15
BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Kajian Pustaka Pada bagian ini, akan dijelaskan landasan teori variabel-variabel yang diteliti
di dalam penelitian yaitu Persepsi Kampanye Iklan, Pengalaman Konsumen dan Ekuitas Merek serta komponennya. 2.1.1
Pengertian Iklan Iklan adalah suatu bentuk presentasi dan promosi non-personal berbayar
mengenai suatu ide, produk atau jasa oleh sponsor tertentu (Keller 2008, p. 235). Sedangkan menurut Duncan (2008, p.9), iklan adalah sebuah pengumuman berbayar non personal yang dilakukan oleh sponsor tertentu. Iklan digunakan untuk mencapai audiens dalam jumlah besar, menciptakan kesadaran merek, dan membantu membedakan merek dari pesaingnya serta membangun sebuah merek. Iklan adalah bentuk komunikasi berbayar yang menggunakan media massa dan media interaktif untuk menjangkau audiensi yang luas dalam rangka menghubungkan sponsor yang jelas dengan pembeli (audiensi sasaran) dan memberikan informasi tentang produk (barang, jasa, dan gagasan) (Moriarty, Mitchell, & Wells 2009, p.9). Iklan berasal dari kata Latin ‘advertere’ yang berarti mengarahkan perhatian menuju hal tertentu. Iklan adalah cara yang dilakukan untuk mengubah perhatian
16
seseorang terhadap produk, layanan, ide oleh sponsor yang dikenal (Trehan 2010, p.1). American Association of Advertising Agencies telah mengumpulkan daftar dari beberapa studi yang menunjukkan produktifitas dari pengeluaran iklan. Analisis dari pengaruh iklan menggunakan PIMS (Profit Impact of Marketing Strategy) data dengan total 750 konsumen bisnis dalam berbagai industri menunjukkan bahwa perusahaan yang meningkatkan iklan selama periode resesi memperoleh setengah dari pangsa pasar dan keluar dari resesi, sementara perusahaan yang memangkas anggaran biaya iklan memperoleh hanya dua per sepuluh dari pangsa pasar (Keller 2008, p.235). Perusahaan dapat mengiklankan produk mereka melalui berbagai media. Jenis iklan yang paling efektif bervariasi sesuai dengan produk dan target pasar yang dituju. Kebanyakan iklan dapat menggunakan media sebagai berikut (Madura 2006, p.530) : -
Koran
-
Email
-
Majalah
-
Direct Mail
-
Radio
-
Telemarketing
-
Outdoor advertising
-
Transportation advertising
-
Televisi Transportation ads - Internet
2.1.1.1 Peran Iklan Berikut akan dijelaskan peran dari sebuah iklan. Cara kerja sebuah iklan, dapat dilihat dari empat peran utama iklan dalam dunia bisnis dan masyarakat (Moriarty, Mitchell, & Wells 2009, p.11).
17
(1) Peran Pemasaran Pemasaran atau marketingmerupakan proses bisnis yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen dengan menyediakan barang dan jasa. Dalam proses pemasaran biasanya digunakan strategi bauran pemasaran yang terdiri dari 4P yaitu (Product, Price, Place, & Promotion). Dan iklan merupakan salah satu bagian dari strategi promosi yang tentunya memegang peranan penting dalam proses pemasaran. (2) Peran Komunikasi Iklan merupakan sebuah bentuk komunikasi, dalam arti iklan merupakan pesan penting tentang suatu produk yang disampaikan kepada konsumen.Iklan mempunyai peran untuk menyampaikan informasi yang dapat digunakan untuk memutuskan pilihan produk. Iklan berguna untuk mengingatkan, membujuk serta menciptakan pandangan dan kesan terhadap suatu produk. (3) Peran Ekonomi Iklan memiliki keunggulan sebagai alat pemasaran massal.Semakin banyak orang yang tahu tentang suatu produk maka semakin tinggi penjualannya – semakin tinggi penjualan membuat harga produk semakin murah.Sehingga biaya pemasaran lebih hemat, dan dapat menurunkan harga bagi konsumen. Saat ini, iklan cenderung tidak hanya sebagai pemberi informasi tetapi juga menciptakan permintaan akan suatu produk atau merek tertentu. Dimana hal ini dilakukan dengan 2 teknik, yaitu pendekatan hard-sell yang menggunakan alasan rasional
18
untuk membujuk konsumen dan pendekatan soft-sell dengan membangun citra suatu merek dan mnyentuh emosi konsumen. (4) Peran Kemasyarakatan Selain memberi informasi tentang produk baru, iklan memiliki peran edukasional yang dapat memberikan informasi mengenai trend fashion dan desain, serta memperkaya wawasan estetika.
2.1.1.2 Tipe Iklan Sebelumnya telah dibahas mengenai peran iklan, peran iklan yang berbeda tentu akan memiliki tipe yang berbeda pula. Berikut akan diidentifikasi tujuh tipe dari iklan (Moriarty, Mitchell, & Wells 2009, p.15). (1) Merek Tipe iklan yang paling jelas adalah iklan merek. (2) Retail atau iklan lokal Merupakan iklan yang ditujukan untuk ‘retailer’.Fokus tujuannya adalah memicu pembelian di toko dan menciptakan citra retailer yang khas. (3) Iklan respon langsung (direct-response advertising) Iklan ini dapat menggunakan semua media iklan termasuk surat(diret mail) namun berusaha memicu penjualan langsung. Konsumen dapat merespons melalui telepon, surat, internet dan produknya akan dikirimkan dengan jasa pengiriman
19
(4) B2B (Business to Business Advertising) Komunikasi pemasaran yang dikirim dari satu bisnis ke bisnis lain. (5) Iklan Korporat Iklan yang fokus untuk membangun identitas korporat atau menarik perhatian publik. (6) Iklan nirlaba Iklan yang dilakukan oleh organisasi nirlaba seperti badan amal dan yayasan, asosiasi, rumah sakit, museum, dsb. (7) Iklan layanan pulik Iklan yang dikomunikasikan untuk kebaikan bersama, seperti pencegahan kekerasan kepada anak, larangan menyetir dalam kondisi mabuk.
2.1.1.3 Karakteristik Iklan Periklanan adalah soal penciptaan pesan dan mengirimkannya kepada orang dengan harapan orang itu akan bereaksi dengan cara tertentu (Moriarty, Mitchell, & Wells 2009, p.6). Merancang sebuah iklan merupakan hal yang kompleks, beberapa strategi diperlukan namun sulit untuk memberikan panduan mengenai cara mendesain sebuah iklan yang baik. Setiap media iklan memiliki kekuatan serta memiliki peran yang baik dalam program komunikasi tertentu (Keller 2008, p.235).
20
Perusahaan dapat mengiklankan produk mereka melalui berbagai media. Jenis iklan yang paling efektif bervariasi sesuai dengan produk dan target pasar yang dituju (Madura 2006, p.530). Berikut ini adalah beberapa karakteristik dari iklan (Botha, Strydom & Bothma 2005, p.143) : (1) Iklan adalah komunikasi satu arah – pesan dari penyampai iklan kepada konsumen. Penerima pesan jarang dibutuhkan untuk memberikan tanggapan terhadap pesan yang disampaikan, sehingga perencanaan yang baik dibutuhkan untuk memastikan bahwa pesan efektif. (2) Iklan berkomunikasi dengan sekelompok konsumen – iklan berhubungan dengan ribuan konsumen, dan masing-masing menerima pesan yang sama. Ini berbeda dengan personal selling, dimana pesan dapat disesuaikan dengan kebutuhan klien. (3) Periklanan adalah komunikasi massa dengan biaya rendah (low-cost mass communication)– iklan memungkinkan pemasar untuk mencapai sejumlah besar pelanggan potensial dengan biaya serendah mungkin per orang. (4) Iklan adalah komunikasi selektif – ini berarti bahwa informasi yang disampaikan harus dipercaya serta harus menunjukkan bagaimana produk ini unggul dari produk yang bersaing. (5) Iklan adalah komunikasi komersial – pengiklan mengeluarkan biaya yang besar, sehingga pesan tersebut harus memberikan kontribusi langsung terhadap
21
profitabilitas dalam jangka panjang. Jika iklan tidak efektif, banyak waktu dan uang yang akan terbuang.
2.1.1.4 Tujuan Sebuah Iklan Sebuah iklan umumnya dimaksudkan untuk meningkatkan citra dari merek, lembaga, atau industri tertentu. Alasan yang paling umum adalah untuk meningkatkan citra merek tertentu. Berikut adalah beberapa tujuan perusahaan melakukan strategi pemasaran berupa iklan menurut Madura (2006, p.529) : (1) Iklan Merek (Brand Advertising) Iklan biasanya dimaksudkan untuk meningkatkan citra dari sebuah lembaga merek tertentu atau industri. Alasan yang paling umum adalah untuk meningkatkan citra merek tertentu. Iklan merek adalah presentasi penjualan nonpersonal tentang merek tertentu. Strategi yang umum digunakan untuk mengiklankan merek tertentu adalah iklan komparatif (comparative advertising) dan iklan pengingat (reminder advertising). Iklan perbandingan atau komparatif dimaksudkan untuk membujuk pelanggan untuk membeli produk tertentu dengan menunjukkan superioritas suatu merek dibandingkan dengan merek pesaing lainnya. Iklan pengingat (reminder) dimaksudkan untuk mengingatkan konsumen tentang keberadaan suatu produk. Hal ini biasanya digunakan untuk produk yang sudah terbukti sukses dan berada pada tahap kedewasaan dari siklus
22
hidup mereka. Jenis iklan yang sering digunakan adalah untuk produk makanan sehari-hari seperti sereal, selai kacang, dsb. (2) Iklan Kelembagaan (Institutional Advertising) Tujuan atau alasan kedua untuk iklan adalah untuk meningkatkan citra lembaga tertentu. Iklan kelembagaan adalah presentasi penjualan nonpersonal tentang suatu lembaga tertentu. (3) Iklan Industri (Industry Advertising) Alasan ketiga untuk iklan adalah untuk meningkatkan citra industri tertentu. Iklan industri adalah presentasi penjualan nonpersonal tentang suatu industri tertentu. Asosiasi industri mengiklankan produk mereka masing-masing (seperti jus jeruk, susu atau daging sapi) untuk meningkatkan permintaan terhadap produk ini.
