perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka 1. Tinjauan Tentang Anak Tunarungu a. Pengertian Anak Tunarungu Tunarungu dapat diartikan suatu keadaan kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya, sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan walaupun diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Menurut
Dwidjosumarto
(1990:1)
dalam
Somantri
(1996)
mengemukakan bahwa : Seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (hard of hearing). Tuli adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga pendengarannya tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami keruskan, tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar, baik dengan maupun tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aids). Memperhatikan batasan-batasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tunarungu adalah mereka yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya, sehingga secara fisik anak tunarungu tidak berbeda dengan anak normal pada umumnya, sebab orang akan mengetahui bahwa anak penyandang ketunarunguan pada saat berbicara. Mereka berbicara tanpa suara atau dengan suara yang kurang atau tidak jelas artikulasinya, atau bahkan tidak berbicara sama sekali, mereka berisyarat. Mereka membutuhkan pelayanan pendidikan khusus.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
b. Penyebab Ketunarunguan Penyebab anak tunarungu menurut beberapa literatur berbeda satu sama lain, tetapi memiliki prinsip yang sama. Faktor penyebab anak tunarungu dapat dijelaskan sebagai berikut : Suratman dkk (1982:2) dalam Sadjaah (2003:50), membagi penyebab gangguan pendengaran sebagai berikut : 1) Gangguan yang didapat selama pertumbuhan, 2) Terjadi Infeksi, 3) Keracunan, 4) Traumatis, 5) Gangguan Circulasi, 6) Gangguan persyarafan, 7) Gangguan pertumbuhan metabolisme dan karena usia, 8) Keganasan : penyakit primary neoplasma dan other neoplastic disease. 9) Penyakit-penyakit lain yang tidak diketahui penyebabnya, antara lain : meniere disease dan sudden deafness. Dari penyebab gangguan pendengaran di atas dapat diuraikan sebagai berikut : a) Gangguan pendengaran yang didapat selama pertumbuhan sifatnya sensori neural yang herediter, yang terkena adalah perangkat persyarafan pendengaran sebagai pembawa sifat. b) Gangguan pendengaran berat menderita
penyakit
rubella,
oleh karena pada waktu hamil ibu kelahiran
yang injures,
minuman
keras/narkoba, cretinism. c) Penyakit yang menyerang daerah telinga bagian luar, telinga bagian tengah, dan telinga bagian dalam. d) Infeksi yang mengakibatkan kerusakan pada selaput gendang telinga, Otitis media (congean), infeksi tulang pendengaran, dan Otitis interna (telinga dalam). e) Keracunan, terjadi oleh karena ibu hamil memakan obat-obat antibiotik over dosis, obat kina terlalu banyak, obat-obat penggugur kehamilan. f) Traumatis : terjadi akibat tusukan keras, atau akibat operasi tulang temporal, kerusakan tulang-tulang pendengaran lainnya, kebisingan keras yang mengganggu pendengaran dalam waktu lama. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
g) Gangguan Circulasi, antara lain : pecah pembuluh darah dan terjadi pendarahan pada ibu hamil/bayi. h) Gangguan persyarafan, antara lain : persyarafan muka terganggu, diabetes
yang menyerang persyarafan
pendengaran,
gangguan-
