87
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Kerangka berpikir dan proses penelitian dimulai dari kondisi masyarakat di sekitar hutan yang masih rendah tingkat keberdayaannya sedangkan tingkat ketergantungan mereka terhadap sumberdaya hutan untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya merupakan hal yang tidak bisa dihindarkan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat di sekitar hutan pada saat ini masih berada dalam kondisi kemiskinan, tingkat kesejahteraan yang rendah, kemampuan atau posisi tawar dengan pihak luar masih rendah,
peranan sebagai inisiator
aktivitas ekonomi untuk kesejahteraan anggotanya masih lemah, kemampuan memenuhi kebutuhan pokok dan kesadaran terhadap pentingnya fungsi pelestarian sumberdaya hutan masih rendah, atau dengan kata lain masih rendahnya tingkat keberdayaannya (Saragih & Sunito, 1994; Santosa, 2004; Pardosi, 2005; Awang, 2005; Sidu, 2006 ). Program pembangunan kehutanan pada masa lalu lebih berorientasi kepada ekonomi dari hasil hutan terutama kayu. Akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan sangat terbatas. Adanya suatu program pembangunan kehutanan yang dilandasi konsep kehutanan masyarakat berarti membuka akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan. Pengelolaan hutan produksi dan hutan lindung di P. Jawa berada di bawah Perum Perhutani yang telah meluncurkan program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Pengelolaan hutan bersama masyarakat tersebut dilakukan dengan kerjasama antara pihak Perhutani yang diwakili oleh Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan (KKPH) dengan kelompok-kelompok masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan, yang bisa berbentuk Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). LMDH ini merupakan asosiasi kelompokkelompok tani hutan yang anggotanya adalah masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Kondisi tersebut dalam penelitian ini akan diteropong dari perspektif teori pemberdayaan dan teori kelompok. Hal ini sejalan dengan pendapat Lin (2004), yang menyatakan bahwa pendekatan pember-ayaan masyarakat lokal (dalam konteks kehutanan masyarakat) harus secara tepat mencari sasaran kelompok-
88
kelompok dalam komunitas pedesaan yang secara sosial dan ekonomi termarginalkan.
Oleh
karena
itu
pemberdayaan
yang
dilakukan
harus
mempertimbangkan dinamika kelompok tani yang akhirnya bisa mencapai tujuan yang diharapkan yaitu tingkat keberdayaan masyarakat yang semakin tinggi. Masalah penelitian yaitu sejauhmana dinamika kelompok masyarakat sekitar hutan dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya; sejauhmana tingkat keberdayaan masyarakat sekitar hutan dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keberdayaan masyarakat sekitar hutan; dan sejauhmana tingkat keberdayaan masyarakat sekitar hutan berpengaruh terhadap tingkat partisipasi mereka dalam melakukan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan. Masalah penelitian tersebut akan dicari jawabannya secara deduktif dan induktif. Penyusunan kerangka berpikir penelitian secara deduktif didasarkan pada teori tentang pemberdayaan (empowerment), teori kelompok, teori kepemimpinan, teori motivasi dan kebutuhan, dan teori social forestry atau kehutanan masyarakat serta teori partisipasi. Kajian secara induktif dilakukan dengan pengumpulan dan pengolahan data-data yang diperoleh dari pengukuran secara empirik untuk menguji model deduktif (model hipotetik) yang telah disusun. Pengukuran secara empirik dilakukan terhadap responden masyarakat sekitar hutan sebagai data pokok melalui metode survey dengan kuesioner. Selanjutnya dilakukan analisis data secara deskriptif dan inferensial untuk menyusun model pemberdayaan masyarakat sekitar hutan. Model yang telah melalui respesifikasi dan teruji secara statistik digunakan sebagai bahan penyusunan strategi pemberdayaan masyarakat sekitar hutan. Proposisi pertama yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa dinamika kelompok tani hutan yang didukung oleh kepemimpinan kelompok yang efektif dan ditunjang oleh potensi sumberdaya individu petani yang tinggi, proses pemberdayaan yang tepat, peran SDM Pemberdaya yang optimal, dan dukungan lingkungan yang memadai akan meningkatkan keberdayaan petani anggota kelompok tersebut. Proposisi yang kedua yaitu tingkat keberdayaan masyarakat sekitar hutan yang tinggi perlu didukung oleh kelompok tani hutan yang dinamis, proses
89
pemberdayaan yang tepat, potensi sumberdaya individu petani yang tinggi, peran SDM Pemberdaya yang optimal, kepemimpinan kelompok yang efektif dan dukungan lingkungan memadai. Proposisi yang ketiga yaitu bahwa tingkat keberdayaan anggota kelompok akan berpengaruh terhadap tingkat partisipasi anggota kelompok dalam pengelolaan sumberdaya hutan. Dalam hal ini diduga semakin tinggi tingkat keberdayaan anggota kelompok akan semakin tinggi pula tingkat partisipasinya. Penelitian ini menggunakan pendekatan mikro melalui survei terhadap responden individu petani sekitar hutan yang menjadi anggota kelompok tani hutan, di mana kelompok ini tergabung dalam LMDH dan bekerjasama mengelola sumberdaya hutan dengan pihak Perhutani.
Peubah-peubah penelitian diukur
berdasarkan perspektif individu petani sebagai kepala keluarga tani. Sesuai dengan pendapat Cartwright dan Zander (1968), salah satu metode yang bisa digunakan dalam studi tentang dinamika kelompok yaitu mempelajari perilaku individu dalam kelompok. Selanjutnya Teori Lapangan (Field Theory) menekankan bahwa dalam pandangan ilmu psikologi sosial fenomena yang penting adalah terletak pada individu dan bukan pada lingkungan. Apa yang dipersepsikan secara subyektif oleh individu sangat penting menjadi bahan untuk dipelajari. Teori Lapangan mendasarkan kepada lima asumsi yaitu : (1) bahwa fenomena yang dipelajari adalah apa yang dipersepsikan oleh individu terhadap lingkungannya; (2) bahwa seseorang menempati posisi tertentu dalam ruang kehidupannya; (3) bahwa seseorang berorientasi kepada tujuan yang melibatkan perubahan posisi individu terhadap ruang kehidupannya; (4) bahwa individu berperilaku tertentu untuk mencapai tujuannya; dan (5) dalam proses menuju tujuan, individu mungkin menemui kendala yang harus dihadapi dan mungkin bisa mengubah tujuan atau ruang kehidupannya (Lewin, diacu dalam Shepperd 1964). Penelitian berupaya merumuskan model pemberdayaan masyarakat sekitar hutan berdasarkan perspektif ilmu-ilmu perilaku (behavioral sciences) terutama ilmu penyuluhan pembangunan. Model pemberdayaan disusun dengan mengadopsi pendekatan
pembangunan
yang
berpusat
pada
manusia
sebagai
subyek
pembangunan. Menurut Korten (1984) paradigma alternatif pembangunan pasca
90
era industri adalah pembangunan yang berpusat pada manusia (people-centered development) yang dicirikan perlunya pengembangan sumberdaya manusia dan peningkatan kesejahteraan, keadilan serta keberlanjutannya. Alasan pokok yang mendasari paradigma
ini adalah keseimbangan ekologi manusia, ditunjang
sumberdaya utama berupa informasi dan inisiatif kreatif manusia, dengan tujuan bertumbuh-kembangnya sumberdaya manusia (human growth) berupa peningkatan kesadaran akan potensi dirinya. Sehingga manusia seharusnya menjadi subyek yang mampu merumuskan tujuannya, mengontrol sumber-sumberdaya, dan mengelola proses-proses yang mempengaruhi kehidupannya. Paradigma baru ini sejalan dengan semangat UU No. 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang menyatakan bahwa petani hutan sebagai pelaku utama dalam pembangunan kehutanan. UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan juga mengisyaratkan bahwa pengelolaan hutan ke depan harus berorientasi kepada seluruh potensi sumberdaya hutan dan berbasis pada pemberdayaan masyarakat. Hal ini juga mengandung makna bahwa masyarakat harus diposisikan sebagai subyek atau pelaku utama. Pemberdayaan terhadap pelaku utama pembangunan kehutanan menjadi hal yang sangat penting. Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan ke arah tingkat keberdayaan yang tinggi yang berdampak pada tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi, dapat ditumbuhkan melalui proses pemberdayaan yang tepat dan kelompok yang dinamis dengan didukung oleh potensi sumberdaya individu petani yang tinggi, peran SDM Pemberdaya yang optimal, kepemimpinan kelompok yang efektif dan dukungan lingkungan yang memadai. Alur berpikir dalam penelitian ini menggunakan pendekatan sistem yaitu masukan (inputs), proses (process), keluaran (outputs) dan dampak (outcomes) yang diadopsi dari Hikmat (2001), dan Sax (1980) diacu dalam Arikunto (2004). Model pemberdayaan dikembangkan dengan pemikiran apa masukannya, bagaimana proses pemberdayaannya, apa keluarannya, dan bagaimana dampak yang akan dihasilkan. Pemberdayaan diawali dari kondisi petani sekitar hutan yang kurang mempunyai keberdayaan (powerless) namun mereka mempunyai potensi yang bisa dikem-bangkan. Masukan dalam model ini adalah potensi sumberdaya
91
individu yang dimiliki petani, peran SDM Pemberdaya, keefektifan kepemimpinan kelompok, dan dukungan lingkungan. Proses dari model pemberdayaan ini adalah ketepatan proses pemberdayaan yang dilakukan oleh pihak luar (Perum Perhutani) dalam bentuk program PHBM, dan dinamika kelompok tani hutan. Keluaran yang ingin dicapai adalah tingkat keberdayaan petani yang semakin tinggi. Sedangkan dampak jangka pendek yang diharapkan adalah tingkat partisipasi petani yang semakin tinggi dalam melakukan pengelolaan sumberdaya hutan bersama Perhutani. Dampak jangka panjang yang tidak diukur dalam penelitian ini adalah “kesejahteraan masyarakat” yang semakin meningkat dan “kelestarian sumberdaya hutan” yang tetap terjaga. Berdasarkan model tersebut akan bisa disusun strategi pemberdayaan masyarakat sekitar hutan sesuai dengan karakteristik wilayah penelitian. Alur berpikir pemberdayaan masyarakat sekitar hutan disajikan pada Gambar 1. MASUKAN (INPUTS)
PROSES (PROCESS)
Potensi Sumberdaya Individu Petani
Ketepatan Proses Pemberdayaan
Peran SDM Pemberdaya
Dinamika Kelompok
Keefektifan Kepemimpinan Kelompok
KELUARAN (OUTUTS) Tingkat Keberdayaan
DAMPAK (OUTCOMES) Tingkat Partisipasi
Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Hutan Kelestarian Sumberdaya Hutan
Dukungan Lingkungan Petani kurang berdaya (powerless)
Proses pemberdayaan (empowerment)
Petani yang berdaya (powered)
Gambar 1. Alur berpikir penelitian Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan Peubah terikat penelitian yaitu dinamika kelompok, tingkat keberdayaan dan tingkat partisipasi. Peubah bebas yaitu potensi sumberdaya individu, ketepatan proses pemberdayaan, peran SDM Pemberdaya, keefektifan kepemimpinan
92
kelompok dan dukungan lingkungan. Keterkaitan beberapa peubah penelitian beserta indikator-indikatornya ditunjukkan pada Gambar 2. Potensi Sumberdaya Individu Petani (X1) X 1.1 Luas lahan garapan X 1.2 Pengalaman berusahatani X 1.3 Umur X 1.4 Pendapaatan X 1.5 Jumlah tanggungan keluarga X 1.6 Pendidikan formal X 1.7 Pendidikan non formal X 1.8 Motivasi berkelompok X 1.9 Keinovatifan Ketepatan Proses Pemberdayaan ( X2 ) X 2.1 Inisiatif program X 2.2 Penyadaran / sosialisasi X 2.3 Pembentukan lembaga masyarakat X 2.4 Pemanfaatan ruang kelola X 2.5 Penentuan bagi hasil Peran SDM Pemberdaya ( X3 ) X 3.1 Mengembangkan partisipasi petani X 3.2 Pemecahan masalah dan pembelajaran petani X 3.3 Mengorganisasikan petani X 3.4 Membangun jaringan X 3.5 Mencari peluang pasar X 3.6 Membangun komunikasi X 3.7 Kesetaraan status social dg petani
Dinamika Kelompok (Y1) Y 1.1 Tujuan kelompok Y 1.2 Struktur kelompok Y 1.3 Fungsi/tugas kelompok Y 1.4 Pembinaan kelompok Y 1.5 Kekompakan kelompok Y 1.6 Suasana kelompok Y 1.7 Tegangan kelompok Y 1.8 Keefektifan kelompok Y 1.9 Maksud tersembunyi Y 1.10 Perkembangan usaha kelmpok
Tingkat Keberdayaan (Y2) Y 2.1 Kemampuan
interpersonal Y 2.2 Kemampuan interaksional Y 2.3 Kapasitas mengambil tindakan Y 2.4 Kemampuan kolektif Y 2.5 Kemampuan bertahan
Keefektifan Kepemimpinan Kelompok (X4) X 4.1 Peran pemimpin kelompok X 4.2 Perilaku kepemimpinan X 4.3 Gaya kepemimpinan
Tingkat Partisipasi (Y3) Y 3.1 Y 3.2 Y 3.3 Y 3.4
Dukungan Lingkungan ( X5 ) X 5.1 X 5.2 X 5.3 X 5.4 X 5.5 X 5.6 X 5.7 X 5.8 X 5.9
Akses lahan Potensi sumberdaya hutan Ketersediaan saprodi Kemudahan memasarkan hasil Potensi modal sosial Potensi pengembangan usaha Tersedianya alternatif usaha Ketergantungan pada hutan Intervensi lingkungan sosial
Kesejahteraan Masyarakat Sekitar hutan
Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi Pemanfaatan hasil
Kelestarian Sumberdaya Hutan
Gambar 2. Hubungan antar peubah-peubah penelitian Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan melalui Pendekatan Kelompok
93
Ketepatan Proses Pemberdayaan Berdasarkan pernyataan pada proposisi pertama dan kedua ketepatan proses pemberdayaan dipandang sebagai peubah yang penting. Pemberdayaan sebagai suatu proses merupakan berbagai upaya yang dilakukan terhadap individu atau kelompok yang kurang mampu dan kekurangan sumberdaya, dengan melibatkan rasa saling menghargai, kepedulian, partisipasi kelompok, kesetaraan dan mengutamakan pemenuhan kebutuhan masyarakat, agar mereka mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dalam mengakses dan mengontrol sumbersumberdaya sehingga bisa meningkatkan kualitas kehidupannya (Perkins & Zimmerman, 1995; Horvath, 1999; Ashman, 2000; Adi, 2002). Dalam pandangan Ife (2002) beberapa prinsip yang berhubungan dengan proses pembangunan masyarakat yaitu : 1) sesuai dengan harapan masyarakat terhadap keberlanjutan dan keadilan sosial; 2) meningkatkan kesadaran; 3) memaksimalkan partisipasi,; 4) mendorong kerjasama dan konsensus; dan 5) mendorong keterikatan antar warga. Prinsip-prinsip ini sejalan dengan Burkey (2002) yang menyatakan bahwa dalam pembangunan pedesaan yang partisipatif diantaranya perlu memperhatikan : 1) adanya kerjasama yang baik antara individu dalam kelompok dan dengan agen perubahan; 2) berorientasi kepada permasalahan dan kebutuhan masyarakat; 3) sumberdaya perlu dimobilisasi; 4) individu dan kelompok harus memikul tanggungjawab dalam perencanaan, pengelolaan dan evaluasi; dan 5) tindakan kolektif diperlukan untuk menghadapi permasalahan yang tidak bisa dipecahkan individu. Dikaitkan dengan penelitian ini maka masyarakat sekitar hutan yang berada dalam tingkat keberdayaan rendah (kemiskinan, kesejahteraan, kemampuan mengakses sumberdaya hutan, dan lain-lain) perlu memperoleh perlakuan dari pihak luar berupa proses pemberdayaan secara tepat. Ketepatan proses pemberdayaan dimaknai sebagai seberapa jauh langkah-langkah penerapan program pengelolaan hutan bersama masya-rakat (PHBM) sesuai dengan prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat. Beberapa aspek yang dilihat meliputi inisiatif program, proses penyadaran/sosialisasi yang dilakukan terhadap kelompok, pembentukan lembaga masyarakat yang akan bekerjasama dengan Perhutani, pemanfaatan ruang
94
pengelolaan, dan penentuan bagi hasil. Paradigma yang dibangun tentang proses pemberdayaan yang tepat diulas melalui aspek-aspek proses pemberdayaan, gambaran
proses
pemberdayaan
yang
tidak
memberdayakan
dan
yang
memberdayakan sebagaimana dituangkan pada Tabel 3. Tabel 3. Pemikiran tentang Ketepatan Proses Pemberdayaan No
Aspek-aspek
Proses Pemberdayaan yang tidak Memberdayakan
Proses Pemberdayaan yang Memberdayakan
1
Inisiatif program
-Inisiasi dan tujuan program didominasi oleh pihak luar
-Inisiasi program dari sistem sosial masyarakat, dan penetapan tujuan oleh masyarakat difasilitasi pihak luar
2
Penyadaran / sosialisasi
-Materi sosialisasi program seputar aspek pengelolaan sumberdaya hutan
-Materi sosialisasi program menonjolkan pemenuhan kebutuhan petani
-Pemberian informasi bersifat satu arah kepada kelompok petani
-Pemberian informasi program bersifat dialogis dan tidak formal
-Saluran komunikasi melalui organisasi formal (kantor-kantor Perhutani, desa)
-Saluran komunikasi melalui kelompok tani dan sesama petani / tokoh petani
-Sumber informasi dari kantor Perhutani / petugas Perhutani
-Sumber informasi program dari LMDH dan kelompok tani
3
Pembentukan lembaga masyarakat
-Kelembagaan masyarakat dibentuk dari atas sesuai kepentingan pihak luar
-Kelembagaan masyarakat tumbuh dari kebutuhan masyarakat bawah, dilakukan secara musyawarah dengan dukungan pihak luar
4
Penentuan hak dan kewajiban parapihak
-Hak dan kewajiban pihak-pihak yang bekerjasama ditentukan oleh Perhutani
-Hak dan kewajiban pihak-pihak yang bekerjasama dilakukan secara musyawarah dalam kesetaraan
5
Pemanfaatan ruang kelola
-Ketentuan tentang pemanfaatan ruang pengelolaan oleh masyarakat dibuat secara seragam, top down, kurang mengakomodir kepentingan masyarakat setempat
-Pemanfaatan ruang pengelolaan sesuai dengan kondisi setempat, secara musyawarah dalam kesetaraan dengan kelompok, dan mengedepankan pemenuhan kebutuhan riil masyarakat
6
Penentuan bagi hasil
-Proporsi bagi hasil ditentukan secara top down, dan pemanfaatannya ditentukan oleh pengurus LMDH
-Proporsi bagi hasil ditentukan dengan musyawarah secara berkeadilan, dan pemanfaatannya dilakukan melalui musyawarah anggota kelompok
Keterangan : Diadaptasi dari Perkins & Zimmerman (1995); Horvath (1999); Ashman (2000); Adi (2002); Ife (2002); Burkey (2002) dan TPKHR (2006).
