BAB II LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Teori Belajar Fisika Belajar
merupakan
persoalan
setiap
manusia,
hampir
semua
pengetahuan, kebiasaan, kegemaran dan sikap dari setiap seseorang terbentuk dan berkembang karena belajar. Berbagai ahli mendefinisikan belajar sesuai aliran filsafat yang dianutnya, antara lain menurut Ernest ER. Hilgard dalam Riyanto (2009), mendefinisikan sebagai berikut: ”learning is the process by which an activity originates or is charged throught training procedures (whether in the laboratory or in the natural environments) as disitinguished from changes by factor not attributable to training”. Artinya, (seseorang dapat dikatakan belajar kalau dapat melakukan sesuatu dengan cara latihan-latihan sehingga yang bersangkutan menjadi berubah). Sedangkan menurut Walker dalam Riyanto (2009) menyatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan dalam pelaksanaan tugas yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman dan tidak ada sangkut pautnya dengan kematangan rohaniah, kelelahan, motivasi, perubahan dalam situasi stimulus atau faktorfaktor samar-samar lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan belajar. Sedangkan menurut Wingkel dalam Riyanto (2009) menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan, dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas. Cronbach dalam Riyanto (2009), menyatakan bahwa: a. belajar itu merupakan perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman, b. belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami sesuatu yaitu menggunakan pancaindra,
9
10
c. belajar adalah suatu cara mengamati, membaca, meniru, mengintimasi, mencoba sesuatu, mendengar, dan mengikuti arah tertentu. Menurut Gagne dalam Riyanto (2009), menyatakan bahwa belajar merupakan suatu peristiwa yang terjadi di dalam kondisi-kondisi tertentu yang dapat diamati, diubah dan dikontrol. Lebih lanjut, Degeng dalam Riyanto (2009), menyatakan bahwa belajar merupakan pengaitan pengetahuan baru pada struktur kognitif yang sudah dimiliki seorang pelajar. Hal ini mempunyai arti bahwa dalam proses belajar, siswa akan menghubung-hubungkan pengetahuan atau ilmu yang telah tersimpan dalam memorinya dan kemudian menghubungkan dengan pengetahuan yang baru. Dengan kata lain, belajar adalah suatu proses untuk mengubah performansi yang tidak terbatas pada keterampilan, tetapi juga meliputi fungsi-fungsi, seperti skill, persepsi, emosi, proses, berfikir, sehingga dapat menghasilkan perbaikan performansi. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut terdapat beberapa unsur penting dalam
pengertian
belajar
yaitu
unsur
perubahan
dalam
pengetahuan,
keterampilan, dan tingkah laku. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil dari aktivitas belajar adalah perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah atau berpikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan maupun sikap. Teori belajar yang mendasari belajar fisika adalah teori belajar kognitif. Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang mementingkan proses belajar itu sendiri. Belajar tidak hanya sekadar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks (Riyanto, 2009). Salah satunya menurut ahli psikologis kognitif yaitu Jean Piaget. Menurut Piaget, perkembangan kognitif siswa pada umur 11 tahun ke atas telah berada pada tahap operasi hipotetik-deduktif yang merupakan tahap tertinggi dari perkembangan intelektual. Karakteristiknya adalah sebagai berikut: a. Berpikir hipotetik-deduktif. Bila berhadapan dengan masalah, anak dapat membuat perumusan teori, merumuskan hipotesis dan menguji hipotesis. b. Berpikir proporsional. Berpikir anak tidak dibatasi pada benda-benda atau peristiwa yang konkrit.
11
c. Berpikir kombinatorik, yaitu berpikir meliputi semua kombinasi benda-benda, gagasan, atau proporsi yang mungkin. d. Berpikir reflektif. Anak dapat berpikir kembali pada suatu rangkaian mental. e. Anak sudah dapat memberikan alasan dengan menggunakan lebih banayak simbol atau gagasan cara berpikirnya. f. Anak mampu menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih baik dan kompleks. g. Konsep konservasi juga telah dicapai sepenuhnya. Teori Piaget menjelaskan bahwa seorang anak menjadi tahu dan memahami lingkungannya melalui jalan berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungannya. Sehingga proses belajar ditekankan pada perkembangan berpikir. Proses berpikir tersebut dalam perkembangannya dapat melalui proses asimilasi dan akomodasi. Dengan proses asimilasi, siswa mencoba memahami lingkungannya menggunakan struktur kognitif atau pengetahuan yang sudah ada tanpa mengadakan perubahan-perubahan. Melalui proses akomodasi, siswa mencoba memahami lingkungannya dengan terlebih dahulu memodifikasi struktur kognitif yang sudah ada untuk membentuk struktur kognitif baru berdasarkan rangsangan yang diterimanya. Proses siswa dalam memperoleh pengalaman belajar akan berlangsung efektif apabila siswa lebih menekankan pada belajar untuk mengetahui (how to know), belajar berkarya (how to do), belajar menjadi diri sendiri (how to be) dan belajar hidup bersama secara harmonis (how to live together). Dalam rangka memperoleh pengetahuan secara aktif, siswa dapat belajar secara sendiri maupun melalui kerjasama dengan melibatkan seluruh indera. Berdasarkan kondisi tersebut maka kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh pengetahuan harus menyediakan pengalaman belajar yang mendorong siswa memiliki simpati, empati, dan toleransi pada orang lain. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa di dalam proses belajar terdapat perubahan-perubahan baik perubahan dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap yang diperoleh dari hasil pengalaman.
12
2. Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) a. Pengertian Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial (Trianto, 2010). Menurut Nanang dan Suhana (2012), model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan dalam rangka mensiasati perubahan perilaku peserta didik secara adaptif maupun generatif. Rusman (2012) berpendapat model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Menurut Tan dalam Rusman (2012), menyatakan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan. Sanjaya (2012), berpendapat bahwa Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM) dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning adalah model
mengajar
yang
menggunakan
masalah
sebagai
fokus
untuk
mengembangkan keterampilan pemecahan masalah dan membantu siswa untuk meningkatkan keterampilan belajar dalam pola pikir yang terbuka, reflektif, kritis, kreatif, dan belajar aktif. b. Tahapan Problem Based Learning (PBL) Pada penerapan strategi pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) perlu memperhatikan tahap-tahapnya agar pembelajaran berjalan lancar
13
dan tidak keluar dari jalur yang sudah ditentukan. Sanjaya (2012), mengemukakan enam tahapan Problem Based Learning (PBL). Tahap pertama adalah menyadari masalah, pada tahap ini siswa harus sadar akan adanya masalah yang harus dipecahkan dan dapat menentukan kesenjangan yang terjadi dari berbagai fenomena yang ada. Tahap kedua adalah merumuskan masalah, pada tahap ini siswa diharapkan dapat menentukan prioritas masalah. Tahap ketiga adalah merumuskan hipotesis, pada tahap ini siswa diharapkan dapat menentukan sebab akibat dari masalah yang ingin diselesaikan. Tahap keempat adalah mengumpulkan data, pada tahap ini siswa diharapkan dapat mengumpulkan dan memilih data, kemudian memetakkan dan menyajikannya dalam berbagai tampilan sehingga mudah dipahami. Tahap kelima adalah menguji hipotesis, pada tahap ini siswa diharapkan dapat memahami data dan membahasnya untuk melihat hubungannya dengan masalah yang dikaji. Tahap keenam adalah menentukan pilihan penyelesaian, pada tahap ini siswa diharapkan mampu memilih alternatif penyelesaian yang memungkinkan dapat dilakukan serta dapat memperhitungkan kemungkinan yang akan terjadi sehubungan dengan alternatif yang dipilihnya, termasuk memperhitungkan akibat yang akan terjadi pada setiap pilihan. (Arends, terjemahan Helly dan Sri, 2008) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah terdiri dari lima fase dan perilaku yang dijelaskan pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Fase Problem Based Learning (PBL) FASE-FASE PERILAKU GURU Fase 1: Memberikan orientasi tentang Guru menyampaikan tujuan permasalahannya kepada peserta didik pembelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting dan memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah Fase 2: Mengorganisasikan peserta didik Guru membantu peserta didik untuk meneliti mendefinisikan dan mengorganisasikakn tugas-tugas belajar terkait dengan permasalahnnya Fase 3: Membantu investigasi mandiri Guru mendorong peserta didik untuk dan kelompok mendapatkan informasi yang tepat,
14
melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi Fase 4 : Mengembangkan dan Guru membantu peserta didik dalam mempresentasikan artefak dan exhibit merencanakan dan menyimpan arteak-artefak yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan modelmodel serta membantu mereka untuk menyampaikannya kepada orang lain Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi Guru membantu peserta didik proses mengatasi masalah melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan c. Keunggulan dan Kelemahan Problem Based Learning (PBL) Sanjaya (2012), mengemukakan sepuluh keunggulan Problem Based Learning (PBL). Pertama, PBL merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran. Kedua, PBL dapat menantang kemampuan siswa dan memberikan pengetahuan baru bagi siswa. Ketiga, PBL dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran bagi siswa. Keempat, PBL dapat membantu siswa untuk mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata. Kelima, PBL dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Keenam, PBL memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja. Ketujuh, PBL dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa. Kedelapan, PBL dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru. Kesembilan, PBL dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata. Kesepuluh, PBL dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir. Amir (2009), mengemukakan enam keunggulan Problem Based Learning (PBL). Pertama, dengan PBL siswa menjadi lebih ingat dan dapat meningkatkan
15
