BAB II LANDASAN TEORI
2.1.
Risiko.
2.1.1. Pengertian Risiko. Risiko dapat diartikan sebagai suatu ketidakpastian (volatilitas) dari hasil yang didapatkan, dimana hasil tersebut dapat mencerminkan nilai dari suatu aset, ekuitas, atau pendapatan. Perusahaan mempunyai beberapa tipe risiko, dimana risiko tersebut dapat diklasifikasikan menjadi lebih luas sebagai risiko bisnis (business risk) dan risiko finansial (financial risk). Risiko bisnis adalah suatu risiko yang diasumsikan perusahaan dapat membuat keuntungan kompetitif (competitive advantage) dan menambah nilai bagi para shareholder. Risiko bisnis dari sisi perusahaan secara garis besar mencakup : o Keputusan bisnis (business decision) yang dibuat oleh perusahaan.
Keputusan investasi (Investment decision).
Keputusan product-development.
Strategi marketing.
Pilihan bentuk struktur dalam organisasi / perusahaan.
o Lingkungan bisnis (business environment) tempat mereka beroperasi.
Risiko finansial adalah risiko yang berkaitan dengan kemungkinan mengalami kerugian dalam aktivitas pasar uang (financial market). Sebagai contohnya adalah
7
8
kerugian akibat volatilitas pergerakan suku bunga tertentu atau bisa juga obligasi yang mengalami pembatalan bayar (default). Memahami suatu risiko dapat berarti bahwa manajer finansial.
2.1.2. Risk management (finansial). Manajemen risiko finansial mengacu pada suatu desain dan implementasi dari prosedur untuk mengidentifikasi, mengukur, dan mengelola risiko finansial. Sebagai seorang manajer risiko yang bertugas untuk mengatur risiko dalam suatu grup fixedincome trader, manajer tersebut harus bisa membatasi potensi batas kerugian semasa trader boleh melihat keadaan pasar, ini merupakan inti dari pekerjaan seorang manajer risiko. Salah satu cara adalah dengan membuat ukuran batasan stop-loss. Dimana jika kerugian kumulatif mencapai / melebihi batas maksimal kerugian, maka posisinya harus dihentikan (cut) saat itu juga. Tindakan ini dilakukan secara umum. Walaupun begitu, permasalahannya adalah dimana kontrol dilakukan setelah kejadian tersebut terjadi (ex-post), oleh sebab itu tidak ada garansi bahwa kerugian ditutup mendekati batas stop-loss. Apabila kondisi sedang dalam kemungkinan terburuk maka mungkin saja kerugian yang dialami sudah terlanjur sangat besar. Karena alas an tersebut maka seorang manajer risiko butuh menggunakan metode sebelum kejadian tersebut terjadi (ex-ante) atau biasa juga disebut dengan kontrol risiko secara forward-looking. Limit tersebut bisa ditetapkan secara nilai bayangan/perkiraan (notional amount), akan tetapi metode tersebut masih belum cukup. Untuk suatu nilai perkiraan yang sama, beberapa obligasi mempunyai risiko yang cukup ekstrim dan
9
lainnya tidak terdapat risiko sama sekali. Seorang manajer risiko juga harus bisa mengetahui bagaimana suatu instrumen derivative merespon suatu faktor risiko tertentu, maupun kisaran potensi pergerakan dalam faktor risiko tertentu.
Tabel 2.1 Comparison of Risk Limit Characteristic
Stop Loss
Notional
Exposure
VaR
Type
Ex-post
Ex-ante
Ex-ante
Ex-ante
Ease of
Yes
Yes
No
No
Yes
Yes
No
Yes
Yes
No
No
Yes
Calculation Ease of Explanation Aggregation
Tabel 2.2 The Evolution of Analytical Risk Management Tool 1938
Bond duration
1952
Markowitz mean-Variance framework
1963
Sharpe’s single-factor beta model
1966
Multiple-factor models
1973
Black-Scholes option-pricing model,
1983
“Greeks”
1986
RAROC, risk-adjusted return
1988
Limits on exposure by duration bucket
10
1992
Limits on “Greeks”
1993
Stress testing
1994
Value at Risk (VaR)
1997
Risk metrics
1998-
Credit metrics
2000-
Integration of credit and market risk Enterprise wide risk management
2.1.3. Jenis Risiko Finansial Secara umum risiko finansial diklasifikasikan dalam beberapa kategori seperti risiko pasar (market risk), risiko likuiditas (liquidity risk), risiko kredit (credit risk), dan risiko operasional (operational risk). 2.1.3.1.
Market risk. Market risk adalah risiko akan suatu kerugian karena pergerakan nilai
aset yang dimiliki karena pengaruh volatilitas dalam harga pasar. Market risk dapat berupa dua bentuk, yaitu absolute risk yang tolak ukurnya berdasarkan nilai dollar, dan relative risk yang tolak ukurnya berdasarkan nilai index. Market risk dapat diklasifikasikan menjadi risiko directional dan non directional. Risiko directional melibatkan exposure pada arah pergerakan dalam variabel finansial, seperti harga saham, suku bunga, nilai tukar mata uang, dan harga komoditas. Risiko Non directional melibatkan risiko yang lain, yang terdiri dari non linear exposures dan exposures pada posisi yang
11
telah di hedge atau pada volatilitas. Basis risk terbentuk dari pergerakan yang tidak terantisipasi dalam harga relatif suatu aset pada posisi yang telah di hedge, seperti cash dan future atau spread dalam suku bunga. Volatility risk mengukur exposure terhadap pergerakan pada volatilitas yang terjadi (actual) atau secara tidak langsung (implied).
2.1.3.2.
