7
II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu Penelitian Jatnika (2014), dengan judul Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Lele (Clarias sp.) di Lahan Kering di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta bertujuan untuk mengidentifikasi keragaan usahatani lele di Kabupaten Guningkidul, merumuskan alternatif strategi dan menentukan prioritas strategi yang dapat diterapkan dalam mengembangkan usahatani lele di Kabupaten Guningkidul. Alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam mengembangkan usahatani lele di Kabupaten Karanganyar yaitu memaksimalkan pendapatan pembudidaya ikan lele, maka dilakukan penambahan jumlah dan luas kolam dan mengembangkan usaha budidaya, menerapkan cara-cara pemeliharaan dan budidaya yang baik, serta memperluas jangkauan pasar mulai dari konsumen perorangan, pasar tradisional rumah makan dan restoran hingga ke pasar modern. Penelitian Afrilyadi Eko Wibowo (2011), dengan judul Strategi Pengembangan Usaha Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus strain sangkuriang) (Kasus UKM Budidaya Lele) di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi pengembangan usaha ikan lele di kecamatan Ciampea, merumuskan alternatif strategi pengembangan usaha yang tepat untuk diterapkan oleh masyarakat kecamatan Ciampea, dan merumuskan prioritas strategi dalam pengembangan usaha oleh masyarakat kecamatan Ciampea. Prioritas strategi yang dapat diterapkan dalam mengembangkan usahatani lele di Kecamatan Ciampea yaitu meningkatkan produksi dengan menambah area budidaya. Menurut Joko Wibowo (2011) dalam penelitian yang Analisis Usaha Dan Alternatif Strategi Pengembangan Agribisnis Budidaya Ikan Lele Di Kecamatan
Karanganyar
Kabupaten
Karanganyar
bertujuan
untuk
Menganalisis biaya, penerimaan, pendapatan bersih dan efisiensi usaha budidaya ikan lele di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar, Mengidentifikasi kondisi faktor internal (Kekuatan dan Kelemahan) dan faktor eksternal (Peluang dan Ancaman) dalam sistem agribisnis budidaya ikan lele di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar dan untuk 7
8
Merumuskan alternatif strategi pengembangan agribisnis budidaya ikan lele di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar. Diperoleh hasil analisis bahwa besarnya biaya yang dikeluarkan untuk usaha budidaya ikan lele selama musim budidaya Juli-Agustus 2010 yaitu Rp. 2.625.045,00, Penerimaan sebesar Rp. 3.825.000,00 dan Pendapatan bersih yang diterima sebesar Rp. 1.199.955 serta nilai R/C rationya sebesar 1,457 yang menunjukkan bahwa usaha pembesaran lele ini efisien. Kontribusi yang didapat dari penelitian terdahulu di atas untuk Penelitian Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Lele (Clarias sp.) di Lahan Kering di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu untuk mengetahui faktor internal dan eksternal dengan menggunakan analisis SWOT serta alternatif strategi pengembangan kemudian memilih strategi mana yang lebih kuat yang akan dikembangkan sehingga memperoleh strategi pengembangan yang efektif untuk dilaksanakan. Penelitian Strategi Pengembangan Usaha Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus strain sangkuriang) (Kasus Ukm Budidaya Lele) di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor yaitu memberikan kontribusi untuk mengetahui cara pemilihan prioritas strategi dengan menggunakan matriks QSPM. Sedangkan penelitian Analisis Usaha Dan Alternatif Strategi Pengembangan Agribisnis Budidaya Ikan Lele Di Desa Lalung Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar memberikan gambaran mengenai cara mengetahui pendapatan mengusahakan lele melalui analisis laba/rugi. B. Tinjauan Pustaka 1. Pembangunan Pertanian Pada hakekatnya, pembangunan pertanian diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang mencakup: (a) penerapan berbagai pola pemberdayaan masyarakat sebagai pelaku pembangunan agribisnis, terutama petani; (b) fasilitasi terciptanya iklim yang kondusif bagi perkembangan kreativitas dan kegiatan ekonomi masyarakat; (c) penyediaan prasarana dan sarana fisik oleh pemerintah dengan fokus pemenuhan kebutuhan publik yang mendukung sektor pertanian serta lingkungan bisnis secara luas, dan; (d) akselerasi pembangunan wilayah dan stimulasi
tumbuhnya
investasi
masyarakat
serta
dunia
usaha
9
(Departemen Pertanian, 2002). Dalam
implementasi
program
pembangunan,
pemangku
kepentingan memiliki definisi dan pengertian yang beraneka ragam. Istilah pemangku kepentingan digunakan untuk mendeskripsikan komunitas atau organisasi yang secara permanen menerima dampak dari aktivitas atau kebijakan, di mana mereka berkepentingan terhadap hasil aktivitas atau kebijakan tersebut. Hal ini perlu disadari, mengingat masyarakat tidak selalu menerima dampak secara adil. Sebagian masyarakat mungkin menanggung biaya dan sebagian masyarakat lainnya justru memperoleh manfaat dari suatu kegiatan atau kebijakan (Race dan Millar, 2006) Paradigma pembangunan pertanian berkelanjutan dapat menjadi solusi alternatif dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat tanpa mengabaikan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Pembangunan berkelanjutan akan makin optimal jika disinergikan dengan komitmen untuk membangun kemitraan di antara pelaku agribisnis. Pembangunan berkelanjutan melalui kemitraan usaha dapat menjamin terciptanya efisiensi dan pertumbuhan, keadilan dan pemerataan, serta berwawasan lingkungan. Untuk mendukung upaya ini diperlukan konsolidasi kelembagaan yang mantap, baik di tingkat petani, pihak swasta maupun pemerintah (Septana dan Ashari, 2007). Saragih (2001), menyampaikan untuk mengatasi masalah ekonomi yang begitu kompleks diperlukan strategi pembangunan ekonomi yang mampu memberi solusi. Strategi pembangunan yang dimaksud harus memiliki karakteristik sebagai berikut, 1) memiliki jangkauan kemampuan memecahkan masalah ekonomi dan ketika strategi ini diimplementasikan maka persoalan ekonomi akan dapat diatasi, 2) strategi yang dipilih harus dapat memanfaatkan hasil-hasil pembangunan sebelumnya sehingga pembangunan sebelumnya tidak menjadi sia-sia, 3) strategi yang dipilih harus mampu membawa perekonomian Indonesia yang lebih cerah dan menjadi sinergis (interdepency economy) dengan perekonomian dunia. Di antara pilihan strategi pembangunan ekonomi yang ada, strategi pembangunan yang memenuhi karakteristik tersebut adalah Pembangunan Agribisnis (agribusiness led development) yaitu strategi pembangunan ekonomi yang mengintegrasikan pembangunan pertanian berkelanjutan