2.1.1.5 Mengukur Efektivitas Iklan Menurut Sutherland (2004, p.351-365) ada dua ukuran dalam mengukur efektivitas iklan, yang pertama difokuskan kepada merek dan yang kedua difokuskan kepada iklan. Adapun ukuran tersebut dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :
23
Tabel 2.1 Ukuran Efektifitas Iklan Difokuskan pada Merek
Difokuskan pada Iklan
Perilaku membeli merek
Mengenal iklan
Tujuan membeli / sikap atas merek
Mengingat kembali iklan secara spontan
Kesadaran merek
Asosiasi merek dengan iklan
Citra Merek
Penyampaian pesan Kepercayaan atas iklan Menyukai iklan Sumber : Sutherland (2004)
Berikut adalah beberapa dimensi untuk mengukur efektivitas iklan yang difokuskan kepada iklan :
(1) Mengenal iklan Salah satu yang menjadi ukuran seberapa efektif suatu iklan, adalah mengenal iklan. Apakah konsumen telah melihat iklan. Setelah beberapa kali iklan dari sebuah produk atau jasa ditayangkan, maka seharusnya konsumen dapat mengenal iklan tersebut. Jika konsumen tidak dapat mengenal iklan yang telah ditayangkan beberapa kali maka ada hal yang keliru dengan iklan tersebut. Mungkin pemasar dapat mengecek angka media yang menunjukkan bagaimana jangkauan kumulatif dari sebuah iklan. Jika jangkauan kumulatifnya baik, sementara angka pengenalan terhadap iklan rendah maka dapat disimpulkan bahwa iklan tersebut tidak menangkap banyak perhatian. Pada umumnya, 70 hingga 90 persen orang yang telah terekspos iklan selama beberapa kali dalam kampanye TV akan mengakui mereka telah melihatnya.
24
Pengenalan iklan (kesadaran iklan dengan petunjuk eksekusi) karenanya adalah ukuran diganostik untuk mengecek apakah iklannya telah dilihat, tidak lebih dari itu.
(2) Mengingat kembali iklan secara spontan Bila konsumen hanya ditunjukkan oleh kategori produk dan konsumen secara spontan mengingat kembali iklan dengan menyebut merek dan pesan yang tepat ini akan mengatakan lebih banyak tentang kekuatan koneksi dalam ingatan konsumen dibanding jika mereka hanya mampu mengenali iklan.
Dibutuhkan koneksi yang lebih kuat agar bisa mengingat kembali rincian iklan dibanding sekedar bisa mengenali iklan. Dalam kaitannya dengan petunjuk kategori produk, jika seorang responden bisa mengingat kembali dan mendeskripsikan eksekusi iklan dan juga dengan benar mengingat kembali merek, maka pengiklan dapat menarik dua kesimpulan. Pertama, iklan itu pasti sudah dilihat. Kedua, iklan menguatkan interkoneksi dalam ingatan antara kategori produk, merek, dan eksekusi.
(3) Asosiasi merek dengan iklan Kekuatan hubungan antareksekusi iklan dan merek diungkap dalam jawaban pada bagian kedua prosedur menanyakan seperti ditunjukkan di atas, yaitu merek apa yang sedang diiklankan? Pengukuran asosiasi merek dan iklan yang benar ini penting karena merupakan faktor kunci untuk mengingat kembali dan menceritakan iklan secara detail tapi keliru mengaitkan ingat dengan merek yang
25
salah. Kegagalan untuk menempatkan merek yang benar dalam kerja jaringan ingatan adalah masalah yang terlalu sering muncul. Pemeriksaan antara asosiasi merek dan iklan karenanya menjadi prosedur yang sangat penting dalam pemeriksaan diagnostik menyeluruh.
(4) Penyampaian pesan Penyampaian pesan biasanya diukur dengan menanyakan, “Apa pesan utama yang coba dikomunikasikan oleh iklan kepada konsumen?”.
Jika kita telah
menemukan orang telah menonton iklan dan mengaitkan iklan dengan merek yang benar tapi penyampaian pesan tidak sesuai dengan yang kita harapkan, berarti menyatakan bahwa kaitan iklan itu lemah.
(5) Kepercayaan atas iklan Kegagalan untuk menguatkan citra merek pada atribut bisa terjadi bila orang punya alasan untuk tidak mempercayai pesan. Konsistensi pesan dengan apa yang telah ada di otak kita sangatlah penting. Jika iklan atau pesannya tidak konsisten dengan apa yang telah ada di otak kita, jika ada motivasi untuk otak kita untuk tidak menerima apa yang sedang dikatakan, maka mengingat pesan tidak akan banyak mempengaruhi “pengetahuan” kerja jaringan kita. Inilah cara mengukur kepercayaan terhadap iklan yang merupakan alat bantu yang bermanfaat untuk mendeteksi apakah hal ini merupakan masalah.
26
(6) Menyukai iklan Dalam sejumlah kategori produk yang substansial dimana iklan transformasional menjadi normanya, menyenangi iklan adalah penting untuk membuat orang mereasa nyaman terhadap merek, khususnya jika hanya ada sedikit perbedaan dibanding merek lainnya. Ini adalah cara mengukur yang berfokus pada iklan yang terakhir dan hanya menanyakan orang apakah mereka menyenangi suatu iklan atau tidak.
2.1.2
Pengertian Experiential Marketing Menurut Schmitt (Wang & Lin, 2010) experiential marketing adalah “seorang
individu konsumen, setelah pengamatan langsung atau partisipasi dalam sebuah event, merasakan rangsangan tertentu yang secara langsung memotivasi dan menghasilkan pikiran tertentu atau perilaku konsumsi” Lee et al (2010) menjelaskan bahwa experiential marketing bertujuan untuk meminta semua staf pemasaran untuk menekankan keseluruhan kualitas pengalaman untuk konsumen lalui melalui merek, termasuk pembuatan keputusan rasional dan pengalaman konsumsi yang menyentuh perasaan. Lee et al (2011) mendefinisikan experiential marketing sebagai sebuah ingatan yang tidak terlupakan atau pengalaman yang sangat dalam yang terdapat pada pikiran konsumen. Schmitt (Maghnati, 2012) mendefinisikan experiential marketing sebagai sebuah pengenalan konsumen dan pembelian atas sebuah barang atau jasa dari sebuah
27
perusahaan atau merek setelah mereka mengalami / memiliki pengalaman dari suatu aktifitas dan rangsangan.
2.1.2.1 Dimensi Experential Marketing Saat ini konsumen ingin membeli sebuah produk atau jasa yang mempesona perasaan, menyentuh hati atau menstimulasi (merangsang) pikiran mereka. Konsumen merespon dengan baik setiap tindakan pemasaran yang mengirimkan pengalaman yang dapat mereka nikmati daripada hanya menyediakan daftar belanja yang menawarkan fitur dan manfaat. Berikut adalah lima dimensi dari experiential marketing (Schmitt 2013, p.15): (1) Sense Sense marketing menarik perhatian konsumen melalui lima panca indera manusia yaitu penglihatan, suara, sentuhan, rasa serta bau. Yuan and Wu (2008), sense experience adalah sebuah pesan yang dirasakan oleh konsumen terhadap produk atau jasa yang dirasakan melalui indera mereka. Melalui pengalaman yang berhubungan dengan panca indera, konsumen akan mampu mengembangkan pengalaman logis mereka dan kemudian mereka menggunakan pengalaman logis tersebut untuk membentuk penilaian secara personal untuk membedakan antara produk atau jasa berdasarkan pengalaman mereka (Vargo & Lusch, 2004).
(2) Feel Feel marketing menarik perhatian konsumen melalui emosi dan perasaan batin dari konsumen. Mulai dari suasana hati yang agak positif, hingga emosi yang
28
kuat berupa kebahagiaan dan kebanggaan. Feel experience ditujukan pada emosi konsumen, suasana hati, dan perasaan yang diperoleh konsumen melalui mengkonsumsi produk atau jasa (Yang & He, 2011; Yuan & Wu, 2008). Feel experience mungkin mengambil berbagai bentuk dan biasanya berkisar dari suasana hati yang tenang hingga suasana hati yang kuat (Yang & He, 2011). Menurut Schmitt (Maghnati, 2012) melalui perasaan positif yang diciptakan melalui proses konsumsi, konsumen mengembangkan emosi yang positif. Sedangkan menurut Mattila (2001), emosi yang kuat dan positif dalam feel experience akan meningkatkan manajemen hubungan pelanggan antara konsumen dan penjual.
(3) Think Think marketing menarik perhatian melalui akal budi – strategi ini melibatkan konsumen dalam memecahkan masalah nyata. Think experience mekankan kepada kecerdasan konsumen dalam menciptakan pengalaman kognitif (Lee et al., 2008). Menurut Schmit (Maghnati, 2012), think experience merangsang pemikiran kreatif konsumen dalam mengembangkan sebuah ide atau pemikiran tentang sebuah perusahaan atau produknya. Menurut Schmitt (Maghnati, 2012), melalui proses penciptaan ide atau pemikiran baru, konsumen membentuk evaluasi mereka sendiri terhadap suatu perusahaan dan produknya.
