BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teori
1.
Konsep Belajar dan Pembelajaran a. Konsep Belajar Belajar merupakan pengembangan pengetahuan, keterampilan atau sikap yang baru ketika seseorang berinteraksi dengan informasi dan lingkungannya (Smaldino, 2011: 11). Belajar dapat diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir (Trianto, 2009 :16). Menurut Rusman (2011: 7) mendefinisikan bahwa belajar adalah aktivitas yang dapat dilakukan secara psikologis maupun fisiologis. Aktivitas psikologis ialah aktivitas proses mental, misalnya aktivitas
berfikir,
mehamami,
menyimpulkan,
menyimak,
menelaah,
membandingkan, membedakan, menganalisis. Sedangkan aktivitas fisiologis adalah aktivitas proses penerapan praktik melalui eksperimen, latihan , kegiatan praktik, membuat karya dan apersepsi. Sedangkan menurut Djamarah (2008: 13) mengungkapkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor. Menurut Daryanto (2010: 2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sejalan dengan pendapat tersebut Purwanto (2011: 38) mendefinisikan belajar sebagai proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan prilaku. Proses belajar terjadi melalui banyak cara baik disengaja maupun tidak disengaja dan berlangsung sepanjang waktu dan menuju pada suatu 16
17
perubahan pada diri pembelajar (Trianto, 2009 :16). Perubahan yang dimaksud adalah perubahan prilaku tetap berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan kebiasaaan yang baru diperoleh individu. Menurut pengertian psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan, yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Hamdani, 2011 :20). Menurut Smaldino (2011 :12) belajar memiliki empat ranah utama meliputi : 1. Ranah kognitif, dalam ranah kognitif belajar menggunakan serangkaian kemampuan intelektual yang dapat dikelompokkan menjadi informasi verbal/visual atau keterampilan intelektual. Belajar verbal/visual biasanya melibatkan pengingatan atau pengingatan kembali fakta atau informasi. Keterampilan intelektual meliputi keampuan berpikir kritis dan manipulasi informasi. 2. Ranah afektif, melibatkan sikap, perasaan dan nilai-nilai. 3. Ranah kemampuan motorik, dalam ranah kemampuan motorik belajar melibatkan keterampilan atlentik, manual dan keterampilan fisik lainnya. 4. Ranah interpersonal, belajar dalam ranah interpersonal melibatkan interaksi diantara orang-orang. Keterampilan interpersonal merupakan kemampuan orang yang membutuhkan kemampuan untuk berhubungan secara efektif dengan orang lain. Berdasarkan definisi belajar diatas dapat dimaknai bahwa, belajar adalah sebuah proses perubahan pada individu yang mencakup aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan dan pengalaman individu tersebut.
b. Hasil Belajar dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Hasil Belajar a) Hasil Belajar Hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh dari suatu proses usaha setelah
melakukan
kegiatan
belajar
yang
dapat
diukur
dengan
menggunakan tes guna melihat kemajuan siswa (Slameto, 2008: 7). Menurut Rohani (2010: 205) penilaian hasil belajar bertujuan melihat kemajuan hasil belajar siswa dalam hal penguasaan materi pengajaran yang telah dipelajarinya dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Hasil belajar diukur dengan rata-rata hasil tes yang diberikan dan tes hasil belajar itu sendiri adalah sekelompok pertanyaan atau tugas-tugas yang
18
harus dijawab atau diselesaikan oleh siswa dengan tujuan mengukur kemajuan belajar siswa (Slameto, 2008: 8). Menurut Sanjaya (2009: 127) hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. (a) Ranah kognitif, adalah tujuan pendidikan yang berhubungan dengan kemampuan intelektual atau kemampuan berpikir, seperti kemampuan mengingat dan kemampuan memecahkan masalah. Domain kognitif menurut Bloom terdiri dari enam tingkatan yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. (b) Ranah afektif, berkenaan dengan sikap, nilai-nilai dan apresiasi. Ada lima tingkatan dalam ranah afektif ini yaitu penerimaan, merespon, menghargai, organisasi dan pola hidup. (c) Ranah psikomotor, meliputi semua tingkah laku yang menggunakan syaraf dan otot badan. Ada lima tingkatan dalam ranah ini, yaitu imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi dan naturalisasi. Berdasarkan definisi hasil belajar diatas dapat dimaknai bahwa hasil belajar adalah suatu yang diperoleh individu setelah mengalami proses belajar yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor yang dapat diukur menggunakan tes untuk melihat pencapaian belajar dari siswa.
b) Faktor-faktor yang Memengaruhi Hasil Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Munadi (2008: 24) antara lain meliputi faktor internal dan eksternal : 1) Faktor Internal (a) Faktor Fisiologis, secara umum faktor kondisi fisiologis seperti kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya. Hal tersebut dapat mempengaruhi siswa dalam menerima materi pelajaran (b) Faktor Psikologis Setiap individu dalam hal ini siswa pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi hasil belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motif, motivasi, kognitif dan daya nalar siswa. 2) Faktor eksternal (a) Faktor lingkungan, faktor lingkungan dapat mempengaruhi hasil belajar. Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan alam misalnya suhu, kelembaban dan lain-lain. Belajar pada tengah hari diruangan yang kurang
19
akan sirkulasi udara akan sangat berpengaruh dan akan sangat berbeda pada pembelajaran pagi hari yang kondsisinya masih segar dan dengan ruangan yang cukup untuk bernafas lega. (b) Faktor instrumental, faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang direncanakan. Faktor-faktor instrumental ini berupa kurikulum, sarana dan guru. Berdasarkan faktor yang memengaruhi hasil belajar tersebut dapat dipahami bahwa, untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal harus memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Faktor instrumental merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar yang meliputi kurikulum, sarana dan guru. Bahan ajar merupakan salah satu sarana dalam proses belajar mengajar yang membantu guru dalam meyampaikan pesan/isi materi pelajaran kepada siswa. Sehingga dapat dimaknai bahwa bahan ajar yang tergolong dalam sarana belajar merupakan salah satu faktor yang memengaruhi hasil belajar.
c. Konsep Pembelajaran Pembelajaran secara sederhana dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Dalam makna yang lebih kompleks pembelajaran hakekatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan (Trianto, 2009: 17). Hamalik (2006: 239) mendefinisikan bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi tercapainya tujuan pembelajaran. Hamalik mengemukakan tiga rumusan penitng tentang pembelajaran yaitu : (a) Belajar adalah upaya mengorganisasikan lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi siswa (b) Pembelajaran adalah upaya mempersiapkan peserta didk untuk menjadi warga masyarakat yang baik (c) Pembelajaran adalah suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari. Pembelajaran
adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain
instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan
20
pada penyediaan sumber belajar (Dimyati, 2006: 17). Sudjana (2004: 28) mendefinisikan pembelajaran sebagai upaya yang sistematik dan sengaja untuk menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu antara siswa dan pendidik yang melakukan kegiatan membelajarakan. Senada dengan definisi pembelajaran tersebut menurut Warsita (2008: 85) pembelajaran adalah suatu usaha untuk membuat siswa belajar atau suatu kegiatan untuk membelajarkan siswa. Djamarah (2010: 41) mengungkapkan pembelajaran merupakan suaatu sistem yang terdiri atas komponenkomponen yang berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran yang meliputi : (a) Tujuan, merupakan komponen pertama yang harus ditetapkan karea berfungsi sebagai indikator keberhasilan pengajaran. (b) Bahan pelajaran, merupakan unsur inti yang ada dalam kegiatan belajar mengajar. (c) Kegiatan belajar mengajar, merupakan segala sesuatu yang diprogramkan dan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. (d) Metode, yaitu cara yang digunakan unruk mencapai suatu tujuan. (e) Alat, merupakan segala sesuatu yang digunakan dalam mencapai tujuan pembelajaran. (f) Sumber belajar, yaitu segala sesuatu yang digunakan sebagai tempat belajar siswa. (g) Evaluasi merupakan tindakan atau proses untuk menilai sesuatu. Berdasarkan pengertian pembelajaran menurut bebapa ahli diatas pembelajaran dapat dimaknai sebagai upaya yang dilakukan guru untuk merancang/mendesain suasana belajar sedimikan rupa sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalaman siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
2. Bahan Ajar a. Konsep Bahan Ajar Menurut National Centre for Competency Based Training (2007), bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan proses pembelajaran dikelas. Bahan yang dimaksud dapat berupa dapat berupa bahan tertulis maupun tidak tertulis. Carey, D. (2009: 230) mengemukakan bahwa instructional
21
material contain the conten either writen, mediated, or facilitated by an instructor that a student as use to achieve the objective also include informaton that the learners will use to guide the progress. Berdasarkan ungkapan Carey, D. tersebut dapat diketahui bahwa bahan ajar memuat halhal yang digunakan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran baik itu tertulis, melalui media atau difasilitasi oleh pengajar untuk mencapai tujuan tertentu. Mulyasa (2006: 96) mengemukakan bahwa bahan ajar merupakan salah satu bagian dari sumber ajar yang dapat diartikan sesuatu yang mengandung pesan pembelajaran, baik yang bersifat khusus maupun yang bersifat umum yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran. Prastowo (2011: 17) mendefinisikan bahan ajar adalah segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai siswa dan digunakan dalam proses pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran.. Berdasarkan beberapa pengertian bahan ajar tersebut dapat dimaknai bahwa bahan ajar merupakan seperangkat bahan/materi pembelajaran yang dirancang secara sistematis, berisi tentang kompetensi yang akan dikuasai oleh siswa untuk dipergunakan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
b. Jenis Bahan Ajar Prastowo (2011 : 40) mengemukakan bahwa bahan ajar berdasarkan jenisnya dibedakan menjadi empat macam, yaitu bahan ajar cetak, bahan ajar dengar, bahan ajar pandang dengar dan bahan ajar interaktif. 1. Bahan cetak (printed), yakni sejumlah bahan yang disiapkan dalam kertas, yang dapat berfungsi untuk keperluan pembelajaran atau penyampaian informasi (Kemp dan Dayton, 1985). Misalnya handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wellchart, foto atau gambar dan model atau market. 2. Bahan ajar dengar atau program audio, yakni semua sistem yang menggunakan sinyal radio secara langsung, yang dapat dimainkan atau didengar oleh seseorang atau kelompok orang. Misalnya kaset, radio, piringan hitam dan compact disk audio.