gangguan lain di telinga bagian dalam. i) Gangguan pertumbuhan metabolisme dan karena usia, hal ini bisa disebabkan oleh diabet dan pengeroposan tulang pendengaran. j) Keganasan : penyakit primary neoplasma dan other neoplastic disease. k) Penyakit-penyakit lain yang tidak diketahui penyebabnya, antara lain : meniere disease dan sudden deafness. Penyebab ketunarunguan menurut Hambali dan Pratiwi (1989:51) dalam Sadjaah (2003:51) membagi sebagai berikut : 1. Gangguan pertumbuhan yang bervariasi, yaitu menderita ketulian berat dan tidak disertai kelainan-kelainan lain, gangguan pendengaran nada tinggi, ketulian dapat terjadi pada waktu lahir atau sepanjang usia, gangguan pendengara terutama pada frei kuensi tinggi dan bersifat progressive dan dominan, histopatologi : atrofi dan organon corti di cohlea (rumah siput) meliputi tiets syndrom, wardenberg’s syndrom, dan alport’s syndrom. 2. Gangguan pendengaran sensori neural yang heriditer ressesif, dinyatakan bahwa 90% penderita sensori neural adalah type ressesif gangguan pendengaran terjadi pada kedua telinga. 3. Gangguan pendengaran yang disebabkan pengaruh prenatal : seperti terjadinya penyakit rubella, trauma persalinan, akibat obat-obatan, akibat cretinisme. 4. Indikasi obat-obatan. Memperhatikan penyebab gangguan pendengaran di atas dapat diuraikan bahwa : a) Tiets Syndrom : terjadi tuli berat, albino menyeluruh dan kelainan dalam metabolisme tubuh. b) Wardenberg’s Syndrom yaitu terjadinya albino daerah rambut, ketulian sensori neural unilateral atau bilateral dan menyerang akar hidung. c) Alport Syndrom, antara lain : terjadinya ketulian disertai penyakit lain, juga sering ditemukan terjadi pada user wanita. Bila terjadi pada commit laki-lakito gradasinya berat dan sering disertai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
gangguan pada mata (lensa), seperti katarak, gangguan ginjal, kelainan audiologi. d) Type ressesif gangguan pendengaran yang terjadi pada kedua telinga yaitu : derajat yang sangat berat (total loss), atrofi berat dari strykrur cohlea, cacat dengar nada tinggi, cacat dengar nada rendah, albino yang menyeluruh dan diturunkan secara automatis, hurley’s syndrom dengan gejala-gejala sebagai berikut : penyakit lain timbul pada calon bayi terjadi pertumbuhan kerangka kepala besar, hidung pesek, lubang hidung lebar, jarak antara kedua bola mata lebar, telinga terletak agak ke bawah belakang, lidah tebal dan lebar, gigi jarang. e) Terjadinya penyakit rubella, trauma persalinan, akibat obat-obatan, akibat cretinisme, mengakibatkan hambatan dalam pertumbuhan tubuh, gangguan pertumbuhan mental, gangguan pendengaran sensori neural maupun tuli konduktif, infeksi bakteri, dan kelainan tulang pendengaran. f) Indikasi obat-obatan : streptomysin, kina, kanamysin, neomysin. Penyebab terjadinya gangguan pendengaran adalah sangat komplek baik disebabkan secara heriditer, penyakit, keracunan obatobatan yang sifatnya sangat keras sehingga merusak persyarafan pendengaran ataupun penyebabnya oleh karena mendapat kecelakaan. Penyebab terjadinya gangguan pendengaran bisa pada waktu ibu hamil, pada waktu anak dilahirkan (natal) atau penyebab didapat sesudah lahir (post natal) yang berakibat penderita mengalami gangguan tuli konduktif, sensori neural ( persyarafan pendengaran). Keduanya merupakan hambatan yang cukup mengganggu kehidupan seseorang.
c. Klasifikasi Ketunarunguan Dwidjosumarto (1990:1) dalam Somantri (1996:76) mengemukakan klasifikasi untuk kepentingan pendidikan sebagai berikut: Tingkat I, Kehilangan kemampuan mendengar antara 35 sampai 54 dB, penderita hanya memerlukan latihan berbicara dan bantuan mendengar secara khusus. Tingkat II, Kehilangan kemampuan mendengar antara 55 sampai commit to user 69 dB penderitanya kadang-kadang memerlukan penempatan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
sekolah secara khusus dalam kebiasaan sehari-hari memerlukan latihan bicara, dan bantuan latihan berbahasa secara khusus. Tingkat III, Kehilangan kemampuan mendengar antara 70 sampai 98 dB. Tingkat IV, Kehilangan kemampuan mendengar 90 dB ke atas.