95
Upaya pemberdayaan terhadap masyarakat di sekitar hutan dilakukan melalui kelompok-kelompok.
Kelompok yang paling kecil di lapangan yaitu
Kelompok Tani Hutan (KTH). Kelompok tani hutan bergabung dalam wadah lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) di tingkat desa. Kelompok tani merupakan kelompok informal para petani yang turut serta dalam program PHBM. Penerapan program di lapangan dipandang sebagai sebuah proses pemberdayaan yang dilakukan terhadap masyarakat sekitar hutan. Proses pemberdayaan itu melibatkan dan terkait dengan kelompok tani. Proses pemberdayaan yang telah berlangsung dalam kurun waktu tertentu akan menjadi wahana pembelajaran bagi kelompok tani. Pembelajaran karena pengalaman mereka berinteraksi dengan program dan melakukan berbagai kegiatan yang terkait dengan pengelolaan hutan diantaranya mengelola andil lahan tumpangsari atau mengelola andil sadapan tanaman pinus. Oleh karena itu perlu diuraikan pemikiran-pemikiran yang berkaitan dengan kelompok. Dinamika Kelompok Dinamika kelompok pada dasarnya menekankan pada hubungan secara psikologis yang saling mempengaruhi antar anggota kelompok dan terwujud dalam perilaku anggota kelompok tersebut. Pengertian dinamika kelompok mengandung makna adanya interaksi dan interdependensi antara anggota kelompok secara keseluruhan (Cartwright & Zander, 1968). Menurut cabang ilmu psikologi sosial tersebut, dinamika kelompok lebih menekankan pada tingkat pengaruh interaksi sosial individu di dalam kelompok terhadap masing-masing individu sebagai anggotanya. Dalam penelitian ini dinamika kelompok merupakan tingkat kualitas interaksi dari perilaku anggota kelompok tani hutan mencakup perkembangan struktur dan pembagian tugas anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok yaitu peningkatan keberdayaan para anggotanya. Dinamika kelompok akan diukur melalui sepuluh indikator yaitu tujuan kelompok, struktur kelompok, fungsi / tugas kelompok, pembinaan kelompok, tegangan kelompok, dan
kekompakan kelompok, suasana kelompok,
keefektifan kelompok. Pemikiran dan paradigma
dinamika kelompok yang akan diuji dalam penelitian ini dituangkan pada Tabel 4.
96
Tabel 4. Pemikiran tentang Dinamika Kelompok No
Aspekaspek
Kelompok yang tidak Dinamis
1
Tujuan kelompok
2
Struktur kelompok
3
Fungsi / tugas kelompok
4
Pembinaan kelompok
5
Kekompakan kelompok
6
Suasana kelompok
-Tujuan kelompok kurang jelas, tidak ditulis, anggota kurang paham -Tujuan kelompok dan tujuan anggota kurang ada kesesuaian -Pengambilan keputusan dilakukan oleh pengurus sendiri -Pembagian tugas dan tanggungjawab tidak jelas -Prosedur pelaksanaan tugas tidak ada/tidak jelas -Arus informasi kegiatan dalam kelompok tidak lancar -Tingkat kepuasan anggota atas pencapaian tujuan kelompok rendah -Informasi tentang kegiatan kelompok tidak sampai pada anggota -Anggota tidak mampu memahami sehingga tidak melakukan tugasnya -Anggota tidak paham hubungan antara kegiatan dalam kelompok -Anggota tidak berpartisipasi dalam kegiatan kelompok -Anggota tidak merasa bertanggung-jawab untuk melakukan tugas kelompok -Anggota tidak mendapat fasilitas dalam melakukan kegiatan kelompok -Tidak ada kejelasan aturan kelompok bagi anggota -Anggota tidak merasa bangga menjadi bagian dari kelompok -Tidak ada kebersamaan anggota dalam melakukan kegiatan kelompok -Tidak ada rasa solidaritas / saling membantu antar sesama anggota -Anggota tidak memiliki semangat melakukan pekerjaan kelompok -Suasana keakraban tidak muncul diantara anggota kelompok -Anggota tidak nyaman dalam melakukan kegiatan kelompok karena selalu diawasi pengurus
Kelompok yang Dinamis -Kelompok memiliki tujuan yang jelas, tertulis atau dipahami anggotanya -Tujuan kelompok dan tujuan anggota sinkron dan sejalan satu sama lain -Pengambilan keputusan melibatkan dan disepakati anggota -Pembagian tugas dan tanggungjawab dipahami dan dimengerti oleh anggota -Tersedia prosedur pelaksanaan tugas dan dipahami serta diindahkan anggota -Arus informasi kegiatan kelompok mengalir dengan lancar -Anggota mencapai kepuasan yang tinggi atas pencapaian tujuan kelompok -Anggota menerima informasi kegiatan kelompok secara lengkap dan jelas -Anggota memahami dan mampu melakukan tugasnya dengan baik -Anggota sangat paham dengan hubungan antara kegiatan dalam kelompok
-Anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan kelompok -Anggota memiliki tanggungjawab yang tinggi dalam melakukan tugas kelompok -Anggota memperoleh fasilitas untuk melakukan kegiatan kelompok -Aturan kelompok telah ditetapkan, dipahami dan dipatuhi anggotanya -Anggota merasa sangat bangga menjadi bagian dari kelompok -Adanya kebersamaan yang tinggi dalam melakukan kegiatan kelompok -Anggota saling membantu dan saling kerjasama dalam kehidupan dan kegiatan kelompok -Anggota sangat bersemangat bekerja dalam kegiatan kelompok -Suasana jalinan keakraban antar anggota tinggi -Anggota merasa nyaman melakukan kegiatan tanpa harus diawasi secara ketat
97
Tabel 4 (lanjutan) No
Aspek-aspek
7
Tegangan kelompok
8
Keefektifan kelompok
9
Maksud tersembunyi
10
Perkembangan usaha kelompok
Kelompok yang tidak Dinamis
Kelompok yang Dinamis
-Anggota yang berprestasi tidak diberikan penghargaan -Anggota yang melanggar aturan tidak diberi sanksi -Tidak ada tantangan bagi anggota untuk bekerja lebih keras -Tidak umpan balik bagi anggota atas hasil kerjanya -Tujuan kelompok tidak tercapai sesuai harapan anggota -Anggota kelompok tidak puas atas pencapaian tujuan kelompoknya. -Pengurus tidak mempunyai maksud tersembunyi yang menunjang tujuan kelompok -Anggota tidak mempunyai maksud tersembunyi yang menunjang tujuan kelompok -Tidak ada upaya mengembangkan usaha kelompok -Skala usaha kelompok tidak pernah berkembang -Tidak ada aset dan keuntungan yang dikumpulkan dari usaha kelompok
- Anggota yang berprestasi diberikan penghargaan dengan baik -Anggota kelompok yang melanggar aturan diberikan sanksi -Anggota merasa tertantang untuk bekerja lebih keras -Anggota diberikan umpan balik atas hasil kerjanya -Pencapaian tujuan kelompok sesuai harapan anggota -Anggota merasa puas atas tujuan kelompok yang bisa dicapainya -Pengurus mempunyai maksud tersembunyi yang sangat menunjang tujuan kelompok -Anggota mempunyai maksud tersembunyi yang sejalan dengan tujuan kelompok -Ada upaya nyata dan terencana untuk mengembangkan usaha kelompok -Skala usaha kelompok selalu berkembang semakin maju -Aset dan keuntungan yang dikumpulkan dari usaha kelompok semakin banyak
Keterangan : Diadaptasi dari Shepperd (1964); Beal et al. (1974); Cartwright & Zander (1968); Soebiyanto (1998); Slamet (2006).
Kelompok yang semakin dinamis diduga akan berpengaruh terhadap tingkat keberdayaan para anggotanya.
Hal ini karena interaksi yang terjadi diantara
anggota kelompok akan menjadikan mereka saling belajar sehingga bisa terjadi perubahan perilaku dan kemampuan para anggotanya. Pemikiran ini didukung hasil penelitian Soebiyanto (1998) yang pada intinya menyatakan bahwa peran kelompok tani perlu lebih difungsikan sebagai wahana belajar, unit produksi usahatani dan kerjasama yang dinamis agar terjadi peningkatan kemandirian petani dan ketangguhannya berusahatani (keberdayaan petani). Selanjutnya temuan Tampubolon (2006) juga menunjukkan bahwa dinamika kehidupan kelompok (kasus program Kelompok Usaha Bersama Ekonomi) berpengaruh nyata terhadap tingkat keberhasilan kelompok yang meliputi keberhasilan ekonomi dan sosial.
98
Oleh karena itu di bawah ini akan diuraikan pemikiran-pemikiran yang berkaitan dengan tingkat keberdayaan anggota dalam kelompok. Tingkat Keberdayaan Anggota dalam Kelompok Keberdayaan merupakan hasil dari proses pemberdayaan yang telah dilakukan. Hasil pemberdayaan pada level individu merupakan kemampuan individu mengontrol situasi dan ketrampilannya memobilisasi sumber-sumberdaya. Tingkat keberdayaan juga bisa dipandang secara lebih luas yang meliputi keterkaitan dari segi daya personal dari dalam diri individu (power-from within), kapasitas untuk mengambil tindakan (power to), dorongan kolektif untuk mencapai tujuan (power with), dan kekuatan bertahan terhadap daya dominan dan struktur yang tidak menguntungkan (power over) (Perkins & Zimmerman, 1995; Wong, 2003; Suharto, 2005). Dalam konteks masyarakat sekitar hutan, Sardjono (2004) menyatakan bahwa masyarakat yang berdaya adalah yang memiliki kapasitas dalam menetapkan prioritas dan pengendalian atas sumberdaya hutan yang sangat penting bagi upaya untuk menentukan nasib mereka. Mengacu kepada pendapat Perkins dan Zimmerman (1995) dan Wong (2003) tersebut, dalam penelitian ini tingkat keberdayaan adalah hasil dari proses pember-dayaan yang merupakan keterkaitan dari kemampuan personal individu yang berupa persepsi terhadap kapasitasnya dan pengertian kritis terhadap lingkungannya, kapasitas untuk mengambil tindakan, kemampuan kolektif untuk mencapai tujuan dan kekuatan bertahan terhadap permasalahan yang dihadapi oleh petani anggota kelompok tani hutan dalam melakukan kegiatanpengelolaan sumberdaya hutan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Tingkat keberdayaan masyarakat sekitar hutan diukur dari lima indikator yaitu kemampuan interpersonal,
kemampuan
interaksional,
kapasitas
mengambil
tindakan,
kemampuan kolektif, dan kekuatan bertahan dari berbagai permasalahan yang dihadapi. Pemikiran-pemikiran yang mengarah kepada paradigma tentang tingkat keberdayaan yang diharapkan dituangkan pada Tabel 5.