Liquidity risk. Risiko likuiditas biasanya diperlakukan secara terpisah dari risiko lain
yang didiskusikan di sini. Risiko liquiditas mempunyai dua bentuk, risiko likuiditas aset (asset liquidity risk) dan risiko likuiditas pembiayaan (funding liquidity risk). Risiko likuiditas aset, juga dikenal dengan risiko likuiditas pasar/produk (market/product liquidity risk), muncul saat transaksi tidak dapat dilakukan pada harga pasar yang diberlakukan dalam jumlah yang harus dibayarkan posisi tersebut relatif dengan lot (satuan jumlah) perdangangan normal. Risiko likuiditas pasar/produk dapat dikelola dengan mengatur batasan pada pasar dan produk tertentu dan dengan maksud untuk diversifikasi. Risiko likuiditas dapat difaktorkan secara bebas kedalam pengukuran VaR dengan menetapkan bahwa batasannya tidak terlalu lebih besar dari periode likuidasi yang ditetapkan. Risiko likuiditas pembayaran yang juga dikenal dengan risiko arus kas (cash-flow risk), mengarah kepada ketidakmampuan untuk memenuhi kewajiban pembayaran, dimana dapat memaksa likuidasi yang lebih awal,
12
yang kemudian mentransformasikan ‘paper loss’ dengan kerugian yang terealisasi (realized loss). Ini merupakan permasalahan khusus dalam portfolio yang di leverage dan diharapkan terjadi margin call dari pihak pemberi pinjaman. Risiko arus kas berinteraksi dengan risiko likuiditas produk jika pada portfolio terdapa aset yang tidak likuid yang harus dijual dengan harga kurang dari nilai wajar pasar (fair market value).
2.1.3.3.
Credit risk. Risiko kredit adalah risiko kehilangan piutang yang dimiliki dimana
counterparties mungkin tidak bisa memenuhi kewajiban kontrak mereka. Efek dari risiko ini dapat diukur oleh biaya/beban penggantian arus kas jika pihak lain mengalami pembatalan (default). Kerugian ini mencakup tentang exposure atau jumlah risiko dan tingkat pemulihan (recovery rate), dimana merupakan proporsi yang dibayarkan kembali kepada pemberi pinjaman, biasanya diukur dalam bentuk ‘cent dalam dollar’. Suatu credit-event muncul jika ada perubahan pada kemampuan counterparty untuk memenuhi kewajiban yang dimilikinya. Risiko kredit juga mencakup risiko kekuasaan (sovereign risk). Hal ini muncul jika suatu negara memberlakukan kontrol terhadap kurs mata uang yang membuat keadaan menjadi tidak mungkin bagi counterparty untuk memenuhi kewajiban yang dimilikinya. Dimana apabila default-risk adalah lebih mengarah ke perusahaan, sovereign-risk lebih mengarah kepada faktor negara.
13
Salah satu bentuk nyata dari risiko kredit adalah settlement-risk, yang muncul saat dua transaksi pembayaran dilakukan pada hari yang sama. Risiko ini muncul jika counterparty mungkin tidak bisa memenuhi kewajiban setelah perusahaan
melakukan
pembayaran.
Pada
hari
settlement,
proporsi
pengukuran terhadap kegagalan counterparty sama dengan nilai penuh pada saat pembayaran jatuh tempo. Settlement-risk begitu sering terjadi pada transaksi perdagangan kurs mata uang asing, dimana melibatkan pembayaran kurs mata uang yang berbeda pada waktu yang berbeda. Risiko kredit dikontrol dengan nilai perkiraan, nilai sekarang, dan nilai potensial pada batas kredit, dan bertambahnya fitur penambahan kredit seperti jaminan yang dibutuhkan atau marking to market.
2.1.3.4.
Operational risk. Risiko operasional adalah risiko kehilangan yang dihasilkan dari
ketidakmampuan atau kegagalan proses internal perusahaan, sumber daya manusia, dan sistem atau bisa juga dari kejadian eksternal. Kegagalan proses dapat mengakibatkan kemacetan informasi, proses transaksi, sistem settlement atau secara lebih umum adalah permasalahan di bagian back-office, dimana berurusan dengan pencatatan transaksi dan rekonsiliasi terhadap perdagangan individual. Risiko operasional juga dapat mengarah pada risiko kredit atau risiko pasar. Risiko perancangan (Model-risk) adalah bagian dari ketidakmampuan proses internal. Ini mengarah pada risiko kehilangan dalam kenyataan bahwa model
14
valuasi mungkin cacat/salah. Trader yang menggunakan model konvensional untuk pemberian nilai option, secara singkat bisa menunjukkan jika terdapat kesalahan spesifikasi dalam pemodelan risiko tersebut. Sayangnya model-risk ini sangat berbahaya walaupun dapat dipercaya kegunaannya. Menaksir menggunakan metode ini diperlukan pengetahuan yang sangat mendalam terhadap proses modeling. Untuk memberi perlindungan terhadap model-risk maka model harus didasarkan pada evaluasi independen menggunakan harga pasar jika memungkinkan, atau ditujukan pada evaluasi out-of samples. Risiko sumber daya manusia mencakup kecurangan internal ataupun eksternal,
seperti situasi dimana trader bermaksud untuk memalsukan
informasi. Ini juga berkaitan dengan risiko pasar. Rogue trader biasanya menghilangkan jejak/keberadaan mereka setelah mengakibatkan kerugian yang besar. Risiko operasional juga mencakup legal-risk, yang muncul dari pemaparan pada denda, penalty, atau dampak hukuman yang dihasilkan dari tindakan yang mestinya tidak boleh dilakukan. Legal-risk secara umum berelasi dengan risiko kredit, karena pihak lawan (counterparty) yang kehilangan uang dalam suatu transaksi mungkin mencoba untuk mencari cara legal untuk menyalahgunakan transaksi yang berlangsung. Legal-risk dikontrol melalui peraturan yang dibentuk oleh penasehat resmi perusahaan dengan manajer risiko dan manajemen senior. Perusahaan harus benar benar yakin bahwa perjanjian dengan counterparties dapat diberlakukan sebelum persetujuan lain dilakukan. Walaupun begitu, situasi yang melibatkan
15
kerugian besar sering berakhir dalam persidangan, sederhana karena kerugian yang diderita terlalu besar.
