BAB II LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori 1. Bola Basket a. Permainan Bola Basket Permainan bola basket ditemukan pada bulan Desember 1981 oleh Dr. A. James Naismith seorang anggota sekolah pelatihan YMCA (Young Men’s Christian Association) di Spring field Massachusetts). Permainan bola basket dimainkan oleh dua regu, masing-masing regu terdiri lima orang pemain. Masing-masing regu berusaha memasukkan bola ke ring lawan secara sah dan berusaha mencegah regu lawan memasukkan bola atau membuat skor ke dalam ring basket timnya. Permainan bola basket, dapat dimainkan bola dengan satu tangan atau dua tangan dengan cara bola dioper, dilempar sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku. Berkaitan dengan bola basket Hal Wissel (2000 : 2) menyatakan: Bola basket dimainkan oleh dua tim dengan 5 pemain per tim. Tujuannya adalah mendapatkan nilai (skor) dengan memasukkan bola ke keranjang dan mencegah tim lain melakukan hal serupa. Bola dapat diberikan hanya dengan passing (operan) dengan tangan satu dengan mendribblenya (batting, pushing atau tapping) beberapa kali pada lantai tanpa menyentuhnya dengan dua tangan secara bersamaan. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, bola basket merupakan suatu bentuk permainan yang di dalamnya terdapat beberapa macam bentuk keterampilan memainkan bola di antaranya passing, dribbling, shooting yang mempunyai tujuan akhir yaitu memasukkan bola ke dalam ring basket lawan untuk mendapatkan angka. Untuk mencapai keterampilan bermain bola basket, maka setiap pemain harus menguasai macam-macam teknik dasar bola basket.
7
8
b. Macam-Macam Teknik Dasar Bola Basket Bola basket merupakan cabang olahraga yang memiliki unsur gerakan yang cukup kompleks dan menuntut skill yang tinggi dalam pelaksanaan permainannya. Hal ini karena, pelaksanaan permainannya selalu berubah-ubah yang menuntut keterampilan memainkan macammacam teknik dasar yang ada di dalamnya. Oleh karenanya, setiap pemain bola basket harus menguasai macam-macam teknik dasar bola basket. Teknik dasar permainan bola basket merupakan komponen fundamental dan harus dikuasai oleh setiap pemain bola basket. Kemampuan atau penampilan seorang pemain bola basket sangat dipengaruhi oleh tingkat penguasaan teknik dasar. A. Sarumpaet, Zulfar Djazet, Parno dan Imam Sadikun (1992: 223) menyatakan, “Keterampilan bermain bola basket dapat dicapai sampai tingkat tinggi apabila gerak dasarnya baik. Oleh karena itu, gerak (teknik) dasar perlu dilakukan dengan cara yang benar, agar keterampilan dapat ditingkatkan”. Menurut Hal Wissel (2000: 15) bahwa, “Meskipun bola basket adalah permainan tim, namun penguasaan teknik dasar individual sangatlah penting sebelum bermain di dalam tim”. Berdasarkan dua pendapat tersebut menunjukkan, menguasai teknik dasar bola basket secara individu merupakan kemampuan yang harus dimiliki setiap pemain bola basket. Penguasaan teknik dasar bola basket yang baik akan dapat mendukung penampilan seorang pemain baik secara individu maupun secara tim. Dapat dikatakan, menang atau kalahnya suatu tim dapat dipengaruhi oleh tingkat penguasaan teknik dasar para pemainnya. Berkaitan dengan teknik dasar permainan bola basket, Soebagio Hartoko (1993: 22-25) menyatakan “Teknik dasar permainan bola basket terdiri dari: (1) operan, (2) menangkap, (3) menembak, (4) menggiring, (5) olah kaki, (6) gerakan berporos, (7) melompat/meloncat, (8) gerak tipu”. Menurut Hal Wissel (2000: 15) bahwa, “shooting, passing, dribbling, rebounding, defending bergerak dengan bola dan bergerak tanpa bola adalah teknik dasar yang harus dikuasai”
9
Pada prinsipnya pendapat yang dikemukakan dua ahli tersebut mempunyai pengertian yang hampir sama, sehingga dapat disimpulkan, teknik dasar permainan bola terdiri dua macam yaitu teknik dasar tanpa bola dan teknik dasar dengan bola. Teknik dasar tanpa bola meliputi olah kaki, gerakan berporos, melompat/meloncat dan, gerak tipu. Sedangkan teknik dengan bola meliputi operan, menangkap, menembak dan, menggiring. Kedua teknik dasar tersebut merupakan komponen-komponen dalam permainan bola basket yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan dalam pelaksanaan permainan. Keterlibatan teknik tanpa bola dan teknik dengan bola didasarkan kebutuhannya atau situasi yang terjadi di dalam permainan. Teknik-teknik tersebut di atas harus dikuasai oleh setiap pemain agar dapat mendukung penampilannya dalam bertanding. Dengan menguasai macam-macam teknik dasar bermain bola basket dengan baik memberi peluang besar untuk dapat memenangkan pertandingan. Berikut ini dipaparkan secara singkat teknik dasar bola basket sebagai berikut: 1) Teknik Dasar Passing Passing atau operan merupakan teknik dasar permainan bola baket yang paling sering dilakukan dalam permainan bola basket. Passing saling berkaitan dengan tangkapan atau menerima bola, sehingga kedua teknik ini tidak dapat dipisahkan. Hal Wissel (2000: 71) menyatakan, “Operan dan tangkapan yang baik penting bagi permainan tim, dan keahlian seperti itulah yang membuat bola basket menjadi permainan tim yang indah”. Hal senada dikemukakan Imam Sadikun (1992: 76 bahwa, “Istilah melempar mengandung pengertian mengoper bola dan menangkap berarti menerima bola. Oleh karena itu, kegiatan ini dapat berlangsung silih berganti, maka selalu dilakukan berteman biasanya disebut operan. Apabila seorang pemain bola basket memegang bola, maka ia harus melempar bola, sedangkan apabila ia dalam posisi tidak memegang bola, ia bersiap-siap untuk menerima atau menangkap bola”.
10
Berdasarkan dua pendapat tersebut menunjukkan bahwa, passing dalam permainan bola basket selalui disertai dengan tangkapan (catching). Kedua hal ini harus betul-betul dikuasai dengan baik. Banyak manfaat yang diperoleh, jika pemain bola basket menguasai passing dengan baik. Hal Wissel (2002: 71) menyatakan: Kegunaan khusus operan bola basket adalah: 1) Mengalihkan bola dari daerah padat pemain (contoh setelah rebound atau dijaga ketat). 2) Menggerakan bola dengan cepat pada fast break. 3) Membangun permainan yang ofensif. 4) Mengoper bola ke rekan yang sedang terbuka (tanpa dijaga lawan) untuk penembakan dan, 5) Mengoper dan memotong untuk melakukan tembakan sendiri. Passing bola basket mempunyai kegunaan yang cukup luas yaitu: sebagai upaya mengalihkan bola dari permainan yang cukup padat, dapat dijadikan sebagai serangan yang cepat dan, sebagai umpan untuk mencetak angka. Untuk itu, setiap pemain bola basket harus menguasai jenis-jenis passing bola basket: Jenis-jenis passing bola basket sebagai berikut: a) Chest Pass (Passing dari Depan Dada) Chest pass merupakan cara melakukan passing dari depan dada. Menurut Imam Sadikun (1992: 78) teknik passing dari depan dada sebagai berikut: 1) Sikap kaki berdiri wajar (enak) dengan lutut sedikit ditekuk dan badan sedikit condong ke depan, pandangan ke arah lemparan. Kaki boleh sejajar atau salah satu di depan. 2) Pegang bola dengan kedua telapak tangan dan jari-jari terbuka menutupi bagian samping dan belakang dari bola. Ibu jari hampir mendekat, semua telapak tangan dan jari menyentuh bola. 3) Tekuk kedua siku dengan mendekati badan dan aturlah bola setinggi dada. 4) Operan dimulai dengan melangkahkan satu kaki ke depan ke arah sasaran. Bersamaan dengan melangkahkan kaki, kedua lengan menolak lurus ke depan disertai dengan lekukan pergelangan tangan dan diakhiri dengan lecutan jari-jari tangan.