Klasifikasi menurut Kirk dan Myklebust (Matahari Bunda 2012) mengemukakan : Pertama Klasifikasi tunarungu menurut taraf pendengaran : kehilangan pendengaran taraf sangat ringan (27 dB – 40 dB), kehilangan pendengaran taraf ringan (41 dB – 55 dB), kehilangan pendengaran taraf sedang (56 dB – 70 dB), kehilangan pendengaran taraf berat (71 dB – 90 dB), dan kehilangan pendengaran taraf berat sekali /tuli total (91 dB keatas). Kedua Klasifikasi tunarungu menurut waktu rusaknya pendengaran : tunarungu bawaan, tunarungu perolehan. Katiga Klasifikasi tunarungu menurut tempat/letak kerusakan pada alat pendengaran : tunarungu konduktif, tunarungu perseptif (sensorineural), tunarungu campuran. Dari klasifikasi ketunarunguan di atas dapat diuraikan sebagai berikut : a) Kehilangan pendengaran taraf sangat ringan (27 dB – 40 dB) : mempunyai kesulitan mendengar bunyi-bunyi yang jauh, membutuhkan tempat duduk yang strategis letaknya,memerlukan terapi wicara. b) Kehilangan pendengaran taraf ringan (41 dB – 55 dB) : mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi kelas, membutuhkan alat bantu dengar, membutuhkan terapi wicara c) Kehilangan pendengaran taraf sedang (56 dB – 70 dB) : hanya bisa mendengar suara dari jarak dekat, masih mempunyai sisa pendengaran, harus menggunakan alat bantu mendengar (ABM) d) Kehilangan pendengaran taraf berat (71 dB – 90 dB) : hanya dapat mendengar teriakan atau pembicaraan pada jarak dekat, pengalaman mendengar sangat kurang, tidak mengerti apa yang diucapkan orang lain, perlu pelayanan pendidikan khusus, butuh alat bantu mendengar commit to user (ABM)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
e) Kehilangan pendengaran taraf berat sekali /tuli total (91 dB keatas) : mungkin sadar akan adanya bunyi atau suara dan getaran, banyak bergantung pada penglihatan daripada
pendengaran untuk proses
menerima informasi, tidak dapat mendengar suara/ pembicaraan, perlu pembinaan pengajaran pembentukan bahasa dan bicara,
perlu
pelayanan pendidikan khusus. f) Tunarungu bawaan yaitu tunarungu sejak lahir, tunarungu perolehan yaitu anak lahir dengan pendengaran normal akan tetapi dikemudian hari indera pendengarannya menjadi tidak berfungsi yang disebabkan karena kecelakaan atau suatu penyakit. g) Tunarungu konduktif terjadi karena tidak berfungsinya organ telinga yang berperan menghantarkan bunyi dari dunia
luar, seperti liang
telinga, selaput gendang, ketiga tulang pendengaran (malleus, incus, stapes) yang terdapat di telinga bagian dalam dan dinding-dinding labirin mengalami gangguan. Tunarungu Perseptif (sensorineural), terjadi karena adanya kerusakan atau kelainan pada belahan telinga bagian dalam (neural siput/koklea), saraf pendengaran dan batang otak, sehingga bunyi tidak dapat diproses sebagaimana
mestinya.
Biasanya
merupakan
kelainan
bawaan,
keturunan/genetika, saat proses persalinan, dll. Umumnya bersifat keturunan (Kirk dan Myklebust dalam Matahari Bunda 2012). Tunarungu campuran, Terjadi pada telinga yang sama rangkaian organorgan telinga yang berfungsi sebagai penghantar dan penerima rangsangan suara
mengalami
gangguan,
sehingga
terjadi
campuran
antara
ketunarunguan konduktif dan ketunarunguan perseptif (sensorineural). Dapat disimpulkan bahwa ada dua kelompok tunarungu yaitu tuli dan kurang dengar. Tuli adalah kehilangan kemampuan mendengar sehingga indera pendengaran dan alat bicara tidak berfungsi sama commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
sekali, sedangkan kurang dengar adalah indera pendengaran kurang baik begitu pula alat bicaranya, tetapi masih berfungsi baik menggunakan alat bantu maupun terapi bicara.
