aterosklerosis yang diukur dari pembentukan sel busa yang menjadi cikal bakal terbentuknya plak aterosklerosis. Untuk mengetahui apakah penuaan dini tersebut berkaitan dengan tingginya radikal bebas oleh karena konsumsi lemak dan daging babi yang terus menerus, ukuran antara yang dipakai untuk mengukur proses penuaan pembuluh darah dalam penelitian ini adalah perubahan kadar F2-isoprostan. Perubahan ini merupakan tanda dari peroksidasi lemak akibat adanya Reactive Oxigen Species (ROS), yang dapat merusak sel endotil sehingga lemak teroksidasi masuk ke lapisan intima pembuluh darah. Disamping itu apakah tingginya konsumsi lemak dan daging babi yang terus menerus disini dapat menimbulkan reaksi inflamasi yang selanjutnya menunjang terjadinya plak aterosklerosis melalui kerusakan endotil, dilakukan pengukuran terhadap cytokine proinflamasi yaitu IL-6. Bumbu disebutkan dapat berfungsi sebagai antioksidan dan antiinflamasi. Dalam penelitian ini pengaruh mengkonsumsi bumbu akan dilihat dari kadar perubahan aktivitas antioksidan total di dalam serum. Disamping itu, untuk mengetahui
64
65
apakah bumbu juga dapat meningkatkan kadar antioksidan primer yang diproduksi oleh tubuh maka dalam penelitian ini diukur juga kadar GSH di dalam serum. Konsep pikir dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut
BABI GULING
Daging + lemak dikonsumsi tanpa
bumbu
Total anti-oksidan ↓ GSH ↓ F2 isoprostan ↑ IL-6 ↑
Pembentukan sel busa +++
Daging + lemak dikonsumsi dengan bumbu
Total anti-oksidan ↑ GSH ↑ F2 isoprostan ↓ IL-6↓
Pembentukan sel busa -/+
Gambar 3.1: Kerangka Konsep Penelitian
Makanan yang diangkat adalah bé (babi) guling yang berupa daging babi dan lemaknya yang dicampur dengan bumbunya, dan sebagai pembanding adalah babi guling yang dikonsumsi tanpa dengan bumbunya. Bumbu bé guling terdiri dari campuran berbagai bahan yang beraneka ragam yang secara teoritis,
66
mengandung antioksidan seperti terpene yang merupakan induk caroten, vitamin C, Vitamin E, phenol yang berasal dari polyphenol dan flavonoid. Kesemua kandungan di atas dapat dikatakan bersifat ateroprotektif karena kemampuannya sebagai antioksidan dan antiflamasi. Beberapa flavonoid yang sudah dikenal dan tampaknya menonjol di makanan bali antara lain quercetin, yang berasal dari umbi-umbian seperti bawang merah dan bawang putih, kunyit dan lain sebagainya, begitu juga polyphenol 1´-acetoxycavichol acetate dan catechin yang berasal dari lengkuas. Jadi variabel interfensi yang dilihat adalah bumbu babi guling yang terdiri dari campuran berbagai bahan di atas, dimasukkan ke dalam perut babi, dijahit dan kemudian dipanggang di atas bara api. Setelah matang, kesemua bumbu yang di dalam perut kemudian dikeluarkan, dibuat
ekstrak bumbu dengan
melarutkannya dalam etanol kemudian disaring, dievaporasi sehingga diperoleh ekstrak kentalnya. Daging babi dan lemaknya dicampur, digiling untuk dibuatkan pellet dan diberikan dalam keadaan segar kepada hewan coba. Jumlah porsi babi guling yang diberikan kepada tikus dibuat sama, yaitu disesuaikan dengan porsi tikus (30 gram) perharinya. Pemberian bumbu diberikan secara paksa (force feeding) dengan menggunakan dosis yang dihitung berdasarkan berat badan dan konsentrasi. Sedangkan variabel tergantung yang ingin dilihat adalah munculnya sel busa yang menjadi tanda awal munculnya fatty streak dan berlanjut kepada aterosklerosis.
