perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Landasan Teori
1.
Hakikat Belajar a.
Pengertian Belajar Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia dan ia mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan. Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi manusia. Hal ini sejalan dengan konsep tentang belajar yang didefinisikan oleh Gagne dan Berliner dalam Anni T. Catarina (2006: 2) yang menyatakan bahwa belajar
merupakan
proses
dimana
suatu
organisme
mengubah
perilakunya karena hasil dari pengalaman. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologis belajar memiliki arti “berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu”. Definisi ini memiliki pengertian bahwa belajar adalah sebuah kegiatan mencapai kepandaian atau ilmu, di sini memuat adanya usaha dalam mencapai kepandaian atau ilmu yang bermakna usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya mendapatkan ilmu atau kepandaian yang belum dipunyai sebelumnya. Sehingga menurut Baharaddin dan Wahyuni E. Nur (2008: 13) bahwa dengan belajar itu manusia menjadi tahu, memahami, mengerti, dapat melaksanakan dan memiliki tentang sesuatu. Menurut Morgan et al dalam Anni T. Catarina (2006: 2) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan relatif permanen yang terjadi karena hasil dari pengalaman. Gagne M. Robert (1977: 3) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan disposisi atau kecakapan manusia yang berlangsung selama periode waktu tertentu, dan perubahan perilaku itu tidak berasal dari proses pertumbuhan. commit to user
10
perpustakaan.uns.ac.id
11 digilib.uns.ac.id
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar Secara umum faktor-faktor yang memepengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal 1) Faktor internal Faktor yang berasal dari dalam diri individu meliputi : a) Faktor fisiologis Faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor ini dibedakan menjadi dua macam yaitu yang berhubungan dengan keadaan tonus jasmani dan keadaan fungsi jasmani. b) Faktor psikologis Faktor ini meliputi keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama mempengaruhi mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, dan bakat siswa. 2) Faktor eksternal Selain karakteristik siswa atau faktor internal, faktor eksternal juga dapat mempengaruhi proses belajar. Dalam hal ini, dijelaskan bahwa faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial. a) Lingkungan sosial Lingkungan sosial sekolah,seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi proses belajar seorang siswa. Selanjutnya adalah lingkungan sosial masyarakat yang ditunjukkan dengan kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa, dan lingkungan sosial keluarga yang mempunyai peran sangat penting dalam mempengaruhi proses belajar seorang siswa. b) Lingkungan nonsosial Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah lingkungan alamiah,seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak digin, sinar yang cukup dan suasana yang tenang. Kondisi lingkungan alamiah yang mendukung akan membuat proses belajar tidak terhambat atau lancar. Selain itu, terdapat faktor instrumental yang meliputi perangkat belajar dan faktor materi pelajaran yang seharusnya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa, begitu juga dengan metode mengajar guru hendaknya disesuaikan dengan kondis perkembangan siswa. Baharuddin commit to user dan Wahyuni E. Nur (2008: 19)
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.
Hakikat Matematika a.
Pengertian matematika Ruseffendi ET (1980: 148) mengemukakan bahwa matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran. Menurut Karso (1993: 124) matematika mempelajari
tentang
pola
keteraturan,
tentang
struktur
yang
terorganisasikan. Konsep-konsep matematika tersusun secara hirarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks. Sedangkan Soedjadi (2000: 11) menyatakan bahwa definisi matematika ada beranekaragam dan definisi tersebut tergantung dari sudut pandang pembuat definisi. Dibawah ini beberapa definisi menurut Soejadi: 1) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik 2) Matematika adalah ilmu tentang bilangan dan kalkulasi 3) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan 4) Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk 5) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik 6) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak tentang bilangan, kalkulasi, penalaran, logik, fakta-fakta kuantitatif, masalah ruang dan bentuk, aturan-aturan yang ketat, dan pola keteraturan serta tentang struktur yang terorganisir. b. Matematika Sekolah Erman dan Winataputra (1993: 134) mengemukakan bahwa commit bagian to usermatematika yang diberikan untuk matematika sekolah merupakan
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dipelajari oleh siswa sekolah (formal), yaitu SD, SLTP, dan SLTA. Menurut Soedjadi dan Kusrini (1995: 1) matematika sekolah adalah bagian atau unsur dari matematika yang dipilih antara lain dengan pertimbangan atau berorentasi pada pendidikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa matematika sekolah adalah matematika yang telah dipilah-pilah dan disesuaikan dengan tahap perkembangan intelektual siswa, serta digunakan sebagai salah satu sarana untuk mengembangkan kemampuan berpikir bagi para siswa. Dari pengertian di atas menunjukkan bahwa matematika sekolah tidak sepenuhnya sama dengan matematika sebagai ilmu. Dikatakan tidak sepenuhnya sama karena memiliki perbedaan antara lain dalam hal: 1) Penyajian Matematika Sekolah Buku-buku
matematika
yang
tidak
untuk
jenjang
persekolahan dan sudah memuat cabang-cabang matematika tertentu, biasanya sudah langsung memuat definisi kemudian teorema atau bahkan diawali aksioma. Penyajian atau pengungkapan butir-butir matematika
yang
perkembangan
akan
disampaikan,
intelektual
peserta
disesuaikan
dengan
Mungkin
dengan
didik.
mengatakan butir yang akan disampaikan dengan realitas di sekitar siswa atau disesuaikan dengan pemakaiannya . Jadi, penyajiannya seringkali tidak langsung berupa butir-butir matematika. 2) Pola Pikir Matematika Sekolah Pola pikir matematika sebagai ilmu adalah deduktif. Sifat atau teorema yang ditemukan secara induktif ataupun empirik harus kemudian
dibuktikan
kebenarannya
dengan
langkah-langkah
deduktif sesuai dengan strukturnya. Tidaklah kemudian halnya dalam matematika sekolah. Meskipun siswa pada akhirnya tetap diharapkan mampu
berfikir deduktif,
namun dalam proses
pembelajarannya dapat digunakan pola berfikir induktif. Pola pikir induktif yang digunakan dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan to user tahap perkembangancommit intelektual siswa.
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Keterbatasan Semesta Sebagai akibat dipilihnya unsur atau elemen matematika untuk
matematika
kependidikan,
dapat
sekolah terjadi
dengan
memperhatikan
“penyederhanaan”
dari
aspek konsep
matematika yang kompleks. Pengertian semesta pembicaraan tetap diperlukan, namun mungkin sekali lebih dipersempit. Selanjutnya semakin meningkat usia siswa, yang berarti meningkat juga tahap perkembangannya, maka semesta itu berangsur diperluas lagi. 4) Tingkat Keabstrakan Matematika Sekolah Objek matematika adalah abstrak. Sifat abstrak objek matematika tersebut tetap ada pada matematika sekolah. Hal itu salah satu penyebab sulitnya seorang guru mengajarkan matematika sekolah. Di dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) mata pelajaran matematika SD disebutkan bahwa tujuan yang hendak dicapai dari pembelajaran matematika sekolah adalah : 1) Menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung (menggunakan bilangan) sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari. 2) Menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan, melalui kegiatan matematika. 3) Mengembangkan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal lanjut di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). 4) Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin. Depdikbud (1993: 40) Tujuan mata pelajaran matematika yang tercantum dalam KTSP pada SD/MI adalah sebagai berikut. 1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Mengkomunkasikan gagasan dengan simbol, table, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Depdiknas (2006: 417) Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa matematika sekolah berbeda dengan matematika sebagai ilmu, sehingga matematika sekolah dapat diartikan sebagai ilmu matematika yang disampaikan kepada peserta didik dengan berorientasi pada kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, yaitu lebih pada bagaimana menyajikan matematika sehingga dengan mudah dimengerti oleh peserta didik. 3.