d. Karakteristik Anak Tunarungu Karakteristik anak tunarungu menurut Hidayat, dkk (2006:129) dalam Ernasari (2013) sebagai berikut : 1. Karakteristik fisik, meliputi : Cara berjalan kaku dan agak membungkuk, gerak kaki dan tangannya lincah/cepat,, gerakan mata cepat dan beringas, kemampuan pernapasannya pendekpendek terganggu. 2. Karakteristik dalam segi bicara/bahasa, meliputi : ketidak mampuan dalam berbahasa, miskin dalam kosakata, kesulitan dalam mengartikan ungkapan-ungkapan bahasa yang mengandung arti kiasan dan kata-kata abstrak, kesulitan dalam berbahasa verbal dan pasif dalam berbahasa. 3. Karakteristik dalam segi kepribadian, meliputi : cenderung murung, penuh curiga, curang, kejam (bengis), tidak simpatik, tidak dapat dipercaya, cemburu, tidak wajar, egois, ingin membalas dendam, ketidakmampuan dalam penyesuaian mental maupun emosi, berkepribadian tertutup (introvert). 4. Karakteristik dalam segi emosi dan sosial, meliputi : suka menafsirkan secara negatif, kurang mampu dalam mengendalikan emosi, dan sering emosi bergejolak, memiliki perasaan rendah diri dan merasa diasingkan, memiliki rasa cemburu dan prasangka. Secara umum anak tunarungu memiliki karakteristik atau ciri-ciri sebagai berikut (Dinas Pendidikan BP DIKSUS) : secara nyata tidak mampu mendengar, terlambat perkembangan bahasa, sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi, kurang atau tidak tanggap bila diajak bicara, ucapan kata tidak jelas, kualitas kata aneh/ monoton, sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar, banyak perhatian terhadap getaran, dan keluar cairan “nanah” dari telinga. Berikut adalah karakteristik yang diakibatkan karena dampak ketunarunguan : bahasa anak tunarungu mengalami hambatan pada saat commit to user mengadakan kontak dengan orang lain, anak tunarungu akan segan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
berbicara, anak tunarungu terkesan pemalu, merasa rendah diri, merasa selalu bersalah, takut ditertawakan, takut menatap.
e. Perkembangan Bahasa Anak Tunarungu Bahasa merupakan alat komunikasi yang dipergunakan manusia dalam mengadakan hubungan dengan sesamanya. Hal ini berarti bila sekelompok manusia memiliki bahasa yang sama, maka mereka akan dapat saling bertukar fikiran mengenai segala sesuatu yang dialami secara kongkrit maupun abstrak. Tanpa mengenal bahasa yang digunakan suatu masyarakat, kita sukar mengambil bagian dalam kehidupan sosial mereka, sebab hal tersebut dilakukan dengan media bahasa. Wardhaugh dalam bukunya An introduction of Linguistic (1977) dalam Sadjaah (2003:59), menjelaskan bahwa bahasa merupakan lambang bunyi suara yang arbiter yang digunakan untuk berkomunikasi antar manusia. Kesulitan anak tunarungu dalam berbahasa disebabkan karena perolehan bahasa yang diterimanya sangat kurang, sehingga anak tunarungu memiliki kendala di dalam menggunakan bahasa itu, baik secara verbal maupun secara tulisan. Anak tunarungu kurang sekali dalam memiliki kata/bahasa untuk dapat digunakan untuk kepentingan komunikasi seharihari. Lebih luas lagi untuk kepentingan akademik yang tinggi, mereka sangat merasakan kesulitan. Kesulitan memahami bahasa-bicara berdampak terhadap kurang memahami berbagai hal di lingkungannya, yang akhirnya berdampak pula terhadap hasil belajarnya. Melalui pembekalan berbahasa-bicara yang dilaksanakan secara sfektif kesulitan yang dialaminya, minimnya bahasa dapat ditolelir. Memiliki bahasa bagi anak tunarungu melalui proses panjang dan tidak semudah dalam mengajarkan bahasa-bicara kepada anak normal. Proses pembelajarannya memerlukan berbagai pendekatan dan tehnik yang commit to user memudahkan anak untuk memperoleh dan mengekpresikan bahasanya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
Begitu pula dalam pelaksanaan pendidikan berbahasa di lingkungan keluarga, anak tunarungu dilatih untuk dapat mengekpresikan bahasa itu dengan baik, tujuannya agar mampu belajar berbagai hal dengan oftimal seperti anak dengar. Chomsiky
(1989)
dalam
Sadjaah
(2003:62)
mendefinisikan