2.2.
Value at Risk.
2.2.1. Pengertian Value at Risk. Manajemen risiko telah mengalami revolusi yang cukup signifikan dalam tahun-tahun terakhir ini. Hal tersebut dimulai dengan Value at Risk (VaR), sebuah metode baru untuk mengukur risiko pasar finansial yang dibentuk sebagai respon atas bencana finansial yang terjadi pada awal 1990 an. Manfaat yang dapat diambil dari kejadian awal 1990 an tersebut adalah bermiliar-miliar dollar dapat hilang begitu saja jika tidak adanya pengawasan dan manajemen yang bagus terhadap risiko finansial dalam perusahaan. Sampai saat ini metode VaR sendiri telah digunakan secara menyeluruh di instrumen derivatif dan instrumen finansial lainnya, metode ini juga secara total mengubah cara institusi atau perusahaan dalam mengatasi risiko finansial yang dialaminya. Apakah itu VaR? VaR adalah metode untuk mengukur dan menilai suatu risiko dengan menggunakan teknik statistik standar yang biasa digunakan. Secara singkat VaR mengukur tingkat kerugian maksimum dalam tujuan tertentu yang tidak boleh dilewati berdasarkan atas tingkat kepercayaan (level of confidence) yang diberikan. Berdasarkan pada pondasi perusahaan secara ilmiah, VaR memberikan user sebuah rangkuman ukuran terhadap risiko pasar (market risk). Contohnya, jika bank
16
memberikan suatu informasi bahwa VaR harian pada portfolio perdagangan adalah $50 juta pada tingkat kepercayaan 99% (level of confidence). Dengan kata lain adalah bahwa ada 1 kemungkinan diantara 100 (1%) dalam kondisi market yang normal, tingkat kerugian melebihi $50 juta akan terjadi.
2.2.2. Parameter dasar VaR. Untuk perhitungan terhadap nilai VaR, metode VaR sendiri mempunyai 3 parameter dasar yaitu: •
Time horizon. Periode yang akan dianalisis berhubungan dengan waktu dimana suatu
institusi finansial berkomitmen untuk memegang (holding) portfolio tersebut, atau waktu yang dibutuhkan untuk mencairkan aset tersebut. •
Confidence level. Adalah ruang lingkup perkiraan dimana nilai suatu portfolio VaR tidak
akan melebihi kerugian maksimal. Nilai confidence level yang biasa digunakan adalah 95% dan 99%. •
VaR (hasil). Nilai ukuran VaR biasanya dalam satuan mata uang (currency) atau
bisa juga dalam persen.
17
2.2.3. Kegunaan VaR. Metode VaR juga mempunyai beberapa kegunaan dan variasi dalam pengaplikasiannya di dunia kerja. 2.2.3.1.
Passive
: Information Reporting.
Kegunaan awal dari VaR adalah untuk mengukur suatu kumpulan risiko (aggregate risk). VaR dapat digunakan untuk memberikan suatu informasi yang berarti kepada manajemen risiko senior sewaktu menjalankan
perdagangan dan
tindakan investasi. VaR juga mengkomunikasikan risiko finansial suatu perusahaan kepada shareholder secara tidak teknis (non-technical), bentuk yang user-friendly.
2.2.3.2.
Defensive : Controlling Risk. Langkah berikutnya adalah menggunakan VaR untuk mengatur batas posisi
bagi seorang trader dan unit bisnis. Keuntungan VaR adalah dimana dia membuat suatu penanda umum yang mana untuk membandingkan aktivitas berisiko di market yang terdiversifikasi (diverse market).
2.2.3.3.
Active
: Managing Risk.
Sekarang ini VaR sering digunakan untuk mengalokasikan modal melalui trader, business unit, product dan sering juga keseluruhan institusi. Proses ini dimulai dengan menentukan return untuk nilai risiko tertentu. Risk Adjusted Performance Measures (RAPMs) secara otomatis mengkoreksi insentif untuk trader untuk mengambil risiko lebih yang dibebankan pada fitur optionlike dari bonus. Setelah diimplementasikan, biaya modal berbasis risiko (risk-based capital) dapat
18
membimbing institusi terhadap profile risk-return yang lebih baik. Metode VaR juga dapat mengarahkan manajer portfolio untuk membuat keputusan yang lebih baik dengan menawarkan suatu pandangan yang komprehensif / menyeluruh akan dampak dari perdagangan terhadap risiko portfolio. Terakhir, VaR akan membantu untuk membentuk Shareholder value added (SVA) yang lebih baik.
2.2.4. Ruang lingkup penggunaan metode VaR. Ruang lingkup penggunaan metode VaR sekarang ini mencakup berbagai macam dunia usaha, secara garis besarnya adalah : •
Institusi Finansial. Bank secara umum menggunakan ini untuk memanage risiko finansial
dan instrument yang rumit. Bank sekarang mengimplementasikan sistem manajemen yang tersentralisasi untuk mengatasi dan meminimalkan masalah tersebut. •
Regulator. Regulator menggunakan metode ini sebagai ukuran benchmark
terhadap suatu risiko finansial. Hal tersebut karena VaR memberikan suatu pengukuran yang risk-sensitive terhadap suatu risiko. •
Perusahaan non-finansial. Manajemen risiko yang tersentralisasi sangat berguna untuk korporasi
yang mempunyai risiko finansial cukup besar. Multinasional sebagai contohnya, mempunyai cash-inflow dan cash-outflow yang terdiri dari
19
berbagai kurs mata uang dan mempunyai dampak yang besar terhadap perubahan kurs mata uang dunia. Cashflow at Risk (CFAR) dapat digunakan untuk memberitahu bagaimana seharusnya perusahaan tersebut menghadapi krisis keuangan yang akan dihadapi. •
Manajer Asset. Investor perusahaan sekarang ini menggunakan VaR untuk memanage
risiko finansial mereka. Sehingga dapat melihat risiko modal keseluruhan dalam bentuk portfolio base, dengan klasifikasi aset dan manajer secara individu.