Kesalahan Belajar a.
Masalah Kesalahan Belajar Matematika Kesalahan berasal dari kata dasar salah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997: 262) salah berarti tidak benar, keliru, gagal, menyimpang dari yang seharusnya, dan tidak mengenai sasaran. Kata kesalahan sendiri berarti kekeliruan atau kealpaan. Sedangkan kekeliruan sendiri dapat diartikan sebagai anggapan yang salah dan kealpaan adalah kelalaian atau kelengahan. Secara umum, kesalahan dapat dikatakan sebagai hasil tindakan atau perbuatan yang disebabkan karena mengalami kesulitan selama melakukan perbuatan tersebut. Kesalahan dalam belajar merupakan suatu gangguan atau hambatan dalam belajar yang mengakibatkan hasil belajar tidak maksimal. Menurut Reisman dalam Arti Sriati (1994: 5), analisis kesalahan dapat dilakukan dengan memeriksa pekerjaan siswa atau meminta penjelasan siswa tentang cara siswa menyelesaikan masalah. Analisis kesalahan dalam menyelesaikan soal-soal matematika dapat dilakukan dengan memeriksa pekerjaan siswa dalam tes diagnostik dan meminta penjelasan siswa tentang cara menyelesaikan masalah melalui kegiatan wawancara.
commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Untuk mengatasi kesalahan belajar siswa, Endang dalam Ischak S. Wajri (1987: 71) menjelaskan langkah-langkah operasional, yaitu: 1) Identifikasi siswa yang diperkirakan mengalami kesalahan belajar 2) Lokalisasi jenis dan sifat kesalahan belajar siswa 3) Lokalisasi jenis dan sifat penyebab kesalahan belajar siswa 4) Perkiraan kemungkinan pemberian bantuan pengajaran/bimbingan kepada siswa. Sunarta W. Nurkancana (1992: 19) menyatakan kesalahan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: 1) Kesalahan
berdasarkan
kesalahan-kesalahan
material,
yaitu
kesalahan yang berdasarkan atas penggolongan jenis bahan ajar. 2) Kesalahan yang berdasarkan atas jenjang pengetahuan pelajaran. b. Jenis Kesalahan Matematika Kesalahan dalam menyelesaikan atau memecahkan persoalan matematika terjadi jika siswa berhadapan dengan tugas yang sukar, sehingga menghadapi jalan buntu. Kesalahan merupakan gangguan, oleh karena itu guru harus mampu mendeteksi berbagai tipe-tipe kesalahan siswa agar kesalahan dapat diminimalisir. Menurut Lerner dalam Mulyono Abdurrahman (1999: 262) mengemukakan berbagai kesalahan umum yang dilakukan oleh anak dalam mengerjakan tugas-tugas matematika, adalah: 1) Kurangnya pengetahuan tentang simbol Kurangnya pengetahuan tentang simbol menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam membaca simbol atau kata-kata yang terkait pada soal sehingga siswa tersebut melakukan kesalahan saat menafsirkan
kata-kata
atau
simbol
matematika.
commit to user
yang
digunakan
dalam
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Kurangnya pemahaman tentang nilai tempat atau kekeliruan memahami data. Kesalahan yang terjadi karena tidak memahami keseluruhan makna atau arti dari data yang disajikan sehingga siswa menggunakan teori, konsep, rumus, dan dalil matematika yang tidak sesuai. 3) Penggunaan proses yang keliru. Kesalahan siswa dalam memilih prosedur dan langkah atau jalan penyelesaian yang tidak tepat sehingga tidak dapat menentukan pemecahan soal. 4) Kesalahan perhitungan Siswa tidak cermat atau kurang teliti dalam melakukan perhitungan. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya kemampuan pemahaman terhadap bilangan. Selain itu, kesalahan perhitungan juga dapat dikarenakan kurangnya ketrampilan relevansi yaitu peserta didik melakukan kesalahan dengan menggunakan atau memasukkan semua bilangan yang ada dalam soal padahal ada beberapa bilangan yang seharusnya tidak digunakan. 5) Tulisan yang tidak terbaca Termasuk dalam kesalahan penulisan yang mungkin terjadi karena siswa tidak jelas dalam menulisakan jawaban yang diberikan atau jawaban siswa tidak terbaca. Selain itu, anak tidak dapat mengungkapkan dengan kata-kata yang tepat sehingga menyebabkan anak menuliskan istilah yang salah pada jawaban. Sedangkan menurut Arti Sriati (1994: 4), menyatakan bahwa kesalahan yang dilakukan siswa dalam mengerjakan soal matematika antara lain: 1) Kesalahan bahasa atau terjemahan Kesalahan dalam mengubah informasi ke dalam ungkapan matematika. Dari aspek bahasa biasanya siswa mengalami kesulitan dalam mencerna atau memahami bahasa. Menafsirkan kata-kata atau to user simbol-simbol yang commit digunakan dalam matematika.
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Kesalahan tanggapan atau konsep Kesalahan dalam menafsirkan tanggapan siswa dalam menafsirkan konsep, rumus, dan dalil matematika. 3) Kesalahan strategi Kesalahan siswa terjadi jika siswa salah dalam memilih penyelesaian atau jalan tidak tepat, sehingga tidak dapat menentukan pemecahan soal. 4) Kesalahan prosedur Kesalahan yang terjadi dalam usaha siswa menggunakan konsep yang dipelajari sebelumnya atau konversi gagasan ke konsep baru. 5) Kesalahan sistematik Kesalahan yang berkenaan dengan pilihan yang salah atas tehnik ekstrapolasi. 6) Kesalahan hitung Kesalahan dalam menghitung matematika, seperti menjumlahkan, mengurangi, mengalikan, dan membagi. Gangguan matematika dapat diklasifikasikan menjadi empat ketrampilan, yaitu ketrampilan linguistik (yang berhubungan dengan mengerti istilah matematika dan mengubah masalah tertulis menjadi simbol matematika), ketrampilan perseptual (kemampuan mengenali, mengerti simbol dan mengurutkan kelompok angka), ketrampilan matematika (penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian), ketrampilan atensional (menyalin angka dengan benar dan mengamati simbol operasional dengan benar). Faktor-faktor penyebab kesalahan bila ditinjau dari kesulitan dan kemampuan belajar siswa diuraikan sebagai berikut. 1) Kurangnya penguasaan bahasa sehingga menyebabkan siswa kurang paham terhadap permintaan soal. Yang dimaksud kurang paham terhadap permintaan soal adalah siswa tidak tahu yang akan dia kerjakan setelah dia memperoleh informasi dari soal namun commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terkadang siswa juga tidak tahu apa informasi yang berguna dari soal karena terjadi salah penafsiran. 2) Kurangnya pemahaman siswa terhadap materi prasyarat baik sifat, rumus dan prosedur pengerjaan. 3) Kebiasaan siswa dalam menyelesaikan soal cerita misalnya siswa tidak
mengembalikan
jawaban
model
menjadi
jawaban
permasalahan. 4) Kurangnya
minat
terhadap
pelajaran
matematika
atau