keterampilan berbahasa bagi anak tunarungu dengan istilah “Speech Building”, bahwa upaya yang dilakukan bagi mereka adalah membentuk bahasa bicara. Dikatakannya bahwa bahasa anak tunarungu belum terbentuk sesuai dengan pola bahasa yang benar akan tetapi merekapun memiliki potensi untuk berbahasa-bicara. Perkembangan bahasa banyak memerlukan ketajaman pendengaran, karena melalui pendengaran anak dapat meniru suara-suara disekitarnya. Bagi anak tunarungu jelas-jelas mengalami hambatan pendengaran juga pada asfek bahasa. Perkembangan kemampuan bahasa dan komunikasi anak tunarungu terutama yang tergolong tuli tentu tidak mungkin untuk sampai pada penguasaan bahasa melalui pendengarannya, melainkan harus melalui penglihatannya dan memanfaatkan sisa pendengarannya. Oleh sebab itu komunikasi bagi anak tunarungu mempergunakan segala aspek yang ada pada anak tunarungu tersebut. Dapat disimpulkan bahwa perkembangan bahasa berkaitan erat dengan ketajaman pendengaran. Akibat terbatasnya ketajaman pendengaran anak tunarungu tidak mampu mendengar dengan baik. Dengan demikian pada anak tunarungu tidak terjadi proses peniruan suara setelah masa meraban, proses peniruannya hanya terbatas pada peniruan visual. Selanjutnya dalam perkembangan bahasa anak tunarungu memerlukan pembinaan secara khusus dan intensif sesuai dengan kemampuan dan taraf ketunarunguannya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
f. Pendidikan Anak Tunarungu Perhatian akan
kebutuhan pendidikan bagi anak tunarungu
tidaklah dapat dikatakan kurang karena terbukti bahwa anak tunarungu telah banyak yang mengikuti pendidikan sepanjang lembaga pendidikan itu dapat dijangkaunya. Lingkup pendidikan anak tunarungu (Buklet Informasi Pendidikan Khusus Bagi Anak Tunarungu) meliputi : 1)
TKLB/TKKh pengembangan
Tunarungu
tingkat
senso-motorik,
rendah,
berbahasa
ditekankan dan
pada
kemampuan
berkomunikasi khususnya berbicara dan baerbahasa. 2) SDLB/SDKh Tunarungu kelas dasar ditekankan pada keterampilan senso-motorik, keterampilan berkomunikasi kemudian pengembangan kemampuan dasar di bidang akademik dan keterampilan sosial. 3) SLTP/SMPKh Tunarungu ditekankan pada peningkatan keterampilan berkomunikasi
dan
keterampilan
senso-motorik,
keterampilan
berkomunikasi, keterampilan mengaplikasi kemampuan dasar di bidang akademik dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari, peningkatan keteramampilan sosial dan dasar-dasar keterampilan vokasional. 4) SMLB/SMAKh Tunarungu ditekankan pada pematangan keterampilan berkomunikasi, keterampilan menerapkan kemampuan dasar di bidang akademik
yang mengerucut pada pengembangan kemampuan
vokasional yang berguna sebagai pemenuhan kebutuhan hidup, dengan tidak menutup kemungkinan mempersiapkan peserta didik tunarungu melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. 5) Sekolah Inklusif (Pendidikan Terpadu) adalah sekolah biasa yang menampung anak berkelainan, dengan kurikulum, guru, sarana pengajaran, dan kegiatan belajar mengajar yang sama. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
2. Tinjauan Hasil Belajar Matematika a. Pengertian Belajar dan Hasil Belajar Belajar merupakan usaha melakukan perubahan tingkah laku, artinya seseorang yang belajar itu ingin mengadakan perubaha perilaku, misalnya dari bertingkah laku bodoh menjadi intelegen, dan mudah melakukan
adaptasi
terhadap
lingkungan
alam
dan
sosial
yang
menguntungkan, dari yang belum terampil menjadi terampil, pendek kata seseorang yang belajar ingin lebih produktif dan berkarya. Untuk lebih jelasnya akan penulis paparkan beberapa pengertian belajar menurut pendapat Hermawan dan Gunarhadi (2012:16) dari beberapa ahli : 1) Menurut Spears : “Learning is to observe, to read, to listen, tofollow direction”. Belajar ialah kegiatan mengamati, membaca, mendengarkan dan mengikuti pengarahan atau bimbingan. Pendapat ini memperhatikan aktivitas belajar dengan menggunakan indera dan sekaligus mementingkan adanya bimbingan. Belajar dengan bimbingan menjadi terarah, sehingga pembelajaran menjadi efektif. 2) Menurut Geah : “ Learning is a change in performance as result of practice”. Belajar adalah tingkah laku sebagai hasil dari latihan. Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik belejar dengan melakukan latihan-latihan kognitif, afektif dan psikomotorik, secara terus menerus untuk
perubahan
perilaku
terhadap
apa
yang
menjadi
obyek
pembelajaran. Dengan semakain banyak melakukan latihan, semakin berhasil pula dalam belajarnya. 3) Menurut Skinner : Bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi yang berlangsung secara progresif. Pandangan ini memberikan pengertian belajar sebagai proses, yakni usaha yang dilakukan peserta didik dalam mengadakan penyesuaian diri terhadap suatu obyek yang ada di lingkungannya secara terus menerus, commit to user baik obyek yang lama atau obyek yang baru.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