2.2.5. Metode VaR. 2.2.5.1. Delta-Normal Method. Apabila faktor risiko tergabung dalam distribusi normal, dan posisinya bisa direpresentasikan dengan pemaparan terhadap delta yang dimiliki, maka pengukuran VaR diperkirakan bisa lebih simpel. Kita mempunyai N (beberapa) faktor risiko, definisikan (xi,t) sebagai exposure kumpulan terhadap semua instrumen untuk setiap faktor risiko (i) dan diukur dalam satuan mata uang. Sebanding, kita bisa membagi ini dengan nilai portfolio sekarang (W) untuk mendapatkan bobot portfolio (wi,t). Maka tingkat return portfolio tersebut dapat dirumuskan sebagai :
,
,
,
(2-1)
20
Dimana bobot (wi,t) di-indeks kan oleh waktu/periode untuk mengindikasikan bahwa ini adalah portfolio sekarang ini. Metode ini mempermudah pengumpulan terhadap risiko untuk portfolio dalam jumlah besarkarena sifat yang tidak jauh berbeda dalam variabel normalnya (portfolio dengan kumpulan variabel normal dengan sendirinya terdistribusi normal). Asumsi normalitas portfolio juga dipertanggungjawabkan dengan central limit theorem, dimana menyatakan bahwa rata-rata dari variabel acak yang bebas (independent random variable) dipertemukan dalam distribusi normal. Untuk portfolio yang tersebar merata dalam sejumlah faktor risiko mereka mempunyai korelasi yang rendah, kondisi ini kemungkinan bisa agak menyatu. Dengan menggunakan notasi matrik maka variasi portfolio dapat ditentukan dengan : ′
,
(2-2) Dimana Σt+1 adalah forecast dari covariance matrix dalam batasan VaR, dengan menggunakan metode forecast Long-Horizon maka portfolio VaR menjadi : ′
′ (2-3)
Dimana α merupakan kesalahan yang berhubungan dengan tingkat kepercayaan (confidence level) untuk distribusi normal atau distribusi parametrik lainnya.
21
Gambar 2.1 Metode Delta Normal Keuntungan : •
Easy to implement, karena melibatkan multiplikasi matrik yang simpel.
•
Computationally fast, walaupun dengan jumlah aset yang besar, karena metode ini mengganti tiap posisi dengan exposure secara linear.
•
Run in real time.
•
Easy and amenable to analysis, karena pengukuran terharap marginal dan pertambahan risiko dilakukan dalam tiap produk dari perhitungan VaR. Ini berguna untuk mengatur risiko portfolio.
Kekurangan : •
Munculnya fat-tails didalam distribusi dari return dalam kebanyakan aset finansial. Fat-tails ini secara khusus bisa mengkhawatirkan tepatnya karena VaR berusaha untuk mendapatkan sifat dari return portfolio di bagian left-tail.
22
Pada situasi ini, model dengan basis distribusi normal akan melemahkan proporsi dari batasan luar (outliner) dan juga nilai VaR sebenarnya. Penyesuaian ad-hoc secara simpel dapat dilakukan dengan menambah nilai parameter α untuk mengganti kekurangan tersebut. •
Metode ini tidak cocok digunakan untuk instrumen tidak linear, seperti option dan mortgages . untuk bentuk portfolio yang simpel metode ini dapat dirasa cocok. Pada tingkatan tertinggi institusi finansial, ketidak-simetrisan akan cenderung berlalu begitu saja, seperti yang diprediksi oleh central limit theorem. Untuk portfolio yang sangat komplek maka metode delta-normal dirasa tidak terlalu mencukupi ke-efektifannya.
(Value at Risk 3rd Edition,Philippe Jorion, 2007, pp 260-262)
2.2.5.2. Historical simulation method. Pendekatan metode historical simulation menggunakan metode nonparametris yang membentuk asumsi tidak spesifik tentang distribusi dari factor risiko. Metode ini terdiri dari peninjauan kembali pada waktu yang lalu dan mengulang data historis pada saat ini. Pada kasus yang simpel metode ini menerapkan bobot sekarang terhadap time-series pada return aset historis, dimana : ,
∑
,
,
k=1…t
(2.4)
Catatan bahwa bobot (wt) disimpan dalam nilai aktual sekarang. Nilai return ini tidak merepresentasikan portfolio aktual tetapi lebih ke pembentukan historis dari hypothetical portfolio menggunakan posisi sekarang ini. Pendekatan ini adalah
23
sesuatu yang disebut dengan bootstrapping karena metode ini menggunakan distribusi aktual dari data historical terakhir tanpa pergantian. Setiap skenario (k) ditarik dari data historis pada observasi sebanyak waktu (t). Secara lebih umum, metode ini dapat menggunakan full-variation, menerapkan nilai hypothetical untuk faktor risiko, yang didapatkan dari memasukkan pergantian historis dalam harga pada tingkatan harga sekarang ini, sehingga : ,
,
∆
i = 1, .... N
,
(2-5)
Nilai portfolio baru (V*p,k) dihitung dari keseluruhan harga hipothetical, dengan menggabungkan relasi non-linear
,
. Catatan bahwa untuk
mendapatkan vega risk, yang merupakan bagian dari pergantian volatilitas, sekumpulan faktor risiko dapat menggabungkan pengukuran volatilitas tidak langsung. Cara ini membentuk return hipotesis berdasarkan pada simulasi (k), dimana (2-6)
,
VaR kemudian didapatkan dari keseluruhan distribusi pada return hipotesis, dimana setiap skenario historical ditempatkan pada tingkat bobot yang sama (1/t). Karena metode ini tidak membutuhkan distribusi dengan parameter untuk faktor risiko, maka disebut sebagai nonparametric.
