II.
LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu Menurut penelitian yang dilakukan Devi sonalia dan Musa Hubeis (2013) dengan judul Pengendalian Mutu Pada Proses Produksi Di Tiga Usaha Kecil Menengah Tahu Kabupaten Bogor dengan alat analisis yang digunakan adalah Diagram Pareto, Diagram Sebab-Akibat dan Grafik Kendali. Melalui diagram Sebab-akibat diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan Tahu di ketiga UKM Tahu, yaitu tenaga kerja, bahan baku, mesin dan peralatan, metode dan lingkungan dengan penyebab utama yang paling memengaruhi melalui analisis diagram Pareto adalah salah potong. Pengendalian mutu dari UKM Tahu Bambu dan UKM Tahu Bandung yang dianalisis menggunakan grafik Kendali p menunjukkan keterkendalian. Selain itu hasil penelitian yang dilakukan oleh Suciana Rahmawati (2012) dengan judul Analisis Pengendalian Kualitas Gula di PG Tasikmadu Karanganyar, menggunakan alat analisis berupa Lembar Pengecekan, Histogram, Diagram Pareto, Diagram Sebab-Akibat dan Grafik Kendali dengan hasil penelitian yaitu tidak semua data berada dalam batas kendali, melalui diagram pareto perbaikan fokus pada misdruk jenis krikilan, dan dari fishbone diagramfaktor penyebab misdruk yaitu manusia, mesin, lingkungan kerja dan metode. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh M. Fajar Wulan (2014) dengan judul Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil) pada PT. Buana Wira Subur Sakti di Kabupaten Paser. Analisis dilakukan dengan cara mengolah data inspeksi kadar asam lemak bebas, kadar air, dan kadar kotoran dengan menggunakan alat diagram histogram, grafik kendali, dan diagram sebab akibat. Berdasarkan analisis diagram histogram untuk kadar asam lemak bebas dan kadar kotoran tidak terdapat data yang berada di luar batas, akan tetapi pada kadar air terdapat 16 sampel berada di atas standar yang ditetapkan oleh BSN. Berdasarkan hasil analisis grafik kendali pengendalian mutu CPO menurut peta kontrol Xbar dan R untuk kadar asam lemak bebas terdapat 11 sampel dan control chart R sebanyak 2 sampel,serta pada control chart Xbar diketahui kadar kotoran 7 sampel dan 3 7
8
sampel pada control chart R berada di luar batas. Berdasarkan hasil analisis fishbone diagramyaitu dilakukan dengan proses observasi lapangan dan wawancara terdapat lima faktor yang mempengaruhi pengendalian mutu CPO. Faktor itu sendiri meliputi bahan baku, lingkungan kerja, mesin, bahan baku, manusia, dan metode karja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Farhan Aslan, dkk (2012) dengan judul Implementation Of Total Quality Management Tools And Techniques: A Case Study Of Fried Peanut Processing Plant, poin utama yang diidentifikasi adalah titik kritis kontrol proses. Metode yang digunakan adalah dengan mengidentifikasi HACCP untuk mengetahui titik kritis dan menggunakan FMEA untuk menganalisis resiko bahaya yang ditunjukkan dengan pareto chart serta menggunakan fishbone untuk meningkatkan kualitas. Perhitungan penilaian risiko dilakukan dengan menghitung prioritas risiko untuk setiap langkah. Langkah-langkah yang perlu lebih diperhatikan adalah penerimaan bahan baku, penyimpanan kulit kacang, kualitas minyak dan proses penggorengan, penyimpanan produk yang digoreng, pembersihan zat berbahaya, dan pemeriksaan produk akhir. Tindakan korektif yang diambil berdasarkan nomor prioritas tertinggi. Hasil studi ini menunjukkan bahwa alat manajemen mutu dilakukan dengan HACCP menghasilkan dampak positif pada kelancaran fungsi sistem. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Ripon Kumar, dkk (2013) dengan judul Reducing Process Variability By Using Dmaic Model: A Case Study In Bangladesh dengan menggunakan metode DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control) dengan menggunakan alat control chart p chart, fishbone pareto chart, dan Analytic Hierarchy Process menunjukkan bahwa langkah-langkah proses yang paling kritis selama pengolahan diidentifikasi. Ini diakui poin penting dari proses kemudian dianalisis dalam diagram Ishikawa. Hasil utama dari pendekatan ini adalah untuk mengurangi biaya, mengurangi waktu, memaksimalkan keuntungan, kualitas produk dan meningkatkan
kepuasan
pelanggan.
Namun
setidaknya
keberhasilan
pelaksanaan teknik manajemen ini harus membawa dampak positif yang besar
9
bagi organisasi. Berikut ini adalah ringkasan penelitian terdahulu yang dapat dilihat pada tabel 1: Tabel 1. Penelitian Terdahulu Judul
Temuan Penting
perbedaan dengan penelitian yang dilakukan
Pengendalian Mutu Pada Proses Produksi Di Tiga Usaha Kecil Menengah Tahu Kabupaten Bogor
Dari fishbone diagramdiketahui factor penyebab kerusakan tahu di tiga UKM yaitu tenaga kerja, bahan baku, mesin dan peralatan, metode dan lingkungan, dengan penyebab paling dominan yang dianalisis melalui diagram kendali yaitu salah potong, serta melalui control chart diketahui mutu di tiga UKM menunjukkan keterkendalian
perbedaan komoditas yang diteliti dan penelitian ini dilakukan di tiga UKM tahu
Analisis Pengendalian Kualitas Gula di PG Tasikmadu Karanganyar
Tidak semua data berada dalam batas kendali, melalui diagram pareto perbaikan fokus pada misdruk jenis krikilan, dan dari fishbone diagramfaktor penyebab misdruk yaitu manusia, mesin, lingkungan kerja dan metode
Menggunakan lembar pengecekan, perbedaan komoditas dan jenis control chart yang digunakan
Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil) pada PT. Buana Wira Subur Sakti di Kabupaten Paser
Dari diagram histogram diketahui kadar asam lemak dan asam kotoran tidak diluar batas namun pada kadar air terdapat 16 sampel yang diluar batas,berdasarkan control chart Xbar diketahui kadar asam lemak bebas terdapat 11 sampel dan control chart R sebanyak 2 sampel,serta pada control chart Xbar diketahui kadar kotoran 7 sampel dan 3 sampel pada control chart R berada di luar batas. Dari hasil fishbone diagramdiketahui faktor yang mempengaruhi mutu yaitu bahan baku, lingkungan kerja, mesin, manusia dan metode.
Perbedaan komoditas, alat yang berbeda adalah histogram, dan alat yang sama dengan peneliti adalah control chart dan fishbone diagram
Implementation Of Total Quality Management Tools And Techniques: A Case Study Of Fried Peanut Processing Plant
Poin utama yang diidentifikasi adalah titik kritis kontrol proses. Perhitungan penilaian risiko dilakukan dengan menghitung prioritas risiko untuk setiap langkah. Langkah-langkah yang perlu lebih diperhatikan adalah penerimaan bahan baku, penyimpanan kulit kacang, kualitas minyak dan proses penggorengan, penyimpanan produk yang digoreng, pembersihan zat berbahaya, dan pemeriksaan produk akhir. Tindakan korektif yang diambil berdasarkan nomor prioritas tertinggi. Hasil studi ini menunjukkan bahwa alat manajemen mutu dilakukan dengan HACCP menghasilkan dampak positif pada kelancaran fungsi sistem.
penerapan manajemen mutu terpadu yang menggunakan HACCP untuk mengetahui titik kritis dan menggunakan FMEA untuk menganalisis resiko bahaya yang ditunjukkan dengan pareto chart serta menggunakan fishbone untuk meningkatkan kualitas
Reducing Process Variability By Using Dmaic Model: A Case Study In Bangladesh
Hasil utama dari pendekatan ini adalah untuk mengurangi biaya, mengurangi waktu, memaksimalkan keuntungan, kualitas produk dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Namun setidaknya keberhasilan pelaksanaan teknik manajemen ini harus membawa dampak positif yang besar bagi organisasi.