Untuk melihat proses kerusakan endotel akibat terjadinya
67
peroksidasi lemak dan proses inflamasi kronis, dilihat konsentrasi F2-isoprostan dan IL-6 di dalam darah dan ekspresinya di dinding pembuluh darah. Penghambatan proses kerusakan endotel oleh antioksidan yang berasal dari makanan ataupun berasal dari respon tubuh, diukur dari aktivitas antioksidan total dan kadar
GSH di dalam darah.
Pengamatan dilakukan pada awal
percobaan, pada minggu III untuk melihat fase akut, minggu ke XII untuk melihat mulai terbentuknya sel busa, dan pada akhir percobaan yaitu pada minggu XX dimana diharapkan plak aterosklerosis sudah terbentuk.
3.2 Hipotesis: Hipotesis utama yang akan dibuktikan adalah 1. Konsentrasi F2 isoprostan pada darah tikus Wistar yang mengkonsumsi babi guling dengan bumbu, lebih rendah dibandingkan dengan yang mengkonsumsi babi guling diolah tanpa bumbu. 2. Kadar IL-6 pada darah tikus Wistar yang mengkonsumsi babi guling dengan bumbu, lebih rendah dibandingkan dengan yang mengkonsumsi babi guling diolah tanpa bumbu 3. Aktifitas antioksidan total pada darah tikus Wistar yang mengkonsumsi babi guling dengan bumbu, lebih tinggi dibandingkan dengan yang mengkonsumsi babi guling diolah tanpa bumbu.
68
4. Kadar GSH pada darah tikus Wistar yang mengkonsumsi babi guling dengan bumbu, lebih tinggi dibandingkan dengan yang mengkonsumsi babi guling diolah tanpa bumbu 5. Jumlah sel busa pada dinding pembuluh darah tikus Wistar yang mengkonsumsi babi guling dengan bumbu, lebih rendah dibandingkan dengan yang mengkonsumsi babi guling diolah tanpa bumbu Untuk memperjelas bagaimana kerusakan endotel di dinding pembuluh darah akibat raddikal bebas yang ditunjukkan oleh tingginya kadar F2 isoprostan dan inflamasi yang ditunjukkan oleh kadar IL-6, ekspresi dari kedua substrat tersebut juga dilihat. Sehingga hypothesis tambahannya adalah 1. Ekspresi F2 isoprostane pada pembuluh darah tikus Wistar yang mengkonsumsi babi guling dengan bumbu, lebih rendah dibandingkan dengan yang mengkonsumsi babi guling diolah tanpa bumbu. 2. Ekspresi IL-6 pada dinding pembuluh darah tikus Wistar yang mengkonsumsi babi guling dengan bumbu, lebih rendah dibandingkan dengan yang mengkonsumsi babi guling diolah tanpa bumbu.
69
BAB IV METODE PENELITIAN
Untuk menjawab permasalahan di atas, penelitian ini akan menggunakan rancangan eksperimental yang bertujuan untuk mengetahui dampak dari mengkonsumsi bumbu yang dicampur dengan daging terhadap penuaan pembuluh darah. 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian adalah penelitian eksperimental dengan rancangan pre-post test with control design, dilaksanakan di laboratorium yaitu Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya dan Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas dan Kedokteran Pecegahan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, dengan menggunakan percobaan binatang. Penelitian dilakukan selama 14 bulan dengan rincian 12 minggu melakukan penelitian pendahuluan, 20 minggu untuk pelaksanaan perlakuan, 12 minggu untuk mengumpulkan data, 12 minggu untuk mengolah data dan membuat laporan. 4.2 Rancangan Penelitian Eksperimentasi ini menggunakan tikus jenis Wistar (Rattus Novergicus Wistar Race) untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari asupan berbagai makanan di bawah ini terhadap munculnya sel busa yang merupakan akibat dari penuaan pembuluh darah. Sebagai faktor risiko dari aterosklerosis, dipelajari juga
70
kadar antioksidan total, GSH (glutation), F2 isoprostan, dan IL-6. Jenis makanan tersebut adalah: -
Campuran lemak, daging dari babi guling yang dikonsumsi tanpa bumbu
-
Campuran lemak, daging dari babi guling yang dikonsumsi dengan bumbunya. PI PII
S PIII PIV
SS
PV PVI OI
O II