24
Gambar 2.2 Metode Historical Keuntungan : •
Metode ini mudah untuk diimplementasikan jika data historical pada faktor risiko telah dikumpulkan secara internal untuk tiap nilai pasar harian. Data yang sama dapat dikumpulkan untuk penggunaan belakangan dalam pengukuran VaR.
•
Memperpendek proses dalam kebutuhan untuk mengukur/mendapatkan matrik covariance.
•
Metode ini menyederhanakan perhitungan dalam kasus portfolio yang mempunyai jumlah aset yang banyak dan periode yang sempit. Semua yang dibutuhkan adalah time-series dari nilai portfolio gabungan.
•
Untuk daerah fat-tails dimana mereka muncul dalam data historical, metode ini tidak membutuhkan asumsi distribusi dan karena itu datanya kuat.
25
Simulasi historical dapat dilakukan dengan menggunakan full-valuation, sehingga metode ini dapat mengambil nilai risiko gamma dan vega. •
Metode ini juga bersinggungan secara langsung dengan pilihan batasan (choice of horizon) untuk mengukur VaR. Secara sederhana return diukur dalam interval yang berhubungan dengan panjang dari batasan.
•
Metode ini juga intuitive. VaR berhubungan dengan kerugian besar yang diderita dalam beberapa periode terakhir. Sebab itu user dapat kembali pada saat itu dan menjelaskan kedaaan dibalik perhitungan VaR yang dilakukan.
Kerugian : •
Hanya menggunakan satu jalur sampel. Asumsi bahwa masa lalu dapat merepresentasikan nilai wajar masa depan dalam waktu dekat. Jika pengamatan mengabaikan kejadian yang penting, maka the-tail tidak akan direpresentasikan
dengan
baik.
Sebaliknya,
sampel
juga
mungkin
mengandung kejadian yang tidak akan muncul di masa mendatang. •
Variasi sample pada VaR simulasi historical lebih besar dari yang untuk metode yang berparameter (parametric). Sehingga terdapat kesalahan yang besar di data kuantil sampel, khususnya dengan ukuran sampel yang sedikit dan tingkat kepercayaan (confidence level) yang tinggi.
•
Metode ini mengasumsikan bahwa distribusi tersebut adalah alat catatan daripada pengamatan yang dipilih. Pada prakteknya, mungkin terdapat variasi waktu yang signifikan dan dapat diprediksi pada risiko. Hal ini dapat
26
dimasukkan pada laporan dengan langkah berikut. Pertama kita mencocokan model time-series untuk volatilitas pada seri Rt, asumsikan bahwa forecast volatilitas adalah σt setiap harinya, maka residualnya dapat diukur dengan єt = Rt/σt. Langkah kedua kita melakukan bootstrap residual yang telah diskala dari pengamatan yang dipilih. Langkah ketiga adalah dengan menerapkan residual ini pada forecast volatilitas mendatang σt+1. Ini pada dasarnya merupakan simulasi historical terhadap nilai є, yang kemudian dimultiplikasi oleh forecast volatilitas saat ini. Metode ini secara keseluruhan dinamakan filtered-simulation. (Value at Risk 3rd Edition,Philippe Jorion, 2007, pp 262-265)
2.2.5.3. Monte Carlo Simulation. Pendekatan simulasi monte-carlo adalah menggunakan metode berparameter yang membentuk pergerakan acak dalam faktor risiko dari distribusi berparameter yang diestimasikan. Posisi dapat dinilai dengan menggunakan full-valuation. Metode ini dijalankan melalui dua tahapan. Pertama, manajer risiko menspesifikasikan proses yang mempunyai parameter stochastic (acak) untuk semua faktor risiko. Parameter seperti risiko dan korelasi dapat diperoleh dari data masa lampau (historical). Kedua, jalur harga bayangan disimulasikan untuk semua faktor risiko. Pada setiap batasan yang dipertimbangkan, portfolio disepadankan (marked) pada nilai pasar menggunakan full-valuation seperti dalam metode simulasi historical, dimana V*k = V(S*i,k). Setiap realisasi campuran (pseudo realization) ini
27
lalu digunakan untuk menyusun distribusi dari return, yang merupakan asal darimana nilai VaR dapat diukur.
Gambar 2.3 Metode Monte-Carlo Keuntungan : •
Analisis Monte Carlo sejauh ini merupakan metode paling kuat untuk menghitung VaR. Untuk faktor risiko, dia cukup fleksibel untuk menggabungkan variasi waktu dalam variasi atau dalam ekspektasi return, fat-tails, dan skenario yang ekstrim. Untuk instrumen dalam portfolio, dia dapat melaporkan untuk exposure harga yang tidak linear, risiko vega, dan model pemberian harga yang komplek.
•
Simulasi Monte-carlo dapat menggabungkan lintasan waktu (passage of time), yang akan membentuk perubahan struktur dalam portfolio. Ini mencakup 1. waktu yang hilang (time decay) pada options, 2. Settlement harian pada cashflow spesifik yang fixed, floating, atau yang berdasarkan perjanjian, 3.
28
Dan efek dari strategi hedging atau trading yang telah dispesifikan terlebih dahulu. Efek ini secara khusus penting, sewaktu batasan waktu menjadi lebih panjang, yang kasusnya misalnya berupa perhitungan pada risiko kredit. •
Hanya metode yang dapat mengatasi risiko kredit.