10
(perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan) dengan pembangunan industri hulu dan hilir pertanian serta sektor-sektor jasa yang terkait di dalamnya (Saragih, 1998). 2. Sistem Agribisnis Menurut Said et. al., (2001), Fungsi–fungsi agribisnis mengacu kepada semua aktivitas mulai dari pengadaan, prosesing, penyaluran sampai pada pemasaran produk yang dihasilkan oleh suatu usaha tani atau agroindustri yang saling terkait satu sama lain. Dengan demikian agribisnis dapat dipandang sebagai suatu sistem pertanian yang memiliki beberapa komponen sub sistem yaitu, sub sistem agribisnis hulu, usaha tani, sub sistem pengolahan hasil pertanian, sub sistem pemasaran hasil pertanian dan sub sistem penunjang, dan sistem ini dapat berfungsi efektif bila tidak ada gangguan pada salah satu subsistem. Pusat agribisnis selama abad ke-20 adalah pertanian keluarga dan seluruh input yang berhubungan yakni pasokan, produksi, pengolahan, dan distribusi. Perusahaan agribisnis umumnya menyediakan satu jenis input seperti traktor, pupuk, atau komoditas yang diproses seperti susu, bijibijian, sayuran, atau buah-buahan. Sebaliknya, pada abad ke-21 sektor agribisnis lebih bersifat dinamis, sistemik, dan fokus terhadap stakeholder, dengan input yang lebih dari satu yang terintegrasi dengan sasaran produksi, pengolahan, distribusi, dan pemasaran komunikasi. Tuntutan baru seperti inovasi produk yang cepat, pemanfaatan skala-ekonomi, pengarahan
pertumbuhan
pendapatan,
identifikasi
pangsa
pasar,
penambahan nilai, kerja-sama dengan pesaing, dan kepekaan terhadap dampak lingkungan telah menjadi perhatian menejerial yang dominan (Edwards dan Shultz, 2005) Sering ditemukan bahwa agribisnis diartikan secara sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari konsep semula yang dimaksud. Konsep agribisnis adalah suatu konsep yang utuh, mulai dari proses produksi, mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang berkaitan dengan kegiatan pertanian. Pengertian agribisnis adalah “Suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan
11
pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Pengertian pertanian dalam artian yang luas adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian” (Soekartawi, 2005). Dalam kegiatan agribisnis akan ada hubungan antara manusia dengan lingkungan dan upaya memanfaatkan serta menata lingkungan tersebut sedapat mungkin sesuai dengan tujuan kegunaan yang diinginkan. Maksud dari memanfaatkan dalam hal ini adalah seperti memberi pupuk, unsur kimiawi yang dibutuhkan, irigasi dan perlindungan lahan. Sedangkan yang dimaksud menata adalah memanfaatkan atau menerima suatu keterbatasan seperti menanam dalam musim hujan, memanen dalam musim kering atau menanam perennial crops pada tanah miring/lereng dan sebagainya (Siagian, 2003). Definisi agribisnis menurut Badan Agribisnis (1995) adalah suatu kesatuan sistem yang terdiri dari beberapa subsistem yang saling terkait erat, yaitu subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi (subsistem agribisnis hulu), subsistem usahatani atau pertanian primer, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran, serta subsistem jasa dan penunjang. Subsistem agribisnis hulu adalah kegiatan ekonomi yang menyediakan sarana (input) pertanian seperti industri perbenihan dan pembibitan tanaman, industri pupuk dan pestisida (agro kimia), serta industri alat dan mesin pertanian (agro otomotif) bagi kegiatan pertanian primer. Subsistem usahatani adalah kegiatan ekonomi yang menghasilkan komoditas atau produk pertanian primer melalui pemanfaatan sarana produksi yang dihasilkan oleh subsistem agribisnis hulu. Subsistem pengolahan adalah kegiatan ekonomi yang mengolah komoditas atau produk pertanian primer menjadi produk olahan. Termasuk dalam subsistem tersebut adalah industri makanan, industri minuman, industri rokok, industri barang serat alam, industri biofarma, serta industri agrowisata dan estetika. Subsistem pemasaran adalah kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan kegiatan distribusi, promosi, informasi pasar, kebijakan perdagangan dan struktur pasar. Adapun subsistem jasa dan penunjang adalah kegiatan ekonomi yang menyediakan jasa atau layanan yang diperlukan untuk memperlancar pengembangan agribisnis. Termasuk
12
dalam subsistem ini adalah lembaga perkreditan dan asuransi, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan penyuluhan, serta transportasi dan pergudangan. 3. Strategi Pengembangan Agribisnis Menurut beberapa peneliti di bidang strategi menejemen, bidang tersebut masih belum terlalu diperhatikan oleh menejemen perusahaan. Menejer sering belum menyadari signifikansi dan pentingnya pendekatan strategi untuk bisnis atau tidak dapat untuk mengelolanya. Para pembisnis tersebut keberatan oleh tugas-tugas operasional yang timbul dari parktik bisnis sehari-hari, sehingga tertutup kemungkinan bagi mereka untuk dapat mengetahui tujuan dan tantangan yang mereka dapatkan dalam konteks yang lebih luas. Lebih jelasnya, banyak dari pembisnis yang sering belum mampu atau belum memiliki kompetensi untuk melalukan analisa manajemen dari dalam dan luar (Karel et. al., 2013). Strategi manajemen merupakan kombinasi dari ilmu pengetahuan dan seni yang mampu meningkatkan peluang kesuksesan dari organisasi dengan melibatkan perencanaan secara mendetail dari masing-masing variabel organisasi yang dapat membantu dalam pencapaian tujuan dan sasaran. Manajemen strategi bersifat adaptif sehingga dapat menjaga suatu organisasi tetap relevan. Pemilik usaha harus mampu mengambil inisiatif dalam mengatur bagaimana suatu usaha berfungsi dan beroperasi, inisiatif tersebut harus mampu merespon kebutuhan dan tuntutan yang timbul di usaha secara dinamis (Afsar, 2011). Strategi adalah tindakan awal
yang menuntut keputusan
manajemen puncak dan sumber daya perusahaan yang banyak untuk merealisasikannya. Di samping itu strategi juga mempengaruhi kehidupan organisasi dalam jangka panjang paling tidak selama lima tahun. Oleh karena itu, sifat strategi adalah berorientasi ke masa depan. Strategi mempunyai konsekuensi multifungsional atau multidivisional dan dalam perumusannya perlu mempertimbangkan faktor-faktor internal maupun eksternal perusahaan (David, 2004).