ketidakseriusan siswa dalam mengikuti pelajaran. 5) Siswa tidak belajar walaupun ada tes atau ulangan. 6) Lupa rumus yang akan digunakan untuk menyelesaikan soal. 7) Salah memasukkan data. 8) Tergesa-gesa dalam menyelesaikan soal. 9) Kurang teliti dalam menyelesaikan soal. Menurut Newman dalam Allan L. White (2005: 17) menjelaskan bahwa kesalahan prosedur dalam mengerjakan soal matematika, adalah : 1) Kesalahan Membaca Anak tidak dapat membaca kata kunci atau simbol yang terkait dalam soal, sehingga mempersulit dalam menyelesaikan soal 2) Kesalahan Pemahaman Anak telah mampu membaca semua kata dalam soal, tetapi tidak memahami keseluruhan makna dari kata-kata, sehingga siswa tidak mampu menyelesaikan soal dengan tepat 3) Kesalahan Mengubah/Transformasi Anak sudah mengetahui maksud soal dan ingin mencari tahu pemecahan soal, tetapi tidak dapat mengidentifikasi operasi, atau urutan operasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah. 4) Kesalahan Proses Ketrampilan/Konsep Anak telah mengidentifikasi operasi atau urutan operasi yang sesuai dengan soal, tetapi tidak tahu prosedur yang diperlukan untuk commit totepat. user melaksanakan operasi dengan
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5) Kesalahan Encoding/Penkodean Anak sudah mengerjakan dan menemukan pemecahan soal, tetapi tidak bisa mengungkapkan pemecahan tersebut dalam bentuk tulisan yang mudah diterima. Berdasarkan jenis-jenis kesalahan yang diuraikan di atas, dalam penelitian ini kesalahan siswa dalam mengerjakan soal ulangan harian fungsi setelah pembelajaran remidial ditinjau dari lima tipe kesalahan yang dikemukakan oleh Lerner dalam Mulyono Abdurrahman (1999: 262), yaitu: 1) Kesalahan tipe 1 (aspek pengetahuan tentang simbol) Dalam penyelesaian soal, siswa harus mampu dalam mengubah informasi ke dalam ungkapan matematika ataupun mampu dalam mengidentifikasi maupun mengkoordinir informasi yang berupa symbol atau kata-kata untuk menyelesaikan persoalan yang ada. Pada aspek kesalahan ini, siswa mengalami kesulitan dalam membaca simbol atau kata-kata yang terkait pada soal sehingga siswa tersebut melakukan kesalahan saat menafsirkan kata-kata atau symbol yang digunakan dalam matematika. 2) Kesalahan tipe 2 (aspek kesalahan dalam memahami data) Kesalahan dalam memahami data pada soal adalah kesalahan yang terjadi karena tidak memahami makna atau arti dari keseluruhan data yang terkait dalam soal sehingga siswa menggunakan konsep, teori, rumus, dan dalil matematika yang tidak sesuai. 3) Kesalahan tipe 3 (aspek kesalahan dalam menggunakan proses yang keliru) Kesalahan dalam menggunakan proses yang keliru kemungkinan terjadi karena siswa salah dalam memilih prosedur dan langkah atau jalan penyelesaian sehingga tidak dapat menentukan pemecahan soal. commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Kesalahan tipe 4 (aspek kesalahan dalam perhitungan) Kesalahan terjadi karena siswa kurang cermat dan teliti dalam melakukan
perhitungan
seperti
salah
dalam
menjumlahkan,
mengurangi, mengalikan, dan membagi. Serta diakibatkan juga oleh kurangnya pemahaman dalam melakukan operasi matematika pada bentuk aljabar. 5) Kesalahan tipe 5 (aspek kesalahan dalam penulisan) Kesalahan siswa kemungkinan terjadi karena siswa tidak dapat dengan tepat menggunakan kata-kata atau simbol, meskipun konsep yang dimaksud sudah benar. Selain itu, juga diakibatkan oleh penulisan jawaban yang tidak jelas dan tidak dapat terbaca. 4.
Soal Ulangan Harian Dalam
rancangan
penilaian,
tes
dilakukan
secara
berkesinambungan melalui berbagai macam ulangan. Pada prinsipnya ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi
peserta
pembelajaran, kemajuan
dan
didik
secara
berkelanjutan
dalam
proses
untuk melakukan perbaikan pembelajaran, memantau menentukan
keberhasilan
belajar
peserta
didik
(Permendiknas, 2007: 3). Bentuk instrumen ulangan dapat berupa pilihan ganda, uraian obyektif, uraian non obyektif, jawaban singkat, menjodohkan, benar salah. Sebagai bagian suatu bagan yang utuh dari penilaian sudah barang tentu ulangan diselenggarakan lewat pentahapan sebagai berikut. a. Menentukan kompetensi dasar yang ingin dicapai b. Merumuskan indikator soal, yang berdasarkan indikator pencapaian kompetensi belajar yang telah disusun dalam silabus pembelajaran c. Menyusun kisi-kisi (blue print) soal ulangan d. Mengembangkan butir-butir soal ulangan e. Melakukan telaah soal yang akan digunakan, agar memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) Substansi, adalah merepresentasikan kompetensi yang dinilai 2) Konstruksi, adalah memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk commitinstrumen to user ulangan
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
f. g. h.
3) Bahasa, adalah menggunakan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan perkembangan siswa Menyusun perangkat soal sebagai instrumen ulangan Mengujikan soal kepada siswa Memeriksa hasil ulangan yang telah dikerjakan siswa. Setiawan B. Bremaniwati (2011: 11)
Ulangan meliputi ulangan
harian, ulangan tengah semester,
ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Dalam hal ini, akan dibahas mengenai jenis ulangan yaitu pada ulangan harian. Ulangan harian merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru secara periodik untuk menilai/mengukur pencapaian kompetensi setelah menyelesaikan satu KD atau lebih (Permendiknas, 2007: 3). Ulangan harian merujuk pada indikator dari setiap KD. Bentuk ulangan harian selain tertulis dapat juga secara lisan, praktik/ perbuatan, tugas dan produk. Frekuensi dan bentuk ulangan harian dalam satu semester ditentukan oleh pendidik sesuai dengan keluasan dan kedalaman materi. Sebagai tindak lanjut ulangan harian, yang diperoleh dari hasil tes tertulis, pengamatan, atau tugas diolah dan dianalisis oleh pendidik. Hal ini dimaksudkan agar ketuntasan belajar siswa pada setiap kompetensi dasar lebih dini diketahui oleh pendidik. Dengan demikian ulangan ini dapat diikuti dengan program tindak lanjut baik remidial atau pengayaan, sehingga perkembangan belajar siswa dapat segera diketahui sebelum akhir semester. Dapat disimpulkan bahwa, soal ulangan harian adalah salah satu bentuk soal yang disusun pendidik secara periodik untuk mengetahui kemampuan siswa yang berupa hasil belajar sebagai tolak ukur pencapaian kompetensi yang akan dicapai. 5.
Pembelajaran Remidial Banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli tentang pengajaran remidial (remidial
teaching).