99
Tabel 5. Pemikiran tentang Tingkat Keberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan No
Aspek-aspek
1
Kemampuan interpersonal
Masyarakat Desa Sekitar Hutan yang tidak Berdaya
Masyarakat Desa Sekitar Hutan yang Berdaya
-Wawasan dan pemahaman tentang program rendah
-Wawasan dan pemahaman tentang program tinggi
-Kemampuan melakukan berbagai kegiatan teknis pengelolaan sumberdaya hutan rendah
-Kemampuan melakukan berbagai kegiatan teknis pengelolaan sumberdaya hutan tinggi
2
Kemampuan interaksional
-Petani tidak mempunyai sikap kritis terhadap penerapan prinsipprinsip pemberdayaan dalam kegiatan program yang mereka lakukan
-Petani mempunyai kesadaran yang kritis terhadap penerapan prinsipprinsip pemberdayaan dalam kegiatan program yang mereka terlibat di dalamnya
3
Kapasitas mengambil tindakan
-Petani tidak mempunyai kemauan untuk berperan aktif dalam program pemberdayaan yang meliputi kegiatan sosial, teknis kehutanan, pengembangan usahataninya
-Petani mempunyai kemauan yang tinggi untuk berpartisipasi secara aktif dalam upaya pemberdayaan yang meliputi kegiatan sosial, teknis kehutanan dan pengembangan usahataninya
4
Kemampuan kolektif
-Kebersamaan dan kepedulian kelompok terhadap kegiatan dan permasalahan petani rendah
-Adanya kebersamaan dan kepedulaian kelompok yang tinggi terhadap kegiatan dan permasalahan para petani
-Petani merasa kelompok dalam posisi yang lebih rendah / subordinasi dari Perhutani
5
Kemampuan bertahan
-Petani merasa kedudukan kelompok setara dengan pihak Perhutani
-Kemampuan kelompok menggali kebutuhan petani, memecahkan masalah petani, dan memperjuangkan kebutuhan anggotanya rendah
-Kemampuan kelompok dalam menggali kebutuhan petani, memecahkan permasalahan petani dan memperjuangkan aspirasi anggotanya tinggi
-Kemampuan petani dalam mengenali hambatan, tantangan, dan mencari pemecahan terhadap hambatan dan tanntangan yang mereka hadapi masih rendah
-Petani mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mengenali hambatan, tantangan dan mampu mencari pemecahan terhadap hambatan dan tantangan yang mereka hadapi dengan baik
Keterangan : Diadaptasi dari Perkins & Zimmerman (1995); Wong (2003); dan Suharto (2005)
Masyarakat desa hutan yang memiliki tingkat keberdayaan tinggi berarti memiliki pemahaman tentang program yang memadai, sikap dan kesadaran yang kritis terhadap penerapan prinsip-prinsip pemberdayaan dalam program, kemauan yang tinggi untuk mengambil peran aktif dalam upaya pemberdayaan, dan kemampuan yang tinggi untuk melakukan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan
100
dan memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi dalam rangka mencukupi kebutuhan hidupnya. Keberdayaan masyarakat yang semakin tinggi diduga akan meningkatkan keterlibatan mereka dalam berbagai kegiatan pemberdayaan. Dengan kata lain bahwa keberdayaan yang tinggi diduga akan berpengaruh terhadap partisipasi mereka dalam upaya-upaya pemberdayaan.Hal ini didukung oleh Zimmerman (1995) yang pada intinya menyatakan bahwa diantara beberapa dampak dari pemberdayaan yaitu subyek mampu memo-bilisasi sumberdaya yang dimiliki, dan mampu menampilkan perilaku partisipasi. Dalam konteks masyarakat sekitar hutan, Sardjono (2004) menekankan bahwa upaya pemberdayaan masyarakat diperlukan agar partisipasi masyarakat dan kerjasama yang dibangun bersifat setara atau tidak ada dominasi salah satu pihak. Mengingat dalam bidang kehutanan, masyarakat lokal memiliki daya tawar yang paling lemah. Partisipasi Masyarakat Desa Hutan Partisipasi memiliki makna sebagai keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan,
yang
menyangkut
pengambilan
keputusan
dalam
tahapan
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan menikmati hasilnya. Hal ini sebagaimana konsep partisipasi yang diutarakan oleh Colfer dan Wadley (1996), Khan (1997), Pretty dan Vodouhё (1997), Van den Ban dan Hawkins (1999), Singh (2000), Slamet (2003), Kesby (2005), Thompson et al. (2005) dan Syahyuti (2006). Partisipasi masyarakat sekitar hutan dalam penelitian ini dipandang sebagai dampak dari adanya masyarakat yang telah memiliki keberdayaan. Artinya perilaku partisipasi yang mereka tampilkan tidak terlepas dari kemampuan atau daya yang mereka miliki. Tabel 6 menunjukkan pemikiran-pemikiran mengenai tingkat partisipasi masyarakat sekitar hutan yang meliputi aspek-aspek yang dibahas, perilaku petani yang kurang partisipatif, perilaku petani yang partisipatif yang merupakan paradigma yang akan diuji dalam penelitian.
101
Tabel 6. Pemikiran tentang Tingkat Partisipasi No
Aspekaspek
Perilaku Petani Yang Kurang Partisipatif
Perilaku Petani Yang Partisipatif
1
Perencanaan
-Perencanaan program ditentukan dari atas, dan petani diberikan informasi program yang sudah jadi -Kelembagaan petani dibentuk dari atas, petani tinggal menerima saja -Petani tidak ikut menyusun rencana kerja kelompok, dan tidak mengetahui tentang isi perjanjian kerjasama kelompok dengan Perhutani
-Petani selalu berperan aktif merumuskan perencanaan program dan berperan dalam proses komunikasi yang dialogis -Petani selalu berperan aktif dalam pembentukan kelembagaan kelompok -Petani selalu berperan aktif menyusun rencana kegiatan kelompok, dan turut serta merumuskan perjanjian kerjasama
2
Pelaksanaan
3
Evaluasi
-Keputusan pelaksanaan program ditentukan sepenuhnya dari atas -Petani tidak mengambil peran dalam kegiatan-kegiatan teknis kehutanan -Petani bersikap pasif tidak berperan dalam menentukan tatacara & jenis tanaman pangan/empon-empon pada andil -Petani hanya fokus melakukan budidaya tanaman palawija pada andilnya -Petani tidak menyumbangkan pemikirannya tentang kriteria penilaian dan penilaian keberhasilan program -Petani tidak ikut melakukan penilaian program -Petani tidak mampu melihat kelemahan program dan menyampaikan sarannya kepada pihak Perhutani
-Petani secara aktif turut mengambil keputusan pelaksanaan program -Selalu aktif menyediakan tenaga melakukan kegiatan-kegiatan teknis kehutanan -Menyumbangkan pikiran secara aktif dalam menentukan tatacara & jenis tanaman pangan/ empon-empon pada andil -Selalu berupaya mengembangkan budidaya tanaman pangan / empon-empon pada andilnya -Petani selalu menyumbangkan pemikirannya tentang kriteria penilaian dan penilaian keberhasilan program -Petani selalu aktif berperan menyumbangkan tenaga melakukan penilaian program -Petani mampu melihat kelemahan program, dan mampu menyampaikannya kepada pihakPerhutani
4
Pemanfaatan hasil
-Petani tidak pernah menikmati manfaat dari sumberdaya hutan di sekitarnya, meliputi : hasil budidaya tanaman pangan dan empon-empon, hasil non kayu (getah pinus), kayu bakar, hijauan makanan ternak, kayu hasil penjarangan, dan sharing kayu / non kayu
-Petani selalu mendapatkan manfaat dari sumberdaya hutan di sekitarnya yang meliputi : hasil budidaya tanaman pangan dan empon-empon, hasil non kayu (getah pinus), kayu bakar, hijauan makanan ternak, kayu hasil penjarangan, dan haring kayu / non kayu
Keterangan : Diadaptasi dari Colfer & Wadley (1996); Khan (1997); Pretty & Vodouhё (1997); Van den Ban & Hawkins (1999); Singh (2000); Slamet (2003); Kesby (2005); dan Thompson et al. (2005)
Tingkat keberdayaan masyarakat dalam suatu kelompok yang merupakan hasil dari proses pemberdayaan diduga juga dipengaruhi sejauhmana SDM Pemberdaya (agent of change) mampu melakukan peran yang disandangnya. Oleh
102
karena itu di bawah ini akan diuraikan pemikiran-pemikiran yang berkaitan konsep peran SDM Pemberdaya tersebut. Peran SDM Pemberdaya dalam Memberdayakan Petani Sumberdaya manusia pemberdayaan dalam penelitian ini memiliki makna yang sama dengan konsep agen perubahan (agent of change) yaitu seorang profesional yang mempengaruhi sasaran penyuluhan untuk mengadopsi suatu inovasi agar sesuai dengan tujuan penyuluhan sebagaimana diharapkan. Dalam pandangan Rogers & Shoemaker (1971) fungsi dari agen perubahan yaitu menjembatani antara dua sistem, yaitu sistem sosial masyarakat sasaran dan sistem pemerintah yang menyelenggarakan pembangunan (penyuluhan). Dalam hal ini SDM Pemberdaya harus bisa mengkomunikasikan antara kebijakan pembangunan pemerintah sebagai sebuah inovasi yang disampaikan kepada sasaran,
dan
kebutuhan masyarakat sasaran serta umpan balik dari sasaran atas program yang mereka terima. Keberhasilan penyuluh dalam menjembatani kedua sistem tersebut tergantung dari sejauhmana proses perubahan secara terencana itu dilaksanakan. Dalam konteks masyarakat lokal sekitar hutan,
Sardjono (2004) juga
menggarisbawahi perlunya fasilitasi pihak luar yang dapat mendorong kesadaran masyarakat untuk dapat terlibat (dalam pembangunan kehutanan) dan kemudian secara perlahan meningkat ke arah mobilisasi secara mandiri. Menurut Chamala dan Shingi (1997) terdapat empat peran utama penyuluhan dalam mengembangkan organisasi petani, yang bisa dipandang juga sebagai peran dari SDM Pemberdaya, yaitu : 1) peran pemberdayaan, 2) peran mengorga-nisasikan komunitas, 3) peran pengembangan sumberdaya manusia, dan 4)
peran
pemecahan
masalah
dan
pendidikan.
Dalam
penelitian
ini
peranSumberdaya Manusia Pemberdaya adalah kemampuan yang dimiliki pelaku pemberdayaan untuk melakukan tugasnya memberdayakan petani / kelompok tani hutan melalui program PHBM. Peran SDM Pemberdaya diukur melalui enam indikator yaitu mengembangkan partisipasi petani, pemecahan masalah dan pembelajaran petani, mengorganisasikan petani, membangun jaringan, mencari peluang pasar, membangun komunikasi, dan kesetaraan status sosialnya dengan
103
petani. Tabel 7 menggambarkan pemikiran mengenai peran SDM Pemberdaya tersebut dan merupakan paradigma yang akan diuji dalam penelitian. Tabel 7. Pemikiran tentang Peran SDM Pemberdaya No
Aspek-aspek
Pendamping /SDM yang kurang Memberdayakan
Pendamping /SDM yang Memberdayakan
1
Mengembangkan partisipasi petani
-Pendamping bersikap kurang peduli terhadap partisipasi petani, kurang memberikan penyadaran akan kemampuan petani, dan tidak memberikan motivasi kepada petani
-Pendamping secara aktif mendorong partisipasi petani, menyadarkan akan kemampuan petani, dan memotivasi petani
2
Pemecahan masalah dan pembelajaran petani
-Pendamping bersikap kurang peduli terhadap kebutuhan dan masalah petani, dan bersikap pasif terhadap proses pembelajaran petani
-Pendamping aktif dan mampu menggali kebutuhan dan permasalahan petani, memberikan solusi, dan aktif mendorong proses pembelajaran petani
3
Mengorganisasikan petani
-Pendamping tidak bisa menyesuaikan dengan budaya setempat, kurang bisa bekerjasama dengan pemimpin lokal dan pasif dalam membina kegiatan kelompok
-Pendamping mampu menyesuaikan dengan kondisi sosial setempat, mampu bekerjasama dengan pemimpin lokal, dan aktif mengembangkan kelompok tani
4
Membangun jaringan
-Pendamping tidak menjalin hubungan dengan pihak terkait, dan tidak mendorong kelompok untuk menjalin hubungan dengan pihak terkait
-Pendamping sangat aktif menjalin hubungan dengan pihak-pihak terkait, mengkomuni-kasikannya dengan kelompok, dan mendorong kelompok untuk aktif menjalin hubungan dengan pihak terkait.
5
Mencari peluang pasar
-Pendamping bersikap pasif terhadap potensi usahatani, dan pemasaran usahatani kelompok
-Pendamping sangat aktif mengidentifikasi potensi pasar hasil usahatani, menyampaikan kepada kelompok, dan memfasilitasi transaksi kelompok dengan pasar
6
Membangun komunikasi
-Pendamping tidak menyediakan informasi bagi petani, dan kurang bisa memberikan penjelasan dengan baik terhadap petani dan kelompok tani
-Pendamping selalu menyediakan informasi bagi petani, dan mampu menjelaskan dengan baik terhadap petani dan kelompok tani
7
Kesetaraan status sosial dengan petani
-Pendamping merasa lebih tinggi dari petani dan kurang bisa diterima di kalangan petani
-Pendamping mempunyai kedudukan yang sejajar dengan petani, dan bisa diterima dengan baik di lingkungan petani
Keterangan : Diadaptasi dari Chamala dan Shingi (1997)
Hipotesis
104
Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris (Suryabrata, 2003). Hipotesis merupakan sarana penelitian ilmiah yang penting dan tidak bisa ditinggalkan karena merupakan instrumen kerja dari teori. Sebagai hasil deduksi dari teori atau proposisi, hipotesis lebih spesifik sifatnya sehingga lebih siap untuk diuji secara empirik. Suatu hipotesis selalu dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menghubungkan antara dua peubah atau lebih (Effendi , 1995). Berdasarkan rumusan masalah penelitian dan kerangka berpikir yang diuraikan sebelumnya, hipotesis kerja yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Dinamika kelompok dipengaruhi secara nyata oleh potensi sumberdaya individu, ketepatan proses pemberdayaan, peran SDM Pemberdaya, keefektifan kepemimpinan kelompok, dan dukungan lingkungan. Uji statistik yang digunakan : •
Analisis persamaan struktural (Structural Equation Modeling/SEM)
Hipotesis 1 digambarkan dalam pola hubungan antar peubah pada Gambar 3. X1 X2
Keterangan : - Potensi Sumberdaya Individu Petani (X1)
X3
- Ketepatan Proses Pemberdayaan (X2) Y1
- Peran SDM Pemberdaya (X3)
X4
- Keefektifan Kepemimpinan Kelompok (X4)
X5
- Dinamika Kelompok (Y1)
- Dukungan Lingkungan (X5)
Gambar 3. Model hipotetik faktor-faktor yang mempengaruhi Dinamika Kelompok
2. Tingkat keberdayaan masyarakat sekitar hutan dipengaruhi secara nyata oleh dinamika kelompok, potensi sumberdaya individu, ketepatan proses pember-
105
dayaan, peran SDM Pemberdaya, keefektifan kepemimpinan kelompok, dan dukungan lingkungan. Uji statistik yang digunakan : •
Analisis persamaan struktural (Structural Equation Modeling/SEM)
Hipotesis 2 digambarkan dalam pola hubungan antar peubah pada Gambar 4. X1 X2
Keterangan :
X3
- Potensi Sumberdaya Individu Petani (X1) - Ketepatan Proses Pemberdayaan (X2) Y2
Y1
- Peran SDM Pemberdaya (X3) - Keefektifan Kepemimpinan Kelompok (X4) - Dukungan Lingkungan (X5)
X4
- Dinamika Kelompok (Y1) - Tingkat Keberdayaan (Y2)
X5
Gambar 4. Model hipotetik faktor-faktor yang mempengaruhi Tingkat Keberdayaan masyarakat sekitar hutan 3. Tingkat keberdayaan masyarakat sekitar hutan berpengaruh secara nyata terhadap tingkat partisipasinya. Uji statistik yang digunakan : •
Analisis persamaan struktural (Structural Equation Modeling/SEM)
Hipotesis 3 digambarkan dalam pola hubungan antar peubah pada Gambar 5. Keterangan : Y2
Y3
- Tingkat Keberdayaan (Y2) - Tingkat Partisipasi (Y3)
Gambar 5. Model hipotetik pengaruh antara Tingkat Keberdayaan masyarakat sekitar hutan terhadap Tingkat Partisipasi
METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel
106
Waktu dan Lokasi penelitian Penelitian pendahuluan dilakukan pada bulan Januari 2008. Pengambilan data pokok di lapangan dilakukan pada bulan Juli 2008 sampai Agustus 2008. Penelitian dilakukan terhadap masyarakat sekitar hutan produksi pada wilayah kerja Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah yang meliputi tiga KPH yaitu KPH Pekalongan Timur, KPH Kedu Selatan dan KPH Gundih. Pemilihan tiga KPH sampel yang mewakili tiga kelompok wilayah dengan mempertimbangkan karakteristik kelas hutannya (Perhutani Unit I, 2007) dan tipologi masyarakat sesuai kebudayaan Jawa (Gautama, 2003). Kelompok A (wilayah Jawa Tengah bagian Utara – Barat) dengan ciri kelas hutan produksi Jati dan sebagian Pinus dengan ciri budaya masyarakat Jawa Pesisiran Kilen, terpilih sampel KPH Pekalongan Timur yang mempunyai kelas perusahaan Pinus. Kelompok B (wilayah Jawa Tengah bagian Selatan) dengan ciri kelas perusahaan produksi yang dominan Pinus, sebagian Jati, Damar, Mahoni dan Rhizopora (KPH Banyumas barat bagian pesisir selatan), dengan ciri budaya masyarakat bagian barat yaitu Jawa Banyumasan dan bagian timur yaitu Jawa Nagarigung, terpilih sebagai sampel KPH Kedu Selatan. Kelompok C (wilayah Jawa Tengah bagian Utara – Timur) dengan ciri kelas perusahaan yang dominan Jati dan ciri budaya masyarakatnya termasuk Jawa Pesisiran Wetan, terpilih sebagai sampel yaitu KPH Gundih. Berdasarkan wilayah pengelolaan hutan, penelitian meliputi 7 BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan) termasuk 1 BKPH untuk uji coba instrumen penelitian.