Menggunakan metode DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control) dengan menggunakan alat control chart p chart, fishbone pareto chart, dan Analytic Hierarchy Process
10
B. Tinjauan Pustaka 1. Home Industri Industri rumah tangga pangan (Home Industry) adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis. Dalam mengembangkan industri rumah tangga pangan ada beberapa hal yang harus diperhatikan salah satunya adalah kualitas produk yaitu dimana industri rumah tangga pangan harus membuat formulasi produk yang dapat diterima konsumen. Untuk itu diperlukan pemilihan dan penanganan bahan baku dan bahan kemasan yang tepat. Setelah itu, melakukan proses produksi yang menjadi tahap penting dalam proses pengolahan produk hingga akhirnya industri rumah tangga pangan melakukan penanganan terhadap penyimpanan produk yang sudah jadi (Dinas Kesehatan, 2013). Sebagian besar pengusaha mikro di Indonesia mempunyai latar belakang ekonomi, yakni ingin memperoleh perbaikan penghasilan. Di samping itu latar belakang menjadi pengusaha mikro adalah untuk meneruskan usaha keluarga. Adapun karakteristik yang dimiliki oleh usaha skala rumah tangga (mikro) antara lain: organisasi dijalankan oleh pemilik, tidak menerapkan pembagian tenaga kerja, kebanyakan menggunakan anggota-anggota keluarga dan tidak dibayar, tingkat teknologi yang digunakan sangat rendah, umumnya menjual ke pasar local untuk kelompok berpendapatan rendah, bahan bakunya kebanyakan memakai bahan baku local dan uang sendiri, pendidikan rendah dan dari rumah tangga yang miskin, dimana motivasi utama adalah survival dan seringkali usahanya belun terdaftar (Tambunan, 2012). Melihat berbagai kegiatan pembinaan industry kecil yang telah dilakukan dari waktu ke waktu, tampak adanya gejala sikap reseptif pemerintah yang semakin meningkat terhadap eksistensi dan peranan industri kecil. Pembinaan terhadap industry kecil sesungguhnya sudah dimulai sejak awal PELITA I, yakni melalui Proyek Pembinaan Kerajinan Rakyat (Probinkra). Sehingga sebenarnya komitmen pemerintah dalam
11
upaya mengembangkan usaha-usaha kecil itu pada pokoknya merupakan bagian dari langkah konkret untuk menjawab ketimpangan dalam pembangunan di Indonesia (Saleh, 1986). 2. Agroindustri Agroindustry adalah pengolahan hasil pertanian dank arena itu agroindustry merupakan bagian dari keenam subsistem yang disepakati selama ini yaitu subsistem penyediaan sarana produksi dan peralatan, usaha tani, pengolahan hasil (agroindustry), pemasaran, sarana dan pembinaan. Selain itu, agroindustry dapat diartikan dua hal, yaitu pertama agroindustry yang berbahan baku utama dari produk pertanian. Arti yang kedua adalah bahwa agroindustry itu diartikan sebagai suatu tahapan pembangunan sebagai kelanjutan dari pembangunan pertanian (Soekartawi, 2000). Menurut Simatupang dan Purwoto dalam Supriyati dan Erma (2006), peranan agroindustry bagi Indonesia yang saat ini sedang menghadapi masalah pertanian antara lain adalah menciptakan nilai tambah hasil pertanian di dalam negeri, menciptakan lapangan pekerjaan, khususnya dapat menarik tenaga kerja dari sector pertanian ke sector industry hasil pertanian (agroindustry), memperbaiki pembagian pendapatan dan menarik pembangunan sector pertanian. Dimana peluang dalam mengembangkan agroindustry masih terbuka, baik ditinjau dari segi bahan baku maupun dari sisi permintaan produk olahan. Struktur Agroindustri di Indonesia pada periode tahun 1974-2003 didominasi oleh industry rumah tangga, yang pangsanya berkisar antara 91-95 persen dari total agroindustry. Secara umum beberapa hal yang harus diperhatikan dan merupakan tantangan kita dalam rangka pengembangan agroindustry adalah peningkatan kualitas produk pertanian yaitu mengembangkan standar mutu hasil-hasil pertanian baik yang menyangkut bahan mentah maupun hasil olahannya masing-masing sangat kurang. Proteksi dalam bentuk persyaratan teknis persyaratan teknis tampaknya masih akan mewarnai
12
perdagangan produk agroindustry yang akan datang. Keadaan ini terbentuk dengan adanya tuntutan konsumen akan mutu semakin meningkat sesuai dengan semakin meningkatnya taraf hidup penduduk. Bahkan di Negara maju masyarakat telah menuntut adanya jaminan mutu sejak awal proses produksi hingga konsumen (Kusnandar dkk, 2010) Menurut Alsaleh (2007), saat ini alat kualitas dan teknologi muncul untuk dimanfaatkan seluruh tahap produksi di perusahaan yang disurvei pada penelitiannya yaitu mulai dari penerimaan bahan baku sampai pemasaran produk akhir, yang mengungkapkan beberapa tanda-tanda awal pelaksanaan TQM. Kesediaan untuk menerapkan prosedur kualitas yang lebih maju dan alat-alat dalam waktu yang disediakan tanda lain bahwa industri menyadari akan adanya tantangan. Ada bukti yang mendukung pandangan bahwa sektor ini bertekad untuk menentang, atau setidaknya pertandingan, karena saat ini banyak aliran masuk dari produk-produk yang unggul dan dapat bersaing. Hal ini didukung oleh antusiasme industri untuk memperoleh penghargaan kualitas. Lebih dari dua-pertiga dari perusahaan yang disurvei memiliki penghargaan kualitas dan praktek yang berhubungan dengan kualitas bermanfaat lainnya. Sebagai contoh, ada keinginan untuk meminimalkan pemberhentian produksi akibat masalah kualitas produk, penggunaan kontrol proses statistik selama tahap manufaktur, pengurangan waktu pemeriksaan, dan pengurangan tingkat kerugian akibat pengecekan kualitas. Selain dampak positif dari langkah-langkah kualitas ini yaitu keamanan pangan yang terjamin dan akhirnya akan berimbas pada kesejahteraan masyarakat, dengan
meningkatkan kemungkinan bertahan hidup untuk industry
makanan di masa depan yang dilambangkan dengan pasar global yang terbuka.selain itu, di masa depan mempertahankan biaya produk yang kompetitif di pasar terbuka adalah dimensi lain dari kualitas yang perlu ditangani untuk sepenuhnya industri makanan.