Gambar 4.1: Rencana Kerja Perlakuan Keterangan: S : Sampel SS : Subsampel (0) PI : Perlakuan dengan memberikan makanan aterogenik PII : Perlakuan daging babi plus bumbu dosis maksimum PIII : Perlakukan daging babi plus bumbu dosis optimum PIV : Perlakuan daging babi plus bumbu dosis minimum PV : Perlakuan dengan daging babi saja tanpa bumbu PVI : Perlakuan dengan makanan asli tikus OI : Perlakuan selama 3 minggu O II : Perlakuan selama 12 minggu O III : Perlakuan selama 20 minggu
O III
71
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan melakukan pre-post test with control design. Tikus dengan umur, jenis kelamin yang sama dan berat badan yang relatif sama dipisahkan secara random menjadi 6 (enam) kelompok perlakuan. Setiap kelompok perlakuan akan diberikan makanan yang berbeda-beda, yaitu Perlakuan I mendapatkan diet makanan yang bersifat aterogenik yang mana kemampuan aterogenitasnya sudah diketahui (Muliartha & Mulyohadi, 2002), Perlakuan II mendapatkan diet makanan babi guling yang diolah dengan bumbu, perlakuan III mendapatkan diet makanan babi guling yang diberikan tanpa bumbu, dan perlakuan IV yang hanya mendapatkan makanan asli tikus (Muliartha & Mulyohadi, 2002). Bumbu diberikan dalam bentuk 3 dosis yaitu dosis maksimal, dosis optimal dan dosis minimal dan pemberiannya disesuaikan dengan berat badan tikus. Jumlah makanan yang diberikan disesuaikan dengan porsi makanan tikus dalam bentuk makanan segar (pelet segar) dengan berat masing-masing 30 gram. Evaluasi awal (pretest) dilakukan pada separate sample sebelum dilakukan intervesi dan selanjutnya post test dilakukan pada minggu III, XII dan XX. 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitian untuk rancangan eksperimental adalah tikus tipe kolesterol sensitif yaitu jenis Rattus Novergicus Wistar Race. Jumlah tikus yang dipakai sebagai sampel dihitung berdasarkan rumus yang diambil dari Metode Perancangan Percobaan oleh Ir. Vincent Gaspersz, sebagai berikut:
(t - 1) (n – 1) > 15
72
t = jumlah perlakuan n = jumlah ulangan Dengan rumus di atas dan dengan perlakuan sebanyak 6 (enam) jenis perlakuan, maka jumlah ulangan yang diperlukan minimal adalah 4 (empat) kali. Bila setiap kali ulangan diwakili oleh satu sekor tikus maka jumlah tikus yang diperlukan minimal 4 (empat) ekor di setiap kelompok perlakuan. 4.3.1 Kriteria Inklusi Untuk menjaga homogenitas sampel maka diberlakukan kriteria inklusi sebagai berikut:
Umur pada waktu pemilihan berada pada kisaran: 4-5 minggu,
Jenis kelamin jantan,
Berat berada pada kisaran : 80 – 120 gram
Hanya tikus yang sehat
4.3.2 Kriteria eksklusi Untuk kriteria eksklusi adalah bila tikus itu menderita cacat bawaan akan diekslusi dari penitian ini 4.3.3 Drop Out Tikus yang mati selama percobaan di drop out dan dicarikan penggantinya (substitusi), dengan kriteria yang sama dengan kriteria inklusi. Dari 100 tikus yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak tereleminasi kemudian dipilih secara acak sederhana, untuk mendapatkan tikus-tikus yang akan
73
memperoleh kelompok perlakuan. Dan setiap kelompok perlakuan diwakili oleh 4 tikus sehat. 4.4 Variable Penelitian 4.4.1 Identifikasi dan Klasifikasi Variabel Penelitian Variabel yang diukur adalah untuk rancangan eksperimental, diagramnya ada di gambar 4.2 1. Variabel bebas
: yaitu
daging
babi
guling
yang
bersifat
aterogenik sehingga dapat meningkatkan Radikal Bebas dan Inflamasi. 2. Variabel interfensi
:
adalah
bumbu
babi
guling
yang
dapat
meningkatkan aktivitas antioksidan total termasuk antioksidan primer atau
interna. Bumbu ini
terbagi dalam tiga dosis yaitu dosis maksimum, dosisi optimum dan dosis minimum. 3. Variabel tergantung : terbentuknya sel busa aterosklerosis
pada
sampai dengan plak dinding
pembuluh
darah tikus Wistar oleh karena tingginya radikal bebas dan proses inflamasi 4. Variabel antara
: kadar F2 isoprostan yang mengukur tingginya Radikal Bebas dan IL-6 yang mengukur proses inflamasi; Aktivitas Antioksidan total dan kadar
74
GSH
yang dapat menekan munculnya Radikal
bebas dan proses inflamasi.