(4) Act Act marketing berusaha untuk memperkaya kehidupan pelanggan dengan menunjukkan cara-cara alternatif untuk melakukan sesuatu hal. Act merketing
29
mentargetkan tindakan fisik, gaya hidup serta interaksi. Menurut Schmitt (Maghnati,
2012),
act
experience
membolehkan
konsumen
untuk
mengembangkan pengalaman yang berhubungan dengan fisik konsumen, perilaku dan gaya hidup dan pengalaman yang diperoleh melalui interaksi sosial dengan orang lain. Melalui pengalaman dari sejumlah tindakan, konsumen dapat mengembangkan sensasi perasaan, pengaruh, dan hubungan dengan produk atau jasa yang ditawarkan.
(5) Relate Relate marketing menarik perhatian konsumen pada keinginan untuk mengembangkan diri. (contoh menjadi bagian dari sebuah subkultur, atau komunitas
merek).
Relate
experience
membolehkan
konsumen
untuk
membangun hubungan mereka dengan komunitas sosial dan kesatuan sosial melalui proses pembelian dan konsumsi dari produk atau jasa. Dalam kata lain, menurut Schmitt dalam (Maghnati, 2012) relate experience yang dipromosikan melalui kampanye pemasaran yang berkaitan membolehkan konsumen untuk mengembangkan diri, menjadi merasa positif dengan individu lain pada sebuah komunitas sosial
2.1.2.2 Perbedaan Antara Traditional Marketing dan Experiential Marketing Berikut adalah perbedaan antara traditional marketing dan experiential marketing (Kotler, 2003) :
30
Tabel 2.2 Perbedaan antara Traditional Marketing dan Experiential Marketing Traditional Marketing
Experiential Marketing
Fokus pada mengkomunikasikan fungsi, Fokus untuk menciptakan pengalaman fitur ataupun manfaat dari sebuah produk. yang melibatkan serta menarik perhatian mereka Kategori produk dan kompetitor
Situasi konsumsi dinilai sinergi – yang
didefinisikan secara sempit – biasanya
artinya sebuah cakupan yang lebih luas
pada alternatif langsung dari sebuah
dari alternatif produk dipertimbangkan.
produk. Konsumen dianggap sebagai pembuat Konsumen dianggap sebagai pembuat keputusan yang rasional dan logis. Metodologi
yang
digunakan
keputusan yang rasional dan emosional. pada Menggunakan metodologi yang beragam
umumnya bersifat analitikal, kuantitatif, dan dari berbagai sumber. dan verbal.
Sumber : Kotler (2003)
2.1.2.3 Lima Langkah dari Kerangka Manajemen Pengalaman Pelanggan Menurut Schmitt (2003), kerangka manajemen pengalaman pelanggan memliki lima langkah dasar, di antaranya adalah : (1) Menganalisis dunia pengalaman konsumen. Langkah pertama dari kerangka manajemen pengalaman pelanggan adalah menyediakan pandangan atau pemikiran dasar pada dunia konsumen. Untuk pasar konsumen, perlu untuk menganalisis kontek sosial budaya dimana konsumen beroperasi termasuk menyediakan pengalaman yang mereka inginkan dan butuhkan, seperti gaya hidup mereka. Untuk pasar B2B (business to
31
business), kita perlu untuk menganalisis konteks bisnis termasuk persyaratan dan solusi yang mungkin mempengaruhi pengalaman konsumen. Manajemen harus menghubungkan gaya hidup dan trend bisnis pada penggunaan situasi dan pada merek.
Contoh, sebuah proyek dari pembuat wine internasional. Tujuannya adalah untuk membedakan perusahaan bukan pada produk tetapi berdasarkan pengalaman pelanggan, dengan memfokuskan pada situasi dimana orang-orang menikmati minum wine. Sehingga konsep dan metodologi dari langkah ini adalah mengidentifikasi penggunaan dan situasi konsumsi dari minum wine yang dapat menghasilkan sesuatu yang baru. Situasi dan pengalaman yang mencerminkan tren sosial budaya diantaranya adalah “menghabiskan malam yang romantis dengan seseorang yang spesial” atau “menghadiahkan diri setelah lelah bekerja”.
(2) Membangun platform pengalaman (experiential platform) Platform pengalaman adalah kunci hubungan antara strategi dan implementasi. Platform pengalaman termasuk sebuah gambaran keinginan pengalaman yang dinamis, multidimensi. Juga termasuk menspesifikasikan nilai yang konsumen dapat harapkan dari produk. Platform mencapai semua implementasi dalam pemasaran yang terkoordinasi dan usaha komunikasi serta inovasi di masa yang akan datang.
Sebagai contoh, sebuah pabrik vitamin meminta sebuah platform pengalaman yang dapat menarik lini produk secara keseluruhan dengan sebuah implementasi
32
tema yang lazim secara bersama-sama. Sehingga tema yang dipilih fokus pada konsep dari “vivere” (menghidupkan hidup sepenuhnya) dan bagaimana membedakan vitamin yang menyediakan manfaat pengalaman yang berbeda (ketajaman sensorik, pikiran yang positif, tubuh yang berenergi).
(3) Mendesain pengalaman merek Setelah manajemen telah memutuskan platform pengalaman, itu harus diimplementasikan pada pengalaman merek. Pengalaman merek termasuk fitur pengalaman dan estetika produk yang dapat menyajikan kenaikan nilai pada pengalaman merek konsumen. Selanjutnya, pengalaman merek termasuk sebuah bentuk “melihat dan merasakan” pada logo, kemasan dan tempat ritel. Akhirnya pesan pengalaman yang tepat dan gambaran dalam iklan dapat melengkapi pengalaman merek.
(4) Menyusun perjumpaan dengan konsumen. Platform pengalaman juga harus diimplementasikan pada perjumpaan dengan konsumen. Dimana pengalaman merek biasanya bersifat statis, perjumpaan dengan konsumen lebih dinamis dan interaktif. Langkah keempat termasuk semua saringan dari perubahan yang dinamis dan point kontak dengan konsumen seperti face-to-face pada sebuah toko, selama kunjungan penjualan pada kantor klien, sebuah mesin teller otomatis pada sebuah bank, dan pada sebuah meja check-in di hotel, atau sebagai bagian dari e-commerce pada Internet. Ini penting untuk menyusun isi dan desain dari interaksi dinamis ini untuk memberikan
33
konsumen sebuah informasi dan pelayanan yang diinginkan
dalam cara
interaktif yang tepat. Desain perjumpaan dengan konsumen harus merupakan gabungan elemen yang tidak terlihat (suara, sikap, dan gaya perilaku).
(5) Terlibat dalam inovasi yang berkelanjutan Pada akhirnya, inovasi perusahaan harus merefleksikan platform pengalaman. Inovasi pemasaran mungkin terdiri dari launching event dan kampanye yang kreatif. Inovasi menunjukkan pada konsumen bahwa perusahaan adalah sebuah perusahaan yang dinamis yang dapat menciptakan sebuah pengalaman yang baru dan relevan. Inovasi dapat menarik konsumen baru, bagaimanapun inovasi membangun ekuitas konsumen dengan menolong sebuah perusahaan untuk menjual lebih banyak produk pada konsumen. Inovasi perlu direncanakan, dikelola, dan dipasarkan, sehingga dapat meningkatkan pengalaman konsumen.
2.1.3
Pengertian Merek Menurut American Marketing Association (AMA), sebuah merek adalah
“sebuah nama, bentuk, tanda, simbol, atau desain atau sebuah kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi produk dan jasa dari seorang penjual atau kelompok penjual dan untuk membedakannya dari persaingan” (Keller 2008, p.2). Sebuah merek adalah sesuatu yang dibuat untuk tampil unik. Sebuah merek adalah kepercayaan. Sebuah merek bukan hanya produk, itu adalah perasaan yang membangkitkan produk. Merek seringkali menjadi alasan mengapa orang akan
34
membayar lebih untuk suatu produk tertentu. Sebuah merek adalah visual, emosional, gambar rasional yang dihubungkan dengan sebuah perusahaan atau sebuah produk (Mooij 2010, p.24). Merek dapat dikatakan sebagai sebuah nama, logo, dan simbol yang membedakan sebuah produk atau layanan dari para pesaingnya berdasarkan kriteria tertentu. Tetapi saat ini cakupan merek sudah lebih luas, yaitu mengarah kepada sebuah identitas (Susanto & Wijarnako 2004, p.81). Menurut Shimp (2003, p.7) merek adalah label yang tepat dan layak untuk menggambarkan suatu objek yang dipasarkan. Merek memiliki kekuatan untuk menarik hati konsumen agar membeli produk atau jasa yang diwakilinya. Keputusan pembelian pun lebih sering didasarkan pada pertimbangan merek daripada hal-hal lain. Persaingan bisnis saat ini semakin kompetitif. Ratusan produk dalam kategori yang sama saling bersaing untuk memuaskan kebutuhan konsumen. Dalam kondisi seperti ini, konsumen memiliki keuntungan dimana mereka memiliki banyak alternatif pilihan ketika akan membeli sebuah produk. Melalui berbagai kegiatan promosi, perusahaan berusaha untuk menawarkan produk yang mereka jual. Pada awalnya merek hanyalah sebuah tanda yang digunakan untuk membedakan dengan produk lainnya. Tetapi saat ini merek memiliki pengaruh yang yang lebih kuat yaitu memberikan sebuah identitas. Merek yang kuat merupakan sebuah intangible asset yang berharga bagi sebuah perusahaan. Merek yang kuat juga akan membangun loyalitas sehingga akan memperpanjang Life Time Value dari produk tersebut.