22
3. Bahan ajar pandang dengar (audiovisual) , yakni segala sesuatu yang memungkinkan sinyal audio dapat dikombinasikan dengan gambar bergerak secara skuensial. Misalnya vidio compact disk dan film. 4. Bahan ajar interaktif (interactive teaching materials), yakni kombinasi antara dua atau lebih media (audio, teks, grafik, gambar, animasi dan vidio) yang oleh penggunanya dimanipulasi atau diberi perlakuan untuk mengendalikan suatu perintah dal/atau perilaku alami dari suatu presentasi, misalnya compact disk interactive. c. Kriteria Bahan Ajar Penyusunan bahan ajar perlu memerhatikan beberapa kriteria untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran yang diinginkan. Joyoatmojo, S. (2011: 87) mengemukakan beberapa kriteria dalam bahan pembelajaran adalah sebagai berikut : 1. 2.
Tingkat bahasa dan perbendaharaan katanya memadai. Terdapat aspek-aspek penumbuhan minat, motivasi, dan pengembangan. 3. Kesesuaiannya dengan latar belakang dan pengalaman peserta didik yang akan menggunakan. 4. Sesuai dengan kebutuhan pembelajaran peserta didik. 5. Terdapat kegiatan-kegiatan pembelajaran awal (Preinstructional activities) 6. Urutan materi benar, lengkap, tidak kadaluarsa, dan khusus disiapkan sebagai materi pembelajaran. 7. Mendorong keterlibatan peserta didik dan memasukkan pula latihan-latihan praktisnya. 8. Terdapat umpan balik yang memadai. 9. Terdapat alat penilaian hasil belajar secara memadai. 10. Terdapat arahan untuk kegiatan tindak lanjut yang dapat memperkuat ingatan dan pengetahuan yang berhasil ditransfer. 11. Terdapat panduan bagi peserta didik untuk perpindahan setiap langkah pembelajaran sesuai dengan komponen utama pembelajaran
3. Modul Sebagai Media Pembelajaran a.
Media Media adalah bentuk jamak dari perantara (medium), merupakan sarana
berkomunikasi. Berasal dari bahasa latin medium (antara), istilah ini merujuk pada apa saja yang membawa informasi antara sebuah sumber dan sebuah penerima (Smaldino, 2011: 7). Menurut Anitah (2009: 6) media adalah setiap
23
orang, bahan alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan pembelajar untuk menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Smaldino (2011: 7) menjelaskan enam kategori dasar dalam media yaitu : 1. Teks : merupakan karakter alfanumerik yang mungkin ditampilkan dalam format apapun seperti buku, poster, papan tulis, layar komputer dan sebagainya. 2. Audio : audio mencakup apa saja yang bisa didengar seperti suara orang, suara berisik, suara mekanis dan sebagainya. Suara-suara tersebut bisa langsung didengar atau direkam. 3. Visual : visual meliputi diagram pada sebuah poster, gambar pada papan tulis putih, foto, gambar pada sebuah buku, kartun dan sebagainya. 4. Vidio : merupakan media yang menampilkan gerakan, termasuk DVD, rekaman vidio, animasi komputer dan sebagainya. 5. Perekayasa : bersifat tiga dimensi dan bisa disentuh dan dipegang oleh para siswa. 6. Orang-orang : Guru, siswa atau orang yang ahli bidang studi, orang-orang sangatlah penting dalam pembelajaran. Para siswa belajar dari guru, siswa lainnya dan orang dewasa. AECT (Association for Education Communication and Technology), membatasi pengertian media sebagai segala bentuk saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Gerlach dan Ely (dalam Arsyad, 2011: 3), berpendapat bahwa media secara garis besar dapat dipahamai sebagai pembangun kondisi siswa dalam memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan sehingga dapat berupa manusia misalnya (guru, tutor sebaya, dll) materi (buku teks, modul, LKS, dll) atau kejadian yang mendukung pemerolehan informasi (lingkungan sekolah, lingkungan rumah, dll). Namun pengertian media secara khusus dalam proses belajar mengajar berupa alatalat grafis, photografis atau elektronos visual maupun verbal. Menurut Sudjana (2009: 10) dalam proses belajar mengajar
fungsi media adalah
sebagai berikut : 1. Penggunaan media dalam proses belajar mengajar bukan merupakan fungsi tambahan, tetapi mempunyai fungsi sendiri sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif. 2. Penggunaan media pengajaran merupakan bagaian yang integral dari keseluruhan situasi mengajar.
24
3. Media dalam pengajaran, penggunaannya bersifat integral dengan tujuan dan isi pelajaran. 4. Penggunaan media dalam pengajaran bukan semata-mata sebagai alat hiburan yang digunakan hanya sekedar melengkapi proses belajar supaya lebih menarik perhatian siswa. 5. Penggunaan media dalam pengajaran lebih diutamakan untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap pengertian yang diberikan guru. 6. Penggunaan media dalam pengajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu belajar mengajar. b. Media Pembelajaran Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta kemauan siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi dalam menncapai tujuan pembelajaran secara efektif (Sukiman, 2012: 29). Menurut Sanaky (2011: 4) media pembelajaran adalah sarana yang dapat digunakan sebagai perantara dalam proses pembelajaran untuk mempertinggi efektifitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pengajaran. Dalam pengertian yang lebih luas media pembelajaran adalah alat, metode, tehnik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara pengajar dan pebelajar dalam proses pembelajaran dikelas (Hamalik dalam Sanaky, 2014: 4). Munandi (2012: 7) mengemukakan bahwa media pembelajaran dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efektif dan efisien. Tahapan yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media pembelajaran menurut Rusman (2012: 168) adalah sebagai berikut (a) Memperhatikan identifikasi tujuan pembelajaran atau kompetensi dan karakteristik materi pembelajaran (b) Memperhatikan tingkat kemampuan siswa, kebermanfaatannya untuk guru sesuai dengan alokasi waktu yang telah ditetapkan sehingga selaras dengan tujuan pembelajaran dan meningkatkan kreativiatas siswa serta mudah digunakan. (c) Memperhatikan desain penggunaannya agar penggunaannya dalam pembelajran berada dalam proses yang utuh
25
(d) Memperhatikan evaluasi penggunaan media pembelajaran sebagai feedback atas efektivitas dan efisiensi media pembelajaran Sementara itu Hamalik (2004: 174) mengemukakan ciri-ciri media pembelajaran yang efektif diantaranya adalah: (a) Relevan artinya media itu sesuai dengan hakikat materi dan tujuan yang hendak dicapai. (b) Sederhana artinya media itu buakanlah suatu peralatan yang rewet, tetapi mudah untuk digunakan. (c) Esensial artinya media itu memang menjadi sautu yang perku untuk membantu kelancaran proses belajar mengajar. (d) Menarik dan menanatang artinya media itu mampu memberikan variasi, penyegaran, daya tarik dan dapat menghilangkan kebosanan. c.
Modul Pembelajaran Modul pengajaran merupakan unit pengajaran yang lengkap yang
dirancang untuk digunakan oleh seorang pemelajar atau sekelompok kecil pemelajar tanpa kehadiran guru (Smaldino, 2011: 279). Modul menurut Daryono (2013: 9) merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis, didalamnya memuat seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk membantu siswa menguasai tujuan belajar yang spesifik. Sementara itu, Surahman dalam Prastowo (2011: 105) mengemukakan bahwa modul adalah satuan program pembelajaran terkecil yang dapat dipelajari oleh siswa secara perseorangan. Mulyasa (2006: 148) mendefinisikan modul sebagai paket belajar mandiri yang meliputi serangkaian pengalaman belajar yang direncanakan dan dirancang untuk membantu siswa mencapai tujuan belajar. Prinsip pembelajaran mandiri yang terkandung dalam modul ini juga senada dengan pernyataan Prastowo (2011 :106) bahwa modul pada dasarnya adalah sebuah bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa sesuai tingkat pengetahuan dan usia mereka, agar mereka dapat belajar sendiri (mandiri) dengan bantuan atau bimbingan yang minimal dari pendidik. Modul dapat dirumusakan sebagai suatu unit yang lengkap yang berdiri sendiri dan terdiri atas suatu rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu siswa mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas (Nasution, 2011: 205). Berdasarkan pengertian modul menurut
26
beberapa ahli di atas, dapat dimaknai bahwa modul merupakan sarana belajar mandiri yang dirancang secara sistematis, sederhana dan terencana untuk mempermudah siswa dalam memahami konteks materi pelajaran sehingga tercapai tujuan belajar yang diinginkan. d. Karakteristik Modul Modul sebagai bahan ajar tentunya mempunyai karakter atau ciri khas tersendiri
yang membedakannya dengan bahan ajar lainnya. Modul yang
berkualitas haruslah mempunyai karakter yang mampu memotivasi siswa untuk mempelajarinya. Daryanto (2013: 9) menyatakan bahwa dalam pengembangan modul harus memerhatikan karakteristik yang diperlukan sebagai sebuah modul, diantaranya adalah : 1) Self Instruction Merupakan karakteristik penting dalam modul, dengan karakter tersebut memungkinkan seseorang belajar secara mandiri dan tidak tergantung pada pihak lain. Untuk memenuhi karakter self instruction, maka modul harus : Memuat tujuan pembelajaran yang jelas, dan dapat menggambarkan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Memuat materi pembelajaran yang dikemas dalam unit-unit kegiatan yang kecil/spesifik, sehingga memudahkan dipelajari secara tuntas. Tersedia contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan materi pembelajaran. Terdapat soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan untuk mengukur penguasaan siswa. Kontekstual, yaitu materi disajikan terkait dengan suasana, tugas atau konteks kegiatan dan lingkungan siswa. Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif. Terdapat rangkuman materi pembelajaran. Terdapat instrumen penilaian, yang memungkinkan siswa melakukan penilaian mandiri. Terdapat umpan balik atas penilaian siswa, sehingga siswa mengetahui tingkat penguasaan materi. Terdapat informasi tentang rujukan/pengayaan/referensi yang mendukung materi pembelajaran yang dimaksud. 2) Self Contained Modul dikatakan self contained apabila seluruh materi pembelajaran yang dibutuhkan termuat dalam modul tersebut. Tujuan dari konsep ini adalah
27
memberikan kesempatan siswa mempelajari materi pembelajaran secara tuntas, karena materi belajar dikemas kedalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari satu standar kompetensi /kompetensi dasar , harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan standar kompetensi/kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh siswa. 3) Berdiri Sendiri (Stand Alone) Stand alone atau berdiri sendiri merupakan karakteristik modul yang tidak tergantung pada bahan ajar/media lain. Dengan menggunakan modul, siswa tidak perlu bahan ajar lain untuk mempelajari dan atau mengerjakan tugas pada modul tersebut. Jika siswa masih menggunakan dan bergantung pada bahan ajar lain selain modul yang digunakan, maka bahan ajar tersebut tidak dikategorikan sebagai modul yang berdiri sendiri. 4) Adaptif Modul hendaknya memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan tekonologi. Dikatakan adaptif jika modul tersebut dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel/luwes digunakan diberbagai perangkat keras (hardwere). 5) Bersahabat/ Akrab (User Friendly) Modul hendaknya juga memenuhi kaidah bersahabat/ akrab dengan pemakainya. Setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merspon dan mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, serta menggunakan istilah yang umum digunakan, merupakan salah satu bentuk user friendly. e. Struktur Modul Struktur dalam sebuah modul disusun berdasarkan keteraturan unsur-unsur yang dirancang dengan pola tertentu guna mempermudah pengguna dalam mempelajarinya.