11
5) Operan diarahkan setinggi dada si penerima secara mendatar dan bola sedikit berputar. 6) Bersamaan dengan irama gerak perlepasan bola, berat badan dipindahkan ke depan, langkahkan kaki belakang setelah bola lepas dari tangan (followthrough). Berikut ini disajikan ilustrasi gambar passing dari depan dada (chest pass) sebagai berikut:
Gambar 1. Chest Pass (Sumber: Imam Sadikun, 1992: 81)
b) Overhead Pass Overhead pass merupakan cara passing bola basket dari atas kepala. Menurut Imam Sadikun (1992: 81) teknik overhead pass bola basket sebegai berikut: 1) Posisi bola berada di atas kepala dengan dipegang dua tangan dan cenderung agak di belakang kepala. 2) Bola dilempar dengan lecutan pergelangan tangan arahnya agak menyerong ke bawah disertai dengan meluruskan lengan. 3) Lepaskan bola dari tangan juga menggunakan jentikan jari tangan. 4) Posisi kaki berdiri tegak, tetapi tidak kaku. Bila berhadapan dengan lawan, untuk mengamankan bola dapat dilakukan dengan meninggikan badan, yaitu dengan mengangkat tumit. Berikut ini disajikan ilustrasi gambar passing dari depan dada (chest pass) sebagai berikut:
12
Gambar 2. Overhead Pass (Sumber: Imam Sadikun, 1992: 82) a) Operan Memantul (Bounch) Operan memantul atau bounch merupakan cara melakukan operan dengan bola dipantulkan ke lantai. Menurut Imam Sadikun (1992: 83) teknik operan memantul (bounch) sebagai berikut: 1) Sikap permulaan dilakukan seperti pada posisi operan dengan dua tangan. 2) Bola dilepaskan dengan tolakan dua tangan menyerong ke bawaah dari letak badan. 3) Bola dilepaskan dari setinggi pinggang dan harus diarahkan pada suatu tempat (titik) kira-kira 1 meter di depan si penerima, disesuaikan dengan jarak dan kekuatan lemparan. Agar arah bola dapat diterima pada daerah antara lutut dan perut. 4) Bila berhadapan dengan lawan, maka sasaran pantulan bola berada di samping kanan atau kiri kaki lawan. Berikut disajikan ilustrasi gambar gerakan passing bola basket dengan dipantulkan (bounch) sebagai berikut:
Gambar 3. Bounch Pass (Sumber: Imam Sadikun, 1992: 83) b) Operan Samping (Inside Pass) Operan samping merupakan cara mengoperkan bola dari samping dengan menggunakan satu tangan. Menurut Imam Sadikun (1992: 85) teknik peran samping bola basket sebagai berikut:
13
1) Sikap berdiri enak dengan posisi kaki kanan di belakang. 2) Bola dipegang dengan tangan kanan, tetapi tangan kiri tetap ikut menjaga supaya bola tidak jatuh dan keseimbangan bola terjaga. 3) Sikap tangan kanan dengan siku ditekuk dan telapak tangan menghadap ke atas. 4) Lemparan bola ke depan melambung sesuai dengan sasaran, gerakan terakhir melepas bola sampai lecutan jari-jari tangan. 5) Setelah bola lepas dari tangan, langkahkan kaki kiri ke depan bersamaan dengan gerakan lanjutan (followthrough) tangan. 6) Bagi pemain yang melempar bola dengan tangan kiri (kidal), dilakukan kebalikan gerakan dengan tangan kanan) Berikut ini disajikan ilustrasi operan dari samping (inside pass) bola basket sebagai berikut:
Gambar 4. Inside Pass (Sumber: Imam Sadikum, 1992: 87)
2) Teknik Dasar Menangkap Bola Teknik dasar menangkap bola toidak dapat terlepas dari teknik dasar passing atau operan. Menurut Imam Sadikun (1992: 90) teknik menangkap bola dalam permainan bola basket sebagai berikut: 1) Sikap kaki berdiri kuat dengan dua tangan lurus ke depan dan kedua telapak tangan menghadap ke depan serta jari-jari tangan terbuka (kedua ibu jari tangan saling mendekat). 2) Setelah bola menyentuh ujung jari dan telapak tangan, bawalah bola ke dada dan tahanlah dengan mencengkeram bola yaitu, semua telapak tangan dan permukaan jari-jarinya menempel dengan bola di samping kanan dan kiri. 3) Selanjutnya kuasailah bola dengan baik sambil menunggu gerakan berikutnya (melempar, menggiring atau menembak).
14
Berikut ini disajikan ilustrasi gambar teknik menangkap bola dalam permainan bola basket sebagai berikut:
Gambar 5. Teknik Dasar Menangkap Bola (Sumber: Imam Sadikum, 1992: 91)
1) Teknik Dasar Menembak Menembak (shooting) merupakan usaha seorang pemain bola basket untuk memasukkan bola ke dalam ring basket lawan. Hal Wissel (2000: 43) menyatakan, “Shooting (menembak) adalah keahlian yang sangat penting di dalam olahraga bola basket”. Menurut Soebagio Hartoko (1993: 38) bahwa, "Teknik dasar terpenting dalam bola basket adalah kemahiran menembak, karena kemenangan suatu pertandingan ditentukan dengan jumlah tembakan yang dibuat oleh suatu regu". Berdasarkan dua pendapat tersebut menunjukkan, menembak merupakan teknik dasar yang paling penting dalam permainan bola basket, bahkan dapat menentukan menang atau kalahnya suatu tim. Kemenangan suatu tim ditentukan oleh jumlah tembakan yang masuk ke dalam ring lawan dan dinyatakan sah berdasarkan peraturan yang berlaku. Oleh karena itu, seorang pemain bola basket harus mahir dalam melakukan tembakan dalam permainan bola basket.Berkaitan dengan teknik dasar menembak, dalam penelitian ini dipaparkan tembakan bebas (free throw shoot). Tembakan bebas bola basket merupakan salah satu jenis tembakan hukuman dalam permainan bola basket. Melalui tembakan bebas, maka mempunyai peluang untuk mencetak angka. A. Sarumpaet, Zulfar Djaset, Parno dan Imam Sadikun. (1992: 209) menyatakan:
15
Tembakan bebas merupakan hadiah yang diberikan kepada seorang pemain untuk mendapatkan 1 angka. Hadiah ini diberikan sebagai akibat diganggunya dengan kasar (persinggungan) oleh pemain lawan terhadap usaha tembakan lapangan. Bila terjadi kesalahan perorangan dan perlu diberikan tembakan bebas, pemain yang dirugikan tersebut diberikan kesempatan untuk melakukan tembakan bebas sebanyak dua kali. Pendapat tersebut menunjukkan, tembakan bebas dilakukan jika pemain mendapat pelanggaran yang kasar saat akan melakukan tembakan. Melalui tembakan bebas pemain mendapat kesempatan mendapatkan nilai atau point 1 angka. Pemain yang mendapat kesempatan tembakan bebas diberikan dua kali kesempatan. Agar tembakan bebas berhasil dengan baik, maka pemain yang mendapat kesempatan melakukan tembakan bebas harus menguasai teknik tembakan bebas dengan baik dan benar. Menurut Hal Wissel (2000: 53) teknik tembakan bebas bola basket sebagai berikut: 1) Fase persiapan: a) Penegasan yang positif b) Letakkan kaki untuk menembak di luar tanda c) Lakukan dengan rutin d) Sikap yang seimbang e) Tangan yang tidak menembak di bawah bola f) Ibu jari rileks g) Siku masuk ke dalam h) Bola antara telinga dan bahu i) Bahu rileks j) Napas dalam, rileks k) Visualkan tambahan yang berhasil l) Konsentrasikan pada target 2) Fase pelaksanaan a) Lihat target b) Ucapkan kata-kata kunci secara berirama c) Rentangkan kaki, punggung, bahu d) Rentangkan siku e) Lenturkan pinggang dan jari-jari ke depan f) Lepaskan jari telunjuk g) Tangan penyeimbang pada bola sampai terlepas 3) Fase Follow-Through a) Lihat target b) Lengan terentang c) Jari telunjuk menunjuk pada target
16
d) Telapak tangan ke bawah saat shooting e) Seimbang dengan telapak tangan ke atas f) Posisi lengan tetap di atas bola masuk ke dalam ring
Gambar 6. Free Shoot Bola Basket (Sumber: Wissel Hal, 2000: 53)
3) Dribbling (Menggiring Bola) Menurut Vic Ambler (2005: 10) bahwa, “Dribbling adalah membawa bola dengan cara memantul-mantulkannya”. Sedangkan A. Sarumpaet dkk., (1992: 229) bahwa, “Dribble bola diperbolehkan hanya dengan satu tangan kanan saja atau kiri saja dan secara bergantian antara tangan kanan dan kiri”. Dribbling bola basket pada prinsipnya cara memainkan bola dengan dipantul-paltulkan menggunkan satu tangan atau dua tangan secara bergantian sambil berjalan atau berlari. Teknik dribbling bola basket menurut Soebagio Hartoko (1994: 36) sebagai berikut: 1) Peganglah bola dengan kedua tangan yang relax, tangan kanan di atas bola, sedang tangan kiri menjadi tempat terletaknya bola. 2) Berdirilah seenaknya dengan kaki kiri agak sedikit di depan kaki kanan 3) Condongkan badan ke depan mulai dari pinggang. 4) Mulai pantulkan bola dengan tangan kanan, (sebagai permulaan sebaiknya mata masih melihat bola). 5) Gerakan lengan hampir sepenuhnya. 6) Jangan memukul bola dengan telapak tangan, tetapi pantulkan (tekankan) dengan jari-jari dibantu dengan gerakan pergelangan tangan. 7) Jinakkan bola dengan sedikit mengikuti bergeraknya ke atas sebentar dengan jari-jari dan pergelangan tangan, kemudian dipantulkan kembali.