Sedangkan berdasarkan wilayah administratif pemerintahan, lokasi
penelitian ini meliputi 6 Kabupaten, dan 9 Kecamatan (termasuk wilayah untuk ujicoba instrumen penelitian). Ikhtisar lokasi penelitian disajikan pada Tabel 8.
107
Tabel 8. Ikhtisar lokasi penelitian Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan berdasarkan Wilayah Pengelolaan Hutan dan Wilayah Administratif No
Wilayah Pengelolaan Hutan / KPH
Wilayah Pemerintahan Kabupaten
BKPH Doro
Wilayah Administratif Kecamatan Kec. Lebakbarang Kec. Petung Kriyono Kec. Doro
Kab. Batang *
BKPH Bandar *
Kec. Bandar*
Kab. Wonosobo Kab. Purworejo
BKPH Purworejo
Kec. Kepil Kec. Loano
Kab. Kebumen
BKPH Gombong Selatan
Kec. Buayan Kec. Ayah
BKPH Juoro
Kec. Geyer
BKPH Monggot 6 BKPH
Kec. Geyer 8 Kecamatan
Kab. Pekalongan 1
2
3
KPH Pekalongan Timur
KPH Kedu Selatan
KPH Gundih 3 KPH
Wilayah Pengelolaan Hutan /BKPH BKPH Karanganyar
Kab. Grobogan 5 Kabupaten
Keterangan : *). Lokasi uji coba instrumen penelitian di BKPH Bandar
Populasi Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian (Nawawi, 2003). Populasi atau universe juga berarti jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga (Mantra dan Kasto, 1989). Corbetta (2003) mendefinisikan populasi sebagai kumpulan (agregat) dari unit-unit yang merupakan obyek studi yang dipelajari. Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah keseluruhan kepala keluarga petani sekitar hutan yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) pada tiga lokasi penelitian di sekitar hutan produksi yang dikelola oleh Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Berdasarkan Tabel 9 maka jumlah populasi petani pada daerah penelitian setelah disusun kerangka sampling yaitu sebanyak 853.407 orang petani sebagai kepala keluarga.
108
Sampel Sampel ialah sebagian dari populasi.
Sedangkan sampling adalah cara
pengumpulan data kalau hanya elemen sampel yang diteliti (tidak seluruh elemen populasi) dan hasilnya merupakan data perkiraan atau estimate (Supranto, 2004). Hal ini senada dengan Corbetta (2003) yang menyatakan bahwa sampling merupakan prosedur di mana kita mengambil, dari seperangkat unit-unit yang membentuk obyek penelitian (populasi), sejumlah tertentu dari kasus-kasus (sampel) yang dipilih berdasarkan kriteria yang memungkinkan hasil yang didapatkan dari mempelajari sampel itu bisa diekstrapolasikan ke dalam keseluruhan populasi. Pengambilan sampel dalam proyek yang berkaitan dengan pertanian menurut Casley dan Kumar (1987) bisa mempertimbangkan beberapa hal berikut : (1)
Sampel yang diambil tidak perlu harus besar untuk bisa mengambil kesimpulan tertentu.
(2)
Sampel tidak tergantung dari ukuran besarnya populasi sehingga tidak perlu harus mengambil sejumlah persen tertentu dari populasi.
(3)
Sampel bisa diambil dari kelompok yang didefinisikan secara lebih sempit / spesifik sesuai tujuan yang dikehendaki, dan tidak harus siambil dari populasi secara keseluruhan.
(4)
Ukuran sampel terutama tergantung dari variasi di dalam populasi berdasarkan peubah yang diamati, dan bukan dari ukuran besarnya populasi. Sampel dalam penelitian ini yaitu kepala keluarga petani sekitar hutan yang
tergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH). Jumlah sampel dihitung berdasarkan pendugaan proporsi populasi dan tingkat kepercayaan yang diinginkan yaitu sebesar 95 persen.
109
Menurut Yamane (1967), diacu dalam Rahmat (2002), ukuran sampel didasarkan pada pendugaan proporsi populasi dihitung dengan rumus sederhana sebagai berikut:
n=
N Nα 2 + 1
di mana: n = jumlah sampel N = populasi α = 1 - presisi (tingkat kepercayaan) Berdasarkan rumus tersebut, dengan jumlah populasi (N) sebanyak 889.407 KK, dan presisi (tingkat kepercayaan) diambil 95 persen, maka jumlah sampel (n) sebanyak 399.82 atau 400 orang. Ukuran sampel sebesar ini juga diperkuat oleh pendapat Corbetta (2003), yaitu apabila tingkat akurasi diambil 5 persen (derajat error absolut) dan ukuran populasi (N) misalnya lebih dari 8.000 maka sudah cukup memadai apabila diambil ukuran sampel (n) sebesar 400. Dalam kajian ini peneliti memutuskan untuk mengambil sampel sebanyak 408 orang agar diperoleh sampel yang sama untuk setiap LMDH.
Sebaran jumlah sampel digambarkan dalam
kerangka sampel pada Tabel 9. Tabel 9. Kerangka sampel penelitian Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan di Perum Perhutani Unit I Provinsi Jawa Tengah
Sampel KPH
Jumlah BKPH
Sampel BKPH
Jumlah Desa PHBM (LMDH)
KPH Pekalongan Timur
7
2
114
4
570
12
66.140
136
1
KPH Kedu Selatan
7
2
192
4
960
12
762.722
136
13
KPH Gundih
10
2
37
4
185
12
60.545
136
1
Jumlah
24
6
343
12
1.715
36
889.407
408
Sampel LMDH *
Jumlah KTH*
Sampel KTH
Populasi (Jumlah KK Desa PHBM)
Sampel (Jml KK Petani)
Bobot Sampel
Sumber : Diolah dari data Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah (2007) dan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah (2008) *Keterangan : - Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) merupakan organisasi setingkat desa, yang masing-masing terdiri dari sekitar 5 Kelompok Tani Hutan (KTH). LMDH mengadakan kerjasama pengelolaan hutan dengan Kepala KPH setempat.
110
Pengambilan sampel petani sebagai responden penelitian ini dilakukan dengan metode “pengambilan sampel gugus bertahap secara acak” atau multistage cluster random sampling (mengacu pada Mantra & Kasto, 1989; Kerlinger, 1990; Nawawi, 2003). Jumlah sampel setiap gugus diambil secara disproporsional atau diambil sampel dengan jumlah yang sama untuk setiap gugus / kelompok. Mengacu pada Rakhmat (2004b), karena jumlah sampel setiap gugus tidak proporsional dengan jumlah populasi pada gugus tersebut, data pada setiap gugus dikalikan dengan bobot. Bobot sampel diperoleh dengan rumus = 1/ps (satu dibagi pecahan sampling). Untuk memudahkan perhitungan, bobot dibulatkan dengan angka terendah sebagai standar atau angka 1. Berdasarkan perhitungan maka bobot sampel untuk KPH Pekalongan Timur = 1, KPH Kedu Selatan = 13 dan KPH Gundih = 1. Populasi dalam penelitian ini letaknya sangat tersebar secara geografis sehingga sangat sulit mendapatkan kerangka sampel dari semua unsur-unsur yang terdapat dalam populasi itu. Oleh karena itu unit analisis dikelompokkan ke dalam gugus-gugus (cluster) yang merupakan satuan dari mana sampel akan diambil. Gugus dalam penelitian ini yaitu KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan), BKPH (bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan), LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) dan KTH (Kelompok Tani Hutan). Pengambilan sampel dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut : 1. Pengambilan sampel tahap I. Wilayah pengelolaan hutan Perhutani Unit I Jawa Tengah terbagi kedalam 20 KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan) diambil 3 (tiga) buah KPH sampel. Pengambilan sampel KPH dilakukan dengan mengelompokkan KPH-KPH kedalam tiga kelompok besar berdasarkan karakterisik kelas hutannya (Perhutani Unit I, 2007) dan berdasarkan peta wilayah Kebudayaan Jawa (Gautama, 2003). Tiga KPH yang terpilih sebagai sampel yaitu KPH Pekalongan Timur, KPH Kedu Selatan dan KPH Gundih. Pemilihan sampel KPH dilakukan dengan cara sebagai berikut : a) Kelompok A : Wilayah Jawa Tengah Bagian Utara – Barat, dengan ciri kelas hutan produksinya yang dominan jenis Jati dan sebagian kecil jenis Pinus, sedangkan ciri budaya masyarakatnya Jawa Pesisiran Kilen.
111
Kelompok ini meliputi KPH Pekalongan Barat, KPH Balapulang, KPH Pemalang, KPH Pekalongan Timur, dan KPH Kendal. Dari lima KPH ini terpilih secara acak satu KPH yaitu KPH Pekalongan Timur. b) Kelompok B : Wilayah Jawa Tengah Bagian Selatan, dengan ciri kelas hutan produksi dominan jenis Pinus, dan sebagian kecil jenis Jati. Ciri budaya masyarakatnya pada bagian barat yaitu budaya Jawa Banyumasan, dan Bagian Timur budaya Jawa Nagarigung. Kelompok ini meliputi KPH Banyumas Barat, KPH Banyumas Timur, KPH Kedu Selatan, KPH Kedu Utara (bagian selatan) dan KPH Surakarta. Dari lima KPH tersebut terpilih sampel secara acak yaitu KPH Kedu Selatan. c) Kelompok C : Wilayah Jawa Tengah bagian Utara – Timur, dengan ciri kelas hutan produksi yang dominan Jati, sedangkan ciri budaya masyarakatnya termasuk Jawa Pesisiran Wetan. Kelompok ini meliputi sepuluh KPH yaitu KPH Semarang, KPH Kedu Utara (bagian utara), KPH Telawa, KPH Pati, KPH Purwodadi, KPH Gundih, KPH Mantingan, KPH Blora, KPH Kebonharjo, KPH Cepu dan KPH Randublatung. Dari kelompok ini terpilih secara acak KPH Gundih sebagai sampel. 2. Pengambilan sampel tahap II. Setiap KPH sampel diambil secara acak masing-masing 2 (dua) buah BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan). KPH Pekalongan Timur yang meliputi 7 BKPH secara acak terpilih 2 BKPH sampel yaitu BKPH Karanganyar dan BKPH Doro. KPH Kedu Selatan terdiri dari 7 BKPH akhirnya secara acak terpilih dua BKPH sampel yaitu BKPH Purworejo dan BKPH Gombong Selatan. Sedangkan KPH Gundih yang terdiri dari 10 BKPH akhirnya terpilih secara acak dua BKPH sampel yaitu BKPH Monggot dan BKPH Juoro. Dengan demikian terpilih 6 (enam) BKPH sampel. 3. Pengambilan sampel tahap III. Setiap BKPH sampel diambil secara acak 2 (dua) buah LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) yang telah melakukan kerjasama program PHBM dengan Perhutani (Kepala KPH).
Pengambilan
sampel LMDH dilakukan secara purposif dan acak (purposif random sampling), yaitu diambil LMDH-LMDH yang telah mendapatkan sharing hasil
112
hutan dari Perhutani. Hal ini karena salah satu peubah/ variabel mengukur sharing (bagi hasil) hasil hutan antara LMDH dengan Perhutani, sehingga diperlukan LMDH yang telah mempunyai pengalaman membagikan hasil sharing tersebut. Dengan demikian terpilih seluruhnya 12 (dua belas) LMDH sampel. 4. Pengambilan sampel tahap IV. Setiap LMDH yang terpillih diambil secara acak 3 (tiga) buah KTH (kelompok tani hutan). Pada beberapa lokasi penelitian misalnya pada beberapa LMDH di KPH Gundih menggunakan istilah kelompok kerja (Pokja). Untuk penulisan dalam penelitian ini digunakan istilah kelompok tani hutan (KTH). Dengan demikian terpilih sampel sebanyak 36 buah KTH. 5. Pengambilan sampel tahap V. Setiap KTH terpilih diambil sampel sebagai responden sebanyak 11 (sebelas) - 12 (duabelas) orang yang terdiri dari 1 orang pengurus KTH (merangkap anggota) dan 10 (sepuluh) – 11 (sebelas) orang anggota kelompok. Dengan demikian akan terpilih sampel responden petani sebanyak 408 orang. Dengan demikian sampel penelitian secara keseluruhan meliputi 3 KPH, 6 BKPH, 12 LMDH dan 36 KTH yang meliputi 408 orang kepala keluarga petani hutan sebagai responden. Kerangka sampling selengkapnya disajikan pada Tabel 10. Unit analisis
Unit analisis merupakan unit (individu/kelompok/orang) yang dapat memberikan keterangan tentang apa yang ingin diamati atau dipelajari oleh peneliti. Menurut Mantra dan Kasto (1989) unit analisis atau unit penelitian ialah unit yang akan diteliti atau dianalisis.
Untuk istilah unit analisis ini Supranto (2004)
menggunakan istilah elemen, unit sampling atau kasus yang berarti sesuatu yang menjadi obyek penelitian. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu kepala keluarga petani yang tergabung dalam kelompok tani hutan (KTH). Responden penelitian adalah petani.