pemahamannya atas materi ajar. Kedua, dapat meningkatkan fokus siswa pada pengetahuan yang relevan. Ketiga, mendorong siswa untuk berpikir. Keempat, dapat membangun kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan sosial. Kelima, membangun kecakapan belajar (life-long learning skills). Keenam, dapat memotivasi siswa Kelemahan PBL menurut Sanjaya (2012), yaitu: 1).Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba. 2). Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan. 3). Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari. 3. Metode Pembelajaran a. Pengertian Metode Pembelajaran Dalam interaksi belajar mengajar, guru berperan sebagai penggerak atau pembimbing, sedangkan siswa berperan sebagai penerima atau yang dibimbing. Proses interaksi ini akan berjalan baik kalau siswa banyak aktif dibandingkan dengan guru. Metode mengajar yang baik adalah sesuai dengan tujuan pengajaran dalam situasi dan waktu berlangsungnya pelajaran, serta dapat menumbuhkan kegiatan belajar siswa. Terdapat berbagai macam penyajian agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik, efektif dan efisien. Setiap metode mengajar memiliki karakteristik yang berbeda dan membentuk pengalaman belajar siswa, tetapi satu dengan yang lainnya saling menunjang. Misalnya metode eksperimen dan metode demonstrasi. b. Metode Eksperimen Eksperimen berarti suatu percobaan untuk mengetahui hasil suatu pertandingan, perubahan dengan adanya variabel tertentu, atau pengaruh suatu variabel (Suharno, 1995). Menurut Sagala (2007), ekperimen adalah percobaan untuk membuktikan suatu pertanyaan atau hipotesis tertentu dan metode eksperimen adalah cara penyajian bahan pelajaran di mana siswa melakukan percobaan dengan mengalami untuk membuktikan sendiri suatu pertanyaan atau hipotesis yang dipelajari. Dengan demikian, metode eksperimen adalah metode
16
mengajar yang dalam pelaksanaannya pengajar atau pelajar mencoba mengerjakan sesuatu serta mengamati proses dan hasil percobaan itu. Metode eksperimen merupakan pengembangan metode ilmiah. Fase-fase belajar yang terjadi pada metode eksperimen adalah identifikasi masalah, perumusan masalah, pengajuan hipotesis, pengujian hipotesis, dan penarikan kesimpulan. Dalam proses pembelajaran menggunakan metode eksperimen agar dapat berjalan baik dan lancar diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: a. Persiapan eksperimen, meliputi kegiatan: 1). Mempersiapkan dan memeriksa alat-alat, bahan dan sarana pendukung lain yang akan digunakan dalam eksperimen; 2). Mempersiapkan tempat untuk pelaksanaan eksperimen; 3). Mengadakan uji coba terlebih dahulu eksperimen yang akan dilaksanakan oleh siswa; 4). Membagi siswa dalam beberapa kelompok dengan mempertimbangkan efektifitas ketrampilan proses bagi siswa; 5). Memperhatikan disiplin dan tata tertib terutama menjaga alat dan bahan terutama untuk menghindari resiko yang dapat membahayakan siswa. b. Pelaksanaan eksperimen, meliputi kegiatan: 1). Mendiskusikan langkah-langkah pelaksanaan eksperimen, alat dan bahan yang digunakan serta data yang perlu diamati dan dicatat siswa; 2). Siswa secara berkelompok melakukan eksperimen dengan mengamati dan mencatat data dalam lembar kerja; 3). Siswa menganalisa data dari hasil pengamatan, membuat kesimpulan dan menyusun laporan kegiatan. c. Tindak lanjut eksperimen, meliputi kegiatan: 1). Membersihkan dan menyimpan kembali alat-alat dan bahan pada tempatnya; 2). Mendiskusikan kesimpulan dari hasil pengamatan; 3). Kemudian siswa mengumpulkan laporan; 4). Guru mengevaluasi pelaksanaan eksperimen.
17
Metode eksperimen sangat efektif digunakan dalam pembelajaran fisika di sekolah. Adanya metode eksperimen bisa mebuat siswa lebih memahami materi karena siswa melakukan, mengalami dan membuktikan sendiri teori-teori yang ada dalam materi. Menurut Sagala (2007), metode eksperimen mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihan metode eksperimen adalah
1) membuat siswa lebih
percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri dari pada hanya menerima kata guru atau buku saja; 2) dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplorasi tentang sains dan teknologi; 3) didukung oleh asas-asas didaktik modern, antara lain : a) siswa belajar dengan mengalami atau mengamati sendiri suatu proses atau kejadian, b) siswa terhindar jauh dari verbalisme, c) memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat objektif dan realistis, d) mengembangkan sikap berpikir ilmiah, e) hasil belajar akan tahan lama dan internalisasi. Adapun kelemahan penggunaan metode eksperimen adalah 1) pelaksanaan metode ini sering memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak selalu mudah diperoleh dan murah; 2) setiap eksperimen tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada diluar jangkauan kemampuan dan pengendalian; 3) sangat menuntut penguasaan perkembangan materi, fasilitas peralatan, dan bahan mutakhir. c. Metode Demonstrasi Metode demonstrasi adalah pertunjukan tentang proses terjadinya suatu peristiwa atau benda sampai pada penampilan tingkah laku yang dicontohkan agar dapat diketahui dan dipahami oleh peserta didik secara nyata atau tiruannya (Sagala, 2008). Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan (Syah, 2000). Sementara menurut Djamarah (2000), bahwa metode demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran. Dengan metode demonstrasi peserta didik
18
berkesempatan mengembangkan kemampuan mengamati segala benda yang sedang terlibat dalam proses serta dapat mengambil kesimpulan-kesimpulan yang diharapkan. Tujuan pengajaran menggunakan metode demonstrasi adalah untuk memperlihatkan proses terjadinya suatu peristiwa sesuai materi ajar, cara pencapaiannya, dan kemudahan untuk dipahami oleh siswa dalam pengajarn kelas. Metode demonstrasi mempunyai beberapa kelebihan dan kelekurangan. Manfaat psikologis dari metode demonstrasi adalah a. Perhatian siswa dapat lebih dipusatkan, b. Proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari, c. Pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri siswa. Menurut Djamarah (2008), kelebihan dan kekurangan metode demonstrasi adalah sebagai berikut : a. Kelebihan Metode Demonstrasi 1. Perhatian siswa dapat dipusatkan pada hal-hal yang dianggap penting oleh guru sehingga hal yang penting itu dapat diamati secara teliti. Di samping itu perhatian siswa pun lebih mudah dipusatkan kepada proses belajar mengajar dan tidak kepada yang lainnya. 2. Dapat membimbing siswa ke arah berpikir yang sama dalam satu saluran pikiran yang sama. 3. Ekonomis dalam jam pelajaran di sekolah dan ekonomis dalam waktu yang panjang dapat diperlihatkan melalui demonstrasi dengan waktu yang pendek. 4. Dapat mengurangi kesalahan-kesalahan bila dibandingkan dengan hanya membaca atau mendengarkan, karena murid mendapatkan gambaan yang jelas dari hasil pengamatannya. 5. Karena gerakan dan proses dipertunjukan maka tidak memerlukan keterangan-keterangan yang banyak 6. Beberapa persoalan yang menimbulkan pertanyaan atau keraguan dapat diperjelas waktu proses demonstrasi.
19
b. Kekurangan metode demonstrasi 1. Derajat visibilitasnya kurang, peserta didik tidak dapat melihat atau mengamati keseluruhan benda atau peristiwa yang didemonstrasikan kadang-kadang terjadiperubahan yang tidak terkontrol. 2. Untuk mengadakan demonstrasi digunakan alat-alat yang khusus, kadangkadang alat itu susah didapat. Demonstrasi merupakan metode yang tidak wajar bila alat yang didemonstrasikan tidak dapat diamati secara seksama. 3. Dalam mengadakan pengamatan terhadap hal-hal yang didemonstrasikan diperlukan pemusatan perhatian. Dalam hal ini banyak diabaikan oleh peserta didik. 4. Tidak semua hal dapat didemonstrasikan di kelas. 5. Memerlukan banyak waktu sedangkan hasilnya kadang-kadang sangat minimum. 6. Kadang-kadang hal yang didemonstrasikan di kelas akan berbeda jika proses itu didemonstrasikan dalam situasi nyata atau sebenarnya. 7. Agar demonstrasi mendapatkan hasil yang baik diperlukan ketelitian dan kesabaran. Dengan metode demonstrasi, proses penerimaan siswa terhadap pelajaran akan lebih berkesan secara mendalam, sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna. Juga siswa dapat mengamati dan memperhatikan apa yang diperlihatkan selama pelajaran berlangsung. Metode demonstrasi baik digunakan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang hal-hal yang berhubungan dengan proses mengatur sesuatu, proses membuat sesuatu, proses bekerjanya sesuatu proses mengerjakan atau menggunakannya, komponen-komponen yang membentuk sesuatu, membandingkan suatu cara dengan cara lain, dan untuk mengetahui atau melihat kebenaran sesuatu. Metode demonstrasi adalah salah satu metode mengajar dengan menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana melakukan sesuatu dengan jalan mendemonstrasikan terlebih dulu kepada siswa. Metode ini dapat menghilangkan varbalisme sehingga
20
siswa akan semakin memahami materi pelajaran. Akan tetapi ada beberapa hal yang perlu di perhatikan agar metode ini dapat berjalan dengan efektif dan efesien. 4. Kemampuan Berpikir Sebelum membahas berpikir kritis dan kreatif, terlebih dahulu kita bahas apa itu berpikir. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1991), berpikir adalah penggunaan dari akal budi dalam mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Menurut Presseisen dalam Nur Izzati (2009), berpikir secara umum diasumsikan sebagai proses kognitif, aksi mental ketika pengetahuan diperoleh. Sedangkan kutipan Beyer (Wardhani, 2011) menyatakan, Thinking, in short, is the mental process by wich individuals make sense out of experience. Aisyah (2008), berpendapat bahwa berpikir merupakan aktivitas mental yang disadari dan diarahkan untuk maksud tertentu. Maksud yang dapat dicapai dalam berpikir adalah memahami, mengambil keputusan, merencanakan, memecahkan masalah, dan menilai tindakan. Ruggiero dalam Siswono (2009), mengartikan berpikir sebagai suatu aktivitas mental untuk membantu memformulasikan atau memecahkan suatu masalah, membuat suatu keputusan, atau memenuhi hasrat keingintahuan (fulfill a desire to understand). Pendapat ini menegaskan bahwa ketika seseorang merumuskan suatu masalah, memecahkan masalah, ataupun ingin memahami sesuatu, maka ia melakukan suatu aktivitas berpikir. Berdasarkan pengertianpengertian di atas berpikir dapat diartikan sebagai kegiatan akal budi atau kegiatan mental untuk mempertimbangkan, memahami, merencanakan, memutuskan, memecahkan masalah dan menilai tindakan. 5. Kemampuan Berpikir Kritis Dalam bidang pendidikan Aisyah (2011) mengemukakan bahwa berpikir kritis didefinisikan sebagai pembentukan kemampuan aspek logika seperti kemampuan
memberikan
argumentasi,
silogisme
dan
pernyataan
yang
proposional. Menurut Beyer (dalam Wardhani, 2011), berpikir kritis adalah kumpulan operasi-operasi spesifik yang mungkin dapat digunakan satu per satu
21
atau dalam banyak kombinasi atau urutan dan setiap operasi berpikir kritis tersebut memuat analisis dan evaluasi. Berpikir kritis menurut Schafersman, S.D. (1991) adalah berpikir yang benar dalam rangka mengetahui secara relevan dan reliable tentang dunia. Berpikir kritis adalah berpikir beralasan, bertanggungjawab, kemampuan berpikir yang difokuskan pada pengambilan keputusan terhadap apa yang diyakini atau yang harus dilakukan. Berpikir kritis adalah berpikir mengajukan pertanyaan yang sesuai, mengumpulkan informasi yang relevan, mengurutkan informasi secara efisien dan kreatif, menalar secara logis, hingga sampai pada kesimpulan yang reliable
dan
terpercaya.