35
Sehingga dalam menghadapi persaingan global, perusahaan tidak hanya perlu untuk mengembangkan produk, tetapi juga perlu untuk mengembangkan merek. Sehingga perusahaan tidak hanya menjual produk secara fungsional, tetapi juga menjual ‘gaya hidup’ atau kepribadian untuk menciptakan kedekatan emosi. Pada akhirnya merek bukanlah apa yang dibuat di pabrik, tercetak pada kemasan atau apa yang diiklankan oleh pemasar. Merek adalah apa yang ada di dalam pikiran atau benak konsumen. Menurut perspektif konsumen, sebuah merek memiliki ekuitas sebesar pengenalan konsumen atas merek tersebut dan menyimpannya dalam memori mereka beserta asosiasi merek yang mendukung, kuat, dan unik. Riset telah menunjukkan bahwa ketika perusahaan mengkomunikasikan pesan yang unik dan positif melalui iklan, penjualan perorangan, promosi penjualan, dan cara-cara lain, mereka dapat membedakan merek mereka secara efektif melalui penawaran yang kompetitif dan melindungi diri dari kompetisi harga.
2.1.3.1 Fungsi Merek Bagi Konsumen dan Perusahaan Merek dapat menciptakan kesadaran, reputasi, keunggulan di tempat kerja (Keller 2008, p.2). Merek lebih dari sekedar nama, bentuk, simbol, dan sebagainya. Sebuah merek adalah segala sesuatu yang ditawarkan oleh perusahaan dalam perbandingan dengan merek lain dalam kategori produk yang sama. Merek menghadirkan kumpulan nilai yang pemasar, perusahaan, dan karyawan berikan secara konsisten dan komunikasikan untuk sebuah periode waktu tertentu (Shimp 2007, p.32).
36
Merek tersendiri tentu menghadirkan beberapa fungsi baik untuk konsumen maupun perusahaan. Berikut adalah fungsi yang diberikan oleh merek bagi konsumen dan perusahan. Bagi konsumen, merek menyediakan berbagai fungsi penting (Keller 2008, p.6-9). (1) Mengidentifikasi sumber dari produk Merek dapat mebantu konsumen dalam mengidentifikasi sumber atau pembuat produk dan memperbolehkan konsumen untuk menuntut tanggung jawab dari pabrik atau distributor tertentu. (2) Mengurangi resiko Hal yang paling penting dari sebuah merek adalah merek dapat memiliki sebuah arti bagi konsumen.Berdasarkan pengalaman sebelumnya dengan produk serta program pemasaran selama bertahun-tahun, konsumen dapat menemukan merek mana yang memuaskan kebutuhan mereka dan mana yang tidak.Sebagai hasilnya, merek mempermudah konsumen dalam membuat keputusan. (3) Mengurangi biaya pencarian Jika konsumen mengenal sebuah merek dan memiliki pengetahuan mengenai merek tersebut, dan mereka tidak harus ikut serta dalam proses pemikiran ataupun pencarian informasi dalam pembuatan keputusan. Maka jika dilihat dari segi ekonomi, merek membantu konsumen dalam mengurangi biaya pencarian
37
pada suatu produk baik secara internal (proses berpikir) dan eksternal (proses pencarian informasi) (4) Sebagai janji atau obligasi dengan pembuat produk Makna yang dijiwai oleh merek bisa sangat mendalam sehingga membuat kita berpikir tentang hubungan antara konsumen dan merek sebagai sebuah janji. Konsumen menawarkan kepercayaan bahwa merek akan bersikap dengan cara yang tertentu dan menyediakan manfaat melalui kinerja produk yang konsisten, harga yang tepat, promosi, dan program distribusi. (5) Sebagai sebuah simbol Merek mengizinkan konsumen untuk memproyeksikan citra diri mereka. (6) Mencerminkan kualitas Merek membantu mencerminkan karakteristik produk kepada konsumen.
Merek
juga
menyediakan
beberapa
fungsi
bagi
perusahaan.
Berikut
adalahbeberapa fungsi merek bagi perusahaan (Keller 2003, p.9-10). (1) Sarana identifikasi untuk menyederhanakan penanganan atau penelusuran Merek membantu untuk mengorganisasi persediaan(inventory) dan menghitung penjualan. (2) Sarana untuk melindungi fitur yang unik secara resmi Sebuah merek dapat mempertahankan hak kekayaan intelektual, memberikan hak legal kepada pemilik.
38
(3) Mencerminkan tingkat kualitas untuk memuaskan konsumen Merek dapat mencerminkan tingkat kualitas tertentu sehingga konsumen yang puas dapat dengan mudah memilih produk tersebut kembali. (4) Sarana untuk memberikan produk asosiasi yang unik Merek dapat memberikan produk sebuah asosiasi dan arti yang unik yang dapat membedakan merek tersebut dengan produk lain. (5) Sumber keunggulan bersaing Walaupun proses manufaktur dan desain produk dapat dengan mudah diduplikasi, tetapi kesan terakhir dalam benak konsumen dan organsasi yang diperoleh dari kegiatan marketing dan pengalaman produk tidak dapat dengan mudah ditiru sehingga memberikan keunggulan bersaing. (6) Sumber keuntungan finansial Harga premium yang dibayarkan kepada perusahaan merupakan kesempatan untuk memperoleh dan mempertahankan keuntungan lebih dari merek mereka.
2.1.3.2 Kategori Merek Salah satu keputusan strategis mengenai permerekan yang harus dibuat adalah kebijakan tentang pemanfaatan merek berdasarkan tingkatannya. Walaupun dalam implementasinya diterapkan secra berbeda-beda, secara prinsip pemberian merek terdiri atas dua tingkatan yaitu (Susanto & Wijarnako 2004, p.56) :
39
(1) Merek Produk Ini adalah suatu bentuk kategori merek dimana produk berdiri sendiri dan terpisah dari perusahaannya dalam arti tidak mendapatkan dukungan apapun dari merek atau nama perusahaan. Biasanya kategori merek ini digunakan untuk produk yang perputarannya cepat (fast moving consumer goods). Dalam pemberian nama merek produk, dapat digolongkan menjadi 3 yaitu merek produk mandiri, merek lini produk, dan merek cakupan produk. A. Merek produk mandiri Dalam kategori merek ini, setiap produk diberi nama merek secara eksklusif tanpa kehadiran nama perusahaan. Straategi ini bertujuan untuk mengarahkan merek untuk memiliki nilai-niali kepribadian, identitias, dan positioning yang unik. Hal ini akan mempermudah dan membantu perusahaan dalam mengevaluasi kinerja dan nilai merek, serta dalam melakukan keputusan alokasi sumber daya. B. Merek lini produk Dalam strategi ini produk-produk yang masuk dalam satu lini berada di bawah nama merek yang sama dan memiliki identitas dasar yang sama meskipun memiliki perbedaan kompetensi yang tipis. Misalnya, lini dari shampoo yang memiliki satu merek tetapi menawarkan manfaat yang berbeda. Keunggulan strategi ini adalah biaya periklanan dan promosi yang lebih ekonomis dan setiap perluasan lini akan memperkuat penempatan posisi dan citra merek.
40
C. Merek cakupan produk Strategi ini menempatkan sejumlah produk atau layanan dalam kategori yang luas. Sebuah produk memiliki merek yang sama tetapi memiliki tingkat kinerja yang berbeda seperti Mercedes tipe S, E, C, dan A-class. Nama merek tunggal yang diiklankan memberikan skala ekonomis karena promosi dilakukan dengan satu identitas dasar. (2) Merek Korporat Merek korporat memberikan identitas terhadap setiap produknya sehingga perusahaan mendapatkan seluruh pusast perhatian dan tidak menekankan pada produk atau jasa yang dijual. Misalnya adalah Amazon.Com atau BMW atau Samsung, dimana di setiap kategori produknya terdapat nama korporat. Berikut disajikan tabel gambaran kebijakan merek.