Djamaludin dan Ellyza (1986: 25)
menjelaskan bahwa pengajaran remidial adalah pengajaran yang berusaha commit user siswa dalam kegiatan belajar yang mencari hambatan-hambatan yangtodialami
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menyebabkan tujuannya tidak dapat dicapai sesuai dengan yang diharapkan. Hambatan tersebut dapat bersifat psikologis, sosiologis dan fisiologis. Berbeda dengan pendapat di atas, Makmun A. Syamsuddin (2000: 343) menyatakan bahwa pengajaran remidial adalah upaya guru untuk menciptakan suatu situasi yang memungkinkan individu atau kelompok siswa tertentu lebih mampu mengembangkan dirinya seoptimal mungkin sehingga dapat memenuhi kriteria keberhasilan minimal yang diharapkan, dengan melalui suatu proses interaksi berencana, terorganisasi, terarah, terkoordinasi dan terkontrol dengan lebih memperhatikan taraf kesesuaiannya terhadap keragaman kondisi objektif individu dan atau kelompok siswa yang bersangkutan serta daya dukung sarana dan lingkungan. Pembelajaran remidial merupakan layanan pendidikan yang diberikan kepada peserta didik untuk memperbaiki prestasi belajar sehingga mencapai standar minimal ketuntasan yang ditetapkan. Untuk memahami konsep penyelenggaraan model pembelajaran remidial, terlebih dahulu perlu diperhatikan bahwa kurikulum tingkat satuan pendidikan yang diberlakukan berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22, 23, dan 24 tahun 2006 dan peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 6 tahun 2007 dengan menerapkan sistem pembelajaran berbasis kompetensi, sistem belajar tuntas, dan sistem pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual peserta didik. Sistem tersebut ditandai dengan dirumuskannya secara jelas standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik. Penguasaan standar kompetensi dan kompetensi dasar setiap peserta didik diukur dengan menggunakan sistem penilaian acuan kriteria. Jika seorang peserta didik mencapai standar tertentu maka peserta didik dinyatakan telah mencapai ketuntasan (Permendiknas, 2008: 2). Pada praktek pengajaran remidial (remidial teaching) serupa dengan Proses Belajar Mengajar (PMB) biasa perbedaannya terletak pada dua masalah berikut. a. Tujuan lebih diarahkan kepada peningkatan (improvement) prestasi dari prestasi yang telah dicapai sebelumnya atau mungkin optimal dapat dicapai kalau menggunakan PMB biasa commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b.
sehingga dapat memenuhi kriteria keberhasilan minimal (standar ketuntasan belajar minimal) yang dapat diterima. Strategi pendekatan lebih menekankan penyesuaian terhadap keberagamaan kondisi obyektif yang dapat dipandang sebagai remodulasi atau modifikasi dari proses balajar mengajar yang biasa dilaksanakan. Makmun A. Syamsuddin (2005: 357)
Menurut Ahmadi dan Supriyono (2004: 154), fungsi pengajaran remidial pada proses pelaksanaannya memiliki fungsi sebagai berikut. a.
Fungsi Korektif Dengan pengajaran
remidial dapat dilakukan perbaikan-perbaikan
terhadap sesuatu yang belum dilaksanakan sesuai dengan harapan atau tujuan dalam proses belajar mengajar. b.
Fungsi Pemahaman Pengajaran remidial memungkinkan guru, siswa dan pihak lainnya memahami kesulitan belajar. Siswa akan memahami dirinya dengan segala aspek, begitu pula guru dan pihak lainnya akan lebih memahami kepribadian siswa.
c.
Fungsi Penyesuaian Melalui pengajaran remidial siswa dapat lebih menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya dan tuntutan proses belajar mengajar sehingga mempunyai peluang yang besar untuk mencapai prestasi belajar yang lebih baik. Tuntutan belajar telah disesuaikan dengan sifat, jenis, dan latar belakang kesulitan siswa sehingga siswa lebih terdorong untuk belajar.
d.
Fungsi Pengayaan Pengajaran remidial dapat memperkaya proses belajar mengajar. Materi yang tidak diberikan pada pengajar biasa diberikan kepada pengajar remidial. Metode dan alat yang digunakan juga lebih beragam, hasil belajar yang diperoleh siswa semakin banyak, lebih mendalam dan lebih luas sehingga prestasi belajar akan semakin meningkat. commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e.
Fungsi Percepatan (akselerasi) Siswa yang memiliki kemampuan diatas rata-rata dapat mempercepat penguasaan materi dibandingkan dengan teman-temannya. Sehingga bagi siswa yang bersangkutan dirasakan akan lebih efektif dan efisien.
f.
Fungsi Terapeutik Hal
yang
terpenting
dari
pengajaran
remidial
adalah
dapat
menyembuhkan atau memperbaiki kondisi kepribadian siswa yang diperkirakan menyimpang, sehingga siswa dapat mencapai prestasi belajar lebih baik. Untuk mengetahui berhasil tidaknya kegiatan remidial yang telah dilaksanakan, harus dilakukan penilaian. Penilaian ini dapat dilakukan dengan cara mengkaji kemajuan belajar siswa. Apabila siswa mengalami kemauan belajar sesuai yang diharapkan, berarti kegiatan remidial yang direncanakan dan dilaksanakan cukup efektif membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar. Tetapi, apabila siwa tidak mengalami kemajuan dalam belajarnya berarti kegiatan remidial yang direncanakan dan dilaksanakan kurang efektif maka guru harus menganalisis setiap komponen pembelajaran. 6.
Tingkat Kecemasan Siswa a.
Definisi Kecemasan (ansietas/ anxiety) Kecemasan (ansietas/ anxiety) adalah gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability/ RTA, masih baik), kepribadian masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian/ splitting of personality), perilaku dapat terganggu tapi masih dalam batas-batas normal (Dadang Hawari, 2001: 18). Menurut Spielberger dalam Robert J. Edelmann (1992: 2) mengemukakan bahwa “Anxiety is an unpleasant emotional state or condition which is characterised by subjective feelings of tension, user apprehension, and worry,commit and bytoactivation or arousal of the autonomic
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
nervous system”. Kecemasan adalah keadaan emosional yang tidak menyenangkan atau kondisi yang ditandai oleh perasaan subjektif dari ketegangan, ketakutan, dan kekhawatiran, dan dengan aktivasi atau gairah dari sistem saraf otonom. Pendapat ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Stuart and Sundeen (1998: 175) bahwa, kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak tentram disertai berbagai keluhan fisik. Keadaan tersebut dapat terjadi dalam berbagai situasi kehidupan maupun gangguan sakit. Selain itu kecemasan dapat menimbulkan reaksi tubuh yang akan terjadi secara berulang seperti rasa kosong di perut, sesak nafas, jantung berdebar, keringat banyak, sakit kepala, rasa mau buang air kecil dan buang air besar. Perasaan ini disertai perasaaan ingin bergerak untuk lari menghindari hal yang dicemaskan. Secara klinis gejala kecemasan dibagi
dalam beberapa
kelompok, yaitu gangguan cemas (anxiety disorder), gangguan cemas menyuluruh (generalized anxiety disorder/ GAD), gangguan panik (panic disorder), gangguam phobic (phobic disorder), dan gangguan phobik-kompulsif
(obsessive-compulsive
disorder).