V. bebas
V. antara
V. tergantung
Daging dan Lemak Babi Guling
F2 isoprostan IL-6
SEL BUSA
Antioksidan total dan GSH
Bumbu
V. perlakuan Gambar 4.2: Gambar Hubungan antar Variabel
4.4.2 Definisi Operasional Variabel Untuk keseragaman penelitian maka variabel penelitian
didefinisikan
seperti di bawah ini : 1. Babi guling: Babi guling yang diolah secara tradisional. Anak babi jenis landrace yang telah dibunuh, dibersihkan dan isi perutnya dikeluarkan. Babi kemudian dipanggang secara utuh sambil terus diolesi dengan minyak dan kunyit sampai dianggap matang. Dalam penyajiannya semua daging dan lemak disatukan, dicampur merata, dihaluskan dan kemudian dibuat pelet dengan berat
75
masing-masing 30 gram. Dan disimpan di dalam Freezer sampai waktunya diberikan secara segar kepada hewan coba (Lampiran 11, gambar 2.1 sd 3.2). 2. Makanan aterogenik: adalah makanan tikus yang sudah diketahui dapat menimbulkan plak aterosklerosis pada tikus, yaitu yang terdiri dari: 2% kolesterol, 0.2% asam kolat (Cholic acid), dan 10% minyak babi (Muliartha & Mulyohadi 2002, Arjuna R., 2008) 3. Makanan tikus: adalah makanan untuk tikus Wistar yang sebetulnya dipakai untuk makanan ayam yaitu jenis Confeed PARS (Muliartha, 2006, Arjuna R., 2008). 4. Bumbu babi guling : adalah bumbu khas untuk makanan olahan tradisional bali yang digunakan untuk membuat babi guling yang berisi tiga komponen campuran bahan yaitu base genep, base penyanggluh dan base panglemes. Komposisi bumbu disesuaikan berdasarkan bumbu yang umum digunakan untuk babi guling. Bumbu kemudian dipanaskan dalam perut babi sehingga matang, diekstrak kemudian dilarutkan untuk mendapatkan dosis yang diperlukan sebelum diberikan secara paksa kepada hewan coba. Pemberian diberikan berdasarkan dosis yaitu dosis maksimum, dosis optimum dan dosis minimum. Bahan dan cara pembuatan bumbu dapat dilihat di lampiran 9 dan lampiran 11, gambar 1.1 sd 1.3).
76
4.1. Bumbu Dosis maksimum (PII): adalah jumlah mililiter bumbu yang di sondekan ke dalam lambung tikus untuk mendapatkan dosis 100% test DPPH, yang diperoleh dari perhitungan. Dosis ditentukan per 100 gram berat tikus (lihat lampiran 10 menentukan dosis). 4.2. Bumbu Dosis optimum (PIII): adalah jumlah mililiter bumbu yang di sondekan ke dalam lambung tikus untuk mendapatkan dosis 75% test DPPH, yang diperoleh dari perhitungan. Dosis ditentukan per 100 gram berat tikus (lihat lampiran 10 menentukan dosis). 4.3. Bumbu Dosis minimum (PIV): adalah jumlah mililiter bumbu yang di sondekan ke dalam lambung tikus untuk mendapatkan dosis 50% test DPPH, yang diperoleh dari perhitungan. Dosis ditentukan per 100 gram berat tikus (lihat lampiran 10 menentukan dosis). 5. Aktivitas total anti-oksidan: adalah Aktivitas anti-oksidan total dalam darah tikus yang diukur pada awal pelaksanaan, pada minggu III, minggu XII dan XX dengan menggunakan tehnik pengujian dengan ELISA untuk kadarnya dalam plasma. Kadar dinyatakan dalam bentuk angka kuantitatif (Cayman Chemical, 2009). 6. Kadar GSH: adalah kadar GSH dalam darah tikus yang diukur pada awal pelaksanaan, pada minggu III, XII dan XX. Untuk mengukur kadar dalam plasma digunakan reagen Cayman Chemical GSH assay kit. Kadar dinyatakan dalam bentuk angka kuantitatif (Biovision, 2009).