Gambar 2.1 Kebijakan Merek Sumber : (Susanto & Wijarnako, 2004 : 56)
41
2.1.4
Pengertian Ekuitas Merek Ekuitas merek adalah efek diferensial positif atas respon yang dimiliki oleh
konsumen terhadap nama merek dari suatu produk atau jasa (Canandan 2009, p.169). Menurut Mooij (2010, p.27) dasar dari ekuitas merek adalah keberadaan merek di benak konsumen (mindshare) dan pengaruh pada perilaku membeli (ekuitas konsumen). Unsur dari ekuitas konsumen adalah kesadaran merek, asosiasi merek, simbol merek, persepsi kualitas, dan loyalitas merek. Menurut Rane (2010, p.131), ekuitas merek adalah nilai tambah oleh merek untuk produk di luar manfaat fungsional yang ditawarkan oleh produk tersebut, yang memiliki efek diferensial positif pada kesadaran merek (brand awareness) dan arti merek (brand meaning) pada respon konsumen terhadap merek. Ekuitas merek adalah nilai pemasaran dan keuangan yang terkait dengan kekuatan merek di pasar. Selain aset merek seperti paten dan merek dagang, empat elemen utama yang mendasari ekuitas merek adalah kesadaran nama merek, loyalitas merek, kualitas merek yang dirasakan, dan asosiasi merek (Pride & Ferrell 2010, p.310). Mengukur ekuitas merek membutuhkan pengukuran atas aspek-aspek dari rantai nilai dan implementasi sistem pengukuran ekuitas merek sebaik pengertian bagaimana strategi merek sebaiknya mencerminkan fokus dari sebuah perusahaan dan disesuaikan sesuai dengan waktu dan melalui batasan-batasan geografis (Keller 2008, p.42). Aaker (2009) mendefinisikan ekuitas merek sebagai kumpulan dari lima kategori dari aset dan kewajiban merek yang dihubungkan pada sebuah merek,
42
namanya, dan simbol yang menambah atau mengurangi dari nilai yang disediakan oleh sebuah produk atau jasa untuk sebuah perusahaan atau untuk konsumen sebuah perusahaan atau keduanya. Kategori dari aset merek ini adalah : (1) loyalitas merek; (2) kesadaran merek; (3) persepsi kualitas; (4) asosiasi merek; dan (5) hak milik aset lainnya (contoh : paten, merek dagang, hubungan distribusi). Aset-aset ini menyediakan berbagai manfaat dan nilai seperti yang disajikan dalam gambar di bawah ini :
43 Mengurangi biaya pemasaran Mempengaruhi perdagangan Brand Loyalty
Menarik konsumen baru Menciptakan kesadaran Memberikan kepastian
Menyediakan nilai bagi konsumen dengan meningkatkan:
Merespon ancaman bersaing
Interpretasi / proses informasi
Jangkar bagi asosiasi merek
Kepercayaan dalam keputusan pembelian
Kebiasaan – suka Brand Awareness
Menunjukkan keberadaan / komitmen
Penggunaan kepuasan
Mempertimbangkan merek dalam keputusan pembelian Alasan untuk Membeli Diferensiasi / Posisi Brand Equity
Perceived Quality
Harga Ketertarikan anggota distribusi Perluasan merek
Brand Associations
Other Proprietary Brand Assets
Menyediakan nilai bagi perusahaan dengan meningkatkan:
Membantu proses / memperoleh kembali informasi
Efisiensi dan efektifitas dari program pemasaran
Diferensiasi / posisi
Loyalitas merek
Alasan untuk membeli
Harga / keuntungan
Menciptakan perilaku/perasaan
Perluasan merek
Perluasan merek
Mempengaruhi perdagangan
Keunggulan Bersaing
Keunggulan bersaing
Gambar 2.2 Manfaat dan Nilai Aset Ekuitas Merek Sumber : Aaker 2009
44
2.1.4.1 Konsep Ekuitas Merek Customer Based Brand Equity Ekuitas Merek Berbasis Konsumen (Customer Based Brand Equity) adalah efek berbeda yang dimiliki oleh sebuah merek berdasarkan respon konsumen pada pemasaran merek tersebut (Keller 2008, p. 48). Customer Based Brand Equity terjadi ketika konsumen memiliki tingkat kesadaran yang tinggi dan keakraban dengan merek dan memiliki asosiasi merek yang kuat, menyenangkan, dan unik dalam ingatan (Keller 2008, p.53). Ada tiga kata kunci dari definisi ini, yaitu : (1) Efek yang berbeda; ekuitas merek muncul sebagai sesuatu yang berbeda, jika tidak berbeda maka akan dianggap sebagai hal yang biasa atau umum. Kompetisi saat ini tidak hanya berdasarkan harga. (2) Pengetahuan merek; perbedaan tersebut menghasilkan pengetahuan konsumen tentang sebuah merek, karenanya apa yang telah dipelajari, dirasakan, dilihat, dan didengar oleh konsumen tentang sebuah merek merupakan hasil dari pengalaman mereka. (3) Respon konsumen terhadap pemasaran; respon konsumen yang berbeda akan membangun ekuitas merek, yang dicerminkan melalui persepsi, preferensi, dan perilaku terkait semua aspek dari pemasaran merek. Sebuah merek memiliki ekuitas merek berbasis konsumen yang positif ketika konsumen memiliki reaksi yang baik dan menyenangkan pada sebuah produk dan cara produk tersebut dipasarkan. Dengan kata lain, sebuah merek memiliki ekuitas
45
merek berbasis konsumen yang negatif jika konsumen menunjukkan reaksi kurang menyenangkan terhadap aktifitas pemasaran dari produk tersebut (Keller 2008, p.48). Dari perspektif konsumen (Shimp 2007, p. 34) – sebuah merek memiliki ekuitas menuju tingkat dimana konsumen familiar dengan merek dan mengingatnya dalam memori mereka dalam bentuk yang kuat, menyenangkan, dan unik. Ekuitas merek dari perspektif konsumen ini memiliki dua bentuk pengetahuan merek yaitu : kesadaran merek dan citra merek.
A Firm-Based Perspective on Brand Equity (Shimp 2007, p.33-34) Ekuitas merek berdasarkan perspektif perusahaan fokus pada hasil dari upaya untuk meningkatkan nilai merek untuk berbagai pemegang saham (stakeholder). Ekuitas atau nilai sebuah merek dapat meningkatkan berbagai hasil yang positif, di antaranya adalah : (1) mencapai pangsa pasar yang lebih tinggi; (2) meningkatkan loyalitas merek; (3) mampu memberikan harga premium; (4) memperoleh penghasilan premium. Hasil yang pertama dan kedua adalah hal yang memang seharusnya terjadi. Dalam hal ini akan dibahas mengenai hasil ketiga dan keempat. Memberikan harga premium maksudnya adalah sebuah elastisitas merek dari permintaan menjadi kurang elastis seperti ketika ekuitasnya meningkat. Dengan kata lain, merek dengan ekuitas lebih dapat memberikan harga yang lebih tinggi daripada merek dengan ekuitas yang lebih rendah. Hasil yang keempat, penghasilan premium didefinisikan sebagai penghasilan diferensiasi antara sebuah produk bermerek dengan sebuah produk dengan “private label”. Sebagai contoh untuk produk kebutuhan sehari-hari, semakin
46
tinggi ekuitas mereknya maka akan menghasilkan pendapatan premium yang lebih tinggi pula.
2.1.4.2 Cara Menciptakan Ekuitas Merek yang Kuat Untuk menciptakan sebuah merek yang kuat dan memaksimalkan ekuitas merek, manajer pemasaran harus melakukan beberapa tindakan sebagai berikut (Keller 2008, p.642) : (1) Memahami arti merek dan pasar yang tepat bagi produk dan jasa dengan cara yang tepat. (2) Memposisikan merek dengan tepat. (3) Menyediakan pengiriman manfaat yang diinginkan (4) Menggunakan semua elemen pelengkap merek, membantu kegiatan pemasaran, dan asosiasi. (5) Menggunakan komunikasi pemasaran terintegrasi (integrated marketing communication) dan berkomunikasi dengan konsisten. (6) Mengukur persepsi konsumen terhadap nilai dan mengembangkan strategi harga yang tepat. (7) Menetapkan kredibilitas dan merek yang tepat secara personal. (8) Mengelola inovasi dan kaitannya dengan merek.
47
(9) Merancang dan mengimplementasikan hierarki merek dan portofolio merek secara strategis. (10) Mengimplementasikan sistem manajemen ekuitas merek untuk mengukur tindakan pemasaran secara tepat yang merefleksikan konsep ekuitas merek.
2.1.4.3 Manfaat Ekuitas Merek yang Kuat Ekuitas merek dapat dikomunikasikan melalui simbol visual dan pesan konsisten yang memungkinkan konsumen dengan mudah “membedakan” produknya dengan produk pesaing. Dengan bahasa komunikasi yang efektif terhadap target pasar yang tepat akan membuat konsumen bisa memilih produk mana yang menurut mereka tepat dengan kebutuhannya. Umumnya konsumen yang ingin membeli produk akan mencoba mengenali ciri-ciri dari produk tersebut melalui merek. Berikut adalah manfaat dari ekuitas merek yang kuat (Ambadar, Abidin & Isa, 2007, p.3) : (1) Ekuitas merek yang kuat akan memberikan nilai lebih atau peluang bagi produsen untuk melakukan perluasan merek untuk mengeksploitasi pasar secara lebih mendalam. (2) Ekuitas merek adalah aset tidak terlihat yang dimiliki oleh sebuah merek karena nilai yang diberikannya baik kepada si produsen maupun kepada pelanggan. (3) Ekuitas merek yang tinggi, maka semakin tinggi pula nilai yang diberikan oleh merek tersebut kepada produsen atau kepada pelanggan.
48
(4) Merek bisa menjadi basis terbentuknya “loyalitas” dan bahkan fanatisme pelanggan. (5) Merek bisa menjadi komponen keunggulan bersaing yang sangat kuat, sehingga sulit ditiru oleh para pesaing.
2.1.5
Pengertian Persepsi Kualitas Menurut Ramos & Manuel (2005), persepsi kualitas didefinisikan sebagai
sebuah penilaian subjektif yang dibuat oleh konsumen terkait dengan keunggulan dari suatu produk. Persepsi Kualitas adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan (Durianto, 2004 : 96). Menurut Kartajaya (2004:205), persepsi kualitas adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas dan superioritas produk relatif terhadap pesaing. Persepsi kualitas adalah penilaian konsumen tentang keseluruhan kualitas produk atau keunggulan dari suatu produk atau jasa dalam perbandingan dengan kecenderungan konsumen terhadap produk subtitusi (Rahmani dkk, 2012 : 66).