Gejala-gejala
kecemasan tersebut dalam Dadang Hawari (2001: 65) dijelaskan sebagai berikut. 1) Gangguan Cemas Seseorang akan menderita gangguan cemas manakala yang bersangkutan tidak mampu mengatasi stresor psikososial yang dihadapinya. Tetapi pada orang-orang tertentu meskipun tidak ada stresor psikososial, yang bersangkutan menunjukkan kecemasan juga, yang ditandai dengan corak atau tipe kepribadian pencemas, yaitu antara lain: a) cemas, khawatir, tidak tenang, ragu, dan bimbang; b) memandang masa depan dengan rasa was-was (khawatir) c) kurang percaya diri, gugup apabila tampil di depan umum commit to user (demam panggung);
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d) sering merasa tidak bersalah, menyalahkan orang lain; e) tidak mudah mengalah, suka ngotot; f)
gerakan sering serba salah, tidak tenang bila duduk, gelisah;
g) seringkali mengeluh ini dan itu (keluhan-keluhan fisik/ somatik), khawatir berlebihan terhadap penyakit; h) mudah tersinggung, suka membesar-besarkan masalah yang kecil (dramatisasi); i)
bila mengemukakan sesuatu atau bertanya sering diulang-ulang;
j)
kalau sedang emosi seringkali bertindak histeris. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang
mengalami gangguan kecemasan antara lain sebagai berikut: a) cemas, khawatir, firasat buurk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung; b) merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut; c) takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang; d) gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan; e) gangguan konsentrasi dan daya ingat; f)
keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging, berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.
2) Gangguan Cemas Menyuluruh (generalized anxiety disorder/ GAD) Secara klinis selain gejala cemas yang biasa, disertai dengan kecemasan yang menyeluruh dan menetap. Dapat dilihat dengan manifestasi tiga dari empat kategori gejala berikut. a) Ketegangan motorik atau alat gerak : Gemetar, tegang, nyeri otot, letih, tidak dapat santai, kelopak mata bergetar, kening berkerut, muka tegang, gelisah, tidak dapat diam, mudah kaget. commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Hiperaktivitas saraf autonom (simpatis/ parasimpatis) : Berkeringat berlebihan, jantung berdebar-debar, rasa dingin, telapak tangan/ kaki basah, mulut kering, pusing, kepala terasa ringan, kesemutan, rasa mual, rasa aliran panas/ dingin, sering buang air seni, diare, rasa tidak enak di ulu hati, kerongkongan tersumbat, muka merah/ pucat, denyut nadi dan nafas yang cepat waktu istirahat. c) Rasa khawatir berlebihan tentang hal-hal yang akan datang (apprehensive expectation): Cemas, khawatir, takut,
berpikir berulang (rumination),
membayangkan akan datangnya kemalangan terhadap dirinya atau orang lain. d) Kewaspadaan berlebihan : Mengamati
lingkungan
secara
berlebihan
sehingga
mengakibatkan mudah teralih, sukar konsentrasi, sukar tidur, merasa ngeri, mudah tersinggung, tidak sabar. Gejala-gejala tersebut baik yang bersifat psikis maupun fisik (somatik) pada setiap orang tidak sama, dalam arti tidak seluruhnya gejala itu harus ada. Pada umumnya gejala kecemasan biasanya didominasi oleh gejala psikis. 3) Gangguan Panik (panic disorder) Gejala klinis gangguan panik ini yaitu kecemasan yang datangnya mendadak disertai oleh perasaan takut mati disebut juga sebagai serangan panik (panic attack). Secara klinis gangguan panik ditegakkan (kriteria diagnostik) oleh paling sedikit empat dari duabelas gejala-gejala dibawah ini yang muncul pada setiap serangan: a) sesak nafas b) jantung berdebar-debar c) nyeri atau rasa tak enak di dada commit d) rasa tercekik atau sesak to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e) pusing, vertigo dan perasaan melayang-layang f)
perasaan seakan-akan diri atau lingkungan tidak realistik
g) kesemutan h) rasa aliran panas atau dingin i)
berkeringat banyak
j)
rasa akan pingsan
k) menggigil atau gemetar l)
merasa takut mati, takut menjadi gila atau khawatir akan melakukan suatu tindakan secara tidak terkendali selama berlangsungnya serangan panik.
4) Gangguam Phobik (phobic disorder) Phobia adalah ketakutan yang menetap dan tidak rasional terhadap suatu obyek, aktivitas atau situasi tertentu (spesifik), yang menimbulkan suatu keinginan mendesak untuk menghindarinya. Rasa ketakutan itu didasari oleh orang yang bersangkutan sebagai suatu ketakutan yang berlebihan dan tidak masuk akal, namun ia tidak mampu mengatasinya. 5) Gangguan Obsesif-Kompulsif (obsessive-compulsive disorder) Obsesi adalah suatu bentuk kecemasan yang didominasi oleh pikiran yang terpaku (persistence) dan berulang kali muncul (recurrent). Sedangkan kompulsi adalah perbuatan yang dilakukan sebagai konsekuensi dari pikiran yang bercorak obsesif tadi. Seseorang yang menderita gangguan obsesif-kompulsif tadi akan terganggu dalam fungsi atau peranan sosialnya. b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan 1.
Faktor Predisposisi a) Teori psikoanalitik Kecemasan merupakan konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Id adalah bagian dari jiwa seseorang yang berupa dorongan atau motivasi to user itu dilahirkan yang memerlukan yang sudah ada commit sejak manusia
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemenuhan segera. Sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego atau aku, berfungsi sebagai badan pelaksana sebagaimana yang diperlukan oleh id setelah melewati superego. b) Teori Interpersonal Kecemasan biasanya timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti
perpisahan
dan
kehilangan,
yang
menimbulkan
kelemahan spesifik. Orang dengan harga diri rendah terutama mudah mengalami perkembangan kecemasan yang berat (Stuart & Sundeen, 1998: 177). c) Teori Perilaku Menurut Suliswati (2005: 115), kecemasan merupakan kekuatan yang besar dalam menggerakkan tingkah laku, baik normal maupun yang tidak normal. Hal ini merupakan penjelmaan dari pertahanan terhadap kecemasan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Pakar perilaku, menganggap bahwa kecemasan adalah suatu dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan. Selain itu, para ahli juga meyakini bahwa individu yang terbiasa dalam kehidupan dirinya dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan,
lebih
sering
menunjukkan
kecemasan
pada
kehidupan selanjutnya (Stuart & Sundeen, 1998: 179). 2.
Faktor Presipitasi Kecemasan adalah keadaan yang tidak dapat dielakkan pada kehidupan manusia dalam memelihara keseimbangan. Pengalaman ansietas seseorang tidak sama pada beberapa situasi dan hubungan interpersonal. Ada 2 faktor yang mempengaruhi kecemasan, di antaranya adalah: commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) Faktor eksternal: (1) Ancaman sistem diri antara lain: ancaman terhadap identitas diri, harga diri, dan hubungan interpersonal, kehilangan serta perubahan status/peran. (2) Kajian keluarga, kecemasan dianggap sebagai hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga dan bersifat heterogen akibat adanya sesuatu yang dianggap telah memberikan perubahan kepada keluarga ke arah yang tidak normal. (3) Lingkungan dan situasi, seseorang yang berada di lingkungan
asing
ternyata
lebih
mudah
mengalami
kecemasan dibanding bila dia berada di lingkungan yang biasa ditempati (Stuart and Sundeen, 1998: 181). b) Faktor internal Menurut Stuart and Sundeen (1998: 182) kemampuan individu dalam merespon terhadap penyebab kecemasan ditentukan oleh: (1) Potensi Stressor Stressor
psikososial merupakan suatu keadaan atau
peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi. (2) Maturitas Individu yang memiliki kematangan kepribadian lebih sukar mengalami gangguan akibat kecemasan, karena individu yang matur mempunyai daya adaptasi yang lebih besar terhadap kecemasan. (3) Pendidikan dan status ekonomi Tingkat pendidikan dan status ekonomi yang rendah pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut mudah to user mengalami commit kecemasan. Tingkat pendidikan seseorang atau
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
individu akan berpengaruh terhadap kemampuan berfikir, semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin mudah berfikir rasional dan menangkap informasi baru termasuk dalam menguraikan masalah yang baru. (4) Keadaan fisik Seseorang yang mengalami gangguan fisik akan mudah mengalami kecemasan, di samping itu orang yang mengalami
kelelahan
fisik
lebih mudah mengalami
kecemasan. (5) Umur Seorang yang mempunyai umur lebih muda ternyata lebih mudah mengalami gangguan akibat kecemasan daripada seseorang yang lebih tua, tetapi ada juga yang berpendapat sebaliknya. (6) Jenis kelamin Gangguan panik merupakan suatu gangguan cemas yang ditandai oleh kecemasan yang spontan dan episodik. Gangguan ini lebih sering dialami wanita daripada pria. c.