77
7. Kadar F2-isoprostan: adalah kadar F2-isoprostan dalam darah tikus yang diukur pada awal pelaksanaan, pada minggu III, XII dan XX. Untuk mengukur kadar, digunakan enzym immunoassay kit (Cayman) untuk 8-iso-PGF2α. Kadar ditentukan dengan metode ELISA dan dinyatakan dalam bentuk angka kuantitatif (Morrow etal., 1995; Cell Biolabs, 2009). 8. Ekspresi F2-isoprostan : adalah jumlah sel endotel yang terekspresi terhadap F2-isoprostan pada awal dengan pengecatan immunohistokimia, minggu III, XII dan pada minggu ke XX. Pembacaan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 200, 400, 900 kali. Penghitungan dilakukan dengan semikuantitatif yaitu dengan menghitung sel endotel yang terekspresi pada lapangan pandang (Muliartha, 2002, Praticò D. etal., 1997, Ika Fikriah, 2007). 9. Kadar IL-6: adalah aktivitas IL-6 dalam darah tikus yang diukur pada awal pelaksanaan, pada minggu III, XII dan XX dengan menggunakan tehnik elisa untuk kadarnya
dalam plasma. Kadar dinyatakan
dalam bentuk angka kuantitatif (Bender MedSystem, 2009). 10. Ekspresi IL-6: adalah ekspresi sel endotel yang tercat dengan pengecatan imunohistokimia untuk ekspresi IL-6. Pengukuran dilakukan pada awal pelaksanaan, minggu III, XII dan XX. Pembacaan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 200, 400, 900 kali. Penghitungan dilakukan dengan semikuantitatif
yaitu dengan
78
menjumlahkan sel endotel yang terekspresi pada lapangan pandang (Terebuh P.D. etal., 1992; Muliartha, 2002). 11. Sel busa: adalah sel yang berbentuk seperti busa, yang merupakan hasil dari makrofag yang memakan LDL yang teroksidasi, dilihat di bawah mikroskop dengan pewarnaan Oil Red O akan berwarna merah.Yang dihitung adalah jumlah sel busa yang ada di cell endotel perlapangan pandang pada pembesaran 100 kali. Sampel diambil dari potongan melintang dinding pembuluh darah aorta yang telah beku dengan alat microtome (Cryo-Cut) setipis 3-5 mikron dan telah diperlakukan untuk pewarnaan Oil Red O ( Schieffer B. etal., 2004; Ika Fikriah, 2007).
4.5. Bahan dan Alat Penelitian 4.5.1 Bahan penelitian Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini berbentuk Kit, dan macammacam Kit tersebut adalah: 1. Kit untuk memeriksa aktivitas Antioksidan total dalam darah 2. Kit untuk memeriksa aktivitas GSH 3. Kit untuk memeriksa aktivitas F2-isoprostan 4. Kit untuk memeriksa ekspresi F2-isoprostan 5. Kit untuk memeriksa aktivitas IL-6 6. Kit untuk memeriksa ekspresi IL-6 7. Parafin, Oil Red O dan Haematoxylin Eosin untuk pemeriksaan Sel busa
79
4.5.2. Alat penelitian Alat-alat yang dibutuhkan antara lain 1. Obyek glass 2. Alat vortex 3. Test tube 4. Microscoop 4.6 Protokol Penelitian Pada penelitian eksperimen, persiapan meliputi pencarian tikus percobaan, menghubungi laboratorium pelaksana dan mempersiapkan metode memelihara binatang coba, tehnik pengambilan darah dan metode pengiriman sampel khususnya sampel makanan dan sampel darah ke laboratorium. 