2.1.5.1 Dimensi Persepsi Kualitas Mencapai tingkat kepuasan dari persepsi kualitas telah menjadi semakin sulit sejalan dengan peningkatan produk yang terus berlanjut sepanjang tahun sehingga mengarahkan pada harapan konsumen yang tinggi. Atribut dari kualitas produk dapat
49
bervariasi dari kategori yang satu ke kategori yang lain. Berikut adalah dimensi dari persepsi kualitas (Keller 2008, p.195) : (1) Kinerja (Performance) : Tingkat dimana karakteristik utama dari produk beroperasi (rendah, sedang, tinggi, atau sangat tinggi) (2) Fitur (Feature) : Elemen kedua dari sebuah produk yang melengkapi karakteristik utama dari produk. (3) Kesesuaian kualitas (Conformance Quality) : Tingkat dimana produk menemukan spesifikasi dan bebas dari kerusakan. (4) Reliabilitas (Reliability) : Konsistensi dari kinerja produk dari waktu ke waktu dan dari pembelian ke pembelian. (5) Ketahanan (Durability) : Umur ekonomis yang diharapkan dari suatu produk. (6) Kemampuan servis (Serviceability) : Kemudahan dalam layanan produk (7) Gaya dan desain (Style and design) : Penampilan atau kualitas yang dirasakan Konsumen percaya tentang karakteristik ini dan sering mendefinisikan kualitas sehingga mempengaruhi tindakan dan sikap terhadap suatu merek (Keller 2008, p.145).
2.1.5.2 Cara Membangun Persepsi Kualitas yang Kuat Berikut adalah berbagai hal yang perlu diperhatikan dalam membangun persepsi kualitas menurut David Aaker dalam bukunya yang berjudul Managing Brand Equity (Durianto, 2004:103-105) :
50
(1) Komitmen terhadap kualitas Perusahaan harus mempunyai komitmen terhadap kualitas serta memelihara kualitas secara terus menerus. Upaya memelihara kualitas bukan hanya basa basi tetapi tercermin dalam tindakan. (2) Budaya kualitas Komitmen kualitas harus terefleksi dalam budaya perusahaan, norma perilakunya, dan nilai-nilainya. Jika perusahaan dihadapkan kepada pilihan kualitas dan biaya maka kualitas yang harus dimenangkan. (3) Informasi masukan dari pelanggan Pada akhirnya dalam membangun persepsi kualitas pelangganlah yang mendefinisikan kualitas. Seringkali para pimpinan keliru dalam memperkirakan apa yang dianggap penting oleh pelanggannya. Untuk kartu kredit, misalnya para manajer memperkirakan bahwa kemudahan memperoleh kartu kredit adalah yang paling penting bagi pelanggan, padahal bagi pelanggan keamanan dan jaminan terhadap kartu hilang adalah yang terpenting. Untuk itulah perusahan perlu secara berkesinambungan melakukan riset terhadap pelanggannya sehingga diperoleh informasi yang akurat, relevan, dan up to date. (4) Sasaran/standar yang jelas Sasaran kualitas harus jelas dan tidak terlalu umum karena sasaran kualitas yang terlalu umum cenderung menjadi tidak bermanfaat. Kualitas juga harus memiliki standar yang jelas dapat dipahami dan diprioritaskan. Terlalu banyak sasaran tanpa prioritas sama saja dengan tidak mempunyai sasaran yang fokus yang pada akhirnya akan membahayakan kelangsungan perusahaan itu sendiri.
51
(5) Kembangkan karyawan yang berinisiatif Karyawan harus dimotivasi dan diizinkan untuk berinisiatif serta dilibatkan dalam mencari solusi masalah yang dihadapi dengan pemikiran yang kreatif dan inovatif. Karyawan juga secara aktif dilibatkan dalam pengendalian kualitas layanan.
2.1.6
Pengertian Kesadaran Merek Kesadaran merek (brand awareness) adalah kemampuan sebuah merek untuk
muncul dalam benak konsumen ketika mereka sedang memikirkan kategori produk tertentu dan seberapa mudahnya nama tersebut muncul dalam benak konsumen (Shimp 2003, p.11). Kesadaran merek adalah kemampuan dari seorang konsumen untuk mengingat keberadaan suatu merek ketika kategori dari produk disebutkan (Mullin 2007, p.177). Kesadaran merek didefinisikan sebagai kemampuan dari seorang konsumen untuk mengingat sebuah merek dari produk tertentu (Kotler & Pfoertsch 2010, p.313).
2.1.6.1 Tingkat Kesadaran Merek Peran kesadaran merek dalam keseluruhan ekuitas merek bergantung pada sejauh mana tingkatan kesadaran yang dicapai oleh suatu merek. Menurut Aaker, kesadaran merek memiliki beberapa tingkatan (Shimp 2007, p.35).
52
(1) Top of Mind (Puncak Pikiran)
Top of Mind adalah tingkat dimana merek menempati posisi pertama dalam benak konsumen. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada dalam benak konsumen. Top of mind menggunakan single respond question yang artinya responden hanya boleh memberikan satu jawaban untuk pertanyaan mengenai hal ini. Melalui usaha komunikasi pemasaran yang efektif dan konsisten, beberapa merek menjadi sangat terkenal sehingga dapat diingat oleh setiap orang dengan tingkat kecerdasan standar.
(2) Brand Recall (Pengingatan Kembali Merek)
Brand recall adalah merupakan tingkat dimana konsumen dapat mengingat kembali suatu merek tanpa bantuan (unaided recall). Kemampuan untuk mengingat merek (brand recall) mencerminkan kesadaran yang lebih dalam. Namun, hanya sedikit konsumen yang dapat “mengingat” sebuah merek dari memori mereka tanpa bantuan suatu pengingat atau petunjuk. Pemasar tentu menginginkan tingkat kesadaran akan merek yang lebih dalam – yaitu recall (mampu diingat). Brand recall adalah pengingat kembali merek yang dicerminkan dengan merek lain yang diingat oleh konsumen setelah konsumen menyebutkan merk yang pertama. Brand recall menggunakan multi respond questions yang artinya memberikan jawaban tanpa dibantu.
53
(3) Brand Recognition (Pengenalan Merek)
Yang dimaksud dengan brand recognition adalah pengenalan merek yaitu tingkat minimal kesadaran merek, dimana pengenalan suatu merek muncul setelah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall). Konsumen dapat mengidentifikasi sebuah merek jika mereka diberi daftar merek-merek atau diberikan sedikit petunjuk tentang merek tertentu. Kenal akan merek (brand recognition) mencerminkan tingkat kesadaran yang cenderung dangkal.
(4) Unaware of Brand (Tidak Menyadari Merek)
Merupakan tingkat paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dalam tingkat ini konsumen tidak menyadari adanya kehadiran suatu merek.
2.1.6.2 Peran Kesadaran Merek Peran kesadaran merek terhadap ekuitas merek dapat dipahami dengan membahas bagaiman kesadaran merek dapat menciptakan suatu nilai yang dapat dilakukan paling sedikit dengan 4 cara, yaitu (Durianto dkk 2004, p.56 -57) : (1) Anchor to which other association can be attached, artinya suatu merek dapat digambarkan seperti suatu jangkar dengan beberapa rantai. Dimana rantai-rantai in imenggambarkan asosiasi dari merek tersebut. (2) Familiarity – Liking, artinya dnegan mengenal merek akan menimbulkan rasa terbiasa terutama untuk produk-produk yang bersifat low involvement
54
(keterlibatan rendah) seperti barang kebutuhan sehari-hari (sabun, tissue, dll). Kebiasaan ini dapat menimbulkan keterkaitan kesukaan yang kadang-kadang dapat menjadi suatu pendorong dalam membuat keputusan. (3) Substance/Commitment. Artinya kesadaran akan nama dapat menandakan keberadaan, komitmen, dan inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Dapat dipahami, bahwa ketika konsumen mengenal suatu merek atau nama, hal tersebut mungkin karena program iklan perusahaan yang ekstensif, jaringan distribusi yang luas, eksistensi dalam dunia industri, dsb. (4) Brand to consider. Langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi merek dari suatu kelompok merek yang dikenal kemudian dipertimbangkan dalam keputusan pembelian. Merek yang memiliki Top of Mind yang tinggi akan memiliki nilai yang tinggi. Jika suatu merek tidak tersimpan dalam ingatan, merek tersebut tidak akan dipertimbangkan ketika dalam proses pembelian.
2.1.6.3 Manfaat Kesadaran Merek Ada 3 manfaat jika sebuah perusahaan menciptakan tingkat yang tinggi dari kesadaran merek yaitu (Keller 2008, p.54) : (1) Learning advantages Kesadaran merek mempengaruhi formasi dan kekuatan dari asosiasi yang membentuk citra merek. Untuk menciptakan sebuah citra merek, pemasar pertama kali harus menerbitkan merek dalam memori konsumen yang akan mempengaruhi bagaimana konsumen belajar dan menyimpan asosiasi tambahan
55
merek lainnya. Langkah pertama dalam membangun ekuitas merek adalah mendaftarkan merek dalam pikiran konsumen. (2) Consideration advantages Keuntungan kedua, konsumen harus mempertimbangkan sebuah merek kapanpun mereka membuat pembelian, apakah itu dapat diterima atau memenuhi kebutuhan. Meningkatkan kesadaran merek berarti meningkatkan kemungkinan sebuah merek akan menjadi bagian dari pertimbangan tersebut. (3) Choice advantages Keuntungan ketiga adalah dalam hal penciptaan tingkat kesadaran yang tinggi terhadap suatu merek dapat mempengaruhi pilihan di antara merek.