Kekurangan : •
Kekurangan yang paling besar pada metode ini adalah waktu perhitungannya. Jika 1000 jalur sampel dibentuk dengan portfolio yang mempunyai 1000 aset, maka jumlah total dari perhitungannya adalah satu juta. Dengan tambahan jika penilaian terhadap aset pada tanggal yang ditentukan membutuhkan simulasi, maka metode ini membutuhkan ‘simulasi dalam simulasi’. Ini akan cepat menjadi sangat berat jika diimplementasikan dalam dasar (basis) yang sering dilakukan.
•
Metode ini merupakan paling mahal untuk diimplementasikan pada infrastruktur sistem dan khususnya pengembangan intelektual. Simulasi Monte-Carlo membutuhkan sistem komputer yang canggih. Metode ini juga membutuhkan investasi yang cukup besar pada sumber daya manusia jika dikembangkan dari sistem yang salah. Lalu kemungkinannya adalah sistem itu dibeli dari vendor di luar. Pada kondisi lain, jika institusi telah mempunyai
sistem
untuk
memodelkan
struktur
yang
komplek
menggunakan simulasi, mengimplementasikan simulasi Monte-carlo lebih sedikit biaya karena keahlian yang dibutuhkan sudah pada tempatnya.
29
Juga, ini adalah situasi dimana manajemen risiko yang tepat akan posisi yang komplek secara absolut penting. •
Potensi kelemahan lainnya pada metode ini adalah risiko model (model risk). Monte-carlo mengandalkan proses stochastic yang spesifik untuk faktor aset yang mendasarinya, dimana mungkin terdapat kesalahan. Untuk melakukan pengecekan jika datanya kuat terhadap pergantian model atau tidak, maka hasil simulasi harus dilengkapi dengan beberapa analisis sensitivitas. Sebaliknya, pendekatan ini seperti ‘black box’ yang memberikan suatu hasil tanpa intuisi.
•
VaR yang diestimasi dari simulasi Monte-carlo mengacu pada variasi sampling, yang sehubungan dengan replikasi dengan jumlah yang terbatas. Dengan pertimbangan, kasus dimana faktor risiko digabungkan secara normal dan seluruh pembayaran linear. Metode delta-normal akan memberikan pengukuran yang benar terhadap VaR dalam satu langkah yang mudah. Simulasi Monte-carlo berdasar pada matrik covariance yang sama hanya akan memberikan perkiraan, sekalipun makin bertambahnya barang seperti penambahan jumlah replikasi.
(Value at Risk 3rd Edition,Philippe Jorion, 2007, pp 265-268)
2.3.
Basel Accord I & Basel Accord II. Banyak aturan yang dibuat berdasarkan atas Komite Basel dari Perhimpunan
Perbankan. Komite ini didirikan oleh Gubernur Bank Sentral dari G-10 (Group of
30
Ten) pada akhir 1974. G-10 dibentuk dari sebelas Negara industri yang saling berkonsultasi dan bekerja sama dalam ekonomi, moneter dan hal-hal finansial. Komite Basel tidak membutuhkan otoritas resmi yang tinggi, dan oleh sebab itu keputusannya tidak mempunyai kekuatan yang bersifat legal. Walaupun begitu tetap diperhitungkan sebagai standar yang baik dan sebagai guidelines dalam perhitungan manajemen risiko.
2.3.1. Basel Accord I Basel Accord yang pertama dalam sistem perbankan mempunyai langkah yang penting dalam standar kapital internasional minimal. Pokok bahasan utamanya adalah tentang risiko kredit, yang selanjutnya mampu menanggulangi sumber risiko yang paling penting dalam industry perbankan. Dalam penggunaanya, Basel Accord yang pertama kurang bisa diimplementasikan dan pengukuran risiko yang masih kurang memadai.
2.3.2. Kelahiran VaR Pada tahun 1993, G-30 mempublikasikan “Seminal Report Addressing” pertama kalinya yang disebut sebagai produk off-balance-sheet, seperti derivative, dalam cara yang lebih sistematis. Pada waktu yang sama, industry perbankan secara jelas melihat kebutuhan yang penting dalam manajemen risiko terhadap produk tersebut. Singkatnya, di JP Morgan “Weatherstone Report 4.15” yang terkenal diminta untuk dibuat dalam ukuran waktu satu hari, satu halaman secara singkat dan disampaikan kepada CEO di sore hari (pukul 4.15). Dari itulah kemudian lahir Value
31
At-Risk sebagai sarana untuk melakukan pengukuran terhadap manajemen risiko pasar dan RiskMetricsTM diputuskan sebagai standar industry secara global. Di dunia yang sangat dinamis ini terutama pada waktu jam kerja. Kebutuhan tentang valusai pasar secara instan dalam posisi perdagangan (dikenal sebagai Marking to Market) menjadi sangat penting. Terlebih lagi di pasar yang memiliki sangat banyak posisi seperti long dan short dituliskan dalam portfolio yang sama. Melakukan manajemen risiko berdasar pada agregasi yang simple dari posisi nominal menjadi
kurang
memuaskan.
Bank
mendorong
untuk
diperbolehkan
memperhitungkan juga netting effect, contohnya adalah kompensasi dari long dan short dalam portfolio yang sama. Pada 1996 amandemen yang penting terhadap Basel I menuliskan apa yang disebut sebagai model standar untuk risiko pasar, tetapi pada waktu yang sama memperbolehkan bank yang lebih besar untuk memilih sistem internal yang berdasarkan atas model dasar VaR. Implementasi secara resmi diperoleh pada tahun 2000.