113
Tabel 10. Kerangka sampling penelitian Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan menurut gugus-gugus (cluster) cara pengambilan sampling penelitian No 1
Sampel KPH KPH Pekalongan Timur
Sampel BKPH BKPH Karanganyar
BKPH Doro
Jumlah 1 2
KPH Kedu Selatan
3
KPH Gundih
Jumlah 3 Jumlah Total
LMDH Wono Bulubekti LMDH Wana Makmur LMDH Sumber Rejeki LMDH Hutan Mulya
Jumlah KTH di LMDH 4
Jumlah Anggota LMDH (orang) 58
6
170
7
310
4
88
2 BKPH
4 LMDH
21
626
BKPH Purworejo
LMDH Rimba Lestari LMDH Sedyo Rahayu
6
353
6
354
LMDH Simbar Aji
5
91
LMDH Renggo Wonojoyo 4 LMDH
5
105
22
903
LMDH Jati Makmur
7
248
21
527
BKPH Monggot
LMDH Wana Lestari LMDH Wana Indah
7
216
8
332
2 BKPH
LMDH Wana Mukti 4 LMDH
43
1.323
6 BKPH
12 LMDH
86 KTH
2.852 org
BKPH Gombong Selatan
Jumlah 2
Sampel LMDH
2 BKPH BKPH Juoro
Desain Penelitian
Sampel Kelompok Tani Hutan (KTH) -Karanggondang -Pandansari -Montong -Sido Mulya -Sido Jaya -Kumenyep -Kayu Puring A -Kayu Puring B -Tembelang -Lemah Abang -Meranti -Duagang 12 KTH
Sampel Jumlah KK Petani (orang) 12 11 11 12 11 11 12 11 11 12 11 11 136 orang
-Geger Jeruk -Kaliwangi -Sinawangan -Dukuh -Sleteh -Wonosari -Sendang -Rogodadi -Meco Tengah -Teba Lor Blok 1 -Teba Blok 2 -Teba Lor Blok 3 12 KTH
11 12 11 12 11 11 11 12 11 11 12 11 136 orang
-Ngangkruk -Gandri -Jengguluk -Besole -Ndlingo -Kedung Tawing -Klampok -Wono Mulyo -Wono Rahayu -Jeruk -Secang -Ngampelan 12 KTH
11 11 12 11 11 12 11 11 12 12 11 11 136 orang
36 KTH
408 orang
114
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survai yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun dan Effendi, 1989). Penelitian ini digunakan untuk maksud penelitian penjelasan (Explanatory Research) yaitu menjelaskan hubungan kausalitas antara peubah-peubah penelitian melalui pengujian hipotesis. Model teoretis yang akan diuji dalam penelitian ini meliputi hubungan kausalitas antara indikator-indikator terhadap peubah dan hubungan kausalitas antara peubah-peubah penelitian. Hubungan antar peubah secara teoretis disajikan pada Gambar 2. Data dan Instrumentasi Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber pertamanya yaitu responden petani sekitar hutan yang tergabung dalam kelompok tani hutan. Pengumpulan data primer dilakukan melalui : a). survey dengan kuesioner yaitu bentuk pengumpulan data melalui pengisian kuesioner oleh responden di lapangan, b) wawancara terstruktur yaitu suatu bentuk interview terhadap responden dengan pedoman kuesioner yang telah dibuat, dan ini dilakukan apabila responden tidak bisa membaca sehingga kesulitan dalam mengisi kuesioner, dan c). pengamatan langsung di lapangan pada beberapa tempat di mana petani melakukan kegiatan
pada lahan hutan yang dikelola bersama dengan
Perhutani. Pengumpulan data primer dilakukan oleh peneliti dibantu oleh beberapa enumerator sebagai pembantu peneliti. Penelitian untuk lokasi KPH Pekalongan Timur, peneliti dibantu oleh tiga orang enumerator mahasiswa UGM. Penelitian untuk lokasi KPH Kedu Selatan, peneliti dibantu oleh tiga orang enumerator mahasiswa UGM dan Penyuluh Pertanian setempat. Sedangkan penelitian di KPH Gundih, peneliti dibantu oleh satu orang enumerator mahasiswa UGM Yogyakarta. Tenaga enumerator telah dilatih secara khusus agar memahami setiap butir kuesioner yang akan dipergunakan, dan dapat melakukan fasilitasi terhadap
115
kelompok secara tepat. Pengumpulan data pokok dilakukan dengan cara setiap dua sampai empat orang enumerator mendampingi 11 – 12 orang responden dan bertugas memberikan penjelasan umum sebelum pengisian serta mendampingi dan memberikan penjelasan selama pengisian kuesioner. Berhubung banyak petani responden yang kurang lancar membaca, maka peneliti dan enumerator umumnya membacakan pertanyaan-pertanyaan (pada sebagian besar kelompok dengan diterjemahkan ke dalam bahasa setempat atau Bahasa Jawa) dan responden tinggal mengisi jawabannya. Wawancara terhadap tokoh kelompok tani dilakukan oleh peneliti untuk melengkapi informasi yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Data primer yang dituangkan dalam kuesioner dan dikumpulkan dari responden yaitu : 1. Potensi sumberdaya individu petani yang meliputi : (a) luas lahan garapan, (b) pengalaman berusahatani, (c) umur, (d) pendapatan keluarga, (e) jumlah tanggungan keluarga, (f) pendidikan formal, (g) pendidikan non formal, (h) motivasi berkelompok, dan (h) keinovatifan. 2. Ketepatan proses pemberdayaan yang meliputi : (a) inisiatif program, (b) penyadaran /sosialisasi, (c) kelembagaan masyarakat, (d) penentuan hak dan kewajiban parapihak, (e) pemanfaatan ruang kelola, (f) penentuan bagi hasil. 3. Peran SDM Pemberdaya yang meliputi : (a) mengembangkan partisipasi petani, (b) pemecahan masalah dan pembelajaran petani, (c) mengorganisasikan petani, (d) membangun jaringan, (e) mencari peluang pasar, (f) membangun komunikasi dan (g) kesetaraan status sosial dengan petani. 4. Keefektifan kepemimpinan kelompok yang meliputi : (a) peran pemimpin kelompok, (b) perilaku kepemimpinan, dan (c) gaya kepemimpinan. 5. Dukungan lingkungan yang meliputi : (a) akses lahan, (b) potensi sumberdaya hutan, (c) ketersediaan sarana produksi, (d) kemudahan memasarkan hasil, (e) potensi modal sosial. (f) potensi pengembangan usaha, (g) tersedianya alternatif usaha, (h) ketergantungan pada hutan, dan (i) intervensi lingkungan sosial.
116
6. Dinamika kelompok yang meliputi : (a) tujuan kelompok, (b) struktur kelompok, (c) fungsi / tugas kelompok, (d) pembinaan kelompok, (e) kekompakan kelompok, (f) suasana kelompok, (g) tegangan kelompok, (h) keefektifan kelompok, (i) maksud tersembunyi, dan (j) perkembangan usaha kelompok. 7. Tingkat keberdayaan yang terdiri dari : (a) kemampuan interpersonal, (b) kemampuan interaksional, (c) kapasitas mengambil tindakan, (d) kemampuan kolektif, dan (e) kemampuan bertahan. 8. Tingkat partisipasi yang terdiri dari : (a) perencanaan, (b) pelaksanaan, (c) evaluasi, dan (d) pemanfaatan. Data sekunder yaitu berupa dokumen data dan informasi yang terdapat di Kantor Pusat Perhutani di Jakarta, Kantor Perhutani Unit I Jawa Tengah di Semarang, Kantor KPH sampel, Kantor BKPH, dan Sekretariat LMDH. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui : a) studi dokumentasi, dan b). wawancara mendalam (in-depth interview) yang dilakukan terhadap pengurus kelompok tani hutan, pengurus LMDH, petugas lapangan kehutanan (Mandor, Mantri), petugas Perhutani yang menangani PHBM di kantor KPH, Asisten Perhutani di kantor BKPH, dan tenaga pendamping dari LSM. Jenis data sekunder ini meliputi : 1. Kebijakan peraturan dari Perhutani tentang PHBM, data hasil evaluasi PHBM Perhutani Unit I Jawa Tengah, dan data perkembangan PHBM pada KPH sampel. 2. Keadaan wilayah hutan Perhutani Unit I Jawa Tengah seperti pembagian wilayah pengelolaan hutan, kelas hutan, iklim dan lain-lain. 3. Data hasil penelitian atau evaluasi tentang PHBM di Jawa Tengah. 4. Contoh-contoh tentang SK Pembentukan Forum Komunikasi PHBM, perjanjian kerjasama, pembentukan LMDH, rencana strategis LMDH dan lain-lain. Instrumentasi
Instrumen adalah suatu alat yang memenuhi persyaratan akademis, sehingga dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur suatu obyek ukur atau mengumpul-
117
kan data mengenai suatu peubah. Dalam bidang penelitian, instrumen diartikan sebagai alat untuk mengumpulkan data mengenai peubah-peubah penelitian untuk kebutuhan penelitian (Djaali dan Mulyono, 2004). Data primer dalam penelitian ini dikum-pulkan dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner sebagai pedoman dalam melakukan wawancara secara terstruktur. Bentuk pertanyaan dalam kuesioner kebanyakan pertanyaan yang tertutup dan beberapa pertanyaan terbuka. Pertanyaan tertutup yaitu pertanyaan yang telah disiapkan jawabannya sehingga responden tinggal memilih yang sesuai. Sedangkan pertanyaan terbuka memungkinkan responden menguraikan secara bebas dalam menjawab pertanyaan, dan ini sangat bermanfaat dalam memperjelas jawaban yang ada di pertanyaan tertutup. Kuesioner dirancang sedemikian rupa dengan bahasa yang mudah dimengerti dan dipahami oleh responden. Kuesioner disusun secara jelas dengan kata-kata yang tidak bermakna ganda, tidak menyinggung perasaan responden, dan menghindari bias kepentingan peneliti. Validitas Instrumen
Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur (Ancok, 1989). Dalam penelitian ini kuesioner merupakan instrumen yang utama untuk mengumpulkan data peubah penelitian. Oleh karena itu kuesioner yang disusun harus bisa mengukur peubah apa yang ingin diukur. Pengujian validitas instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi tiga jenis validitas yaitu : 1. Validitas isi (content validity). Validitas isi merupakan seberapa jauh suatu instrumen mengandung materi sesuai dengan konten yang akan diukur. Kerlinger (2004) mendefinisikan pengertian validitas isi (muatan) sebagai kerepresentatifan yang terdapat dalam muatan suatu instrumen pengukur. Menurut Djaali dan Muljono (2004) suatu instrumen mempunyai validitas isi yang baik apabila instrumen tersebut terdiri dari item-item yang mewakili semua materi yang hendak diukur. Penentuan validitas isi dapat berdasarkan pendapat (judgement) para ahli dalam bidang yang bersangkutan. Penyusunan instrumen yang dipergunakan dalam penelitian ini telah memenuhi aspek
118
validitas isi dengan cara : (a) Penyusunan indikator-indikator dan parameterparameter setiap peubah telah melalui diskusi dengan tim pembimbing yang berjumlah tiga orang (tim pembimbing merupakan tenaga ahli dalam bidang penyuluhan pembangunan, komunikasi pembangunan, pengembangan SDM, dan psikologi sosial); (b) Penyusunan indikator dan paramater untuk peubahpeubah utama tersebut telah dilakukan peer-review oleh mahasiswa S3 bidang Kehutanan (Ir. Nandang Prihadi, MSc dan Ir. Tuti Herawati, MSi); dan (c) Penyusunan indikator dan parameter untuk peubah-peubah utama telah mendapatkan masukan dari Tim Pakar yang beranggotakan tiga orang yaitu Prof. Dr. Ir. Mustofa Agung Sardjono, MSc (Ahli sosiologi kehutanan dan sosial forestry dari UNMUL Samarinda), Dr. Ir. Didik Suharjito, MS (Ahli anthropologi kehutanan dan kehutanan masyarakat dari IPB), dan Dr. Ir. Nurheni Widjayanto, MSc (Ahli hutan rakyat, agroforestri dan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan). 2. Validitas konstruk (construct validity). Validitas konstruk adalah validitas yang mempermasalahkan seberapa jauh item-item dalam instrumen mampu mengukur apa yang benar-benar dimaksudkan hendak diukur sesuai dengan konstruk atau konsep khusus atau definisi konseptual yang telah ditentukan (Djaali & Muljono, 2004). Konstruk merupakan kerangka dari suatu konsep. Perumusan konstruk telah melalui sintesis dari teori-teori yang terkait dengan peubah-peubah yang diukur. Kerangka konsep-konsep yang diteliti ditempuh melalui serangkaian telaah teoretis dengan cara mencari definisi-definisi konsep yang ditulis oleh para ahli di dalam pustaka, kemudian membuat definisi yang lebih operasional. Teori-teori yang dipergunakan dalam menyusun konsep, peubah dan hubungan antar peubah meliputi teori dinamika kelompok, teori pemberdayaan masyarakat, teori sosial forestri, dan teori kepemimpinan. Proses validasi konstruk terhadap instrumen penelitian ini juga telah dilakukan melalui justifikasi dari tim pembimbing sebanyak tiga orang dalam proses bimbingan dan sidang-sidang komisi. 3. Validitas empiris atau validitas kriteria.
Validitas kriteria suatu instrumen
ditentukan berdasarkan hasil ukur instrumen yang bersangkutan, baik melalui
119
uji coba maupun melalui pengukuran yang sesungguhnya (Djaali dan Muljono, 2004). Pengujian validitas empiris dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : (a) melakukan uji coba instrumen yang telah disusun tersebut pada sejumlah responden, (b) menyiapkan tabel tabulasi jawaban, (c) menghitung korelasi masing-masing pertanyaan dengan skor total dengan menggunakan rumus teknik korelasi Bivariate Pearson (Produk Momen Pearson) dan Corrected Item-Total Correlation yang rumusnya sebagai berikut (Ancok, 1989 dan Priyanto, 2008) : r=
N (∑ XY ) − (∑ X ∑ Y )
[N ∑ X
2
[
− (∑ X 2 ) ] N ∑ Y 2 − (∑ Y ) 2
]
; r : korelasi
Apabila ditemukan dalam perhitungan ada pertanyaan yang tidak valid (tidak nyata pada tingkat 5 %), kemungkinan pernyataan tersebut kurang baik susunan kata-kata atau kalimatnya. Pengujian validitas dan reliabilitas instrumen (kuesioner) dilakukan terhadap petani anggota kelompok tani hutan yang bukan sebagai sampel dalam penelitian ini, tetapi mempunyai karakteristik yang mirip dengan responden petani hutan pada desa-desa sampel. Pengujian validitas dan reliabilitas instrumen dilakukan di KPH Pekalongan Timur, BKPH Bandar (Kabupaten Batang), LMDH Ganesha Mulya (Kecamatan Bandar, Desa Silurah)
terhadap 30 orang kepala
keluarga petani. Hasil perhitungan uji validitas instrumen yang dilakukan terhadap 30 orang petani dituangkan dalam Tabel 11.
120
Tabel 11. Kisaran nilai Koefisien Korelasi item-item pertanyaan dalam satu peubah dengan skor total peubah No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Peubah Potensi Sumberdaya Individu Petani (X1) Ketepatan Proses Pemberdayaan (X2) Peran SDM Pemberdaya (X3) Keefektifan Kepemimpinan Kelompok (X4) Dukungan Lingkungan (X5) Dinamika Kelompok (Y1) Tingkat Keberdayaan Petani Sekitar Hutan (Y2) Tingkat Partisipasi (Y3)
Kisaran Koefisien Korelasi 0,410* - 0,816** 0,374* - 0,613** 0,374* - 0,760** 0,372* - 0,710** 0,363* - 0,742** 0,390* - 0,669** 0,376* - 0,703** 0,380* - 0,642**
Keterangan : * nyata pada α = 0,05 ** nyata pada α = 0,01
Berdasarkan hasil uji validitas instrumen penelitian diperoleh nilai kisaran koefisien korelasi antara skor item-item pertanyaan suatu peubah dalam instrumen dengan skor total pada setiap peubah. Nilai koefisien korelasi setiap peubah termasuk dalam kisaran signifikan sampai sangat signifikan. Menurut Nasrun (Solimun, 2002), bilamana koefisien korelasi antara skor suatu indikator dengan skor total seluruh indikator positif dan lebih besar dari 0,3 (r ≥ 0,3), maka instrumen tersebut sudah dianggap valid (validitas kriteria). Dengan demikian nilai koefisien korelasi hasil perhitungan pada tabel di atas menunjukkan bahwa butirbutir instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dari segi validitas empiris (validitas kriteria) termasuk valid. Berdasarkan tinjauan dari segi validitas, maka instrumen yang digunakan dalam penelitian ini termasuk valid ditinjau dari segi validitas isi, validitas konstruk dan validitas empiris (validitas kriteria). Reliabilitas Instrumen
Menurut Ancok (1989) reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauhmana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu alat pengukur dipakai dua kali – untuk mengukur gejala yang sama danhasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten, maka alat pengukur tersebut reliabel. Dengan kata lain, reliabilitas menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama. Kerlinger (2004) menyatakan istilah lain untuk
121
reliabilitas yaitu keandalan, kemantapan, konsistensi, prediktabilitas / keteramalan, dan kejituan / ketepatan alias akurasi. Definisi tentang keandalan ini bisa didekati dengan tiga pertanyaan yaitu : (a) Jika kita mengukur himpunan obyek yang sama berulangkali dengan instrumen yang sama atau mirip, akankah kita mendapatkan hasil yang sama atau serupa pula ?; (b) Apakah ukuran-ukuran yang diperoleh dari suatu instrumen pengukur adalah ukuran yang “sebenarnya” dari sifat yang diukur itu?; dan (c) Berapa banyak galat pengukuran yang terdapat dalam suatu instrumen pengukur?. Uji reliabilitas instrumen dalam penelitian ini akan menggunakan metode Alpha Cronbach yang diukur dengan menggunakan skala dari 0 sampai 1. Uji reliabilitas dimaksudkan untuk menentukan apakah setiap instrumen reliabel atau tidak.