17
8) Setelah rahasia gerak, watak dan irama dari pantulan dapat dirasakan (get the feeling) dengan sikap berdiri ditempat, memulailah dengan bergerak maju. 9) Mulailah jangan melihat bola, dan percepatlah gerak. 10) Kemudian menggiring dengan agak rendah, rendah, maju, mundur cepat, secepatnya, berliku, berkelok dengan rintangan dan lawan. Berikut ini disajikan ilustrasi gambar gerakan dribbling bola basket sebagai berikut:
Gambar 7. Dribbling Bola Basket (Sumber: Soebagio Hartoko, 1994: 36)
4) Pivot (Gerakan Berporos) Pivot atau gerakan berporos merupakan usaha seorang pemain bola basket untuk mengubah arah dari hadangan lawan dengan satu kaki tetap berpijak atau menempel pada lantai lapangan permainan. Imam Sadikun (1992: 100) menyatakan, Gerakan berporos (pivot) adalah suatu usaha mengubah arah hadap badan ke segala arah dengan satu kaki tetap tinggal di tempat sebagai poros (as). Kaki poros ini tidak boleh terangkat atau tergeser dari tempatnya, sementara kaki yang lain boleh bergerak atau melangkah ke depan, ke belakang, kiri, kanan dan kesegala arah. Khususnya pada saat-saat memegang bola, sebab dipergunakan agar bola dapat dijauhkan dari jangkauan lawan. Berikut ini disajikan ilustrasi gambar gerakan pivot bola basket sebagai berikut:
18
Gambar 8. Gerakan Pivot (Sumber: Imam Sadikun, 1992: 103) 5) Rebound (Merebut Bola) Menurut Imam Sadikun (1992: 107) bahwa, “Rebound merupakan suatu usaha untuk mengambil atau menangkap bola yang datangnya memantul dari papan pantul atau ring basket akibat dari tembakan yang tidak berhasil atau gagal”. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, rebound sangat berperan penting untuk menguasai bola jika lawan gagal melakukan tembakan. Kemampuan seorang pemain bola basket menangkap bola saat tembakan lawan gagal, maka mempunyai kesempatan untuk melakukan serangan balik. Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan ilustrasi gambar gerakan rebound bola basket sebagai berikut:
Gambar 9. Rebound Bola Basket (Sumber: Imam Sadikun, 1992: 107)
19
2. Lay Up Shoot Bola Basket a. Pengertian Lay Up Shoot Bola Basket Menembak atau shooting merupakan teknik dasar bola basket yang sangat penting. Nilai atau angka tercipta dalam permainan bola basket melalui tembakan-tembakan yang tepat dan akurat pada ring lawan. Dalam melakukan tembakan permainan bola basket dapat dilakukan dengan beberapa macam, di antaranya tembakan lay up. Dibandingkan dengan jenis tembakan lainnya, tembakan lay up memiliki prosentase yang lebih besar dapat masuk ke dalam ring lawan. Seperti dikemukakan John Oliver (2007: 13) bahwa: Meskipun banyak pemain banyak pemain bola basket terus mencoba melakukan tembakan tiga angka, statistik mengungkapkan bahwa para penembak tiga angka terbaik pun hanya 40 hingga 45 persen dari semua usaha lemparan tiga angka mereka. Persentase tembakan tertinggi adalah tembakan dalam, seperti lay up yang dilakukan oleh seorang pemain penyerang yang berada dalam jarak sekitar satu meter dari ring basket. Para pemain bola basket yang melakukan sebagian tembakan mereka dari posisi yang dekat dengan ring basket biasanya memiliki ketepatan tembakan paling tinggi (persentase bola masuk) 55 hingga 60 persen berhasil dari semua usaha tembakan mereka. Pendapat tersebut menunjukkan, tembakan lay up bola basket memiliki peluang yang besar untuk masuk ke dalam ring basket lawan. Karena tembakan lay up dilakukan sedekat mungkin dengan ring basket. Imam Sadikun (1992: 103) menyatakan, “Tembakan lay up adalah jenis tembakan yang efektif, sebab dilakukan pada jarak yang sedekat-dekatnya dengan ring basket”. Menurut Hal Wissel (2000: 61) berpendapat, “Tembakan lay up dilakukan dekat dengan ring setelah menangkap bola atau menggiring bola”. Menurut Agus Mukholid (2004: 44) bahwa, “Lay up atau melangkah melayang adalah melangkah yang dilakukan dengan melayang mendekati basket (keranjang), biasanya setelah lay up dilanjutkan dengan tembakan ke arah basket (keranjang) dengan tenaga yang sedikit, sehingga seolah-olah bola itu diletakkan ke dalam basket (keranjang)”.
20
Berdasarkan tiga pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, tembakan lay up merupakan tembakan yang dilakukan dengan melayang untuk mencapai ring sedekat mungkin agar lebih mudah memasukkan bola ke dalam ring basket. Dengan kata lain, lay up shoot adalah tembakan melayang, karena sebelum melakukan tembakan, pemain melakukan langkah panjang, langkah pendek sebagai persiapan untuk melompat dan melakukan tembakan sedekat mungkin dengan ring basket. Rangkaian gerakan dari lay up shoot inilah seolah-olah melayang, sehingga lay up shoot dikatakan tembakan melayang. Untuk dapat melakukan tembakan lay up dengan baik, maka harus menguasai teknik tembakan lay up. b. Teknik Lay Up Shoot Bola Basket Peningkatan prestasi dalam olahraga menuntut adanya perbaikan dan pengembangan unsur teknik untuk mencapai tujuannya. Teknik dikatakan baik apabila ditinjau dari segi anatomis, fisiologis, mekanika, biomeknika dan mental terpenuhi persyaratannya secara baik, dapat diterapkan dalam praktek dan memberikan sumbangan terhadap pencapaian prestasi maksimal. Lay up shoot dapat dilakukan dengan baik, jika seorang pemain bola basket menguasai teknik lay up shoot dengan baik dan benar. Imam Sadikun (1992: 104) menyatakan, “Teknik tembakan lay up ada dua cara, yaitu (1) melalui operan dan (2) menggiring bola”. Hal senada dikemukakan Agus Mukholid (2004: 44) bahwa, “Gerakan melangkah pada lay up shoot dapat dilakukan dari menerima bola atau gerakan menggiring bola”. Prinsip teknik tembakan lay up ada dua cara yaitu, melalui operan dan diawali dengan menggiring bola. Tembakan lay up melalui operan yaitu, operan dilakukan oleh teman seregunya secara tepat (bola setinggi dada), pemain berusaha menjemput bola sambil melompat dan pada saat
21
melayang inilah bola ditangkap. Setelah itu menumpu dengan kaki yang lain lagi untuk melompat sambil membawa bola untuk ditembakkan. Tembakan lay up yang diawali dengan menggiring bola yaitu, pemain menggiring bola sendiri menuju ke ring basket. Setelah dekat dengan basket, kemudian melakukan tembakan lay up tergantung pada perkiraan dan keterampilan masing-masing pemain. Menangkap bola dari menggiring bola tersebut dilakukan dari pantulan bola dari lantai sambil melayang (melompat), melangkah, melompat untuk menembak seperti pada gerakan lay up yang dilakukan dengan operan dari teman seregunya. Perbedaannya hanyalah pada saat menerima bola dari diri sendiri saat menggiring bola. Teknik tembakan lay up pada prinsipnya dilakukan melalui operan teman seregunya atau diawali dari menggiring bola (dribbling). Hal terpenting dan harus diperhatikan saat akan melakukan tembakan lay up harus tepat
menangkap bola, melakukan
langkah
lay up
dan
menembakkan bola ke dalam ring basket. Arma Abdoellah (1981: 103) menyatakan, “Yang perlu diperhatikan dalam tembakan lay up adalah (1) saat menerima bola, (2) saat melangkah, (3) saat melepaskan bola”. Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan ilustrasi gambar rangkaian gerakan lay up shoot sebagai berikut:
Gambar 10. Rangkaian Gerakan Lay Up Shoot (Sumber: A. Sarumpaet dkk., 1992: 234)
22
c. Pelanggaran yang Sering Terjadi dalam Lay Up Shoot Bola Basket Lay up shoot merupakan keterampilan yang menuntut skill yang tinggi. Bagi siswa sekolah, lay up merupakan salah satu teknik tembakan bola basket yang sulit untuk dikuasai, sehingga sering sekali melakukan kesalahan atau pelanggaran Hal Wissel (2000: 62-63) menyatakan: Pelanggaran yang sering terjadi dalam lay up shoot yaitu: 1) Pada saat mengambil ancang-ancang menggunakan lompatan jauh (imbang ke depan atau ke samping) ketimbang melompat tinggi. 2) Sebelum melakukan tembakan memutar bola ke arah dalam dan sehingga gampang dihalangi atau dicuri lawan. 3) Kehilangan perlindungan dan kontrol pada bola karena terlalu cepat menarik tangan penyeimbang pada bola. 4) Tembakan berputar dari samping menghasilkan gerakan bola yang memutar menjauhi ring. 5) Bola memantul rendah pada papan dan keluar. Dengan sedikit sentuhan dengan tangan, tembakan jatuh rendah. 6) Setelah melakukan lay up tidak siap merebutnya kembali atau gagal melakukan rebound. Lay up shoot bola basket dapat dilakukan dengan baik, jika pelanggaran-pelanggaran seperti di atas dapat dihindari. Kesalahan dari gerakan lay up shoot akan merugikan, karena bola akan menjadi hak lawan. Lebih lanjut Hal Wissel (2000: 63) menyarankan hal-hal dalam gerakan lay up shoot sebagai berikut 1) Jaga posisi kepala tegak dan fokuskan pada target. Jalan beberapa langkah sebelum memulai (take off) sehingga dapat cepat menekuk lutut take off dan memeperoleh momentum gaya angkat. Sewaktu take off angkat lutut yang satu lagi lurus bersamaan dengan melompat bola ke dalam keranjang. Kombinasi dari mengangkat lutut ke atas dan gerakkan tangan akan mendorong tubuh melompat lebih tinggi. 2) Angkat bola lurus ke atas ketika menembak. 3) Jaga tangan penyeimbang pada bola sampai melepasnya. 4) Tembak dengan tangan yang berada di belakang bola agar diperoleh spin dan selanjutnya masukkan bola ke dalam keranjang.