Sedangkan
Ennis
dalam
Williawati
(2009),
mengemukakan berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Oleh karena itu, indikator kemampuan berpikir kritis dapat diturunkan dari aktivitas kritis siswa sebagai berikut: 1.
Mencari pernyataan yang jelas dari setiap pertanyaan;
2.
Mencari alasan;
3.
Berusaha mengetahui informasi dengan baik;
4.
Memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya;
5.
Memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan;
6.
Berusaha tetap relevan dengan ide utama;
7.
Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar;
8.
Mencari alternatif;
9.
Bersikap dan berpikir terbuka;
10. Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu; 11. Mencari penjelasan sebanyak mungkin apabila memungkinkan; 12. Bersikap secara sistimatis dan teratur dengan bagian-bagian dari keseluruhan masalah. Selanjutnya Fisher dalam Agustine (2009), menekankan indikator keterampilan berpikir kritis yang penting, meliputi: 1. Menyatakan kebenaran pertanyaan atau pernyataan 2. Menganalisis pertanyaan atau pernyataan;
22
3. Berpikir logis; 4. Mengurutkan, misalnya secara temporal, secara logis, secara sebab akibat; 5. Mengklasifikasi, misalnya gagasan objek-objek; 6. Memutuskan, misalnya apakah cukup bukti; 7. Memprediksi (termasuk membenarkan prediksi); 8. Berteori; 9. Memahami orang lain dan dirinya. Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan menggunakan logika untuk membuat, menganalisis mengevaluasi serta mengambil keputusan tentang apa yang diyakini dan dilakukan. 6. Kemampuan Berpikir Kreatif Berpikir kreatif adalah sebuah kebiasaan dari pikiran yang dilatih dengan memerhatikan intuisi, menghidupkan imajinasi, mengungkapkan kemungkinankemungkinan
baru,
membuka
sudut
pandang
yang menakjubkan,
dan
membangkitkan ide-ide yang tidak terduga (Setiawan, 2007). Munandar dalam Trianto (2011), mengemukakan kreativitas (berpikir kreatif atau berpikir divergen) adalah kemampuan berdasarkan data atau informasi yang tersedia, menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap sesuatu masalah dimana penekanannya pada kuantitas, ketepatgunaan, dan beragam jawaban. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas, maka peneliti menyimpulkan bahwa berpikir kreatif adalah kemampuan seseorang dalam memerhatikan intuisi, menghidupkan imajinasi, mengungkapkan kemungkinankemungkinan
baru,
membuka
sudut
pandang
yang
menakjubkan,
dan
membangkitkan ide-ide yang tidak terduga. Munandar (2004), mengemukakan empat ciri berfikir kreatif, yaitu kelancaran (fluency), kelenturan (flexibility), keaslian (originality), dan kerincian (elaboration). Berpikir lancar berarti menghasilkan banyak gagasan atau jawaban yang relevan. Berpikir lentur atau luwes berarti menghasilkan gagasan yang seragam, mampu mengubah cara atau pendekatan, dan arah pemikiran berbedabeda. Berpikir asli berarti memberikan jawaban yang tidak lazim dan yang jarang
23
diberikan kebanyakan orang. Berpikir rinci berarti mengembangkan, menambah, memperkaya suatu gagasan, dan merinci detail- detail. a. Ciri –ciri Individu Kreatif Sund dalam Slameto (2003), menyebutkan ciri-ciri individu kreatif, yaitu: (1) Hasrat keingintahuan yang cukup besar; (2) Bersikap terbuka terhadap pengalaman baru; (3) Panjang akal; (4) Keinginan untuk menemukan dan meneliti; (5) Cenderung lebih menyukai tugas yang berat dan sulit; (6) Cenderung mencari jawaban yang luas dan memuaskan; (7) Memiliki dedikasi bergairah serta aktif dalam melaksanakan tugas; (8) Berpikir fleksibel; (9) Menanggapi pertanyaan yang diajukan serta cenderung memberi jawaban lebih banyak; (10) Kemampuan membuat analisis dan sintesis; (11) Memiliki semangat bertanya serta meneliti; (12) Memiliki daya abstraksi yang cukup baik; (13) Memiliki latar belakang membaca yang cukup luas. Setiawan (2007), menyebutkan aktivitas mental yang mencerminkan berpikir kreatif, yaitu: (1) Mengajukan pertanyaan; (2) Mempertimbangkan informasi baru dan ide yang tidak lazim dengan pikiran terbuka; (3) Membangun keterkaitan, khususnya diantara hal-hal yang berbeda; (4) Menghubunghubungkan berbagai hal dengan bebas; (5) Menerapkan imajinasi pada setiap situasi untuk menghasilkan hal baru dan berbeda; (6) Mendengarkan intuisi. b. Tahapan berfikir Kreatif Mulyasa dalam Rusman (2012), mengungkapkan bahwa berpikir kreatif memiliki empat tahapan, yaitu: 1) Tahap pertama: persiapan, yaitu proses pengumpulan informasi untuk diuji 2) Tahap kedua: inkubasi, yaitu suatu rentang waktu untuk merenungkan hipotesis informasi tersebut sampai diperoleh keyakinan bahwa hipotesis tersebut rasional 3) Tahap ketiga: iluminasi, yaitu suatu kondisi untuk menemukan keyakinan bahwa hipotesis tersebut benar, tepat, dan rasional 4) Tahap keempat: verifikasi, yaitu pengujian kembali hipotesis untuk dijadikan sebuah rekomendasi, konsep, atau teori.
24
Dari beberapa pendapat di atas disimpulakan bahwa berpikir kreatif adalah menghubungkan ide atau hal-hal yang sebelumnya tidak berhubungan. Dalam kenyataan teknik modern timbul semboyan yang menarik (jargon) atau istilah khas yang menjadi bahasa golongan tertentu. Begitu pula tak terkecuali berpikir kreatif yang memiliki kata khas yaitu imajinatif dan tidak dapat diramalkan. 7. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan suatu bukti pencapaian siswa dalam proses pembelajaran di sekolah. Hasil belajar dibedakan menjadi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiga ranah tersebut mampu mempengaruhi kualitas siswa mulai dari segi sikap, perilaku, pengetahuan, daya pikir, dan kecerdasan yang diharapkan semakin baik dan meningkat. Ranah afektif mencangkup segala sesuatu yang terkait dengan emosi, seperti minat, motivasi, perasaan, dan semangat siswa. Kosasih (2014), menyebutkan lima kategori ranah afektif mulai dari perilaku sederhana hingga yang paling kompleks, yaitu penerimaan (receiving or attending), penanggapan (responding),
penilaian
(valuing),
pengorganisasian
(organizing),
dan
karakterisasi (characterization). Dari kategori tersebut menunjukkan bahwa dalam pembelajaran
sangat
berkaitan
erat
dengan
kemampuan
siswa
dalam
pengembangan karakter sikapnya. Pembelajaran di sekolah mampu membentuk sikap siswa menjadi percaya diri, jujur, kreatif, dan sikap- sikap yang dikehendaki dalam kurikulum. Ranah kognitif adalah fokus pembelajaran saat ini, karena dengan melihat hasil ranah kognitif siswa dapat dikategorikan mampu mencapai KKM atau tidak mampu. Namun belum tentu siswa yang belum mencapai KKM dikatakan gagal, ketidaktercapaian siswa dalam pencapaian KKM dapat disebabkan beberapa faktor seperti guru, fasilitas sekolah, dan yang paling utama adalah pada dalam diri siswa itu sendiri. Taksonomi tujuan pengajaran dalam ranah kognitif menurut Blomm terdiri atas enam tingkatan yakni pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Taksonomi tersebut disempurnakan oleh Lorin Andrson Kratwohl menjadi mengingat, memaham, menerapkan, menganalisis, evaluasi dan mencipta dalam Kosasih (2014).