Tingkat Kecemasan Klasifikasi tingkat dan respon kecemasan menurut Stuart and Sundeen dalam (1998: 175) adalah sebagai berikut. 1) Kecemasan Ringan Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu akan berhati-hati dan waspada. Individu terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. Manisfestasi yang muncul pada ansietas ringan, antara lain:
commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1.
Respon fisiologis Respon fisiologis meliputi sesekali nafas pendek, mampu menerima rangsang yang pendek, muka berkerut dan bibir bergetar.
2.
Respon kognitif Respon kognitif meliputi koping persepsi luas, mampu menerima rangsang yang kompleks, konsentrasi pada masalah, dan menyelesaikan masalah.
3.
Respon perilaku dan emosi Respon perilaku dan emosi meliputi tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada lengan, dan suara kadang meninggi.
2) Kecemasan Sedang Ansietas
sedang
memungkinkan
seseorang
untuk
memusatkan pada hal yang penting dengan mengesampingkan yang lain perhatian selektif dan mampu melakukan sesuatu yang lebih terarah. Manifestasi yang muncul pada kecemasan sedang antara lain: a) Respon fisiologis Sering napas pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, diare atau konstipasi, tidak nafsu makan, mual, dan berkeringat setempat. b)
Respon kognitif Respon pandang menyempit, rangsangan luas mampu diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatian dan bingung.
c) Respon perilaku dan emosi Bicara banyak, lebih cepat, susah tidur dan tidak aman. 3) Kecemasan Berat Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berfikir tantang hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pada suatu area lain. Manifestasi yang muncul pada kecemasan berat antara lain: a)
Respon fisiologis Napas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur, dan ketegangan.
b) Respon kognitif Lapang persepsi sangat sempit, dan tidak mampu menyelesaikan masalah. c) Respon perilaku dan emosi Perasaan terancam meningkat, verbalisasi cepat, dan menarik diri dari hubungan interpersonal. 4) Panik Tingkat panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan terror. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian, terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional. Manifestasi yang muncul terdiri dari: a) Respon fisiologis Napas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada, pucat, hipotensi, dan koordinasi motorik rendah. b) Respon kognitif Lapang persepsi sangat sempit, dan tidak dapat berfikir logis. c) Respon perilaku dan emosi Mengamuk- amuk dan marah- marah, ketakutan, berteriakteriak, menarik diri dari hubungan interpersonal, kehilangan kendali atau kontrol diri dan persepsi kacau. d. Skala Kecemasan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) Kecemasan dapat diukur dengan pengukuran tingkat kecemasan menurut alat ukur kecemasan yang disebut HARS (Hamilton Anxiety commitmerupakan to user Rating Scale). Skala HARS pengukuran kecemasan yang
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
didasarkan pada munculnya symptom pada individu yang mengalami kecemasan. Menurut skala HARS terdapat 14 syptoms yang nampak pada individu yang mengalami kecemasan. Setiap item yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara 0 (Nol Present) sampai dengan 4 (severe). Skala HARS pertama kali digunakan pada tahun 1959, yang diperkenalkan oleh Max Hamilton dan sekarang telah menjadi standar dalam pengukuran kecemasan terutama pada penelitian trial clinic. Skala HARS telah dibuktikan memiliki validitas dan reliabilitas cukup tinggi untuk melakukan pengukuran kecemasan pada penelitian trial clinic yaitu 0,93 dan 0,97. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengukuran kecemasan dengan menggunakan skala HARS akan diperoleh hasil yang valid dan reliabel. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat, dan berat sekali, digunakan alat ukur (instrumen) yaitu Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) yang terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0-4, yang artinya adalah: Nilai 0 = tidak ada gejala sama sekali 1 = Satu dari gejala yang ada 2 = Sedang/ separuh dari gejala yang ada 3 = berat/ lebih dari ½ gejala yang ada 4 = sangat berat semua gejala ada. Masing-masing nilai angka (score) dari ke 14 kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang yaitu dengan melihat total nilai sebagai berikut. 1. Skor kurang dari 6 = tidak ada kecemasan. 2. Skor 6 – 14 3. Skor 15 – 27
= kecemasan ringan.
= kecemasan sedang. commit to berat. user 4. Skor lebih dari 27 = kecemasan
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Adapun hal-hal yang dinilai dalam alat ukur HARS Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) dalam Nursalam` (2009: 179) adalah : 1) Perasaan Cemas meliputi firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tensinggung. 2) Ketegangan meliputi merasa tegang, lesu, mudah terkejut, tidak dapat istirahat dengan nyenyak, mudah menangis, gemetar, gelisah. 3) Ketakutan meliputi takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal sendiri, takut pada binatang besar, takut pada keramaian lalu lintas, dan takut pada kerumunan banyak orang. 4) Gangguan tidur meliputi sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak pulas, mimpi yang menakutkan, dan mimpi buruk. 5) Gangguan kecerdasan meliputi daya ingat buruk, sulit berkonsentrasi dan sering bingung. 6) Perasaan depresi meliputi hilangnya minat, berkurangnya kesukaan pada hobi, sedih, bangun dini hari, dan perasaan berubah-ubah sepanjang hari. 7) Gejala somatik meliputi nyeri otot-otot, kaku, gigi gemertak, suara tidak stabil dan kedutan otot. 8) Gejala sensorik meliputi telinga berdengung, perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah dan pucat serta merasa lemah. 9) Gejala kardiovaskuler meliputi denyut nadi cepat, berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi mengeras, rasa lesu/ lemas seperti mau pingsan, dan detak jantung hilang sekejap. 10) Gejala pernapasan meliputi rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik napas panjang dan merasa napas pendek/ sesak. 11) Gejala
gastrointestinal
meliputi
sulit
menelan,
gangguan
pencernaan, berat badan menurun, mual dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perut terasa penuh/kembung, sulit buang air besar, perasaan panas di perut. 12) Gejala urogenital meliputi sering kencing, tidak dapat menahan to user kencing, menstruasi commit tidak teratur/ tidak menstruasi, frigiditas.
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
13) Gejala vegetatif meliputi mulut kering, mudah berkeringat, muka kering, bulu roma berdiri, pusing atau sakit kepala. 14) Perilaku sewaktu kejadian berlangsung meliputi gelisah, tidak tenang, mengkerutkan dahi atau kening, muka tegang, ketegangan otot meningkat dan napas pendek dan cepat, muka merah. 7.
Relasi dan Fungsi a.