4.6.1 Pemeliharaan Binatang Coba (Tikus Wistar) Alur pelaksanaan eksperimen dari awal hingga akhir dapat dilihat pada gambar 4.3. Pada awal penelitian, sebelum dilakukan eksperimen, tikus yang termasuk dalam kriteria inklusi dipilih secara acak sederhana untuk dijadikan sampel. Dari 100 ekor tikus yang memenuhi syarat, akan dipilih masing-masing 24 (dua puluh empat) ekor untuk penelitian 3, 12 dan 20 minggu dan 4 (empat) ekor tambahan untuk memperoleh data awal (separate sampel). Untuk mendapatkan waktu pembedahan yang bersamaan maka waktu pemilihan tikus dibuat berbeda, yang pertama dipilih yang akan dipelihara selama 20 minggu, kemudian 12 minggu dan yang terkahir dipilih yang akan dipelihara selama 3 minggu. Tikus-tikus kemudian dipisahkan menjadi 6 kelompok
80
perlakuan,
setiap tikus akan diberi tanda sesuai dengan kelompoknya dan
ditempatkan pada kandang yang telah dilengkapi dengan tempat pemberian makan dan minum dan sekam untuk tidur. Setiap 2 ekor tikus ditempatkan dalam satu kandang. Pemberian makan dilakukan secara ad libutum dimana makanan tikus disiapkan sebanyak 30 gram perhari dan tikus dapat makan dan minum sesuai dengan kemauannya. Sisa makanan dan minuman diukur setiap hari sebelum diberikan makanan dan minum yang baru. Selanjutnya dilakukan adaptasi untuk tikus dapat mengkonsumsi makanan yang harus dikonsumsinya (Lampiran 11, gambar 3.3 sd 4.6). Antioksidan, GSH, F2 isoprostan, IL-6, Sel busa
TIKUS COBA B guling - bumbu B guling + bumbu TIKUS COBA Minggu III
Antioksidan, GSH, F2 isoprostan, IL-6, Sel busa
B guling - bumbu B guling, bumbu +
TIKUS COBA Minggu XII
Antioksidan, GSH, F2 isoprostan, IL-6, Sel busa
B guling bumbu B guling, bumbu +
TIKUS COBA Minggu XX
Antioksidan, GSH, F2 isoprostan, IL-6, Sel busa
Gambar 4.3: Rencana Alur Kerja Penelitian
81
Untuk data awal, 4 ekor tikus (separate sample) dengan berat dan usia yang sama dengan usia tikus waktu pemilihan sebelum dipelihara diambil darahnya untuk memperoleh data awal (normal) tentang kadar IL-6, kadar F2isoprostan, aktifitas anti-oksidan total dan GSH; dan pembuluh darahnya untuk mendapatkan data tentang jumlah sel busa, ekspresi IL-6, ekspresi F2-isoprostan. Selanjutnya, di tiap kelompok perlakuan, untuk mendapatkan 4 (empat) kali ulangan, masing-masing kelompok terdiri dari 4 (empat) ekor tikus. Pada masa eksperimen, semua tikus mendapat makanan sesuai dengan kelompok perlakuannya masing-masing, yaitu babi guling tanpa bumbu, babi guling plus bumbu, makanan aterogenik tikus dan makanan tikus asli. Pemberian makan akan dilakukan setiap hari dengan jumlah 30 gram dan bila ada sisa pada keesokan harinya, maka sisa akan ditimbang sebelum diberikan makanan yang baru, sehingga dapat diketahui dengan pasti berapa jumlah makanan yang dikonsumsi. Selama masa eksperimen, tikus percobaan dipelihara oleh petugas khusus pemelihara tikus (lihat lampiran 8) yang bertugas memelihara dan mengawasi kesehatan tikus, memberi makan dan menyonde. Selama waktu ini tidak ditemukan tikus yang sakit, tetapi ditemukan seekor tikus mati di awal penelitian dan sudah disubstitusi dengan tikus yang sejenis dan dapat dikatakan sama.