23
5) Tembakan bola lebih tinggi dari papan sehingga bola terpantul masuk ke dalam keranjang. Walaupun tidak tepat tetapi ada kemungkinan bola akan masuk 6) Mendarat di tempat yang sama–posisi kaki dengan lutut dibengkokkan dan siap melakukan rebound. Kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan siswa dalam gerakan lay up shoot harus segera dibetulkan dan diberi contoh gerakan lay up yang benar. Kesalahan yang dibiarkan akan membentuk pola gerak yang salah, sehingga kualitas lay up shoot yang dihasilkan tidak sesuai yang diharapkan. 3. Belajar a. Hakikat Belajar Belajar pada prinsipnya merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan dalam dirinya. Nana Sudjana (2005: 28) menyatakan, “Belajar adalah proses yang aktif, belajar adalah proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar adalah proses yang diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar adalah proses melihat, mengamati, memahami sesuatu”. Menurut M. Sobry Sutikno (2009: 4) bahwa, “Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh
suatu
perubahan
yang
baru
sebagai
hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Menurut Hamdani (2011: 21) bahwa, “Belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan”. Berdasarkan batasan belajar yang dikemukakan tiga ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa, belajar merupakan suatu proses yang terjadi di dalam diri masing-masing individu. Seseorang dikatakan telah belajar sesuatu, apabila terdapat perubahan-perubahan yang bersifat lebih baik daripada sebelumnya. Perubahan yang terjadi pada diri seseorang
24
disebabkan karena adanya usaha belajar untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. b. Ciri-Ciri dan Tujuan Belajar Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang lebih baik. Hal ini artinya, dalam kegiatan belajar terdapat ciri-ciri di dalamnya. Aunurrahman (2012: 35) menyatakan, Beberapa ciri umum kegiatan belajar sebagai berikut: 1) Belajar menunjukkan suatu aktivitas pada diri seseorang yang disadari atau disengaja. 2) Belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungannya. 3) Hasil belajar ditandai denagn perubahan tingkah laku. Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, seseorang dikatakan belajar apabila kegiatan belajar tersebut disadari atau disengaja, berinteraksi dengan lingkungannya dan terjadi perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam dirinya. Perubahan dari hasil belajar inilah yang merupakan tujuan dari kegiatan belajar. Menurut Gagne (1985) yang dikutip M. Sobry Sutikno (2009: 7) bahwa: Ada lima macam tujuan atau hasil belajar yaitu: 1) Keterampilan intelektual atau keterampilan prosedural yang mencakup belajar diskriminasi, konsep, prinsip dan pemecahan masalah yang kesemuanya diperoleh melalui materi yang disajikan oleh guru di sekolah. 2) Startegi kognitif, yaitu kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses internal masing-masing individu dalam memperhatikan, mengingat dan berpikir. 3) Informasi verbal, yaitu kemampuan untuk mendeskripsikan sesuatu dengan kata-kata dengan jalan mengatur informasiinformasi yang relevan. 4) Keterampilan motorik, yait kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot. 5) Sikap, yaitu suatu kemampuan internal yang mempengaruhi tingkah laku seseorang didasari oleh emosi, kepercayaankepercayaan serta faktor intelektual.
25
Hal senada dikemukakan Bloom, Krathwol & Simpson yang dikutip Aunurrahman (2012: 48-49) bahwa, Tingkatan jenis perilaku belajar terdiri dari tiga ranah atau kawasan yaitu: 1) Kognitif terdiri enam jenis perilaku yaitu: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. 2) Ranah afektif terdiri lima perilaku yaitu: penerimaan, partisipasi, penilaian, organisasi dan pembentukan. 3) Ranah psikomotor, terdiri tujuh perilaku yaitu: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan dan kreativitas. Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, tujuan kegiatan belajar meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang lebih baik dari sebelumnya. Ketiga aspek tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Seseorang diakatakan telah belajar apabila terjadi perubahan yang lebih baik dari sebelumnya baik aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. c. Unsur-Unsur dan Prinsip Belajar Dalam kegaitan belajar banyak unsur yang terlibat di dalamnya dan harus dipahami oleh guru dan siswa. M. Sobry Sutikno (2013: 5) menyatakan, “Ada tujuah unsur utama dalam proses belajar, yaitu: (1) tujuan, (2) kesiapan, (3) situasi, (4) interprestasi, (5) respons, (6) konsekuensi dan (7) reaksi terhadap kegagalan”. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, ada tujuh hal yang harus dipahami dalam kegiatan belajar. Belajar dimulai karena adanya tujuan yang ingin dicapai. Tujuan itu muncul untuk memenuhi sesuatu kebutuhan. Untuk melakukan kegiatan belajar dengan baik, siswa harus memiliki kesiapan fisik dan psikis. Kesiapan yang berupa kematangan untuk melakukan sesuatu, maupun penguasaan pengetahuan dan kecakapan-kecakapan yang mendasar. Dalam kegiatan belajar harus dalam situasi yang kondusif, baik tempat, lingkungan sekitarnya, alat dan bahan yang dipelajari, orang-orang yang terlibat dalam kegiatan belajar dan
26
kondisi siswa yang belajar. Interprestasi berkaitan dengan melihat hubungan di antara komponen-komponen situasi belajar, melihat makna hubungan
tersebut
dan
menghubungkannya
dengan
kemungkinan
pencapaian tujuan dari belajar. Respon berkaitan dengan hasil dari interprestasi apakah siswa mungkin atau tidak mungkin mencapai tujuan yang diinginkan. Dari hasil tersebut siswa dapat memberikan responnya sesuai dengan hasil yang diperolehnya. Perlu dipahamkan kepada siswa bahwa, setiap usaha atau belajar akan memiliki konsekuensi, baik itu keberhasilan maupun kegagalan. Oleh karena itu, siswa harus diberi semangat untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal. Berdasarkan kegagalan dari belajar akan menuai reaksi dari siswa. Reaksi ini dapat bersifat positif maupun negatif. Reaksi negatif di antaranya: sedih, kecewa, semangat belajar menurun, frustasi dan lain sebagainya. Reaksi positif di antaranya: dapat membangkitkan semangat belajar yang lebih tinggi agar tidak terulang lagi kegagalan, bahkan lebih optimis untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal. Hal yang tak kalah pentingnya agar belajar diperoleh hasil belajar yang maksimal harus didasarkan prinsip-prinsip belajar yang tepat. Lebih lanjut M. Sobry Sutikno (2013: 7) menyatakan: Delapan (8) prinsip belajar yang harus diketahui yaitu: 1) Belajar harus memiliki pengalaman dasar. 2) Belajar harus bertujuan yang jelas dan terarah. 3) Belajar memerlukan situasi yang problematis. 4) Belajar harus memiliki tekat dan kemauan yang keras dan tidak mudah putus asa. 5) Belajar memerlukan bimbingan, arahan serta dorongan. 6) Belajar memerlukan latihan. 7) Belajar memerlukan metode yang tepat. 8) Belajar memebutuhkan waktu dan tempat yang tepat. Prinsip-prinsip belajar tersebut mengandung makna bahwa, belajar akan mudah dilakukan jika sebelumnya memiliki pengalaman terlebih dahulu untuk mempelajari sesuatu yang baru. Tujuan merupakan sasaran khusus yang hendak dicapai dalam kegiatan belajar. Oleh karena itu, dalam kegiatan belajar harus dirumuskan dengan jelas tujuan dan arahnya
27
yang hendak dicapai. Dalam kegiatan belajar pasti muncul situasi yang problematis yang dapat membantu membangkitkan motivasi belajar. Diharapkan semakin sukar problem yang dihapadi siswa, maka akan semakin keras berusaha dan berfikir untuk memecahkannya. Dalam kegiatan belajar seseorang harus memiliki tekat dan kemauan yang keras untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal. Tanpa tekat dan kemauan yang keras, maka sia-sia dari belajar yang telah dilakukan. Bimbingan dan arahan serta dorongan sangat penting dalam kegiatan belajar. Karena siswa yang belajar pasti mengalami kesulitan, sehingga sangat dibutuhkan bimbingan, arahan serta dorongan yang baik agar siswa memahami dan menguasai dari kegiatan belajar yang dilakukan. Memberikan latihan secara terus menerus dan berulang-ulang sangat penting dalam kegiatan belajar. Melalui latihan yang rutin, maka dapat membantu menguasai materi yang dipelajari, bahkan dapat mengurangi kelupaan dan memperkuat daya ingat. Metode belajar memegang peran penting untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal. Dalam menggunakan metode belajar harus disesuaikan dengan materi pelajaran dan siswa yang belajar agar metode yang digunakan efektif untuk menguasai materi yang dipelajari. Waktu dan tempat merupakan faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar. Dalam kegiatan belajar, waktu harus dimanfaatkan seefektif mungkin untuk menguasai materi pelajaran. Sedangkan tempat belajar harus dalam kondisi yang nyaman dan kondusif. Tempat belajar yang nyaman dan kondusif menjadikan kegiatan belajar berjalan dengan baik dan akan membantu pencapaian hasil belajar lebih optimal. d. Tujuan Belajar Kegiatan belajar merupakan hal yang kompleks. Kompleksitas belajar tersebut dapat dipandang dari dua subjek, yaitu siswa dan guru. Dari segi siswa, belajar merupakan suatu proses internal yaitu, seluruh mental yang meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Sedangkan dari segi guru, proses belajar tersebut dapat diamati secara tidak langsung,
28
tetapi dapat dipahami oleh guru. Proses belajar tersebut dapat dilihat dari perilaku atau tindakan-tindakan yang dilakukan oleh siswa. Perilaku belajar tersebut merupakan respon siswa terhadap tindakan pembelajaran dari guru. Menurut Gagne (1985) yang dikutip M. Sobry Sutikno (2013: 6) bahwa: Ada lima macam tujuan atau hasil belajar yaitu: 1) Keterampilan intelektual atau keterampilan prosedural yang mencakup belajar diskriminasi, konsep, prinsip dan pemecahan masalah yang kesemuanya diperoleh melalui materi yang disajikan oleh guru di sekolah. 2) Startegi kognitif, yaitu kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses internal masing-masing individu dalam memperhatikan, mengingat dan berpikir. 3) Informasi verbal, yaitu kemampuan untuk mendeskripsikan sesuatu dengan kata-kata dengan jalan mengatur informasiinformasi yang relevan. 4) Keterampilan motorik, yaitu kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot. 5) Sikap, yaitu suatu kemampuan internal yang mempengaruhi tingkah laku seseorang didasari oleh emosi, kepercayaankepercayaan serta faktor intelektual. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, ada lima aspek yang harus dicapai dalam kegiatan belajar. Aspek pertama dari hasil belajar yaitu keterampilan
intelektual
atau
prosedural.