13
3. Standar Kualitas Mutu Bahan Baku Utama Mutu adalah sesuatu yang diputuskan oleh pelanggan bukan oleh insinyur, bukan pula oleh pemasaran atau manajemen umum. Mutu didasarkan pada pengalaman actual pelanggan terhadap produk dan jasa, diukur berdasarkan persyaratan pelanggan tersebut baik dinyatakan atau tidak dinyatakan, disadari atau hanya dirasakan, dikerjakan secara teknis atau bersifat subyektif dan selalu mewakili sasaran yang bergerak dalam pasar yang penuh persaingan. Mutu produk dan jasa dapat didefinisikan sebagai berikut: Keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan pemeliharaan yang membuat produk dan jasa yang digunakan memenuhi harapan harapan pelanggan (Feigenbaum, 1989). Mutu menurut ISO: ISO
9000:2000
yang
mengatur
definisi
dan
kosakata
yang
mendefinisikan mutu sebagai: “Derajat atau tingkat karakteristik yang melekat pada produk yang mencukupi persyaratan atau keiinginan”. Maksud derajat atau tingkat disini berarti selalu ada peningkatan setiap saat. Sedangkan karakteristik pada istilah tersebut berarti hal-hal yang dimiliki produk, yang dapat terdiri dari berbagai macam, antara lain: a. Karakteristik
fisik
(elektrikal,
mekanikal,
biological),
seperti
handphone, mobil dan rumah. b. Karakteristik perilaku (kejujuran, kesopanan), seperti rumah sakit dan perbankan. c. Karakteristik sensoris (bau, rasa), seperti minuman dan makanan (Suardi, 2003). Tanaman kencur atau Kaemferia galangal L., Jenis tanaman ini termasuk familia Zingiberaceae, tempat tumbuhnya di berbagai tempat di tanah air kita secara tradisional telah menggunakannya untuk berbagai obat dan bumbu masakan. Sebagai bahan obat yang terpenting dari
14
tanaman ini ialah akar tinggalnya yang mempunyai khas aromatic, rasanya memang tajam, uraian makroskopiknya sebagai berikut: a. Potongannya berbentuk jorong, bagian tepinya berkeriput atau berombak, panjang sekitar 1cm sampai 5 cm, lebarnya 0,5 sampai 3 cm, b. Bagian tepi berwarna coklat kemerah-merahan, bagian dalamnya bewarna putih agak kecoklatan (Kartasapoetra, 1992). Rimpang mengandung
minyak atsiri antara 2,4-3,9%, terdiri dari
borneol, kaemferin dan sineol dan p-metoksi sinamat. Kandungan lainnya yang juga terdapat dalam tanaman kencur adalah alkaloid, mineral, flavonoid, psti, dan gom. Rimpang banyak digunakan untuk tujuan menghangatkan badan, pelangsing, penyegar, obat sakit kepala, menghilangkan rasa sakit,membantu mengeluarkan gas dari perut, dan mengeluarkan dahak ( Tim Penulis Martha Tilaar, 2002). Kencur sebagai salah satu bahan baku dalam pembuatan jamu beras kencur tentunya terdapat spesifikasi persyaratan umum kencur yang dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini: Tabel 2. Spesifikasi Persyaratan Umum Kencur No
Jenis uji
Satuan
Persyaratan
1
Kesegaran kencur
-
segar
2
Rimpang bertunas
-
Tidak ada
3
Kenampakan irisan melintang
-
Cerah
4
Bentuk rimpang
-
Utuh
5
Serangga, hama dan penyakit
-
Bebas
Sumber: SNI 01-6994-2004 Beras adalah salah satu bahan baku pembuatan beras kencur yang merupakan sumber kabrohidrat yang dapat memberikan sumbangan energy sehingga badan yang terasa lelah menjadi segar kembali. Selain itu beras merupakan sumber vitamin B, diantaranya tiamin, riboflavin, lisin dan B12 yang dapat meningkatkan metabolism karbohidrat, lemak dan
15
protein, sehingga mampu meningkatkan nafsu makan. Vitamin B1 juga dapat mengurangi ketegangan otot atau bengkak serta kram pada otot (Sina, 2012). Persyaratan standar mutu beras berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-6127-1999 dalam Patiwiri (2006), terdiri dari komponen umum dan komponen fisik beras. Kemudian untuk yang dimaksud dengan komponen umum adalah bebas hama penyakit, bebas bau apek, asam atau bau asing lainnya, bebas dari campuran bekatul dan bebas dari tanda-tanda adanya bahan kimia yang membahayakan. Sedangkan untuk komponen fisik beras dibagi menjadi 5 tingkatan mutu dengan komponen mutu yaitu derajat sosoh, kadar air, beras kepala, butir utuh, butir patah, butir menir, butir merah, butir rusak, butir mengapur, butir asing, butir gabah dan campuran varietas lain. 4. Statistical Quality Control Pada perusahaan makanan atau minuman di seluruh dunia harus sesuai dengan undang-undang nasional yang mengatur kontrol keamanan pangan. kontrol keamanan pangan diatur oleh persyaratan tujuh prinsip Hazard Analysis Critical Kontrol Point (HACCP), tetapi tidak ada mandat resmi yang menyarankan untuk menjamin
keamanan
menerapkan SQC yang digunakan untuk
pangan.
Salah
satu
pendekatan
yang
direkomendasikan berdasarkan pengambilan sampel rasional adalah penggunaan metode SQC seperti control chart yang dapat digunakan untuk memonitoring dan mengkontrol proses (Grigg,1998). Saat ini ada banyak literatur akademis dan praktisi
yang berorientasi untuk
membuktikan bahwa manfaat metode statistik dalam melakukan kontrol dan perbaikan proses terus-menerus. Namun akhir-akhir ini, banyak peneliti berpendapat bahwa metode ini hanya efektif bila diterapkan oleh orang yang memahami komponen dan pemikiran terhadap statistik (Walls, 2007). Karakteristik kualitas dari suatu produk dapat memberikan kepuasan dan nilai kepada pelanggan dalam banyak cara. Karakteristik produk
16
mudah ditentukan, seperti berat, panjang dan waktu penggunaan. Tetapi beberapa karakteristik yang lain seperti daya tarik produk adalah bersifat kualitaif. Joseph S. martinich, 1997 mengemukakan spesifikasi dari dimensi kualitas produk yang relevan dengan pelanggan dapat dikelompokkan dalam enam dimensi yaitu: a. Kinerja (performance). Hal yang penting bagi pelanggan adalah apakah kualitas produk mnggambarkan keadaan yang sebenarnya. b. Keistimewaan (type of features). Produk yang bermutu mempunyai keistimewaan yang tidak dimiliki oleh produk yang lain. c. Kepercayaan dan waktu (reliability and durability). Kehandalan produk dalam penggunaan secara normal, dan berapa lama produk dapat digunakan d. Mudah dirawat dan diperbaiki (maintainability and serviceability). Produk yang bermutu mudah dalam merawat dan juga diperbaiki e. Sifat khas (sensory characteristic). Penampilan, corak, rasa, daya tarik, bau, selera dan factor lainnya menjadi aspek penting dalam mutu f. Penampilan dan citra ethis (ethical profile and image). Kualitas adalah bagian terbesar dari kesan atau persepsi konsumen terhadap produk (Yamit, 2004). Untuk mempertahankan karakteristik produk maka suatu system diperkembangkan untuk menjaga standar yang uniform dari kualitas hasil produksi, pada tingkat biaya yang minimum dan merupakan bantuan untuk mencapai egisiensi perusahaan. Pada dasarnya Statistical Quality Control merupakan penggunaan metode statistic untuk mengumpulkan dan menganalisa data dalam menentukan dan mengawasi kualitas hasil produksi. Sebenarnya Statistical Quality Control terdiri dari pertama penggunaan table (chart) dan prinsip-prinsip statistic, dan yang kedua adalah tindakan para pekerja untuk mengawasi proses pengerjaan atau pengolahan (Assauri, 1980). Kontrol statistik didasarkan pada penerapan metode statistik. Pengendalian proses statistik adalah pengendalian proses produksi dengan
17
menggunakan metode statistik untuk mencegah dan mendeteksi apakah suatu produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik atau tidak.Tujuan dari kontrol kualitas statistik adalah sebagai berikut : a. Menentukan produk agar produk yang diproduksi dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan b. Memantau proses untuk memperbaiki kesalahan atau hasil produk yang diluar batas kontrol c. Mengambil tindakan yang memadai untuk koreksi proses dan pengendaliannya di bawah kontrol Selain itu terdapat dua tipe karakteristik dari kualitas yaitu: a. Data variable Karakteristik yang dapat diukur seperti panjang, berat, ukuran, tinggi, waktu. Karakteristik kualitas produk yang dapat diukur secara kuantitatif, baik dalam angka pecahan atau dalam angka yang utuh, dimana penggunaannya lebih efisien dalam memberikan informasi tentang kualitas proses. b. Data atribut Karakteristik yang fokus pada produk yang cacat atau rusak , misalnya , baik - buruk ; sesuai atau tidak sesuai. Dimana mempunyai variabel acak kategoris atau diskrit dan karakteristik yang dapat dievaluasi (Vucelic et al., 2008). Keuntungan dari penggunaan Statistical Quality Control (SQC) yaitu: a. Dapat meningkatkan kinerja proses b. Meningkatkan efisiensi produksi c. Menghasilkan produk yang berkualitas tinggi dengan mengurangi kecacatan pada produk d. Meningkatkan daya saing bisnis e. Meminimalkan pengerjaan ulang f. Meminimalkan resiko penjualan g. Menjaga mutu yang diinginkan yang sesuai dengan standar yang ditetapkan