Menurut pandangan Vembriarto dalam Prastowo (2011:
114), unsur-unsur modul yang sedang dikembangkan di Indonesia meliputi tujuh unsur sebagai berikut : 1. Rumusan tujuan pengajaran yang eksplisit dan spesifik Tujuan pengajaran ini dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa. Tiap-tiap rumusan tujuan melukiskan tingkah laku yang diharapkan dari siswa setelah menyelesaikan tugas mereka dalam mempelajari suatu modul. Rumusan tujuan pengajaran ini tercantum pada dua bagian, yaitu : a) Lembaran kegiatan siswa, untuk memberitahukan kepada siswa tingkah laku yang diharapkan dari mereka setelah mereka berhasil menyelesaikan modul.
28
2.
3.
4.
5.
6.
b) Petunjuk pendidik (untuk guru/dosen/instruktur), untuk memberitahukan kepada pendidik tingkah laku atau pengetahuan siswa yang seharusnya telah mereka miliki setelah mereka merampungkan modul yang bersangkutan. Petunjuk untuk pendidik Petunjuk untuk pendidik ini berisi keterangan tentang bagaimana pengajaran itu dapat diselenggarakan secara efisien. Bagian ini juga berisi penjelasan tentang macam-macam kegiatan yang mesti dilakukan di kelas, waktu yang disediakan untuk menyelesaikan modul yang bersangkutan, alat-alat pelajaran dan sumber yang harus dipergunakan, prosedur evaluasi serta jenis alat evaluasi yang harus dipergunakan. Lembaran kegiatan siswa Lembaran ini memuat materi pelajaran yang harus dikuasai oleh siswa. Materi dalam lembaran kegiatan siswa tersebut disusun secara khusus sedemikian rupa, sehingga dengan mempelajari materi tersebut, tujuantujuan yang telah dirumuskan dalam modul dapat tercapai. Lembaran kerja bagi siswa Materi pelajaran dalam lembar kegiatan disusun sedemikian rupa, sehingga siswa dapat secara aktif mengikuti proses belajar. Dalam lembar kegiatan tersebut, dapat dicantumkan pertanyaan-pertanyaan dan masalah-masalah yang harus dijawab serta dipecahkan oleh siswa. Sementara itu, lembaran kerja yang menyertai lembar kegiatan siswa digunakan untuk menjawab pertanyaan dan memecahkan masalah tersebut. Kunci lembaran kerja Matari pada modul tidak saja disusun agar siswa senantiasa aktif memecahkan masalah-masalah, melainkan juga dibuat agar siswa dapat mengevaluasi hasil belajar mereka sendiri. Oleh karena itu, pada tiap-tiap modul selalu disertai kunci lembaran kerja. Kunci lembaran kerja terkadang telah tersedia pada modul, atau hanya dipegang oleh pendidik. Dengan adanya kunci tersebut, terjadi konfirmasi dengan segera terhadap jawaban-jawaban mereka yang benar dan koreksi dengan segera jawaban-jawaban mereka yang keliru. Itulah yang dimaksud dengan reinforcement langsung atas respon-respon siswa. Lembar evaluasi Evaluasi pendidik terhadap tercapai atau tidaknya tujuan yang dirumuskan pada modul oleh siswa, ditentukan oleh hasil tes ahir yang terdapat pada lembaran evaluasi tersebut, dan bukannya oleh jawabanjawaban siswa yang terdapat pada lembar kerja. Para siswa yang malas, yang hanya menyalin kunci jawaban kedalam lembar kerjanya, akan segera sadar bahwa tanpa belajar, ia tidak akan siap menghadapi tes ahir yang diberikan oleh pendidik. Landasan evaluasi dan kuncinya ini senantiasa disimpan oleh pendidik sendiri.
29
7. Kunci lembaran evaluasi Dalam hal ini, tes dan rating scale yang tercantum pada lembaran evaluasi disusun oleh penulis modul yang bersangkutan. Sedangkan item-item tes tersebut disusun dan dijabarkan dari rumusan-rumusan tujuan pada modul. Oleh sebab itu, dari hasil jawaban siswa terhadap teks tersebut dapat diketahui tercapai atau tidaknya tujuan yang dirumuskan pada modul yang bersangkutan. Dan kunci jawaban tes serta rating scale tersebut juga disusun oleh penulis modul f. Prosedur Penyusunan Modul Penulisan modul dilakukan melalui serangkaian tahapan yang prosedural guna menciptakan bahan ajar inovatif yang meningkatkan keefektifan belajar siswa. Menurut Daryanto (2013: 16) penulisan modul dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Analisis kebutuhan modul Analisis kebutuhan modul merupakan kegiatan menganalisis silabus dan RPP untuk memperoleh informasi modul yang dibutuhkan siswa dalam mempelajari kompetensi yang telah diprogramkan. Tujuan analisis kebutuhan. Analisis kebutuhan modul sebaiknya dilakukan oleh tim, dengan anggota terdiri atas mereka yang mempunyai keahlian pada program yang dianalisis. 2. Desain modul Desain penulisan modul yang dimaksud adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun oleh guru. Didalam RPP telah memuat strategi pembelajaran dan media yang digunakan, garis besar materi pembelajaran dan metode penilaian serta perangkatnya. Dengan demikian, RPP diacu sebagai desain dalam penyusunan/penulisan modul. 3. Implementasi Implementasi modul dalam kegiatan belajar dilaksanakan sesuai dengan alur yang telah digariskan dalam modul. Bahan, alat, media dan lingkungan belajar yang dibutuhkan dalam kegaiatan pembelajaran. Diupayakan dapat dipenuhi agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Strategi pembelajaran dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan skenario yang ditetapkan. 4. Penilaian Penilaian hasil belajar dimaksudkan untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa setelah mempelajari seluruh materi yang ada didalam modul. Pelaksanaan penilian mengikuti ketentuan yang telah dirumuskan dalam modul. Penilaian hasil belajar dilakukan menggunakan instrumen yang telah dirancang atau disiapkan saat penulisan modul.
30
5. Evaluasi dan validasi Modul yang telah dan masih digunakan dalam kegiatan pembelajaran, secara periodik harus dilakukan evaluasi dan validasi. Evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui dan mengukur apakah implementasi pembelajaran dengan modul dapat dilaksanakan sesuai dengan desain pengembangannya. Validasi merupakan proses untuk menguji kesesuaian modul dengan kompetensi yang menjadi target belajar. Bila isi modul sesuai, artinya efektif untuk mempelajari kompetensi yang menjadi target belajar, maka modul dinyatakan valid (sahih). 6. Jaminan kualitas Untuk menjamin bahwa modul yang disusun telah memenuhi ketentuan- ketentuan yang ditetapkan dalam pengembangan suatu modul, maka selama proses pembuatannya perlu dipantau untuk meyakinkan bahwa modul telah disusun sesuai dengan desain yang telah ditetapkan. Demikian pula, modul yang dihasilkan perlu diuji apakah telah memenuhi setiap elemen mutu yang berpengaruh terhadap kualitas suatu modul. g. Tujuan Pembuatan modul Tujuan penyusunan atau pembuatan modul menurut Prastowo (2011: 108) antara lain adalah : 1. Agar siswa dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan pendidik. 2. Agar peran pendidik tidak terlalu dominan dan otoriter dalam kegiatan pembelajaran 3. Melatih kejujuran siswa 4. Mengakomodasi berbagai tingkat dan kecepatan belajar siswa. Bagi peseta didik yang kecepatan belajarnya tinggi, maka mereka dapat belajar lebih cepat serta menyelesaikan modul dengan lebih cepat pula. Sebaliknya, bagi yang lambat maka mereka dipersilahkan mengulanginya kembali 5. Agar siswa mampu mengukur sendiri tingkat penguasaan materi yang telah dipelajari h. Kelebihan dan Keterbatasan Modul Modul sebagai media pembelajaran yang dirancang untuk mempermudah siswa dalam memahami konteks/isi pesan pengajaran dalam bentuk media cetak.
Media pembelajar selalu mengalami perkembangan seiring
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Media hasil teknologi cetak menurut Seels & Glasgow (dalam Arsyad, 2013: 36) meliputi buku teks, modul, teks terprogram, majalah ilmiah, lembar lepas (hand out). Beberapa
31
kelebihan dan keterbatasan media cetakan menurut Arsyad (2013: 40) antara lain adalah: 1. Siswa dapat belajar dan maju sesuai dengan kecepatan masingmasing. Materi pelajaran dapat dirancang sedemikian rupa sehingga mampu memenuhi kebutuhan siswa, baik yang cepat maupun yang lamban membaca dan memahami. 2. Disamping dapat mengulangi materi dalam media cetakan, siswa akan mengikuti urutan pikiran secara logis. 3. Perpaduan teks dan gambar dalam halaman cetak sudah merupakan hal lumrah, dan ini dapat menambah daya tarik, serta dapat memperlancar pemahaman informasi yang disajikan dalam dua format, verbal dan visual. 4. Khusus pada teks terprogram, siswa akan berpartisipasi/berinteraksi dengan aktif karena harus memberi respon terhadap pertanyaan dan latihan yang disusun; siswa dapat segera mengetahui apakah jawabannya benar atau salah. 5. Meskipun isi informasi media cetak harus diperbaharui dan direvisi sesuai dengan perkembangan dan temuan-temuan baru dalam bidang ilmu, materi tersebut dapat direproduksi dengan ekonomis dan didistribusikan dengan mudah. Keterbatasan 1. Sulit menampilkan gerak dalam halaman media cetakan. 2. Biaya pencetakan akan mahal apabila ingin menampilkan ilustrasi, gambar, atau foto yang berwarna-warni. 3. Proses pencetakan media seringkali memakan waktu bebrapa hari sampai berbulan-bulan, tergantung pada peralatan pencetakan dan kerumitan informasi dalam halaman cetakan. 4. Perbagian unit-unit pelajaran dalam media cetakan harus dirancang sedemikian rupa sehinga tidak terlalu panjang dan dapat membosankan siswa. 5. Umumnya media cetakan dapat membawa hasil yang baik jika tujuan pembelajaran itu bersifat kognitif. Jarang sekali media cetakan termasuk teks terprogaram yang mencoba menekankan perasaan, emosi atau sikap. 6. Jika tidak dirawat dengan baik, media cetakan cepat rusak atau hilang.
i. Perbandingan Pembelajaran Konvensional dan Pembelajaran Modul Perbandingan antara pembelajaran konvensional dan pembelajaran berbasis modul menurut Nasution (2010: 209) adalah sebagai berikut :
32
Tabel 2.1 Perbandingan pembelajaran antara konvensional dan pembelajaran modul Aspek Pembelajaran Pembelajaran Berbasis Modul Pembanding Konvensional Tujuan Tidak dirumuskan secara Tujuan disampaikan sebelum spesifik dalam bentuk pembelajaran, sehingga setiap perilaku yang dapat diamati siswa mengetahui apa yang dan diukur dipelajari Penyajian Disajikan kepada kelas Disajikan secara individual bahan ajar secara keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individual Kegiatan Bahan pembelajaran Menggunakan aneka ragam instruksional kebanyakan berbentuk kegiatan belajar yang dapat ceramah meningkatkan proses belajar Pengalaman Berorientasi pada kegiatan Berorientasi pada kegiatan murid belajar guru Partisipasi Murid-murid bersikap pasif Murid aktif Kecepatan Kecepatan ditentukan oleh Menurut kecepatan masingbelajar guru masing Penguatan Biasanya dilakukan setelah Diberikan setelah sebagian kecil ujian dari bahan pelajaran Keberhasilan Dinilai oleh guru secara Dinilai secara obyektif belajar subyektif berdasarkan hasil belajar siswa Peranan Pengajar berfungsi sebagai Pengajar sebagai pemberi pengajar penyalur pengetahuan motivasi, pembimbing belajar
4.
Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) a. Pengertian Contextual Teaching and Learning Guru sebagai pelaksana dalam proses belajar mengajar memiliki tanggung jawab untuk menciptakan cara yang terbaik dalam menyampaikan dan membelajarkan banyak konsep di kelas, sehingga siswa dapat dengan mudah untuk memahami dan mampu menggunakan pengetahuan yang dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Teori Pembelajaran Kontekstual, bahwa belajar hanya terjadi ketika murid (pelajar) memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian sehingga informasi atau pengetahuan tersebut dipahami mereka dalam kerangka acuan memori, pengalaman, dan respon
33
mereka sendiri (Trianto, 2009: 104). Contextual Teaching and Learning merupakan konsep belajar yang membantu guru dalam mengaitkan antara materi yang dipelajarinya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dengan melibatkan tujuh komponen pembelajaran efektif (Nurhadi dalam Hosnan, 2014: 267) Lailatul istiqomah (dalam Hosnan, 2014: 268) menyebutkan, pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran kontekstual yang menekankan hubungan antara pengetahuan dengan konteks kehidupan nyata ini juga senada dengan yang diungkapkan oleh Johnson (dalam Sugiyanto, 2008: 18) menyatakan bahwa Contextual Teaching and Learning adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna didalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subyek-subyek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya mereka. Sanjaya (2006: 255) mengemukakan bahwa CTL adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh
untuk
dapat
menemukan
materi
yang
dipelajari
dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Pembelajaran kontekstual merujuk pada tujuan pembelajaran mandiri sesuai dengan pendapat Arends (2008: 17) bahwa tujuan akhir mengajar adalah untuk membantu siswa agar dapat menjadi pelajar yang independent (mandiri) dan self-regulated (mampu mengatur dirinya sendiri). Berdasarkan definisi pembelajaran kontekstual menurut beberapa ahli diatas pembelajaran kontekstual dapat dimaknai sebagai suatu konsep pembelajaran yang menekankan pada keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran
34
untuk mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran melalui konteks nyata dalam kehidupan keseharian.
b. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran yang dilaksanakan dengan pendekatan kontekstual, menurut Priyanti (2011: 278) memiliki karakteristik sebagai berikut : 1. Pelaksanaan dilaksanakan dalam konteks yang autentik, artinya pembelajaran diarahkan agar siswa memiliki keterampilan dalam mememcahkan masalah dalam konteks nyata atau pembelajaran diupayakan dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting). 2. Pembelajan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning). 3. Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa melalui proses alami (learning by doing). 4. Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi (learning in a group). 5. Kebersamaan, kerjasama saling memahami dengan yang lain secara mendalam merupakan aspek penting untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan (learning to know each other deeply.) 6. Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kraeatif dan mementingkan kerjas sama (learning to asak, to inquity, to work together). 7. Pembelaran dilaksanakan dengan cara yang menyenangkan (learning as an enjoy activity). Sementara itu, Sanjaya (2006: 256) mengemukakan terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual : 1. Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activiting knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain. 2. Pembelajaran yang konteksual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya. 3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari
35
yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan. 4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan prilaku siswa. 5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balikk untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi. c. Komponen Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran merupakan sebuah sistem yang terdiri dari berbagai komponen-komponen yang memiliki keterkaitan satu sama lain, Yamin (2013: 56) mengungkapkan terdapat tujuh komponen utama dalam pembelajaran kontekstual sebagai berikut :. 1. konstruktivisme (constructivism), landasan berpikir (filosofi) kontektual, bahwa pengetahuan itu dibangun oleh diri sendiri, dimulai pengetahuan yang sedikit yang diperluas berdasarkan pengalaman dan interaksi sosial serta lingkungan. 2. Bertanya (questioning), guru bertanya menggali informasi tentang apa yang sudah diketahui dan mengarah pada aspek yang belum diketahui. Bertanya merupakan analisis dan mengeksplorasi gagasan-gagasan. 3. Inkuiri (inquiry), pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan merupakan hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri dengan cara (1) merumuskan masalah, (2) mengumpulkan data melalui observasi, (3) menganalisis dan menyajikan hasil tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya, (4) mengomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas atau audiens lainnya. 4. Masyarakat belajar (learning community), belajar merupakan sharing dengan teman atau bekerjasama dengan orang lain, saling memberi informasi. 5. Pemodelan (modeling), guru menciptakan siswa untuk meniru dengan mendemonstrasikan dan mencontoh suatu pengetahuan dan keterampilan sehingga siswa dapat melakukannya. 6. Reflesksi (reflection), gambaran terhadap kegiatan atau pengetahuan yang baru saja diterima, siswa dapat merasakan ide-ide baru tersebut dalam pikirannya. 7. Penilain sebenarnya (authentic asessment), guru menggunakan assessment sebagai gambaran perkembangan belajar siswa melalui proses.
36
Berdasarkan beberapa prinsip diatas dapat dimaknai bahwa pembelajaran kontekstual adalah suatu konsep dari proses pembelajaran yang membantu guru mengaitkan/menghubungkan materi pelajaran dengan dunia nyata. Pembelajaran kontekstual merupakan strategi yang aktifitas pembelajarannya berpusat pada siswa dan mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, kerjasama, saling membantu sesama siswa, menggali, menemukan, mencontoh suatu pengetahuan dan keterampilan, menemukan ide-ide dan perkembangan belajarnya dinilai melalui proses.
d. Elemen Pembelajaran Kontekstual Menurut zahorik (dalam Hosnan, 2014: 269), terdapat lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktik pembelajaran kontekstual. 1. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowlegde) 2. Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowlegde) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya 3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowlegde), yaitu dengan cara menyusun konsep sementara (hipotesis), melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu konsep tersebut direvisi dan dikembangkan. 4. Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge). 5. Melalukan
refleksi
(reflecting
knowledge)
terhadap
strategi
pengembangan pengetahuan tersebut.
e. Tahapan Pembelajaran Melalui Pendekatan CTL Hosnan (2014: 278) Mengemukakan tahapan-tahapan pembelajaran melalui pendekatan CTL sebagai berikut:
37
Tabel 2.2 Tahapan Pembelajaran Kontekstual Tahap Kegiatan Pendahuluan
Inti
Penutup
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
CTL
Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut. Menyampaikan prasyarat Menyampaikan motivasi Menyampaikan materi dan memberikan contoh Memperjelas dan mendemonstrasikan percobaan Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok belajar yang heterogen Membimbing siswa menjawab pertanyaan yang ada pada lembar kegiatan siswa Meminta perwakilan kelompok mempresentasikan hasil diskusi didepan kelas
Mendengarkan tujuan yang disampaikan guru Menjawab prasyarat dari guru Menjawab motivasi dari guru Mendengarkan dan mencatat penjelasan dari guru
Relating
Membimbing siswa merangkum atau menyimpulkan semua materi yang telah dipelajari Memberikan tes
Membentuk kelompok Melalukan percobaan yang ada dilembar kegiatan siswa Menjawab pertanyaan yang ada di lembar kegiatan siswa Mempresentasikan hasil percobaan kelompok yang diperoleh Merangkum atau menyimpulkan materi yang telah dipelajari Mengerjakan soalsoal tes
cooperating
Exsperimenting
Appllying
Transfering
f. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Konteksual Guru sebagai unit pelaksana dalam pembelajaran dituntut untuk cermat memilih model pembelajaran terkait dengan kelebihan dan kelemahan dalam suatu model pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran didasarkan atas analisis
kebutuhan
untuk
mengatasi
permasalahan
dalam
proses
pembelajaran. Menurut Hosnan (2014: 279) model pembelajaran kontekstual memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan antara lain sebagai berikut :
38
1. Kelebihan Model Pembelajaran kontekstual a) Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan rill. Artinya, siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar disekolah dengan kehidupan nyata. b) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran kontekstual menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuan sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme, siswa diharapkan belajar melalui “mengalami” bukan “menghafal”. 2. Kelemahan model pembelajaran kontekstual a) Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebiah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan keterampilan yang baru bagi siswa. Guru lebih insentif dalam membimbing siswa dipadang sebagai individu yang sedang berkembang. b) Guru hanya memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan mengajak siswa agar menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi-stretegi mereka sendiri untuk belajar. Namun, dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhaitan dan bimbingan ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuaidengan apa yang diterapkan semula.
g. Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dan Konvensional Pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual memiliki banyak perbedaan dengan pembelajaran yang menggunakan pendekatan konvensioal. Perbedaan tersebut mencakup dari unsur proses penyempaian pesan hingga evaluasi hasil belajar. Yamin (2013: 57) mengemukakan beberapa perbedaan antara pembelajaran kontekstual dan pembelajaran konvensional diantaranya adalah : Tabel 2.3 Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dan Konvensional No 1 2
3
Pembelajaran Kontekstual Mengutamakan pada pemahaman siswa Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi dan saling mengoreksi Pembelajaran dikembangkan berdasarkan kebutuhan siswa
Pembelajaran Konvensional Mengutamakan daya ingat dan hafalan Siswa belajar secara individual
Pembelajaran guru
dikembangkan
oleh
39
4 5
6
7
8 9
10
11 12
13
14
15
16
17
Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran Mendorong pembelajaran aktif dan pembelajaran berpusat pada siswa (student centered) Penyajian pembelajaran berkaitan dengan kehidupan nyata dan masalah yang disimulasikan Selalu mengaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Materi pelajaran selalu diintegrasikan dengan materi lain Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, mengenal, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakann proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok) Pengetahuan dibangun berdasarkan kemampuan siswa dan atas kemauannya sendiri. Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman Pembelajaran menciptakan siswa menjadi dirinya sendiri, berbuat untuk tahu dan hidup dengan masyarakat lain. Mengajak peserta didk belajar mandiri, berpikir kritis dan kreatif dalam mengembangkan diri Pengetahuan siswa akan dapat dibangun melalui interaksi sosial dan lingkungan Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena sadar hal tersebut dapat merugikan dirinya. Bahasa yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah bahasa komunikatif, peserta didi diajak menggunakan bahasa konteks nyata. Mendorong munculnya motivasi intrinsik
Lanjutan tabel 2.3 Siswa menerima informasi secara pasif Mengupayakan siswa menerima materi yang disampaikan oleh guru (teacher centered) Penyajian disajikan berdasarkan teoretis, abstrak, kaku dan berpegang pada buku teks. Memberikan berupa informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan Materi pelajaran disajikan secara terfokus berdasarkan subyek materi Cara belajar siswa dikelas lebih banyak mendengan ceramah guru, mengerjakan latihan yang diberikan guru (bekerja secara individual) dan belajar di rumah adalah mengerjakan tugas terstruktur dari guru Pengetahuan dibangun berdasarkan kebiasaan (behavioristik) dan terikat dengan “kata guru/dosen” Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan Pembelajaran adalah menciptakan siswa berprestasi di sekolah dan mendapat nilai yang tinggi dilapor. Siswa diberi pengetahuan agar dapat menjadi bekal hidupnya Pengetahuan siswa berkembang melalui proses interaksi peserta dengan guru. Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman Bahasa yang dipergunakan dalam proses pembelajaran adalah struktural; rumus diterangkan sampai paham, kemudian dilatih (drill) Mendorong ekstrinsik.
munculnya
motivasi
40 Lanjutan tabel 2.3 18 19
20
Pembelajaran tidak terikat pada tempat, waktu dan sarana Dosen/ guru menguatkan dan meneguhkan kesimpulan yang telah dibuat oleh siswa Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik (pengetahuan, keterampilan dan sikap). Berdasarkan
perbedaan
Pembelajaran hanya terjadi dikelas. Dosen/ guru membuatkan kesimpulan materi pelajaran yang telah disajikan sebelumnya Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.
antara
pembelajaran
kontekstual
dan
konvensional pada tabel diatas dapat dimaknai bahwa pada pembelajaran kontekstual pengetahuan itu dibangun melalui pengalaman diri, interaksi sosial dan dengan lingkungan nyata. Siswa dibimbing untuk mempergunakan penalaran dan pemahaman yang mendalam melalui berpikir kritis dan kreatif. Sedangkan pembelajaran konvensional
merupakan pembelajaran
yang
mengutamakan hasil yang terukur dan guru berperan aktif dalam pembelajaran, siswa didorong untuk menghafal materi yang disampaikan oleh guru dan materi pelajaran lebih mendominasi tentang konsep, fakta dan prinsip.
5.
Pengintegrasian Konsep Pembelajaran Kontekstual dan Prinsip Desain Pesan Pembelajaran ke dalam Modul Hakekat pengembangan modul dalam proses pembelajaran merupakan kegiatan perencanaan penyampaian pesan atau materi ajar agar lebih mudah dipahami oleh siswa. Dalam hal mengintegrasikan konsep pembelajaran dan prinsip desain pesan pembelajaran ke dalam modul, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah prinsip interuksi strategi pembelajaran kontekstual, prinsip desain
pesan
pembelajaran,
dan
prinsip
komponen
pokok
strategi
dan
strategi
pembelajaran. a. Prinsip Intruksi Strategi Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran
kontekstual
didasarkan
atas
prinsip
pembelajaran yang mendorong tercipatanya lima bentuk pembelajaran menurut Trianto (2009: 109) adalah sebagai berikut:
41
1.
2.
3.
4.
5.
Menghubungkan (relating) adalah belajar dalam suatu konteks sebuah pengalaman hidup yang nyata atau awal sebelum pengetahuan itu diperoleh siswa. Guru menggunakan relating ketika mereka mencoba menghubungkan konsep baru dengan sesuatu yang telah diketahui oleh siswa. Mencoba (experienting), pada experienting mungkin saja siswa tidak mempunyai pengalaman langsung berkenaan dengan konsep tersebut. Akan tetapi, pada bagian ini guru harus dapat memberikan kegiatan yang hands-on kepada siswa sehingga dari kegiatan yang dilakukan siswa tersebut siswa dapat membangun pengetahuannya. Mengaplikasi (applying), strategi applying sebagai belajar dengan menerapkan konsep-konsep. Siswa mengaplikasikan konsep-konsep ketika mereka berhubungan dengan aktifitas penyelesaian masalah yang hands-on dan proyek-proyek. Bekerja sama (cooperating), berkerja sama belajar dalam konteks saling berbagi, merespon dan berkomunikasi dengan pelajar lainnya adalah strategi instruksional yang utama dalam pengajaran kontekstual. Proses transfer ilmu (transferring), transferring merupakan strategi mengajar yang dapat didefinisikan sebagai menggunakan pengetahuan dalam sebuah konteks baru atau situasi baru suatu hal yang belum teratasi/diselesaikan dalam kelas.
b. Prinsip-prinsip Desain Pembelajaran Menyampaikan pembelajaran sesuai dengan konsep
teknologi
pendidikan dan pembelajaran pada hakekatnya merupakan kegiatan menyampaikan
pesan
kepada
siswa
oleh
nara
sumber
dengan
menggunakan bahan, alat, teknik, dan dalam lingkungan tertentu (Gafur, 1986: 5). Agar penyampaian tersebut efektif, perlu diperhatikan beberapa prinsip desain pesan pembelajaran. Prinsip yang dimaksud antara lain meliputi prinsip kesiapan dan motivasi, penggunaan alat pemusat perhatian, partisipasi aktif siswa, perulangan dan umpan balik. 1. Kesiapan dan motivasi Prinsip pertama kesiapan dan motivasi menyatakan bahwa jika dalam menyampaikan pesan pembelajaran siswa siap dan motivasi tinggi hasilnya akan lebih baik. Siap disini mempunyai makna siap pengetahuan prasyarat, siap mental dan siap fisik. Untuk mengetahui kesiapan siswa perlu diadakan tes prasyarat, tes diagnostik, dan tes awal. Jika pengetahuan, keterampilan dan sikap prasyarat untuk mempelajari suatu kompetensi belum terpenuhi perlu diadakan pembekalan atau matrikulasi. Selanjutnya, motivasi adalah dorongan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, termasuk melakukan
42
2.
3.
4.
5.
kegiatan belajar. Dorongan dimaksud bisa berasal dari dalam diri siswa mapun dari luar diri siswa. Teknik untuk mendorong motivasi antara lain dengan jalan menunjukkan kegunaan dan pentingnya materi yang akan dipelajari, kerugiannya jika tidak mempelajari, manfaat atau relevansinya untuk kegiatan belajar di waktu sekarang, di waktu yang akan datang, dan untuk bekerja dalam masyarakat. Motivasi juga dapat ditingkatkan dengan memberikan hadiah dan hukuman (reward and punishment). Penggunaan alat pemusat perhatian Prinsip kedua penggunaan alat pemusat perhatian. Prinsip ini menyatakan bahwa jika dalam penyampaian pesan digunakan alat pemusat perhatian, hasil belajar akan meningkat. Hal ini didasarkan atas pemikiran bahwa perhatian yaitu terpusatnya mental terhadap suatu objek memegang peranan penting terhadap keberhasilan belajar. Semakin memperhatikan semakin berhasil, semakin tidak memperhatikan semakin gagal. Meskipun penting namun perhatian mempunyai sifat sukar dikendalikan dalam waktu lama. Karena itu perlu digunakan berbagai alat dan teknik untuk mengendalikan atau mengarahkan perhatian. Alat pengendali perhatian yang paling utama adalah media seperti gambar, ilustrasi, bagan warna warni, audio, video, alat peraga, penegas visual, penegas verbal, kecerahan, dsb. Teknik yang dapat digunakan untuk mengendalikan perhatian misalnya gerakan, perubahan, sesuatu yang aneh, lucu, humor, mengagetkan, menegangkan, dsb. Partisipasi aktif siswa Prinsip ketiga adalah partisipasi aktif siswa. Dalam kegiatan pembelajaran jika siswa aktif berpartisipasi dan interaktif, hasil belajar akan meningkat. Aktifitas siswa meliputi aktifitas mental (memikirkan jawaban, merenungkan, membayangkan, merasakan) dan aktifitas fisik (melakukan latihan, menjawab pertanyaan, mengarang, menulis, mengerjakan tugas, dsb. Perulangan Prinsip keempat adalah perulangan. Jika penyampaian pesan pembelajaran diulang-ulang, maka hasil belajar akan lebih baik. Perulangan dilakukan dengan mengulangi dengan cara dan media yang sama mapun dengan cara dan media yang berbeda-beda. Perulangan dapat pula dilakukan dengan memberikan tinjauan selintas awal pada saat memulai pelajaran dan ringkasan atau kesimpulan pada akhir pelajaran. Umpan balik Prinsip kelima adalah umpan balik. Jika dalam penyampaian pesan siswa diberi umpan balik, hasil belajar akan meningkat. Umpan balik adalah informasi yang diberikan kepada siswa mengenai kemajuan belajarnya. Jika salah diberikan pembetulan (corrective feedback) dan jika betul diberi konfirmasi atau penguatan (confirmative feedback). Siswa akan menjadi mantap kalau betul kemudian dibetulkan.
43
Sebaliknya, siswa akan tahu di mana letak kesalahannya jika salah diberi tahu kesalahannya kemudian dibetulkan. Secara teknis, umpan balik diberikan dalam bentuk kunci jawaban yang benar. Pengembangan bahan ajar dalam bentuk modul dengan basis pembelajaran kontekstual pada hakekatnya adalah penuangan strategi pembelajaran yang umumnya disajikan secara verbal dalam pembelajaran dikelas. Sehubungan dengan hal tersebut dalam pengembangan modul pembelajaran terkait dengan komponen dan urutan strategi pembelajaran perlu mendapatkan perhatian khusus.