2.3.3. Basel Accord II Tema utama dalam Basel II adalah risiko kredit, dimana tujuan utamanya adalah bank dapat menggunakan metode untuk mengukur risiko dari kredit portfolio secara lebih baik dan lebih sensitive terhadap risiko. Bank memberikan pilihan yang lebih baik, yang disebut pendekatan ”internal-rating-based” yang memperbolehkan untuk menggunakan internal dan eksternal sistem credit rating jika diperlukan. Yang
32
terpenting kedua dalam tema Basel II adalah anggapan bahwa Risiko Operasional merupakan kelas risiko baru.
2.4.
Pengukuran Risiko Sebelum VaR
2.4.1. Gap Analysis Salah satu pendekatan yang umum adalah Gap Analysis, yang diciptakan oleh institusi finansial untuk memberikan ide tentang exposure terhadap suku bunga. Gap analysis dimulai dengan pemilihan periode horizon yang diperlukan (contohnya 1 tahun kedepan). Kemudian kita menetapkan seberapa banyak asset atau liabilities kita akan di re-price dalam periode ini, dan jumlah yang berkaitan memberikan kita asset dan liabilities yang sensitives terhadap perubahan suku bunga pada batasan / horizon yang dipilih. Gap adalah perbedaan diantara suku bunga diluaran dan nilai pengukuran suku bunga kita yang dianggap sebagai perubahan dalam pendapatan bunga bersih yang muncul dalam respon terhadap perubahan dalam suku bunga. ∆
∆
(2-7)
∆ ∆
2.4.2. Duration Analysis Metode tradisional kedua yang digunakan oleh institusi finansial untuk mengukur risiko suku bunga adalah analisis durasi. Perhitungan Macaulay duration
33
(D) dari obligasi (atau sarana pendapatan tetap yang lain) dapat didefinisikan sebagai weighted average term terhadap jatuh tempo cashflow obligasi, dimana bobot tersebut merupaka present value dari setiap cashflow relative terhadap present value dari keseluruhan cashflow. ∑ ∑
.
(2-8) Dimana PVCF adalah present value dari periode I pada cashflow. Pengukuran durasi penting sebab hal tersebut memberikan indikasi perkiraan dari sensitivitas harga obligasi terhadap perubahan yield. ∆
%
1 (2-9)
Dimana y adalah yield dan ∆ adalah perubahan dalam yield. Makin besar durasi, maka makin besar pula perubahan harga obligasi dalam respon terhadap perubahan yield. Pendekatan secara durasi sangatlah aman karena ukuran durasi sangat mudah untuk dihitung dan durasi dari portfolio obligasi adalah nilai rata-rata yang telah diberi bobot dari obligasi individual dalam portfolio. Analisis durasi juga lebih baik dibandingkan dengan Gap analysis dimana sejauh ini analisis durasi melihat perubahan di asset (atau liabilities), disamping hanya perubahan dalam laba bersih / net income.
34
2.4.3. Scenario Analysis Pendekatan lain adalah analisis scenario (atau analisis ‘what if’), dimana kita menetapkan scenario yang berbeda dan menginvestigasi apa yang harus kita yakini untuk untung atau rugi dalam suatu portfolio. Analisis scenario dapat rumit ataupun tidak, dan analisis skenario awal tak bisa dihindarkan berdasar atas batasan kekuatan perhitungan yang ada. Analisis skenario tidak mudah untuk direpresentasikan. Banyak bergantung pada kemampuan kita untuk mengidentifikasi skenario yang benar dan secara relatif terdapat aturan yang sedikit sekali yang dapat memandu kita dalam memilih skenario yang benar tersebut. Analisis skenario juga tidak memberitahukan tentang kemungkinan skenario lain yang ada, oleh sebab itu maka dibutuhkan pengambilan keputusan yang tepat saat menilai kesignifikanan dari skenario yang berbeda. Dalam analisis terakhir, hasil dari analisis skenario sangatlah subjektif dan bergantung pada ektensi yang besar pada skill dari seorang analis.
2.4.4. Portfolio analysis Suatu pendekatan yang berbeda untuk pengukuran risiko disajikan dengan teori portfolio. Teori portfolio bermula dari alasan bahwa investor memilih diantara portfolio berdasarkan atas return yang diinginkan, dalam satu sisi, dan standar deviasi dari return yang didapat, dalam sisi lain. Standar deviasi dalam return suatu portfolio dapat dipakai sebagai ukuran dalam risiko suatu portfolio. Hal lain dianggap sama, seorang investor menginginkan suatu portfolio yang dapat menghasilkan return dengan nilai ekspektasi yang tinggi dan standar deviasi yang rendah. Secara implisit ini menunjukkan bahwa investor sebaiknya memilih portfolio yang memaksimalkan
35
return yang diinginkan pada standar deviasi yang ada. Portfolio yang mencakup kondisi ini sangatlah efisien, dan investor yang rasional selalu memilih portfolio yang efisien. Salah satu kunci dari teori portfolio adalah bahwa risiko dari asset individual apapun bukanlah standar deviasi dari return asset tersebut, melainkan proporsi kontribusi asset tersebut terhadap keseluruhan portfolio. Moral dari bahasan ini adalah besarnya kontribusi suatu asset terhadap return asset lain di dalam portfolio kita, atau dengan kata lain adalah nilai beta yang sebanding dengan covariance antara asset tersebut dan return portfolio tersebut, dibagi dengan variasi (variance) dari return portfolio. Makin kecil nilai korelasi, dimana nilai yang lain sama, maka makin kecil kontribusi asset tersebut terhadap risiko keseluruhan. Dan tentu saja jika korelasi nya negatif maka akan mengurangi risiko yang ada dan menurunkan standar deviasi dari portfolio tersebut.
2.5.