18
h. Menghilangkan pemeriksaan yang tidak perlu i. Mengurangi persentase pembeli mendapatkan produk yang cacat j. Mengurangi persentase bagian yang cacat yang dibeli dari vendor k. Mengurangi pengembalian produk dari pelanggan Penerapan Statistical Quality Control (SQC) melibatkan tiga set utama kegiatan yaitu: a. Pertama adalah memahami proses, hal ini dapat dicapai dengan pemetaan proses b. Kedua adalah mengukur sumber variasi dengan bantuan control chart c. Ketiga adalah menghilangkan atau meminimumkan sumber variasi Hal ini dapat digunakan dalam berbagai industri untuk meningkatkan kualitas produk dan membantu dalam menurunkan biaya produk seperti menyediakan produk atau layanan yang lebih baik (Parkash et al., 2013). 5. Proses Produksi Beras Kecur Beras kencur merupakan minuman hasil fermentasi bahan makanan dengan mencampurkan air kencur dan tepung beras dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan tambahan makanan yang diijinkan. Kemudian apabila produk tersebut dipasarkan maka beras kencur harus dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, tidak dipengaruhi atau mempengaruhi isi, aman selama penyimpanan dan pengangkutan. Dimana dalam pembuatannya harus sesuai dengan syarat yang telah ditentukan oleh SNI pada tabel 3 berikut ini:
19
Tabel 3. Standar SNI Beras Kencur Ditinjau dari Keadaan, Bahan Baku Utama dan Bahan Tambahan Makanan No 1. 1.1 1.2 1.3 2. 3 4. 4.1 4.2 4.3
Kriteria Keadaan Bau Warna Rasa Pati beras Kencur Bahan tambahan makanan Pemanis buatan Pewarna tambahan Pengawet
Satuan
Persyaratan
-
Normal Normal Normal Positif Positif
Sesuai SNI Sesuai SNI
Tidak boleh ada 01-0222-1987 01-0222-1987
Sumber: SNI 01-3550-1994 Jamu beras kencur merupakan jamu tradisional yang sudah terkenal, dimana ramuan ini dapat diminum pada waktu pagi atau sore hari karena dapat menyegarkan badan, menghilangkan rasa letih, dan dapat menyenyakan tidur. Adapun cara pembuatan beras kencur secara tradisional (dikonsumsi sendiri) yaitu dua sendok makan beras dicuci, kemudian direndam beberapa jam hingga mudah dilumatkan. Sediakan sepotong rimpang kencur berukuran sepanjang kelingking atau lebih (menurut selera) dan dapat ditambahkan sepotong rimpang jahe. Kemudian beras dan kencur dilumatkan bersama, dan diseduh dengan air hangat. Bubuhkan sedikit asam kawak, aduklah hingga lumat. Campuran beras, kencur dan asam kawak ditapis dan ditampung dalam gelas, serta dapat ditambahkan madu sesuai selera (Rismunandar, 1988). Bahan baku penyusun jamu beras kencur dapat dikelompokkan menjadi air, empon-empon dan beras. Kualitas bakteriologis seua bahan penyusun tersebut sangat berpengaruh terhadap kualitas dari produk akhir. Selain itu juga dipengaruhi oleh kebersihan lingkungan, pengetahuan dan kebiasaan diri dari para pembuat jamu. Resep beras kencur untuk dijual kemasan botol adalah sebagai berikut:
20
a. Bahan: beras disangrai (10-15 menit); 15 kg kencur; 7,5 kg jahe; 2,5 kg kayu manis; 50 gr gula; 10 kg garam; 0,5 gr cengkeh; 2 gr kunyit; dan 50 lt air. b. Cuci kencur, jahe, kayu manis, cengkeh dan kunyit sampai bersih dengan air yang mengalir. c. Kencur, jahe, kunyit diiris tipis-tipis d. Irisan kencur, jahe, kunyit diblansir (direbus) dengan air panas selama 5-10 menit lalu tiriskan e.
eringkan kencur ja e kunyit menggunakan oven pada su u selama 17,5 jam
f. Lakukan pengeringan dengan suhu yang sama untuk kayu manis (12 jam) dan cengkeh (24 jam) g. Bahan yang sudah kering dihaluskan h. Campur aduk semua bahan sesuai dengan formula yang sudah ditentukan i. Kemas minuman beras kencur dengan plastic dan tutup ujung kemasan dengan sealer (Sina, 2012). 6. Proses Pengendalian Mutu Dengan seiiringnya peningkatan permintaan konsumen terhadap industri makanan yang aman, hal ini menunjukkan bahwa industri makanan mempunyai kewajiban untuk membangun keamanan pangan dan sistem kualitas. Keamanan pangan dan kualitas dipengaruhi oleh kurang mampunya suatu bagian atau proses dalam menjalankan fungsinya seperti pada administrasi, pemasok, teknologi produksi, lingkungan kerja, sumber daya manusia dan kegiatan pengendalian. Analisis bahaya dan titik kontrol kritis (HACCP) adalah sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengontrol bahaya yang signifikan bagi keamanan pangan. HACCP difokuskan di dua utama langkah, yaitu; (1) analisis bahaya dan titik kontrol kritis (CCP) dan (2) Rencana HACCP untuk pengolahan makanan (Vardin et al, 2011).
21
Menurut Codex dalam Grigg (1988), menunjukkan terdapat
tujuh
prinsip pada HACCP yaitu: a. Mengidentifikasi potensi bahaya yang berhubungan dengan produksi pangan pada semua tahap dan menilai kemungkinan terjadinya bahaya serta
mengidentifikasi
langkah-langkah
pencegahan
untuk
pengendalian b. Mengidentifikasi titik-titik kritis / prosedur / langkah-langkah operasional yang dapat dikendalikan untuk menghilangkan bahaya tersebut ( titik kontrol kritis) c. Membangun nilai-nilai target dan batas kritis yang harus dipenuhi untuk memastikan proses terkendali d. Membangun sistem untuk memantau pengendalian proses dengan pengujian terjadwal atau pengamatan e. Menetapkan tindakan perbaikan yang harus diambil ketika pemantauan menunjukkan bahwa proses tertentu berada pada batas yang terkendali, atau diluar batas pengendalian f. Menetapkan prosedur verifikasi untuk memastikan bahwa sistem HACCP adalah bekerja secara efektif g. Membangun dokumentasi mengenai semua prosedur dan catatan yang tepat Perbaikan terus menerus merupakan penyempurnaan kualitas produk, perbaikan cara kerja dan selalu berusaha untuk mengurangi kesalahan yang dilakukan. Perusahaan tidak menunggu kesalahan menumpuk, namun dilakukan perbaikan setiap saat. Setiap hari selalu mencari kekurangan dan kesalahan yang dilakukan dan diperbaiki. Karena kerja manusia tidak pernah sempurna sehingga perlu dilakukan perbaikan terus-menerus. Berikut adalah konsep PDAC untuk memecahkan suatu permasalahan: a. Plan: mula-mula memilih proses yang memerlukan perbaikan, misalnya aktivitas, metode, mesin, kemudian membuat dokumen atas proses yang ada, biasanya diikuti dengan melakukan analisis data. Analisis
22
menggunakan metode yang sesuai, kemudian membuat tujuan yang dirumus
secara
kualitatif
kemudian
didiskusikan,
dan
mempertimbangkan biaya dan keuntungan dari setiap alternatif, kemudian memilih rencana yang paling tepat untuk memperoleh pengembangan b. Do: Mengimplementasikan atau melaksanakan rencana, disamping itu juga memonitor perkembangannya, secara rutin dan setiap ada perubahan proses selalu dicatat, bila perlu segera diadakan perbaikan. c. Check: Menganalisis data yang dikumpulkan dari pelaksanaan kegiatan, untuk melihat kesesuaian dengan tujuan yang telah ditetapkan dalam tahap plan. d. Act: Bila pelaksanaan kegiatan ini berhasil, hal ini dapat dijadikan pedoman bagi kegiatan yang sama, dengan kata lain atas dasar proses yang telah diperbaiki itu dibuat suatu pedoman atau prosedur standar (Subagyo, 2000). Proses ini berjalan secara terus-menerus yang digambarkan seperti pada gambar 1 dengan lingkaran yang menunjukkan siklus perbaikan kualitas. Plan
Act
Do
Check Gambar 1. Siklus Plan Do Check Act
23
Ada beberapa konsep pengendalian mutu yang sering diterapkan yaitu: a. Market-in (customer oriented action): konsumen merupakan hal yang paling penting, sehingga produk yang dihasilkan harus sesuai dengan keinginan konsumen b. Quality first (customer full satisfaction): mutu produk merupakan prioritas tertinggi se ingga „customer voice’ menjadi suatu informasi yang berharga c. Vital-few (oriented action-brain, time andfond constraint): manusia hanya mempunyai satu otak, dan tidak ada ruang pada otak untuk lebih dari satu konsentrasi pada saat yang sama, terkecuali genius. Identifikasi dan pisahkan item yang cukup pantas untuk mendapat perhatian saat ini dengan keterbatasan akan kerja pikiran, waktu, dan dana d. Fact and data appreciation (scientific approach): kegagalan bisa saja terjadi maka dari itu harus dilakukan pengawasan yang tepat dengan membuat indicator kegagalan yang terjadi. Jika terjadi kegagalan periksa bukti (kegagalan, cacat, klaim atau keluhan), kemudian ambil tindakan dengan dasar-dasar data yang ada. e. Process control (prevention plan and implementation): pengendalian proses berarti jika setiap karyawan yang ada di setiap tingkatan melakukan pekerjaan berdasarkan SOP, spesifikasi dan proses standart dengan metodologi “self-checking” atau “self-controlling” f. Dispersion control: pengendalian mutu tidak berarti bila tidak mengedalikan penyebaran yang terjadi pada beberapa kasus seperti manusia, mesin, metode, material dan lingkungan. g.