25
Psikomotor meliputi gerakan dan koordinasi jasmani, keterampilan motorik, dan kemampuan fisik. Dalam pembelajaran fisika psikomotor anak dapat dilihat saat siswa melakukan praktikum. Dalam praktikum siswa dapat melakukan kegiatan seperti menyusun alat sesuai dengan prosedur yang ada. Kosasih (2014) menyebutkan bahwa tingkatan ranah psikomotor yaitu persepsi, kesiapan, reaksi yang diarahkan, reaksi natural, reaksi kompleks, adaptasi, dan kreativitas. 8.
Optika Geometri Fenomena dasar dari optika geometri
pemantulan cahaya dari suatu
permukaan dan pembiasan sewaktu cahaya melewati suatu batas diantara dua bahan. a. Pengertian Cahaya Sebelum abad ke-19, cahaya dianggap sebagai suatu aliran partikel-partikel yang dipancarkan oleh suatu benda yang sedang diamati maupun berasal dari mata seorang pengamat. Newton, penggagas utama dari teori cahaya sebagai partikel, menganggap bahwa partikel-partikel dipancarkan dari suatu sumber cahaya, dan bahwa partikel-partikel ini merangsang indra penglihatan saat memasuki mata. Menggunakan gagasan tersebut Newton menjelaskan fenomena pemantulan dan pembiasan. Kebanyakan ilmuwan menerima teori mengenai cahaya sebagai partikel yang ditemukan Newton. Namun selama masa hidupnya suatu teori yang lain juga diajukan pendapat bahwa cahaya mungkin merupakan suatu jenis gelombang yang bergerak. Pada tahun 1678, fisikawan dan astronom Belanda Christian Huygens, menunjukkan bahwa teori gelombang cahaya juga dapat menjelaskan pemantulan dan pembiasan. Pada tahun 1801 Thomas Young (1773- 1829) melakukan suatu peragaan yang benar-benar jelas mengenai sifat gelombang cahaya, untuk pertama kalinya. Young menunjukkan bahwa dalam kondisi-kondisi yang tepat, sinar-sinar cahaya saling berinteferensi. Dijelaskan saat itu menggunakan teori partikel karena tidak mungkin dua partikel atau lebih dapat bergabung atau saling menghilang. Maxwell menyatakan bahwa cahaya merupakan suatu bentuk gelombang
26
elektromagnetik berfrekuensi tinggi. Menurut teori Einstein, energi suatu foton sebanding dengan frekuensi dari gelombang elektomagnetik: E= hf Nilai h adalah 6,63 x 10-34 J. s dan merupakan konstanta Planck. Dengan memperhatikan perkembangan-perkembangan tersebut, cahaya dianggap sebagai sesuatu yang bersifat dualistik. Cahaya memperlihatkan karakteristik dari gelombang pada situasi-situasi tertentu dan karakteristik dari partikel pada situasisituasi yang lain. b. Pendekatan Sinar dalam Optika Geometri Cahaya sebagai gelombang dapat mengalami peristiwa difraksi. Peristiwa difraksi cahaya dapat dilihat melalui sela-sela jari yang dirapatkan dan diarahkan pada sumber cahaya yang jauh, misalnya lampu neon pada papan iklan atau dapat juga melalui kisi tenunan kain pada payung yang dikenai sinar lampu jalan. Efek difraksi ini sangat kecil, sehingga untuk melihatnya perlu pengamatan yang cermat. Sumber cahaya pada umumnya berukuran agak lebar sehingga pola yang dihasilkan oleh satu titik pada sumber akan saling bertindihan dengan yang dihasilkan oleh titik lain. Sumber cahaya pada umumnya tidak monokromatik, pola dari berbagai panjang gelombang akan saling bertumpangan sehingga efek difraksinya semakin tidak jelas (Halliday dan Resnick, 2010). Menurut Giancoli (2001), untuk memahami timbulnya pola difraksi yaitu menganalisis kasus penting dari cahaya monokromatik yang melewati celah sempit. Celah sempit sejumlah besar celah paralel yang berjarak sama disebut kisi difraksi. Kisi dapat dibuat dengan mesin presisi berupa garis-garis paralel yang sangat halus dan teliti di atas pelat kaca. Jarak yang tidak tergores diantara garisgaris tersebut berfungsi sebagai celah dijelaskan pada gambar 1. muka gelombang.
27
SINAR
MUKA GELOMBANG Gambar 2. 1. Sebuah gelombang bidang merambat ke kanan. Sinar-sinar yang selalu menuju ke arah perambatan gelombangnya, merupakan garis-garis lurus yang tegak lurus muka-muka gelombang (Serway dan Jewett, 2010).
Bidang optika geometri mencakup studi tentang perambatan cahaya, dengan asumsi bahwa cahaya merambat ke arah yang tetap dalam garis lurus saat melalui suatu medium yang homogen dan berubah arahnya saat menemui permukaan suatu medium yang berbeda atau jika sifat-sifat optik dari mediumnya tidak homogen, baik dalam ruang maupun waktu. Sinar-sinar dari sebuah gelombang adalah garis-garis lurus yang tegak lurus muka-muka gelombang untuk sebuah gelombang bidang. Dalam pendekatan sinar, diasumsikan bahwa suatu gelombang yang bergerak melalui sebuah medium akan merambat dalam suatu garis lurus yang searah sinarnya (Serway dan Jewett, 2010). Jika gelombang tersebut menemui suatu penghalang maka terdapat suatu bukaan berbentuk lingkaran yang diameternya jauh lebih besar daripada panjang gelombangnya, seperti pada Gambar 2. 2. a, gelombang yang muncul dari bukaan akan terus bergerak sepanjang suatu garis lurus (terlepas dari adanya beberapa efek batas yang kecil): maka pendekatan sinarnya adalah sah. Jika diameter bukaan berada pada tingkat besaran yang sama dengan panjang gelombang, seperti pada Gambar 2. 2. b, maka gelombangnya akan menyebar dari bukaan ke segala arah. Efek ini disebut difraksi. Terakhir, jika bukaannya jauh lebih kecil daripada panjang gelombang, maka bukaannya dapat dianggap sebagai suatu sumber titik dari gelombang-gelombang (Gambar 2. 2. c). Efek-efek yang sama
28
terlihat saat gelombang-gelombang menemui benda yang tidak bening dengan dimensi d. Dalam kasus ini, ketika λ << d, benda akan menghasilkan suatu bayangan yang tajam (Serway dan Jewett, 2010).
Gambar 2. 2. Sebuah gelombang bidang dengan panjang gelombang λ datang pada sebuah penghalang di mana terdapat sebuah bukaan dengan diameter d (Serway dan Jewett, 2010).
Menurut Serway dan Jewett (2010), ketika seberkas sinar cahaya yang merambat melalui suatu medium transparan menemui suatu batas dari medium transparan lainnya, seperti yang ditunjukkan gambar 2. 3, sebagian energinya dipantulkan dan sebagian lagi memasuki medium kedua. Sinar yang memasuki medium kedua dibelokkan di daerah perbatasan kemudian dibiaskan. Sinar datang, sinar pantul, dan sinar yang dibiaskan semuanya terletak pada bidang yang sama. Sudut bias, θ2 pada gambar 2.3 bergantung pada sifat-sifat dari kedua medium dan pada sudut datang. Persamaannya ditunjukkan oleh Persamaan 1. …………………………………………………………………(1) Kelajuan cahaya di medium pertama merupakan kelajuan cahaya di medium kedua.
29
Gambar 2. 3. (a) Seberkas sinar cahaya berpindah dari udara ke kaca, lintasannya mendekati normal, (b) Saat sinarnya berpindah dari kaca ke udara, lintasannya menjauhi normal (Serway dan Jewett, 2010).
Secara umum, kelajuan cahaya dalam semua bahan lebih kecil dibandingkan kelajuannya di ruang hampa udara. Terlebih lagi, cahaya merambat pada kelajuan maksimalnya di ruang hampa. Indeks bias didefinisikan pada persamaan 2. n=
…………………………………………………………………………(2)
dalam hal ini: n = indeks bias c =kelajuan cahaya di ruang hampa udara v = kelajuan cahaya pada bahan Suatu bagian dari kisi difraksi digambarkan pada Gambar 2. 4. Suatu gelombang datang dari kiri, normal terhadap bidang kisi. Pola yang diamati pada layar di sebelah kanan adalah hasil dari gabungan efek interferensi dan efek difraksi. Setiap celah menghasilkan difraksi dan sinar-sinar yang terdifraksi saling berinterferensi untuk menghasilkan pola akhir. Gelombang-gelombang dari semua celah ketika keluar dari celah sefase. Untuk sembarang arah dengan θ yang diukur dari garis horizontal, gelombanggelombangnya harus menempuh panjang lintasan yang berbeda sebelum mencapai celah. Beda lintasan tersebut sama dengan satu panjang gelombang atau merupakan kelipatan bilangan bulat dari panjang gelombangnya, maka gelombang-gelombang dari semua celahnya akan sefase pada layar dan akan terlihat rumbai terang pada layar. Keadaan maksimum-minimum dapat ditentukan oleh persamaan 3.