2.1.7
Pengertian Loyalitas Merek Pengertian loyalitas merek (Rangkuti 2008, p.60-61) adalah ukuran dari
kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Loyalitas merek adalah membangun perilaku yang mewakili keinginan untuk membeli kembali merek atau preferensi konsumen terhadap sebuah merek (Moriarty dkk, 2009, p.44-45). Loyalitas adalah sikap yang menguntungkan dari pelanggan terhadap suatu merek tertentu. Kepuasan pelanggan dengan merek adalah alasan paling umum untuk loyalitas terhadap merek (Pride & Ferrel 2010, p.330). Loyalitas merek merupakan inti dari ekuitas merek yang menjadi gagasan sentral dalam pemasaran, karena hal ini merupakan satu ukuran keterkaitan seorang
56
pelanggan pada sebuah merek. Loyalitas merek dapat menjadi ukuran seberapa besar kemungkinan pelanggan akan pindah ke merek lain. Kamus The American Marketing Association menyederhanakan konsep loyalitas merek dan mendefinisikannya sebagai situasi dimana konsumen umumnya membeli produk atau jasa yang sama berulang-ulang dari waktu ke waktu daripada membeli dari beberapa pemasok dalam kategori yang sama. Aaker menganggap bahwa loyalitas merek mencerminkan kemungkinan seorang pelanggan untuk beralih ke merek lain, terutama ketika merek tersebut membuat perubahan harga, fitur produk, komunikasi atau program distribusi. Salah satu isu kunci dari teori dan praktek pemasaran selama dekade terakhir adalah membangun, memelihara, dan mengembangkan loyalitas merek dalam rangka untuk mendapatkan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Saat ini merek merupakan aset yang berharga sehingga efisiensi dalam manajemen merek dianggap penting untuk keberhasilan perusahaan. Oleh karena itu, pengembangan dan peningkatan jangka panjang dari loyalitas merek adalah fungsi sasaran dari setiap bisnis yang ingin mempertahankan posisi kompetitif di pasar, meningkatan ekuitas merek dan nilai pasar perusahaan.
2.1.7.1 Manfaat Loyalitas Merek Menurut Griffin (2005, p.5). Loyalitas merupakan suatu kondisi dimana tindakan pembelian terjadi tidak kurang dari dua kali. Loyalitas yang meningkat dapat menghemat biaya perusahaan sedikitnya di 6 bidang:
57
(1) Biaya pemasaran menjadi berkurang, maksudnya biaya pengambilalihan pelanggan lebih tinggi daripada biaya mempertahankan pelanggan (2) Biaya transaksi menjadi lebih rendah, seperti negosiasi kontrak dan pemrosesan order. (3) Biaya perputaran pelanggan (customer turnover) menjadi berkurang dalam arti lebih sedikit pelanggan hilang yang harus digantikan. (4) Keberhasilan cross-seiling menjadi meningkat, menyebabkan pangsapelanggan yang lebih besar. (5) Pemberitaan dari mulut ke mulut menjadi lebih positif dengan asumsi para pelanggan yang loyal juga merasa puas. (6) Biaya kegagalan menjadi menurun (pengurangan pengerjaan ulang, klaim garansi, dan sebagainya).
2.1.7.2 Tingkat Loyalitas Merek Terdapat tiga tingkat loyalitas merek menurut Pride & Ferrel (2013, p.400) yaitu : Brand Recognition, Brand Preference, dan Brand Insistence. (1) Pengenalan merek (Brand Recognition) Tingkat loyalitas merek dimana pelanggan menyadari bahwa merek ada dan memandangnya sebagai pembelian alternatif jika merek pilihan tidak tersedia atau jika merek lain yang tersedia tidak familiar. Ini adalah bentuk yang paling
58
ringan dari loyalitas merek. Istilah loyalitas jelas digunakan sangat jarang disini. Salah satu tujuan awal ketika memperkenalkan merek baru adalah untuk menciptakan kesadaran yang luas dari merek untuk menghasilkan pengenalan merek. (2) Preferensi merek(Brand Preference) Adalah gelar loyalitas merek yang kuat dimana pelanggan pasti selalu memilih satu merek atas penawaran yang kompetitif dan akan membeli merek ini jika tersedia. Namun, jika merek tidak tersedia, pelanggan akan menerima merek pengganti. Seorang pemasar kemungkinan untuk dapat bersaing secara efektif dalam pasar ketika jumlah pelanggan telah mengembangkan preferensi merek untuk merek tertentu. (3) Ketahanan Merek (Brand Insistence) Tingkat loyalitas merek dimana pelanggan sangat menyukai merek tertentu, tidak menerima pengganti dan bersedia untuk menghabiskan banyak waktu dan usaha untuk memperoleh merek yang dicari, pelanggan akan bersikeras pergi ke toko dan mencari merek yang tidak tersedia tersebut, mereka akan mencari merek tersebut kemana saja daripada membeli merek pengganti. Brand insistence adalah tingkat terkuat dari loyalitas merek – mimpi semua pencipta merek. Setiap konsumen bervariasi tergantung dari kategori produk tertentu.
Studi dari Psikoff (Susanto & Himawan 2004, p.2) menunjukkan bahwa peningkatan loyalitas pelanggan sebesar 5% dapat menaikkan keuntungan lifetime
59
dari pelanggan hingga 100%. Selain itu, peningkatan loyalitas pelanggan sebesar 2% setara dengan penurunan biaya sebesar 10%. Kini konsumen memiliki mobilitas yang lebih tinggi sehingga semakin banyak alternatif untuk melakukan pembelian, salah satunya melalui internet sehingga memungkinkan konsumen seringkali berpindah produk. Walaupun para pemasar memandang bahwa merek adalah aset.Aset yang sebenarnya adalh loyalitas terhadap merek. Tanpa loyalitas dari para pelanggan, sebuah merek hanya akan menjadi sebuah merek dagang, suatu symbol yang dimiliki dan dapat diidentifikasi dengan sedikit nilai. Dengan loyalitas pelanggan, sebuah merek akan menjadi lebih dari sekedar merek dagang. Suatu merek dagang mengidentifikasikan produk, jasa, atau suatu perusahaan.Merek mengidentifikasikan sebuah janji. Merek yang kuat adalah janji yang dapat dipercaya, relevan, dan istimewa. Ia adalah suatu kepercayaan dengan berbagai nilai. Penciptaan dan peningkatan loyalitas merek akan menghasilkan penginkatan nilai-nilai kepercayaan terhadap merek. Pride & Ferrel (2010:331) mengatakan bahwa membangun sebuah loyalitas merek adalah tantangan utama bagi para pemasar. Loyalitas merek secara umum tampaknya akan semakin menurun, sebagian karena pemasar meningkatkan ketergantungan terhadap kupon penjualan dan promosi jangka pendek lainnya, dan sebagian karena kadang-kadang susunan yang luar biasa dari produk baru yang mirip sehingga pelanggan dapat memilih. Dengan demikian ini adalah masalah yang sangat penting. Penciptaan loyalitas merek secara signifikan memberikan kontribusi untuk kemampuan organisasi dalam mencapai keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.
60
2.1.8
Pengertian Citra Merek Citra merek dapat dianggap sebagai jenis asosiasi yang muncul di benak
konsumen ketika mengingat sebuah merek tertentu (Shimp 2003, p.12). Citra merek dapat didefinisikan sebagai persepsi konsumen dan preferensi untuk sebuah merek, seperti tercermin oleh berbagai jenis asosiasi merek yang ada dalam ingatan konsumen (Keller, 2008). Menurut Rao (2011:252), citra merek adalah persepsi tentang sebuah merek dalam pikiran konsumen. Dalam dinamika pasar yang penuh persaingan, citra merek mempunyai peran yang sangat penting karena membedakan suatu perusahaan atau produk dengan yang lain. Produk mudah sekali ditiru, tetapi merek, khususnya citra merek yang terekam dalam benak konsumen tidak dapat ditiru. Tanpa citra yang kuat dan positif, sangatlah sulit bagi perusahaan untuk menarik pelanggan baru, mempertahankan pelanggan yang sudah ada, serta meminta mereka untuk membayar dengan harga tinggi
2.1.8.1 Dimensi Citra Merek Citra merek memiliki tiga komponen (Chitale & Gupta 2007, p.201-202) yaitu citra dari pemasok (image of suppliers), citra dari produk (image of product), dan citra dari konsumen (image of consumer). Sebuah konsep merek terdiri dari citra berikut ini : (1) Citra perusahaan
61
Merupakan sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap perusahaan yang membuat suatu produk atau jasa. Meliputi popularitas, kredibilitas, serta jaringan perusahaan. Citra dari sebuah merek ditentukan oleh
citra
dari
perusahaan.
Seberapa
baik
citra
perusahaan
akan
mempengaruhi citra merek produk yang dihasilkannya. Sehingga penting bagi sebuah perusahaan untuk tidak hanya memperhatikan citra dari produk tetapi harus mampu untuk membentuk citra perusahaan yang positif di benak konsumen. (2) Citra dari produk Merupakan sekumpulan aosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap suatu produk. Meliputi atribut produk tersebut dan manfaat bagi konsumen. Sebuah citra merek juga ditentukan oleh citra dari produk. Produk memiliki dimensi yang tergantung pada aspek fungsional dan teknologi yang digunakan. (3) Citra dari konsumen Merupakan sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap pemakai yang menggunakan suatu barang atau jasa. Meliputi : pemakai itu sendiri, gaya hidup / kepribadian serta status sosialnya. Karakteristik merek berkaitan dengan karakteristik penggunanya. Orang-orang membeli sebuah merek yang sama dengan karakteristik merek.