Keterampilan
intlektual
mencakup belajar diskriminasi, konsep, prinsip pemecahan masalah. Halhal dalam keterampilan intelektual diperoleh melalui materi yang disampaikan oleh guru. Aspek yang kedua tujuan atau hasil belajar yaitu aspek strategi kognitif. Hal ini artinya, kemampuan kognitif merupakan sebuah bentuk kemampuan siswa dalam memecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses internal masing-masing individu dalam memperhatikan, mengingat dan berpikir. Aspek informasi verbal berkaitan dengan kemampuan mendeskripsikan sesuatu dengan jalan mengatur informasi yang relevan. Aspek psikomotorik merupakan kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang
29
berhubungan dengan otot. Sedangkan aspek sikap berhubungan dengan kemampuan internal yang mempengaruhi tingkat laku seseorang yang dilandasi emosi, kepercayaan serta faktor intelektual. Berdasarkan dengan tujuan dan hasil belajar, aspek yang dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran yaitu aspek afektif, kognitif dan psikomotirik. Ketiga aspek tersebut merupakan komponen yang saling berkaitan dan harus dikembangkan agtau dikuasai siswa sesuai dengan materi pelajaran yang diajarkan oleh guru. Dapat dikatakan bahwa, siswa dikatakan tuntas pada salah satu materi pelajaran jika nilai yang dicapai dari aspek afektif, kognitif dan psikomotorik minimal sama atau lebih dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan. 4. Mengajar a. Hakikat Mengajar Mengajar pada dasarnya merupakan suatu aktivitas atau perbuatan yang dilakukan oleh seorang guru. Dari kegiatan mengajar tersebut tentu ada siswa yang belajar. Mengajar merupakan suatu proses yang kompleks. Guru berperan tidak hanya sekedar menyampaikan informasi kepada siswa, tetapi juga berusaha agar siswa mau belajar. Karena mengajar sebagai upaya yang disengaja, maka guru terlebih dahulu harus mempersiapakan bahan yang akan disajikan kepada siswa. Upaya yang dilakukan guru tersebut agar tujuan yang telah dirumuskan dapat dicapai. Berkaitan dengan mengajar Husdarta & Yudha M. Saputra (2000: 3) menyatakan,
“Mengajar
adalah
upaya
guru
dalam
memberikan
rangsangan, bimbingan, pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar. Arah yang akan dituju dalam proses belajar adalah tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan guru dan diketahui oleh siswa”. Menurut Nana Sudjana (2005: 29) bahwa, “Mengajar pada hakikatnya adalah suatu proses yakni proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat menumbuhkan dan
30
mendorong siswa melakukan proses belajar”. Hal senada dikemukakan Jamil Suprihatininrum (2013: 60) mengajar dapat dilihat dari tiga sudut pandang yaitu: 1) Secara Kuantitatif: mengajar berarti the transmission of knowledge, yaitu penularan/pemindahan pengetahuan dari guru kepada siswa. 2) Secara Kualitatif: sebagai the fasilitation of learning, yaitu upaya membantu memudahkan kegiatan belajar siswa. Guru berperan memfasilitasi siswa untuk aktif belajar dan menciptakan situasi dan kondisi yang mendukungterciptanya kegiatan belajar oleh siswa. 3) Secara Instutisional: mengajar berarti the efficient orchestration of teaching skill, yaitu penataan segala kemampuan mengajar secara efisien. Guru dituntut untuk selalu siap mengadaptasi berbagai teknik mengajar untuk bermacam-macam siswa yang berbeda bakat, kemampuan dan kebutuhannya. Berdasarkan pengertian mengajar yang dikemukakan dua ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa, mengajar merupakan suatu kegiatan yang kompleks yang di dalamnya terdapat beberapa komponen yang saling berkaitan yang bertujuan untuk mempengaruhi atau meningkatkan pengetahuan atau keterampilan siswa menjadi lebih baik. b. Tahapan-Tahapan Mengajar Mengajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seorang guru yang di dalamnya terdapat beberapa tahapan.
Menurut Jamil
Suprihatiningrum (2013 : 62) menggambarkan tahapan-tahapan mengajar sebagai berikut: Prainstruksional
Instruksional
Assessment
Follow-up
Gambar 11. Tahapan-Tahapan Mengajar (Sumber: Jamil Suprihatiningrum, 2013: 62) Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, tahapan mengajar secara prinsip ada empat (4) tahapan, yaitu: prainstruksional,
31
instruksional, assessment dan follow-up. Tahapan-tahapan mengajar dijelaskan secara singkat sebagai berikut: 1) Prainstruksional Prainstruksional merupakan tahap persiapan sebelum mengajar dimulai. Beberapa hal yang harus dilakukan guru sebelum memulai mengajar sebagai berikut: a) Memeriksa kehadiran siswa. Kehadiran siswa dicatat pada buku kehadiran, sekaligus mengecek kesiapan siswa. b) Mengecek kondisi kelas. Kondisi kelas dicek baik, meja, kursi dan kebersihan kelas. c) Mengecek peralatan yang tersedia. Misalnya papan tulis, OHP, LCD, proyektor dan peralatan penunjang lainnya. d) Mengadakan apresepsi. Apresepsi merupakan kegiatan awal yang berguna untuk menggali pengetahuan awal siswa tentang materi atau pun memberikan pengantar tentang materi yang akan diberikan. e) Mengadakan pretest/tes diagnostik. Untuk mengecek pengetahuan awal siswa dengan pasti, guru dapat mengadakan pretest atau tes diagnostik. Pretest atau tes diagnostik dapat dilangsungkan ketika awal masuk materi baru. Hasil pretest atau tes diagnostik dapat digunakan sebagai landasan dalam menentukan strategi dan metode pembelajaran yang akan digunakan. 2) Instruksional (saat mengajar) Instruksional atau saat mengajar ada suatu kegiatan utama pada tahap instruksional yaitu: a) Inti mengajar. Berupa penyampaian materi dengan berbagai macam
strategi
pembelajaran.
Guru
melaksanakan
desain
pembelajaran sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya.