Pengukuran koefisien Alpha Cronbach menurut Solimun (2002) yaitu
sebagai berikut : ⎛ n ⎞⎛⎜ ∑ Vi ⎞⎟ ⎟ 1− Vt ⎟⎠ ⎝ n − 1 ⎠⎜⎝
α =⎜
n : besar sampel pada ujicoba instrumen Vi
: ragam kelompok indikator bagian ke i, yang panjangnya tidak
ditentukan Vt : ragam skor total (perolehan)
α : koefisien reliabilitas Skala kemantapan dalam uji reliabilitas bisa dilakukan dalam lima kelas dengan range yang sama. Ukuran kemantapan bisa diinterpretasikan sebagai berikut : 1) Nilai alpha Cronbach 0,00 s.d 0,20 berarti kurang reliabel. 2) Nilai alpha Cronbach 0,21 s.d 0,40 berarti agak reliabel. 3) Nilai alpha Cronbach 0,41 s.d 0,60 berarti cukup reliabel. 4) Nilai alpha Cronbach 0,61 s.d 0,80 berarti reliabel. 5) Nilai alpha Cronbach 0,81 s.d 1,00 berarti sangat reliabel. Ukuran kemantapan dari uji reliabilitas lainnya yaitu menurut Malhotra (dalam Solimun, 2002) yang menyatakan bahwa suatu instrumen (keseluruhan indikator) dianggap sudah cukup reliabel (reliabilitas konsistensi internal) bilamana α ≥ 0,6.
122
Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas instrumen yang dilakukan dalam pengujian instrumen terhadap 30 orang keluarga petani pada LMDH Ganesha Mulya, BKPH Bandar, KPH Pekalongan Timur, diperoleh nilai reliabilitas sebagai berikut : Tabel 12. Hasil uji reliabilitas instrumen penelitian No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Peubah Potensi Sumberdaya Individu Petani (X1) Ketepatan Proses Pemberdayaan (X2) Peran SDM Pemberdaya (X3) Keefektifan Kepemimpinan Kelompok (X4) Dukungan Lingkungan (X5) Dinamika Kelompok (Y1) Tingkat Keberdayaan Petani Sekitar Hutan (Y2) Tingkat Partisipasi (Y3)
Nilai Alpha Cronbach 0,81(sangat reliabel) 0,60 (cukup reliabel) 0,84 (sangat reliabel) 0,87 (sangat reliabel) 0,84 (sangat reliabel) 0,86 (sangat reliabel) 0,73 (reliabel) 0,73 (reliabel)
Keterangan Nilai Alpha Cronbach : 0,00 s.d 0,20 = kurang reliabel 0,21 s.d 0,40 = agak reliabel 0,41 s.d 0,60 = cukup reliabel 0,61 s.d 0,80 = reliabel 0,81 s.d 1,00 = sangat reliabel
Tabel 12 menunjukkan bahwa hasil uji reliabilitas instrumen diperoleh nilai Alpha Cronbach berkisar antara 0,60 (cukup reliabel) sampai 0,87 (sangat reliabel). Dari delapan peubah yang diteliti menunjukkan bahwa satu peubah (X2) mempunyai nilai yang cukup reliabel, dua peubah (Y2 dan Y3) termasuk reliabel dan lima peubah (X1, X3, X4, X5 dan Y1) termasuk sangat reliabel. Analisis Data
Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam proses ini seringkali digunakan statistik. Salah satu fungsi pokok statistik adalah menyederhanakan data penelitian yang amat besar jumlahnya menjadi informasi yang lebih sederhana dan lebih mudah untuk dipahami.
Disamping itu, statistik membandingkan
diperoleh dengan hasil yang terjadi secara kebetulan
hasil yang
(by chance), sehingga
memungkinkan peneliti untuk menguji apakah hubungan yang diamati memang
123
betul terjadi karena adanya hubungan sistematis antara peubah-peubah yang diteliti, atau hanya terjadi secara kebetulan (Effendi dan Singarimbun, 1989). Menurut Solimun (2002) statistika adalah ilmu dan atau seni yang berkaitan dengan tata cara (metode) pengumpulan data, analisis data, dan interpretasi hasil analisis untuk mendapatkan informasi guna pengambilan keputusan san penarikan kesimpulan. Sedangkan Kerlinger (2004) mendefinisikan statistik sebagai teori dan metode analisis data kuantitatif yang diperoleh dari sampel-sampel observasi, dalam rangka menelaah dan membandingkan sumber-sumber keragaman fenomen, membantu pembuatan keputusan untuk menerima atau menolak relasi yang dihipotesiskan terdapat antara satu fenomen dengan lainnya, dan menolong penyusunan kesimpulan yang andal dari pengamatan-pengamatan empiris. Analisis data dilakukan dengan pendekatan analisis deskriptif dan analisis hubungan kausal untuk melihat hubungan antar peubah.
Analisis deskriptif
digunakan untuk menerangkan keragaan data setiap peubah yang diamati. Analisis deskriptif meliputi nilai rata-rata (mean) dari data ordinal yang sudah ditransformasi ke dalam skala 100 sehingga menjadi data interval. Perhitungan nilai rata-rata dengan pembobotan karena pengambilan sampel tidak secara proporsional (disproporsional). Analisis hubungan kausal dan penyusunan model dilakukan dengan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM). Menurut Solimun (2002), analisis SEM ini merupakan pendekatan terintegrasi antara Analisis Faktor, Model Struktural dan Analisis Path. Selain itu SEM juga merupakan pendekatan yang terintegrasi antara analisis data dengan konstruksi konsep. Perhitungan deskriptif maupun hubungan kausal dan penyusunan model dilakukan dengan bantuan komputer, yaitu program EpiData untuk pengentrian data kuesioner dari responden, program Excel dan SPSS 12.0 untuk analisis deskriptif, dan program LISREL 8.72 untuk analisis SEM. Tahapan-tahapan yang ditempuh sebagai prosedur dalam melakukan analisis SEM yaitu sebagai berikut (Wijanto, 2008) :
124
(1) Spesifikasi model (model specification).
Tahap ini berkaitan dengan
pembentukan model awal persamaan struktural sebelum dilakukan estimasi. Model awal diformulasikan berdasarkan kajian teori atau penelitian sebelumnya. Model yang berbasis teori merupakan model hipotetik dan dijabarkan ke dalam peubah X dan peubah Y sebagaimana Tabel 13 berikut. Dalam penelitian ini peubah-peubah laten diberikan simbol Xn dan Yi. Indikator yang diberi seimbol Xn.m dan Yi.j merupakan peubah-peubah teramati. Tabel 13. Matriks kerangka konsep penjabaran peubah dan indikator penelitian Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan No
Peubah Laten / Peubah Teramati (Indikator)*
1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2 10 11 12 13 14 15 3 16 17 18 19 20 21 22
Potensi sumberdaya individu petani a. Luas lahan garapan b. Pengalaman berusaha tani c. Umur d. Pendapatan e. Jumlah tanggungan keluarga f. Pendidikan formal g. Pendidikan non formal h. Motivasi berkelompok i. Keinovatifan Ketepatan proses pemberdayaan a. Inisiatif program b. Penyadaran / sosialisasi c. Pembentukan lembaga masyarakat d. Penentuan hak dan kewajiban para pihak e. Pemanfaatan ruang kelola f. Penentuan bagi hasil Peran SDM Pemberdaya a. Mengembangkan partisipasi petani b. Pemecahan masalah dan pembelajaran petani c. Mengorganisasikan petani d. Membangun jaringan e. Mencari peluang pasar f. Membangun komunikasi g. Kesetaraan status sosial dengan petani
Notasi Peubah (laten)
Notasi Indikator (teramati)
X1 X 1.1 X 1.2 X 1.3 X 1.4 X 1.5 X 1.6 X 1.7 X 1.8 X 1.9 X2 X 2.1 X 2.2 X 2.3 X 2.4 X 2.5 X 2.6 X3 X 3.1 X 3.2 X 3.3 X 3.4 X 3.5 X 3.6 X 3.7
125
Tabel 13 (lanjutan) No
4.
Peubah Laten / Peubah Teramati (Indikator)*
Keefektifan kepemimpinan kelompok 23 a. Peran pemimpin kelompok 24 b. Perilaku kepemimpinan 25 c. Gaya kepemimpinan 5 Dukungan lingkungan 26 a. Akses lahan 27 b. Potensi sumberdaya hutan 28 c. Ketersediaan saprodi 29 d. Kemudahan memasarkan hasil 30 e. Potensi modal sosial 31 f. Potensi pengembangan usaha 32 g. Tersedianya alternatif usaha 33 h. Ketergantungan pasa hutan 34 i. Intervensi lingkungan sosial 6 Dinamika kelompok 35 a. Tujuan kelompok 36 b. Struktur kelompok 37 c. Fungsi / tugas kelompok 38 d. Pembinaan kelompok 39 e. Kekompakan kelompok 40 f. Suasana kelompok 41 g. Tegangan kelompok 42 h. Keefektifan kelompok 43 i. Maksud tersembunyi 44 j. Perkembangan usaha kelompok 7 Tingkat keberdayaan 45 a. Kemampuan interpersonal 46 b. Kemampuan interaksional 47 c. Kapasitas mengambil tindakan 48 g. Kemampuan kolektif 49 h. Kemampuan bertahan 8 Tingkat partisipasi 50 a. Perencanaan 51 b. Pelaksanaan 52 c. Evaluasi 53 d. Pemanfaatan Ket* : • Jumlah peubah laten = 8 buah • Jumlah peubah teramati = 53 buah
Notasi Peubah (laten)
Notasi Indikator (teramati)
X4 X 4.1 X 4.2 X 4.3 X5 X 5.1 X 5.2 X 5.3 X 5.4 X 5.5 X 5.6 X 5.7 X 5.8 X 5.9 Y1 Y 1.1 Y 1.2 Y 1.3 Y 1.4 Y 1.5 Y 1.6 Y 1.7 Y 1.8 Y 1.9 Y 1.10 Y2 Y 1.1 Y 1.2 Y 1.3 Y 1.4 Y 1.5 Y3 Y 3.1 Y 3.2 Y 3.3 Y 3.4
126
Model konstruk dasar yang menggambarkan hubungan antar peubah laten yang akan dianalisis menggunakan SEM ditunjukkan pada Gambar 6. X1 Keterangan : - Potensi Sumberdaya Individu Petani (X1)
X2
- Ketepatan Proses Pemberdayaan (X2) - Peran SDM Pemberdaya (X3)
X3 Y1
Y2
Y3
- Keefektifan Kepemimpinan Kelompok (X4) - Dukungan Lingkungan (X5) - Dinamika Kelompok (Y1)
X4
- Tingkat Keberdayaan (Y2) - Tingkat Partisipasi (Y3)
X5
Gambar 6. Kerangka Konsep Konstruksi Model Rekursif Peubah-peubah Penelitian Dengan menggabungkan komponen model pengukuran dan model struktural akan diperoleh model yang lengkap yang dikenal dengan Full atau Hybrid Model yang merupakan bentuk umum dari SEM. Notasi matematik dari Full atau Hybrid Model secara umum dapat dituliskan pada Tabel 14. (2) Identifikasi (identification). Tahap ini berkaitan dengan pengkajian tentang kemungkinan diperolehnya nilai yang unik untuk setiap parameter yang ada di dalam model dan kemungkinan persamaan simultan tidak ada solusinya. (3) Estimasi (estimation). Tahap ini berkaitan dengan estimasi terhadap model untuk menghasilkan nilai-nilai parameter dengan menggunakan salah satu metode estimasi yang tersedia. Estimator yang digunakan dalam penelitian ini yaitu MLE (Maximum Likelihood Estimator).
Data input SEM dapat berupa
matrik korelasi atau matrik kovarians. Dalam penelitian ini, karena data dari peubah yang diteliti memiliki unit satuan dan atau skala yang berbeda-beda, maka data input digunakan matriks korelasi. Dengan input matrik korelasi, maka bisa diketahui sejauhmana pola hubungan kausal antar peubah laten.
127
Selain itu bisa dieksplorasi jalur-jalur mana yang memiliki pengaruh kausalitas lebih dominan dibandingkan jalur lainnya. Tabel 14. Notasi matematik model atau Hybrid Model SEM No
Notasi
1
Model Struktural
2
Model Pengukuran untuk Y
3
Model Pengukuran untuk X
4
Asumsi-asumsi
η = β η + Гξ + ζ y = λy η + ε x = λx ξ + δ 1) ζ dan ξ 2) ε dan η
tidak berkorelasi
3) δ dan
tidak berkorelasi
4) 5) 5
6
Peubah-peubah
Koefisien-koefisien
ξ
ζ, ε, dan δ I dan B
tidak saling berkorelasi non singular peubah laten endogen
Y
indikator teramati dari η
X
indikator teramati dari ξ kesalahan pengukuran y
ε (epsilon) δ (delta) β (beta)
λy (lambda y) λx (lambda x) Matrik kovarian
tidak berkorelasi
η (eta) ξ (ksi) ζ (zeta)
Г (gamma)
7
Keterangan
Φ (phi) Ψ (psi) Θε (theta-epsilon) Θδ (theta-delta)
peubah laten exsogen kesalahan laten persamaan
kesalahan pengukuran x koefisien matrik peubah laten endogen Koefisien matrik peubah laten eksogen Matrik koefisien yang menghubungkan y ke η Matirik koefisien yang menghubungkan x ke ξ Matrik kovarian dari ξ Matrik kovarian dari ζ Matrik kovarian ε Matrik kovarian δ
(4) Uji kecocokan (testing fit). Tahap ini berkaitan dengan pengujian kecocokan antara data dengan model, validitas dan relaibilitas model pengukuran, dan signifikansi koefisien-koefisien dari model struktural. Mengacu pada Hair et.al. (1998) di dalam Wijanto (2008), ecaluasi terhadap tingkat kecocokan data
128
dengan model dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu : (a) kecocokan keseluruhan model (overall model fit); (b) kecocokan model pengukuran (measurement model fit); dan (c) kecocokan model struktural (structural model fit). a. Kecocokan keseluruhan model.
Evaluasi terhadap derajat kecocokan
keseluruhan model dalam penelitian ini digunakan beberapa ukuran GOF (Goodness of Fit), dengan mengacu pada Wijanto (2008) sebagaimana disarikan pada Tabel 15. b. Kecocokan model pengukuran (analisis model pengukuran). Evaluasi kecocokan model pengukuran dilakukan terhadap setiap konstruk atau peubah penelitian, yaitu memeriksa hubungan antara sebuah peubah laten dengan beberapa peubah teramati atau indikator secara terpisah melalui evaluasi validitas (validity) model pengukuran. dan evaluasi reliabilitas (reliability) dari model pengukuran. Pengukuran validitas dengan mengamati bagaimana hubungan variabel teramati (indikator) terhadap konstruk atau variabel latennya dengan ukuran sebagai berikut : (1) nilai t muatan faktornya (loading factors) lebih besar dari nilai kritis (atau ≥1,96), dan (2) muatan faktor standarnya (standardized loading factors) dengan nilai ≥0,50 (very significant) atau bisa digunakan ≥0,30 (Igbaria et. al., diacu dalam Wijanto 2008). c. Kecocokan model struktural (analisis model struktural). Evaluasi terhadap model struktural mencakup pemeriksaan terhadap signifikansi koefisienkoefisien yang diestimasi.
Evaluasi model struktural dilakukan dengan
memeriksa hubungan kausal diantara peubah-peubah laten dalam penelitian. Evaluasi dilakukan dengan melihat nilai-t dan koefisien persamaan struktural serta koefisien determinasi (R²) yang diambil dari reduced form equation. Ukuran nilai-t ≥1.96 untuk taraf nyata α=0,05. (5) Respesifikasi (respecification). Tahap ini berkaitan dengan respsesifikasi model berdasarkan atas hasil uji kecocokan tahap sebelumnya.
129
Tabel 15. Ukuran-ukuran GOF yang digunakan dalam Uji Kecocokan Keseluruhan Model Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan No
Ukuran GOF
Tingkat Kecocokan Yang Bisa Diterima Ukuran kecocokan absolut
1
Statistic Chi-Square
Mengikuti uji statistik yang berkaitan dengan persyarakat signifikan. Semakin kecil semakin baik.
2
Non-Centrality Parameter (NCP)
Dinyatakan dalam bentuk spesifiksi ulang dari Chi-square. Penilaian didasarkan atas perbandingan dengan model lain. Semakin kecil semakin baik.