Strategi
adalah
perencanaan
induk
komprehensif,
yang
13
menjelaskan bagaimana usaha akan mencapai semua tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan misi yang telah ditentukan sebelumnya. Proses penyusunan strategi lebih banyak menggunakan proses analitis (Rangkuti 2002). Strategi merupakan rumusan perencanaan komprehensif tentang bagaimana perusahaan akan mencapai misi dan tujuannya. Strategi akan memaksimalkan keunggulan kompetitif dan meminimalkan keterbatasan bersaing (Hunger dan Wheelen, 2003). Dalam Strategi pemasaran terdiri atas lima elemen-elemen yang saling berkait. Kelima elemen tersebut adalah : (Fandy Tjiptono, 2000) a. Pemilihan pasar, yaitu memilih pasar yang akan dilayani. Keputusan ini didasarkan pada faktor-faktor berikut ini. (1) Persepsi terhadap fungsi produk dan pengelompokan teknologi yang dapat diproteksi dan didominasi; (2) Keterbatasan sumbar daya internal yang mendorong perlunya pemusatan (fokus) yang sempit ; (3) Pengalaman kumulatif yang didasarkan pada trial-aud-error di dalam menanggapi peluang dari akses terhadap sumber daya langka atau pasar yang terproteksi. Pemilihan pasar dimulai dengan melakukan segmentasi pasar dan kemudian memilih pasar sasaran yang paling memungkinkan untuk dilayani oleh perusahaan. b. Perencanaan produk, meliputi spesifik yang terjual, pembentukan lini produk dan desain penawaran individual pada masing-masing lini. Produk itu sendiri menawarkan manfaat total yang dapat diperoleh pelanggan dengan melakukan pembelian. Manfaat tersebut meliputi produk itu sendiri, nama merek produk, ketersediaan produk, jaminan atau garansi, jasa reparasi dan bantuan teknis yang disediakan penjual, serta hubungan personal yang mungkin terbentuk diantara pembeli dan penjual; c. Penetapan harga, yaitu menentukan harga yang dapat mencerminkan nilai kuantitatif dari produk kepada pelanggan; d. Sistem distribusi, yaitu saluran perdagangan grosir dan eceran yang dilalui produk hingga mencapai konsumen akhir yang membeli dan menggunakannya;
e. Komunikasi pemasaran (promosi), yang meliputi periklanan, personal
14
selling, promosi penjualan, direct marketing dan public relations. Dalam merumuskan strategi pemasaran dibutuhkan pendekatanpendekatan analistis. Pendekatan strategi pemasaran suatu perusahaan untuk menanggapi setiap perubahan kondisi pasar dan faktor biaya tergantung
pada
analisis
terhadap
faktor-faktor
berikut
ini
(Fandy, 2000) a. Faktor lingkungan Analisis terhadap faktor lingkungan seperti pertumbuhan populasi dan peraturan pemerintah sangat penting untuk mengetahui pangaruh yang ditimbulkannya pada bisnis perusahaan. Selain itu faktor-faktor seperti perkembangan teknologi, tingkat inflasi dan gaya hidup juga tidak boleh diabaikan. Hal-hal tersebut merupakan faktor lingkungan yang harus dipertimbangkan sesuai dengan produk dan pasar perusahaan; b. Faktor pasar Setiap
perusahaan
perlu
selalu
memperhatikan
dan
mempertimbangkan faktor-faktor seperti ukuran pasar, tingkat pertumbuhan, tahap perkembangan, trend dalam sistem distribusi, pola perilaku pembeli, permintaan musiman, segmen pasar yang ada saat ini atau yang dapat dikembangkan lagi, dan peluang-peluang yang belum terpenuhi. c. Faktor persaingan Dalam kaitannya dengan persaingan, setiap perusahaan perlu memahami siapa pesaingnya, bagaimana posisi produk/pasar pesaing tersebut, apa strategi mereka, kekuatan dan kelemahan pesaing, struktur biaya pesaing, dan kapaistas produksi pesaing; d. Faktor analisis kemampuan internal Setiap perusahaan perlu menilai kekuatan dan kelemahan dibandingkan para pesaingnya. Penilaian tersebut dapat didasarkan pada faktor-faktor seperti tekhnologi, sumber daya finansial, kemampuan pemanufakturan, kekuatan pemasaran dan basis pelanggan yang dimiliki;
e. Faktor perilaku konsumen
15
Perilaku konsumen perlu dipantau dan dianalisis karena hal ini sangat bermanfaat bagi pengembangan produk, desain produk, penetapan harga, pemilihan saluran distribusi dan penentuan strategi promosi. Analisis perilaku konsumen dapat dilakukan dengan penelitian (riset pasar), baik melalui observasi maupun metode survai; f. Faktor analisis ekonomi Dalam analisis ekonomi, perusahaan dapat memperkirakan pengaruh
setiap
peluang
pemasaran
terhadap
kemungkinan
mendapatkan laba. Analisis ekonomi terdiri atas analisis terhadap komitmen yang diperlukan, analisis BEP (break even point), penilaian resiko/laba, dan analisis faktor ekonomi pesaing Saluran distribusi adalah saluran yang digunakan oleh produsen untuk menyalurkan barang sampai ke tangan konsumen atau pemakai industri (Swastha, 2001) Tugas untuk menyalurkan produk ini menyangkut pembentukan strategi saluran distribusi dan distribusi fisik produk. Strategi distribusi adalah masalah penentuan cara dalam rangka perusahaan menyampaikan produknya ke pasar/konsumen. Distribusi fisik adalah produk apa dan bagaimana yang akan diangkut ke pasar/konsumen. Lingkungan eksternal adalah suatu kekuatan yang berada di luar perusahaan dimana perusahaan tidak mempunyai pengaruh sama sekali terhadapnya (uncontrolable) sehingga perusahaan-perusahaan yang terjadi pada lingkungan ini akan mempengaruhi kinerja semua perusahaan dalam industri tersebut lingkungan eksternal terdiri dari tiga macam lingkungan (Wahyudi, 2004: 48) : a. Lingkungan umum (general environment) : (1) naik turunnya perekonomian yang disebabkan oleh siklus bisnis, inflasi atau deflasi, kebijakan moneter, kebijkan fiskal, neraca pembayaran (2) perubahan iklim sosial dan politik (3) perkembangan teknologi (4) kebijakan pemerintah atau Peraturan Pemerintah. b.