32
b) Membuat kesimpulan. Guru dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan tentang materi yang telah dipelajari. 3) Assesment Assesment dilakukan untuk mengecek pemahaman siswa tentang materi yang telah dipelajari. Macam-macam assesment yang dapat dilakukan antara lain: kuis, postest, ulangan harian dan ulangan blok. 4) Follow Up (tindak lanjut) Follow up dilakukan berdasarkan assesment yang telah dilakukan. Ada dua hal dalam kegiatan follow up yiatu: 1) Siswa yang telah tuntas materi yang dipelajari dapat diberikan materi pengayaan (enrichment) 2) Siswa yang belum tuntas dapat diberikan perbaikan (remidial). 3) Bentuk tindak lanjut antara lain: diskusi kelompok informal, penyusunan ikhtisar, pemberian PR dan lain-lain. b. Kompetensi yang Harus Dimiliki Seorang Guru Penjaskes Guru mempunyai tugas yang kompleks, tidak hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran kepada siswa. Untuk itu, seorang guru harus mengembangkan profesinya. Mengembangkan profesi guru pada dasarnya merupakan tuntutan dan panggilan untuk selalu mencintai, menghargai, menjaga dan meningkatkan tugas dan tanggung jawab profesinya.
Seorang
guru
dituntut
agar
selalu
meningkatkan
pengetahuannya, kemampuan dalam rangka pelaksanaan tugas profesinya. Seorang guru harus peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, khususnya dalam bidang pendidikan dan pengajaran, dan pada masyarakat pada umumnya. Guru harus dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga dalam pelaksanaan pengajaran sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman. Rusli Lutan, Rusli Ibrahim, Adang Suherman & Yudha M. Saputra, (2002: 68-69) menyatakan:
33
Berdasarkan tinjauan literatur dalam pendidikan jasmani sekurangkurangnya terdapat 5 kompetensi guru pendidikan jasmani yaitu: 1) Pemahaman dan pengahayatan etika dan tindakan moral yang melandasi profesi dalam pendidikan jasmani, utamanya dalam pemberian perlakuan (misalnya, memberikan instruksi, mengoreksi dan lain-lain) yang dapat dipertanggungjawabkan secara etik, termasuk nilai-nilai agama. 2) Penguasaan keterampilan gerak dan atau dasar-dasar keterampilan beberapa cabang olahraga, termasuk pengetahuan yang berkaitan dengan cabang atau aktivitas jasmani yang bersangkutan (misalnya, peraturan dan ketentuan khusus dalam cabang olahraga). 3) Penguasaan konsep dan teori dalam beberapa subdisiplin ilmu keolahragaan yang bersifat integrative, sebagai landasan ilmiah pendidikan jasmani dan olahraga guna memfasilitasi proses pembelajaran, terutama disesuaikan dengan asas pentahapan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik. 4) Kompetensi dalam menerapkan kurikulum dalam konteks metode dan strategi umum atau khusus dalam pembelajaran, termasuk kompetensi dalam melaksanakan asesmen hasil belajar. 5) Kompetensi sosial yang melibatkan keterampilan sosial, seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, kemampuan kerjasama dalam tim. Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, kompetensi yang harus dimiliki seorang guru Penjasorkes cukup kompleks, baik secara umum maupun secara spesifik sebagai guru pendidikan jasmani. Seorang guru yang memiliki kompetensi sesuai dengan bidang studinya, maka akan mampu bekerja secara maksimal. Kinerjanya menjadi lebih baik, karena mengetahui dan menguasainya tugas dan tanggungjawab yang harus dilakukan sesuai dengan bidangnya. Pendapat lain dikemuakakn Nana Sudjana (2005: 19) bahwa, Kompetensi yang banyak berhubungan dengan usaha meningkatkan proses dan hasil belajar dikelompokkan ke dalam empat kemampuan yaitu: (1) Merencanakan program belajar mengajar, (2) melaksanakan dan memimpin, (3) menilai kemajuan proses belajar mengajar, (4) menguasai bahan pelajaran dalam pengertian menguasai bidang studi atau mata pelajaran yang dipegangnya/dibinannya.
34
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, proses dan hasil belajar dapat ditingkatkan seorang guru Penjaskes harus memiliki kemampuan merencanakan program pembelajaran, melaksanakan dan memimpin, menilai kemajuan proses belajar mengajar dan menguasai bahan pelajaran yang diajarkan. Seorang guru yang memiliki keempat kompetensi tersebut, maka akan mampu mengajar dengan baik dan akan dicapai hasil belajar yang optimal. Namun sebaliknya seorang guru Penjaskes yang tidak memiliki kompetensi dibidangnya, maka tidak mungkin dicapai hasil belajar yang optimal. c. Karakteristik Keberhasilan Pengajaran Tujuan pembelajaran merupakan target yang ditetapkan oleh guru dan harus dicapai siswa. Tujuan pembelajaran telah ditetapkan oleh guru pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Untuk mencapai tujuan pembelajaran, seorang guru telah merancang pelaksanaan pembelajaran sebaik mungkin agar materi yang disampaikan dapat diserap dan dikuasai oleh siswa. M. Sobry Sutikno (2013: 161) menyatakan: Keberhasilan pembelajaran apabila diikuti ciri-ciri sebagai berikut: 1) Daya serap terhadap bahan pembelajaran mencapai prestasi tinggi, baik secara individu maupun kelompok. 2) Perilaku yang digariskan dalam tujuan pembelajaran telah dicapai oleh siswa baik secara individu maupun kelompok. 3) Terjadinya proses pemahaman materi yang secara sekuensial mengantarkan materi tahap berikutnya. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, ciri dari keberhasilan pengajaran yaitu: daya serap terhadap materi pelajaran mencapai prestasi yang tinggi, baik secara individu atau kelompok. Perilaku yang dikembangkan siswa sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan memperoleh nilai yang tinggi baik secara individu atau kelompok. Terjadinya
proses
pemahaman
materi
mengantarkan pada materi berikutnya.
secara
sekuensial
untuk
35
5. Gaya Mengajar a. Hakikat Gaya Mengajar Bagaimanakah gaya mengajar guru yang terbaik dan ideal agar tujuan mengajar yang telah ditetapkan dapat tercapai secara optimal. Masalahnya gaya mengajar bukan tentang bagaimana gaya mengajar guru yang paling baik, melainkan mengenai gaya mengajar guru yang tepat dan sesuai. Gaya mengajar yang sesuai maksudnya yaitu, sesuai dengan dengan karakteristik siswa dan sesuai dengan kebutuhan pengajaran. Gaya mengajar muncul dari gagasan Muska Mosston pada tahun 1966. Berkaitan dengan gaya mengajar, Muhamad Ali (2004: 57) menyatakan, “Gaya
mengajar
yang dimiliki oleh seorang guru
mencerminkan pada cara melaksanakan pengajaran, sesuai dengan pandangannya sendiri. Di samping itu landasan psikologis, terutama teori belajar yang dipegang serta kurikulum yang dilaksanakan juga turut mewarnai gaya mengajar guru yang bersangkutan”. Menurut Muska Mosston yang dikutip Adang Suherman & Agus Mahendra (2001: 149) bahwa, “Guru dan siswa dapat saling tawar menawar dalam memperoleh kesempatan. Dalam memperoleh kesempatan dalam perihal perencanaan, pelaksanaannya. Dalam istilah lain disebutkan setting pre impact, impact set dan post impact”. Berdasarkan dua pendapat tersebut menunjukkan bahwa, dalam gaya mengajar ada tiga hal yang menjadi pokok dalam pengajaran, yaitu setting pre impact, impact set dan post impact. Dalam gaya mengajar siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan dalam kegiatan pembelajaran. Lebih Lanjut Adang Suherman & Agus Mahendra (2001: 150) menjelaskan ketiga hal pokok dalam mengajar sebagai berikut: 1) Pre impact set, mencakup semua keputusan yang harus dibuat sebelum terjadinya tatap muka antara guru dengan siswa. Keputusan dalam setting ini mencakup tugas gerak yang harus dipelajari, waktu, pengorganisasian, alat, tempat berlangsungnya gerak, kriteria keberhasilan serta prosedur dan materi penilaian. Keputusan ini menegaskan tentang maksud.
36
2) Impact set, meliputi keputusan-keputusan yang berhubungan dengan pelaksanaan maksud di atas, atau hal-hal yang diputuskan pada tahap pra impact set. Keputusan dalam tahap ini menentukan aksi. 3) Post impact set, memasukkan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan penilaian penampilan atau pelaksanaan tugas pada masa impact set serta kesesuaian antara maksud dan aksi. Pemberian koreksi dan umpan balik serta penilaian, termasuk pada setting ini. Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, dalam gaya mengajar, baik guru maupun siswa memiliki membuat keputusan dalam setiap setting pembelajaran. Srijono Brotosuryo, Sunardi dan M. Furqon (1994: 250) menyatakan, “Gaya mengajar didefinisikan dengan keputusankeputusan yang dibuat oleh guru dan dibuat oleh siswa di dalam episode atau peristiwa belajar yang diberikan”. Menurut Husdarta & Yudah M. Saputra (2000: 21) bahwa, “Gaya mengajar merupakan interaksi yang dilakukan oleh guru dengan siswa dalam proses belajar mengajar agar materi yang disajikan dapat diserap oleh siswa”. Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, gaya mengajar pada dasarnya merupakan seperangkat keputusan yang diambil dalam pelaksanaan proses pengajaran. Baik guru maupun siswa memiliki kemungkinan untuk membuat keputusan dalam proses pengajaran. Perbedaan antara satu gaya dengan gaya lainnya ditentukan oleh besarnya pengalihan keputusan dari guru kepada siswanya. Pada sisi lain dapat dilihat gaya mengajar yang semua keputusannya dibuat oleh guru, tetapi ada juga gaya mengajar siswa juga dapat mengambil keputusan. Kecenderungan yang terjadi dalam proses pengajaran adanya kesadaran bahwa pengajaran sebaiknya jangan terlalu didominasi oleh keputusan guru. Tetapi harus secara proporsional memberikan kesempatan kepada siswa dalam membuat keputusan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pelaksanaannya.