30
d.sinθ = m.λ .…………………………………………………………………(3) dalam hal ini: d = lebar celah (m) θ = sudut antara garis terang pusat dan garis terang orde ke-m m = orde garis terang (m = 0, ±1, ±2, ±3, ...) λ = panjang gelombang cahaya (m)
Gambar 2. 4. Tampak samping dari suatu kisi difraksi. Jarak antar celahnya adalah d, dan beda lintasan antara celah-celah yang bersebelahan adalah d sin θ (Serway dan Jewett, 2010). c. Pemantulan Pada Cermin Datar Cahaya yang dipantulkan oleh setiap permukaan yang memisahkan dua zat yang berlainan indeks biasnya, sering dikehendaki agar bagian cahaya yang dipantulkan sebanyak mungkin. Dengan membuat permukaannya dari logam yang sangat mengkilap atau dengan melapisi permukaan yang sudah halus dengan lapisan metal, bagian cahaya yang dipantulkan dapat dibuat mendekati 100%. Permukaan licin yang sangat tinggi daya pantulnya disebut cermin.
31
θ B θ h
P
s
θ s’
P ’
Gambar 2. 5. Pemantulan Permukaan Datar (Sumber: physicnatural.wordpress.com). Gambar 2.5. Memperlihatkan dua sinar yang dipancarkan dari titik yang terletak pada jarak s yang disebut titik benda dan s jarak benda. Sinar PV jatuh tegak lurus pada cermin dan kembali lagi menempuh jejaknya semula. Sinar PB, yang membentuk sembarang sudut u dengan PV mengenai cermin dengan sudut datang θ = u, lalu memantul dengan sudut r = θ = u’. Jika sinar-sinar yang memantul diperpanjang dengan garis putus-putus, maka garis-garis itu akan berpotongan di P’ sejauh s’ disebelah kanan cermin. Sudut u’ sama dengan sudut r dan karena itu sama dengan sudut u. Misalkan h adalah jarak VB, kemudian dari segitiga PBV dan P’BV diperoleh persamaan 4: tan u
h s
dan
tan u '
h s'
………………….………………......(4)
karena u = u’, maka s = s’ u = sudut s’ = jarak bayangan u’ = sudut pantul h = tinggi bayangan s = jarak benda. V
Q
Q’
θ y P
θ θ
s
y’
θ V’
P’
s’
Gambar 2. 6. Konstruksi untuk menentukan tinggi sebuah bayangan yang dibentuk karena pemantulan pada sebuah permukaan datar (Sumber: physicnatural.wordpress.com).
32
Gambar 2.6. memperlihatkan sebuah benda yang berukuran tertentu terletak sejajar dengan cermin. Dua sinar dari Q tampak pada Gambar 2.6. dan semua sinar dari Q setelah dipantulkan seolah-olah memancar dari bayangannya Q’. Titik-titik lain dari PQ membentuk bayangan antara P’ dan Q’. Misalkan y dan y’ adalah panjang benda dan panjang bayangan, maka perbandingan y’/y disebut perbesaran (magnification) (Sears dan Zemansky, 2002). m
y' y
……...............................…………………...........(5)
Dari segitiga PQV dan P’Q’V’ tan
y y' s s'
…….......................………………….........(6)
m = perbesaran bayangan y’ = panjang bayangan y =panjang benda. Karena s = s’, maka y = y’ dan perbesaran oleh cermin datar adalah satu kali yang artinya benda dan bayangannya berukuran sama. Bayangan P’Q’ pada Gambar 2.7. disebut bayangan semu artinya sinar-sinar yang dipantulkan seolah-olah memancar dari bayangan tersebut. Bayangan semu dinyatakan dengan garis putus-putus.
Gambar 2. 7. Cermin Datar Membentuk Bayangan Tiga Dimensi yang Terbalik dari Objek Tiga Dimensi (Sumber: slideshare.net). Bayangan semu tiga dimensi dari sebuah benda tiga dimensi, yang dibentuk oleh cermin datar diperlihatkan dalam gambar 2.7 bayangan tiap-tiap titik benda terletak pada garis normal dari titik bersangkutan ke cermin, dan jarak dari benda
33
atau dari bayangannya ke cermin adalah sama jauh. Jadi, bayangan P’Q’ dan P’S’ sejajar dengan benda sedangkan P’R’ relatif terbalik terhadap PR. Hubungan benda dengan bayangan sama halnya seperti hubungan tangan kiri dengan tangan kanan. Kedua ibu jari dimisalkan sebagai titik PR dan P’R’, kedua telunjuk yaitu PQ da P’Q’, dan kedua jari tengah PS dan P’S’. Bila hubungan suatu benda dengan bayangannya seperti ini, maka bayangan tersebut disebut terbalik (perverted). Bila dimensi-dimensi melintang dari benda dan bayangan sama arahnya maka bayangan disebut tegak (erect). Jadi, cermin datar membentuk bayangan tegak tetapi terbalik. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan sifat-sifat bayangan pada cermin datar yaitu jarak benda dari cermin = jarak bayangan (s = s'), perbesaran bayangan pada benda = 1 (tinggi benda = tinggi bayangan), bayangan benda pada cermin datar selalu tegak dan maya menghadap terbalik dengan bendanya. Menurut hukum refleksi (pemantulan), semua sinar yang menumbuk permukaan direfleksikan pada sebuah sudut dari normal yang sama dengan sudut masuk. Karena permukaan itu datar, maka normal itu berada dalam arah yang sama di semua titik pada permukaan tersebut dan terjadi refleksi spekular.
Gambar 2. 8. Berkas sinar yang memasuki mata setelah refleksi dari sebuah cermin datar (Sumber: physicnatural.wordpress.com). Setelah sinar-sinar itu direfleksikan, maka arahnya adalah sama seakan-akan sinar-sinar itu datang dari titik P’ (titik bayangan). Permukaan yang merefleksikan itu membentuk sebuah bayangan dari titik P (titik benda).Apabila permukaan pada gambar 2.8. tidak halus, maka refleksi itu akan tersebar dan sinar yang direfleksikan dari bagian-bagian yang berbeda dari permukaan itu akan pergi dalam arah-arah yang tidak terkait satu sama lain. Dalam kasus ini tidak akan ada
34
titik bayangan P’ tertentu, di mana semua sinar yang direfleksikan kelihatannya berasal dari titik tersebut. d. Pemantulan Terhadap Cermin Lengkung Sebuah cermin lengkung memiliki bentuk potongan bola. Cermin dikatakan cekung jika permukaan pemantulnya ada pada permukaan dalam bola sehingga pusat cermin melengkung menjauhi orang yang melihat. Cermin jenis ini memfokuskan sinar-sinar sejajar yang datang ke suatu titik seperti pada gambar 2.9. Pada gambar 2.9. a menunjukkan tampak samping dari sebuah cermin lengkung dengan permukaannya digambarkan oleh garis hitam tebal melingkar. Cermin tersebut memiliki jari-jari kelengkungan R dan pusat kelengkunganya adalah titik C. Titik V adalah pusat pusat dari bagian melingkarnya dan sebuah garis yang melewati C dan V disebut sumbu utama cermin. Pusat kelengkungan cermin
cermin
cermin
O C Sumbu utama
I V
V
Gambar 2. 9 (a) Sebuah cermin cekung dengan jari-jari R, (b) sebuah sumber cahaya titik diletakkan di O di depan sebuah cermin cekung dengan jari-jari R (Sumber: physicnatural.wordpress.com). Sebuah sumber cahaya titik yang diletakkan di titik O (lihat gambar 2. 9), dimana O adalah titik sembarang pada sumbu utama di sebelah kiri C. Dua sinar yang berasal dari O kemudian menyebar. Setelah mematul dari cermin, sinar-sinar tersebut terkumpul dan melewati titik bayangan I. Kemudian sinar-sinar tersebut terus menyebar dari I seolah-olah ada sebuah benda di sana. Hasilnya, di titik I kita dapatkan sebuah bayangan nyata dari sumber cahaya pada O. Untuk menghitung jarak bayangan s’ jika diketahui jarak benda s dan jarijari kelengkungan R, dapat menggunakan Gambar 2.10. Gambar 2.10 menunjukkan dua sinar yang meninggalkan ujung benda. Salah satu sinar ini melewati pusat kelengkungan C dari cermin, mengenai cermin pada posisi tegak lurus permukaan cermin dan memantul ke dirinya sendiri. Sinar kedua menabrak pusat cermin dan memantul seperti yang diperlihatkan, berdasarkan hukum
35
pemantulan. Bayangan dari ujung benda terletak pada titik di mana kedua sinar ini berpotongan. Dari segitiga siku-siku warna abu-abu dapat diketahu bahwa tan θ = -h’/s’. Terdapat tanda negatif karena bayangannya terbalik, sehingga h’ bertanda negatif. Sehingga diperoleh perbesaran bayangannya adalah .......................................…...........................................(7) Dari kedua segitiga pada Gambar 2.10 yang memiliki α sebagai salah satu sudutnya bahwa .................………..................................(8) Sehingga didapatkan persamaan …….................................................................................(9) .....................................……............................................(10) Sehingga didapatkan persamaan umum cermin yaitu .............................………….............................................(11) Persamaan 12 dapat dituliskan dalam bentuk jarak fokus yaitu .............................................………................................(12)
h C O s’ R s
Gambar 2. 10. Bayangan yang Dihasilkan Oleh Cermin Cekung Ketika Benda O Diletakkan di Luar Pusat Kelengkungan C (Sumber: physicnatural.wordpress.com).
36
Cermin cembung adalah cermin yang diberi lapisan perak sedemikian rupa hingga cahaya yang dipantulkan dari permukaan cembung bagian luar. Cermin ini disebut cermin divergen karena sinar dari sebuah titik pada sebuah benda menyebar setelah pemantulan, sehingga seolah-olah mereka datang dari suatu titik di belakang cermin. Gambar 2.4 menunjukkan pembentukan bayangan oleh cermin cembung. Bayangan yang dihasilkan adalah maya karena sinar yang dipantulkan hanya terlihat seakan-akan berasal dari titik bayangan seperti ditunjukkan oleh garis putus-putus. Depan Belakang
O
I s
F
C
s’
Gambar 2. 11. Pembentukan Sebuah Bayangan Oleh Cermin Cembung (Sumber: physicnatural.wordpress.com). e. Diagram Sinar Untuk Cermin Posisi dan ukuran bayangan dapat ditentukan menggunakan metode diagram sinar. Untuk menggambarkan diagram sinar memerlukan jarak benda, jarak fokus, dan jari-jari kelengkungan cermin. Sinar-sinar ini berasal adari titik benda yang sama dan digambarkan sebagai berikut. Untuk cermin cekung sinar lintasannya dapat dilukiskan seperti pada gambar 2.12.