Next down-stream shops are customer: konsumen adalah raja, namun demikian terkecuali orang-orang sales atau marketing, banyak karyawan yang tidak memiliki kontak secara langsung dengan konsumen dimana konsep ini menjadi agak tidak mungkin untuk dimengerti dan diikuti oleh orang-orang di “in-process”. Se ingga disini konsumen dikatakan sebagai konsumen “in-house”, dan
24
karyawan pada “in-process”
arus memastikan mutu ter adap
pekerjaannya sebelum dilanjutkan karyawan “in-process” pada ta ap selanjutnya. h. Upper stream control: bagian pemasaran disituasikan pada mutu produk, namun demikian tanggung jawab itu tidak hanya dipikul oleh mereka, namun juga oleh bagian desain dan perencanaan. i. Reccurent preventive action: adalah suatu keharusan untuk tahapan “plan dan do” untuk tidak terulang lagi dengan penyebab kesala an yang sama j. Respect employees as human being (employees are precious assets): karyawan harus diperlakukan sebagai manusia dewasa, karena karyawan adalah asset yang berharga bagi perusahaan (Prihantoro, 2012). Menurut
Tjiptono
dan
Diana
(2003),
untuk
mempermudah
pemahamannya, pengertian TQM dapat dibedakan dalam dua aspek. Aspek pertama berbicara tentang apa itu TQM sedangkan aspek kedua berbicara tentang bagaimana mencapainya. Beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli kualitas menyiratkan bahwa TQM adalah perpaduan fungsi-fungsi manajemen dalam organisasi yang berhubungan dengan pelibatan anggota organisasi, teamwork, produktivitas, berorietasi pada kualitas dalam upaya memenuhi kebutuhan konsumen dan karyawan. Kedua unsur-unsur TQM yaitu Hard side of quality dan soft side of quality, dimana Hard side of quality meliputi upaya perbaikan proses produksi mulai dari desain produk sampai dengan penggunaan alat-alat pengendalian seperti SPC dan perubahan organisasional lainnya dengan harapan dapat meningkatkan kualitas produk dan memuaskan kebutuhan konsumen. Sedangkan soft side of quality lebih terfokus pada upaya menciptakan kesadaran karyawan akan pentingnya arti kepuasan konsumen dan menumbuhkan komitmen karyawan untuk selalu memperbaiki dan meningkatkan produktivitas. Dengan demikian, adanya
25
manfaat manajemen mutu yang berasal seperti perbaikan kualitas, manfaatnya bagi
karyawan dengan adanya imbalan kerja, kepuasan
pelanggan dan meningkatkan kinerja bisnis. Maka optimasi dari "kinerja bisnis" dicapai melalui "peningkatan kualitas". Selanjutnya, optimalisasi "imbalan kerja" dan "kepuasan pelanggan" dicapai melalui soft side of quality dan "peningkatan kualitas". Akhirnya, "Peningkatan kualitas" merupakan faktor yang sangat dipengaruhi oleh soft side of quality. Di sisi lain, Hard side of quality tidak menunjukkan secara langsung dampak pada semua manfaat manajemen mutu di atas, namun bagaimanapun sisi ini tetap memiliki dampak tidak langsung, karena unsur-unsur TQM ini sangat berkorelasi dengan soft side of quality. Manajer perusahaan makanan harus menyadari pentingnya karakter biner TQM dan lebih khusus peran utama aspek soft side of quality dari TQM dan mendukung peran Hard side of quality aspek dalam melaksanakan TQM (kafetzopoulos, 2014). Pengendalian mutu dapat diartikan sebagai suatu system yang dipakai untuk mempertahankan suatu tingkat mutu yang dikehendaki dan ditetapkan pada suatu produk atau jasa. Usaha untuk mempertahankan tingkat mutu ini dapat ditempuh melalui berbagai cara antara lain perencanaan mutu yang bbaik rekayasa pengawasan yang ketat, penggunaan alat dan tatacara kerja yang tepat usaha perbaikan yang benar apabila ada penyimpangan antara produk jasa, hasil suatu proses dengan standart yang telah ditetapkan ada dengan kawasan utama dalam pengendalian mutu ini yaitu pengendalian secara proses statistik dan perencanaan sama yang dapat diterima. Hasil pengendalian mutu memang akan nampak dalam waktu yang panjang, dimana manfaat pengendalian mutu antara lain: a. Peningkatan secara keseluruhan, mutu produk atau jasa b. System yang sudah ada selalu siap untuk diubah atau diperbaiki untuk menyesuaikan dengan permintaan pasar atau menyesuaikan dengan kebijakan perusahaan.
26
c. System pengendalian mutu akan meningkatkan produktivitas secara kuantitatif dan ini tentu merupakan tujuan penting dari perusahaan d. System pengendalian mutu akan menemukan biaya produksi dalam jangka panjang e. Dengan meningatnya produktivitas maka waktu yang diperlukan untuk produksi menjadi lebih pendek sehingga penyampaian pemesanan menjadi lebih tepat waktu sesuai dengan kehendak konsumen f. System kendali mutu juga memberikan suasana kerja yang maju dan terus ingin memperbaiki diri tanpa henti (Sudarmadji, 1999) Tujuan pokok dari pengendalian mutu adalah untuk mengetahui sampai mana proses dan hasil produk yang dibuat sesuai standar yang ditetapkan perusahaan. Pengendalian mutu merupakan upaya untuk mempertahankan
standar
bentuk,
kegunaan,
dan
warna
yang
direncanakan. Secara keseluruhan tahap pengendalian mutu yaitu: a. Pemeriksaan mutu bahan baku, mutu bahan dalam proses, dan mutu produk jadi b. Pemeriksaan tersebut memberikan gambaran apakah proses produksi berjalan seperti yang sudah ditetapkan atau tidak c. Melakukan analisis fakta untuk mengetahui penyimpangan yang mungkin terjadi d. Apabila terjadi penyimpangan harus segera dikoreksi agar produk yang dihasilkan memenuhi standar Secara umum pengawasan mutu dapat digambarkan sebagai suatu kegiatan inspeksi bertahap dari mulai mengamati lalu mengumpulkan fakta kemudian melakukan tindakan yang perlu dilakukan. Jadi pada hakikatnya pengertian pengawasan mutu adalah usaha untuk mencegah terjadinya penyimpangan atau kerusakan pada produk (Prawirosentono, 2002). Pada penanganan pengendalian mutu, cacat yang berat akan sangat menurunkan mutu produk, sehingga cacat mempunyai arti penting pada
27
pengerjaan sortasi, yaitu proses memisahkan produk cacat dari yang normal. Pekerjaan sortasi memerlukan biaya, sementara itu dalam prakteknyatidak semua satuan produk yang cacat dapat disingkirkan, beberapa masih juga dapat tertinggal meskipun sudah dilakukan sortasi yang sangat teliti. Itula “human eror” atau kelemahan manusia, sehingga secara praktis ekonomis terkadang perusahaan membiarkan adanya sedikit cacat pada produk akhir, karena memang tidak dapat dihindari. Sehingga diadopsilah konsep toleransi cacat, yaitu sejumlah kecil cacat yang masih dapat diterima dalam suatu batas mutu dari suatu produk. Dalam hubungan ini pada system standardisasi mutu diangkat pengertian batas toleransi cacat serta aspek cacat sebagai salah satu kriteria mutu (Soekarto dan Soewarno, 1990). 7. Alat Pengendalian Mutu Penelitian yang dilakukan oleh Mengesha et al (2013) dengan judul Quality Improvement Using Statistical Process Control Tools in Glass Bottles Manuffacturing Company bertujuan untuk dapat menerapkan pengendalian proses statistik (SPC) selama proses produksi dan produk akhir untuk mengurangi cacat dengan mengidentifikasi di mana kesalahan tertinggi dan memberikan saran untuk perbaikan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi langsung, pemeriksaan menyeluruh dari lini proses produksi, brainstorming, diagram tulang ikan, dimana informasi dikumpulkan dari pelanggan potensial dan pekerja pada perusahaan melalui wawancara dan kuesioner, selain itu melakukan analisis dengan Pareto dan membangun diagram kontrol (p grafik). Dimana penelitian seperti ini dilakukan agar perusahaan dapat bertahan hidup di pasar yang kompetitif, karena meningkatkan kualitas dan produktivitas produk atau proses adalah suatu keharusan bagi setiap perusahaan. Pakar kualitias W. Edwards Deming mengajukan cara pemecahan masalah melalui Statistical Process Control atau Statistical Quality Control yang dilandasi tujuh alat statistic utama. Ada beberapa alat
28
perbaikan kualitas yang dapat digunakan dalam organisasi. Alat-alat yang dapat digunakan antara lain pareto, histogram, check sheet, Stratifikasi, diagram sebab akibat, diagram penyebaran, run chart dan control chart (Tjiptono dan Anastasia, 2003). Berikut ini adalah ketujuh alat yang dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi yang obyektif: a. Control chart Menurut Parkash (2013), control chart adalah alat pengendalian proses statistik yang paling sukses, alat ini dikembangkan oleh Walter Shewhart Andrew di awal tahun 1920-an. Dimana control chart ini dapat digunakan untuk memantau proses dan untuk menentukan apakah proses terkendali dengan baik atau tidak, untuk mengevaluasi proses dan menentukan parameter kontrol yang normal dengan statistik dan untuk mengidentifikasi perbaikan dalam proses. Menurut Puri et al., (1979), control chart adalah suatu grafik yang digunakan untuk mendeteksi adanya data atau produk yang tidak normal yang diperoleh dari proses berulang. Pada keberlanjutan suatu proses produksi hal utama yang harus dilakukan adalah mengontrol proses dan mengecek apakah produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi. Selain meningkatkan kualitas suatu produk, alat ini dapat digunakan untuk mengurangi variabel dengan cara yang paling ekonomis, dan juga memastikan proporsi produk yang rusak tidak terlalu
besar.