37
b. Macam-Macam Gaya Mengajar Penjaskes Dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru harus memiliki perbendahaan gaya mengajar, agar materi yang akan disampaikan dapat dipilih gaya mengajar yang tepat agar diperoleh hasil belajar yang optimal. Menurut Muka Mosston yang dikutip Adang Suherman & Agus Mahendra (2001: 150) gaya mengajar pendidikan jasmani sebagai berikut: 1) Gaya mengajar komando (commando style) yaitu, semua keputusan dikontrol guru. Murid hanya melakukan apa yang diperintahkan guru. 2) Gaya latihan (practice style) yaitu, gurtu memberikan beberapa tugas, siswa menentukan dimana, kapan, bagaimana dan tugas mana yang akan dilakukan pertama kali. Guru memberi umpan balik. 3) Gaya berbalasan (reciprocal style) yaitu, satu siswa menjadi perilaku, satu siswa lain menjadi pengamat dan memberikan umpan balik. Setelah itu bergantian. 4) Gaya menilai diri sendiri (self check style) yaitu, siswa diberi petunjuk untuk bisa menilai penampilan dirinya sendiri. Pada saat latihan siswa berusaha menentukan kekurangan dirinya dan mencoba memperbaikinya. 5) Gaya partisipatif atau inklusi (inclusion style) yaitu, guru menentukan tugas pembelajaran yang memiliki target atau kriteria yang berbeda tingkat kesulitannya dan siswa diberi keleluasan untuk menentukan tingkat tugas mana yang sesuai dengan kemampuannya. Dengan begitu setiap anak akan merasa berhasil dan tidak ada yang merasa tidak mampu. 6) Gaya penemuan terbimbing (guided discovery) yaitu, guru membimbing siswa ke arah jawaban yang benar melalui serangkaian tugas atau permasalahan yang dirancang guru. Guru setiap kali meluruskan atau memberikan petunjuk untuk mengarahkan anak pada penemuan itu. 7) Gaya pemecahan masalah (problem solving) yaitu, guru menyediakan satu tugas atau permasalahan yang akan mengarahkan siswa pada jawaban yang bisa diterima untuk memecahkan masalah tersebut. Oleh karena itu, jawaban atau pemecahan masalah yang diajukan siswa bersifat jamak. 8) Gaya yang dirancang siswa/inisiatif siswa (learner designed program/learner initeated/self teaching yaitu, siswa mulai mengambil tanggungjawab untuk apa pun yang akan dipelajari serta bagaimana hal itu akan dipelajari. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, gaya mengajar Penjaskes terdiri dari delapan (8) macam, yaitu:
gaya mengajar komando
38
(commando style), gaya mengajar latihan (practice style), gaya berbalasan (reciprocal style), gaya menilai diri sendiri (self check style), gaya partisipasi atau inklusi (inclusion style), gaya penemuan terbimbing (guided discovery), gaya pemecahan masalah (problem solving) dan gaya yang dirancang siswa(learner designed program/learner initeated/self teaching). Ke delapan gaya mengajar Penjaskes tersebut penting untuk diperhatikan dan dikuasai seorang guru Penjaskes dalam proses pembelajaran. Seorang guru Penjaskes dapat mengkombinasikan antara gaya yang satu dengan gaya lainnya menurut kebutuhannya. Karena tidak ada satu gaya mengajar yang dianggap paling berhasil karena bergantung pada situasi. Rusli Lutan (2000: 30) menyatakan, “Alasan digunakannya beberapa macam gaya mengajar dalam proses pembelajaran yaitu, “(1) untuk mendorong terciptanya suasana belajar yang mengajarkan siswa untuk belajar, (2) agar guru dan siswa sama-sama termotivasi dan giat melaksanakan tugas masing-masing”. Mengkombinasikan antara gaya mengajar satu dengan gaya mengajar lainnya pada dasarnya bertujuan untuk mendorong terciptanya suasana belajar yang kondusif. Selain itu, antara guru dan siswa termotivasi untuk melaksanakan tugasnya masing-masing. Proses belajar mengajar yang kondusif dan masing-masing mampu melaksanakan tugasnya dengan baik, maka akan diperoleh hasil belajar yang optimal. Tetapi tidak menutup kemungkinan dalam kegiatan pembelajaran hanya dengan menggunakan satu macam gaya mengajar saja. c. Susunan Spektrum Gaya Mengajar dalam Penjasorkes Menurut Agus Kristiyanto, Hanik Liskustyowati & Budhi Satyawan (2011: 8) bahwa, “Spektrum gaya mengajar adalah suatu konsepsi teoritis, sekaligus suatu rancangan operasional mengenai alternatif atau kemungkinan dari suatu gaya mengajar. Spektrum tersebut menggambarkan adanya suatu pergeseran atau penyebaran peran guru dan siswa kaitannya dengan pencapaian tujuan pembelajaran”.
39
Pendapat tersebut menunjukkan bawa, penerapan gaya mengajar sangat berpengaruh terhadap peran guru maupun siswa. Hal ini artinya, dalam penerapan gaya mengajar akan terjadi pergeseran antara peran guru dan peran siswa bergantung berdasarkan gaya mengajar yang digunakan saat pembelajaran. Menurut Mosston (1991) yang dikutip Agus Kristiyanto dkk., (2011: 8) menggambarkan spektrum gaya mengajar sebagai berikut: Theoretical limits Minimum A Style
Maksimum The target: An independent individual
B
C
D
E
F
G
H
Gambar 12. Spektrum Gaya Mengajar dan Pergeseran Peran Guru-Siswa (Sumber: Agus Krsitiyanto dkk., 2011:8) Berdasarkan spektrum gaya mengajar model Mosston tersebut menunjukkan bahwa, gaya mengajar tersusun dalam dua kelompok yaitu: gaya A – E dan gaya F – H. Kedua kelompok tersebut berbeda dalam perilaku guru, perilaku siswa dan sasaran. Gaya A – E berhubungan dengan penampilan kegiatan yang telah dikenal, sedangkan gaya F – H lebih menekankan pada eksplorasi aktivitas-aktivitas baru. Termasuk dalam kelompok gaya A – E yaitu: (1) gaya A atau komando, (2) gaya B atau latihan, (3) gaya C atau resiprokal, (4) gaya D atau self check dan (5) gaya E atau gaya cakupan/inklusi. Sedangkan yang termasuk dalam kelompok gaya mengajar F – H yaitu: (1) gaya F atau penemuan terpimpin, (2) gaya G atau divergen dan g(3) gaya H atau going beyond.