4.6.2 Pengambilan Darah dan Pembuluh Darah Pada minggu ke III, XII dan XX dilakukan pemeriksaan aktivitas total antioksidan, GSH, kadar F2-isoprostan dan kadar IL-6 dalam serum darah dan
82
jumlah sel busa di dinding pembuluh darah. Untuk ini, darah diambil seluruhnya dari jantung tikus yang teranastesi. Disamping itu pembuluh darah aorta dan arteri carotis diambil untuk memeriksa jumlah sel busa yang terbentuk dengan metode Oil Red O, dan pewarnaan imunohistokimia untuk ekspresi dari F2-isoprostan dan IL-6 . 4.6.3 Menghitung Jumlah Sel Busa Setelah pembuluh darah dibuatkan dalam slide preparat dengan ketebalan 3 mikron dan dicat dengan Oil Red O (cara dapat dilihat dalam lampiran 6) dilakukan pemeriksaan di bawah mikroskop dengan pembesaran 100, 400 dan 900 kali. Dengan pembesaran 100 dapat dihitung jumlah sel busa secara umum di sekeliling penampang melintang pembuluh darah dan zona-zona yang akan menjadi tempat lokasi penghitungan. Keliling pembuluh darah kemudian dibagi menjadi 8 (delapan) zona seperti arah jarum jam yaitu daerah jam 12.00, 13.30, 15.00, 16.30, 18.00, 19.30, 21.00 dan 22.30 secara membuta (Ariana Y., 2006, Ika Fikriah, 2007).
Dengan pembesaran 400 penghitungan dilakukan di tiap
bagian zona potongan melintang tersebut. Yang dihitung adalah sel busa yang sudah bermigrasi ke endotel (LDL yang terokisdasi) yang berbentuk bulatan berwarna merah sampai dengan sel busa yang sudah membentuk fatty streak. Jumlah Sel busa di tiap bagian kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan jumlah sel busa di sekeliling potongan melintang tersebut. Bila dalam satu slide ada lebih dari satu pembuluh darah, dengan cara yang sama, sel busa dihitung di setiap pembuluh darah. Jumlahnya di masing-masing pembuluh darah dijumlahkan
83
untuk kemudian diambil rata-ratanya. Pembesaran 900 kali hanya dilakukan untuk memastikan apakah itu sel busa atau bagian lemak yang lain. 4.6.4 Menghitung Ekspresi F2-isoprostan Setelah dibuatkan slide dengan ketebalan 3 mikron dan dilakukan pengencatan dengan menggunakan Pengecaan untuk F2-isoptostan, sel yang terekspresi bervariasi dari berwarna coklat tua sampai dengan dinding selnya rusak dan F2 isoprostan terpancar keluar. Yang dihitung adalah jumlah sel endotel yang terekspresi di lingkaran melintang pembuluh darah. Cara penghitungan dengan menggunakan metode seperti menghitung sel busa, yaitu keliling pembuluh darah kemudian dibagi menjadi 8 (delapan) zona seperti arah jarum jam yaitu daerah jam 12.00, 13.30, 15.00, 16.30, 18.00, 19.30, 21.00 dan 22.30. Dengan pembesaran 400 penghitungan dilakukan di tiap bagian zona potongan melintang tersebut.
4.6.5 Menghitung Ekspresi IL-6 di Dinding Pembuluh Darah Setelah dibuatkan slide dengan ketebalan 3 mikron dan dilakukan pengencatan dengan menggunakan Pengecaan untuk IL-6, sel yang terekspresi bervariasi dari berwarna coklat tua sampai dengan dinding selnya rusak dan IL-6 nya terpancar keluar. Yang dihitung adalah jumlah sel endotel yang terekspresi di lingkarang melintang pembuluh darah. Cara penghitungan dengan menggunakan metode seperti menghitung sel busa. 4.7 Analisis Data Dalam penelitian ini data yang diperoleh dianalisis seperti di bawah ini
84