Adapun
keuntungan
yang
diperoleh
dengan
menggunakan control chart yaitu: 1) Dengan mengontrol produk, maka penampilan produk akhir dapat disesuaikan dengan standar, dan melakukan tindakan mengoreksi secepatnya apabila ditemukan suatu data yang diluar batas kendali 2) Sebuah proses yang mengontrol produksi item yang seragam, hal ini mengurangi variabel 3) Proses pengontrolan kualitas produk menggunakan control chart membutuhkan biaya inspeksi yang lebih rendah
29
4) Ketika variasi rendah dan proses stabil, hal ini akan lebih mudah untuk
memutuskan
apakah
akan
meningkatkan
atau
mempertimbangkan standar spesifikasi 5) Proses mengontrol untuk mengurangi limbah, menanamkan perasaan kepuasan dan memberikan penerimaan yang lebih baik bagi produsen , dan memiliki beberapa manfaat jangka panjang secara umum. Dalam setiap proses selalu ada dua jenis variasi, yaitu variasi yang tidak terelakkan yang timbul dalam kondisi normal dan variasi yang disebabkan oleh suatu masalah (abnormal). Control chart berguna untuk menganalisis proses dengan tujuan memperbaiki secara terus menerus. Grafik ini mendeteksi penyimpangan abnormal dengan bantuan grafik garis. Grafik ini berbeda dengan grafik garis standart dengan adanya garis kendali batas (limit) di tengah, atas dan bawah (Tjiptono dan Anastasia, 2003). Peta pengendali menggambarkan perbaikan kualitas, perbaikan kualitas terjadi pada dua situasi, situasi pertama adalah ketika control chart dibuat proses dalam kondisi yang tidak stabil. Kondisi yang di luar batas kendali terjadi karena sebab khusus (assignable cause), kemudian dicari tindakan perbaikan sehingga proses menjadi stabil. Hasilnya adalah adanya perbaikan proses. Kondisi kedua berkaitan dengan pengujian, peta pengendali tepat bagi pengambilan keputusan karena model akan melihat yang baik dan yang buruk ( Ariani, 2004). Penyimpangan dapat terjadi selama proses dan harus ditemukan sebabnya, penyimpangan yang terjadi secara langsung dapat terlihat dari control chart yaitu apabila terjadi keadaan di luar kendali. Jika di suatu tahap terjadi keadaan di luar kendali, maka dapat mengganggu tahap berikutnya. Oleh karena itu penyebab penyimpangan harus ditemukan.
Kadangkala
dilakukan
tindakan
langsung
sebelum
penyebabnya ditemukan dengan menghentikan proses sementara.
30
Namun keputusan ini adalah keputusan yang mahal, karena target produksi dapat terganggu ( Utami, 1999). Grafik pengendali adalah suatu alat yang secara grafis digunakan untuk memonitor apakah suatu aktivitas dapat diterima sebagai proses yang terkendali. Nilai dari karakteristik kualitas yang dimonitor, digambarkan sepanjang sumbu Y, sedangkan sumbu x menggambarkan sampel atau subgrub dari karakteristik kualitas tersebut. Terdapat tiga garis pada grafik pengendali yaitu garis tengah yang menunjukkan nilai rata-rata karakteristik kualitas, batas pengendali atas dan bawah digunakan untuk membuat keputusan mengenai proses (Prihantoro, 2012). b. Diagram Pareto Kualitas adalah pendorong atau hal yang utama bagi pelanggan atau konsumen saat memilih atau menggunakan suatu produk dan layanan. Untuk itu, peningkatan kualitas adalah tujuan yang sangat diinginkan di dunia industri yang saat ini sangat kompetitif. Ada banyak metode untuk meningkatan kualitas produk dan layanan. Salah satunya adalah analisis pareto yang merupakan salah satu teknik utama dalam pengendalian proses statistik. Metode ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan memprioritaskan faktor-faktor tertentu. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Gorener dan Kerem (2013), dengan judul Quality Improvement Manufacturing Processes to Defective Products Using Pareto and FMEA yang bertujuan untuk menentukan dan mengklasifikasikan mode kegagalan dan menawarkan saran sesuai dengan kepentingan mereka yaitu
untuk menerapkan FMEA yang
pertama dilakukan adalah menentukan penyebab kesalahan dan kemudian FMEA dilakukan untuk memprioritaskan mode kegagalan potensial kritis dari proses. Akhirnya, membahas beberapa tindakan yang direkomendasikan. Diagram pareto merupakan diagram yang digunakan untuk mengklasifikasikan masalah menurut sebab dan gejalanya. Masalah
31
kemudian dibuat dalam bentuk diagram menurut prioritas atau tingkat kepentingannya, dengan menggunakan formal grafik batang, dimana 100% menunjukkan kerugian total. Prinsip yang mendasari diagram ini adala
aturan ‟8 -2 ‟ yang menyatakan ba wa 8 % kerusakan
dihasilkan dari 20% masalah yang ada ( Tjiptono dan Anastasia, 2003). Pada abad ke-19 ada seorang ilmuwan dari Italia bernama Velfredo Pareto mengamati bahwa berdasarkan data statistik maka distribusi suatu hal itu biasanya berbeda-beda. Menurut pengamatannya, kira-kira 80% dari masalah yang timbul disebabkan oleh kurang lebih 20% dari semua factor yang menentukan. Misalnya ada 50 masalah yang timbul padahal untuk membuat barang dan jasa itu ditentukan oleh 20 faktor, maka sebagian masalah (40 masalah=80% dari 50 masalah) disebabkan oleh 4 faktor (20% dari 20 faktor) saja. Oleh karena itu sebaiknya kita lebih menitikberatkan pada 20% dari masalah itu saja (Subagyo, 2000). Prinsip pareto yaitu dengan aturan ‟8 -2 ‟ ini sangat penting karena prinsip ini mengidentifikasi kontribusi terbesar variasi proses yang menyebabkan performansi yang jelek seperti cacat. Diagram ini menunjukkan seberapa besar frekuensi berbagai macam tipe kesalahan yang terjadi. Pada akhirnya diagram pareto akan membantu pihak managemen untuk secara cepat menemukan permasalahan yang kritis dan membutuhkan perhatian secepatnya sehingga dapat segera diambil kebijaksanaan untuk mengatasinya (Prihantoro, 2012). Penggunaan diagram pareto merupakan proses yang tidak pernah berakhir. Misalnya masalah A merupakan target dalam program perbaikan. Apabila program tersebut berhasil, maka di waktu yang akan datang analisis pareto dilakukan lagi dan masalah B yang akan menjadi target dalam perbaikan. Selanjutnya proses tersebut terus dilakukan hingga perbaikan dapat
dilakukan secara menyeluruh. Secara
keseluruhan pareto dibuat dalam bentuk persentase yang merupakan tipe kesalahan kumulatif (Ariani, 2004).