Lingkungan Industri (industri environment) (1) pelanggan (customer), yaitu identifikasi pembeli atau daya beli masyarakat, demografi, geografi, biaya bahan baku; (2) persaingan (competition), yaitu adanya persaingan antar perusahaan, atau pendatang baru serta adanya produk pengganti. (3) pemasok (supplier).
16
c. Lingkungan operasional (1) Keuangan (2) Pemasaran (luas pasar maupun pertumbuhan pasar) (3) Sumber Daya Manusia /Tenaga Kerja (4) Pesaing. 4. Pengembangan Usaha Pembesaran Lele Usaha pembesaran lele memiliki beberpa keunggulan dibandingkan dengan usaha pembesaran lele. Keunggulan tersebut antara lain usaha tidak perlu lahan luas, murah biaya pakan, modal kecil, mudah diawasi, dan serapan pasar besar (Susanto, 2001). Menurut Suyanto (2011), pembesaran ikan lele adalah segmen usaha yang mengkhususkan pembesaran hingga mencapai ukuran konsumsi. Pemilihan lokasi yang tepat untuk budidaya pembesaran ikan lele merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan pembesaran ikan lele. Sebenarnya tidak ada persyaratan rumit dalam pemilihan lokasi budidaya pembesaran ikan lele. Dalam usaha budidaya ikan lele ada dua kegiatan besar yang harus ditingkatkan secara bersamaan yaitu usaha pembesaran dan pembesaran. Kedua kegiatan ini tidak dapat dipisahkan dalam prosesnya. Sebab kegiatan pembesaran merupakan kegiatan awal di dalam budidaya. Tanpa kegiatan pembesaran kegiatan yang lain seperti pendederan dan pembesaran tidak akan terlaksana (Setiawan, 2006). 5. Pembesaran Lele Pengertian budidaya perikanan dalam arti sempit adalah usaha memelihara ikan yang sebelumnya hidup secara liar di alam menjadi ikan peliharaan. Sedangkan dalam arti luas, semua usaha membesarkan dan memperoleh ikandengan adanya campur tangan manusia. Jadi, pengertian budidaya tidak hanya memelihara ikan di kolam, tambak, empang, akuarium, sawah, dan sebagainya. Secara luas pengertian ini juga mencakup kegiatan mengusahakan komoditi perikanan di danau, sungai, waduk, ataupun di laut. Kegiatan usaha budidaya perikanan meliputi persiapan tempat usaha budidaya, pemasukan benih, pemberian pakan dan obat-obatan, dan panen (Rahardi, 2000). Pembesaran lele dapat dilakukan di kolam tanah, bak permanent maupun bak plastic (kolam dari terpal). Sumber air dapat berasal dari air
17
sungai mapun air sumur. Suhu air yang ideal untuk pertumbuhan ikan lele berkisar antara 22-27 °C. Suhu air mempengaruhi laju pertumbuhan, laju metabolisme ikan dan napsu makan ikan serta kelarutan oksigen dalam air (Prihartono et. al., 2001). Faktor yang menjadi penunjang keberhasilan pembesaran lele diantaranya pakan yang tersedia berkualitas, kuantitas, ukuran dan dalam bentuk yang baik. Pakan sangat diperlukan oleh ikan untuk memenuhi kebutuhan energi agar hidup dan tumbuh. Pakan yang digunakan oleh ikan sangat dipengaruhi oleh kualitas pakan dari segi kandungan nutrisi. Pakan yang berkuailtas berperan sebagai sumber energi utama dan mampu meningkatkan daya cerna ikan sehingga pertumbuhan menjadi optimum. Pakan buatan dapat lebih menguntungkan dari segi kualitas, karena adanya proses pengolahan lebih lanjut dari bahan-bahan alaminya. Pengolahan tersebut selain terdapat pengaturan komposisi yang lebih baik, dapat pula dilakukan pengayaan nutrisi (Mulyadi, 2011). 6. Lele Ikan lele memiliki bentuk tubuh yang memanjang, agak bulat, kepala gepeng, tidak bersisik, mempunyai kumis, mulut besar, warna kelabu sampai hitam. Ikan lele banyak dijumpai di rawa-rawa dan sungaisungai, terutama di datarn rendah sampai sedikit payau. ikan ini memiliki alat pernapasan tambahan yang disebut abrorescent, sehingga mampu hidup di air yang oksigenya rendah (Najiyati, 1999). Nasrudin (2010) menyatakan ikan lele merupakan komoditas budidaya ikan air tawar yang memiliki rasa enak, harga relatif murah, kandungan gizi tinggi, pertumbuhan cepat, mudah berkembangbiak, toleran terhadap mutu air yang kurang baik, relatif tahan terhadap penyakit dan dapat dipelihara hampir di semua wadah budidaya. Dari keunggulan tersebut, maka usaha budidaya ikan Lele dapat menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan, peningkatan kemampuan berusaha dan dapat memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, terutama berasal dari ikan. Lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Habitatnya di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air. Lele secara alami bersifat nocturnal, artinya aktif pada
18
malam hari atau lebih menyukai tempat yang gelap, pada siang hari lele lebih memilih berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat gelap. Dalam usaha pembesaran lele dapat beradaptasi menjadi sifat diurnal. Faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup lele yang perlu diperhatikan adalah padat tebar, pemberian pakan, penyakit, dan kualitas air (Khairuman dan Amri, 2002) Usaha pembudidayaan ikan lele perlu dikembang kan sesuai permintaan masyarakat, ini akan menambah pendapatan usahatani akan lele. Pendapatan usahatani ikan lele sangat erat kaitanya denagn harga. Semangkin tinggi harga jual, semangkin tinggi nilai produksi yang diterima petani yang berarti semangkin meningkat pendapatan usahatani. Menurut Mubayarto (1994), pada setiap akhir panen petani akan menghitung berapa hasil bruto produksinya yaitu yaitu luas tanah akan dikalikan hasil persatuan luas. Tetapi tidak semua hasil ini diterima oleh petani. Hasil ini akan dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan, maka petani akan memperoleh hasil netto yang disebut pendapatan usahatani. 7. Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Menurut Supriyono (2011) menyatakan, penggolongan biaya sesuai fungsi pokok dari kegiatan/aktivitas perusahaan. Fungsi pokok dari kegiatan perusahaan-perusahaan dapat digolongkan menjadi: fungsi produksi dikelompokkan menjadi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik, fungsi pemasaran biaya pemasaran meliputi biaya penjualan, penggudangan produk selesai, fungsi administrasi dan umum yaitu biaya gaji pimpinan, personalia, sekretariat, akuntansi, hubungan masyarakat, dan keamanan, fungsi keuangan (financial) yaitu biaya bunga. Dalam ilmu ekonomi dikatakan bahwa petani membandingkan antara hasil yang diharapkan pada waktu panen (penerimaan) dengan biaya (pengorbanan) yang harus dikeluarkan. Hasil yang diperoleh petani pada saat panen disebut produksi, dan biaya yang dikeluarkannya disebut biaya produksi (Mubyarto, 1989). Menurut Soekartawi (2002), penerimaan adalah perkalian antara produk yang diperoleh (Q) dengan
19
harga jual (P) dan biasanya produksi berhubungan negatif dengan harga. Artinya harga akan turun saat produksi berlebih. Tingkat pendapatan usahatani sangat ditentukan oleh efisiensi petani untuk mengalokasikan sumberdaya yang dimilikinya kedalam berbagai alternatif aktivitas produksi. Jika petani tidak menggunakan sumberdaya tersebut secara efisien, maka akan terdapat potensi yang tidak/belum tereksploitasi untuk meningkatkan pendapatan usahatani dan menciptakan surplus. Sebaliknya jika petani bertindak sangat efisien dalam mengalokasikan sumberdayanya, maka tambahan kontribusi sektor pertanian hanya dapat diperoleh melalui usaha pengembangan berorientasi pertumbuhan (growth-oriented development) dari sektor bersangkutan. Dengan demikian, identifikasi efisiensi penggunaan sumberdaya merupakan isu penting yang menentukan eksistensi berbagai peluang di sektor pertanian berkaitan dengan potensi kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rumah tangga tani (Weersink et. al., 1990). 8. Perumusan Strategi Menurut Pearce dan Robinson, dalam Kotler (2005), analisis lingkungan internal adalah pengertian mengenai pencocokan kekuatan dan kelemahan internal dengan peluang dan ancaman eksternal. Hasil dari analisis lingkungan internal akan menghasilkan kekuatan dan kelemahan perusahaan. Kekuatan atau keunggulan perusahaan itu meliputi keunggulan pemasaran, keunggulan sumberdaya manusia, keunggulan keuangan, keunggulan
operasi
dan
keunggulan
organisasi
dan
manajemen.
Perencanaan strategis merupakan bagian dari manajemen strategis. Menurut David (2009), kekuatan eksternal dapat dibagi menjadi lima kategori besar : a. Kekuatan ekonomi Faktor ekonomi memiliki pengaruh langsung terhadap potensi menarik tidaknya berbagai strategi. Pertimbangan ekonomi yang perlu dianalisa dalam pengambilan suatu kebijakan atau keputusan adalah berbagai faktor di bidang ekonomi dalam lingkungan mana suatu perusahaan bergerak atau beroperasi.
20
b. Kekuatan sosial, budaya, demografi, dan lingkungan Perubahan sosial, budaya, demografi, dan lingkungan memiliki pengaruh besar terhadap hampir semua produk, jasa pasar, dan pelanggan. Perusahaan kecil maupun besar, berorientasi laba dan nirlaba dalam semua industri telah dikejutkan dan ditantang oleh peluang dan ancaman yang berasal dari perubahan variabel sosial, budaya, demografi, dan lingkungan. c. Kekuatan politik, pemerintah, dan hukum Faktor politik, pemerintah, dan hukum, oleh karenanya, dapat menjadi peluang atau ancaman utama untuk perusahaan kecil maupun besar. Untuk perusahaan dan industri baru yang bergantung pada kontrak pemerintah atau subsidi, ramalan politik dapat menjadi bagian yang paling penting dalam audit eksternal. d. Kekuatan teknologi Pengambilan
keputusan
strategi
mutlak
perlu
memahami
perkembangan teknologi yang sudah, sedang dan akan terjadi sehingga mampu mengetahui dan menetapkan teknologi mana yang tepat untuk diterapkan dalam segi dan proses bisnis yang akan di lakukan. e. Kekuatan kompetitif Bagian penting dalam audit eksternal adalah mengidentifikasi perusahaan
pesaing
dan
menentukan
kekuatan,
kelemahan,
kemampuan, peluang, ancaman, tujuan, dan strategi. Mengumpulkan dan mengevaluasi informasi tentang pesaing merupakan hal yang penting untuk keberhasilan formulasi strategi. Manajemen strategis adalah seni dan ilmu untuk pembuatan (formulating), penerapan (implementing) dan evaluasi (evaluating) keputusan-keputusan strategis antar fungsi yang memungkinkan sebuah organisasi mencapai tujuan di masa datang. Jadi, perencanaan strategis lebih terfokus pada bagimana manajemen puncak menentukan visi, misi, falsafah, dan strategi perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan jangka panjang (Umar, 2002). Perumusan strategi adalah pengembangan rencana jangka panjang untuk manajemen efektif dari kesempatan dan ancaman lingkungan, dilihat dari kekuatan dan kelemahan perusahaan Strategi yang dirumuskan
21