Relasi 1) Pengertian Relasi Perhatikan bahwa ada hubungan antara himpunan anak ={Tino, Ayu, Togar, Nia} dengan himpunan alat tulis = {buku tulis, pensil, penggaris, penghapus, bolpoin, tempat pensil}. Himpunan anak dengan himpunan alat tulis dihubungkan oleh kata membeli. Dalam hal ini, kata
membeli merupakan
relasi
yang
menghubungkan himpunan anak dengan himpunan alat tulis. Relasi dari himpunan A ke himpunan B adalah hubungan yang memasangkan anggota-anggota himpunan A dengan anggotaanggota himpunan B. 2) Cara Menyajikan Suatu Relasi Suatu relasi dapat dinyatakan dengan tiga cara, yaitu dengan diagram panah, diagram Cartesius, dan himpunan pasangan berurutan. b. Fungsi 1) Pengertian Fungsi Fungsi adalah suatu aturan yang memasangkan setiap anggotaanggota himpunan A (daerah asal) dengan tepat satu anggotaanggota himpunan B (daerah hasil). Syarat suatu relasi merupakan pemetaan atau fungsi adalah a. setiap anggota A mempunyai pasangan di B; b. setiap anggota A dipasangkan dengan tepat satu commit to user anggota B.
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Notasi Fungsi
Diagram di atas menggambarkan fungsi yang memetakan x anggota himpunan A ke y anggota himpunan B. Notasi fungsinya dapat ditulis sebagai berikut. 𝑓: 𝑥 → 𝑦 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑓: 𝑥 → 𝑓(𝑥) dibaca: fungsi f memetakan x anggota A ke y anggota B Himpunan A disebut domain (daerah asal). Himpunan B disebut kodomain (daerah kawan). Himpunan C B yang memuat y disebut 𝑟𝑎𝑛𝑔𝑒 (daerah hasil). Dalam hal ini, 𝑦 = 𝑓(𝑥) disebut bayangan (peta) 𝑥 oleh fungsi 𝑓. Variabel 𝑥 dapat diganti dengan sebarang anggota himpunan A dan disebut variabel bebas. Adapun variabel 𝑦 anggota himpunan B yang merupakan bayangan 𝑥 oleh fungsi 𝑓 ditentukan (bergantung pada) oleh aturan yang didefinisikan, dan disebut variabel bergantung. 3) Menyatakan Fungsi dalam Diagram Panah, Diagram Cartesius, dan Himpunan Pasangan Berurutan. Karena fungsi merupakan bentuk khusus dari relasi, maka fungsi juga dapat dinyatakan dalam diagram panah, diagram Cartesius, dan himpunan pasangan berurutan. commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Misalkan A = {1, 3, 5} dan B = {–2, –1, 0, 1, 2, 3}. Jika fungsi 𝑓: 𝐴 → 𝐵 ditentukan dengan 𝑓(𝑥) = 𝑥 – 2 maka, 𝑓(1) = 1 – 2 = – 1 𝑓(3) = 3 – 2 = 1 𝑓(5) = 5 – 2 = 3 a) Diagram panah yang menggambarkan fungsi 𝑓 tersebut sebagai berikut.
b) Diagram Cartesius dari fungsi 𝑓 sebagai berikut.
c) Himpunan pasangan berurutan dari fungsi 𝑓 tersebut adalah {(1, –1), (3, 1), (5, 3)}. Perhatikan bahwa setiap anggota A muncul tepat satu kali pada komponen pertama pada pasangan berurutan.
commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Menentukan Banyak Pemetaan yang Mungkin dari Dua Himpunan Untuk menentukan banyaknya pemetaan yang mungkin dari dua himpunan, perhatikan uraian berikut. a) Jika A = {1} dan B = {a} maka n(A) = 1 dan n(B) = 1. Satu-satunya pemetaan yang mungkin dari A ke B mempunyai diagram panah seperti tampak pada gambar berikut.
b) Jika A = {1} dan B = {a, b} maka n(A) = 1 dan n(B) = 2. Banyaknya pemetaan yang mungkin dari A ke B ada dua, seperti tampak pada diagram panah pada diagram panah berikut ini.
commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Jika A = {1} dan B {a, b, c} maka n(A) = 1 dan n(B) = 3. Banyaknya pemetaan yang mungkin dari A ke B ada tiga, seperti tampak pada diagram panah berikut ini.
d) Jika A = {1, 2} dan B = {a} maka n(A) = 2 dan n(B) = 1. Pemetaan yang mungkin dari himpunan A ke B tampak seperti diagram panah pada diagram panah berikut ini.
e) Jika A = {1, 2} dan B = {a, b} maka n(A) = 2 dan n(B) = 2. Banyaknya pemetaan yang mungkin dari A ke B ada empat, seperti tampak pada diagram panah pada diagram panah berikut ini.
commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
f)
Jika A = {1, 2, 3} dan B = {a} maka n(A) = 3 dan n(B) = 1. Banyaknya pemetaan yang mungkin dari A ke B ada satu, seperti tampak pada diagram panah pada diagram panah berikut ini.
g) Jika A = {1, 2, 3} dan B= {a, b} maka n(A) = 3 dan n(B) = 2. Banyaknya pemetaan yang mungkin dari A ke B ada 8, seperti tampak pada diagram panah pada diagram panah berikut ini.
Dengan mengamati uraian tersebut, untuk menentukan banyaknya pemetaan dari suatu himpunan A ke himpunan B dapat dilihat pada Tabel 2. 1. commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2. 1
Banyak pemetaan himpunan A ke himpunan B
Banyak Anggota Himpunan A
Himpunan B
1 1 1 2 2 3 3
1 2 3 1 2 1 2
Banyak Pemetaan dari A ke B
Banyak Pemetaandari B ke A
1= 11 2= 21 3= 31 1= 12 4= 22 1= 13 8= 23
1= 11 1= 12 1= 13 2= 21 4= 22 3= 31 9= 32
Berdasarkan pengamatan pada Tabel 2. 1, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. Jika banyaknya anggota himpunan A adalah n(A) = a dan banyaknya anggota himpunan B adalah n(B) = b maka 1. banyaknya pemetaan yang mungkin dari A ke B adalah 𝑏𝑎 ; 2. banyaknya pemetaan yang mungkin dari B ke A adalah 𝑎𝑏
c.
Menentukan Rumus Fungsi Jika nilainya Diketahui Bentuk fungsi yang akan dipelajari hanyalah fungsi linear saja, yaitu 𝑓(𝑥) = 𝑎𝑥 + 𝑏. Misalkan fungsi f dinyatakan dengan 𝑓(𝑥) = 𝑎𝑥 + 𝑏, dengan a dan b konstanta dan x variabel maka rumus fungsinya adalah 𝑓(𝑥) = 𝑎𝑥 + 𝑏. Jika nilai variabel 𝑥 = 𝑚 maka nilai 𝑓(𝑚) = 𝑎𝑚 + 𝑏. Dengan demikian, kita dapat menentukan bentuk fungsi 𝑓 jika diketahui nilai-nilai fungsinya. Selanjutnya, nilai konstanta a dan b ditentukan berdasarkan nilai-nilai fungsi yang diketahui. commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Menghitung Nilai suatu Fungsi Menghitung nilai suatu fungsi berarti mensubstitusikan nilai variabel bebas ke dalam rumus fungsi sehingga diperoleh nilai variabel bergantungnya. Misalkan fungsi 𝑓 ditentukan oleh 𝑓: 𝑥 → 5𝑥 + 3 dengan domain{𝑥/−1 ≤ 𝑥 ≥ 3, 𝑥 bilangan bulat}. Nilai fungsi tersebut adalah 𝑓 – 1 = 5 – 1 + 3 = – 2; 𝑓(0) = 5(0) + 3 = 3; 𝑓(1) = 5(1) + 3 = 8; 𝑓(2) = 5(2) + 3 = 13; 𝑓(3) = 5(3) + 3 = 18. e.