40
6. Pembelajaran Lay Up Shoot Bola Basket dengan Gaya Mengajar Inklusi a. Pengertian Gaya Inklusi Gaya mengajar inklusi atau partisipasi (inclusion style) merupakan gaya mengajar dengan rancangan kegiatan pembelajaran yang dibuat oleh guru dari tingkatan mudah atau sederhana hingga pada tingkatan yang sulit dan siswa diberi kebebasan untuk menentukan pilihannya. Srijono Brotosuryo, Sunardi dan M. Furqon (1994: 278) bahwa, “Gaya mengajar inklusi (cakupan) yaitu memperkenalkan berbagai tingkat tugas. Gaya inklusi memberikan tugas yang berbeda-beda dan dalam gaya ini siswa didorong untuk menentukan tingkat penampilannya”. Menurut Adang Suherman & Agus Mahendra (2001: 151) bahwa, Gaya inklusi (inclusion style) yaitu, guru menentukan tugas pembelajaran yang memiliki target atau kriteria yang berbeda tingkat kesulitannya dan siswa diberi keleluasan untuk menentukan tingkat tugas mana yang sesuai dengan kemampuannya. Dengan begitu setiap anak akan merasa berhasil dan tidak ada yang merasa tidak mampu. Mengenai gaya mengajar inklusi hal senada juga diungkapkan oleh Agus Kristiyanto, Hanik Liskustyawati & Budhi Satyawan (2011: 11) menyatakan, Karakteristik gaya mengajar inklusi (cakupan) yaitu: 1) Tugas yang diberikan kepada siswa berbeda-beda, karena pada hakikatnya setiap individu memiliki perbedaan kemampuan dalam melaksanakan tugas. Gaya ini memberikan kesempatan individu untuk memulai dari tingkat kemampuannya sendiri. 2) Guru diharuskan merancang tugas dalam berbagai tingkat kesulitan yang disesuaikan dengan perbedaan individu. Rancangan tugas juga harus memungkinkan siswa bergerak dari tugas yang mudah ke tugas yang sulit. Berdasarkan pengertian gaya mengajar inklusi yang dikemukakan tiga ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa, gaya mengajar inklusi merupakan bentuk pengajaran dengan merancang kegiatan-kegiatan pembelajaran dari tingkat yang paling mudah hingga pada tingkat yang lebih sulit. Dari rancangan pengajaran yang telah dibuat oleh guru siswa diberi tugas untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan
41
kemampuannya masing-masing. Seperti dikemukakan Husdarta & Yudha M. Saputra (2000: 30) menyatakan, “Tujuan gaya mengajar inklusi adalah untuk membelajarkan siswa pada level kemampuan masing-masing”. b. Pelaksanaan Pembelajaran Lay Up Shoot Bola Basket dengan Gaya Mengajar Inklusi Gaya mengajar inklusi merupakan bentuk pembelajaran dengan merancang kegiatan pembelajaran dari tingkat yang paling mudah hingga pada tingkat paling sulit. Dari rangcangan pengajaran yang telah dibuat oleh guru, siswa diberi kebebasan untuk melaksanakan tugas pembelajaran sesuai dengan kemampuannya masing-masing siswa. Jika pada tahapan sebelumnya telah dikuasai, kemudian dilanjutkan pada tingkatan selanjutnya. Berdasarkan karakteristik dari gaya mengajar inklusi, pelaksanaan pembelajaran lay up shoot bola basket yaitu, guru merancang bentuk pembelajaran lay up shoot kanan dan kiri dari tingkat paling mudah hingga pada tingkat yang sulit. Rancangan pembelajaran lay up shoot bola basket dalam penelitian ini sebagai berikut: 1) Rancangan tingkat mudah yaitu, pembelajaran langkah lay up menggunakan tanda lingkaran dari kapur diawali berjalan, kemudian langkah lay up baik dari kanan atau kiri. 2) Rancangan tingkat sedang yaitu, pembelajaran langkah lay up menggunakan tanda lingkaran dari kapur diawali dribbling langkah lay up dan melepaskan bola dengan meluruskan lengan yang memegang bola tanpa ring basket. 3) Rancangan tingkat sulit yaitu, pembelajaran lay up shoot sebenarnya, tanpa menggunakan tanda. Berdasarkan rancangan pembelajaran lay up shoot bola basket dari tingkat mudah, sedang dan sulit yang telah dibuat oleh guru, selanjutnya guru menjelaskan dan memberikan contoh dari masing-masing rancangan pembelajaran yang telah dibuat. Setelah siswa paham, selanjutnya diberi
42
kebebasan untuk memilih dan melaksanakan tugas pembelajaran sesuai kemampuannya masing-masing, tetapi guru Penjaskes juga dapat mengarahkan siswa untuk melakukan rancangan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa. Jika pada tingkatan rancangan pertama telah dikuasai, dilanjutkan pada rancangan kedua. Jika siswa langusng memilih pada rancangan yang sulit dan tidak berhasil (gagal terus), maka harus melalui rancangan pembelajaran yang mudah terlebih dahulu. Berikut ini disajikan ilustrasi pembelajaran lay up shoot bola basket dengan gaya mengajar inklusi sebagai berikut: 1) Rancangan mudah, pembelajaran langkah lay up menggunakan tanda lingkaran dari kapur tanpa menggunakan bola diawali berjalan
Berjalan – langkah panjang kaki kanan – langkah pendek kaki kiri - lompat kaki kanan sambil meluruskan tangan ke atas seolah-olah melepaskan bola
2) Rancangan sedang, pembelajaran langkah lay up diawali dribbling menggunakan tanda lingkaran dari kapur dilanjutkan melepaskan bola tanpa ring basket
Dribbling – langkah panjang kaki kanan– langkah pendek kaki kiri - lompat kaki kanan dengan melepaskan bola dengan meluruskan tangan yang memgang bola
3) Rancangan sulit, lay up shoot sebenarnya diawali dribbling Ketinggian ring 3.05 m
ka
ki
ka
Dribbling – langkah panjang kaki kanan – langkah pendek kaki kiri - lompat & memasukkan bola ke ring basket sebenarnya
Gambar 13. Ilustrasi Rancangan Pembelajaran Lay Up Shoot Bola Basket dengan Gaya Mengajar Inklusi
43
c. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Lay Up Shoot Bola Basket dengan Gaya Inklusi Karakteristik gaya mengajar inklusi yaitu merancang tugas pembelajaran dari yang mudah hingga yang sulit. Dari rancangan tugas pembelajaran yang dibuat oleh guru, siswa dapat memilih tugas pembelajaran sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Berdasarkan karakteristik gaya mengajar inklusi dapat diidentifikasi kelebihan dan kelemahannya. Kelebihan pembelajaran lay up shoot bola basket dengan gaya mengajar inklusi antara lain: 1) Siswa dapat menentukan dan memilih tugas pembelajaran sesuai dengan kemampuannya sendiri-sendiri. 2) Siswa dapat melaksanakan tugas pembelajaran dengan baik, karena sesuai kemampuannya. 3) Belajar tahap demi tahap mempunyai dampak yang lebih baik, sehingga akan memberi kemudahan untuk mempelajari tugas gerak yang lebih sulit. 4) Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, karena merasa tertantang dengan tugas ajar yang semakin sukar atau rumit. 5) Dapat meningkatkan persaingan yang sehat antar siswa, sehingga proses belajar lebih kondusif. Kelemahan pembelajaran lay up shoot bola basket dengan gaya mengajar inklusi antara lain: 1) Dibutuhkan ketelatenan dan kesabaran dalam pembelajaran, karena tahapan sebelumnya harus dikuasai sebelum meningkat pada tahap berikutnya. 2) Waktu yang dibutuhkan lebih lama, apabila pada tahap sebelumnya siswa belum menguasai dengan baik. 3) Kemampuan yang dicapai siswa akan berbeda-beda, siswa yang terampil akan semakin berkembang, sedangkan yang kemampuannya rendah peningkatan kemampuan lay up shoot agak lambat.
44
B. Kerangka Berpikir
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas dapat dibuat skema kerangka berpikir sebagai berikut:
Kondisi Awal
Masalah dalam pembelajaran lay up shoot bola basket
Penerapan gaya mengajar inklusi dalam pembelajaran lay up shoot bola basket
Tindakan
Kondisi Akhir
Melalui penerapan gaya mengajar inklusi dapat meningkatkan hasil belajar lay up shoot bola basket
Akibatnya ke Siswa
Siklus pembelajaran lay up shoot bola basket Siklus I: 1. Tingkatan mudah 2. Tingkatan sedang 3. Tingkatan sulit Siklus II: 1. Tingkatan mudah 2. Tingkatan sedang 3. Tingkatan sulit
Gambar 14. Bagan Konseptual Kerangka Berpikir
Berdasarkan kerangka konseptual kerangka berpikir yang digambarkan di atas menunjukkan bahwa, dalam pembelajaran lay up shoot bola basket banyak kesulitan atau permasalahan yang dihadapi siswa. Dari kesulitan yang dihadapi dalam pembelajaran lay up shoot bola basket, mengakibatkan hasil lay up shoot bola basket tidak optimal. Kesulitan yang dihadapi siswa dalam pembelajaran lay up shoot bola basket antara lain: tidak dapat melakukan langkah lay up (walking), saat melepaskan bola tangan kurang lurus, lompatan kurang maksimal. Kesulitan dalam pembelajaran lay up shoot bola basket harus ditelusuri faktor penyebabnya dan dicarikan solusi yang tepat. Karena permasalahan pembelajaran lay up shoot bola basket berbeda-beda, maka dalam merancang pembelajaran lay up shoot bola
45
basket disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi siswa. Untuk merancang pembelajaran lay up shoot bola basket yang berbeda-beda dari tingkatan paling mudah, sedang dan sulit dapat diterapkan gaya mengajar inklusi. Gaya
mengajar
inklusi
merupakan
bentuk
pembelajaran
dengan
merancang kegiatan pembelajaran dari yang paling mudah hingga pada tingkatan yang sulit. Rancangan pembelajaran lay up shoot bola basket dengan gaya mengajar inklusi antara lain: rancangan mudah, pembelajaran langkah lay up menggunakan tanda lingkaran dari kapur tanpa menggunakan bola diawali berjalan.Rancangan sedang, pembelajaran langkah lay up diawali dribbling menggunakan tanda lingkaran dari kapur dilanjutkan melepaskan bola tanpa ring basket. Rancangan sulit,
lay up shoot sebenarnya diawali dribbling. Dari
rancangan pembelajaran yang dibuat oleh guru siswa diberi kebebasan untuk melaksanakan tugas pembelajaran sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Jika rancangan sebelumnya telah dikuasai, kemudian dilanjutkan pada rancangan berikutnya hingga pada rancangan terakhir atau rancangan yang paling sulit. Berdasarkan karakteristik gaya mengajar inklusi tersebut, gaya mengajar ini memberikan kemudahan bagi siswa. Karena siswa melaksanakan tugas pembelajaran sesuai kemampuannya, sehingga tidak merasa kesulitan. Selain itu, belajar keterampilan (lay up shoot bola basket) yang dilakukan secara bertahap akan memberi kontribusi terhadap peningkatan hasil belajar lay up shoot bola basket lebih optimal.
46