bersifat lebih spesifik tergantung kegiatan fungsional manajemen (Rangkuti, 1997). Langkah-langkah dalam perumusan strategi dapat diuraikan sebagai berikut: a) Analisis SWOT Analisis pendekatan tradisional untuk pengembangan strategi yang dimulai dengan analisis faktor internal dan eksternal, yang diikuti oleh beberapa visioning, maka perencanaan termasuk dalam analisis tahap sering disebut "SWOT," yang menyeluruh pemeriksaan internal yaitu kekuatan, kelemahan, maupun eksternal yaitu peluang dan ancaman. SWOTs adalah untuk memuji menangkap kedua positif (kekuatan dan peluang) dan negatif (kelemahan, threats); dan organisasi merangkul pendekatan ini dengan harapan mendapatkan sebuah "seimbang" analisis itu sendiri, di dalam maupun di luar (Hetzel dan Tony, 2007). Perencana strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan Analisis Situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah Analisis SWOT (Rangkuti, 2002). Langkah-langkah dalam perumusan SWOT dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Analisis Situasi Eksternal Analisis lingkungan eksternal adalah suatu proses yang digunakan perencana strategi untuk memantau sektor lingkungan dalam menentukan peluang dan ancaman perusahaan sampai kepada pangkalnya. Kemudian memastikan pengaruh eksternal dapat disalurkan melalui arah yang positif dan dapat memberikan kontribusi optimal kepada perusahan (Harisudin, 2009). Peluang dan ancaman eksternal merujuk pada peristiwa dan tren ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, hukum, pemerintahan, teknologi, dan persaingan yang dapat menguntungkan atau merugikan suatu organisasi secara berarti di masa depan. Peluang dan ancaman sebagian besar di luar kendali
22
suatu organisasi. Perusahaan harus merumuskan strategi untuk memanfaatkan peluang-peluang eksternal dan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal (David, 2004). 2) Analisis Situasi Internal Lingkungan internal terdiri dari variabel-variabel (kekuatan dan kelemahan) yang ada di dalam organisasi tetapi biasanya tidak dalam pengendalian jangka pendek dari manajemen puncak. Variabel-variabel tersebut merupakan bentuk suasana dimana pekerjaan dilakukan. Variabel-variabel itu meliputi struktur, budaya, dan sumber daya organisasi (Hunger dan Wheelen, 2003). Kekuatan dan kelemahan internal adalah segala kegiatan dalam kendali organisasi yang bisa dilakukan dengan sangat baik atau buruk. Kekuatan dan kelemahan tersebut ada dalam kegiatan manajemen, pemasaran, keuangan/akutansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan, serta sistem informasi manajemen di setiap perusahaan. Setiap organisasi berusaha menerapkan strategi yang menonjolkan kekuatan internal dan berusaha menghapus kelemahan internal (David, 2004). b) Analisis Strategi Teknik-teknik perumusan strategi
yang penting dapat
diintegrasikan ke dalam kerangka pembuatan keputusan tiga tahap. Tahap 1 dari kerangka perumusan terdiri dari Matriks EFE, Matriks EFI, dan Matriks Profil Kompetitif (Competitive Profil Matrix-CPM) disebut Tahap Masukan (Input Stage). Tahap 1 meringkas informasi masukan dasar yang diperlukan untuk merumuskan strategi. Tahap 2 disebut Tahap Pencocokan (Matching Stage), fokus pada upaya menghasilkan strategi alternatif yang dapat dijalankan (feasible) dengan memadukan faktor-faktor eksternal dan internal. Teknikteknik tahap 2 terdiri dari Matriks Strengths, Weaknesses, Opportunitie, Threats (SWOT) atau Ancaman Peluang Kelemahan Kekuatan, Matriks BCG (Boston Consulting Group), Matriks Internal Eksternal (IE), dan Matriks Grand Strategy (Strategi Induk). Tahap 3 disebut Tahap Keputusan (Decision Stage), menggunakan satu macam teknik, yaitu Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). QSPM
23
menggunakan informasi masukan dari Tahap 1 untuk secara objektif mengevaluasi strategi alternatif dapat dijalankan yang diidentifikasi dalam Tahap 2. QSPM mengungkap daya tarik relatif dari strategi alternatif dan karena itu menjadi dasar objektif untuk memilih strategi spesifik (David, 2004). Teknik-teknik dalam pengambilan strategi dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Matriks SWOT Strategi SO atau strategi kekuatan-peluang menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk memanfaatkan peluang eksternal. Strategi WO atau strategi kelemahan-peluang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan dengan memanfaatkan peluang eksternal.
Strategi
ST
atau
strategi
kekuatan-ancaman
menggunakan kekuatan perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal. Strategi WT atau strategi kelemahan-ancaman merupakan taktik defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal (David, 2004). Matriks SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan memanfaatkan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan
menghindari
ancaman
(threats).
Matriks
ini
dapat
menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis (Antara, 2008). Matriks SWOT merupakan matching tool yang penting untuk membantu para manajer mengembangkan 4 tipe strategi. Keempat strategi yang dimaksud adalah strategi SO (StrengthOpportunity), strategi WO (Weakness-Opportunity), strategi ST (Strength-Threat) dan strategi WT (Weakness-Threat). Pada
24
matriks ini, menentukan key success factors untuk lingkungan internal dan eksternal merupakan bagian yang sulit sehingga dibutuhkan judgement yang baik (Umar, 2002). 2) QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi yang didasarkan sampai seberapa jauh faktor-faktor keberhasilan kritis eksternal dan internal kunci dimanfaatkan atau ditingkatkan. Daya tarik relatif dari masing-masing strategi dihitung dengan menentukan dampak kumulatif dari masing-masing faktor keberhasilan kritis internal dan eksternal (David, 2004). QSPM adalah alat yang direkomendasikan bagi para ahli strategi untuk melakukan evaluasi pilihan strategi alternatif secara objektif, berdasarkan key success factors internal-eksternal yang telah diidentifikasikan sebelumnya. Jadi secara konseptual, tujuan QSPM adalah untuk menetapkan ketertarikan relatif (relative attractiveness) dari strategi-strategi yang bervariasi yang telah dipilih, untuk menentukan strategi mana yang dianggap paling baik untuk
diimplementasikan.