4.7.1 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif untuk mengetahui simpang baku, rerata dan median kadar total anti-oksidan, GSH, F2-isoprstan, IL-6, jumlah sel busa, pada semua perlakuan binatang coba maupun di setiap kelompok perlakuan (ulangannya). Analisis perkembangan rerata variabel pada minggu III sampai dengan XX disajikan dalam bentuk grafik. 4.7.2 Uji Normalitas Normalitas disribusi data anti-oksidan, GSH, F2-isoprstan, IL-6 dan jumlah sel busa, diuji dengan uji Saphiro Wilk dengan tingkatn kemaknaan (α < 0,05), dimana distribusi data akan dianggap normal bila p > 0,05 4.7.3 Analisis Inferensial Analisis inferensial dilakukan untuk menguji perbedaan kemaknaan rerata kadar anti-oksidan total, GSH, F2-isoprostan, IL-6 dan jumlah sel busa pada awal, minggu III, XII dan XX dari antara kelompok perlakuan dan perubahan rerata kadar antioksidan total, GSH, F2-isoprostan, IL-6 dan jumlah sel busa di setiap perlakuan pada minggu-minggu perlakuan yang berbeda. Pada data yang terdistribusi normal, dilakukan uji statistik komparasi dengan One way ANOVA dengan tingkat kemaknaan (α < 0.05), sedangkan data yang tidak terdistribusi normal dilakukan uji statistik non parametrik dengan Kruskal Wallis. Hipotesis statistik akan dinyatakan sebagai berikut: H0 : µ1 = µ2 = µ3 = µ4 = µ5 = µ6 Ha : paling tidak ada kelompok yang berbeda
85
POST HOC test Uji Post Hoc (LSD atau Temhane’s T2) dilakukan pada uji ANOVA yang terbukti signifikan, untuk mengetahui kelompok yang berbeda dengan hipotesis statistik 1. Membandingkan kelompok perlakuan makanan asli tikus (PVI) dengan perlakuan makanan babi guling yang diolah dengan bumbu dosis maksimum (PII) H0 : µ2 = µ6 Ha : µ2 ≠ µ6 Bumbu dosis optimum (PIII) H0 : µ3 = µ6 Ha : µ3 ≠ µ6 Bumbu dosis minimum (PIV) H0 : µ4 = µ6 Ha : µ4 ≠ µ6 2. Membandingkan antara kelompok babi guling yang diolah tanpa bumbu (PV) dengan kelompok perlakuan makanan asli tikus (PVI) H0 : µ5 = µ6 Ha : µ5 ≠ µ6 3. Membandingkan antara kelompok yang mendapatkan makanan asli tikus (PVI) dengan kelompok yang memperoleh makanan yang bersifat aterogenik (PI)
86
H0 : µ1 = µ6 Ha : µ1 ≠ µ6 4. Membandingkan antara kelompok yang memperoleh makanan yang diberi bumbu (PII-PIV) dengan yang memperoleh makanan aterogenik (PI) Bumbu dosis maksimum (PII) H0 : µ2 = µ1 Ha : µ2 ≠ µ1 Bumbu dosis optimum (PIII) H0 : µ3 = µ1 Ha : µ3 ≠ µ1 Bumbu dosis minimum (PIV) H0 : µ3 = µ1 Ha : µ3 ≠ µ1 5. Membandingkan antara kelompok yang memperoleh makanan tanpa bumbu (PV) dengan yang memperoleh makanan aterogenik (PI) H0 : µ5 = µ1 Ha : µ5 ≠ µ1 6. Membandingkan antara kelompok yang memperoleh makanan yang diolah tanpa bumbu (PV) dengan yang memperoleh makanan diolah dengan bumbu (PII-PIV) Bumbu dosis maksimum (PII) H0 : µ5 = µ2 Ha : µ5 ≠ µ2
87
Bumbu dosis optimum (PIII) H0 : µ5 = µ3 Ha : µ5 ≠ µ3 Bumbu dosis minimum (PIV) H0 : µ5 = µ4 Ha : µ5 ≠ µ4 Korelasi antara kadar kemaknaan rerata kadar anti-oksidan total, GSH termasuk rasio GSH:GSSG, F2- isoprostan, IL-6, dan jumlah sel busa yang terbentuk akan dilakukan dengan -
Uji Pearson bila persyaratan korelasi dipenuhi
-
Uji korelasi Spearman bila data tidak memenuhi persyaratan.
Hipotesis statistik akan dinyatakan sebagai berikut H0 : ρ = 0 Ha : ρ ≠ 0 Perbedaan semua variabel penelitian antara pengukuran
minggu III dengan
minggu XX pada masing-masing perlakuan akan diuji dengan uji T-pair dengan tingkat kemaknaan (α < 0,05) dan hipotesis statistik adalah sebagai berikut H0 : µIII = µXX Ha : µIII ≠ µXX