Disamping pengertian belajar, penulis akan paparkan juga pengertian hasil belajar menurut para ahli : 1) Tirtonegoro (2001:43) dalam Khoiriyah (2010) bahwa : “Hasil belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar mengajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu”. 2) Abdurahman (2003: 31-33) “Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar”. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh sesuatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan belajar yang terprogram dan terkontrol yang disebut kegiatan pembelajaran, tujuan belajar telah ditetapkan lebih dahulu oleh guru. Anak yang berhasil belajar ialah yang berhasil mencapai tujuan pembelajaran atau indikator keberhasilan. Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan yang relative dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor yang diperoleh melalui interaksi individu dengan lingkungannya. Sedangkan hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar baik yang berupa pengetahuan, sikap, maupun keterampilan.
b. Hasil Belajar Matematika Hasil belajar menurut Tirtonegoro (2001:43) dalam Khoiriyah (2010) bahwa : “Hasil belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar mengajar yang dinyatakan dalam bentuk simbul, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
Ada tiga hasil belajar dalam mata pelajaran matematika yang harus dapat dicapai oleh tiap peserta didik (Depdiknas:2002). Ketiga hasil belajar tersebut adalah : 1) Pemahaman konsep, dicapai melalui proses mengidentifikasi ciri-ciri konsep. Ciri-ciri suatu konsep merupakan tanda-tanda yang dimiliki oleh semua contoh konsep. Tanda-tanda yang bukan merupakan ciri konsep ada kemungkinan dimiliki atau sama sekali tidak dimiliki contoh konsep. 2) Keterampilan, merupakan kemampuan melakukan komputasi/ perhitungan maupun mengaplikasikan konsep yang telah dipahami dalam waktu yang relatif singkat dan dengan cara dan hasil yang benar. 3) Pemecahan masalah, merupakan perpaduan kemampuan melakukan perhitungan (komputasi) dan aplikasi. c. Pembelajaran Matematika di SDLB Matematika merupakan sesuatu substansi yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun tidak nyata, dalam sektor kehidupan, seperti di rumah, di pekerjaan, di masyarakat akan selalu menggunakan matematika. Untuk itu, keterampilan penggunaan konsep matematika harus dibelajarkan kepada setiap peserta didik, begitu juga peserta didik tunarungu. Pembelajaran matematika bagi mereka agar mampu menggunakan di dalam kehidupan, di pekerjaan, di keluarga dan masyarakat. Sepuluh bidang keterampilan dasar yang dimasukkan dalam kurikulum matematika diidentifikasi oleh National Council of Supervisors of Mathematics (NCSM) melalui Polloway & Patton (1993:288) dalam Modul Pendidikan Luar Biasa (2012:77-78) yaitu pemecahan masalah, penggunaan matematika untuk situasi sehari-hari, kesiapsiagaan untuk rasionalitas hasil-hasilnya, dugaan (estmation) dan perkiraan, keterampilan menghitung yang tepat, geometri dan pengukuran, membaca simbol dan mengintepretasikan, mengkonstruksi tabel, bagan dan grafik, penggunaan matematika untuk produksi, dan keterbacaan komputer. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
Pada siswa yang mengalami hambatan pendengaran/bahasa mengalami kesulitan untuk memahami makna simbol-simbol matematika, misalnya tanda tambah, kurang, kali, bagi, sama dengan, lebih besar, lebih kecil, persamaan atribut, serta persaman distributif. Guru harus mampu mengajarkan secara konkrit dan sederhana untuk membaca simbol-simbol matematika. Berdasarkan tujuannya melalui mata pelajaran matematika peserta didik bukan saja dituntut sekedar menghitung, tetapi peserta didik juga dituntut agar lebih mampu menghadapi berbagai masalah dalam kehidupannya. Masalah itu baik mengenai matematika itu sendiri maupun masalah dalam ilmu lain. Maka, pembelajaran matematika di SLB perlu dirancang sebaik mungkin agar peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Ruang lingkup mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu (SDLB-B) meliputi asfek-asfek sebagai berikut , Depdiknas (2006 : 100) : 1) Meliputi bilangan 2) Geometri dan pengukuran 3) Pengolahan data Adapun Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar kelas V semester I adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar kelas V semester I Standar Kompetensi Geometri dan pengukuran.