Komponen
pokok
strategi
pembelajaran
meliputi:
Kegiatan
pembelajaran pendahuluan (pre-instructional activities), Penyampaian materi pembelajaran (presenting instructional materials), memancing penampilan siswa (eliciting permormance), pemberian umpan balik (providing feedback), kegiatan tindak lanjut (follow up activities) (Gafur, 1986: 95). Konsep, prinsip dan strategi pembelajaran kontekstual dan prinsip-prinsip desain pesan pembelajaran perlu diintegrasikan kedalam strategi penyajian materi pada modul pembelajaran ekonomi berbasis pembelajaran kontekstual, berikut adalah penjelasan dalam setiap komponen penyajian materi: 1. Kegiatan pembelajaran pendahuluan (pre-instructional activities) Kegiatan pendahuluan pembelajaran meliputi pemberitahuan tujuan dan ruang lingkup materi. Untuk mengetahui kesiapan siswa dalam pembelajaran yang merupakan kesiapan pengetahuan prasyarat yaitu menyajikan pertanyaan yang menghubungkan konsep baru dengan sesuatu yang telah diketahui siswa. 2. Penyampaian materi pembelajaran (presenting instructional materials) Dalam rangka penerapan pembelajaran kontekstual, penyajian materi dilakukan dengan menghadirkan konteks sosial yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, diupayakan agar siswa mendapat pengalaman langsung melalui studi kepustakaan yang disajikan sehingga siswa dapat menyusun sendiri konsep yang mereka pelajari. Kegiatan tersebut dapat dilakukan baik secara individual maupun kelompok. Agar penyajian menarik perlu digunakan alat pemusat perhatian dengan
44
visualisasi yang menarik dalam hal garis penegas warna, ilustrasi gambar instruksi, ilustrasi gambar konteks sosial. Dalam penulisan bahan ajar, prinsip perulangan perlu diterapkan dengan jalan menyajikan tinjauan selintas awal, penyajian selengkapnya, dan rangkuman atau ringkasan pada akhir penyajian. 3. Memancing penampilan siswa (eliciting permormance) Memancing penampilan dimaksudkan untuk membantu siswa menguasai materi atau menapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan konteks sosial yang disajikan dalam studi kepustakaan,
siswa diharapkan mampu
menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan atau permasalahan sosial yang disajikan. Siswa diharapkan mampu dalam mengkomunikasikan ide-ide atau gagasan dalam penyelesaian masalah sosial tersebut dan mendorong siswa untuk melakukan diskusi secara antusias bersama teman-teman sekelasnya. 4. Pemberian umpan balik (providing feedback) Umpan balik adalah informasi yang diberikan kepada siswa mengenai kemajuan belajarnya. Sebagai contoh setelah mengerjakan soal-soal latihan, siswa diberi kunci jawaban. Dengan mengetahui kunci jawaban mereka akan mengetahui apakah jawabannya benar atau salah. 5. Kegiatan tindak lanjut (follow up activities) Kegiatan tindak lanjut berupa mentransfer pengetahuan (transfering), pemberian pengayaan dan remidial (remidial and anrichment). Dengan mampu mentransfer pengetahuan yang telah dipelajari maka tingkat pencapaian belajar siswa akan sampai pada derajat yang tinggi (tingkat penemuan dan pencapaian konsep pembelajaran). Pengayaan diberikan kepada siswa yang telah mencapai prestasi sama atau melebihi dari yang ditargetkan. Remidial diberikan kepada siswa yang mengalami hambatan atau keterlambatan dalam mencapai target pembelajaran yang telah ditentukan. UT, 1999: 2)
45
6. Pendekatan Saintifik a. Konsep Pendekatan Saintifik Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran. Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inquiry serta strategi pembelajaran induktif (Sanjaya, 2008: 127). Istilah saintifik berasal dari bahasa inggris scientific yang artinya adalah ilmiah, jadi pendekatan saintifik adalah pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran semua mata pelajaran meliputi menggali informasi melalui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan dan mencipta. proses pembelajaran pada kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatakan ilmiah (saintifik). proses pembelajaran disebut ilimah/saintifik jika memenuhi kriteria seperti berikut ini (Kemendikbud, 2013: 192): 1) Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu, bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda atau dongeng semata. 2) Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran yang subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis. 3) Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analitis dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasi substansi atau materi pembelajaran. 4) Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu dengan yang lain dari substansi atau materi pembelajaran. 5) Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran. 6) Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan. 7) Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan menarik sistem penyajiannya
46
b. Langkah-langkah Pembelajaran Saintifik Proses pembelajaran dengan pengimplementasian Kurikulum 2013 didalamnya akan menyentuh tiga ranah, yaitu: sikap, pengetahuan dan keterampilan yang terintegrasi. Terdapat tiga model pembelajaran yang digunakan dalam pendekatan saintifik, yaitu 1) penemuan (discovery learning); 2) pembelajaran berbasis proyek (project based learning); 3) pembelajaran berbasis masalah (problem based learning). Pendekatan saintifik pada Kurikulum 2013 dalam pembelajaran meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, mengkomunikasikan (Kemendikbud, 2013: 5). Adapun tahapan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Mengamati Mengamati adalah kegiatan mengidentifikasi ciri-ciri objek tertentu dengan alat inderanya secara teliti, menggunakan fakta yang relevan dan memadai dari hasil pengamatan, menggunakan alat bantu bahan sebagai alat untuk mengamati objek dalam rangka pengumpulan data atau informasi dan dilakukan dengan cara menggunakan lima indera. 2) Menanya Menanya adalah kegiatan mengajukan pertanyaan tentang informasi yang
tidak
dpahami
yang
diamati
atau
pertanyaaan
untuk
mendapatkan informasi tambahan yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Kompetensi yang dikembangkan yaitu mengembangkan kreativitas, rasa ingin
tahu, kemampuan merumuskan
pertanyaan untuk
membentuk pikiran kritias yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat. Pada langkah ini suasana pembelajaran yang berhasil adalah terjadinya komunikasi aktif diskusi materi pelajaran. 3) Menalar Menalar merupakan kegiatan mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan atau eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan
47
dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai keapda pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan.
Kompetensi
yang
dikembangkan
adalah
mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam meyimpulkan. Pada kegiatan ini siswa akan menalar yaitu menghubungkan yang sedang dipelajari dengan yang ada dalam kehidupan sehari-hari. 4) Mencoba Mencoba merupakan kegiatan
mengumpulkan informasi atau
eksperimen. kegiatan belajarnya adalah melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek kejadian atau aktivitas, wawacara dengan narasumber. Kompetensi yang dikembangkan adalah mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat. Kegiatan mencoba menjadikan siswa dituntut untuk mencoba mempraktikkan yang dipelajari. 5) Mengomunikasikan Mengkomunikasikan
merupakan
kegiatan
belajar
untuk
menyampaikan hasil pengamatan dengan kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Kompetesi yang dikembangkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengumngkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa dengan
baik
dan
benar.
Pada
tahap
menyajikan
siswa
mempresentasikan kemampuan meraka mengenai yang telah dipelajari sementara siswa lian menganggapi. Tanggapan siswa lain bisa berupa pertanyaan, sanggahan, atau dukungan tentang materi presentasi. Guru
48
berfungsi sebagai fasilitator tentang kegiatan ini. dalam kegiatan ini semua siswa secara proporsioanal akan mendapatkan kewajiban dan hak yang sama. Siswa akan terlatih untuk menjadi narasumber, menjadi orang yang akan mempertahankan gagasannya secara ilmiah dan orang yang bisa mandiri serta menjadi orang yang bisa dipercaya. Semua kegiatan pembelajaran akan kembali kepada pencapaian ranah pembelajaran
yaitu
ranah
sikap,
ranah
kognitif
dan
ranah
keterampilan.
7. Pembelajaran Ekonomi Ilmu ekonomi mencakup persoalan yang luas dalam kehidupan seharihari. Kebutuhan manusia yang tidak terbatas dihadapkan pada alat pemuas kebutuhan yang terbatas yang mengharuskan individu membuat menentukan pilihan kebutuhan mana yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Menurut Paul A. Samuelson, ilmu ekonomi diartikan sebagai suatu studi mengenai individuindividu dan masyarakat dalam membuat pilihan dengan menggunakan sumber daya yang terbatas untuk menghasilkan berbagai jenis barang/jasa yang dapat memenuhi kebutuhan, baik sekarang maupun yang akan datang. Ilmu ekonomi muncul karena manusia memerlukan pengetahuan
untuk
mengatasi permasalahan yang terjadi akibat terbatasnya sumberdaya yang tersedia dan tidak terbatasnya kebutuhan manusia. Teori ekonomi pada umumnya dibagi menjadi dua bagian yaitu, teori ekonomi makro dan teori ekonomi. Ekonomi mikro memfokuskan pembahasannya pada perilaku individual dari pelaku ekonomi, sedangkan ekonomi makro menfokuskan pembahasannya pada perekonomian secara keseluruhan. Variabel ekonomi yang dipelajari dalam ekonomi mikro antara lain variabel perilaku konsumen, perilaku produsen dan keuntungan maksimal dalam perusahaan. Variabel ekonomi yang dipelajari dalam ekonomi makro antara lain pendapatan nasional, pengeluaran pemerintah, pajak, ekspor dan impor (Mulyani, 2015: 3).
49
B. Penelitian yang Relevan Berikut ini adalah beberapa penelitian yang relevan terkait dengan pengembangan modul pembelajaran ekonomi berbasis contextual learning : 1. Penelitian Norlidah Alias (2012) dengan judul “Design And Development Of Physics Module Based On Learning Style And Approriate Technology By Employing Isman Instructional Design Model”. Penelitian ini bertujuan untuk merancang dan mengembangkan modul fisika berdasarkan gaya belajar dan teknologi tepat guna dengan menggunakan desain instruksional Isman. Penelitian ini menggambarkan upaya untuk merancang dan mengembangkan modul Fisika berdasarkan gaya belajar dan teknologi tepat guna menggunakan model Isman. Persamaan penelitian ini terkait dengan pengembangan modul dan pengujian efektifitas modul. Hasil penelitiannya
menyatakan
bahwa
modul
tersebut
efektif
untuk
pembelajaran visual, siswa menjadi aktif dan reflektif. Perbedaannya terkait dengan dasar/desain instruksional dalam pengembangan modul, penelitian ini mengembangkann modul dengan menggunakan desain instruksional
Isman sebagai
dasar pengembangan.