Regulator. Pertumbuhan yang cepat pada pasar derivatif dan berita kerugian keuangan
yang telah dipublikasikan dengan sangat baik telah membentuk badan pengawas yang benar-benar memperhatikan keadaan pasar uang. 2.5.1. Badan Pengawas di Amerika. 2.5.1.1
Financial Accounting Standards Board (FASB) Langkah pertama dalam manajemen risiko adalah dengan mengukur
aset dan beban pada tingkat nilai wajar. Dalam waktu yang cukup lama,
36
derivatif dianggap sebagai off balance-sheet items. Oleh sebab itu derivatif tidak muncul di dalam laporan neraca ataupun pendapatan perusahaan. Penerapan ini dirasa tidak tepat karena derivatif mempunyai efek terhadap aset ataupun beban keuangan perusahaan, seperti halnya elemen balance-sheet yang lain. Pertumbuhan akan pasar derivatif membuatnya menjadi penting untuk meninjau kembali metode akutansi yang salah tersebut. Pada juni 1998, FASB mengeluarkan sekumpulan standar baru, FAS 133, “Accounting for Derivative Instrument and Hedging Activities”, hal tersebut menyatukan akutansi derivatif, akutansi hedging, dan instrumen derivatif lainnya. Secara efektif pada 15 juni 2000, FAS133 menetapkan bahwa derivatif harus dicatat dalam laporan neraca pada tingkat harga wajar. Perubahan pada nilai pasar derivatif harus dicatat dalam laporan laba rugi. Untuk derivatif yang digunakan sebagai instrumen hedging maka peraturan memperbolehkan nilai keuntungan atau kerugian harus dilaporkan dalam laporan laba rugi sebagai item yang di hedging. Peraturan baru juga mengharuskan laporan untuk menjelaskan tentang kebijaksanaan manajemen risiko derivatif tersebut. Pada desember 1998 dibentuk juga IAS 39 oleh IAFS (International Accounting Standards Board) dimana juga mengarah terhadap penilaian pasar, akan tetapi untuk semua aset keuangan dan beban keuangan, tidak hanya derivatif. Dengan menharuskan penilaian terhadap pasar, standar baru ini mengkonfirmasikan trend terhadap laporan yang lebih transaparan.
37
2.5.1.2.
Security Exchange Commission (SEC) Langkah kedua yang diperlukan dalam manajemen risiko adalah untuk
menyediakan pengukuran kuantitatif terhadap risiko yang menurun. Awal dari tindakan SEC pada derivatif dapat ditelusuri pada kerugian sebesar $157 juta yang diperbuat oleh P&G pada tahun 1994. Badan pengawas menemukan kejadian tersebut tidak bisa diterima karena perusahaan dagang umum yang besar bisa spekulasi terhadap derivatif tanpa menginformasikan pada para pemegang sahamnya. Pada
januari
1997,
SEC
mengeluarkan
peraturan
dimana
mengharuskan perusahaan untuk mentransparansikan informasi kualitatif tentang risiko derivatif dan instrumen finansial pada laporan keuangan yang diberikan pada SEC. Peraturan ini dilihat sebagai suatu revolusi yang besar dalam dunia keuangan dimana perusahaan harus bisa mentransparansikan, untuk pertama kalinya melihat kedepan pengukuran terhadap risiko. Peraturan baru ini diberlakukan secara umum setelah 15 Juni 1998. Untuk membuat laporan lebih transparan maka SEC mengharuskan pendaftar untuk mentransparansikan informasi kualitatif mereka pada risiko pasar menggunakan salah satu dari tiga kemungkinan cara : •
Tabular presentation dalam ekspektasi arus kas dan bentuk kontrak digolongkan dalam kategori risiko.
•
Sensitivity Analysis mengekspresikan kemungkinan kerugian pada perubahan hypothetical dalam harga pasar.
38
•
Pengukuran Value at Risk untuk periode laporan yang sedang berlangsung, dimana dibandingkan dengan perubahan aktual yang terjadi pada nilai pasar.
Peraturan ini secara umum telah disambut oleh banyak pengguna statemen finansial. Institusi CFA, yang merupakan kelompok terkemuka dalam analis finansial, sebagai contohnya memberi komentar bahwa peraturan SEC merupakan langkah yang signifikan untuk menambah kemampuan investor dalam menilai suatu risiko investasi. Institusi CFA juga menyarankan bahwa sebaiknya hanya satu metode yang diberlakukan sebagai patokan, sehingga bisa memberikan komparasi yang berarti antar tiap perusahaan.
2.5.2. Badan Pengawas Indonesia. 2.5.2.1.Badan
Pengawas
Pasar
Modal
dan
Lembaga
Keuangan
(BAPEPAM-LK). Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (disingkat Bapepam-LK) adalah sebuah lembaga di bawah Departemen Keuangan Republik Indonesia yang bertugas membina, mengatur, dan mengawasi sehari-hari kegiatan pasar modal serta merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang lembaga keuangan. Ketua Bapepam-LK saat ini adalah A. Fuad Rahmany.
39
Bapepam-LK merupakan penggabungan dari Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Departemen Keuangan. Fungsi Bapepam-LK adalah: •
Penyusunan dan penegakan peraturan di bidang pasar modal.
•
Penegakan peraturan di bidang pasar modal.
•
Pembinaan dan pengawasan terhadap pihak yang memperoleh izin usaha, persetujuan. pendaftaran dari Badan dan pihak lain yang bergerak di pasar modal.
•
Penetapan prinsip-prinsip keterbukaan perusahaan bagi Emiten dan Perusahaan Publik.
•
Penyelesaian keberatan yang diajukan oleh pihak yang dikenakan sanksi oleh Bursa Efek.
•
Kliring dan Penjaminan, dan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian.
•
Penetapan ketentuan akuntansi di bidang pasar modal.
•
Penyiapan perumusan kebijakan di bidang lembaga keuangan.
•
Pelaksanaan kebijakan di bidang lembaga keuangan, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
•
Perumusan standar, norma, pedoman kriteria dan prosedur di bidang lembaga keuangan.
•
Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang lembaga keuangan.
•
Pelaksanaan tata usaha Badan.