Kompetensi Dasar Melakukan pengukuran sudut.
Menggunakan pengukuran waktu, sudut, jarak, dan kecepatan dalam pemecahan masalah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
3. Tinjauan Metode Demonstrasi a. Pengertian Metode Demonstrasi Metode Demonstrasi ialah suatu upaya pembelajaran atau proses belajar dengan cara praktek menggunakan peragaan yang di tunjukan pada peserta didik dengan tujuan agar semua peserta didik lebih mudah dalam memahami dan mempraktekkan apa yang telah diperolehnya dan dapat mengatasi suatu permasalahan yang terjadi sehubungan dengan yang sudah didemonstrasikannya. Menurut Jamarah (2000:2) dalam Kajian Pustaka (2012) bahwa metode demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran. Menurut Djamarah (2008:211) dalam Wawasan Pendidikan (2014) kelebihan dan kekurangan metode demonstrasi adalah sebagai berikut : Kelebihan metode demonstrasi : 1) Perhatian peserta didik dapat dipusatkan pada hal-hal yang dianggap penting oleh guru sehingga hal yang penting itu dapat diamati secara teliti. 2) Dapat membimbing peserta didik ke arah berpikir yang sama dalam satu saluran pikiran yang sama. 3) Ekonomis dalam jam pelajaran di sekolah. 4) Dapat mengurangi kesalahan-kesalahan bila dibandingkan dengan hanya membaca atau mendengarkan. 5) Ttidak memerlukan keterangan-keterangan yang banyak. 6) Beberapa persoalan yang menimbulkan petanyaan atau keraguan dapat diperjelas waktu proses demonstrasi. Kelebihan dari metode demonstrasi perhatian peserta didik lebih mudah dipusatkan kepada proses belajar mengajar dan tidak kepada yang lainya. Ekonomis dalam waktu yang panjang dapat diperlihatkan melalui demonstrasi dengan waktu yang pendek. Peserta didik mendapatkan gambaran yang jelas dari hasil pengamatannya. Kekurangan metode demonstrasi : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
1) Derajat visibilitasnya kurang, peserta didik tidak dapat melihat atau mengamati keseluruhan benda atau peristiwa yang didemonstrasikan. 2) Untuk mengadakan demonstrasi digunakan ala-alat yang khusus, kadang-kadang alat itu susah didapat. 3) Dalam mengadakan pengamatan terhadap hal-hal yang didemonstrasikan diperlukan pemusatan perhatian. Tidak semua hal dapat didemonstrasikan di kelas. 4) Memerlukan banyak waku sedangkan hasilnya kadang-kadang sangat minimum. 5) Kadang-kadang hal yang didemonstrasikan di kelas akan berbeda jika proses itu didemonstrasikan dalam situasi nyata atau sebenarnya. 6) Agar demonstrasi mendapatkan hasil yang baik diperlukan ketelitian dan kesabaran. Kekurangan dari metode demonstrasi adalah karena peserta didik tidak dapat melihat atau mengamati keseluruhan benda atau peristiwa yang didemonstrasikan, kadang-kadang terjadi perubahan yang tidak terkontrol. Demonstrasi merupakan metode yang tidak wajar bila alat yang didemonstrasikan tidak dapat diamati secara seksama, karena alat ini khusus dan kadang susah didapat. Hal-hal yang didemonstrasikan memerluka pemusatan perhatian, dalam hal ini banyak diabaikan oleh peserta didik. b. Langkah-Langkah Metode Demonstrasi Langkah-langkah penerapan metode demonstrasi
(Wawasan