Grafik Fungsi/Pemetaan Suatu pemetaan atau fungsi dari himpunan A ke himpunan B dapat dibuat grafik pemetaannya. Grafik suatu pemetaan (fungsi) adalah bentuk diagram Cartesius dari suatu pemetaan (fungsi).
f.
Korespondensi Satu-Satu Terdapat enam orang siswa bermain bola voli dengan nomor punggung 301 – 306. Ternyata Bonar bernomor punggung 301; Asti bernomor punggung 302; Reni bernomor punggung 303; Asep bernomor punggung 304; Buyung bernomor punggung 305; Beta bernomor punggung 306. Selanjutnya, jika kita misalkan A = {Bonar, Asti, Reni, Asep, Buyung, Beta} dan B = {301, 302, 303, 304, 305, 306} maka “bernomor punggung” adalah relasi dari A ke B. Relasi “bernomor punggung” dari himpunan A ke himpunan B pada kasus di atas dapat digambarkan dalam bentuk diagram panah.
commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Perhatikan bahwa setiap anggota A mempunyai tepat satu kawan di B. Dengan demikian, relasi “bernomor punggung” dari himpunan A ke himpunan B merupakan suatu pemetaan. Selanjutnya, amati bahwa setiap anggota B yang merupakan peta (bayangan) dari anggota A dikawankan dengan tepat satu anggota A. Pemetaan dua arah seperti contoh di atas disebut korespondensi satu-satu atau perkawanan satu-satu. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut. Korespondensi satu-satu adalah fungsi yang memetakan anggota dari himpunan A dan B, dimana semua anggota A dan B dapat dipasangkan sedemikian sehingga setiap anggota A berpasangan dengan tepat satu anggota B dan setiap anggota B berpasangan dengan tepat satu anggota A. Jadi, banyak anggota himpunan A dan B harus sama atau n(A) = n(B).
B. Kerangka Berfikir
Dalam
pembelajaran
tuntas
prinsipnya
semua
siswa
memiliki
kemampuan yang sama dan bisa commit belajar to apa saja, hanya waktu yang diperlukan user
perpustakaan.uns.ac.id
46 digilib.uns.ac.id
untuk mencapai kemampuan tertentu berbeda. Jika setiap siswa diberikan waktu sesuai dengan yang diperlukan, maka besar kemungkinan siswa akan mencapai tingkat penguasaan Kompetensi Dasar (KD). Sementara itu, keanekaragaman kemampuan intelektual siswa khususnya dalam matematika di SMP sangat bervariasi. Sikap dan perangai siswa pun beraneka ragam, baik dalam menanggapi pembelajaran pada umumnya maupun matematika pada khususnya. Demikian pula minat dan emosinya. Hal inilah yang mengakibatkan sebagian siswa mengalami hambatan dalam mencapai tingkat penguasaan Kompetensi Dasar (KD). Bagi siswa yang mengalami hambatan dalam mencapai tingkat penguasaan Kompetensi Dasar (KD), akan diberikan pembelajaran remidial untuk membantu siswa tersebut mencapai tingkat penguasaan Kompetensi Dasar yang telah ditentukan sebelumnya. Permasalahan muncul, saat setelah pelaksanaan pembelajaran remidial siswa masih belum mencapai ketuntasan yang telah ditentukan. Oleh karena itu, guru perlu menemukan dan mencari kembali hambatan-hambatan yang dialami siswa. Hambatan-hambatan tersebut dapat ditemukan saat siswa sedang mengerjakan soal yaitu siswa mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal sehingga berdampak pada kesalahan penyelesaian soal. Hambatan-hambatan tersebut dapat disebabkan oleh kondisi psikologis siswa yang bermacam-macam. Hal ini dipengaruhi adanya kondisi psikologis yang berbeda-beda dalam diri siswa, salah satunya dapat ditinjau dari tingkat kecemasan siswa. Menjadi cemas pada tingkat tertentu dapat dianggap sebagai bagian dari respon normal untuk mengatasi masalah-masalah yang dialami. Bagaimanapun juga, bila kecemasan ini berlebihan dan tidak sebanding dengan suatu situasi, hal itu dianggap sebagai suatu hambatan. Begitu juga dengan kecemasan yang melanda siswa saat menghadapi tes atau evaluasi. Kecemasan dalam menghadapi tes menjadi persoalan yang penting karena memiliki akibat luas, salah satunya adalah kesalahan dalam penyelesaian soal. Kesalahan yang telalu banyak dilakukan siswa dalam mengerjakan soal, tentunya akan berdampak tidak baik user tidak dapat mencapai ketuntasan pada akademik siswa di antaranyacommit adalahtosiswa
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang telah ditentukan sebelumnya. Oleh karenanya, perlu dilakukan analisis kesalahan siswa agar dapat mengidentifikasi kesulitan siswa dan membantu memperbaikinya sehingga dapat meminimalkan kesalahan terulang kembali. Dalam hal ini, analisis kesalahan yang dilakukan adalah ditinjau dari tingkat kecemasan siswa. Tingkat dan respon kecemasan menurut Stuart and Sundeen (1998: 175) diklasifikasikan atas tidak ada kecemasan, kecemasan rendah, kecemasan sedang, dan kecemasan berat. Sedangkan kriteria penggolongan kecemasan seseorang dapat diukur dengan menggunakan alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) dengan total nilai gejala yang muncul sebagai berikut. Tidak ada kecemasan
: kurang dari 6
Kecemasan ringan
: 6 – 14
Kecemasan sedang
: 15 – 27
Kecemasan berat
: lebih dari 27
Analisis kesalahan terhadap hasil pekerjaan siswa dalam menyelesaikan soal-soal evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen berupa tes diagnostik. Dari hasil analisis kesalahan yang telah dilakukan, akan diperoleh penyebab kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa sehingga diperoleh solusi untuk permasalahan tersebut. Selanjutnya, akan diidentifikasi tingkat kecemasan siswa terhadap kesalahan yang dilakukan siswa saat menyelesaikan soal-soal. Pada penelitian ini, analisis kesalahan yang dilakukan adalah kesalahan siswa saat mengerjakan ulangan harian pada materi fungsi setelah pembelajaran remidial di SMP Negeri 3 Mojolaban, karena pada materi ini masih banyak ditemukan siswa yang meski sudah diberikan kesempatan tes ulang setelah pembelajaran remidial masih belum mencapai ketuntasan. Hal ini berarti bahwa, siswa tersebut masih mengalami hambatan dan kesulitan yang menyebabkan kesalahan pada penyelesaian soal. Berdasarkan jenis kesalahan yang telah diuraikan, prediksi penggolongan tiap kesalahan pada penelitian ini ditinjau menurut jenis kesalahan umum yang user dikemukakan oleh Lerner dalam commit Mulyonoto Abdurrahman (1999: 262). Kemudian
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dari data hasil pekerjaan siswa yang diperoleh akan digunakan sebagai dasar pemilihan responden yang akan diwawancarai untuk mengetahui penyebab kesalahan siswa secara rinci. Selain itu juga akan dilakukan observasi kepada guru dan siswa saat proses belajar mengajar.
commit to user