3
Goodness-of-Fit Index (GFI)
Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik. GFI ≥ 0.90 adalah good-fit, ≥
4
Root Mean Square Residuan (RMR)
Residual rata-rata antara matrik (korelasi atau kovarian) teramati dan hasil estimasi. Standardized RMR ≤ 0.05 adalah good fit.
5
Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA)
Rata-rata perbedaan per degree of freedom yang diharapkan terjadi dalam populasi dan bukan dalam sampel.. Nilai RMSEA ≤ 0,05 adalah close fit; 0.05< RMSEA≤0.08 menunjukkan good fit; 0.08
0.10 menunjukkan poor fit.
6
Expected Cross-Validation Index (ECVI)
Digunakan untuk perbandingan antar model. Semakin kecil semakin baik. Pada model tunggal, nilai ECVI dari model yang mendekati nilai saturated ECVI menunjukkan good fit. ECVI saturated model mewakili “best-fit” dan ECVI independence model mewakili “worst fit”. Ukuran kecocokan inkremental
7
Tucker-Lewis Index atau Non-Normed Fit Index (TLI atau NNFI)
Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik. NNFI ≥ 0.90 adalah good fit, sedangkan 0.80 ≤ NNFI < 0.90 adalah marginal fit.
8
Normed Fit Index (NFI)
Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik. NFI ≥ 0.90 adalah good fit, sedangkan 0.80 ≤ NFI < 0.90 adalah marginal fit.
9
Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI)
Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik. AGFI ≥ 0.90 adalah good fit, sedangkan 0.80 ≤ AGFI < 0.90 adalah marginal fit.
10
Relative Fit Index (RFI)
Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik. RFI ≥ 0.90 adalah good fit, sedangkan 0.80 ≤ RFI < 0.90 adalah marginal fit.
11
Incremental Fit Index (IFI)
Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik. IFI ≥ 0.90 adalah good fit, sedangkan 0.80 ≤ IFI < 0.90 adalah marginal fit.
12
Comparative Fit Index (CFI)
Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik. CFI ≥ 0.90 adalah good fit, sedangkan 0.80 ≤ CFI < 0.90 adalah marginal fit.
130
Tabel 15 (lanjutan) No
Ukuran GOF
Tingkat Kecocokan Yang Bisa Diterima Ukuran kecocokan parsimoni
13
Normed Chi-Square
Rasio antara Chi-square dibagi degree of freedom. Nilai yang disarankan : batas bawah : 1.0 dan batas atas : 2.0 atau 3.0 dan yang lebih longgar 5.0.
14
Akaike Information Criterion (AIC)
Nilai positif lebih kecil menunjukkan parsimoni lebih baik; digunakan untuk perbandingan antar model. Pada model tunggal, nilai AIC dari model yang mendekati nilai saturated AIC menunjukkan good fit.
15
Consistent Akaike Information Criterion (CAIC)
Nilai positif lebih kecil menunjukkan parsimoni lebih baik; digunakan untuk perbandingan antar model. Pada model tunggal, nilai CAIC dari model yang mendekati nilai saturated CAIC menunjukkan good fit. Ukuran kecocokan lainnya
16
Critical “N” (CN)
CN ≥ 200 menunjukkan ukuran sampel mencukupi untuk digunakan mengestimasi model. Kecocokan yang memuaskan atau baik.
Untuk menyusun strategi pemberdayaan digunakan hasil analis model struktural yang menunjukkan besarnya koefisien hubungan kausal antar peubah laten. Strategi pemberdayaan dirumuskan berdasarkan model pemberdayaan hasil analisis SEM dengan mengadopsi pendekatan sistem yaitu masukan (inputs), proses (process), keluaran (outputs) dan dampak (outcomes) yang diadopsi dari Hikmat (2001), dan Sax (Arikunto, 2004). Pengukuran Peubah Penelitian
Pengukuran ialah pemberian angka pada obyek-obyek atau kejadiankejadian menurut suatu aturan. Dalam pengukuran, definisi himpunan obyek yang diukur, definisi himpunan angka yang merupakan dasar pemberian angka-angka tertentu pada obyek yang diukur, dan aturan-aturan pemberian angka itu haruslah terikat erat pada realitas. Jadi prosedur pengukuran dan sistem angka itu isomorfis dengan realitas (Kerlinger, 2004). Hasil pengukuran peubah-peubah penelitian melalui indikator-indikator, parameter-parameternya, dan butir-butir pertanyaan dalam kuesioner kemudian ditabulasikan untuk seluruh responden penelitian. Hasil tabulasi yang dituangkan dalam lembaran data (spread-sheet) dengan kolom-kolom
131
merupakan butir-butir pertanyaan dan baris merupakan responden penelitian akan dilakukan pengujian dengan statistik. Pengukuran yang dilakukan untuk peubah-peubah X1.8, X1.9, X2, X3, X4, X5, Y1, Y2 dan Y3 menggunakan ukuran ordinal dengan jenjang (range) yaitu 1, 2, 3, dan 4. Cara pengukuran yaitu dengan menghadapkan responden dengan “pernyataan” yang telah disusun dalam kuesioner dan responden diminta untuk memberikan persepsi pada setiap pernyataan.
Jenjang yang digunakan dalam
penelitian ini sesuai peubah yang diamati yaitu : (a) 1 (tidak pernah); 2 (kadang-kadang); 3 (sering); dan 4 (selalu). (b) 1 (sangat rendah); 2 (rendah); 3 (sedang); dan 4 (tinggi). (c) 1 (sangat tidak setuju); 2 (tidak setuju); 3 (setuju); dan 4 (sangat setuju). Hasil pengukuran peubah-peubah penelitian melalui indikator-indikator dan parameter-parameternya, dilakukan pengujian dengan statistik. Agar semua data dalam penelitian ini mempunyai kisaran nilai yang sama, yaitu nilai antara 0 sampai 100, maka dilakukan proses transformasi. Proses transformasi dilakukan sebagai-mana teknik yang digunakan Sumardjo (1999) yaitu nilai indeks terkecil 0 diberikan untuk jumlah skor terendah dan nilai indeks 100 diberikan pada saat jumlah skor tertinggi tiap indikator. Angka di belakang koma dibulatkan sesuai dengan ketentuan pembulatan matematik yang berlaku dalam penggunaan komputer. Transformasi semacam ini digunakan untuk menghitung nilai keragaman yang terjadi dalam setiap peubah penelitian, terutama peubah yang berskala ordinal. Setelah melalui proses transformasi skala yang semula ordinal diubah menjadi skala interval atau rasio sehingga layak diuji dengan menggunakan statistik parametrik.
Rumus umum transformasi yang digunakan dalam penelitian ini
sebagai berikut: (1) Transformasi Indeks Indikator Jumlah skor yang dicapai per indikator - jumlah skor terkecil Indeks Transformasi Indikator =
x 100 Jumlah skor maksimum tiap indikator - jumlah skor terkecil
Keterangan: selang nilai indeks Transformasi Indikator 0 - 100 (2) Transformasi Indeks Variabel ( Peubah )
132
Jumlah Indeks indikator tiap variabel Nilai Indeks = Variabel
x 100 Jumlah total Indeks maksimum tiap variabel
Keterangan: selang nilai indeks Variabel 0 - 100
Nilai indeks transformasi minimum (nilai 0) dicapai apabila semua parameter setiap indikator yang diukur mempunyai nilai 1. Nilai indeks transformasi 100 dicapai apabila semua parameter setiap indikator mempunyai nilai 4. Dengan meng-gunakan pengukuran ini maka sebaran data yang merupakan nilai skala interval berkisar antara nilai 0 sampai 100. Pengelompokan kategori menggunakan 3 tingkatan, yaitu ”Rendah = 0 – 66,9 ; Sedang = 67,0 – 82,9; Tinggi = 83,0 – 100”. Definisi Operasional
Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris,
mereka
harus
dioperasionalisasikan dengan mengubahnya menjadi peubah, yang berarti sesuatu yang mempunyai variasi nilai (Effendi, 1989). Peubah juga diartikan sebagai segala sesuatu yang akan menjadi obyek pengamatan penelitian.
Peubah bisa
dinyatakan sebagai faktor-faktor yang berperanan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti (Suryabrata, 2003). Penelitian pemberdayaan masyarakat sekitar hutan melalui pendekatan kelompok menggunakan delapan peubah, dengan definisi operasional, indikatorindikator, dan parameter-parameter sebagai berikut : 1. Potensi sumberdaya individu petani ( X1 )
Potensi sumberdaya individu petani yaitu kualitas sejumlah karakteristik pribadi petani anggota kelompok tani hutan yang berkaitan dengan kemampuan internal dirinya dan aset untuk usahatani yang dikuasainya, yang berpengaruh terhadap
dinamika kelompok dan tingkat keberdayaannya. Peubah potensi
sumberdaya individu petani diukur melalui sembilan indikator dan sejumlah parameter (Tabel 16). Tabel 16. Indikator dan Parameter Potensi Sumberdaya Individu Petani
133
Peubah : Potensi Sumberdaya Individu Petani ( X1 ) Indikator (patokan / petunjuk)
Parameter (Ukuran)
Satuan
X1.1 Luas lahan garapan
(1) Luas lahan andil tumpangsari / lahan di bawah tegakan / sadapan Pinus dalam kawasan hutan (2) Luas lahan garapan di luar hutan
Ha
X1.2 Pengalaman berusaha tani
(1) Lama waktu petani mengolah andil dalam hutan (2) Lama waktu petani berusaha tani
Tahun
X1.3 Umur
(1) Usia petani sejak lahir sampai ulang tahun terdekat saat menjadi responden
Tahun
X1.4 Pendapatan
(1) Tingkat pendapatan petani per bulan
Rp /bulan
X1.5 Jumlah tanggungan keluarga
(1) Banyaknya jiwa dalam keluarga yang menjadi tanggungan petani
... orang
X1.6 Pendidikan formal
(1) Jumlah tahun petani mengikuti sekolah formal
X1.7 Pendidikan non formal
(1) Jumlah kursus / pelatihan yang berhubungan dengan kehutanan yang pernah diikuti petani
X1.8 Motivasi berkelompok
(1) Dorongan memenuhi kebutuhan fisikal (2) Dorongan memenuhi kebutuhan sosial (3) Dorongan memenuhi kebutuhan ekonomis
Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi
X1.9 Keinovatifan
(1) Upaya mencari ide baru mengenai jenis tanaman, cara bercocok tanam, potensi pasar, dan cara mengolah hasil tanaman (2) Upaya mencari ide usaha tani baru dari berbagai sumber informasi (3) Pengalaman mengembangkan cara usahatani baru dan jenis tanaman yang lebih baik
Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi
Tahun Berapa kali (frekuensi)
2. Ketepatan proses pemberdayaan ( X2 )
Ketepatan proses pemberdayaan adalah upaya penerapan program yang dilakukan terhadap petani hutan atau kelompok tani, yang dalam kondisi kurang mampu dan kekurangan sumberdaya, dengan melibatkan rasa saling menghargai, kepedulian, partisipasi kelompok, kesetaraan dan mengutamakan pemenuhan kebutuhan masyarakat, agar mereka mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dalam meng-akses dan mengontrol sumber-sumberdaya sehingga bisa meningkatkan kualitas kehidupannya. Ketepatan proses pemberdayaan diukur melalui lima indikator yaitu inisiatif program, penyadaran/sosialisasi,
134
pembentukan lembaga masyarakat, pe-manfaatan ruang kelola dan penentuan bagi hasil. Indikator dan parameter peubah ketepatan proses pemberdayaan dituangkan pada Tabel 17. Tabel 17. Indikator dan Parameter Ketepatan Proses Pemberdayaan Peubah : Ketepatan Proses Pemberdayaan ( X2 ) Indikator (patokan / petunjuk)
Parameter (Ukuran)
Satuan Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi
X2.1 Inisiatif program
(1) Proses inisiatif perencanaan program (2) Proses penetapan tujuan program
X2.2 Penyadaran / sosialisasi
(1) Materi sosialisasi program (2) Penyampaian informasi tentang program (3) Saluran komunikasi penyadaran program (4) Sumber informasi tentang program
X2.3 Pembentukan lembaga masyarakat
(1) Keterlibatan petani dalam pembentukan LMDH dan kelompok tani (2) Kedudukan LMDH terhadap Perhutani (3) Inisiatif pembentukan LMDH (4) Proses pembentukan pengurus LMDH dan kelompok tani
Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi
X2.4 Penentuan hak dan kewajiban parapihak
(1) Penentuan hak dan kewajiban LMDH (2) Penentuan hak dan kewajiban petani
X2.5 Pemanfaatan ruang kelola
(1) Penentuan petak yang akan menjadi andil (2) Penentuan jenis tanaman pokok dan tanaman pangan pada andil (3) Penentuan jarak tanaman pokok (4) Penentuan skema/pola penanaman tanaman pokok (5) Penentuan cara pemanfaatan ruang di bawah tegakan hutan (6) Penentuan lokasi petak yang akan dimanfaatkan ruang di bawah tegakannya
Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi
X2.6 Penentuan bagi hasil
(1) Cara penentuan proporsi dan alokasi bagi hasil tanaman hutan
Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi
3. Peran SDM Pemberdaya ( X3 )
Peran Sumberdaya Manusia Pemberdaya adalah kemampuan yang dimiliki oleh pelaku pemberdayaan yang mendampingi petani (tenaga Mandor Perhutani), dalam tugasnya memberdayakan petani/kelompok tani hutan melalui program
135
pengelolaan hutan bersama masyarakat. Peran SDM Pemberdaya diukur melalui tujuh indikator yaitu mengembangkan partisipasi petani, mendidik petani, mengorganisasikan petani, membangun jaringan, mencari peluang pasar, membangun komunikasi, dan kesetaraan status sosial dengan petani. Indikator dan parameter peubah peran SDM Pemberdaya disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Indikator dan Parameter Peran SDM Pemberdaya Peubah : Peran SDM Pemberdaya ( X3 ) Indikator (patokan / petunjuk)
Parameter (Ukuran)
Satuan
X 3.1 Mengembangkan partisipasi petani
(1) Kemampuan pendamping mendorong keikutsertaan petani dalam sosialisasi program (2)Kemampuan pendamping menggali kebutuhan petani dan menyadarkan kemampuan mereka melakukan kegiatan program (3) Kemampuan pendamping memotivasi petani untuk menjalankan program
Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi
X 3.2 Pemecahan masalah dan pembelajaran petani
(1) Kemampuan pendamping mengidentifikasi kebutuhan dan memberikan solusi permasalahan petani (2) Kemampuan pendamping menyadarkan akan manfaat sumberdaya hutan, potensi tanaman bernilai tinggi yang bisa dibudidayakan dan berbagai peluang usahatani
Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi
X 3.3
(1) Kemampuan pendamping menyesuaikan dengan kondisi sosial budaya setempat (2) Kemampuan pendamping bekerjasama dengan tokoh kelompok (3) Kemampuan pendamping mengembangkan kegiatan LMDH
Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi
(1) Keaktifan pendamping menjalin hubungan dengan berbagai pihak yang terkait dengan program (2) Kemampuan pendamping menjalin komunikasi dengan kelompok mengenai jejaring berbagai pihak yang terkait program (3) Kemampuan pendamping mendorong keaktifan kelompok membangun jaringan kerja dengan berbagai pihak yang terkait program
Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi
Mengorganisasika n petani
X 3.4 Membangun jaringan
136
Tabel 18 (lanjutan) Peubah : Peran SDM Pemberdaya ( X3 ) Indikator (patokan / petunjuk)
Parameter (Ukuran)
Satuan
X 3.5 Mencari peluang pasar
(1) Kemampuan pendamping mengidentifikasi potensi pasar hasil usahatani kelompok dan potensi jenis tanaman bernilai tinggi yang bisa dibudidayakan (2) Kemampuan pendamping memfasilitasi transaksi usahatani kelompok dengan pasar
Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi
X 3.6 Membangun komunikasi
(1) Kemampuan pendamping menyediakan bahan tentang program yang informatif bagi petani (2) Kemampuan pendamping menjalin komunikasi interaktif dengan petani (3) Kemampuan pendamping menjalin komunikasi yang konvergen dengan kelompok tani
Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi
X 3.7 Kesetaraan status sosial dengan petani
(1) Kesejajaran pendamping dengan petani (2) Tingkat penerimaan petani terhadap pendamping apabila berada diantara petani
Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi
4. Keefektifan kepemimpinan kelompok ( X4 )
Keefektifan kepemimpinan kelompok adalah kemampuan pemimpin kelompok tani hutan dalam mempengaruhi, mengarahkan, menggerakkan dan mengelola kelompok dalam rangka mengembangkan kedinamisan kelompok untuk mencapai tujuan kelompok yang telah disepakati bersama. Keefektifan kepemimpinan kelompok diukur berdasarkan perspektif petani melalui tiga indikator yaitu peran pemimpin kelompok, perilaku kepemimpinan, dan gaya kepemimpinan.