Seperti
alat
analisis
untuk
memformulasikan strategi lainnya, QSPM juga membutuhkan intuitive judgement yang baik (Umar, 2002). C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah Pembesaran lele merupakan salah satu bagian dari subsektor perikanan yang memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian masyarakat. Hasil produksi lele juga mempunyai peranan yang penting didalam pemenuhan gizi bagi khalayak umum. Pengembangan pembesaran lele harus direncanakan dengan seksama kegiatan yang akan diterapkan akan lebih efektif dan efisien sehingga akan memberikan hasil yang lebih maksimal baik bagi pelaku budidaya maupun masyarakat sebagai konsumen. Salah satu wilayah usaha pembesaran lele yang mempunyai potensi dalam memberikan manfaat bagi perekonomian ialah di Kecamatan Karanganyar. Diperlukan adanya perencanaan strategi pengembangan bagi usaha ini yang akan diperoleh dari penelitian yang dilakukan dengan terlebih dahulu mengetahui gambaran umum mengenai usaha pembesaran lele
25
khususnya di Kecamatan Karanganyar. Selanjutnya diperlukan adanya analisis agar petani lele dapat membuat keputusan yang tepat, sehingga dapat memperoleh laba yang sebesar-besarnya. Salah satu analisis usaha yang dapat
digunakan adalah dengan pendekatan pendapatan. Pendapatan
merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan. Biaya adalah nilai korbanan yang dikeluarkan pada proses produksi dan diperhitungkan sebagai keseluruhan yang digunakan dalam proses produksi tersebut. Konsep biaya yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep biaya mengusahakan usaha pembesaran ikan lele. Ada dua pengelompokan biaya dalam usaha pembesaran ikan lele
di Kecamatan
Karanganyar Kabupaten Karanganyar, yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap (biaya variabel). Total biaya (TC) adalah penjumlahan antara total faktor produksi tidak tetap dan faktor produksi tetap (X) dikalikan dengan harga faktor produksi (Px), Proses produksi berpengaruh pada penerimaan yang akan diterima oleh petani pembesaran lele. Penerimaan ini diperoleh dari hasil perkalian antara jumlah lele yang dihasilkan (Q) dengan harga jual ikan lele per ekor (P). Untuk mengukur pendapatan bersih usaha pembesaran ikan lele
di
Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar, dihitung dengan cara mengurangkan penerimaan total dengan total biaya. Langkah selanjutnya ialah mengidentifikasi faktor-faktor internal maupun eksternal yang meliputi kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang yang dimiliki oleh Kecamatan Karanganyar. Faktor internal adalah faktor-faktor yang ada pada usaha itu sendiri, antara lain meliputi Kondisi Keuangan, Sumber Daya Manusia, Pemasaran, dan Manajemen. Faktor eksternal adalah faktor-faktor di luar usaha, antara lain Kondisi Perekonomian, Sosial dan Budaya, Pemerintahan, Teknologi dan Persaingan Tujuan dari analisis faktor internal adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor internal kunci yang menjadi kekuatan dan kelemahan di dalam pengembangan
usaha.
Analisis
faktor
eksternal
bertujuan
untuk
mengidentifikasi faktor-faktor eksternal kunci yang menjadi peluang dan ancaman bagi pengembangan usaha. Dalam analisis SWOT, kedua faktor tersebut (faktor internal dan faktor eksternal) harus dipertimbangkan. Analisis SWOT (singkatan bahasa Inggris
26
dari Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats) adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis. Proses ini melibatkan identifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut. Analisis SWOT berusaha mengkombinasikan antara peluang dan ancaman dari faktor eksternal dengan kekuatan dan kelemahan dari faktor internal. Untuk merumuskan alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam mengembangkan usaha pembesaran lele di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar digunakan analisis Matriks SWOT. Matriks SWOT adalah alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis usaha. Matriks SWOT menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman dari faktor eksternal dapat dipadukan dengan kekuatan dan kelemahan dari faktor internal sehingga dihasilkan rumusan strategi pengembangan usaha. Rumusan strategi ini akan menghasilkan empat yaitu
strategi
SO
(Strength-Opportunity),
alternatif strategi strategi
WO
(Weakness-Opportunity), strategi ST (Strength-Threat) dan strategi WT (Weakness-Threat). Strategi SO adalah strategi yang memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. Strategi WO adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. Strategi ST adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman. Strategi WT adalah strategi yang ditetapkan untuk meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Matriks SWOT digunakan untuk merumuskan strategi-strategi berdasarkan analisis faktor-faktor internal dan eksternal sehingga dihasilkan strategi-strategi pengembangan usaha bagi perusahaan. Matriks QSP (Quantitative Strategic Planning) kemudian digunakan untuk memilih prioritas strategi berdasarkan kondisi perusahaan itu sendiri. Strategi yang memiliki nilai tertinggi akan menjadi prioritas pengembangan usaha. Berdasarkan uraian di atas dapat disusun dalam kerangka teori pendekatan masalah dalam penelitian ini, sebagai berikut: Usaha Pembesaran Lele di Desa Lalung Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar
27
Proses Produksi
Masukan
Pengeluaran
Biaya Total
Penerimaan Total
Analisis Usaha: - Pendapatan
Faktor Internal
a. Kondisi Keuangan:
Modal
b. Sumber Daya Manusia:
Pengelolaan dan Penggunaan
c. Pemasaran :
Harga (Price) Distribusi(Place) Promosi(Promotion) Produk(Product) d. Manajemen: Perencanaan Pengawasan Pengorganisasian Evaluasi e. Produksi Proses Produksi Kualitas Produksi
Faktor Eksternal a. Kondisi Perekonomian: Fluktuasi Harga b. Sosial dan Budaya: Sikap Terhadap Kualitas Produk Sikap Terhadap Bisnis c. Pemerintah, Hukum dan Politik Regulasi Pemerintah d. Pesaing Intensitas Kompetisi Identifikasi dan Evaluasi Pengaruh Pesaing e. Teknologi Perubahan Teknologi Identifikasi dan Evaluasi Pengaruh Teknologi