32
Menurut Herjanto (2008), diagram pareto digunakan untuk menggambarkan tingkat kepentingan relative antar berbagai factor. Dengan diagram ini dapat diketahui factor yang dominan dan yang tidak. Factor yang dominan adalah fakto-faktor yang secara bersamasama menguasai sekitar 70% sampai 80% dari nilai akumulasi tetapi biasanya hanya terdiri dari sedikit factor (critical). Menurut Kuswadi dan Erna (2004), dalam kehidupan sehari-hari, analisis diagram pareto atau yang biasa disebut dengan diagram prioritas, digunakan dalam rangka memilih prioritas masalah yang dampaknya paling besar, yaitu kurang lebih 80%, yang disebabkan oleh kurang lebih 20% factor penyebab, sesuai dengan hokum pareto. c. Fishbone diagram Fishbone diagram juga disebut Ishikawa Diagram karena diagram ini diperkenalkan oleh Dr. kaoru Ishikawa pada tahun 1943. Diagram ini terdiri dari sebuah panah horizontal yang panjang dengan diskripsi masalah. Dimana penyebab-penyebab masalah digambarkan dengan garis radial dari garis panah yang menunjukkan masalah (Prihantoro, 2012). Fishbone diagram memang digunakan utuk mengetahui akibat dan penyebab suatu masalah untuk selanjutnya diambil tindakan perbaikan. Dari akibat tersebut kemudian dicari beberapa kemungkinan penyebabnya. Penyebab masalah ini pun dapat berasal dari berbagai sumber utama misalnya metode kerja, bahan, karyawan lingkungan dan seterusnya (Ariani, 2004). Untuk menemukan penyebab penyimpangan dapat dilakukan dengan menggunaan cause and effect diagram atau Fishbone diagram. Beberapa buku menyebutnya sebagai diagram tulang ikan (fishbone). Sumber penyebab penyimpangan ada lima yaitu 1) Bahan: misalnya spesifikasi berubah, pemasok berubah, formula diganti 2) Manusia: operator baru, ganti operator yang bukan ahlinya, teledor
33
3) Alat mesin: pengatur suhu rusak, suhu tidak sesuai dengan pengaturan 4) Cara: prosedur dirubah karena formula diubah, alat pengukurannya baru 5) Lingkungan: kondisi sekitar tempat poduksi barang dan jasa (utami, 1999). Diagram ini sering disebut sebagai fishbone diagram, karena bentuknya seperti tulang ikan. Masalah dianggap seolah-olah sebagai kepala, potensi-potensi penyebabnya diibaratkan sebagai tulang rusuknya dan kasus khususnya diibaratkan sebagai durinya. Dalam analisis ini kita harus tahu semua kemungkinan penyebab masalah. Untuk
mengetahui
ini
biasanya
digunakan
brainstorming
(pengungkapan pendapat). Kemudian analis melakukan evaluasi terhadap semua alternative penyebab kesalahan (Subagyo, 2000). Menurut Tjiptono dan Anastasia (2003), alat ini merupakan satusatunya alat dari tujuh alat SPC (Statistical Process Control) yang tidak didasarkan pada statistika. Manfaat diagram ini adalah dapat memisahkan penyebab dari gejala, memfokuskan perhatian pada halhal yang relevan, serta dapat diterapkan pada setiap masalah. Menurut Herjanto (2008), diagram ini digunakan untuk mengembangkan variasi yang luas, termasuk untuk pengujian suatu proses atau suatu rencana kegiatan.
dimana
pada
pembuatan
diagram
akan
membantu
menstimulasi pemikiran mengenai suatu isu, membantuberpikir rasional, dan mengundang diskusi. Fishbone diagram juga dikenal sebagai diagram Ishikawa atau diagram tulang ikan, sering digunakan dalam manajemen mutu pada industri manufaktur. Fishbone diagram (juga dikenal sebagai Ishikawa diagram)
telah
dibuat
dengan
tujuan
mengidentifikasi
dan
mengelompokkan penyebab yang menghasilkan masalah-masalah terhadap kualitas. Secara bertahap, metode ini digunakan juga untuk kelompok dalam kategori penyebab jenis lain dari masalah yang
34
dihadapi oleh organisasi. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Hekmatpanah (2011), dengan judul The Application Of Cause-Effect Diagram In The Oil Industry In Iran: The Case Of Four Liter Oil Canning Process Of Sepahan Oil Company yang menggunakan teknik six sigma dan diagram sebab-akibat digunakan untuk menunjukkan bagaimana hubungan dari penyebab potensial dengan masalah utama yang ditemukan. Hal ini membuat diagram tulang ikan menjadi instrumen yang sangat berguna dalam tahap identifikasi risiko. d.
Histogram Histigram menjelaskan variasi proses, namun belum mengurutkan ranking dari variasi teerbesar sampai dengan yang terkecil. Histogram juga menunjukan kemampuan proses, dan apabila memungkinkan, histogram dapat menunjukkan hubungan dengan spesifikasi proses dan angka-angka nominal, misalnya rata-rata. Adapun kangkah penyusunan histogram adalah: 1) Menentukan batas observasi, misalkan perbedaan antara nilai terbesar dan terkecil. 2) Memilih kelas-kesas atau sel-sel 3) Mementukan lebar kelas-kelas tersebut. 4) Menentukan batas-batas kelas. 5) Menggambarkan frekwensi histogram dan menyusun diagram batangnya (Ariani, 2004). Menurut Tjiptono dan Diana (2003), histogram merupakan suatu diagram yang dapat menggambarkan penyebaran atau stadar deviasi suatu proses. Data frekuensi yang diperoleh dari pengukuran menunjukkan suatu puncak pada suatu nilai tetentu. Variasi ciri khas kualitas
yang
dihasilkan
disebut
distribusi.
Angka
yang
menggambarkan frekuensi dalam bentuk diagram batang disebut histograin. Alat-alat tersebut terutama digunakan untuk menentukan masalah dengan memeriksa bentuk dispersi, nilai rata-rata, dan sifat dispersi.
35
e.
Lembar Pengecekan (Check Sheet) Tujuan dari lembar pengecekan adalah menjamin bahwa data dikumpulkan secara teliti dan akurat oleh karyawan operasional untuk diadakan pengendalian proses dan penyelesaian masalah. Data dalam lembar pengecekan tersebut nantinya akan digunakan dan dianalisis sacara cepat dan mudah (Ariani, 2004). Menurut Tjiptono dan Diana (2003), dalam Total Quality Management, data diibaratkan sebagai bahan bakar yang digunakan pada suatu mesin. Lembar pengecekan merupakan alat pengumpul dan analisis
data.
Tujuan
digunakannya
alat
ini
adalah
untuk
mempermudah proses pengumpulan data bagi tujuan-tujuan tertentu dan menyajikannya dalam bentuk yang komunikatif. Sehingga dapat dikonfersi menjadi informasi. f.
Diagram Penyebaran (Scatter Diagram) Scatter
diagram
merpakan
cara
paling
sederhana
untuk
mementukan hubungan antara sebab dan akibat dari dua variabel. Langkah-langkah yang diambilpun sederhana. Data dikumpulkan dalam bentuk titik (x, y). dari titik-titik tersebut dapat diketahui hubugan antara variabel x dan variabel y, apakah terjadi hubungan positif dan hubungan negatif (Ariani, 2004). Menurut Tjiptono dan Diana (2003), dua buah varibel yang sesuai dipetakan dalam sebuah diagram sebar (Scatter). Hubungan antara titik-titik yang dipetakan menggambarkan hubungan antara dua variabel tersebut. Alat ini berguna dalam mempelajari dan mencari factor-faktor yang berpengaruh. g.