Penelitian ini
berkontribusi terkait dalam prespektif temuan riset terdahulu yang memperkuat terhadap kajian teori penggunaan modul dalam pembelajaran efektif membuat siswa menjadi aktif dan reflektif, sekaligus memperkuat asumsi dan hipotesis pengembangan. 2. Penelitian Ovelyn Matanluk et al., (2013) dengan judul “The Effevtiveness of Using Teaching Module Bases on Radical Constructivism toword Student Learning Process”. Penelitian ini bertujuan untuk meninjau efektifitas modul pengajaran berdasarkan konstruktivisme radikal terhadap siswa pedesaan di Sabah. Penelitian ini mengembangkan modul pembelajaran oleh peneliti untuk mata pelajaran geografi berdasarkan konstruktivisme radikal yang dikenal sebagai modul pengajaran geografi CSAA untuk mengatasi masalah belajar siswa dipedesaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan modul pengajaran Geografi CCSA dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Modul pengajaran Geografi
50
dapat meningkatkatkan kemampuan berpikir melalui pendekatan yang berpusat pada siswa untuk berpartisipasi aktif dalam penemuan pengetahuan. Persamaan dalam penelitian ini adalah terkait dengan pengembangan modul yang dilakukan oleh peneliti dan meninjau keefektifan modul tersebut. Perbedaannya terkait dengan objek mata pelajaran, dasar pengembangan modul dan tujuan dari penelitian. Penelitian ini berkontribusi terkait dalam prespektif temuan riset terdahulu yang memperkuat terhadap kajian teori pengembangan modul melalui pendekatan konstruktivisme yang efektif meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan partisipasi aktif siswa dalam penemuan pengetahuan. Kontruktivisme merupakan filosofi dari pembelajaran kontekstual yang memperkuat asumsi bahwa pengembangan modul melalui pembelajaran kontekstual efektif diterapkan dalam konteks ilmu sosial. 3. Penelitian Ninik Sudarwati (2013) dengan judul “Developing an Integrated Module on Entrepreneurship to Improve Ability in Making Business Plans”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan modul yang terintegrasi pada kewirausahaan yang lengkap, praktis, mudah untuk dipahami dan menggunakan bahasa sederhana sebagai bantuan belajar untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam membuat rencana bisnis. Efektivitas modul ditentukan dari jumlah siswa yang berhasil bisa mengembangkan rencana bisnis, kriteria efektifitas adalah lebih dari 50% siswa yang bisa mengembangkan rencana bisnis. Hasil dari penelitian menunjukkan mereka yang telah menggunakan modul sebanya 70% dari total siswa bisa membuat rencana bisnis. Persaman dalam penelitian ini adalah terkait dengan pengembangan modul dan keefektifan modul. Perbedaan terletak pada dasar pengembangan modul dan tujuan dari pengembangan modul yaitu untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam membuat rencana bisnis. Penelitian ini berkontribusi terkait dalam prespektif temuan riset terdahulu yang memperkuat terhadap kajian teori bahwa penggunaan modul efektif dalam proses pembelajaran, sekaligus memperkuat asumsi dan hipotesis dalam pengembangan.
51 4. Penelitian Jongdee TO-IM* (2012) dengan judul “A Firefly Learning Module for Environmental Sustainable Development in Samutsongkhram Province, Thailand”. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengembangkan modul pembelajaran berbasis dua prinsip pendekatan penyelidikan dan kolaborasi dari komunitas belajar. Persamaan dalam penelitian ini adalah terkait dengan pengembangan modul dan keefektifan modul dalam proses pembelajaran. Perbedaannya adalah terletak pada dasar dalam pengembangan modul yang digunakan dan hasil yang ingin dicapai dengan mengembangkan modul tersebut. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa modul meningkatkan pemahaman konseptual siswa, mengembangkan belajar, persepsi dan prilaku terhadap ekosistem dan konservasi kunang-kunang. Hasil efektifitas modul pembelajaran ini jelas menunjukkan bahwa siswa memperoleh nilai signifikan lebih tinggi pada pemahaman konseptual dan persepsi setelah berpartisipasi dalam modul pembelajaran ini. Prespektif siswa terhadap modul belajar yang dikembangkan mengungkapkan bahwa sebagian besar siswa senang dengan beberapa kegiatan pendidikan dan multi tugas dari modul. Hasil dari wawancara guru menunjukkan bahwa semua dari mereka memiliki sikap positif tentang modul pembelajaran. Penelitian ini berkontribusi terkait dalam prespektif temuan riset terdahulu yang memperkuat terhadap kajian teori keefektifan modul dalam proses pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara signifikan, sekaligus memperkuat asumsi dan hipotesis pengembangan. 5.
Penelitian Rufii (2015) dengan judul
“Developing Module on
Constructivist Learning Strategies to Promote Students’ Independence and Performance”. Penelitian ini berrtujuan untuk mengembangan modul pembelajaran atas dasar teori-teori belajar konstruktivis. Persamaan dalam penelitian ini adalah terkait dengan pengembangan modul pembelajaran dan keefektifan modul dalam kegiatan pembelajaran. Perbedaannya terletak dalam dasar dalam pengembangan modul yang menggunakan dasar konstruktivistik. Dasar teori pengembangan konstruktivistik
52
merupakan bagaian dari pembelajaran kontekstual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan strategi pembelajaran konstruktivis dan modul pembelajaran menjadi suatu keharusan. Penelitian ini berkontribusi terkait dalam prespektif temuan riset terdahulu yang memperkuat terhadap kajian teori keefektifan modul dalam pembelajaran dan pengembangan modul dengan dasar teori-teori konstruktivistik, sekaligus memperkuat asumsi dan hipotesis pengembangan. 6. Penelitian Zakiah Mohamad Ashari (2013) dengan judul
“The
Effectiveness Of Learning Through Play Module On The Understanding Of Number Concept Among Preschool Children”. Tujuan dari penelitian untuk mengetahui efektifitas Modul pembelajaran melalui bermain yang berfokus pada konsep nomor yang telah dikembangkan dan diterapkan untuk membantu guru melaksanakan kegatan belajar mengajar secara terencana dan sistematis. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa modul pendekatan pembelajaran melalui bermain telah memberikan implikasi pada praktik belajar mengajar pra-sekolah. Modul berfungsi sebagai panduan bagi guru dalam membangun kegiatan belajar mengajar khususnya untuk konsep nomor. Persamaan dalam penelitian ini terkait dengan keefektifan modul dalam kegiatan pembelajaran. Perbedaan dalam penelitian ini terkait dengan jenis penelitian yang bukan merupakan penelitian pengembangan. Temuan dalam penelitian ini menunjukkan pemahaman yang lebih baik tentang konsep pada anak-anak yang telibat dalam pelaksaanan pembelajaran melalui modul bermain. Hambatan dan kendala yang muncul sebelumnya dapat dikurangi bahkan sebagian dapat dihilangkan. Penelitian ini berkontribusi terkait dalam prespektif temuan riset terdahulu yang memperkuat terhadap kajian teori kefektifan modul dalam kegiatan pembelajaran, sekaligus memperkuat asumsi dan hipotesis pengembangan. 7. Penelitian Andi Tenri Ampa et al., (2013) dengan judul “The Development of Contextual Learning Materials for the English Speaking skills”. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan materi pembelajaran kontekstual
53
untuk digunakan dalam subyek berbicara. Persamaan dalam penellitian ini terkait dengan dasar yang digunakan dalam sebuah pengembangan yaitu komponen pembelajaran kontekstual. Perbedaan terletak pada obyek yang dikembangkan, dalam penelitian ini obyek yang dikembangkan adalah materi pelajaran bukan pada modul pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan pembelajaran kontekstual dengan kriteria aspek psikologis, pedagogis dan metodologis yang sangat valid (93,28%). Oleh karena itu, tahap desain instruksional yang cocok untuk menghasilkan bahan pembelajaran kontekstual untuk keterampilan berbicara bahasa inggris. Penelitian ini berkontribusi terkait dalam prespektif temuan riset terdahulu yang memperkuat terhadap kajian teori keefektifan
pembelajaran
kontekstual
sebagai
pendekatan
dalam
pengembangan bahan ajar, sekaligus sebagai memperkuat asumsi dan hipotesis pengembangan. 8. Penelitian Sutama et al., (2015) dengan judul “Lesson Study Based Contextual Mathematics Learning Quality in Elementary School of Selo Boyolali”. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan peningkatan kualitas
pembelajaran
matematika
kontekstual.
Persamaan
dalam
penelitian ini terkait dengan pembelajaran kontekstual dalam ranah meningkatkan kualitas hasil belajar. Perbedaan dalam penelitian ini terkait dengan jenis penelitian yang merupakan jenis penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan kualitas rencana pembelajaran ratarata 22,23%, peningkatan kualitas proses pembelajaran rata-rata 39,44%, peningkatan kualitas evaluasi pembelajaran rata-rata 39,44%. Adanya peningkatan kualitas pembelajaran matematika berbasis kontekstual disekolah dasar dan siswa terlibat
aktif dalam tiga aspek tersebut.
Penelitian ini berkontribusi terkait dalam prespektif temuan riset terdahulu yang memperkuat terhadap kajian teori pendekatan pembelajaran kontekstual efektif meningkatkan kualitas hasil belajar, sekaligus memperkuat asumsi dan hipotesis pengembangan.
54 9. Penelitian David Rae (2005) dengan judul “Entrepreneurial learning: a narrative-based
conceptual
model”.
Artikel
ini
bertujuan
untuk
mengeksplorasi pengalaman dalam pembelajaran kewirausahaan dan kerangka untuk mempelajari kewirausaahaan yang dikembangkan dan diterapkan oleh pendidik. Persamaan dalam penelitan ini terkait dengan basis pembelajaran konteksual yang digunakan. Perbedaan dalam penelitian ini terkait dengan jenis penelitian, metodologi dan tujuan. Temuan utama dalam penelitian ini adalah mengusulkan suatu kerangka kerja konseptual pembelajaran kewirausahaan sebagai model triadic pembelajaran. Analisis wacana tematik digunakan untuk menafsirkan narasi kisah hidup tiga pengusaha diindustri kreatif, materi dari mereka merupakan pengalaman belajar yang digunakan untuk mendukung pengembangan
model
konseptual.