Analisis SWOT (Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman)
Matriks SWOT (Alternatif Strategi Pengembangan Pembesaran lele) Matriks QSP (Prioritas Strategi Pengembangan Pembesaran lele)
Gambar 1. Bagan Kerangka Penelitian D. Pembatasan Masalah 1. Penelitian dilakukan pada stakeholder usaha pembesaran lele baik itu petani yang mengusahakan pembesaran lele, penyedia input, pedagang pengepul, pesaing usaha dan pengambil kebijakan/pemerintah. 2. Data penelitian yang dianalisis adalah data usaha pembesaran lele selama
28
satu musim budidaya periode Januari 2016 s/d Maret 2016 dan pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan pada bulan April 2016 s/d Mei 2016. 3. Harga faktor produksi dan hasil diperhitungkan sesuai dengan harga setempat yang berlaku di saat penelitian. 4. Faktor internal yang dibahas meliputi kondisi keuangan, sumber daya manusia, pemasaran, dan manajemen. 5. Faktor eksternal yang dibahas meliputi kondisi perekonomian, sosial dan budaya, pemerintahan, daya beli konsumen, dan persaingan. 6. Analisis faktor internal dan eksternal menggunakan analisis yang disajikan dari hasil wawancara dengan responden dan hasil pengamatan selama penelitian. E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 1. Strategi pengembangan usaha pembesaran lele merupakan suatu strategi pembangunan pertanian yang berusaha meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas lele dengan konsep agribisnis. 2. Pengembangan usaha pembesaran lele adalah proses perubahan secara positif dari segi kualitas dan kuantitas pada usaha pembesaran lele yang terjadi pada stakeholder usaha pembesaran lele. 3. Biaya merupakan penjumlahan masing-masing faktor produksi yang dikalikan dengan nilai uang yang dikeluarkan dalam satuan rupiah. 4. Penerimaan adalah keseluruhan nilai uang yang diterima dari hasil usaha pembesaran lele dalam satu kali produksi dinyatakan dalam satuan rupiah. 5. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya yang telah dikeluarkan. 6. Faktor internal adalah faktor-faktor yang terdapat dari dalam yang mempengaruhi usaha pembesaran lele secara keseluruhan dan pada umumnya dapat dikendalikan. Meliputi kondisi keuangan, sumber daya manusia, pemasaran, manajemen, dan produksi. 7. Kondisi keuangan adalah keadaan aktivitas penggunaan dana dari suatu usaha yang menggambarkan tingkat ketersediaan modal usaha pembesaran lele. 8. SDM adalah keadaan individu yang bekerja dengan mata pencaharian usaha pembesaran lele.
29
9. Pemasaran adalah suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk menentukan produk, harga, promosi dan mendistribusikan barangbarang yang dapat memuaskan keinginan konsumen dan mencapai pasar sasaran dari usaha pembesaran lele. 10. Harga adalah suatu nilai tukar yang bisa disamakan dengan uang untuk manfaat yang diperoleh dari ikan lele bagi konsumen 11. Distribusi juga dapat diartikan sebagai kegiatan pemasaran yang berusaha memperlancar dan mempermudah penyampaian ikan lele dari petani pembesaran lele kepada konsumen. 12. Promosi adalah upaya untuk memberitahukan atau menawarkan ikan lele dengan tujuan menarik calon konsumen. 13. Produk adalah komoditas lele yang ditawarkan ke pasar. 14. Manajemen merupakan proses dalam membuat suatu perencanaan, pengawasan, pengorganisasian, dan evaluasi dari usaha pembesaran lele dengan mempergunakan semua sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. 15. Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai dan manfaat dari komoditas lele dalam rangka memenuhi kebutuhan. 16. Faktor eksternal adalah faktor-faktor dari luar yang mempengaruhi usaha pembesaran lele dan pada umumnya belum dapat dikendalikan sepenuhnya. Meliputi kondisi perekonomian, sosial dan budaya, politik, hukum dan pemerintahan, persaingan, dan daya beli konsumen 17. Kondisi perekonomian adalah keadaan ekonomi baik dari daerah maupun dari pusat yang dapat mempengaruhi kinerjausaha pembesaran lele. 18. Sosial Budaya merupakan opini, norma, gaya hidup, dan cara pandang konsumen dalam mengkonsumsi produk hasil usaha pembesaran lele. 19. Politik, hukum dan pemerintahan adalah adalah kebijakan atau keputusan yang diambil pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu yang berhubungan dengan usaha pembesaran ikan lele. 20. Persaingan adalah hadirnya produk sejenis yang dapat menjadi pesaing bagi produk yang dihasilkan oleh usaha pembesaran lele. 21. Teknologi adalah keseluruhan sarana untuk memproduksi lele. 22. Analisis SWOT adalah merupakan suatu analisis situasi yang mencakup kondisi internal dan eksternal pengembangan usaha pembesaran lele.
30
23. Kekuatan dari faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam dan merupakan keunggulan bagi pelaksanaan pengembangan usaha pembesaran lele . 24. Kelemahan dari faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam dan merupakan keterbatasan atau kekurangan bagi pelaksanaan usaha 25. Peluang dari faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar dan bersifat
menguntungkan
bagi
pelaksanaan
pengembangan
usaha
pembesaran lele. 26. Ancaman dari faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar dan bersifat mengganggu keberlangsungan pelaksanaan pengembangan usaha pembesaran lele. 27. Matriks SWOT (Matriks Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman) adalah matriks yang akan digunakan untuk menyusun berbagai alternatif strategi pengembangan usaha pembesaran lele melalui strategi SO, WO, ST, dan WT. 28. QSPM (Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif) adalah alat yang digunakan untuk melakukan evaluasi pilihan strategi alternatif untuk menentukan prioritas strategi yang dapat diterapkan dalam pengembangan usaha pembesaran lele. F. Asumsi 1.
Petani pembesaran lele dalam melakukan kegiatan produksi pembesaran lele bertindak rasional, yaitu ingin memperoleh pendapatan maksimal dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki.
2.
Jawaban petani pembesaran lele sesuai dengan kenyataan waktu melakukan usaha pembesaran lele.
31