Stratifikasi Statifikasi merupakan teknik pengelompokan data ke dalam kategori-kategori
tertentu,
agar
data
dapat
menggambarkan
permasalahan secara jelas sehingga kesimpulan-kesimpulan dapat dengan mudah diambil. Kategori-kategori yang dibentuk meliputi data relative terhadap lingkungan, sumber daya manusia yang terlibat,
36
mesin yang digunakan dalam proses, bahan baku, dan lain-lain (Tjiptono dan Diana, 2003). Menurut Prihantoro (2012), stratifikasi disebut juga dengan run chart. Dimana stratifikasi adalah suatu upaya untuk mengurai atau mengklasifikasi persoalan menjadi kelompok atau golongan sejenis yang lebih kecil atau menjadi unsur-unsur tunggal dari persoalan. C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah Pada saat ini seringkali pembuatan jamu seperti jamu beras kencur yang diproduksi oleh industri skala rumah tangga belum tentu mutu atau kualitasnya selalu terjamin, kebanyakan industri skala rumah tangga karena keterbatasan pengetahuan dan sumber daya menyebabkan mereka belum benar-benar memperhatikan pentingnya kualitas yang stabil. Sehingga dalam proses produksi jamu beras kencur, tentunya diperlukan pengendalian terhadap mutu beras kecur, agar proses produksi beras kencur dapat dikendalikan dengan baik sehingga dibuatlah control chart pada titik kritis yaitu lama penyangraian beras yang dapat digunakan untuk mengontrol proses produksi selanjutnya. Selain itu, karena beras kencur merupakan salah satu jamu yang diminati oleh konsumen, tentunya kualitas produk akhir akan sangat menentukan konsumen dalam memilih produsen jamu mengingat saat ini produsen jamu semakin banyak jumlahnya membuat konsumen akan semakin jeli dalam memilih maka dilakukanlah evaluasi secara fisik terhadap produk akhir beras kencur dengan menggunakan diagram pareto untuk mengetahui permasalahan yang dominan, kemudian permasalahan dominan tersebut akan dievaluasi menggunakan fishbone diagram untuk dapat memberikan rekomendasi terkait dengan mutu beras kencur. Kemudian dari uraian tersebut dibuatlah suatu bagan yang dapat mempermudah dalam memahami kerangka pendekatan masalah yang ditunjukkan oleh gambar 2 berikut ini:
37
Home Industri Beras Kencur Putri Solo Proses produksi beras kencur Pengendalian mutu Input Titik kritis
proses
output
Lama penyangraian beras
Jumlah per jenis kerusakan: a. Volume tidak sesuai b. Terdapat kotoran pada sirup c. Botol kurang bersih (lengket)
Peta kendali untuk mengendalikan proses selanjutnya Pareto untuk mengetahui jenis kerusakan paling dominan Analisis jenis kerusakan paling dominan dengan Fishbone Akar dari permasalahan
Rekomendasi Pengendalian Mutu Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran D. Pembatasan Masalah 1. Penelitian dilakukan F ebruari hingga Maret 2016 2. Key informan penelitian ini yaitu pemilik dan tenaga kerja yang ada di usaha Beras Kencur Putri Solo 3. Factor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya permasalahan mutu beras kencur di usaha Beras Kencur Putri Solo terdiri dari manusia (man), bahan baku (material), metode (method), dan lingkungan (environment). 4. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian adalah control chart, diagram pareto dan diagram sebab akibat.
38
5. Masalah yang diteliti dengan control chart adalah titik kritis yang bisa diukur selama proses produksi 6. Masalah yang dianalisis dengan diagram pareto yaitu jenis kecacatan atau ketidaksesuaian beras kecur dengan standar yang ingin dicapai oleh Usaha Beras Kencur Putri Solo 7. Factor penyebab kerusakan produk yang dianalisis menggunakan diagram sebab-akibat adalah factor yang paling dominan yang didapatkan dari hasil diagram pareto E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 1. Beras kencur adalah minuman yang merupakan hasil fermentasi bahan makanan dengan mencampurkan air kencur dan tepung beras. 2. Mutu beras kencur adalah kesesuaian produk dengan standar yang diinginkan oleh Usaha Beras Kencur Putri Solo. 3. Pengendalian mutu beras kencur adalah pengendalian mutu proses produksi beras kencur untuk mencapai standar yang telah ditetapkan. 4. Titik kritis pada proses produksi merupakan titik yang membutuhkan perhatian lebih, sehingga butuh untuk dilakukan pengontrolan.
5. Batas kritis adalah kriteria yang memisahkan sesuatu
yang bisa diterima
dengan yang tidak bisa diterima 6. Titik kritis yang dikontrol pada penelitian ini adalah titik kritis yang dapat diukur yaitu pada lama proses penyangraian beras. 7. Jenis-jenis ketidaksesuaian pada produk beras kencur adalah terdapat kotoran pada sirup, kebersihan botol (lengket akibat sirup maupun lem) dan volume sirup beras kencur yang tidak sesuai. 8. Produk beras kencur yang baik adalah karakteristik beras kencur yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh Usaha Beras Kencur Putri Solo, yaitu tidak terdapat kotoran pada sirup, kebersihan botol (tidak lengket akibat sirup maupun lem) dan volume sirup beras kencur yang sesuai.
39
9. Kebersihan pada botol yang dimaksud adalah botol tidak terasa lengket baik itu akibat sirup beras kencur yang meluber maupun akibat lem dari proses labeling. 10. Kotoran yang dimaksud adalah kotoran yang terdapat pada sirup beras kencur. 11. Volume sirup beras kencur yang sesuai standar adalah 600ml 12. Proses produksi normal adalah proses produksi yang berjalan dalam keadaan normal (tidak terdapat hambatan selama proses produksi, misalnya seperti bahan baku yang datang terlambat) 13. Statistical Quality Control (SQC) merupakan teknik penyelesaian masalah yang digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan produksi beras kencur dengan menggunakan metode statistic 14. Control chart (control chart) yaitu suatu grafik dengan batasan atas (upper) dan batas bawah (lower) untuk menunjukkan batasan mutu dalam proses produksi. Control chart ini digunakan untuk mengendalikan titik kritis dalam suatu tahapan proses produksi beras kencur yaitu lama penyangraian beras. 15. Diagram pareto adalah diagram yang digunakan untuk mengklasifikasikan masalah
menurut
prioritas
atau
tingkat
kepentingannya,
dengan
menggunakan formal grafik batang. Diagram ini digunakan untuk menemukan factor kerusakan yang paling dominan terhadap produk akhir. 16. Fishbone diagram(fishbone diagram) adalah diagram yang pada dasarnya berfungsi untuk mengidentifikasi dan mengorganisasi penyebab-penyebab yang mungkin timbul dari suatu efek spesifik dan kemudian memisahkan akar
penyebabnya.
Diagram
ini
digunakan
untuk
menganalisis
permasalahan utama yang didapat dari hasil analisis menggunakan diagram pareto. 17. Manusia (man) adalah unsur utama yang memungkinkan terjadinya proses penambahan nilai. Kemampuan untuk melakukan suatu tugas dengan usaha, pemahaman, pelatihan dan kreativitas yang beragam, sehingga
40
diperoleh sebuah hasil. Indikator manusia yaitu pemilik dan tenaga kerja yaitu anggota keluarga yang terlibat dalam proses produksi beras kencur. 18. Bahan baku (materials) adalah input yang digunakan dalam sebuah proses produksi. Indikator bahan baku meliputi kencur dan beras 19. Metode (method) merupakan prosedur kerja dimana setiap orang harus melaksanakan kegiatannya sesuai dengan prosedurnya. Indicator metode yaitu proses produksi beras kencur mulai dari pemilihan bahan baku hingga pengemasan produk beras kencur. 20. Lingkungan (environmental) yaitu lingkungan sekitar dimana proses berada dan sangat mempengaruhi hasil atau kinerja proses produksi. Indikator lingkungan meliputi lingkungan kerja, komunikasi antar karyawan 21. Tindakan perbaikan mutu beras kencur adalah solusi pemecahan masalah terkait dengan penyebab dari suatu masalah dominan dalam pengendalian mutu beras kencur di Usaha Beras Kencur Putri Solo guna meningkatkan mutu beras kencur tersebut.