Pendidikan, 2014) adalah sebagai berikut : 1) Persiapan alat-alat yang diperlukan. 2) Guru menjelaskan kepada peserta didik apa yang direncanakan dan apa yang akan dikerjakan. 3) Guru mendemonstrasikan kepada peserta didik secara perlahanlahan, serta memberikan penjelasan yang cukup singkat. 4) Guru mengulang kembali selangkah demi selangkah dan menjelaskan alasan-alasan setiap langkah. 5) Guru menugaskan kepada siswa agar melakukan demonstrasi sendiri langkah demi langkah dan disertai penjelasan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
Dengan metode demonstrasi, proses penerimaan peserta didik terhadap pelajaran akan lebih berkesan secara mendalam, sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna. Juga peserta didik dapat mengamati dan memperhatikan apa yang diperlihatkan selama pelajaran berlangsung. Metode demonstrasi baik digunakan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang hal-hal yang berhubungan dengan proses mengatur sesuatu, proses membuat sesuatu, proses bekerjanya sesuatu, proses mengerjakan atau menggunakannya, komponen-komponen yang membentuk sesuatu, membandingkan suatu cara dengan cara lain dan untuk mengetahui atau melihat kebenaran sesuatu.
B. Kerangka Berfikir Bertitik tolak dari
permasalahan pembelajaran yang tidak memenuhi
target pencapaian dalam kompetensi menggambar dan mengukur besar sudut dengan busur derajat pada peserta didik kelas V Tunarungu SLB Negeri 2 Pemalang (kondisi awal). Peneliti sendiri berkolaborasi dengan teman sejawat melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas demi perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran baik proses maupun hasil belajar peserta didik. Sebagai aplikasi tindakan peneliti menentukan 2 siklus yang terdiri dari : (1) Perencanaan tindakan (planning) dengan merancang dalam bentuk skenario pembelajaran yang menunjukkan langkah-langkah yang dilakukan peserta didik maupun guru, dan mempersiapkan fasilitas dan sarana yang diperlukan di kelas, (2) Pelaksanaan tindakan (acting): peneliti mengajar dibantu
teman sejawat,
metode demonstrasi, masalah ditangani sesuai dengan kemampuan/komitmen guru/peneliti, aturan/etika sesuai dengan tugas-tugasnya, dukungan seluruh personil sekolah, (3) Pengamatan (observing): jenis data, indikator-indikator yang relevan dalam bentuk tingkah laku guru/peneliti dan peserta didik, pemanfaatan data, (4) Analisis data dan refleksicommit (reflection): Menyeleksi dan mengelompokkan, to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
memaparkan atau mendeskripsikan data, mengkritisi perubahan perilaku, menyimpulkan atau memberi makna. Pengkajian terhadap keberhasilan atau kegagalan pencapaian tujuan sementara, untuk menentukan tindak lanjut dalam rangka mencapai tujuan akhir yang sesuai dengan kompetensi kemampuan peserta didik (sesuai Kompetensi Dasar). Kerangka pemikiran dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut :
Kondisi awal
Menggunakan metode demonstrasi
Tindakan
Menggunakan methode demonstrasi
Hasil belajar matematika rendah
Siklus I Siklus II
Hasil belajar matematika meningkat
Kondisi akhir
Gambar 2.1 : Skema Kerangka Berfikir C. Hipotesis Tindakan Sesuai dengan kajian teori yang telah dikemukakan di atas dan kerangka pemikiran dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: “Penggunaan metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada materi menggambar dan mengukur besar sudut dengan busur derajat pada peserta didik kelas V Tunarungu di SLB Negeri 2 Pemalang Tahun Pelajaran 2014/2015”.
commit to user