37
Gambar 2. 12. Diagram sinar utama yang memperlihatkan metode grafis dalam menentukan letak bayangan yang dibentuk oleh sebuah cermin (a) cekung. (Sumber: pemantulancahaya.blogspot.com). Adapun sinar-sinar tersebut yaitu: 1) sinar 1 digambar dari ujung atas benda sejajar sumbu utama dan dipantulkan melalui titik fokus (F); 2) sinar 2 digambar dari ujung atas benda ke arah titik fokus dan dipantulkan sejajar sumbu utama; 3) sinar 3 digambar dari ujung atas benda ke titik pusat kelengkungan cermin (C) dan dipantulkan lagi pada dirinya sendiri. Cermin cembung, sinar lintasannya dapat dilukiskan seperti pada gambar 2.13. Adapun sinar-sinar istimewanya sebagai berikut: 1) sinar 1 digambar dari ujung atas benda sejajar sumbu utama dan dipantulkan menjauhi titik fokus (F), 2) sinar 2 digambar dari ujung atas benda menuju titik fokus di belakang cermin dan dipantulkan sejajar sumbu utama, 3) sinar 3 digambar dari ujung atas benda menuju pusat kelengkungan (C) di belakang cermin (C) dan dipantulkan lagi pada dirinya sendiri.
Gambar 2. 14. Diagram sinar utama yang memperlihatkan metode grafis dalam menentukan letak bayangan yang dibentuk oleh sebuah cermin (a) cembung (sumber: physicnatural.wordpress.com).
38
f. Bayangan yang dibentuk oleh pembiasan cahaya Ketika cahaya melintas dari suatu medium ke medium lainnya, sebagian cahaya datang dipantulkan pada perbatasan. Sisanya lewat ke medium yang baru. Jika seberkas cahaya datang dan membentuk sudut terhadap permukaan (bukan hanya tegak lurus), berkas tersebut dibelokkan pada waktu memasuki medium yang baru. Pembelokan ini disebut pembiasan. Pembentukan sebuah bayangan oleh pembiasan pada sebuah permukaan melengkung yang memisahkan dua medium dengan indeks bias n1 dan n2 diilustrasikan pada Gambar 2.15.
Gambar 2. 15. Bayangan yang dibentuk oleh pembiasan pada pada permukaan lengkung di antara dua medium dimana gelombang-gelombangnya bergerak lebih lambat pada medium kedua (sumber: physicnatural.wordpress.com).
Gambar 2. 16. Geometri untuk menghubungkan posisi bayangan dengan posisi objek untuk pembiasan pada sebuah permukaan lengkung tunggal. Hukum Snellius diterapkan pada sinar yang datang pada titik A, dan digunakan pendekatan sudut kecil. (Sumber: physicnatural.wordpress.com).
39
Pada Gambar 2.15 menunjukkan sebuah sinar meninggalkan titik O dan dibiaskan ke titik I. Hukum pembiasan Snellius yang diterapkan pada sinar ini menghasilkan n1 sin 1 = n2sin 2
……........……….................(13)
Dengan memakai pendekatan sudut kecil sin diperoleh n1 1 = n22
…........……….....................(14)
Dari segitiga OPC dan PIC, diperoleh 2
……........……....................(15)
1 = +
……........………..................(16)
Dengan menghilangkan 1 dari persamaan 14 dan persamaan 14 diperoleh: n1 + n1 + n2 = n2 atau n1 + n2 = (n2 - n1)
…………………….........…..(17)
Pada Gambar 2. 16 tiga segitiga siku-siku yang memiliki sisi vertikal yang sama dengan panjang d. Untuk sinar-sinar paraksial, sisi horizontal dari segitigasegitiga ini adalah kira-kira s untuk segitiga yang memiliki sudut α, R untuk segitiga yang memiliki sudut β, dan s’ untuk segitiga yang memiliki sudut γ. Dalam pendekatan sudut kecil, tan θ tan α
tan
tan
θ, sehingga dapat dituliskan sebagai …….............………...........(18)
Dengan mensubstitusikan persamaan 16 ke dalam persamaan 15 dan membaginya dengan nilai d diperoleh persamaan n1 n2 n2 n1 s s' r
………....…................…..(19)
g. Lensa tipis Lensa tipis biasanya berbentuk lingkaran, dan kedua permukaannya melengkung. Kedua permukaan bisa berbentuk cekung, cembung, atau datar (Giancoli, 2001). Beberapa jenis diperlihatkan pada gambar 2. 17. dalam bentuk penampang lintangnya.
40
Gambar 2.17. a) Lensa-lensa konvergen yang meniskus cembung, cembung datar, dan cembung ganda, b)Lensa-lensa Divergen yang meniskus cekung, cekung datar dan cekung ganda (Sumber: physicnatural.wordpress.com).
Gambar 2.18. Berkas-berkas paralel difokuskan oleh lensa tipis konvergen. (Sumber: physicnatural.wordpress.com)
Gambar 2. 18 memperlihatkan berkas-berkas paralel dengan sumbu pada lensa cembung ganda. Lensa dianggap terbuat dari kaca atau plastik transparan, sehingga indeks biasnya lebih besar dari udara luar. Sumbu lensa merupakan garis lurus yang melewati pusat lensa dan tegak lurus terhadap kedua permukannya. Dari hukum Snell, terlihat bahwa setiap berkas pada gambar 2.18 dibelokkan menuju sumbu pada kedua permukaan lensa. Jika berkas-berkas yang paralel dengan sumbu jatuh pada lensa tipis, maka akan difokuskan pada satu titik yang disebut titik fokus (F). Jarak titik fokus dari pusat lensa disebut jarak fokus (f). Lensa dapat diputar sehingga cahaya dapat melewatinya dari sisi yang lain. Panjang fokus sama untuk kedua sisi. Jika berkas sinar paralel jatuh pada lensa dengan suatu sudut pada gambar 2.18, berkas-berkas tersebut akan terfokus pada titik Fa. Semua titik seperti F dan Fa berada disebut bidang fokus lensa. Lensa konvergen (lensa positif) memiliki bagian tengah lebih tebal daripada bagian
41
tepinya dan akan membuat berkas-berkas paralel berkumpul ke satu titik pada gambar 2.17. a. Lensa yang lebih tipis di tengah daripada di sisinya pada gambar 2.19 disebut lensa divergen (lensa negatif) karena membuat cahaya paralel menyebar seperti tampak pada gambar 2. 19.
Gambar 2. 19. Lensa Divergen (Sumber: physicnatural.wordpress.com) Para ahli optometri dan opthalmologi tidak menggunakan panjang fokus melainkan menggunakan kebalikan dari panjang fokus untuk menentukan kekuatan lensa. Besaran ini disebut kuat lensa, P. 1 ...................................……………………....…............(20) p f Satuan untuk kekuatan lensa adalah dioptri (D), yang merupakan kebalikan dari meter (1 D = 1 m-1). Untuk
menemukan
titik
bayangan
pada
lensa
konvergen,
perlu
dipertimbangkan tiga berkas sinar seperti ditunjukkan pada Gambar 2.20.
Gambar 2. 20. Menemukan bayangan dengan penelusuran berkas untuk lensa konvergen (Sumber: physicnatural.wordpress.com). Adapun ketiga sinar tersebut antara lain: 1) sinar 1 digambar sejajar dengan sumbu utama setelah dibiaskan oleh lensa, sinar ini melewati titik fokus pada sisi belakang lensa; 2) sinar 2 digambar melalui tengah lensa dan terus berlanjut
42
berupa garis lurus; 3) sinar 3 digambar melalui titik fokus pada sisi depan lensa dan keluar dari lensa sejajar sumbu utama. Untuk menentukan letak bayangan dari sebuah lensa divergen pada gambar 2. 21, diperlukan tiga sinar yaitu: 1) sinar 1 digambar sejajar sumbu utama setelah dibiaskan oleh lensa, sinar ini diarahkan menjauh dari titik fokus di sisi depan lensa; 2) sinar 2 digambar melalui tengah lensa dan terus berlanjut berupa garis lurus; 3) sinar 3 digambar pada arah menuju titik fokus pada sisi belakang lensa dan keluar dari lensa yang sejajar dengan sumbu utama.
Gambar 2. 21. Menemukan bayangan dengan penelusuran berkas untuk lensa konvergen (Sumber: physicnatural.wordpress.com) h. Lensa gabungan Jika dua lensa tipis digunakan untuk membentuk bayangan, maka sistem tersebut dapat diperlakukan bayangan yang dibentuk terletak pada tempat yang sama seolah-olah lensa kedua tidak ada. Kemudian gambar sebuah diagram sinar untuk lensa kedua, dengan bayangan yang dibentuk oleh lensa pertama sekarang bertindak sebagai benda untuk lensa kedua. Bayangan kedua yang dibentuk adalah bayangan akhir sistem, bayangan yang dibentuk oleh lensa pertama terletak di sisi belakang lensa kedua, maka bayangan tersebut diperlakukan sebagai benda maya oleh lensa kedua. Prosedur yang sama dapat diperluas untuk sistem dengan tiga lensa atau lebih. Bayangkan terdapat dua lensa dengan masing-masing memiliki panjang fokus f1 dan f2 yang saling bersentuhan. Jika s1 = s adalah jarak benda untuk kombinasi tersebut, maka penerapan persamaan lensa pada lensa pertama menghasilkan persamaan 20.