Indikator dan parameter peubah keefektifan kepemimpinan
disajikan pada Tabel 19.
137
Tabel 19. Indikator dan Parameter Keefektifan Kepemimpinan Kelompok Peubah : Keefektifan Kepemimpinan Kelompok ( X4 ) Indikator (patokan / petunjuk) X 4.1 Peran pemimpin kelompok
Parameter (Ukuran) (1) Menjelaskan tujuan kelompok kepada para anggota (2) Memberikan sarana dan prasarana kepada para anggota (3) Memberikan semangat dalam bekerja kepada para anggota (4) Mendengarkan aspirasi anggota dan memberikan saran pemecahannya
Satuan Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi
X 4.2 Perilaku kepemimpinan kelompok
(1) Mengenali anggotanya dengan baik (2) Membagi tugas secara merata kepada anggotanya (3) Memberikan jalan keluar atas permasalahan anggota (4) Mendorong anggota untuk bekerja mencapai tujuan kelompok (5) Menyampaikan informasi kepada anggota secara efektif (6) Menjaga kesatuan dan kekompakan kelompok (7) Menjaga suasana kelompok tetap menyenangkan dan harmonis (8) Menjaga keterpaduan kelompok
Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi
X 4.3 Gaya kepemimpinan kelompok
(1) Menampung aspirasi dan menjalin hubungan baik dengan anggota
Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi
(2) Membuat keputusan kelompok dengan baik (3) Membagi tugas dan mengecek hasil pekerjaan anggotanya (4) Mengarahkan anggota untuk patuh aturan dan memberi teguran kepada anggota yang melanggar
5. Dukungan lingkungan ( X5 )
Dukungan lingkungan adalah tingkat kekuatan dan kualitas faktor-faktor di luar diri petani hutan yang berpengaruh terhadap terhadap dinamika kelompok tani hutan dan keberdayaannya dalam melakukan pengelolaan sumberdaya hutan. Peubah dukungan lingkungan diukur melalui sembilan indikator yaitu akses lahan, potensi sumberdaya hutan, ketersediaan saprodi, kemudahan memasarkan hasil, potensi modal sosial, potensi pengembangan usaha, tersedianya alternatif usaha, ketergantungan pada hutan, dan intervensi lingkungan sosial. Tabel 20 menggambarkan lingkungan.
indikator dan parameter peubah dukungan
138
Tabel 20. Indikator dan Parameter Dukungan Lingkungan Peubah : Dukungan Lingkungan ( X5 ) Indikator (patokan / petunjuk)
Parameter (Ukuran)
Satuan Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi
X 5.1 Akses lahan
(1) Kesuburan lahan, luasannya dan kemudahan memperoleh lahan andil
X 5.2 Potensi sumberdaya hutan
(1) Ketersediaan sumberdaya alam hutan berupa kayu dan non kayu di sekitar tempat tinggal petani yang bisa dimanfaatkan
X 5.3 Ketersediaan sarana produksi
(1) Kemudahan petani memperoleh bibit tanaman pangan dari kelompok (2) Kemudahan petani memperoleh pupuk dari kelompok
X 5.4 Kemudahan memasarkan hasil
(1) Kemudahan kelompok memasarkan hasil hutan kayu penjarangan (2) Kemudahan petani memasarkan hasil-hasil usaha tanaman pertanian (3) Ketersediaan informasi pasar tentang hasil usahatani
X 5.5 Potensi modal sosial
(1) Ketaatan petani terhadap aturan kelompok (2) Kepedulian petani terhadap kehidupan sesama anggota kelompok (3) Kepercayaan terhadap sesama anggota kelompok, pengurus kelompok, aparat desa dan petugas lapangan Perhutani
Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi
X 5.6 Potensi pengembangan usaha
(1) Ketersediaan peluang petani untuk meningkatkan produktivitas usahataninya (2) Upaya petani mengembangkan usahataninya yang menguntungkan secara ekonomi (3) Keberhasilan petani mengembangkan usahataninya
Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi
X 5.7 Tersedianya alternatif usaha
(1) Ketersediaan usaha-usaha alternatif untuk menambah penghasilan petani
X 5.8 Ketergantungan pada hutan
(1) Ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya hutan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya
X 5.9 Intervensi lingkungan sosial
(1) Dorongan dari sesama petani untuk aktif dalam kegiatan kelompok (2) Kemudahan mendapat informasi usahatani dan belajar dari sesama anggota kelompok
Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi
6. Dinamika kelompok ( Y1 )
139
Dinamika kelompok yaitu tingkat kualitas interaksi dari perilaku anggota kelompok tani hutan serta perkembangan struktur dan pembagian tugas anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok yaitu peningkatan keberdayaan para anggotanya. Dinamika kelompok diukur melalui sepuluh indikator yaitu tujuan kelompok, struktur kelompok, fungsi / tugas kelompok, pembinaan kelompok, kekompakan kelompok, suasana kelompok, tegangan kelompok, keefektifan kelompok, maksud tersembunyi dan perkembangan usaha kelompok. Peubah dinamika kelompok beserta indikator dan sejumlah parameter disajikan pada Tabel 21. Tabel 21. Indikator dan Parameter Dinamika Kelompok Peubah : Dinamika Kelompok ( Y1 ) Indikator (patokan / petunjuk)
Parameter (Ukuran)
Satuan Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi
Y 1.1 Tujuan kelompok
(1) Kejelasan rumusan tujuan kelompok (2) Pemahaman anggota terhadap tujuan kelompok (3) Kesesuaian tujuan kelompok dengan tujuan anggota
Y 1.2 Struktur kelompok
(1) Keterlibatan anggota dalam pengambilan keputusan kelompok (2) Kejelasan pembagian tugas dan tanggungjawab anggota (3) Kejelasan tata cara pelaksanaan tugas (4) Kemudahan anggota memperoleh informasi dari kelompok
Y 1.3 Fungsi / tugas kelompok
(1) Manfaat tujuan kelompok tani bagi anggotanya (2) Ketersediaan informasi program pada kelompok (3) Pemahaman anggota tentang bagaimana melakukan kegiatan kelompok (4) Pemahaman anggota tentang keterkaitan hubungan antara kegiatan satu dengan lainnya dalam kelompok
Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi
Y 1.4 Pembinaan kelompok
(1) Keterlibatan anggota dalam kegiatan kelompok (2) Rasa tanggungjawab anggota dalam melakukan tugas kelompok (3) Ketersediaan sarana untuk melakukan kegiatan kelompok (4) Kejelasan anggota terhadap aturan-aturan dalam kelompok
Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi
Y 1.5 Kekom-pakan kelompok
(1) Kebanggaan menjadi bagian dari kelompok (2) Kebersamaan anggota dalam kegiatan kelompok (3) Solidaritas sesama anggota dalam kehidupan dan kegiatan kelompok
Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi
Tabel 21 (lanjutan) Peubah : Dinamika Kelompok ( Y1 ) Indikator (patokan /
Parameter (Ukuran)
Satuan
140
petunjuk) Y 1.6 Suasana kelompok
(1) Semangat kerja anggota dalam kegiatan kelompok (2) Suasana keakraban antar anggota kelompok (3) Kenyamanan anggota dalam pelaksanaan kegiatan
Y 1.7 Tegangan kelompok
(1) Penghargaan yang diberikan bagi anggota yang bekerja baik (2) Sanksi yang diterima anggota yang melanggar aturan kelompok (3) Tantangan yang dirasakan anggota untuk bekerja lebih keras (4) Umpan balik yang diterima anggota atas hasil kerjanya
Y 1.8 Keefektifan kelompok
(1) Pencapaian tujuan kelompok sesuai harapan anggotanya (2) Kepuasan anggota atas pencapaian tujuan kelompok
Y 1.9 Maksud tersembunyi
(1) Adanya maksud tersembunyi dari pengurus yang menunjang tujuan kelompok (2) Adanya maksud tersembunyi dari anggota yang menunjang tujuan kelompok
Y 1.10 Perkembangan usaha kelompok
(1) Upaya pengurus dalam pengembangan usaha kelompok (2) Perkembangan usaha kelompok tani (3) Aset yang dikumpulkan kelompok tani
Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi
7. Tingkat keberdayaan (Y2 )
Tingkat keberdayaan adalah kemampuan yang dimiliki petani anggota kelompok tani hutan berupa keterkaitan dari kemampuan personal individu yang berupa persepsi terhadap kapasitasnya dan pengertian kritis terhadap lingkungannya, kapasitas untuk mengambil tindakan, kemampuan kolektif untuk mencapai tujuan dan kemampuan bertahan terhadap permasalahannya dalam melakukan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Tingkat keberdayaan diukur dari lima indikator yaitu kemampuan interpersonal, kemampuan interaksional, kapasitas mengambil tindakan, kemampuan kolektif, dan kekuatan bertahan dari berbagai masalah. Peubah tingkat keberdayaan beserta indikator dan sejumlah parameternya dituangkan pada Tabel 22.
141
Tabel 22. Indikator dan Parameter Tingkat Keberdayaan Peubah : Tingkat Keberdayaan ( Y2 ) Indikator (patokan / petunjuk) Y 2.1 Kemampuan interpersonal
Y 2.2 Kemampuan interaksional
Y 2.3 Kapasitas mengambil tindakan
Parameter (Ukuran) 1) Kemampuan memahami penjelasan program 2) Kemampuan mengemukakan pendapat dalam dialog tentang program 3) Kemampuan memahami pentingnya keaktifan anggota dalam kelompok tani 4) Kemampuan melakukan kegiatan pembagian wilayah hutan pangkuan 5) Kemampuan melakukan pembuatan batas-batas peta hutan pangkuan desa 6) Kemampuan melakukan inventarisasi potensi hutan pangkuan desa 7) Kemampuan melakukan pendataan potensi sumberdaya desa 8) Kemampuan melakukan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan (pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemungutan hasil, dan pengamanan) 1) Sikap terhadap penerapan prinsip-prinsip pemberdayaan dalam program 2) Sikap terhadap cara pembagian wilayah hutan pangkuan desa 3) Sikap terhadap cara pembagian lahan andil bagi petani 4) Sikap terhadap tata cara budidaya tanaman pangan/palawija pada andil tumpangsari 5) Sikap terhadap tatacara budidaya tanaman pangan/obat di bawah tegakan hutan 6) Sikap terhadap kesempatan petani ikut serta dalam pengamanan hutan 7) Sikap terhadap penentuan dan alokasi bagi hasil / sharing hasil hutan 1) Kemauan mengikuti sosialisasi program 2) Kemauan memberikan masukan dalam dialog tentang program 3) Kemauan berpartisipasi dan mengembangkan kegiatan kelompok / LMDH 4) Kemauan berpartisipasi dalam kegiatan teknis kehutanan (pembibitan, penanaman, penjarangan, tebangan dan pengamanan) 5) Kemauan berpartisipasi dalam kegiatan pembagian wilayah hutan pangkuan 6) Kemauan berpartisipasi dalam pembuatan batas peta hutan pangkuan desa 7) Kemauan berpartisipasi dalam inventarisasi potensi sumberdaya hutan pangkuan 8) Kemauan berpartisipasi dalam pendataan potensi sumberdaya desa 9) Kemauan melakukan inovasi usahatani yang bernilai ekonomi lebih baik
Tabel 22 (lanjutan)
Satuan Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi
Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi
Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi
142
Peubah : Tingkat Keberdayaan ( Y2 ) Indikator (patokan / petunjuk)
Parameter (Ukuran)
Y 2.4 Kemampuan kolektif
1) Kebersamaan petani dalam kegiatan kelompok 2) Kepedulian petani terhadap permasalahan sesama anggota kelompok 3) Kemampuan kelompok menemukan kebutuhan dan merumuskan masalah bersama 4) Kemampuan kelompok memecahkan masalah bersama dan mencari solusinya 5) Kesetaraan kelompok dengan pihak Perhutani dalam pelaksanaan program 6) Kemampuan kelompok memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan petani
Y 2.5 Kemampuan bertahan
(1) Kemampuan petani mengenali hambatan dari dalam kelompok (2) Kemampuan petani mengenali tantangan dari luar kelompok (3) Kemampuan petani mencari pemecahan terhadap hambatan dan tantangan kelompok
Satuan Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi
Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi
8. Tingkat partisipasi (Y3)
Tingkat partisipasi adalah derajat keikutsertaan masyarakat di sekitar hutan dalam kegiatan pengelolaan hutan bersama pihak Perhutani, yang menyangkut pengambilan keputusan dan melaksanakan suatu kegiatan dalam tahapan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan menikmati hasil-hasilnya. Tingkat partisipasi diukur dari empat indikator yaitu perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pemanfaatan hasil. Peubah tingkat partisipasi yang dijabarkan ke dalam indikator dan sejumlah parameter dituangkan pada Tabel 23.
143
Tabel 23. Indikator dan Parameter Tingkat Partisipasi Peubah : Tingkat Partisipasi ( Y3 ) Indikator (patokan / petunjuk)
Parameter (Ukuran) Keterlibatan dalam sosialisasi program Keterlibatan dalam dialog program dengan berbagai pihak Keterlibatan dalam pembentukan kelembagaan masyarakat Keterlibatan dalam pertemuan forum komunikasi program tk desa 5) Keterlibatan alam penyusunan rencana kegiatan LMDH 6) Keaktifan memberikan masukan tentang perjanjian kerjasama
Satuan Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi
Y 3.1 Perencanaan
1) 2) 3) 4)
Y 3.2 Pelaksanaan
1) Keaktifan memberi masukan dan melakukan kegiatan pembagian wilayah hutan pangkuan desa 2) Keaktifan memberi masukan dan melakukan pembuatan batas-batas hutan pangkuan desa 3) Keaktifan memberi masukan dan melakukan Inventarisasi potensi sumberdaya hutan 4) Keaktifan memberi masukan dan melakukan Inventarisasi potensi sumberdaya desa 5) Intensitas melakukan kegiatan teknis kehutanan (persemaian, penanaman, pemeliharaan, penjarangan, penebangan / penmungutan hasil hutan) 6) Intensitas melakukan kegiatan pengamanan hutan 7) Intensitas penjagaan sumberdaya pada lahan andilnya 8) Intensitas memberikan masukan tentang ketentuan budidaya palawija dan melakukan budidaya palawija pada lahan andil 9) Intensitas memberi masukan tatacara budidaya di bawah tegakan dan melakukan budidaya tanaman obat, emponempon dll di bawah tegakan hutan
Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi
Y 3.3 Evaluasi
1) Intensitas kegiatan pelaksanaan penilaian keberhasilan program 2) Intensitas memberikan masukan kelemahan dan perbaikan pelaksanaan program
Y 3.4 Pemanfaatan hasil
1) Intensitas pemanfaatan hasil budidaya tanaman(pertanian/hasil hutan non kayu) pada lahan andil 2) Intensitas pemanfaatan hasil budidaya tanaman di bawah tegakan 3) Intensitas pemanfaatan kayu bakar / rencek dari hutan 4) Intensitas pemanfaatan daun-daun dan hijauan makanan ternak dari hutan 5) Intensitas perolehan manfaat kayu hasil penjarangan 6) Intensitas perolehan manfaat sharing / bagi hasil hutan (kayu, getah)
Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi Skor terkoreksi : 1 : rendah 2 : sedang 3 : tinggi