62
2.2
Kerangka Pemikiran
PERSEPSI KAMPANYE IKLAN -
Mengenal iklan Mengingat kembali iklan secara spontan Asosiasi merek dengan iklan Pengantaran pesan Kepercayaan atas iklan Menyukai iklan
EKUITAS MEREK -
PENGALAMAN KONSUMEN -
Persepsi Kualitas Kesadaran Merek Loyalitas Merek Citra Merek
Sense Feel Think Act Relate
Gambar 2.3 Pengaruh dari Persepsi Kampanye Iklan & Pengalaman Konsumen terhadap Ekuitas Merek Sumber : Peneliti (2013) Keterangan : Menggambarkan pengaruh secara simultan Menggambarkan pengaruh secara parsial
63
PERSEPSI KUALITAS -
PERSEPSI KAMPANYE IKLAN -
Mengenal iklan Mengingat kembali iklan secara spontan Asosiasi merek dengan iklan Pengantaran pesan Kepercayaan atas iklan Menyukai iklan
Kinerja Fitur Kesesuaian kualitas Kehandalan Ketahanan Gaya dan desain
KESADARAN MEREK -
Pengenalan merek Mengingat kembali merek Puncak pikiran
LOYALITAS MEREK PENGALAMAN KONSUMEN -
-
Sense Feel Think Act Relate
Pengenalan merek Preferensi merek Ketahanan merek
CITRA MEREK -
Citra perusahaan Citra produk Citra konsumen
Gambar 2.4 Pengaruh dari Persepsi Kampanye Iklan dan Pengalaman Konsumen terhadap Komponen Ekuitas Merek Sumber : Peneliti (2013)
64
Penelitian ini akan mengukur pengaruh variabel Persepsi Kampanye Iklan dan Pengalaman Konsumen terhadap Ekuitas Merek serta Komponennya. Adapun dalam penelitian-penelitian sebelumnya telah dinyatakan bahwa variabel
Persepsi
Kampanye Iklan dan Pengalaman Konsumen memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Ekuitas Merek. Kim dan Hyun (2010) menyajikan sebuah model untuk mengevaluasi dampak dari usaha bauran pemasaran dan juga bagi citra perusahaan pada ekuitas merek. Hasilnya menunjukkan bahwa semua usaha bauran pemasaran berpengaruh terhadap nilai keseluruhan dari ekuitas merek. Hua (2005) mempelajari pengaruh bauran pemasaran terhadap ekuitas merek. Penelitian ini dilakukan dalam tiga klasifikasi produk yaitu pisau cukur, sabun, dan jus jeruk di pasar Australia untuk menunjukkan kriteria dari ekuitas merek serta efek yang dihasilkan. Hasilnya, iklan di beberapa media ditemukan dengan efek positif pada ekuitas merek dan iklan di TV memiliki efek yang lebih pada ekuitas merek dibandingkan iklan di media lainnya, seperti media cetak. Ramos & Manuel (2005) mengkaji pengaruh komunikasi pemasaran dan promosi penjualan terhadap ekuitas merek. Hasilnya menunjukkan efek yang positif dari komunikasi pemasaran terhadap ekuitas merek yang diukur melalui dimensi persepsi kualitas, loyalitas merek, kesadaran merek dan citra merek. Penelitian yang dilakukan oleh Lin, Lin and Lee (2007) dengan mengambil empat toko kopi terkenal di Taipei memperoleh hasil bahwa pengalaman konsumen memiliki pengaruh yang positif secara signifikan terhadap loyalitas. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Lee dan Hsiao (2011), dimana
65
penelitian ini dilakukan di shopping mall, menyatakan bahwa pengalaman konsumen memiliki pengaruh yang positif terhadap loyalitas konsumen. Dalam penelitian ini dinyatakan bahwa pengalaman konsumen memiliki pengaruh terhadap loyalitas tidak hanya perilaku tetapi juga sikap. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Biedenbach dan Marell (2009) terhadap perusahaan Business to Business (B2B) menyatakan bahwa pengalaman konsumen memiliki pengaruh terhadap ekuitas merek serta komponennya yang meliputi kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dna loyalitas merek. Meskipun beberapa penelitian telah dialkukan terhadap ekuitas merek dan dimensinya namun dapat dikatakan bahwa manajemen tetap perlu memberikan perhatian terhadap praktisi pemasaran. Penelitian menunjukkan bahwa pengalaman konsumen yang diciptakan sebagai hasil dari interaksi konsumen dengan merek memiliki pengaruh secara langsung terhadap sikap merek, pilihan merek pada pembelian, dan sebuah pengaruh tidak langsung terhadap kesluruhan ekuitas merek. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa pengalaman konsumen mempengaruhi keseluruhan sikap, kepercayaan, penilaian dan perilaku konsumen.
2.3
Hipotesis T-1 : Untuk mengetahui dan menganalisis seberapa besar pengaruh Persepsi Kampanye Iklan terhadap Ekuitas Merek produk Es Krim Magnum.
66
H0
: Variabel Persepsi Kampanye Iklan tidak berpengaruh terhadap Ekuitas Merek produk Es Krim Magnum.
H1
: Variabel Persepsi Kampanye Iklan berpengaruh terhadap Ekuitas Merek produk Es Krim Magnum.
T-2 : Untuk mengetahui dan menganalisis seberapa besar pengaruh Pengalaman Konsumen terhadap Ekuitas Merek produk Es Krim Magnum. H0
: Variabel Pengalaman Konsumen tidak berpengaruh terhadap Ekuitas Merek produk Es Krim Magnum.
H1
: Variabel Pengalaman Konsumen berpengaruh terhadap Ekuitas Merek produk Es Krim Magnum.
T-3 : Untuk mengetahui dan menganalisis seberapa besar pengaruh Persepsi Kampanye Iklan dan Pengalaman Konsumen secara simultan terhadap Persepsi Kualitas produk Es Krim Magnum. H0
: Variabel Persepsi Kampanye Iklan dan Pengalaman Konsumen tidak berpengaruh secara simultan terhadap Persepsi Kualitas produk Es Krim Magnum.
H1
: Variabel Persepsi Kampanye Iklan dan Pengalaman Konsumen berpengaruh secara simultan terhadap Persepsi Kualitas produk Es Krim Magnum.
67
T-4 : Untuk mengetahui dan menganalisis seberapa besar pengaruh Persepsi Kampanye Iklan terhadap Persepsi Kualitas produk Es Krim Magnum. H0
: Variabel Persepsi Kampanye Iklan tidak berpengaruh terhadap Persepsi Kualitas produk Es Krim Magnum.
H1
: Variabel Persepsi Kampanye Iklan berpengaruh terhadap Persepsi Kualitas produk Es Krim Magnum.
T-5 : Untuk mengetahui dan menganalisis seberapa besar pengaruh Persepsi Kampanye Iklan terhadap Kesadaran Merek produk Es Krim Magnum. H0
: Variabel Persepsi Kampanye Iklan tidak berpengaruh terhadap Kesadaran Merek produk Es Krim Magnum.
H1
: Variabel Persepsi Kampanye Iklan berpengaruh terhadap Kesadaran Merek produk Es Krim Magnum.
T-6 : Untuk mengetahui dan menganalisis seberapa besar pengaruh Persepsi Kampanye Iklan terhadap Loyalitas merek produk Es Krim Magnum. H0
: Variabel Persepsi Kampanye Iklan tidak berpengaruh terhadap Loyalitas merek produk Es Krim Magnum.
H1
: Variabel Persepsi Kampanye Iklan berpengaruh terhadap Loyalitas merek produk Es Krim Magnum.
T-7 : Untuk mengetahui dan menganalisis seberapa besar pengaruh Persepsi Kampanye Iklan terhadap Citra Merek produk Es Krim Magnum.
68
H0
: Variabel Persepsi Kampanye Iklan tidak berpengaruh terhadap Citra Merek produk Es Krim Magnum.
H1
: Variabel Persepsi Kampanye Iklan berpengaruh terhadap Citra Merek produk Es Krim Magnum.
T-8 : Untuk mengetahui dan
menganalisis seberapa besar pengaruh
Pengalaman Konsumen terhadap Persepsi Kualitas produk Es Krim Magnum. H0
: Variabel Pengalaman Konsumen tidak berpengaruh terhadap Persepsi Kualitas produk Es Krim Magnum.
H1
: Variabel Pengalaman Konsumen berpengaruh terhadap Persepsi Kualitas produk Es Krim Magnum.
T-9 : Untuk mengetahui dan menganalisis seberapa besar pengaruh Pengalaman Konsumen terhadap Kesadaran Merek produk Es Krim Magnum. H0
: Variabel
Pengalaman
Konsumen
tidak
berpengaruh
terhadap
Kesadaran Merek produk Es Krim Magnum. H1
: Variabel Pengalaman Konsumen berpengaruh terhadap Kesadaran Merek produk Es Krim Magnum.
69
T-10 : Untuk mengetahui dan menganalisis seberapa besar pengaruh Pengalaman Konsumen terhadap Loyalitas Merek produk Es Krim Magnum. H0
: Variabel Pengalaman Konsumen tidak berpengaruh terhadap Loyalitas Merek produk Es Krim Magnum.
H1
: Variabel Pengalaman Konsumen berpengaruh terhadap Loyalitas Merek produk Es Krim Magnum.
T-11 : Untuk mengetahui dan menganalisis seberapa besar pengaruh Pengalaman Konsumen terhadap Citra Merek produk Es Krim Magnum. H0
: Variabel Pengalaman Konsumen tidak berpengaruh terhadap Citra Merek produk Es Krim Magnum.
H1
: Variabel Pengalaman Konsumen berpengaruh terhadap Citra Merek produk Es Krim Magnum.