43
.…………………………………………………………..(21) s’1 adalah jarak bayangan untuk lensa pertama, dengan mengasumsikan bayangan ini sebagai benda bagi lensa kedua, maka jarak benda untuk lensa kedua harus s2 = -s’1. Dengan demikian untuk lensa kedua diperoleh persamaan 22.
………………………………………………………….(22) s’ = s’2 adalah jarak bayangan akhir dari lensa kedua, yang merupakan jarak bayangan dari kombinasi tersebut. Maka penjumlahan dari persamaanpersamaan untuk kedua lensa diperoleh persamaan 23. ……………………………………………………….(23) Jika lensa tersebut diganti dengan sebuah lensa tunggal yang akan membentuk bayangan pada lokasi yang sama, maka panjang fokusnya berhubungan dengan panjang fokus masing-masing diperoleh persamaan 24 ..............................................………….......……..(24) i. Dispersi Cahaya Prisma adalah zat optik yang dibatasi oleh dua bidang pembias yang berpotongan. Garis potong antara kedua bidang disebut sinar bias, sedangkan sudut yang dibentuk oleh kedua bidang disebut sudut bias. Ketika seberkas cahaya atau sinar masuk ke prisma, cahaya akan dibiaskan mendekati garis normal. Sebaliknya, ketika sinar keluar dari prisma, sinar akan dibiaskan menjauhi garis normal. Sudut yang dibentuk oleh titik potong garis perpanjangan sinar datang dengan sinar bias disebut sudut deviasi. Sudut deviasi minimum adalah sudut deviasi terkecil yang bisa dihasilkan oleh sebuah prisma. Saat terjadi deviasi minimum berlaku persamaan 25. ................…….........................................(25)
44
n1 = indeks bias medium 1, n2 = indeks bias medium 2, minimum, dan
= deviasi
= sudut pembias prisma. Jika n1 udara maka kita peroleh
persamaan 26.
.....................................................(26)
Gambar 2. 22. Pembiasan pada prisma menyebabkan sinar terdeviasi dengan sudut deviasi (Sumber: rumus-fisika.com) Prisma mempunyai dua bidang pembias yang tidak paralel dan membentuk sudut tertentu. Ini akan mengubah arah rambat cahaya yang masuk dan meninggalkan kaca prisma. Perubahan arah rambat ini disebut deviasi cahaya. Adanya deviasi menyebabkan cahaya putih terurai menjadi sederetan warna. Peristiwa terurainya cahaya putih ini dinamakan dispersi cahaya. Dispersi cahaya terjadi karena setiap warna cahaya memiliki panjang gelombang yang berbeda sehingga sudut biasnya berbeda-beda. Cahaya putih terdiri dari gabungan beberapa warna, yaitu merah, hijau dan biru. Putih disebut warna polikromatik, yaitu warna cahaya yang masih bisa diuraikan lagi menjadi warna-warna dasar. Merah, hijau dan biru merupakan warna dasar atau warna monokromatik, yaitu warna cahaya yang tidak dapat diuraikan kembali.
45
B. Penelitian yang Relevan Penelitian ini sebagian mereplikasi penelitian-penelitian terdahulu, ada beberapa penelitian yang membahas tentang penerapan Problem Based Learning (PBL) yang terkait dengan judul penulis bahas diantaranya: 1. Penelitian yang dilakukan Yunita Tany dan Tri Utami (2013) yang menyatakan bahwa ada pengaruh model Problem Based Learning (PBL) terhadap hasil belajar. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Kusuma Wardhani, Widha Sunarno, dan Suparmi (2012) dengan hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh pembelajaran Problem Based Learning (PBL) terhadap prestasi belajar. 3. Penelitian yang dilakukan Agung Prakoso (2011) diperoleh hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh pembelajaran Problem Based Learning (PBL) terhadap prestasi belajar. 4. Penelitian Hasrul (2009) menunjukkan ada pengaruh hasil belajar siswa dengan Problem Based Learning (PBL), siswa memiliki hasil belajar yang baik dan meningkatkan minat belajar siswa. 5. Hasil penelitian Tzu Pu Wang (2012) menunjukkan bahwa tujuan dari diterapkan strategi Problem Based Learning (PBL) adalah sebagai pencapaian explorasi diri dimana secara signifikan penerapan PBL dapat dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. 6. Hasil penelitian Hanafi A., Fauziah S., dan Rozhan M.I. (2005) menyatakan bahwa dalam melakukan pendekatan Problem Based Learning siswa merasa memperoleh pemahaman yang lebih baik, belajar melalui interaksi sosial, serta kemampuan pemecahan masalah dengan kondisi yang ada. 7. Hasil penelitian Matthew Etherington (2011) menyatakan bahwa Problem Based Learning (PBL) dapat membantu menumbuhkan peran siswa pada pendidikan progresif dan inovator. 8. Hasil penelitian Amber Yayin Wang (2011) menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif lebih berkaitan denga kepercayaan dari praktek. Keyakinan yang kuat dalam perspektif dari suatu ajaran. Dalam orientasi produk atau
46
proses kemungkinan memiliki dampak negatif pada pemikiran, dan mengembangkan membaca, menulis, dan kemampuan ekspresi diri adalah untuk membantu mengembangkan kemampuan elaborasi. 9. Hasil penelitian Elaheh Ahadnejad Tabrizi (2011) menunjukkan bahwa siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif dapat membantu seseorang mengurangi rasa kekhawatiran, sehingga dalam penelitian ini dapat membantu mendorong para praktisi dan pendidik untuk menggunakan metode pembelajaran yang kreatif. 10. Trianto (2007) menyatakan bahwa Model pembelajaran PBL adalah salah satu alternative dari sekian banyak metode inovatif yang diterapkan daam proses kegiatan belajar mengajar. Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran efektif untuk membantu siswa dalam memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. 11. Amir (2009) menyatakan bahwa Problem Based Learning (PBL) merupakan metode instruksional yang menantang siswa agar belajar untuk belajar, bekerja sama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata masalah ini digunakan untuk mengingatkan rasa keingintahuan serta kemampuan analisis dan inisiaif atas materi pelajaran. PBL mempersiapka siswa untuk berpikir kritis dan analisis untuk mencari dan menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai. 12. Samuel W. W. dan John G. Mwangi (2004) menyatakan bahwa Problem Based Learning (PBL) memberikan pengaruh yang baik pada prestasi fisika dan menumbuhkan keberhasilan siswa dalam pencapaian belajar dan siswa menjadi aktif untuk melakukan proses belajarnya sendiri. 13. Mei Lin Yu dan Chen Lee Pei (2013) menyatakan bahwa ada pengaruh pembelajaran Problem Based Learning (PBL) terhadap prestasi belajar. 14. Robert Daron, Barbara L., dan Wendy Waugh (2006) menunjukkan bahwa ada pengaruh hasil belajar siswa dengan Problem Based Learning (PBL) menggunakan eksperimen, siswa memiliki hasil belajar yang baik daripada siswa yang diberi pembelajaran konvensional.