Penelitian
ini
mengembangkan
pemahaman konseptual asil dan khas pembelajaran kewirausahaan melalui analisis pengalaman pengusaha didasarkan pada pembelajaran sosial dan prespektif konstruktif. Penelitian ini berkontribusi terkait dalam prespektif temuan riset
terdahulu
yang memperkuat
terhadap kajian teori
pembelajaran kontekstual melalui pengalaman langsung dan prespektif konstruktif dalam kegiatan pembelajaran, sekaligus memperkuat asumsi dan hipotesis pengembangan. 10. Peneltian Kevin W. Curry Jr et al., (2012) dengan judul “Scientific Basis vs.. Contextualized Teaching and Learning: The effect on the Achienement of Postsecondary Students”. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk membandingkan metode pengajaran tradisional dan metode pembelajaran kontekstual. Berdasarkan hasil dari penelitian tersebut metode kurikulum pembelajaran kontekstual yang dilaksanakan sementara mempertahankan peningkatan yang sebanding dengan penguasaan konsep ilmiah mahasiswa yang berkaitan dengan pertanian bioteknologi. Persamaan yang terkait dengan penelitan ini adalah mengeksplorasi secara empiris pembelajaran kontekstual dalam proses belajar mengajar dan untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep pembelajaran. Perbedaan penelitian ini
55
terkait dengan jenis penelitian yang digunakan yaitu studi perbandingan dan tujuan penelitian. Penelitian ini berkontribusi terkait dalam prespektif temuan riset terdahulu yang memperkuat terhadap kajian teori keefektifan pembelajaran kontekstual dalam meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep pembelajaran, sekaligus memperkuat asumsi dan hipotesis pengembangan. 11. Penelitian Nasrun (2014) dengan judul “Contextual Learning Approach in Improving Critical Thinking Skills of Guidance and Counseling Students of State University of Medan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pendekatan Contextual Teaching pada kemampuan berpikir kritis siswa. Dari hasil penelitian tersebut jumlah siswa yang mampu berpikir kritis meningkat secara signifikan hingga 94% sehingga dapat disimpulkan bahwa pendekatan contextual teaching memiliki efek terhadap kemampuan berpikir kritis dikalangan mahasiswa bimbingan konseling. Persamaan dalam penelitian ini terkait dengan efektifitas pendekatan
kontekstual
dalam
pembelajaran
untuk
meningkatkan
kemampuan siswa. Perbedaan dalam penelitian ini terletak pada jenis penelitian dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian. Penelitian ini berkontribusi terkait dalam prespektif temuan riset terdahulu yang memperkuat terhadap kajian teori pembelajaran kontekstual yang efektif meningkatkan kemampuan berpikir siswa, sekaligus memperkuat asumsi dan hipotesis pengembangan. 12. Penelitian Widarto (2015) dengan judul “Pengembangan Modul Fisika Berbasis CTL Pada Fluida Statis dan Fluida Dinamis untuk Meningkatkan Prestasi Fisika SMA Kelas XI IPA”. Persamaan dalam penelitian ini terkait dengan pengembangan modul berbasis kontekstual. Perbedaan dalam penelitian ini terkait dengan prosedur pengembangan, objek dan mata pelajaran yang dikembangkan dalam penelitian. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa
modul
fisika
berbasis
CTL
efektif
untuk
meningkatkan prestasi belajar fisika kelas XI IPS. Rata-rata Ngain siswa yang belajar menggunakan modul fisika berbasis CTL lebih tinggi
56
dibandingkan dengan rata-rata Ngain siswa yang menggunakan LKS. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan pendekatan
pembelajaran
CTL
dalam
pengembangan
modul.
Perbedaannya terletak pada model pengembangan yang dipilih. Penelitian ini berkontribusi terkait dalam prespektif temuan riset terdahulu yang memperkuat terhadap kajian teori pengintegrasian modul dengan pendekatan pembelajaran kontekstual yang efektif meningkatkan prestasi belajar siswa, sekaligus memperkuat asumsi dan hipotesis pengembangan. 13. Penelitian Aprilliana Widyasari (2015) dengan judul “Pengembangan Modul Fisika kontekstual pada materi usaha, energi, dan Daya untuk Siswa Kelas X SMK Harapan Kartasura”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik modul fisika kontekstual, kelayakan produk modul dan efektifitas modul. Persamaan dalam penelitian ini terkait dengan
pengembangan
modul
menggunakan
basis
pembelajaran
kontekstual. Perbedaan terkait dengan objek mata pelajaran dan prosedur pengembangan yang digunakan, penellitian ini menggunakan prosedur pengembangan 4-D. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modul pembelajaran fisika kontekstual pada materi usaha, energi dan daya efektif digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dengan gain score ternormalisasi sedang. Penelitian ini berkontribusi terkait dalam prespektif temuan riset terdahulu yang memperkuat terhadap kajian teori yang melandasi
pengembangan
modul
melalui
strategi
pembelajaran
kontekstual yang efektif dan layak digunakan dalam proses pembelajaran, sekaligus memperkuat asumsi dan hipotesis pengembangan.
C. Kerangka Berpikir Proses pembelajaran merupakan sebuah sistem yang terdiri dari berbagai komponen-komponen yang membentuk dan mempengaruhinya. Lemahnya proses pembelajaran menjadi salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan saat ini. Dalam proses pembelajaran siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Pola pembelajaran yang mengarahkan
57
siswa untuk hanya sekedar menghafal informasi, tanpa dituntut untuk memahami dan bagaimana menghubungkan informasi tersebut dengan kehidupan nyata. Pengetahuan yang hanya diperoleh berdasarkan hafalan akan membingungkan siswa ketika konteks tersebut dirubah tidak sesuai dengan apa yang dihapalkan, berbeda ketika siswa benar benar memahami sebuah konsep pelajaran, mereka tidak akan kesulitan walau konteks tersebut diterapkan pada berbagai situasi yang beragam.
Modul pembelajaran
berbasis pendekatan pembelajaran kontekstual murupakan salah satu solusi yang dapat ditempuh untuk mengatasi permasalahan dalam pembelajaran tersebut. Modul sebagai bahan ajar yang dirancang dengan prinsip kemandirian belajar diintegrasikan dengan pendekatan pembelajaran kontekstual yang menekankan pada pentingnya siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri dengan mengubungkan materi pelajaran dengan konteks dalam kehidupan nyata. Penggunaan modul dalam pembelajaran berfungsi meningkatkan kemampuan siswa untuk belajar sendiri tanpa tergantung pada kehadiran pendidik, sehingga kegiatan belajar dapat berlangsung dimana saja tidak terbatas pada jam mata pelajaran yang ditetapkan di sekolah. Pendekatan pembelajaran kontekstual sebagai dasar dalam pengembangan modul akan mengarahkan siswa untuk dapat secara aktif membangun pengetahuannya sendiri. Pembelajaran kontekstual akan menciptakan suasana pembelajaran dimana siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran untuk mencari dan menemukan sendiri suatu pengetahuan melalui konteks dalam kehidupan sehari-hari. Modul dirancang sesuai dengan kebutuhan dan divalidasi oleh para ahli, diuji cobakan untuk mengetahui keefektifan modul, kemudian direvisi sehingga menghasilkan suatu produk modul yang yang berkualitas. Desain penyampaian isi pesan pembelajaran pada modul didasarkan pada komponen-komponen pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual menghadirkan suatu makna dalam belajar, artinya bahwa siswa akan tertarik/termotivasi untuk belajar ketika siswa mengetahui arti dan
58
relevensinya sebuah materi pelajaran dalam kehidupannya. Desain dan isi bahan ajar dalam sebuah modul yang menarik akan turut mempengaruhi motivasi siswa untuk mempelajarinya. Modul ekonomi berbasis contextual learning menjadi salah satu terobosan untuk meningkatkan motivasi siswa untuk berinteraksi terhadap bahan ajar dan partisipasi aktif dalam proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar. Keefektifan suatu proses pembelajaran dapat terlihat dari seberapa jauh keterlibatan siswa aktif didalamnya. Berdasarkan uraian kerangka berpikir diatas dapat dituangkan dalam gambar berikut : Analisa kebutuhan modul pembelajaran berdasarkan : - Kurangnya motivasi siswa untuk berinteraksi dengan buku ajar - Buku ajar yang digunakan belum mampu pengarahkan siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri - Pembelajaran yang cenderung bersifat informatif
Mata Pelajaran Ekonomi Membutuhkan Modul Pembelajaran
Prinsip dan strategi pembelajaran kontekstual : - relating - cooperating - experimenting applyying Transfering
Bahan Ajar Modul - Self instruction - Self contained - Berdiri sendiri - Adaptif - User Friendly
Pengembangan modul pembelajaran dengan mengintergrasikan komponen pembelajaran kontekstual kedalam desain penyajian pesan
Uji Coba
Tidak valid
Valid Produk Modul Ekonomi berbasis Contextual Learning
Hasil Belajar Ekonomi Meningkat Gambar 2.1 Kerangka berpikir
59
D. Pengembangan Hipotesis
1. Pengembangan modul ekonomi berbasis contextual learning dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran ekonomi. Modul adalah salah satu bahan ajar yang merupakan bagian dari komponen penting dalam proses pembelajaran yang turut memengaruhi hasil belajar. Komponen modul yang diintegrasikan dengan elemen pendekatan pembelajaran
kontekstual
merupakan
perpaduan
yang
tepat
guna
menghasilkan sebuah bahan ajar yang inovatif. Pembelajaran menggunakan modul berbasis kontekstual akan memberikan dampak yang positif dalam kegiatan pembelajaran karena materi ajar dirancang berdasarkan komponen pembelajaran kontekstual yang menekankan pada kemandirian dalam belajar. Modul berbasis kontekstual memberikan penguatan pemahaman antara materi ajar dengan konteks kehidupan nyata yang dapat memotivasi siswa. Modul ekonomi berbasis kontekstual mengarahkan siswa untuk terlibat secara aktif dan interaktif dalam proses pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan sangat mendukung dalam keterlaksanaan dengan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Belajar mengajar dapat dilakukan dimana saja dan tidak terikat dengan terbatasnya jam belajar disekolah, karena modul merupakan bahan ajar mandiri yang disusun berdasarkan instruksi pembelajaran kontekstual. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dinyatakan sebagai berikut : H1:
Siswa yang belajar dengan menggunakan modul pembelajaran ekonomi berbasis contextual learning mendapatkan hasil belajar yang lebih tinggi.
2. Efektivitas penggunaan modul ekonomi berbasis contextual learning pada mata pelajaran ekonomi Modul ekonomi berbasis contextual learning merupakan suatu media pembelajaran yang dikembangkan berdasar prinsip pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual berakar pada teori belajar konstrukstivistik yang
60
mengarahkan siswa kedalam kondisi alamiah dari sebuah konsep yang dipelajari. Pembelajaran akan efektif apabila siswa mengerti tentang apa alasan, arti, dan relevansi dari apa yang mereka pelajari. Dalam pelaksanaan pembelajarannya peran guru hanya sebagai mediator, siswa lebih proaktif untuk merumuskan sendiri tentang fenomena yang berkaitan dengan fokus kajian kontekstual bukan tekstual. Materi pelajaran yang dikembangkan melalui pendekatan kontekstual akan mempermudah siswa untuk memahami suatu konsep pembelajaran dengan menyajikannya dalam konteks kehidupan sehari hari. Modul ekonomi berbasis contextual learning diharapkan efektif dalam meningkatkan hasil belajar ekonomi. Berdasarkan uraian tersebut , maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dinyatakan sebagai berikut : H1:
Modul pembelajaran ekonomi berbasis contextual learning efektif digunakan dalam proses pembelajaran dan mampu meningkatkan hasil belajar ekonomi.