47
15. Scott C. M., Zsuzsanna S., Joe R. L., dan Arthur M. L. (2011) menyatakan bahwa Problem Based Learning (PBL) mampu mengaktifkan rasa ingin tau siswa pada materi pembelajaran dan guru perlu memerikasa hasil pengamatan ataupun hasil diskusi siswa 16. Ali Salim Rashid Alghafri dan Hairul Nizam (2014) menyatakan bahwa kemampuan berpikir kreatif dipengaruhi oleh imajinasi, rasa ingin tau, kemandirian, menjalankan resiko, dan menjalankan komitmen tugas. Jenis kelamin tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap kreatifitas anak. Umur mempengaruhi kreativitas anak dalam hal bahasa, menggambar dan kepribadian. Dari penelitian diatas baik penelitian nasional atupun Internasional bertujuan agar PBL menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan disukai siswa. Peneliti bertujuan untuk memperbaiki Problem Based Learning (PBL) agar dapat diterapkan dalam pembelajaran fisika. C. Kerangka Berpikir Pembelajaran fisika di SMA menjadi mata pelajaran menakutkan bagi siswa pada umumnya, tidak jarang mereka memiliki milai yang kurang bagus jika sedang berhadapan dengan mata pelajaran ini. Materi fisika yang memiliki sifat analisis yang tinggi membuat siswa kurang merespon terhadap berbagai masalah yang ada, terlebih ditambah rumus-rumus yang membuat mereka kesulitan, guru disekolah pun mengajar secara konvesional, siswa jarang diajak praktikum secara langsung, padahal dengan praktikum langsung siswa dapat menguasai konsep secara cepat. Permasalahan tersebut dipikirkan cara untuk meningkatkan hasil belajar dengan mengetahui terlebih dahulu kemampuan dari siswa. Secara personal dengan menggunakan test kemampuan berpikir kritis dan test kemampuan berpikir kreatif. Penelitian ini dilakukan di kelas X SMAN 4 Madiun pada materi optika geometri. Materi yang bersifat kritis yang perlu kita pelajari, namun di lapangan siswa banyak yang tidak suka dengan materi ini. Penelitian ini menggunakan
model
pembelajaran
Problem
Based
Learning
(PBL)
48
dikembangkan dengan metode ekperimen dan demonstrasi, agar lebih menarik minat siswa dalam belajar. Pada siswa kelas X C diberi perlakuan dengan metode eksperimen, sementara kelas X B diberi perlakuan dengan metode demonstrasi. Siswa dengan hasil test kemampuan berpikir kritis dan kreatif dengan kategori tinggi dan rendah diberi perlakuan yang sama. Dari situ kita dapat melihat ada perbedaan hasil belajar siswa di akhir penelitian. Siswa diberi pembelajaran dengan metode eksperimen dapat melakukan percobaan dengan alat yang telah disediakan guru untuk membuktikan permasalahan pada materi pembelajaran yang harus dipecahkan. Melalui eksperimen siswa dapat menemukan pemecahan masalah tersebut, siswa akan mengalami proses-proses untuk mencapai penyelesaian. Dengan mengalami proses pembelajaran itu sendiri diharap dapat memudahkan siswa untuk menerima pelajaran dan konsep dari materi. Dalam metode demonstrasi yang berkenaan dengan tindakan-tindakan atau prosedur yang dilakukan. Metode demonstrasi merupakan metode yang efektif lantaran membantu siswa untuk mencari jawaban degan usaha sendiri berdasarkan fakta atau data yang benar, serta dapat meningkatkan rasa keingintauan siswa dan dapat melatih kemampuan berpikir kreatif dan kritis karena siswa dituntut untuk menyelesaikan masalah. Optika geometri adalah materi pembelajaran yang berhubungan dengan cahaya. Secara tidak langsung, cahaya merupakan hasil penciptaan yang sangat kita butuhkan. Tidak ada cahaya sama halnya kita tidak bisa melakuan aktifitas sehari-hari. Fungsi dari cahaya sangat penting, selain sebagai penerang cahaya merupakan salah satu kajian eksperimen dari para ahli sains dunia. Berdasarkan hal tersebut, diuraikan kerangka berpikir penelitain ini sebagai berikut: 1. Pengaruh pembelajaran Problem Based Learning (PBL) menggunakan metode eksperimen dan demonstrasi terhadap hasil belajar siswa Model Problem Based Learning (PBL) merupakan bagian dalam pembelajaran kontekstual, dengan guru memberikan suatu permasalahan untuk dipecahkan oleh siswa. Dalam hal ini model pembelajaran Problem Based
49
Learning (PBL) dapat menghubungkan fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang dibuktikan dengan eksperimen atau demonstrasi dan hasil dari data eksperimen dihubungkan dengan fenomena yang memunculkan suatu kesimpulan. Guru harus selalu membimbing siswa setiap langkah. Perbedaan kedua metode ini dalam pembelajaran yaitu: 1) pada metode eksperimen siswa diberi LKS (Lembar Kerja Siswa) yang sudah ada langkah-langkah percobaannya sedangkan pada metode demonstrasi siswa memperhatikan praktik yang dilakukan guru, setelah selesai siswa mempraktikkan sendiri sesuai dengan contoh yang diberikan guru sebelumnya 2) metode eksperimen dan metode demonstrasi alat dan bahan sudah dipersiapkan oleh guru; 3) pada metode eksperimen siswa bekerja sesuai prosedur yang telah ada sedangkan metode demonstrasi siswa bekerja sesuai dengan langkah-langkah dilakukan oleh guru sebelumnya. Penelitian ini sesuai dengan teori yang dinyatakan menurut Arends dalam Abbas (2000), model PBL adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik, sehingga ia bisa menyusun pengetahuan sendiri, menumbuhkembangkan ketrampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, serta meningkatkan kepercayaan diri. 2. Pengaruh kemampuan berpikir kritis tehadap hasil belajar Kemampuan berpikir kritis merupakan hal yang berhubungan dengan kemampuan analisis siswa yang dapat berpengaruh terhadap hasil belajar. Kemampuan berpikir kritis memunculkan wawasan terhadap tiap-tiap makna dan interpretasi, untuk mengembangkan pola penalaran yang kohesif dan logis, memahami asumsi dan bias yang mendasari tiap-tiap posisi. Pada penelitian ini diharapkan siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi akan memperoleh hasil belajar yang baik daripada siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah. 3. Pengaruh kemampuan berpikir kreatif terhadap hasil belajar siswa. Beberapa definisi kreativitas yaitu: a) salah satu konsep ilmu psikologi kognitif yang menggabungkan berbagai ciri kesiapan kognitif dan karakteristik yang bisa menyesuaiakan perubahan lingkungan untuk menghasilkan produk yang istimewa dan bisa diterima oleh kelompok tertentu, pada masa tertentu karena
50
kemanfaatan produk tersebut atau untuk memenuhi kebutuhan hidup; b) gabungan antar kemampuan, kesiapan mental dan karakteristik personal yang terdapat pada lingkungan
yang
sesuai
bisa
meningkatkan
proses
selanjutnya
untuk
menghasilkan hasil-hasil original dan baru, baik yang disebabkan oleh pengalaman masa lalu seseorang atau pengalaman lembaga, masyarakat atau dunia. Jika produk-produk kreativitas berasal dari standar inovasi kreatif disalah satu bidang kehidupan manusia; c) kemampuan menyampaikan pemikiran baru yang belum pernah ada sebelumnya dan d) kemampuan menciptakan fungsi baru yang sudah ada. Dalam penelitian ini pengukuran kemampuan berpikir kreatif digunakan dengan tes, yang selanjutnya siswa dikategorikan dalam kemampuan berpikir kreatif tinggi dan rendah. Siswa dinilai dari 4 faktor penting, yaitu: a) kelancaran berpikir (fluency of thinking) yang menggambarkan banyaknya gagasan yang keluar dalam pemikiran seseorang; b) keluwesan (fleksibilitas) yaitu kemampuan untuk menggunakan bermacam-macam pendekatan dalam mengatasi persoalan; c) orisinalitas (keaslian) yaitu kemampuan sesorang untuk mencetus gagasan asli dan d) elaborasi yaitu kemampuan untuk mengembangkan ide-ide dan menguraiakan ide tersebut secara terperinci. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif tinggi, akan bersikap aktif mencari informasi terkait dengan materi pembelajaran. Sehingga siswa yang memiliki kemampuanan berpikir kreatif tinggi akan memperoleh hasil belajar yang lebih baik daripada siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif rendah. 4. Interaksi antara Problem Based Learning (PBL) menggunakan metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan berpikir kritis terhadap hasil belajar siswa. Penerapan pembelajaran Problem Based Learning (PBL) menggunakan metode eksperimen dan demonstrasi yang sama-sama mengangkat fenomena alam diyakini dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Kemampuan berpikir kritis yang dimiliki siswa dapat mengalnalisis argument dan memunculkan wawasan terhadap tiap-tiap makna. Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) menggunakan
51
metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan berpikir kritis siswa dapat diharapkan memberi pengaruh yang baik terhadap hasil belajar siswa. 5. Interaksi antara Problem Based Learning (PBL) menggunakan metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan berpikir kreatif terhadap hasil belajar siswa. Penerapan pembelajaran Problem Based Learning (PBL) menggunakan metode eksperimen dan demonstrasi yang sama-sama mengangkat fenomena alam dalam kehidupan sehari-hari diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Kemampuan kreatif yang dimiliki siswa dapat mengembangkan atau menemukan ide yang berhubungan dengan pandangan fenomena alam dalam kehidupan seharihari. Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) menggunakan metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan berpikir kreatif siswa dapat diharapkan memberi pengaruh yang baik terhadap hasil belajar siswa. 6. Interaksi antara kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berpikir kreatif terhadap hasil belajar siswa. Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan menganalisis argument dan memunculkan wawasan terhadap tiap-tiap makna, untuk mengembangkan pola penalaran yang kohesif dan logis. Akhirnya dapat memberikan model presentasi yang dapat dipercaya, ringkas, dan meyakinkan. Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan seseorang dalam memperhatikan intuisi, menghidupkan imajinasi, mengungkapkan kemungkinankemungkinan
baru,
membuka
sudut
pandang
yang
menakjubkan
dan
membangkitkan ide-ide yang tidak terduga. Kemampuan kreatif yang dimiliki siswa dapat mengembangkan atau menemukan ide yang berhubungan dengan pandangan fenomena alam dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan internal yang dimiliki siswa dan keduanya merupakan faktor internal yang dimilki siswa, keduanya memiliki pengaruh yang positif. Jika pembelajaran dilakukan atas dasar pada faktor internal diduga akan memberi pengaruh yang positif. Siswa yang memiliki kemampuan berfikir kritis dan kreatif akan memperoleh hasil belajar yang baik.
52
7. Interaksi antara pembelajaran Problem Based Learning (PBL) menggunakan metode eksperimen dan metode demonstrasi dengan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berpikir kreatif terhadap hasil belajar siswa. Pembelajaran dengan kemampuan berpikir kritis dan kreatif diperhatikan pada faktor eksternalnya diyakini akan memperoleh hasil belajar yang baik, karena kemampuan berpikir siswa berpengaruh pada kecerdasan dan keberhasilan dalam pemahaman materi pembelajaran. D. Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: 1. Ada perbedaan pengaruh Problem Based Learning (PBL) menggunakan metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap hasil belajar. 2. Ada perbedaan pengaruh kemampuan berpikir kritis terhadap hasil belajar. 3. Ada perbedaan pengaruh pengaruh kemampuan berpikir kreatif terhadap hasil belajar. 4. Ada interaksi pengaruh antara pembelajaran fisika Problem Based Learning (PBL) menggunakan metode eksperimen dan metode demonstrasi dengan kemampuan berpikir kritis terhadap hasil belajar. 5. Ada interaksi pengaruh antara pembelajaran fisika Problem Based Learning (PBL) menggunakan metode eksperimen dan metode demonstrasi dengan kemampuan berpikir kreatif terhadap hasil belajar. 6. Ada interaksi pengaruh kemampuan berpikir kritis dengan kemampuan berpikir kreatif terhadap hasil belajar. 7. Ada interaksi pengaruh antara pembelajaran fisika Problem Based Learning (PBL) menggunakan metode eksperimen dan metode
demonstarsi dengan
kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berpikir kreatif.